elektronik dan komputer. Sedangkan robot mobil mengarah ke robot yang bergerak, meskipun nantinya robot ini juga memiliki manipulator.
2.2 Logika Fuzzy
2.2.1 Sejarah Logika Fuzzy
Logika fuzzy pertama kali dikembangkan oleh Prof. Lotfi A. Zadeh, seorang peneliti dari Universitas California, pada tahun 1960-an. Logika fuzzy dikembangkan dari teori
himpunan fuzzy. Kurangnya pengetahuan yang tepat dan lengkap tentang lingkungan
membatasi penerapan desain sistem kontrol konvensional ke domain dari mobile robot otonom. Apa yang dibutuhkan adalah kontrol cerdas dan pengambilan keputusan
sistem dengan kemampuan untuk berpikir di bawah ketidakpastian dan belajar dari pengalaman.
Misalnya, banyak penelitian telah dilakukan di aplikasi mobile robot dengan masalah pasti seperti, logika fuzzy, jaringan saraf dan algoritma evolusioner. Sistem
logika fuzzy FLS memiliki kemampuan menangani tak terduga dan ketidakpastian masalah. Dalam penelitian robotika, FLS adalah sistem kontrol yang mampu
menavigasi mobile robot otonom tanpa campur tangan manusia. Dengan menggunakan aturan FLS, mobile robot tergantung pada perilaku sistem. Pendekatan
berbasis perilaku dengan sistem logika fuzzy bertujuan untuk mengembangkan arsitektur agen cerdas, serta struktur kontrol yang efektif untuk mengendalikan agen
atau robot fisik. Karena fleksibilitas yang tinggi dan kecepatan reaktif terhadap lingkungan tidak terstruktur, ketahanan dan keandalan sistem, dan kemampuan yang
kuat untuk memperluas dan pembelajaran, pendekatan ini telah diterapkan umum dalam penelitian robot. Namun, sebagai sebuah sistem, perilaku mobile robot
diperlakukan sebagai sistem keseluruhan dan dimodelkan dalam tingkat agregat. Oleh karena itu algoritma yang efisien yang terpisah dari pemodelan mobile robot
diperlukan, karena robot mobile dan perilakunya adalah bagian interaktif dari keseluruhan sistem. Metode pemodelan sistematis sangat mungkin untuk
menerapkannya ke bidang penelitian robot
Secara luas menggunakan teknik fuzzy logic dengan pendekatan berbasis perilaku dalam aplikasi mobile robot adalah jenis - 1 kabur sistem logika T1FLS.
Namun, dalam pelaksanaannya, T1FLS memiliki satu batasan . Pembatasan adalah bahwa himpunan fuzzy adalah tertentu dalam arti bahwa kelas keanggotaan untuk
setiap masukan adalah nilai crisp. Ini berarti bahwa itu , dalam tingkat tertentu , hanya memetakan nilai crisp menjadi nilai crisp lain mulai dari 0 ke 1, menghilangkan sifat
ketidakpastian yang awalnya menawarkan sebagai manfaat dari logika fuzzy. Hilangnya sifat ketidakpastian menyebabkan kinerja kegagalan ketidakpastian
penanganan Siti Nurmaini,2012. Fuzzy secara bahasa diartikan sebagai kabur atau samar-samar. Suatu nilai
dapat bernilai besar atau salah secara bersamaan. Dalam fuzzy dikenal derajat keanggotaan yang memiliki rentang nilai 0 nol hingga 1satu. Berbeda dengan
himpunan tegas yang memiliki nilai 1 atau 0 ya atau tidak. Logika Fuzzy
merupakan seuatu logika yang memiliki nilai kekaburan atau kesamaran fuzzyness antara benar atau salah. Dalam teori logika fuzzy suatu nilai
bias bernilai benar atau salah secara bersama. Namun berapa besar keberadaan dan kesalahan suatu tergantung pada bobot keanggotaan yang dimilikinya. Logika fuzzy
memiliki derajat keanggotaan dalam rentang 0 hingga 1. Berbeda dengan logika digital yang hanya memiliki dua nilai 1 atau 0. Logika fuzzy digunakan untuk
menterjemahkan suatu besaran yang diekspresikan menggunakan bahasa linguistic, misalkan besaran kecepatan laju kendaraan yang diekspresikan dengan pelan, agak
cepat, cepat, dan sangat cepat. Dan logika fuzzy menunjukan sejauh mana suatu nilai itu benar dan sejauh mana suatu nilai itu salah. Tidak seperti logika klasik scrisp
tegas, suatu nilai hanya mempunyai 2 kemungkinan yaitu merupakan suatu anggota himpunan atau tidak. Derajat keanggotaan 0 nol artinya nilai bukan merupakan
anggota himpunan dan 1 satu berarti nilai tersebut adalah anggota himpunan. Logika fuzzy
adalah suatu cara yang tepat untuk memetakan suatu ruang input kedalam suatu ruang output, mempunyai nilai kontinyu. Fuzzy dinyatakan dalam
derajat dari suatu keanggotaan dan derajat dari kebenaran. Oleh sebab itu sesuatu dapat dikatakan sebagian benar dan sebagian salah pada waktu yang sama
Kusumadewi. 2004. Logika Fuzzy
memungkinkan nilai keanggotaan antara 0 dan 1, tingkat keabuan dan juga hitam dan putih, dan dalam bentuk linguistik, konsep tidak pasti
seperti sedikit, lumayan dan sangat Zadeh 1965. Kelebihan dari teori logika fuzzy
adalah kemampuan dalam proses penalaran secara bahasa linguistic reasoning. Sehingga dalam perancangannya tidak memerlukan persamaan matematik dari objek
yang akan dikendalikan. Pada kebanyakan sistem rekayasa, ada dua sumber informasi yang penting,
yaitu sensor – yang menyediakan pengukuran numerik dari variabel, dan tenaga ahli
human expert – yang menyediakan instruksi linguistik dan deskripsi tentang sistem.
