Pembandingan pertumbuhan, komposisi tubuh dan karkas antara domba priangan dan ekor gemuk

PERBANDINGAN PERTUMBUHAN, KOMPOSlSl TUBUH
DAN KARKAS ANTARA DOMBA PRIANGAN
D A N EKOR GEMUK

%

t

Oleh
RACHMAT HERMAN

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1993

ABSTRACT

BREED COMPARISON OF GROWTH, BODY AND
CARCASS COMPOSITION BETWEEN PRIANGAN AND
FAT TAIL SHEEP
Twenty six Priangan and 26 Fat tail ram lambs and three rations were used

in this study. Live weight of lambs varied from 7.7 to 13.9 kg (mean: 11.32 kg,
cv: 15.16%). The content of digestible protein and that of digestible energy in dry

matter of rations, respectively were 134 g and 11.120 MJoulekg (Rl), 204 g and
11.524 MJoulekg (R2) and 280 g and 10.748 MJouleIkg (R3). Rations and water
were given ad libitum.
The animals were killed at fasted live weight of 10.0, 17.5,25.0,32.5 and

40 kg. Body and carcass were dissected (~utterfieh,1963). Muscles were identified (Butterfield and May, 1966) and grouped (Lohse et al., 1971). Breed
comparison was studied in a 2 x 3 factorial experiment. The effects of breed and
ration on performance were analysed by analyses of co-variance and that of breed
and ration on body and carcass composition were analysed by analyses of variance (Steel and Torrie, 1981).
The results showed that performance, based on daily gain, daily dry matter
consumption and dry matter conversion was not different. Carcass weight in all
fasted live weight was similar. Priangan had a heavier carcass muscle weight and
a lighter carcass fat weight. A heavier carcass fat weight in Fat tail sheep, was due

to heavier subcutaneous fat weight. Priangan had heavier muscle in the neck and
thorax.
The weight of organs both in Priangan and Fat Tail, did not show a specific

breed differences, except head and testicles which were larger in Priangan.

Priangan sheep showed a characteristic that these sheep were masculine
and active. There was a strong indication that these sheep had a higher testosterone
level. 'in the blood, which was found in the prolific breed.

.

Rations could increase the live weight gain with the increase in protein
content, but feed conversion was also increase. Rations did not alter body and
carc'ass composition.

RINGKASAN
PERBANDINGAN PERTUMBUHAN, KOMPOSISI TUBUH
DAN KARKAS ANTARA DOMBA PRIANGAN DAN
EKOR GEMUK
Rachmat Herman (1993). Perbandingan Pertumbuhan, Komposisi Tubuh
dan Karkas antara Domba Priangan dan Ekor Gemuk (di bawah bimbingan Asikin
Natasasmib, sebagai ketua, Ahmad Ansori Mattjik, Toha Sutardi, Harimurti
Martojo dan Djokowoerjo Sastradipradja, sebagai anggota).

Penelitian dilaksanakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor
dari bulan Mei 1992 sampai dengan Februari 1993. Penelitian ini menggunakan
domba Priangan dan Ekor Gemuk jantan muda dengan bobot hidup antara 7.7
sampai 13.9 kg (rataan: 11.32 kg, kk: 15.16%). Tiga macam ransum disusun untuk
penelitian ini, R1 dengan protein dapat dicerna (dd) 134 g dan energi dd 11.120
MJoule, R2 dengan protein dd 204 g dan energi dd 11.524 MJoule dan R3 dengan
protein dd 280 g dan energi dd 10.748 MJoule per kg bahan kering. Ransum dan
air minum di berikan ad libitum.
Pemotongan dilakukan pada bobot potong (bobot hidup setelah dipuasakan
terhadap ransum 24 jam) 10.0, sebagai bobot awal, 17.5, 25.0, 32.5 dan 40.0 kg.
Tubuh dan karkasnya diuraikan secara.anatomis, menjadi organ tubuh dan jaringannya. Metode penguraian mengikuti Butterfield (1963) dengan identifikasi otot
oleh Butterfield dan May (1966). Pengelompokkan otot mengikuti Lohse et al.
(1971). Penelitian dilaksanakan dalam rancangan faktorial2 x 3. Pengaruh ransum
dan bangsa terhadap penampilan selama penggemukan dipelajari dengan analisis
peragam, terhadap komposisi tubuh dan karkas dipelajari dengan analisis ragam
(Steel dan Torrie, 1981).

Hasil penelitian menunjukkan, bahwa penampilan kedua bangsa selama
penggemukan tidak berbeda, bila diukur berdasarkan rataan pertambahan bobot
hidup per ekorhari, konsumsi bahan kering per ekorhari dan nilai konversinya.

Bobot karkas untuk setiap bobot potong tidak berbeda. Perbedaannya terdapat
pada bobot otot yang lebih tinggi dengan bobot lemak yang lebih rendah pada
Priangan dibandingkan dengan Ekor Gemuk. Bobot lemak yang lebih tinggi pada
Ekor Gemuk disebabkan oleh bobot lemak subkutan yang lebih tinggi. Karkas
domba Priangan mempunyai kelompok otot di bagian dada dan leher yang lebih
tinggi dari pada karkas Ekor Gemuk. Bobot kelompok otot penting yang terdiri
atas kelompok-kelompok otot prosimal paha, otot sekitar tulang belakang dan otot
proksimal kaki depan, lebih tinggi pada Priangan.
Berdasarkan perlemakannya, karkas Ekor Gemuk lebih berlemak, sehingga
sebelah luarnya terbungkus oleh lemak. Berdasarkan perototannya, karkas Priang-

an mempunyai konformasi yang lebih baik.
Bobot organ tubuh pada Priangan dan Ekor Gemuk tidak memperlihatkan
perbedaan yang spesifik, kecuali bobot kepala dan testikel lebih tinggi pada
Priangan.
Tumbuh kembang karkas memperlihatkan, bahwa pada bobot otot karkas
yang sama, bobot otot di daerah dada dan leher pada Priangan lebih tinggi. Pada
bobot lemak karkas yang sama, bobot lemak subkutan lebih rendah dan lemak
intermuskuler lebih tinggi pada Priangan.
Kemungkinan untuk mendapatkan daging berkualitas, bobot potong 40 kg

dapat dicapai pada umur muda oleh kedua bangsa. Irisan karkas utama yang terdiri
atas "shoulder", rack" dan "leg", Priangan mempunyai "shoulder" lebih berat.
Semua irisan pada Priangan lebih berotot sedangkan pada Ekor Gemuk lebih
berlemak.

Berdasarkan distribusi otot dan lemak, disertai bobot kepala dan testikel
yang lebih berat pada Priangan, serta sifat Priangan yang lebih aktif dari pada Ekor
Gemuk, maka ada indikasi bahwa Priangan adalah domba prolifik. Ada dugaan
yang kuat, bahwa kadar testosterone di dalam darah Priangan lebih tinggi dibandingkan dengan Ekor Gemuk.
Ransum dapat meningkatkan kecepatan pertumbuhan dengan meningkatkan
kadar proteinnya, akan tetapi nilai konversinya menjadi lebih tinggi. Ransum tidak
banyak mengubah komposisi tubuh dan karkas.

