Membran Komposit KV/PVA/Lempung
D. Membran Komposit KV/PVA/Lempung
Selain KTK membran, faktor yang penting dalam aplikasi membran polimer elektrolit adalah stabilitas termal membran. Stabilitas termal membran KV dapat ditingkatkan dengan penambahan oksida pada pembuatan komposit. Oksida dengan karakteristik bermuatan negatif dapat meningkatkan stabilitas termal dan KTK membran. Oksida yang digunakan dalam penelitian ini adalah
commit to user
lempung. Membran komposit KV/PVA/ lempung yang diperoleh dikarakterisasi dengan mikroskop digital, XRD, FT-IR, TGA, KTK, dan swelling degre.
1. Analisis Spektroskopi Difraksi Sinar-X (XRD) Difraksi sinar X dapat digunakan untuk menganalisis kristalinitas suatu material. Intensitas puncak menunjukan kristalinitas, semakin tinggi dan runcing maka kristalinitas semakin tinggi. Sedangkan puncak yang melebar menunjukan sifat amorf dari sampel. Gambar 15 menunjukan perbandingan difraktogram lempung coklat (LC), lempung abu-abu (LA), membran kitosan-vanilin/polivinil alkohol (KV/PVA), membran komposit Kitosan-vanilin/polivinil alkohol/lempung coklat (KVLC), dan membran komposit kitosan-vanilin/polivinil alkohol/lempung abu-abu (KVLA).
Gambar 15. Difraktogram membran KV/PVA (a), LC (b), LA (c), KVLC (d), dan KVLA (e)
Lempung coklat dan lempung abu-abu menghasilkan difraktogram yang memiliki puncak-puncak yang runcing. Hal ini mengindikasikan bahwa keduanya
commit to user
memiliki kristalinitas yang tinggi. Kristalinitas lempung yang tinggi dikarenakan lempung tersusun dari mineral filosilikat yaitu struktur bangun yang terbentuk dari lembaran tetrahedral silikon-oksigen dan lembaran oktahedral alumunium atau magnesium oksigen yang menyebabkan keteraturan bidang atom-atom penyusunnya. Sedangkan difraktogram membran KV/PVA menunjukan puncak yang melebar. Kristalinitas KV dipengaruhi oleh kekuatan ikatan hidrogen intermolekular dan intramolekular dalam rantai. Interaksi intramolekuler menyebabkan keteraturan bidang molekul, sedangkan interaksi intermolekuler menyebabkan keteraturan rantai polimer. Masuknya vanilin secara acak pada unit ulang kitosan menurunkaan homogenitas struktur dan rantai kitosan. Vanilin yang masuk secara acak akan membuat sistem menjadi semakin crowded sehingga menurunkan keteraturan struktur rantai polimernya. Keteraturan rantai polimer yang rendah akan menghasilkan struktur kristal yang bersifat amorf dengan ditandai puncak melebar pada difraktogram. Difraktogram dari membran komposit KVLC dan KVLA menunjukan puncak KV yang dominan pada 2θ sekitar 19 o -20 o , namun puncak-puncak dari lempung coklat yang memiliki intensitas tinggi masih terlihat seperti puncak pa da 2θ = 5,2611 o dan 27,1533 o untuk membran komposit KVLC. Puncak-puncak lempung coklat yang tetap terlihat pada membran komposit KVLC dan pergeseran puncak yang kurang signifikan pada 2θ sekitar 5 o menandakan bahwa struktur lempung coklat tidak mengalami perubahan dan interkalasi KV ke dalam ruang antarlapis lempung coklat kurang optimal sehingga KV hanya berada pada permukaan lempung coklat. Proses interkalasi KV yang kurang optimal dikarenakan berat molekul KV yang cukup tinggi sehingga KV sulit masuk ke dalam ruang antarlapis lempung coklat. Selain itu, muatan negatif pada gugus fenol KV menyebabkan terjadinya gaya tolak-menolak dengan muatan negatif pada permukaan lempung coklat. Sedangkan untuk membran komposit KVLA puncak-puncak awal lempung abu- abu pada 2θ = 26,8765 o dan 28,0400 o menghilang dan muncul puncak baru pada 2θ = 9,8950 o . Hilangnya suatu puncak dan munculnya puncak lain menandakan rusaknya struktur dari lempung abu-abu atau terjadi eksfoliasi.
