PEMBUATAN MEMBRAN KOMPOSIT KITOSAN- VANILINPOLIVINIL ALKOHOLLEMPUNG SEBAGAI MEMBRAN POLIMER ELEKTROLIT

PEMBUATAN MEMBRAN KOMPOSIT KITOSAN- VANILIN/POLIVINIL ALKOHOL/LEMPUNG SEBAGAI MEMBRAN POLIMER ELEKTROLIT

Disusun Oleh : WIWIT ARIYANTO

M0307071

SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Kimia JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

Juli, 2012

commit to user

ii

commit to user

iii

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul ”PEMBUATAN MEMBRAN KOMPOSIT KITOSAN-VANILIN/POLIVINIL ALKOHOL/LEMPUNG SEBAGAI MEMBRAN POLIMER ELEKTROLIT” adalah benar-benar hasil penelitian sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat kerja atau pendapat yang pernah

ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, Juli 2012

WIWIT ARIYANTO

commit to user

iv

PEMBUATAN MEMBRAN KOMPOSIT KITOSAN-VANILIN/POLIVINIL ALKOHOL/LEMPUNG SEBAGAI MEMBRAN POLIMER ELEKTROLIT WIWIT ARIYANTO

Jurusan Kimia. Fakultas Matematia dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sebelas Maret

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian pembuatan membran komposit kitosan-vanilin (KV)/Polivinil alkohol (PVA)/lempung untuk aplikasi membran polimer elektrolit. Pada penelitian ini menggunakan dua jenis lempung yaitu lempung coklat (LC) dan lempung abu-abu (LA). Komposit kitosan-vanilin/PVA/lempung coklat (KVLC) dan komposit kitosan-vanilin/PVA/lempung abu-abu (KVLA) dibuat dengan penambahan resin KV dan PVA ke dalam lempung yang dikembangkan dalam larutan asam asetat 1% (w/w) selama 12 jam. Karakterisasi membran komposit dilakukan dengan spektroskopi infra merah (FT-IR), spektroskopi difraksi sinar-X (XRD), analisis termal (TGA), morfologi, kapasitas tukar kation (KTK), dan swelling degre (SD). Hasil analis KTK menunjukan membran KVLA memiliki nilai KTK lebih besar daripada KVLC yaitu 3,35 meq/g. Nilai KTK meningkat dengan penambahan lempung dan peningkatan suhu larutan cetak. Pengukuran TGA menujukan stabilitas termal KVLA dan KVLC lebih besar dari 100 o C dan mengalami dua tahap degradasi yaitu degradasi PVA dan polimer kitosan-vanilin. Nilai KTK dan stabilitas termal yang tinggi menunjukan bahwa membran KVLA memiliki potensi untuk digunakan sebagai membran polimer elektrolit dalam Polymer Electrolite Membrane Fuel Cell (PEMFC).

Kata kunci: komposit, kitosan-vanilin, lempung, membran polimer elektrolit

commit to user

PREPARED OF CHITOSAN-VANILIN/POLYVINYL ALCOHOL/CLAY COMPOSITE MEMBRANE AS POLYMER ELECTROLYTE MEMBRANE WIWIT ARIYANTO

Department of Chemistry. Mathematic and Natural Science Faculty. Sebelas Maret University.

ABSTRACT

Composite membranes chitosan-vanilin/polyvinyl alcohol/clay with two types of clay, brown clay (BC) and grey (GC) have been prepared by dispersing chitosan- vanilin (CV) and polyvinyl alcohol (PVA) into swelling clay in acetic acid solution 1% (w/wt). Chitosan-vanilin/polyvinyl alcohol/brown clay (CVBC) composite membranes and chitosan-vanilin/polyvinyl alcohol/grey clay (CVGC) composite membranes were characterized by TGA, FT-IR, XRD, digital microscope, cation exchange capacity (CEC) and swelling degre. The CEC resulted indicate that CVGC membranes higher than CVBC membranes an equal to 3,35 meq/g. CEC value was increase with increasing of clay and temperature membranes preparation. Thermal analisys resulted that thermal stability of CVBC and CVGC more than 100 o

C and have two degradation stage are polyvinyl

alcohol degradation and chitosan degradation. High CEC value and thermal stability indicated that CVGC membrane have a potential to be use as polymer electrolyte membrane in polymer electrolyte membrane fuel cell (PEMFC) .

Keyword : composite, chitosan-vanilin, clays, polymer electrolyte membrane

commit to user

vi

MOTTO

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal ( Ali ‘Imran: 190)

Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? (Ar Rahmaan:13)

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap (A Lam Nasyrah:7-8)

Aku melihat air menjadi rusak karena diam tertahan Jika mengalir menjadi jernih, jika tidak, kan keruh menggenang

(Imam Syafi’i)

Kesuksesan dapat dicapai dengan logika, namun doa adalah penentu kesuksesan yang nyata walau tak dapat dilogika. (Anonim)

Kita hidup dari apa yang kita dapatkan, Tapi kita bahagia dari apa yang kita berikan. (Anonim)

commit to user

vii

PERSEMBAHAN

Karya ini Saya persembahkan untuk,

Orangtuaku tersayang “Bapak & Ibu”,

maaf kalau tidak bisa menyelesaikan ini semua tepat waktu. Terimakasih atas kasih sayang dan do’a yang selalu tercurah untukku.

Kakak dan a dikku tercinta “Ami, Ian, Anik, Pras dan Riki” ,

yang selalu memberikan dukungan untukku.

“Schatzy ’07”

Terimakasih atas do’a, dukungan, dan motivasi yang telah diberikan untukku.

Semua pembaca, semoga dapat lebih bermanfaat.

commit to user

viii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan segenap syukur bagi Allah SWT yang telah menunjukkan jalan yang indah bagi penulis sehingga skripsi ini dapat penulis selesaikan dengan baik sebagai salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana sains Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta. Atas segala karunia-Nya pulalah penulis menyadari bahwa segala sesuatu memiliki proses dan waktunya masing-masing.