PERBANDINGAN PERTUMBUHAN, KOMPOSISI TUBUH
DAN KARKAS ANTARA DOMBA PRIANGAN
DAN EKOR GEMUK

Oleh

RACHMAT HERMAN


Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
pada
Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1993

: Perbandingan Pertumbuhan, Komposisi ' h b u h
Dan Karkas Antara Domba Priangan Dan Ekor

Judul Disertasi

Gemuk
Nama Mahasiswa

: Rachmat Herman

Nomor Pokok


: 88511

Menyetuj ui
1.S(pmisi Pembimbing

-

-=KProf. Dr. Asikin Natasasmita
Ketua

Dr. Ir. Ahmad Ansori Mattj ik

Prof.

r.
V

arimurti Ma ojo
Anggota


Anggo ta

2. Program Studi Ilmu Ternak

Ketua
Tanggal Lulus : 18 September 1993

Direktur

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 10 Desember 1939 dari ayah Dahro
dan ibu Tarsiah. Kedua orang tua berasal dari Tasikrnalaya.
Penulis memulai pendidikan di Sekolah Rakyat (SR) Tuguraja, Tasikmalaya
pada tahun 1946 dan pada tahun 1950 pindah ke Sekolah Rakyat (SR) No. 1 di
Jalan Tjikeumeuh Kalapa Senggeh (Jalan Merdeka) Bogor sampai tamat pada
tahun 1953. Penulis kemudian melanjutkan studi di Taman Dewasa (SMP),
Perguruan Taman Siswa Cabang Bogor di Jalan Kantor Batu, Bogor dan tamat
pada tahun 1956. Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri Bogor dilalui dari tahun
1956 sampai 1959, kemudian melanjutkan ke Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor dan lulus sebagai Dokter Hewan dengan Minat Utama
Peternakan pada tahun 1966. Pasca Sarjana Program S2 diperoleh dari University

of Queensland, Australia dari tahun 1977 sampai dengan 1981. Pada tahun 1988,
penulis terdaftar sebagai mahasiswa Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor,
Program S3.

iii

PRAKATA
Pujisyukur saya panjatkan kepada Allah Subhanahu Wataala, bahwa saya
sudah dapat menyelesaikan studi ini tepat pada waktunya. Berbagai kemudahan
telah saya peroleh, sehingga studi ini berjalan lancar, yang tidak lain adalah atas
kehendakNYA.
Saya mengucapkan banyak terimakasih kepada bapak-bapak Komisi Pembimbing, yang telah mengarahkan studi saya, hingga penulisan disertasi dapat
diselesaikan dengan baik : Prof. Dr. Asikin Natasasmita, Dr. Ir Ahmad Ansori
Mattjik, Prof. Dr. Toha Sutardi, Prof. Dr. Djokowoerjo Sastradipradja dan Prof.
Dr. Harimurti Martojo.
Saya mengucapkan banyak terimakasih kepada Rektor dan Direktur Pasca
Sarjana, Institut Pertanian Bogor atas kesempatan yang telah diberikan kepada
saya untuk mengikuti Program S 3 dengan mendapat TMPD.
Saya mengucapkan banyak terimakasih kepada Dekan Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian Bogor, atas izin dan dorongannya, sehingga saya dapat berhasil

menyelesaikan studi ini.
Kepada bapak-bapak almarhum dosen Anatomi :Drh. Moeslihun, Drh. Didi
Susetiadi dan Prof. Dr. Kusmat Tanudimadja, yang telah memberikan pengetahuan
anatomi, yang ternyata sangat penting dalam Ilmu Produksi Ternak, saya mengucapkan banyak terima kasih. Ilmu yang telah saya terima, telah saya manfaatkan dalam pekerjaan yang berhubungan dengan bidang yang saya tekuni.
Kepada seluruh staf Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, yang
telah turut memberi semangat, khususnya Prof. Dr. Harimurti Martojo yang
hampir setiap hari memberi semangat sehingga saya mengikuti Program S3, saya
mengucapkan banyak terima kasih.

Saya mengucapkan banyak terima kasih yang tidak terhingga kepada orang
tua yang selalu mendo'akan saya, sehingga saya berhasil lulus, juga kepada istri
dan anak-anak atas kesabaran dan pengertiannya.
Kepada Saudara Suprijatna, Sudjana dan Mohamad Soleh serta kepada
semua fihak yang telah membantu dan sulit untuk disebutkan satu persatu, saya
mengucapkan banyak terima kasih.

DAFTAR IS1
Halaman

RIWAYAT HIDUP .................................................................................


iii

PRAKATA ..............................................................................................
DAFI'AR TABEL .................................................................................. vii

DAFI'AR GAMBAR

............................................................................

PENDAHULUAN .................................................................................
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................
Domba Priangan dan Ekor Gemuk .........................................................
Pertumbuhan ...........................................................................................
Komposisi Tubuh dan Karkas Beberapa Bangsa Domba .......................
MATERI DAN METODE PENELITIAN ..........................................

Ternak .....................................................................................................
Ransum ...................................................................................................
Pemeliharaan Ternak dan Adaptasinya ...................................................
Ternak dan Perlakuan .............................................................................
Pemotongan Hewan ................................................................................
Metode Penguraian Karkas .....................................................................
Rancangan Percob.aan .............................................................................

HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................
Penampilan Domba Selama Penggemukan ............................................
Bobot Potong, Karkas dan Komponennya .............................................
Pengaruh Testosterone ............................................................................
Organ Tubuh ...........................................................................................
Saluran Pencernaan .................................................................................
Tumbuh-kembang Karkas dan Komponennya .......................................
KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................
Kesimpulan .............................................................................................
Saran .......................................................................................................
DAETAR PUSTAKA ............................................................................

viii

DAFTAR TABEL
Tabel 1.

Halaman
Susunan kimia bahan makanan ..................................................... 18

Tabel 2.

Susunan ransum

Tabel 4 .

Pengaruh bangsa pada penampilan domba selama
penggemukan ............................................................................... 28

Tabel 5 .

Pengaruh ransum terhadap penampilan domba selama
penggemukan ................................................................................. 29

Tabel 6 .

Pengaruh bangsa pada karkas dan komponennya

......................... 34

Tabel 7.

Pengaruh ransum pada karkas dan komponennya

........................ 35

Tabel 8.

Pengaruh bangsa pada bobot kelompok otot

............................................................................ 19
Tabel 3. Susunan kimia ransum (0%air) .................................................... 19

.................................41
Tabel 9. Pengaruh ransum pada bobot kelompok otot ................................42
Tabel 10. Pengaruh bangsa pada bobot depot lemak .....................................45
Tabel 11. Pengaruh ransum pada bobot depot lemak ....................................46
Tabel 12a. Pengaruh ransum pada kadar protein. lemak dan abu berdasarkan
bahan kering dari Mm. longissimi thoracis et lumborum domba
Priangan dan Ekor Gemuk ............................................................. 5 3

Tabel'l2b . Pengaruh bangsa pada kadar protein. lemak dan abu berdasarkan
bahan kering dari Mm. longissimi thor-aciset lumbor-urndomba
Priangan dan Ekor Gemuk ............................................................5 3
Tabel 13. Pengaruh bangsa pada bobot organ tubuh .....................................56
Tabel 14. Pengaruh ransum pada bobot organ tubuh .................................... 5 7
Tabel 15. Pengaruh bangsa pada saluran pencernaan

...................................