commit to user
2. Analisis Spektroskopi FT-IR
Spektroskopi infra merah digunakan untuk mengidentifikasi gugus-gugus fungsi dari lempung, membran KV/PVA dan membran komposit yang dihasilkan. Spektrum FT-IR lempung coklat, lempung abu-abu, membran KV/PVA, dan membran komposit dengan penambahan lempung coklat 0,125 g (KVLC 0,125) disajikan pada Gambar 16.
Gambar 16. Spektrum FT-IR lempung coklat (a), lempung abu-abu (b), membran KV/PVA (c), dan membran komposit KVLC 0,125 (d)
Spektrum FT-IR membran komposit KVLC 0,125 (Gambar 6d) menunjukan puncak-puncak serapan yang hampir sama dengan puncak-puncak serapan material penyusunnya yaitu lempung, KV, dan PVA. Serapan pada daerah
commit to user
3448 cm -1 merupakan serapan dari rentangan –OH yang tumpang tindih dengan rentangan –NH. Rentangan –CH alifatik terlihat pada serapan 2939 cm -1 . Vibrasi rentangan C=N ditunjukan pada serapan 1643 cm -1 sedangkan vibrasi tekuk –NH terlihat pada serapan 1595 cm -1 . Serapan pada 1517 cm -1 merupakan serapan dari
deformasi protonasi dari gugus amino (-NH 3 + ). Rentangan tekuk C-H terlihat pada
1433 cm -1 . Rentangan C-OH fenol ditunjukan pada puncak serapan 1288 cm -1 . Serapan kuat pada 1045 cm -1 merupakan serapan rentangan Si-O-Si yang tumpang tindih dengan rentangan C-O. Vibrasi tekuk Si-O terlihat pada pucak serapan 520 cm -1 dan 466 cm -1 . Serapan vibrasi rentangan Mg-O pada 522 cm -1 , Al-OH dan Mg-Al-OH terlihat pada serapan lemah di sekitar 918 dan 883 cm -1 . Spektrum FT- IR lempung coklat (Gambar 16a) dan lempung abu-abu (Gambar 16b) tidak menunjukan perbedaan puncak serapan yang signifikan dikarenakan keduanya mempunyai gugus fungsional yang hampir sama. Hilangnya serapan pada daerah 3633 cm -1 pada membran komposit yang merupakan serapan dari Si-OH atau Al- OH pada lempung, dikarenakan terbentuknya ikatan hidrogen antara gugus –OH yang terikat dengan atom Si atau Al dengan gugus –OH dari KV dan PVA atau
gugus amino ( –NH 2 ) dari KV. Sedangkan puncak pada daerah 3600-3000 cm -1
pada membran KV/PVA yang lebih lebar dari membran komposit KVLC 0,125 dimungkinkan disebabkan oleh jumlah gugus hidroksil atau kandungan air membran KV/PVA yang lebih banyak. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Monvisade and Siriphannon (2009) dan Wang et al. (2005).
3. Analisis Kapasitas Tukar Kation (KTK) dan swelling degre (SD) Analisis kapasitas tukar kation (KTK) dilakukan untuk mengetahui jumlah kation yang dapat dipertukarkan oleh membran komposit. Sedangkan analisis swelling degre (SD) digunakan untuk mengetahui tingkat pemuaian membran oleh penyerapan air. Data KTK dan SD membran kitosan-vanilin/polivinil alkohol (KV/PVA) disajikan pada Tabel 3. Sedangkan kurva hubungan KTK dan SD membran komposit kitosan-vanilin/polvinil alkohol/lempung coklat (KVLC) dan membran komposit kitosan-vanilin/polivinil alkohol/lempung abu-abu (KVLA) disajikan pada Gambar 17 dan Gambar 28.