Informasi dari sensor dapat disebut sebagai informasi numerik, sedangkan informasi dari tenaga ahli disebut informasi linguistik. Informasi numerik dinyatakan dengan
angka, seperti 2, 3, 4, sementara informasi linguistik dinyatakan dengan kata-kata seperti besar, kecil, sangat panas, dan sebagainya. Pendekatan rekayasa konvensional
banyak memanfaatkan informasi numerik dan sedikit sulit untuk memanfaatkan informasi linguistik. Mengingat begitu banyak pengetahuan manusia yang dinyatakan
dengan istilah-istilah linguistik, memadukannya dengan sistem rekayasa secara sistematik dan efisien sangatlah penting.
Informasi linguistik biasanya disajikan dengan istilah-istilah yang kabur alias fuzz
y. Hal ini paling tidak ada tiga alasan yang dapat dikemukakan. Pertama, kita biasanya akan merasa lebih mudah dan efisien untuk mengkonsumsi pengetahuan kita
dalam bentuk fuzzy. Hal ini dapat dimengerti karena kalau kita memaksakan untuk memakai istilah-istilah yang pasti dan kaku crisp terms maka yang pertama harus
kita dapatkan adalah definisi yang pasti dari istilah diatas. Ini akan mengakibatkan kita terperangkap dalam prosedur yang sangat tidak efisien dan tidak praktis yang
jelas-jelas tidak akan pernah kita hadapi dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, pengetahuan kita tentang banyak persoalan pada hakikatnya adalah fuzzy. Sebagai
contoh, ketika kita mempelajari teori baru, kita sering mengalami bahwa kita mengerti teori tersebut secara garis besarnya saja. Kita memperkenalkan teori itu kepada orang
lain maka orang tersebut hanya akan mendapatkan gambaran yang fuzzy dari teori itu. Hal yang menarik adalah, meskipun gambarannya kurang jelas tetapi seringkali kita
dapatkan bahwa perkenalan tersebut memenuhi tujuan dan sasaran yang diharapkan. Sebagai contoh, mengetahui motivasi, ide dasar, keuntungan, dan kerugian mungkin
mencukupi untuk manajer tingkat tinggi. Ketiga banyak sistem yang terlalu rumit kalau dinyatakan dalam bentuk yang pasti . sebagai contoh, pengetahuan kita tentang
suatu proses kimia mungkin hanya dapat dinyatakan dengan istilah-istilah yang fuzzy,
seperti, “Kalau suhunya naik dan alirannya tinggi maka tekanannya akan bertambah tinggi.” Hal menarik yang dapat kita lihat disini adalah meskipun informasi linguistik
tidak persis tetap ia dapat memberikan informasi yang penting mengenai sistem dan kadangkala hanya itulah informasi yang tersedia. Karena itu maka akan menarik kalau
kita dapat menggunakan informasi fuzzy tersebut secara ilmiah. Berikut ini akan dipaparkan beberapa metode yang secara efektif mampu
mengkombinasikan informasi numerik dan linguistik dan memanfaatkannya untuk memecahkan masalah sistem kontrol meskipun pada hakikatnya tidak harus terbatas
pada bidang kontrol, tetapi bisa juga yang lain seperti pemrosesan sinyal, komunikasi, ekonomi, atau politik. Untuk keperluan tersebut maka dipakai sistem fuzzy adaptif.
Sistem fuzzy adaptif didefinisikan sebagai sistem logika fuzzy yang dilengkapi dengan algoritma pembelajaran. Sistem logika fuzzy tersebut disusun dari suatu
kumpulan aturan
JIKA-MAKA IF-THEN
fuzzy sedangkan
algoritma pembelajarannya dapat mengubah parameter dan struktur dari sistem logika fuzzy
berdasarkan informasi numerik. Sistem fuzzy adaptif dapat dipandang sebagai sistem logika fuzzy yang memiliki kemampuan untuk membangkitkan aturan-aturan rule
secara otomatis melalui proses pembelajaran Kuswandi, 2007.
2.2.2 Fuzzyfikasi