60

Tabel 16. Pengaruh ransum pada saluran pencernaan ................................... 61
Tabel 17. Tumbuh kembang karkas dan komponennya ............................. 66
Tabel 18. Tumbuh kembang kelompok otot ..................................................66
Tabel 19. Tumbuh kembang depot lemak ..................................................... 66

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Kelompok otot (Berg dan Butterfield, 1976)................................. 24
Gambar 2. Kurva pertumbuhan domba Priangan dan Ekor Gemuk untuk
mencapai bobot potong 17.5 kg (la, lb) dan untuk mencapai
bobot potong 25 kg (lc, Id) .........................................................27
Gambar 3. Kurva pertumbuhan domba Priangan dan Ekor Gemuk untuk
mencapai bobot potong 32.5 kg (2a, 2b) dan untuk mencapai
bobot potong 40 kg (2c, 2d) ..........................................................31
Gambar 4. Komposisi karkas domba Priangan dan Ekor Gemuk pada bobot
potong 10, 17.5, 25, 32.5 dan 40 kg ........................................37
Gambar 5. Distribusi lemak karkas domba priangandan Ekor Gemuk pada
bobot potong 10, 17.5, 25, 32.5 dan 40 kg ................................... 38
Gambar 6. Distribusi lemak tubuh domba priangandan Ekor Gemuk pada
bobot potong 10, 17.5, 25, 32.5 dan 40 kg ................................... 44
Gambar 7. Irisan karkas komersial utama dari Priangan dan Ekor Gemuk .... 73

viii

PENDAHULUAN
Populasi domba perlu mendapat perhatian, karena peningkatannya sejak
tahun 1969 sampai 1991 (4.67 persen per tahun), lebih rendah dibandingkan
dengan peningkatan jumlah pemotongannya (8.23 persen per tahun). Jumlah
impor daging dan termasuk kedalamnya daging domba, yang cukup tinggi,
menunjukkan terdapatnya kenaikan kebutuhan daging di dalam negeri, disebabkan peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kemajuan dalam bidang
pariwisata. Daging yang tersedia tidak hanya dalam jumlahnya yang tinggi, akan
tetapi juga dengan kualitas yang lebih baik. Populasi yang tinggi dapat memenuhi
kebutuhan daging dalam negeri dan juga turut menunjang program pemerintah
untuk menjadikan domba sebagai salah satu komoditi ekspor yang sejajar dengan
komoditi lainnya. Hal ini bukan tidak mungkin dapat dicapai, karena masih
terdapatnya sumber daya yang belum dimanfaatkan, berupa tenaga kerja yang
besar, wilayah yang luas, sumber hijauan makanan ternak yang besar dan mengikut
sertakan para petani sebagai usaha pengentasan kerniskinan, disamping
meningkatkan jumlah pemilikan domba oleh petani yang sudah lama
memeliharanya. Untuk tujuan ini, ternak domba yangsudah adasejakdahulu dapat
dikembangkan.
Domba Priangan, Ekor Gemuk dan domba "Liar" sudah lama dipelihara
oleh petani di Indonesia. Ketiga macam domba ini sampai sekarang tampak tidak
berubah, karena cara beternak yang dilakukannya mempunyai fungsi sebagai
tabungan dan sumber pupuk. Cara beternak semacam ini tetap dipertahankan.
Domba Priangan dan Ekor Gemuk mempunyai kondisi tubuh lebih baik, karena
pemeliharaan yang lebih baik. Domba "Liar" adalah domba yang telah umum
dimiliki oleh petani, dengan kondisi serba kurang baik dan asal-usulnya sulit
diketahui. Domba "Liar" sekarang disebut domba Lokal atau domba Kampung.

Usaha peningkatan populasi dan peningkatan kualitas domba lokal pernah
dilakukan dengan mengimpor domba subtropis. Walaupun domba impor mempunyai bobot hidup lebih tinggi dengan ukuran lebih besar, domba tersebut
mempunyai sifat reproduksi bermusim. Domba tersebut tingkat reproduksinya
rendah. Domba betina impor tidak dapat menyesuaikan diri terhadap pola
reproduksi di tropis yang tidak bermusim. Penggunaan pejantan impor tidak
efisien karena disamping proses adaptasinya lambat, betina lokal yang digunakan
untuk persilangan perlu domba betina terpilih. Impor domba tidak dapat dilakukan
secara tergesa-gesa, tetapi perlu uji coba yang lengkap.
Peran pusat pembibitan ternak tidak mempunyai hasil yang nyata, karena
tidak diarahkan pada perbaikan produksi dagingnya. Ternak yang dihasilkan oleh
pusat pembibitan umumnya mempunyai bobot hidup yang tidak lebih besar dari
pada domba yang dipelihara oleh petani. Pusat ini perlu dikelola oleh ahli yang
sanggup menekuni pekerjaannya dalam waktu cukup lama, disarnping perlu biaya
cukup besar.
Usaha mengekspor domba, baik dalam bentuk hidup maupun bentuk karkas,
sulit dilakukan karena harus sesuai dengan standar negara tujuan. Sebaliknya,
permintaan daging berkualitas di dalam negeri meningkat, sehingga dilakukan
impor.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, diperlukan hewan muda dengan
ukuran tubuh yang besar dan kualitas daging yang baik. Hal ini dapat diharapkan
dari ternak yang sudah ada sejak dahulu.
Kemampuan produksi domba lokal belum banyak diketahui walaupun
sudah banyak dilakukan penelitian. Gambaran yang jelas dari pertumbuhan jaringan tubuhnya, belum banyak diungkapkan. Informasi dari studi dapat
digunakan sebagai dasar perbaikan produksinya kearah produksi daging
berkualitas sesuai dengan kebutuhan pasar. Secara umum konsumen menginginkan

daging yang tidak banyak berlemak (lean meat). Hal ini menjadikan pentingnya
aspek lcualitas karkas, yaitu komponennya.
Penelitian ini mempunyai tujuan untuk membandingkan pertumbuhan,
komposisi tubuh dan karkas domba Priangan dengan Ekor Gemuk. Faktor yang
berhubungan dengan produksi daging dipelajari, yaitu keefisienan biologis
penggunaan makanannya.

TINJAUAN PUSTAKA
Domba Priangan dan Ekor Gemuk
Studi asal-usul domba yang dilaporkan oleh Merkens dan Soemirat (1926)
meliputi telaah laporan sejak 1778. Impor domba Merino diduga pertamakali
dilakukan dalam tahun 1864, dengan tujuan untuk menghasilkan bulu, daging dan
pupuk untuk perkebunan. Dalam perkembangannya sampai abad ke 20 ternyata
menghasilkan domba Priangan sebagai hasil persilangan dari domba Merino,
Kaapstad dan domba pribumi. Dalam laporannya, ternyata domba Kaapstad tidak
diketahui asalnya. Domba Ekor Gemuk diketahui berasal dari Asia Barat Daya
atau negara Arab, yang dibawa oleh para pedagang Arab. Domba lain yang tidak
diketahui asal-usulnya adalah domba pribumi atau domba "liar", yang keadaannya
serba kurang baik. Dilaporkan bahwa domba Priangan dengan makanan yang baik
dapat mencapai bobot 60 sampai 80 kg pada jantan dan 30 sampai 40 kg pada
betina. Survey oleh Fakultas Peternakan, IPB (1985) bobot domba Priangan
dewasa berkisar antara 33 sampai 70 kg pada jantan dan antara 25 sampai 44 kg
pada betina. Domba Ekor Gemuk berkisar antara 24 sampai 51 kg pada jantan dan
antara 19 sampai 49 kg pada betina. Dalam survey ini, domba Priangan yang
mempunyai bobot hidup yang tinggi (80 kg) tidak dimiliki oleh para peternak,
karena domba yang berukuran besar dengan mudah dipasarkan kepada penggemar
domba adu dengan harga sangat tinggi. Domba Ekor Gemuk jantan juga tidak
terdapat dalam jumlah yang banyak di peternak, karena jantan lebih dahulu dijual
untuk potongan, dengan harga yang tinggi disamping tumbuh lebih cepat dari pada
betina.
Domba Priangan dan Ekor Gemuk dilaporkan sebagai domba yang mempunyai kemampuan untuk bereproduksi yang tinggi. Sejak dahulu domba Priangan dinyatakan oleh Merkens dan Soemirat sebagai domba yang mencapai