commit to user
Tabel 3. KPK dan SD membran KV/PVA
Jenis Membran
KTK (meq/g)
SD (%) KV/PVA
2,12
69,33
Analisis KTK membran KV/PVA menunjukan penurunan KTK awal polimer KV. KPK polimer KV sebesar 2,36 meq/g sedangkan KTK membran turun menjadi 2,12 meq/g. Hal ini dikarenakan penggunaan PVA yang terlalu banyak sebagai pemlastis akan meyebabkan terbentuknya ikatan hidrogen antara gugus hidroksil (-OH) fenol KV dengan gugus hidroksi PVA. Ikatan hidrogen yang terbentuk akan mempersulit pelepasan kation (H + ) dari gugus hidroksi fenol sehingga kation yang terukur lebih kecil dari yang seharusnya. Nilai SD membran KV/PVA juga masih terlalu besar yaitu sebesar 69,33%.
Pembuatan membran komposit dilakukan dengan variasi penambahan berat lempung dan pengurangan berat PVA bertujuan untuk mendapatkan membran komposit dengan berat akhir yang sama.
Gambar 17. Kurva hubungan KTK dan SD membran komposit KVLC dengan variasi berat lempung coklat
commit to user
Gambar 18. Kurva hubungan KTK dan SD membran komposit KVLA dengan variasi berat lempung abu-abu
Secara umum dapat dilihat dari Gambar 17 dan Gambar 18 bahwa nilai KTK akan semakin meningkat dan nilai SD akan semakin menurun dengan penambahan lempung. Nilai KTK membran komposit KVLC pada penambahan lempung 0,025 g; 0,075 g; dan 0,1 g mempunyai nilai KTK dibawah nilai KTK membran KV/PVA. Nilai KTK dari ketiga membran komposit diatas secara berturut-turut adalah 1,72 meq/g; 1,72 meq/g; dan 1,76 meq/g. Hal ini dimungkinkan ikatan hidrogen yang terbentuk pada gugus hidroksi fenol lebih banyak dengan penambahan lempung. Sedangkan pada penambahan lempung sebanyak 0,05 g nilai KTK membran komposit hampir sama dengan membran KV/PVA dikarenakan persebaran lempung pada membran komposit tidak merata sehingga saat pengukuran membran komposit didapat bagian yang sedikit mengandung lempung. Penambahan lempung sebesar 0,125 g memberikan membran komposit dengan nilai KTK lebih besar dari membran KV/PVA yaitu 2,4 meq/g. Penambahan lempung pada variasi penambahan sebesar 0,025 g; 0,05 g; dan 0,075 g tidak memberikan penurunan SD membran secara signifikan. Nilai SD dari ketiga membran komposit diatas yaitu 68,14%; 71,82%; dan 69,38%. Hal ini dikarenakan sifat PVA yang mudah mengembang karena menyerap air.
commit to user
Penambahan lempung 0,1 g dan 0,125 g secara signifikan menurunkan SD membran dengan nilai SD membran secara berturut-turut sebesar 49,25% dan 34,33%. Penurunan ini disebabkan adanya interaksi berupa ikatan hidrogen antara polimer dengan lempung. Selain itu, pengurangan jumlah PVA yang ditambahkan juga dapat menurunkan SD membran komposit.
Fenomena nilai KTK membran komposit lebih kecil dari membran KV/PVA juga terjadi pada membran komposit yang dihasilkan dari variasi berat lempung abu-abu yang ditambahkan. Fenomena ini terjadi pada penambahan lempung sebanyak 0,025 g dengan KTK membran komposit sebesar 1,96 meq/g. Kecenderungan peningkatan nilai KTK terjadi pada penambahan variasi berat lempung 0,05 g sampai 0,1 g dengan nilai KTK secara berturut-turut sebesar 2,39 meq/g; 2,45 meq/g; dan 2,53 meq/g. Penambahan lempung abu-abu sebanyak 0,125 g menghasilkan membran dengan nilai KTK hampir sama dengan penambahan lempung abu-abu sebanyak 0,1 g dengan nilai KTK membran sebesar 2,52 meq/g. Nilai KTK membran KVLA lebih bagus dari membran KVLC dikarenakan polimerr KV yang masuk ke dalam ruang antar lapis lempung abu-abu lebih banyak dari lempung coklat. Selain itu, struktur KV yang masuk dalam ruang antar lapis lempung abu-abu berada dalam sistem bilayer sehingga mengurangi ikatan hidrogen yang terbentuk pada gugus hidroksi fenol. Kecenderungan penurunan nilai SD sebanding dengan penambahan lempung abu- abu. Nilai SD membran KVLA secara berturut-turut dari penambahan lempung abu-abu dari 0,025-0,125 g adalah sebagai berikut : 61,85 %; 52,22%; 64,17%; 27,31%, dan 17,76%. Secara umum nilai SD membran KVLA lebih kecil dari membran KVLA disebabkan sifat lempung coklat yang lebih mengembang saat direndam dengan air.