Dalam menyusun skripsi ini penulis menemui berbagai hambatan dan permasalahan yang beragam. Namun, atas bimbingan, kritikan, saran, dan dorongan semangat yang bermanfaat dari berbagai pihak, semua hambatan dan permasalahan tersebut dapat penulis atasi dengan baik. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis, yaitu sebagai berikut.

1. Dr. Eddy Heraldy., M.Si., selaku ketua jurusan Kimia Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret, Surakarta

2. M. Widyo Wartono., M.Si., selaku pembimbing akademik

3. Edi Pramono., M.Si., selaku pembimbing I, yang dengan penuh kesabaran telah memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis

4. Candra Purnawan., M.Sc., selaku pembimbing II, yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis

5. I.F. Nurcahyo., M.Si., selaku ketua laboratorium Kimia Dasar, yang telah memberikan akses bagi penulis melakukan penelitian di laboratorium Kimia Dasar bagian Komputasi Kimia

6. Bapak Ibu dosen dan seluruh staf jurusan Kimia yang telah memberikan fasilitas dan pelayanan yang baik bagi penulis

7. DP2M Dikti atas dana yang diberikan untuk penelitian ini

8. Bapak, Ibu, kakak-kakakku, Riki, Pras, dan Keyla di rumah, atas dukungan

dan motivasi yang diberikan untuk segera menyelesaikan karya ini

9. Teman-teman seperjuangan di Kelompok Peneilitan Material Organik Sub Devisi

Kimia Polimer atas bantuan, kritik,

dan sarannya

commit to user

ix

10. Dewi, Devi, dan Cita atas kebersamaan yang selama ini telah kita lalui

11. Teman-teman Himamia periode 2009/2010 yang telah menjadi keluarga kedua di Solo

12. Teman-teman Kimia angkatan 2007 dan semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu per satu, terimakasih atas semua dukungannya selama ini

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka untuk menyempurnakan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap, semoga karya kecil ini dapat memberikan manfaat bagi ilmu pengetahuan dan bagi pembaca.

Surakarta, Juli 2012

Wiwit Ariyanto

commit to user

xii

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 29

A. Karakterisasi Kitosan........................................................................... 29

B. Karakterisasi Lempung ........................................................................ 31

C. Sintesis Kitosan-vanilin ....................................................................... 33

D. Membran Komposit KV/PVA/Lempung ........................................... 37

1. Analisis Spektroskopi Difraksi Sinar-X (XRD) ............................. 38

2. Analisis Spektroskopi Infra Merah (FT-IR) ................................... 40

3. Analisis Kapasitas Tujar Kation (KTK) dan swelling degre ........... 41

4. Analisis Sifat Termal ....................................................................... 44

5. Analisis Morfologi Membran .......................................................... 47

6. Kajian Pengaruh Variasi Suhu dalam Pembuatan Membran Komposit ...................................................................................... 49

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 53 DAFTAR PUSTAKA. ......................................................................................... 54 LAMPIRAN ........................................................................................................ 58

commit to user

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Serapan FT-IR dari kitosan, vanilin, dan KV ................................... 17 Tabel 2. Serapan FT-IR karakteristik kitosan, vanilin, dan kitosan-vanilin ... 35 Tabel 3. KPK dan SD membran KV/PVA ...................................................... 42

commit to user

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Skema sel bahan bakar .................................................................... 6 Gambar 2. Struktur kitin dan kitosan................................................................ 8 Gambar 3. Skema modifikasi kimia dari kitosan ............................................. 9 Gambar 4. Struktur kimia vanilin ..................................................................... 10 Gambar 5. Sintesis kitosan-vanilin ................................................................... 11 Gambar 6. Struktur kimia polivinil alkohol...................................................... 12 Gambar 7. Ilustrasi secara kimia dari tipe komposit yang mungkin

terbentuk dari proses interkalasi ..................................................... 16

Gambar 8. Spektrum FT-IR kitosan ................................................................. 30 Gambar 9. Deasetilassi kitosan dengan basa kuat ............................................ 31 Gambar 10. Difraktogram lempung coklat dan lempung abu-abu ..................... 32 Gambar 11. Reaksi pembentukan basa Schiff pada kitosan ............................... 33 Gambar 12. Kitosan (a) dan Kitosan-vanilin ...................................................... 34 Gambar 13. Spektrum FT-IR vanilin, kitosan, dan kitosan-vanilin ................... 35 Gambar 14. Termogram kitosan-vanilin ............................................................ 37 Gambar 15. Difraktogram membran KV/PVA, LC, LA, KVLC, dan KVLA ... 38 Gambar 16. Spektrum FT-IR lempung coklat, lempung abu-abu, membran

KV/PVA, dan membran komposit KVLC 0,125 ............................ 40

Gambar 17. Kurva hubungan KTK dan SD membran komposit KVLC dengan

variasi berat lempung coklat ........................................................... 42

Gambar 18. Kurva hubungan KTK dan SD membran komposit KVLA

dengan variasi berat lempung abu-abu ........................................... 43

Gambar 19. Termogram PVA, KV, dan membran KV/PVA ............................. 45 Gambar 20. Termogram membran komposit KVLC 0,025; KVLC 0,1; dan

KVLC 0,125 ................................................................................... 47

Gambar 21. Termogram membran komposit KVLA 0,025; KVLA 0,1; dan

KVLA 0,125 ................................................................................... 47 Gambar 22. Permukaan membran KV/PVA dengan pembesaran 100 kali ........ 48

commit to user

xv

Gambar 23. Permukaan membran komposit KVLC 0,025; KVLC 0,1; dan

KVLC 0,125 dengan pembesaran 100 kali ..................................... 48

Gambar 24. Permukaan membran komposit KVLA 0,025; KVLA 0,1; dan

KVLA 0,125 dengan pembesaran 100 kali ..................................... 48

Gambar 25. Kurva hubungan KPK dan SD membran komposit KVLA dengan

variasi berat lempung abu-abu ........................................................ 50