berahi pertama pada umur muda, dengan produksi anak tunggal dan kembar dua
serta kembar tiga walaupun dalam jumlah tidak besar. Survey Fakultas Peternakan
(1985) juga mendapatkan domba Priangan masak dini dan prolifik. Induk beranak
dalam musim kemarau dan musim penghujan. "Lamb crop" yang tinggi dilaporkan
oleh Kilgour dan Kilgour (1987) sebesar 166 sampai 200 persen i e r tahun dan
rataan angka penyapihan sebesar 168 persen. Lama bunting pada domba Priangan
berkisar antara 143 sampai 150 hari (rataan: 147, sd: 3.12) (Herman, 1977) dan
untuk Ekor Gemuk 150 hari (Wardojo dan Adinata, 1956).
Survey Fakultas Peternakan (1985) mendapatkan banyak domba Ekor
Gemuk betina di bawah umur satu tahun bunting dan mempunyai anak, yang
menunjukkan domba ini masak dini (early mature). Jumlah anak per kelahiran
(litter size) tunggal, kembar dua dan kembat tiga, juga terdapat. Di pusat pembibitan kambing dan domba (Unit Pelaksana Teknis Ternak) di Garahan, Jember,
Jawa Timur, "lamb crop" sebesar 145 persen dalam tahun 1980,131 persen dalam
tahun 1982 dan 141.8 persen dalam tahun 1983. Nurjadi (1982) mempelajari
prolifikasi dari 283 ekor domba Ekor Gemuk betina yang disembelih di 17 abatoir
di Malang, JawaTimur. Dalam penelitiannya, derajat ovulasi didefinisikan sebagai
jumlah corpus luteum yang terdapat pada ovarium dan kematian prenatal sebagai
jumlah corpus luteum dikurangi dengan jumlah embrio. Nurjadi melaporkan,
bahwa domba betina tersebut memperlihatkan ovulasi tunggal, dua, tigadan empat
sebesar 12.55; 50.95; 25.86 dan 8.75 persen. Domba yang mempunyai dua embrio
dalam uterusnya sebesar 59 persen dan rataan derajat ovulasinya 2.44. Rataan
ovulasi dari semua sampe12.36 dan rataan kematian prenatal 22.35 persen. Ihsan
(1984) juga melaporkan, bahwa periode unestrus 31.27 hari untuk induk ringan
(bh: 20.0-24.9 kg) dan 32.63 hari untuk induk berat (bh: 25.0-30.0 kg) dalam
musim kemarau dan 27.34 hari untuk induk ringan dan 35.81 hari untuk induk
berat dalam musim penghujan. Periode kering(dry period) 43.54 hari untuk induk

.

ringan dan 42.53 hari untuk induk berat dalam musim k e m a r a ~dan 31.27 hari
untuk induk ringan dan 35.72 hari untuk induk berat dalam musim penghujan.
Jumlah ovulasi 2.00 untuk induk ringan dan 2.09 untuk induk berat dalam musim
kemarau dan 2.36 untuk induk ringan dan 1.81 untuk induk berat dalam musim
penghujan. Musim tidak nyata berpengaruh terhadap periode unestrus, masa
kering dan jumlah ovulasi. Dalam musim penghujan, induk ringan mempunyai
periode unestrus lebih pendek dari pada induk berat.
Junus (1984) mempelajari peternakan tradisional di berbagai tempat dengan
ketinggian dari permukaan laut yang berbeda, yaitu berkisar antara 35 sampai 715
m di Jawa Timur. Penelitian berlangsung 120 hari. Kelembaban, curah hujan dan
jumlah hari hujan tidak nyata berbeda, kecuali suhu yang berkurang dengan
meningkatnya ketinggian tempat dari permukaan laut. Diperoleh, bahwa bahan
kering rumput dan tanaman liar (weed) tidak nyata berbeda kecuali legume.
Pengaruh ketinggian tempat terhadap produktivitas domba Ekor Gemuk tidak
nyata. Junus mendapatkan, bahwa angka kematian domba meningkat dengan
bertambahnya hari hujan.
Keefisienan biologis produksi domba Priangan, Ekor Gemuk dan Lokal
belum diteliti, sedangkan keefisienan tersebut sangat penting untuk peternakan
yang tatalaksananya dilakukan secara komersial. Large (1970) mendefinisikan
keefisienan biologis sebagai produksi (out put) per unit makanan (input). Produksi
dapat dinyatakan sebagai jumlah karkas atau jumlah daging yang dapat dikonsumsi (edible), dapat juga sebagai kadar enersi atau protein dalam karkas atau dalam
tubuhnya. Makanan (input) dapat dinyatakan sebagai bahan kering, bahan organik
yangdapat dicerna, dapat pula sebagai kadar enersi atau kadar protein di dalamnya.
Dengan demikian, keefisienan biologis dapat dihitung sebagai: (bobot karkas yang
dihasilkan x 100)/(bobot konsumsi bahan organik yang dapat dicerna).
Keefisienan biologis produksi untuk induk domba dengan anaknya dinyatakan

sebagai : (rataan bobot karkas setiap ekor anak x jumlah anak x 100)/(makanan
yang dikonsumsi oleh induk

+ makanan yang dikonsumsi oleh anaknya). Perhi-

tungan keefisienan sebaiknya dilakukan untuk induk domba selama satu tahun
penuh. Large memberikan kesimpulan, bahwa nilai keefisienan yang tinggi diperlihatkan oleh domba berbobot hidup rendah yang menghasilkan jumlah anak yang
tinggi untuk satu kelahiran (litter size) dan bila disilangkan dengan domba jantan
dari bangsa yang besar untuk menghasilkan anak domba yang tumbuh pesat dan
bobot potong yang tinggi. Rataan nilai keefisienan biologis untuk induk dengan
anak single, twin dan triplet masing- masing 5.1, 7.0 dan 8.1 pada induk domba
Scot Persilangan (Scottish Halfbred) yang dikawinkan dengan pejantan Su ffol k.
Hasil penelitian komposisi tubuh dan karkas domba Priangan, Ekor Gemuk
dan Lokal belum banyak dilakukan. Amsar et al. (1984) melaporkan karkas dan
komposisinya bempa tulang, lemak dan otot dari domba Priangan. Disimpulkan,
bahwa pada bobot potong antara 15 sampai 26.57 kg, bobot karkas betina lebih
tinggi dari pada bobot karkas jantan. Karkas dan dagingnya masak lambat dengan
potensi pertumbuhan yang tinggi. Domba betina menimbun lebih banyak lemak
dari pada jantan dan sebaliknya jantan memperkuat proporsi tulangnya. Sitepu
et al. (1984) melaporkan hasil pernotongan domba Lokal (Javanese Thin-Tail)

dewasa , bobot 49.5 kg dan Persilangan domba Lokal dengan domba Australia
dewasa bobot 56.7 kg. Hasilnya tidak ada perbedaan yang nyata akibat persilangan. Proporsi daging tanpa lemak (lean) dan tulang antara domba Lokal dengan
Persilangan adalah sama (51% dan 18%). Domba Lokal dan persilangan mempunyai kesamaan dalam jumlah jaringan lemak karkas. Domba Lokal mempunyai
lemak ginjal lebih banyak sedangkan lemak karkasnya lebih sedikit Bila permintaan pasar lebih mengutamakan karkas yang lebih banyak dagingnya, perbaikan
kualitas karkas melalui persilangan antara domba Australia dengan domba Lokal
tidak begitu bermanfaat.