4. Analisis Sifat Termal
Pengujian sifat termal atau ketahanan terhadap panas dilakukan terhadap membran KV/PVA, membran komposit KVLC, dan membran komposit KVLA. Analisis dilakukan secara Termogravimetric Analysis (TGA). Data termogram TGA dapat digunakan untuk mempelajari kestabilan termal dari membran.
commit to user
Termogram TGA membran KV/PVA disajikan pada Gambar 19. Berdasarkan termogram tersebut, menunjukan tiga daerah perubahan massa untuk PVA, sedangkan KV dan membran KV/PVA memberikan lima daerah perubahan massa. Daerah perubahan massa pertama terjadi pada rentang suhu 60-140 o C baik pada PVA, KV, maupun membran KV/PVA yang menunjukan hilangnya air. Perubahan massa yang kedua pada suhu 140-200 o
C menunjukan hilanngnya vanilin bebas pada KV dan membran KV/PVA.
Gambar 19. Termogram PVA, KV, dan membran KV/PVA Degradasi polimer ditunjukan pada dearah perubahan massa ketiga yaitu
pada suhu 205-340 o C untuk PVA dan membran KV/PVA, sedangkan degradasi KV mulai terjadi pada suhu 260-350 o C yang menunjukan hilangnya gugus asetil dan amino yang tidak tersubstitusi. Hal ini sesuai dengan penelitian Saxena (2004) yang menyatakan bahwa titik leleh PVA terjadi pada suhu 180-190 o
C. Perbedaan
suhu degradasi PVA disebabkan oleh perbedaan berat molekul PVA yang digunakan. Stabilitas membran KV/PVA lebih rendah dari KV dikarenakan penggunaan PVA yang terlalu banyak sehingga ada PVA yang tidak terinsersi diantara polimer KV. PVA dalam bentuk bebas inilah yang menyebabkan
commit to user
stabilitas membran KV/PVA sama dengan PVA. Daerah perubahan massa keempat pada suhu 350-420 o
C menunjukan degradasi polimer menjadi
monomernya. Daerah perubahan massa kelima pada rentang suhu 380-700 o C menunjukan pemutusan rantai karbon dan menghasilkan residu pembakaran berupa arang.
Uji ketahanan termal juga dilakukan terhadap membran komposit KVLC dan membran komposit KVLA. Hal ini dilakukan untuk melihat efek penambahan lempung terhadap ketahanan termal membran. Termogram membran komposit KVC dan membran komposit KVLA disajikan dalam Gambar 20 dan Gambar 21.
Termogram membran komposit KVLC dan membran komposit KVLA menunjukan lima daerah perubahan massa seperti halnya membran KV/PVA. Analisis TGA difokuskan pada daerah perubahan massa ketiga yaitu daerah dimana membran komposit mulai terdegradasi. Penambahan lempung coklat dan lempung abu-abu tidak meningkatkan ketahanan termal membran secara signifikan. Membran KV/PVA mulai terdegradasi pada suhu 205 o
C sedangkan membran komposit KVLC 0,025 mulai terdegradasi pada suhu 215 o
C. Membran
komposit KVLC 0,1 dan membran komposit KVLC 0,125 mulai terdegradasi pada suhu 225 o
C. Termogram membran komposit KVLA juga menunjukan titik
degradasi yang hampir sama. Membran komposit KVLA 0,025 mulai terdegradasi pada suhu 205 o
C, sedangkan membran komposit KVLA 0,1 dan membran komposit KVLA 0,125 mulai terdegradasi pada suhu 225 o
C dan 220 o C.