Gambar 26. Termogram membran komposit KVLA dengan variasi larutan

cetak pada suhu 40 o

C, 50 o

C, dan 60 o C ........................................ 51

Gambar 27. Permukaan membran komposit KVLA 0,1 dengan variasi larutan

cetak pada suhu 40 o

C (a), 50 o

C (b), dan 60 o

C setelah pembesaran 1000 kali ..................................................................... 52

commit to user

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Penentuan Derajat Deasetilasi (DD) kitosan ................................. 57 Lampiran 2. Penentuan berat molekul (BM) kitosan dan kitosan-vanilin ......... 59 Lampiran 3. Penentuan rendemen massa kitosan-vanilin .................................. 61 Lampiran 4. Penentuan nilai kapasitas tukar kation (KTK) lempung coklat,

lempung abu-abu, dan resin kitosan-vanilin ................................. 62

Lampiran 5. Penentuan nilai kapasitas tukar kation (KTK) membran kitosan-

vanilin ........................................................................................... 62

Lampiran 6. Penentuan nilai kapasitas tukar kation (KTK) membran kitosan-

vanilin dengan variasi penambahan lempung coklat .................... 63

Lampiran 7. Penentuan nilai kapasitas tukar kation (KTK) membran kitosan-

vanilin dengan variasi penambahan lempung abu-abu ................. 64

Lampiran 8. Penentuan nilai kapasitas tukar kation (KTK) membran kitosan-

vanilin dengan penambahan lempung abu-abu 0,1 dan variasi larutan cetak ................................................................................. 66

Lampiran 9. Penentuan swelling degre (SD) membran kitosan-vanilin ............ 67 Lampiran 10. Penentuan swelling degre (SD) membran kitosan-vanilin dengan

variasi penambahan lempung coklat ............................................ 68

Lampiran 11. Penentuan swelling degre (SD) membran kitosan-vanilin dengan

variasi penambahan lempung abu-abu ......................................... 68

Lampiran 12. Penentuan swelling degre (SD) membran kitosan-vanilin dengan

penambahan lempung abu-abu 0,1 dan variasi larutan cetak ....... 69

Lampiran 13. Diagram alir persiapan bahan ........................................................ 70 Lampiran 14. Diagram alir deasetilasi kitosan..................................................... 71 Lampiran 15. Diagram alir pembuatan kitosan-vanilin ....................................... 72 Lampiran 16. Diagram alir pembuatan membran komposit ................................ 73 Lampiran 17. Diagram alir penentuan kapasitas tukar kation membran ............ 74 Lampiran 18. Diagram alir penentuan swelling degre membra ........................... 75

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pemakaian bahan bakar fosil di Indonesia terus meningkat. Hal ini menyebabkan penurunan ketersediaan minyak bumi. Beberapa usaha telah dilakukan untuk mengembangkan pemakaian sumber energi lain yang dapat diperbaharui, seperti sel bahan bakar atau fuel cells. Sel bahan bakar adalah alat yang menghasilkan energi listrik secara elektokimia dengan cara mengubah hidrogen menjadi arus listrik dengan produk samping berupa air. Keuntungan dari sel bahan bakar antara lain efisiensi tinggi, ramah lingkungan, dan dapat diperbaharui. Sel bahan bakar yang banyak dikembangkan saat ini yaitu Polymer Electrolite Membrane Fuel Cells (PEMFC) dimana salah satu komponen utamanya berupa membran polimer elektrolit (Dresselhaus et al., 2001; Hall et al., 2003).

Membran polimer elektrolit berperan sebagai media transfer proton dari anoda ke katoda. Dari sekian banyak jenis membran polimer elektrolit yang telah dikembangkan, salah satunya adalah Polymer Exchange Membrane (PEM) berbasis perfluorinated atau polimer asam perflorosulfat misalnya Nafion ® . Nafion ® merupakan membran yang menjadi pilihan utama dan mudah ditemukan dipasaran karena kapasitas penukar kationnya yang tinggi. Selain harganya yang mahal, terdapat beberapa hal yang membatasi pemakaiannya (life time) yaitu degradasi, korosif, dan suhu operasi. Nafion ® dalam aplikasinya terdapat pembatasan suhu yaitu tidak bisa melebihi 80 o

C dikarenakan pengunaan diatas

suhu tersebut akan membuat membran mengerut dikarenakan membran kehilangan banyak air sehingga mengurangi kinerja membran. Pencarian material baru yang dapat digunakan sebagai pengganti Nafion ® , yang memiliki kapasitas penukar kation dan stabilitas termal tinggi terus dilakukan (Adjemian et al., 2002).

Penggunaan polimer alam sebagai membran polimer elektrolit mulai dikembangkan. Polimer alam berbasis hidrokarbon seperti kitosan memiliki

commit to user

stabilitas termal yang cukup tinggi namun memiliki kapasitas penukar kation yang rendah. Selain itu, membran polimer elektrolit berbasis polimer hidrokarbon lebih cepat dalam tranfer proton daripada membran yang berbasis polimer asam perflorosulfat (Handayani et al., 2007; Wald, 2004). Wiyarsi (2008) telah berhasil memodifikasi kitosan dengan vanilin menghasilkan senyawa turunan kitosan berupa kitosan-vanilin (KV) yang memiliki gugus fenol pada rantai samping kitosan. Namun, dalam penelitiannya Wiyarsi membatasi penggunaan KV sebagai agen antibakteri pada kain. Adanya gugus fenol pada KV menyebabkan KV mudah membentuk muatan negatif pada ujung-ujung gugus fenol dengan melepaskan ion H + . Kemudahan KV melepaskan ion H + akan meningkatkan kapasitas tukar kationnya (KTK) sehingga KV dapat digunakan untuk membuat membran polimer elektrolit.