Penelitian dengan menguraikan karkas secara anatomis terhadap domba
Lokal dilaporkan oleh Herman (1989). Pengaruh penggemukan terhadap kelompok otot 1+3+5 (expensive muscle group) tidak nyata. Studi komposisi karkas
secara teliti terhadap domba Priangan dilaporkan oleh Herman (1982, 1983).
Berdasarkan pengelompokan otot, kelompok otot 1 , 2 , 3 , 4 , 5 , 6 , 7 , 8 dan 9 secara
berurutan adalah 28.3; 5.4; 13.9; 10.1; 11.9; 3.4; 6.6; 6.1 dan 13.5 persen dari total
bobot otot karkas. Dalam penelitian ini digunakan 18ekor domba Priangan dengan
bobot hidup antara 8.0 sampai 17.0 kg, sehingga tidak dapat diperlihatkan perkembanganny a.
Dalam produksi daging, domba prolifik selalu digunakan untuk memperoleh
persilangan yang menghasilkan daging dengan kualitas yang baik dengan kemampuan reproduksi yang tinggi (Fahmy, 1989). Domba prolifik seperti BooroolaxPolwarth betina yang dikawinkan dengan pejantan Border Leicester (Ritar et al.,
1990) menghasilkan anak 15.6 persen single, 54.5 persen twin, 19.5 persen triplet,
8.4 persen quadruplet dan 1.9 persen quintuplet. Karkas yang dihasilkan anaknya
lebih ringan dan kurang berlemak (leaner) dengan persentasenya lebih rendah
untuk anak domba yang diperoleh secara kembar, dibandingkan dengan anak
tunggal. Pada bobot karkas yang sama, pengaruh jumlah anak per kelahiran tidak
tampak. Jumlah anak per kelahiran yang tinggi menyebabkan lambatnya untuk
mencapai dewasa tubuh (maturation) dan lambatnya perkembangan tubuh untuk
mencapai bobot pasar,
Domba Ekor Gemuk adalah ternak yang umum dipelihara di daerah Afrika,
Timur Tengah, Turki, I r a ~
dan Afganistan (Khaldi, 1989, Yalcin, 1986, Epstein,
1985). Domba ini adalah domba serba guna, sebagai penghasil daging, susu dan
wool untuk karpet. Bobot hidup domba Barbar berkisar antara 45 sampai 8 5 kg
pada jantan dan 28 sampai 65 kg pada betina. Domba Karaman dan Daglic betina

berkisar antara 40 sampai 45 kg dan jantan berkisar antara 4 4 sampai 4 8 kg.
Domba Awassi betina berkisar antara 35 sampai 40 kg.
Di Tunisia dan Lybia, domba Barbar disembelih pada bobot potong
rata-rata 25 kg dengan umur antara 4 sampai 6 bulan. Untuk memenuhi
kebutuhan daging yang makin meningkat, bobot potongnya ditingkatkan menjadi 35 kg, walaupun kualitas karkasnya menjadi lebih rendah, karena penumpukan lemak ekor dan lemak subkutan. Hubungan antara bobot potong dengan
kualitas karkasnya menunjukkan bahwa persentase karkas untuk bobot potong
2 5 kg adalah 4 3 persen dan untuk bobot potong 35 kg adalah 4 8 persen. Bobot
lemak ekornya masing-masing 6.3 dan 7.2 persen dari bobot karkasnya. Pada
bobot 35 kg, domba tersebut menumpuk lebih banyak lemak baik di bagian
dalam maupun di bagian luar karkasnya. Komposisi karkas pada bobot hidup
2 5 kg, adalah 6 6 persen otot, 24 persen tulang dan 10 persen lemak dan pada
bobot 35 kg, 6 4 persen otot, 1 9 persen tulang dan 17 persen lemak (Khaldi,
1989).
Domba Awassi yang banyak diternakkan di Timur Tengah produksi
dagingnya dijelaskan oleh Epstein (1985), termasuk pengaruh pernotongan
ekornya terhadap produksi. Awassi seperti domba Ekor Gemuk lainnya banyak
menumpuk lemak di ekornya. Domba yang dipotong ekornya sejak kecil,
ternyata menghasilkan karkas dengan persentase yang lebih rendah dari pada
domba yang tidak dipotong ekornya. Karkas bagian depan (forequarters) dari
domba yang tidak dipotong ekornya 12.4 persen lebih ringan dari pada karkas
bagian belakang (hindquarters) termasuk ekornya yang berlemak. Karkas
domba yang dipotong ekornya, 4.8 persen lebih berat dari pada karkas bagian
belakang. Rasio otot dengan lemak adalah 2.26 dengan 1.0 pada karkas domba
yang dipotong ekornya dan 1.91 dengan 1.0 pada domba yang tidak dipotong
ekornya.

.

Pertumbuhan
Pertumbuhan didefinisikan sebagai peningkatan dalam ukuran tubuh seekor
hewan. Untuk membedakannya dari penggemukan, peningkatan penumpukan
lemak perlu diabaikan, sehingga definisi yang lebih tepat adalah sebagai
peningkatan jumlah protein tubuh. Penimbunan protein tubuh yang maksimal,
dicapai pada fase permulaan perkembangan dan berangsur-angsur berkurang pada
saat penimbunan lemak menjadi nyata. Penimbunan lemak terjadi bersamaan
dengan penimbunan protein waktu muda dan karena penimbunan protein
berkurang dengan beriambahnya umur, penggemukan tampak jelas pada hewan
dewasa (Lindsay, 1983). Pomeroy (1955) berdasarkan definisi yang sama seperti
diatas, menyatakan bahwa pertumbuhan ditandai dengan adanya peningkatan
jumlah protein, air dan mineral, sedangkan lemak yang dianggap sebagai cadangan
makanan dalam tubuh, mempunyai fungsi yang nyata sebagai insulator atau
thermoregulator. Bila penimbunan lemak diabaikan dari pertumbuhan maka ha1
ini sama dengan mengabaikan sejumlah air yang diperoleh ternak dari lingkungannya dan terdapat dalam bentuk yang tidak berubah di dalam jaringan.
Kurva pertumbuhan dapat diperoleh dengan membuat grafik antara bobot
hidup dengan umur. Kurva tersebut secara umum berbentuk sigmoid. Dua macam
kecepatan tumbuh terdapat pada kurva ini, pertama kecepatan tumbuh yang
meningkat dan kedua adalah kecepatan tumbuh yang berkurang. Hal ini disebabkan karena individu sel mempunyai tendensi untuk tumbuh dengan kecepatan
konstan, sehingga pertumbuhan massa sel dari seluruh tubuh hewan tumbuh
dipercepat. Saat ini disebut fase tumbuh dipercepat. Setelah fase ini, pertumbuhan
mempunyai tendensi dibatasi oleh faktor pembatas, diantaranya gizi dan ruang.
Fase ini disebut fase pertumbuhan diperlambat. Batas kedua fase disebut titik