Peningkatan suhu degradasi yang tidak terlalu signifikan dikaarenakan penggunaan lempung yang relatif sedikit. Perbandingan polimer KV yang lebih besar dari lempung menyebabkan lempung terselimuti oleh polimer KV sehingga saat dilakukan pengukuran dengan TGA data yang diperoleh hampir sama dengan data membran KV/PVA. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wang et al. (2005) yang menyatakan penambahan monmorilonit 2,5-10% daari berat total hanya meningkatkan ketahanan termal membran sebesar 10-30
C. Daerah perubahan massa keempat menunjukan degradasi polimer menjadi monomernya. Sedangkan daerahperubahan massa kelima merupakan degradasi monomer menjadi arang.
commit to user
Gambar 20. Termogram membran komposit KVLC 0,025 (a), KVLC 0,1 (b), dan KVLC 0,125 (c)
Gambar 21. Termogram membran komposit KVLA 0,025 (a), KVLA 0,1 (b), dan KVLA 0,125 (c)
5. Analisis Morfologi Membran
Analisis morfologi permukaan membran menggunakan mikroskop digital dengan pembesaran 100 kali. Hasil analisis morfologi membran KV/PVA dapat
commit to user
dilihat pada Gambar 22. Sedangkan hasil analisis membran komposit KVLC dan membran komposit KVLA disajikan pada Gambar 23 dan 24.
Gambar 22. Permukaan membran KV/PVA dengan pembesaran 100 kali
Gambar 23. Permukaan membran komposit KVLC 0,025 (a), KVLC 0,1 (b), dan KVLC 0,125 (c) dengan pembesaran 100 kali
Gambar 24. Permukaan membran komposit KVLA 0,025 (a), KVLA 0,1 (b), dan KVLA 0,125 (c) dengan pembesaran 100 kali
Karakterisasi morfologi permukaan membran KV/PVA memperlihatkan struktur permukaan membran yang homogen. Struktur permukaan membran yang homogen memperlihatkan adanya interaksi yang besar antara polimer KV dan PVA. Interaksi antara polimer KV dan PVA berupa terbentuknya ikatan hidrogen antara gugus hidroksi PVA dengan gugus hidrksi maupun gugus amino KV.
commit to user
Ikatan hidrogen yang besar antara polimer KV dan PVA inilah yang menyebabkan nilai KTK membran KV/PVA lebih kecil dari resin KV.
Penambahan lempung yang sekaligus mengurangi penggunaan PVA menunjukan perubahan pada morfologi permukaan membran. Penamabahan lempung menunjukan trend perubahan morfologi permukaan membran yang hampir sama baik pada membran komposit KVLC (Gambar 25) naupun membran komposit KVLA (Gambar 26). Gambar 25a dan Gambar 26a menunjukan morfologi membran dengan penambahan lempung coklat dan lempung abu-abu sebesar 0,025 g. Dari Gambar diatas, terlihat bahwa membran komposit lebih banyak didominasi oleh campuran KV dan PVA seperti yang terlihat pada permukaan membran KV/PVA. Lempung yang ditambahkan tidak memperlihatkan perubahan morfologi membran yang signifikan. Penambahan lempung sebesar 0,1 g menunjukan perubahan morfologi membran yang signifikan bila dibandingkan dengan morfologi permukaan membran KV/PVA. Penambahan lempung coklat 0,1 g (Gambar 25b) menghasilkan membran dengan morfologi permukaan membran yang didominasi oleh serat-serat dari polimer KV. Sedangkan penambahan lempung abu-abu 0,1 g (Gambar 26b) menghasilkan membran dengan morfologi permukaan membran yang didominasi oleh lempung dan serat-serat polimer KV belum terlihat. Penambahaan lempung 0,125 g baik pada lempung coklat dan lempung abu-abu menghasilkan membran dengan morfologi permukaan membran yang hampir sama yaitu didominasi oleh serat- serat polimer KV dengan banyak lubang diantara serat. Hal inilah yang mengakibatkan membran yang dibuat dari polimer KV tanpa penambahan PVA bersifat getas. Dari Gambar diatas membuktikan bahwa PVA yang ditambahkan dalam proses pembuatan membran terinsersi diantara serat-serat polimer KV sehingga mengurangi sifta getas membran KV.