Pembuatan membran dari kitosan sering terkendala akan sifat fisik membran yang dihasilkan. Banyaknya ikatan hidrogen yang terdapat pada rantai polimer kitosan menyebabkan membran kitosan memiliki tingkat elastisitas yang rendah atau kaku dan sulit dibentuk saat preparasi membran. Penambahan senyawa pemlastis seperti polivinil alkohol (PVA) akan mengurangi gaya antarmolekul rantai polimer kitosan sehingga elastisitas membran meningkat dan membran mudah dibentuk saat preparasi (Mat dan Liong, 2009).

Peningkatan sifat-sifat membran polimer elektrolit seperti kapasitas tukar kation (KTK), stabilitas termal, derajat pengembangan (swelling degre) (SD) dapat dilakukan dengan penambahan oksida. Oksida dengan karakteristik bermuatan negatif pada strukturnya akan memberikan nilai lebih pada kapasitas penukar kation membran sehingga kinerja membran dalam proses transfer proton akan lebih baik dari membran KV sebelumnya. Oksida yang memiliki karakteristik tersebut salah satunya adalah montmorilonit (Dewi, 2007; Tan et al., 2007).

Montmorilonit merupakan minereal yang banyak terkandung dalam bentonit. Bentonit adalah nama perdagangan sejenis lempung yang banyak terdapat di Indonesia salah satunya di kecamatan Wonosegoro, Boyolali. Sifat lempung yang mudah mengembang membuat material ini banyak dimodifikasi

commit to user

dengan menyisipkan senyawa lain diantara lapisannya. Penyisipan atau interkalasi lempung dengan senyawa lain bertujuan untuk mendapatkan lempung terpilarisasi yang memiliki stabilitas termal yang lebih tinggi. Interkalasi lempung dengan kitosan telah banyak dilakukan namun belum pernah dilakukan interkalasi lempung dengan KV. Interkalasi lempung dengan KV diharapkan akan menghasilkan membran polimer elektrolit yang memiliki kapasitas tukar kation dan stabilitas termal yang tinggi serta swelling degre membran yang rendah (Lumingkewas, 2009; Akay, 2008; Li et al., 2010).

B. Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Polimer kitosan memiliki gugus fungsional yang memungkinkan untuk dimodifikasi, yaitu 1 gugus amino (NH 2 ) dan 2 gugus hidroksi (OH) dalam setiap

unit ulangnya. Beberapa proses derivatisasi dapat berlangsung melalui gugus ini dengan beberapa cara, yaitu proses substitusi (O-N karboksilasi, substitusi enzimatik, pembentukan basa Schiff dan khelasi logam), proses perpanjangan rantai (kopolimerisasi cangkok dan crosslink) serta proses depolimerisasi, baik secara kimia, fisika maupun enzimatik (Kaban, 2009). Menurut Wiyarsi (2008) pembentukan basa Schiff terjadi saat kitosan direaksikan dengan senyawa aldehid baik aldehid alifatik seperti glutaral dehid maupun aldehid aromatik seperti arilamina, salisilaldehid dan vanilin. Efektifitas substitusi vanilin ke dalam kitosan dipengaruhi oleh jumlah vanilin, derajat deasetilasi (DD) dan berat molekul (BM) kitosan. Kitosan dengan DD tinggi memiliki gugus amino bebas yang lebih banyak sehingga kemungkinan vanilin yang tersubstitusi akan lebih banyak. Sedangkan semakin tinggi BM kitosan akan menyebabkan sistem menjadi crowded sehingga mempersulit vanilin untuk tersubstitusi ke dalam kitosan.

Penambahan material pengisi (filler) diharapkan dapat meningkatkan sifat-sifat membran. Filler anorganik seperti TiO 2 , SiO 2 , CaO, zeolit, dan

lempung dapat meningkatkan kapsitas tukar kation (KTK), stabilitas termal, serta mengurangi swelling degre (SD) membran (Dewi et al., 2007). Oksida dengan karakteristik bermuatan negatif pada permukaannya seperti lempung efektif

commit to user

meningkatkan KTK membran. semakin banyak lempung yang ditambahkan maka nilai KTK membran akan semakin besar. Penelitian Wang et al. (2005) menunjukan penambahan lempung 2,5-10% dari berat polimer mampu meningkatkan stabilitas termal membran kitosan hingga 30 o

C. Sedangkan

peningkatan suhu akan interkalasi akan meningkatkan jumlah kitosan yang masuk ke dalam ruang antar lapis lempung sehingga nilai KTK dan stabilitas membran semakin meningkat.

Analisis yang dapat dilakukan untuk mengetahui keberhasilan dalam pembuatan membran komposit kitosan-vanilin/PVA/lempung sebagai membran polimer elektrolit meliputi konduktivitas, kapasitas tukar kation, swelling degre, stabilitas termal, analisis gugus fungsi, analisis interaksi antar bahan, dan homogenitas membran. Kapasitas tukar kation membran dapat diketahui dengan

metode titrasi atau menggunakan 1 H NMR. Swelling degre ditentukan dengan

metode perendaman membran dalam akuades selama 24 jam. Analisis stabilitas termal dapat dilakukan dengan metode Thermogravimetric Analisis (TGA). Analisis gugus fungsi menggunakan spektroskopi infra merah. Analisis interaksi antar bahan menggunakan spektroskopi infra mmerah dan spektroskopi difraksi sinar-x (XRD). Sedangkan homogenitas membran dapat diketahui dengan alat SEM, TEM, dan mikroskop digital.

2. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka masalah dalam penelitian ini dibatasi oleh :

a. Kitosan yang digunakan untuk sintesis kitosan-vanilin berasal dari Bratachem.

b. Modifikasi kitosan dilakukan dengan penggunaan vanilin dengan perbandingan kitosan : vanilin (1 : 3,5 w/w).

c. Lempung yang digunakan berasal dari Kecamatan Wonosegoro, Boyolali.

d. Jenis lempung yang digunakan adalah lempung yang berwarna coklat dan lempung yang berwarna abu-abu.

e. Variasi berat lempung yang digunakan adalah 0 g; 0,025 g; 0,05 g; 0,075 g; 0,1 g; 0,125 g (0%; 6,67%; 13,3%; 20%; 26,67% dan 33,3% dari berat KV).

commit to user

f. Variasi suhu larutan cetak adalah 28 o

g. Karakterisasi yang dilakukan meliputi uji kapasitas tukar kation, uji derajat pengembangan, TGA, FT-IR, XRD, dan mikroskop digital.

3. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan batasan masalah tersebut, maka rumusan masalah dalampenelitian ini adalah :

a. Apakah penambahan vanilin dapat meningkatkan kapasitas tukar kation kitosan?

b. Bagaimana pengaruh penambahan lempung terhadap kapasitas tukar kation dan ketahanan termal membran KV?

c. Bagaimana pengaruh suhu larutan cetak terhadap karakterisik membran KV?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui pengaruh penambahan vanilin terhadap kapasitas tukar kation kitosan.

2. Mengetahui pengaruh penambahan lempung terhadap ketahanan termal dan nilai kapasitas penukar kation membran kitosan-vanilin.

3. Mengetahui pengaruh peningkatan suhu larutan cetak terhadap kapasitas tukar kation dan stabilitas termal membran.

D. Manfaat Penelitian

Penambahan vanilin pada rantai samping kitosan dapat meningkatkan kapasitas tukar kation kitosan. Penambahan lempung mampu meningkatkan ketahanan termal dan nilai kapasitas tukar kationnya

commit to user

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Sel Bahan Bakar dan Membran Sel Bahan Bakar Sel bahan bakar atau fuel cells adalah alat yang menghasilkan energi listrik secara elektrokimia dengan cara mengubah hidrogen (H 2 ) menjadi arus

listrik dengan produk samping berupa air. Keuntungan dari sel bahan bakar antara lain efisiensi tinggi, ramah lingkungan, dan dapat diperbaharui. Sel bahan bakar bekerja seperti baterai, namun tidak membutuhkan recharging atau pemasokan energi. Produksi energi akan dapat terus berjalan selama bahan bakar sel tersebut masih ada dalam sistem sel bahan bakar (Dresselhaus et al., 2001). Bentuk dasar dari sel bahan bakar ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Skema Sel Bahan Bakar (Williams, 2004) Secara umum cara kerja sel bahan bakar tersebut adalah bahan bakar

yang berupa hidrogen dialirkan pada bagian anoda dan oksigen di alirkan ke katoda. Reaksi kimia akan terjadi pada kedua elektroda yang akan menghasilkan arus listrik, arus listrik ini dapat dijadikan sumber energi bagi berbagai keperluan.

commit to user

Reaksi kimia yang terjadi pada sel bahan bakar, yaitu oksidasi di anoda dan reduksi di katoda. Reaksi yang terjadi sebagai berikut :

Reaksi sel keseluruhan

: 2H 2 +O 2 → 2H 2 O Lapisan elektrolit pada rangkaian alat sel bahan bakar dapat berupa padatan elektrolit misalnya membran. Membran polimer elektrolit berperan sebagai media transfer proton (H + ) dari anoda ke katoda. Membran tersebut banyak digunakan dalam polymer electrolyte membrane fuel cells (PEMFC). Syarat utama membran yang dapat digunakan sebagai komponen sel bahan bakar adalah memiliki muatan negatif pada strukturnya. Muatan tersebut akan memfasilitasi transport proton dari anoda ke katoda (Hall et al., 2003).

2. Polimer dalam Membran Sel Bahan Bakar

Dewasa ini pembuatan material baru berbahan dasar polimer sebagai membran dalam sel bahan bakar terus dikembangkan. Dari sekian banyak jenis membran polimer elektrolit yang telah dikembangkan, salah satunya adalah membran penukar ion atau Polymer Exchange Membrane (PEM) berbasis perfluorinated atau polimer asam perflorosulfat misalnya Nafion ® . Nafion ® merupakan membran yang menjadi pilihan utama dan mudah ditemukan dipasaran karena kapasitas tukar kation (KTK) dan konduktifitas ionik yang tinggi. Selain harganya yang mahal, terdapat beberapa hal yang membatasi pemakaiannya (life time) yaitu degradasi, korosif, dan suhu operasi. Nafion ® dalam aplikasinya terdapat pembatasan suhu operasi yaitu tidak bisa melebihi 80

C dikarenakan penggunaan diatas suhu tersebut akan menyebabkan membran terhidrat atau kering akibat dari penguapan air yang berlebihan sehingga mengurangi efisiensi kinerja membran. Pencarian material baru yang memiliki sifat tidak korosif, kapasitas tukar kation (KTK), dan stabilitas termal tinggi sebagai pengganti Nafion ® terus dilakukan (Adjemian et al., 2002).

Penggunaan polimer alam sebagai membran polimer elektrolit mulai dikembangkan. Polimer alam berbasis hidrokarbon memiliki stabilitas termal

commit to user

yang cukup tinggi. Selain itu, membran polimer elektrolit berbasis polimer hidrokarbon lebih cepat dalam transfer proton daripada membran polimer elektrolit berbasis polimer asam perflorosulfat (Wald, 2004). Polimer alam berbasis hidrokarbon seperti selulosa, kitosan, dan pati merupakan polimer alam yang melimpah keberadannya di alam. Namun, polimer alam sebagian basar tidak bermuatan sehingga perlu adanya modifikasi agar bermuatan negatif. Dari ketiga polimer alam diatas, kitosan yang paling banyak menarik perhatian karena mudah untuk dimodifikasi (Kaban, 2009).