infleksi. Pada hewan berderajat tinggi, pubertas timbul setelah 30 persen bobot
hidup tercapai (Pomeroy, 1955).
Selama hewan tumbuh, bobot hidupnya yang bertambah, diikuti oleh
perubahan masing-masing organ dan jaringannya. Fenomena "constant differential growth ratio" yang pertama kali dikemukakan Huxley (1922) dapat
menerangkan pertumbuhan bagian-bagian tersebut relatif terhadap bobot tubuhnya. Fenomena ini menyatakan, bahwa hubungan logaritma bobot bagian tubuh
dengan logaritma bobot tubuh sisanya adalah konstan, untuk seumur hidupnya.
Penemuan ini kemudian dikenal dengan allometri Huxley dan digunakan dalam
biologi sampai sekarang. Hubungan antara bobot bagian tubuh (y) dengan sisanya
(x) dinyatakan dalam log y = log a + b log x atau y = a x b.
-

Bobot hidup maupun organ atau jaringannya tumbuh mengikuti kurva

sigmoid. Hal ini dijelaskan oleh Brody (1945) dengan adanya "instantaneous
growth", kecepatannya adalah konstan. Hubungan antara bobot hidup dengan
waktu dinyatakan sebagai wt = wO ekt dan berlaku sejak konsepsi sampai titik
infleksi. Pertumbuhan diperlambat setelah infleksi, dijelaskan dengan adanya
kecepatan tumbuh dalam waktu yang singkat adalah konstan. Pertumbuhan
tersebut dinyatakan dengan wt = A - B e -". Pertumbuhan organ atau jaringan
dinyatakan dengan y = a x b, dengan membuat "constant differential growth ratio"
antara pertumbuhan organ y= C2 e k 2 t dengan pertumbuhan bobot h i d u p

x = CI

e

k1

'.

Palsson (1955) menyatakan bahwa untuk memperlihatkan tumbuh-kembangnya tubuh hewan, dapat dilakukan dengan pengukuran tubuh pada berbagai
umur atau mengambil gambar dengan pembesaran yang tetap. Cara lain adalah
penguraian tubuh ternak secara anatomis, menjadi komponennya. Perubahan
tubuh dapat dinyatakan secara relatif dalam persen. Menurut Tribe dan Coles
(1966) perubahan yang dinyatakan dalam persen tersebut tidak tepat, walaupun

secara praktis mudah dimengerti. Cara ini memberikan interpretasi yang sulit.
Yang tepat adalah allometri Huxley. Penggunaan allometri pada domba dibuktikan
oleh Tulloh (1963ab) dengan memperlihatkan "constant differential growth ratio"
antara bobot tulang karkas dengan bobot hidup, antara bobot otot karkas dengan
bobot hidup dan antara bobot lemak karkas dengan bobot hidup. Koefisien
pertumbuhan (slope) dari tulang, otot dan lemak relatif terhadap bobot tubuh
masing-masing lebih rendah dari 1.0, mendekati 1.0 dan lebih besar dari 1.0.
Artinya, persentase tulang berkurang, persentase otot konstan dan persentase
lemak bertambah, dengan meningkatnya bobot hidup.
Allometri Huxley dalam penggunaannya, dinyatakan dalam bentuk
log y = log a + b log x. Nilai b menunjukkan besar koefisien pertumbuhan y relatif
terhadap x. Untuk membandingkan nilai b terhadap nilai 1.0, Gaili (1976)
menggunakan nilai selang kepercayaan 95 persen untuk b. Apabila nilai 1.0
terdapat diantara nilai selang maka b nyata sama dengan 1.0. Apabila nilai selang
lebih rendah atau lebih tinggi dari nilai 1.0, maka b nyatavlebih rendah atau lebih
tinggi dari 1.0.
Persamaan allometri dapat juga digunakan untuk ukuran liner, apabila
pengukuran dilakukan pada sejumlah ternak sekaligus. Hal ini dimungkinkan
karena ukuran tubuh mengikuti persamaan It = 10 ekl', sedangkan bobot hidup
s e n d i r i a d a l a h Xt = XO ekzt, sehingga persamaan allometrinya menjadi

I = a x (Brody, 1945).
Menurut McDonald et al. (1988) apabila prinsip allometri diaplikasikan
pada salah satu species ternak, peternak dapat memproduksi karkas dengan
komposisi tertentu. Makanan merupakan faktor penting yang berpengaruh terhadap komposisi karkas disamping bangsa dan jenis kelamin ternak. Ternak
dengan makanan berkualitas tinggi, dapat mencapai bobot tertentu pada umur dini.
Bila kualitas makanan rendah, maka kurva pertumbuhan menjadi datar, sehingga

bobot hidup yang sama dapat dicapai pada umur yang lebih lambat. Komposisi
tubuh tergantung pada bobot hidupnya, sehingga bila hewan dipelihara dengan
tingkat makanan yang tinggi atau yang rendah kualitasnya, keduanya mempunyai
komposisi yang sama pada bobot hidup tertentu. Tulloh (1963ab) juga
menyatakan, bahwa komposisi kark'as seekor ternak lebih erat hubungannya
dengan bobot hidup dari pada umur dan makanan yang pernah diberikan. Hal ini
dijelaskan oleh Palsson (1955) bahwa masing-masing organ dan jaringan tubuh
hewan mempunyai kecepatan pertumbuhan yang berbeda-beda (allometris =
heterogen), sehingga didapat gelombang-gelombang pertumbuhan.

Komposisi Tubuh dan Karkas Beberapa Bangsa Domba
Teixeira et al. (1989) melaporkan tumbuh kembang lemak tubuh domba
Rasa Aragonesa dari Spanyol, dengan cara membuat partisi dari depotnya. Penimbunan lemak, menunjukkan urutan lemak mesenterium, intermuskuler, omental,
ginjal+pelvis dan subkutan. Dengan meningkatnya lemak tubuh, persentase lemak
subkutan, lemak ginjal+pelvis dan lemak omental meningkat dan lemak
mesenterium berkurang. Lemak ginjal+pelvis tumbuh lebih dini dari pada lemak
subkutan dan lemak ginjal+pelvis lebih lambat dari pada lemak intermuskuler.
Dransfield et al. (1990) melaporkan pengaruh bangsa terhadap karkas dan
kualitasnya. Bobot karkas domba muda yang diperoleh dari pejantan Suffolk
nyata lebih tinggi dibandingkan dengan bobot karkas domba muda yang berasal
dari pejantan Dorset-Down. Karkas yang berasal dari anak pejantan Dorset-Down
lebi h berlemak dibandingkan dengan karkas dari anak pejantan Suffolk, walaupun
pada bobot yang sama. Karkas dari anak dengan pejantan Suffolk mempunyai
lemak ginjal dan pelvis yang lebih rendah dibanding dengan anak pejantah
Dorset-Down. Kadar lemak intramuskuler dalam otot Longissimi thoracis et