6. Kajian Pengaruh Variasi Suhu dalam Pembuatan Membran Komposit Pengaruh variasi suhu juga dipelajari dalam pembuatan membran komposit untuk mendapatkan kondisi optimum pembuatan membran komposit, yaitu menghasilkan membran dengan nilai KTK paling besar. Tahap selanjutnya,
commit to user
proses pembuatan membran komposit dilakukan pada komposisi optimum dengan variasi suhu 40-60 o
C. Berdasarkan tahapan sebelumnya, diketahui komposisi
optimum membran yaitu pada penambahan lempung abu-abu sebesar 0,1 g.
Karakterisasi awal yang dilakukan adalah penentuan nilai KTK dan SD membran komposit. Kurva hubungan variasi suhu dengan nilai KTK dan SD disajikan pada Gambar 25.
Gambar 25. Kurva hubungan KPK dan SD membran komposit KVLA dengan
variasi berat lempung abu-abu Gambar 25 menunjukan bahwa nilai KTK tertinggi dan nilai SD terendah
membran komposit diperoleh pada pembuatan membran pada suhu 40 o C dengan nilai KTK dan SD masing-masing sebesar 3,35 meq/g dan 13,64%. Sedangkan pembuatan membran komposit pada suhu 50 o
C menghasilkan membran
komposit dengan nilai KTK sebesar 2,14 meq/g dan nilai SD membran sebesar 37,19%. Pembuatan membran komposit pada suhu 60 o C menghasilkan membran komposit dengan nilai KTK sebesar 2,59 meq/g dan nilai SD sebesar 33,86%. Chang et al. (2008) dalam El-Sherif dan El-Masry (2011) menyatakan bahwa peningkatan suhu antara 30-50 o
C akan menurunkan d-spacing lempung yang
disebabkan oleh penguapan molekul-molekul kecil yang keluar dari ruang antar lapis lempung. Dengan demikian, polimer KV yang masuk ke dalam ruang antar
commit to user
lapis lempung lebih banyak. Hal inilah yang menyebabkan membran komposit yang dibuat pada suhu operasional 40 o C memiliki nilai KTK yang tinggi dan nilai SD yang rendah.
Gambar 26. Termogram membran komposit KVLA dengan variasi larutan cetak pada suhu 40 o C (a), 50 o C (b), dan 60 o C
Analisis TGA dilakukan untuk mengetahui ketahanan termal dari ketiga membran komposit KVLA 0,1 yang dibuat dengan variasi suhu larutan cetak. Termogram membran komposit KVLA 0,1 dengan variasi suhu pada proses pembuatan membran dapat dilihat pada Gambar 26. Analisis stabilitas termal membran komposit difokuskan pada daerah perubahan massa ketiga yaitu sekitar 225 o
C, dimana pada suhu tersebut merupakan suhu awal degradasi membran
komposit KVLA 0,1. Kurva termogram diatas menunjukan suhu degradasi membran yang hampir sama dari ketiga membran komposit. Membran komposit yang dibuat dengan suhu larutan cetak 40 o C mulai terdegradasi pada suhu 215 o C. Membran komposit dengan variasi larutan cetak pada suhu 50 o C dan 60 o C mulai terdegradasi pada suhu 225 o
C. Analisis TGA diatas menunjukan bahwa variasi
suhu larutan cetak dalam pembuatan membran komposit tidak berpengaruh secara signifikan terhadap stabilitas termal membran komposit yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan komposisi dan penambahan berat lempung yang sama.
commit to user
Analisis morfologi permukaan membran juga menunjukan morfologi yang hampir sama dari ketiga membran yang dihasilkan. Permukaan membran yang hampir sama dikareaanakan komposisi penggunaan jumlah PVA yang sama. Morfologi permukaan membran komposit dengan variasi suhu larutan cetak dapat dilihat pada Gambar 27.
Gambar 27. Permukaan membran komposit KVLA 0,1 dengan variasi larutan
cetak pada suhu 40 o C (a), 50 o C (b), dan 60 o C setelah pembesaran 1000 kali
commit to user
53