Kitosan merupakan kitin yang telah dihilangkan gugus asetilnya melalui proses deasetilasi dengan penambahan NaOH atau KOH. Kitosan adalah kitin yang terdeasetilasi sebanyak mungkin, tetapi tidak cukup sempurna untuk dinamakan poli glukosamin (Wiyarsi, 2008). Kebanyakan mutu kitosan komersil mengandung 75-95% glukosamin dan 5-25% unit N-asetilglukosamin (Stephen, 1995). Polimer kitosan memiliki gugus fungsional yang memungkinkan untuk

dimodifikasi, yaitu 1 gugus amino (NH 2 ) dan 2 gugus hidroksil (OH) dalam setiap unit ulangnya. Struktur kitin dan kitosan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Struktur kitin (kiri) dan kitosan (kanan) (Kaban, 2009)

Beberapa proses derivatisasi dapat berlangsung melalui gugus ini dengan beberapa cara, yaitu proses substitusi (O-N karboksilasi, substitusi enzimatik, pembentukan basa schiff dan khelasi logam), proses perpanjangan rantai (kopolimerisasi cangkok dan crosslink) serta proses depolimerisasi, baik secara kimia, fisika maupun enzimatik. Beberapa jenis reaksi modifikasi kimia dari kitosan untuk menghasilkan turunan kitosan dapat dilihat pada Gambar 3.

commit to user

Gambar 3. Skema modifikasi kimia dari kitosan (Kaban, 2009)

3. Kitosan-vanilin sebagai Membran Polimer Elektrolit Keberadaan gugus amino bebas pada kitosan merupakan hal yang penting karena bersifat nukleofilik yang reaktif. Salah satu proses derivatisasi melalui gugus amino adalah pembentukan basa Schiff atau imina (Kenawy et al., 2005). Senyawa ini diperoleh sebagai hasil reaksi antara kitosan dengan aldehid atau keton. Imina yang stabil diperoleh dari reaksi antara amina primer dengan aldehid aromatik seperi benzaldehid maupun arilamina.

Modifikasi kitosan dengan pembentukan basa Schiff telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Sintesis basa Schiff dari kitosan dan turunan salisilaldehid dilakukan oleh Santos et al. (2005). Keenam reaksi antara kitosan dengan turunan salisilaldehid yang berbeda menunjukkan serapan C=N dalam spektrum IR, yaitu

commit to user

pada rentang bilangan gelombang 1631,5 cm -1 sampai 1640,4 cm -1 . Modifikasi kitosan dengan aldehid aromatik seperti vanilin menghasilkan senyawa turunan kitosan berupa kitosan-vanilin (KV) (Wiyarsi, 2008).

Kitosan-vanilin (KV) adalah turunan kitosan yang memiliki gugus fenol pada rantai sampingnya. KV dibuat dengan mereaksikan kitosan dengan vanilin. Vanilin atau 4-hidroksi-3-metoksibenzaldehid merupakan senyawa aldehid aromatis dengan bau harum yang khas dan banyak digunakan sebagai bahan pemberi aroma vanila pada produk makanan, minuman, parfum, dan kosmetik.

Vanilin memiliki rumus molekul C 8 H 8 0 3 dengan berat molekul 152,15 g/mol.

Kelarutan vanilin cukup tinggi dalam alkohol dan eter, sedangkan dalam air kelarutannya sebesar 1 g/100 mL. Struktur vanilin dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Struktrur kimia vanilin (Wiyarsi,2008) Vanilin memiliki 3 gugus fungsional, yaitu gugus aldehid, gugus eter dan

gugus fenol, sehingga memungkinkan untuk mengalami tranformasi atau perubahan menjadi gugus lain. Vanilin termasuk senyawa karbonil aromatis yang dapat mengalami reaksi adisi nukleofilik pada atom C. Adanya gugus karbonil (C=O) pada struktur vanilin memungkinkan untuk diserang oleh gugus amino

(NH 2 ) kitosan yang bersifat nukleofilik. Amina primer merupakan nukleofil yang baik karena tidak adanya gangguan sterik. Nukleofil ini dapat menyerang gugus karbonil pada aldehid dan membentuk imina, suatu senyawa yang mengandung gugusan C=N. Imina tersubstitusi yang terbentuk dari amina primer dengan aldehid aromatik, seperti vanilin, merupakan produk yang stabil dan disebut basa Schiff. Gambar 5 menunjukkan reaksi adisi amina pada aldehid dalam sintesis kitosan-vanilin.

commit to user

Gambar 5. Sintesis kitosan-vanilin (Wiyarsi, 2008) Keberadaan gugus fenolik mengakibatkan polimer lebih bersifat asam

dan mudah melepas ion H + . Kemudahan polimer untuk melepaskan ion H + mengakibatkan peningkatkan sifat konduktifitas ioniknya dan menyebabkan polimer kitosan vanilin bermuatan negatif. Sifat konduktifitas ionik yang disumbangkan oleh gugus fenolik memungkinkan pengaplikasian kitosan-vanilin sebagai polimer penukar kation.

4. Polivinil Alkohol (PVA)

Pembuatan membran dari polimer alam terkendala akan sifat fisik membran yang dihasilksn. Membran dari polimer alam seperti kitosan memiliki nilai kuat tarik yang besar namun tingkat elastisitas membran rendah atau kaku. Elastisitas membran yang rendah akan menyebabkan membran sulit dibentuk dan getas atau mudah patah. Penggunaan senyawa pemlastis atau plasticizer dapat meningkatkan elastisitas membran sehingga membran lebih mudah dibentuk (Mat and Liong, 2009).