lumborum anak dari pejantan Suffolk, lebih rendah dan ini mengakibatkan

tingginya kadar air. Kadar kolagennya sedikit lebih tinggi pada anak persilangan
Suffolk dari pada persilangan Dorset-Down. Kadar nitrogen antara kedua bangsa
tidak berbeda nyata.
Zygoyiannis et al. (1990) melaporkan penelitiannya mengenai domba
Karagouniko, Chios dan East Friesland yang terdapat di Yunani. Domba
Karagouniko adalah domba Lokal Yunani. Populasinya tertinggi dan berasal dari
Yunani Tengah. Bobot hidupnya adalah medium dan betina berkisar antara 40
sampai 60 kg. Domba ini dipelihara secara digembala dan digunakan untuk
perbaikan prolifikasi. Domba Chios juga termasuk domba Lokal setempat. Domba
ini berasal dari persilangan berbagai bangsa termasuk domba Ekor Gemuk dan
berkembang di pulau Chios. Betina mempunyai bobot hidup antara 50 sampai 70
kg dan termasuk tipe besar. Domba East Friesland adalah domba impor untuk
tujuan produksi susu. Ketiga bangsa domba ini mempunyai pertambahan bobot
hidup yang tidak berbeda nyata, yaitu 153 g per hari. Pada rataan bobot karkas
12.81 kg, pengaruh bangsa terhadap bobot kepala, jantung, hati, limpa. kaki dan

saluran pencernaan, tidak nyata. Perbedaan bangsa yang nyata terdapat pada bobot
paru-paru, kulit dan lemak bagian dalam. Pada bobot karkas yaig sama, bobot
tulang karkas tidak nyata berbeda. Domba Karagouniko dan Chios mempunyai
bobot otot yang nyata lebih rendah dan nyata lebih banyak lemak dari pada domba
Friesland.
McClelland dan Russel (1972) menyatakan bahwa perbedaan yang nyata
antara bangsa domba Scottish Blackface dengan Finnish Landrace terdapat dalam
kecepatan penimbunan lemak diberbagai depot. Scottish lebih banyak menimbun
lemak di sekitar otot dan Finnish Landrace lebih banyak menimbun lemak di
rongga perut dan ginjal.
Butterfield st al. (1985) menyatakan bahwa pada Dorset Horn, jantan
mempunyai proporsi lemak subkutan lebih rendah, lemak intermuskuler dan

mesenterium lebih tinggi dari pada kebirian. Pada karkas, lemak subkutan, intermuskuler dan lemak ginjal+pelvis, omental, scrota1 dan rongga dada tidak berbeda
nyata antara jantan dan kebirian.
Faktor bangsa mempunyai pengaruh yang nyata pada distribusi lemak
dari domba muda Najdi, Awassi dan Hejazi dari Arab Saudi. Awassi mempunyai bobot lemak ekor yang lebih tinggi dan lemak intermuskuler yang
lebih rendah dari pada Najdi dan Hejazi. Faktor bangsa juga mempunyai
pengaruh yang nyata pada bobot kulit, kaki, karkas dan tulang. Pada Najdi,
kaki dan persentase tulang lebih tinggi dari pada Awassi dan Hejazi, sedangkan
Awassi mempunyai persentase karkas dan persentase kuiit lebih tinggi dari
pada kedua bangsa lainnya. Perbedaan antara bangsa dalam bobot kulit disebabkan oleh keragaman bulu, Hejazi mempunyai bulu pendek, Najdimedium
dan Awassi mempunyai bulu panjang. Perkembangan kaki yang lebih besar
pada Najdi disebabkan karena bangsa ini mempunyai kaki yang lebih panjang.
Domba muda Awassi mempunyai persentase karkas yang lebih rendah dari pada
Najdi dan Hejazi, disebabkan oleh bobot kulit yang lebih berat dan lemak karkas
yang kurang berkembang (Gaili, 1992).
Gaili dan Ali (1985a) membandingkan domba dengan kambing Padang
Pasir Sudan. Pada bobot tubuh kosong yang sama, domba mempunyai bobot
karkas dan kulit yang lebih tinggi dari pada kambing. Jumlah bobot paru-paru,
trachea, jantung, omentum, saluran pencernaan dan mesenterium yang lebih berat
merupakan salah satu yang menyebabkan persentase karkas pada kambing lebih
rendah. Bobot kepala, hati, kaki dan limpa tidak berbeda nyata pada bobot tubuh
kosong yang sama. Kambing mempunyai lebih banyak otot dan tulang karkas,
sedangkan lemak karkas lebih rendah dari pada domba pada bobot setengah karkas
yang sama. Kambing mempunyai tendensi bahwa kaki depan, thorax dan leher
lebih berkembang, sedangkan otot kaki belakang kurang berkembang bila diban-

dingkan dengan domba. Otot Longissimi thoracis et lumborum dan Psoas
major lebih berkembang pada domba. Lemak subkutan kurang berkembang
pada kedua species dan sebagian besar ditimbun sekitar otot, dada ginjal, dan
rongga pelvis. Lemak intermuskuler lebih berkembang pada domba,
sedangkan lemak rongga tubuh lebih berkembang pada kambing. Dalam
penggemukan, kambing mempunyai tanggapan dengan menimbun lemak
omental dan mesenterium, sedangkan domba mempunyai tanggapan dengan
menimbun lemak dalam karkas. Ada indikasi, bahwa kambing mempunyai
persentase otot dan tulang lebih tinggi sedangkan lemak karkasnya lebih
rendah, dibandingkan dengan domba. Gaili dan Ali (1985b) menunjukkan
bahwa sebagai hasil penggemukan, domba lebih banyak menimbun lemak
intramuskuler, dan lebih sedikit protein dalam jaringan otot, dari pada
kambing.

MATERI DAN METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor
dari bulan Mei 1992 sampai dengan Februari 1993. Pemeliharaan hewan,
pemotongan dan penguraian karkasnya menggunakan perlengkapan yang ada di
Laboratorium Ilmu Ternak Daging dan Kerja. Penyimpanan karkas untuk
memperoleh bentuk karkas yang dihasilkan, digunakan ruangan pendingin.

Ternak
Dua puluh enam (26) ekor domba Priangan jantan muda dari peternakan
rakyat di Kabupaten Garut, didatangkan ke Fakultas pada tanggal 10 Mei 1992.
Bobotnya berkisar antara 8.00 sampai 13.00 kg dengan rataan 11.943 5 1.801 kg
(Cv: 15.08%).Domba ini diperoleh dari seorang pedagang pengumpul yang sudah

biasa melayani pesanan hewan untuk penelitian. Penunjukannya dilakukan oleh
petugas dinas di Garut. Domba ini diperoleh pengumpul dari berbagai desa tanpa
dipilih berdasarkan kualitasnya, dengan syarat domba sapihan dengan bobot yang
sesuai dengan rencana.
Dua puluh enam (26) ekor domba Ekor Gemuk jantan muda dari peternakan
rakyat di Kabupaten Tegal, didatangkan ke di Fakultas pada tanggal 30 Juni 1992.
Bobotnya berkisar antara 7.7 sampai dengan 13.9 kg, dengan rataan 10.813 +
1.648 kg (Cv: 15.24%). Domba ini juga diperoleh dari pedagang pengumpul,

melalui Dinas Peternakan Sama seperti domba Priangan, tanpa dipilih berdasarkan
kualitasnya, tetapi sesuai dengan syarat yang telah ditentukan dalam rencana
penelitian, yaitu berdasarkan bobotnya.

Ransum terdiri atas bahan penguat dan rumput lapangan kering matahari.
nga macam ransum diberikan kepada domba. Ransum R1 adalah ransum yang
sesuai dengan rekomendasi NRC (1975). Ransum R2 mempunyai kadar protein

1.5 kali, dengan kadar TDN (energi) sesuai dengan rekomendasi. Ransum R3
mempunyai kadar protein dua kali dengan kadar TDN sesuai dengan rekomendasi.
Tabel 1. Susunan kimia bahan makanan (%)

Rekomendasi NRC (1975) untuk domba 10.0 kg, konsumsi per hari adalah
600 g bahan kering, dengan kadar TDN 73.3 persen (440 g) dan protein kasar 1 6
persen (96 g). Atas dasar ini, maka ransum R1 mempunyai kadar TDN 73.3 persen
dan protein kasar 16 persen, ransum R2 mempunyai kadar TDN 73.3 persen dan
protein 24 persen serta ransum R3 mempunyai kadar TDN 73.3 persen dan kadar
protein 32 persen.

Sebagai patokan, susunan kimia bahan makanan digunakan hasil analisis
yang tercantum dalam Analisis Proksimat Beberapa Bahan Makanan Ternak di
Indonesia (Fakultas Peternakan, IPB) (Tabel 1). TDN (persen) untuk setiap bahan,
dihitung berdasarkan Rumus dari Wardeh (1981) yaitu: TDN (% BK) = -14.8356

+ 1.3310 (% Protein) + 0.7923 (% Bahan Ekstrak Tanpa N) + 0.9787 (% Lemak)
+ 0.5133 (% Serat Kasar) dan Protein Dapat Dicerna (Y) dihitung berdasarkan
Rumus Y = 0.916 X - 2.76 (Kearl, 1982). Hasil penyusunan ransum terdapat pada
Tabel 2 dan hasil analisis proksimatnya terdapat pada Tabel 3.
Tabel 2. Susunan ransum
Bahan
Rumput lapangan (%)
Onggok (%)
-

R2

R1
6.83
11.40
65.10
15.63

Jagung (%)
Bungkil kacang tanah (%)
Bungkil kacang kedelai (%)
CaCos (%)
NaCl (%)

0.61
0.43
403.00

Harga ( R P . ~ )

15.72
15.60
33.77
15.77
18.24
0.41
0.43
446.00

R3
30.89
18.13
20.98
29.20
0.37
0.43
477.00

Tabel 3. Susunan kimia ransum (0% air)
Bahan

R1

Abu (%)
Protein kasar (%)
Serat kasar (%)
Leinak (%)
Bahan ekstrak tanpa N (%)
Ca (%)
p (%I
Enersi bru to (kalorilg)

'

5.45
14.95
7.09
2.73
69.77
1.39
0.35
3985.00

R2

6.51
20.42
9.98
2.39
60.70
1.31
0.43
4054.00

R3
8.80
28.04
13.54
2.30
47.32
1.35
0.51
3711.00

Dengan demikian R1 mengandung protein dapat dicema 134 gkg dengan
energi dapat dicerna 11.120 MJoule. R2 mengandung protein dapat dicerna
204 g/kg dengan energi dapat dicerna 11.524 MJoule. R3 mengandung protein
dapat dicerna 280 g/kg dengan energi dapat dicerna 10.748 MJoule. Selama
penelitian, ketiga ransum diberikan ad libitum dalam bentuk pellet. Pembuatan
pellet menggunakan peralatan Laboratorium Ilmu Makanan Ternak.
Pemeliharaan Ternak d a n Adaptasinya
Semua domba segera dikandangkan dan diberi rumput segar ketika
datang. Domba seluruhnya memperlihatkan kondisi yang baik. Keesokan
harinya, domba tersebut dicukur dan dimandikan serta mendapat obat ektoparasit (Asuntol). Obat cacing (Panacur) diberikan kepada setiap ekor dengan dosis sesuai dengan bobot hidupnya. Selama proses adaptasi, termasuk
pencukuran dan pengobatan terhadap cacing, tidak terdapat penularan oleh
Conjunctivo keratitis (Pink eye) dan Contagious ecthyma (Scabby mouth1Orf).
T e r n a k d a n Perlakuan
Masing-masing dua ekor domba Priangan dan Ekor Gemuk setelah puasa
terhadap ransum selama 24 jam, mempunyai bobot hidup 10 kg, dipotong,
kemudian tubuh dan karkasnya diuraikan, sebagai komposisi tubuh dan karkas
pada bobot awal. Sisanya masing-masing 24 ekor dibagi menjadi 3 kelompok
secara acak, sesuai dengan tiga macam ransum sebagai perlakuan. Setiap ekor
domba dipelihara dalam kandang individu. Priangan mulai mendapat perlakuan makanan pada tanggal 28 Mei dan Ekor Gemuk pada tanggal 23 Juli
1992.

Bobot awal semua domba ditimbang. Pemberian masing-masing ransum

ad libitum dilakukan setiap hari, setelah sisa pemberian pada hari sebelumnya
ditimbang. Dengan demikian, konsumsi ransum setiap hari dapat diketahui.
Penim- bangan bobot hidup dilakukan sekali setiap minggu. Air minum diberikan

ad libitum setiap hari dan dijaga tetap segar dengan menggantinya setiap pagi.
Pemotongan domba untuk pertama kalinya dilakukan pada bobot hidup
setelah dipuasakan terhadap ransum selama 24 jam, air minum tetap diberikan ad

libitum (bobot potong) 17.5 kg, kemudian pada bobot 25.0, 32.5 dan 40.0 kg.
Dengan demikian, untuk mencapai bobot hidup yang sama diperlukan waktu yang
berbeda tergantung pada perlakuan dan individu hewan.

Pemotongan Hewan
Hewan yang telah dipuasakan selama 24 jam bila bobotnya cocok sesuai
dengan rencana, dipotong. Bila bobot hasil pemuasaan tidak sesuai, maka hewan
tersebut diberi ransum kembali sampai mencapai bobot yang cukup untuk
dipuasakan, kemudian dipotong.
Pemotongan dilakukan secara halal dengan memotong bagian leher dekat
tulang rahang bawah, sehingga semua pembuluh darah, oesophagus dan trachea
terpotong, untuk mendapatkan perdarahan yang sempurna. Darah ditampung dan
ditimbang sebagai darah tertampung. Ujung oesophagus diikat untuk mencegah
cairan rumen mengalir keluar dan menyebabkan penyusutan lebih besar.
Kepala dilepaskan dari tubuh pada sendi occipito-atiantis, kemudian ditimbang sebagai bobot kepala. Kaki depan dan kaki belakang dilepaskan pada sendi
carpo-metacarpal dan sendi tarso-metatarsal. Keempat kaki tersebut ditimbang
sebagai bobot kaki depan dan belakang. Untuk melepaskan kulit, hewan digantung
pada kaki belakang di tendo achilles. Kulit dituris dari anus sampai leher dibagian
bagian perut