Plasticizer merupakan bahan adiktif yang ditambahkan dalam suatu polimer untuk mengurangi sifat kekakuannya. Penambahan plasticizer akan mengurangi gaya antar molekul sehingga rantai polimer lebih mudah bergerak, akibatnya bahan yang tadi kaku akan memnjadi lembut (Arsyad, 2008). Plasticizer digunakan dalam pembentukan membran untuk mengurangi kerapuhan, meningkatkan kekuatan dan elastisitas (Mundala, 2010).

commit to user

Jika pemlastis dengan polimer sudah mampu membentuk suatu campuran homogen selama dan setelah proses terjadi, pemlastis akan tetap berada dalam senyawa itu baik pada saat pendinginan, penurunan temperatur. Tingkat homogenitas yang tinggi pada senyawa yang terbentuk dapat dicapai jika mempunyai polaritas yang relatif sama antara pemlastis dengan polimer (O’Rourke, 2007). Plasticizer yang sering digunakan yaitu asam palmitat, asam laurat, dioktil ftalat (DOP), dioktil adipat (DOA), polietilen glikol (PEG), dan polivinil alkohol (PVA) (Nirwana, 2001).

Poli(vinil alkohol) (PVA) merupakan salah satu jenis polimer hidrofilik

yang tidak beracun, tidak larut dalam air, dan larut dalam panas > 80 o

C pada

batas konsentrasi < 20% (b/v). Poli(vinil alkohol) mempunyai rumus molekul

monomer [ CH 2 -CH(OH)-] n . Struktur PVA ditunjukan pada Gambar 6. PVA yang

dipolimerisasi dengan cara pemanasan akan menghasilkan gel yang bila dikeringkan pada suhu kamar menghasilkan film transparan. Namun demikian film ini dapat mengembang kembali dalam air berupa gel yang rapuh.

Gambar 6. Struktur kimia polivinil alkohol (PVA) (Saxena,2004)

Penggunaan PVA dalam pembuatan membran telah dilakukan oleh Binsu et al. (2006) dan Mat and Liong (2009). Penelitian keduanya menunjukan kompabilitas PVA dan kitosan. Hal ini dikarenakan PVA memiliki banyak gugus hidroksi sehingga polaritas PVA hampir sama dengan kitosan.

5. Lempung dalam Membran Komposit Elektrolit Peningkatan sifat-sifat membran polimer elektrolit seperti konduktifitas, kapasitas tukar kation (KTK), stabilitas termal, dan derajat pengembangan atau swelling degre (SD) dapat dilakukan dengan penambahan bahan pengisi (filler)

commit to user

anorganik seperti TiO 2 , SiO 2 , CaO, zeolit, dan montmorilonit (Dewi, 2007).

Penambahan filler anorganik ke dalam membran polimer elektrolit akan menghasilkan komposit. Komposit adalah perpaduan dari bahan yang dipilih berdasarkan kombinasi sifat fisik masing-masing material penyusun untuk menghasilkan material baru dengan sifat yang unik dibandingkan sifat material dasar sebelum dicampur dan terjadi ikatan permukaan antara masing-masing material penyusun (Pramono, 2008).

Pemakaian TiO 2 sebagai filler dilakukan oleh Akay (2008). Hasil penelitian menunjukan pemakaian TiO 2 dapat meningkatkan konduktivitas,

stabilitas membran dan menurunkan swelling degre membran. Stabilitas termal membran dapat mencapai 120-140 o

C. Adjemian et al. (2002) dan Kim et al. (2006) menggunakan SiO 2 sebagai filler. Penggunaan SiO 2 meningkatkan

konduktivitas, stabilitas membran dan menurunkan permeabilitas air dan etanol. Membran komposit mempunyai stabilitas termal 130 o

C. sedangkan penggunaan

CaO dilakukan oleh Mat and Liong (2009) dan penggunaam zeolit dilakukan oleh Laomongkonnimit dan Soontarapa (2007). Penggunaan CaO efektif mengurangi swelling degre membran namun kurang efektif untuk meningkatkan KTK membran. Penambahan zeolit dapat meningkatkan KTK dan stabilitas termal membran namun menurunkan kuat tarik membran.

Penggunaan montmorilonit sebagai filler dalam pembuatan membran komposit dilakukan oleh Tan et al. (2001) dan Wang et al. (2005). Hasil penelitian keduanya menunjukan semakin basar montmorilonit yang digunakan akan meningkatkan stabilitas termal, KTK membran dan menurunkan swelling degre membran. Penambahan montmorilonit 2,5-10% dari berat total mampu meningkatkan stabilitas membran 10-30 o

C. Montmorilonit dapat meningkatkan

KTK membran dikarenakan montmorilonit mempunyai karakteristik bermuatan negatif pada permukaan strukturnya.

Montmorilonit merupakan mineral yang banyak terkandung dalam bentonit. Bentonit adalah nama perdagangan sejenis lempung yang banyak terdapat di Indonesia salah satunya di kecamatan Wonosegoro, Boyolali (Lumingkewas, 2009). Lempung didefinisikan sebagai mineral alam dari keluarga

commit to user

silikat yang berbentuk kristal dengan struktur berlapis atau struktur dua dimensional dan mempunyai ukuran partikel lebih kecil dari dua mikrometer, bersifat liat saat basah dan keras saat kering. Di antara lapisan lempung terdapat kation-kation yang berfungsi menyeimbangkan muatan negatif yang ada pada bidang lapisnya. Kation-kation tersebut diantaranya adalah Na + , K + , dan Ca 2+ (Wijaya et al., 2004 dan Brindley, 1979).

Berdasarkan perbandingan jumlah tetrahedral dan oktahedralnya, dikenal tipe-tipe struktur mineral berlapis berikut:

a. Mineral tipe 1:1 Mineral tipe 1:1 yaitu mineral yang terdiri dari satu lapisan oktahedral dan satu lapisan tetrahedral, misalnya kaolin dan haolisin.

b. Mineral tipe 2:1 Mineral tipe 2:1 yaitu mineral yang terdiri dari dua lapisan tetrahedral dan satu lapisan oktahedral, misalnya montmorillonit dan illit.

c. Mineral tipe 2:2 atau 2:1:1 Mineral tipe 2:2 atau 2:1:1 yaitu mineral yang merupakan jenis 2:1 dengan satu lapis oktahedral tambahan yang tersusun selang-seling, misalnya klorit (tipe 2:2) dan sepolit (tipe 2:1:1) (Tan, 2007).

Montmorillonit merupakan kelompok mineral filosilikat yang paling banyak menarik perhatian. Hal ini disebabkan karena montmorillonit memiliki kemampuan untuk mengembang serta kemampuan untuk diinterkalasi dengan senyawa organik membentuk material komposit organik-anorganik. Interkalasi merupakan suatu proses penyisipan atom-atom atau molekul-molekul ke dalam antarlapis material berlapis dengan tidak merusak struktur lapisan tersebut (Simpen, 2001). Interkalasi ke dalam antarlapis silikat lempung terjadi karena interkalat (atom-atom atau molekul-molekul yang akan disisipkan) yang masuk berupa kation atau ion bermuatan positif menggantikan kation-kation yang ada di antara lapisan lempung seperti Na + , K + dan Ca 2+ . Pemilaran smektit atau montmorillonit dapat dilakukan dengan cara menginterkalasikan polimer polikation seperti kitosan. Kitosan yang dilarutkan dalam asam asetat 1% akan

terprotonasi gugus aminonya menjadi bermuatan positif (-NH 3 + ) sehingga dapat

commit to user

menggantikan ion-ion yang ada di ruang antar lapis montmorilonit (Monvisade dan Punnama, 2009).

Semakin encer kitosan yang digunakan untuk interkalasi berarti karakter kitosan sebagai agregat (bulk) semakin kecil sehingga akan lebih mudah untuk membuka lapisan montmorilonit dan keberadaannya di ruang antarlapis tidak sebagai gumpalan akan tetapi terdispersi merata seperti film tipis. Berat molekul (BM) kitosan yang semakin rendah maka kelarutan kitosan akan meningkat dan agregatnya (bulk) akan semakin kecil. Kemudahan interkalasi kitosan ke dalam ruang antarlapis montmorilonit juga dipengaruhi oleh suhu. Chang et al. (2008) dalam El-Sherif dan El-Masry (2011) menyatakan bahwa peningkatan suhu akan menurunkan basal spacing lempung yang disebabkan oleh penguapan molekul- molekul kecil yang keluar dari ruang antarlapis lempung. Dengan demikian, kitosan yang masuk ke dalam ruang antarlapis lempung dapat tercapai secara maksimal. Penelitian Wijaya et al. (2002) menyatakan suhu optimum interkalasi adalah 40 o

C. Sedangkan penelitian Monvisade dan Punnama (2009), Wang et al. (2005) menyatakan suhu optimum interkalasi adalah 60 o C. Kitosan berfungsi sebagai pilar atau tiang antarlapis lempung (Simpen, 2001). Pilar-pilar yang terbentuk berfungsi sebagai pengikat antarlapis alumina silikat lempung sehingga struktur lempung menjadi lebih kuat dan relatif lebih tahan terhadap perlakuan panas dibandingkan dengan lempung tanpa terpilar yang dapat mengalami kerusakan struktur di atas temperatur 200 o C.

Ada 3 tipe dari komposit yang mungkin terbentuk dari proses interkalasi yaitu :

a. Intercalated nanocomposites Intercalated nanokomposites yaitu pemasukan polimer matrik ke dalam lapisan silikat terjadi secara teratur membentuk pola tertentu dalam peningkatan basal spacing antar lapisan silika. Intercalated nanokomposites biasanya terinterkalasi oleh beberapa lapisan molekul dari polimer.

b. Flocculated nanocomposites Flocculated nanocomposite secara konseptual sama dengan intercalated nanokomposites . Bagaimanapun, kadang lapisan silikat mengalami flokulasi antar

commit to user

lapisan silikat satu dengan yang lainya terkait dengan terhidroksilasinya tepi-tepi dari lapisan silikat.

c. Exfoliated nanocomposites Exfoliated nanocomposites apabila lapisan silika terpisah secara sendiri- sendiri pada matrik polimer secara terus-menerus dengan rata-rata jarak pemisahan tergantung dari kapasitas lempung (Ray et al., 2007). Gambar 7 menunjukan ilustrasi secara kimia dari tipe komposit yang mungkin terbentuk dari proses interkalasi.

Gambar 7. Ilustrasi secara kimia dari tipe komposit yang mungkin terbentuk dari

proses interkalasi (Ray et al., 2007)

6. Karakterisasi Membran Polimer Elektrolit

Karakterisasi membran polimer yang dihasilkan meliputi karakterisasi gugus fungsi dengan spektroskopi infra merah (FT-IR), kristalinitas dan interkalasi dengan spektroskopi difraksi sinar-x (XRD), ketahanan termal dengan Thermogravimetric Analisis (TGA), dan homogenitas membran dengan mikroskop digital.

commit to user

a. Spektroskopi Infra Merah (FT-IR) Spektrum serapan inframerah suatu material mempunyai pola yang khas sehingga memungkinkan untuk identifikasi material tersebut dan juga menyingkap keberadaan gugus-gugus fungsional utama dalam struktur senyawa yang diidentifikasi. Identifikasi gugus fungsi kitosan dan KV telah dilakukan oleh Wiyarsi (2008). Gugus fungsi kitosan, vanilin, dan KV disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Serapan FT-IR dari kitosan, vanilin, dan KV (Wiyarsi, 2008) Jenis Vibrasi

Kitosan

Vanilin

Derivat Rentangan –CH

2885,3

2862,2 & 2746,4 2877,79 Rentangan –OH dan –NH

3440,8

3178,5(fenol)

3417,86 Vibrasi tekuk –NH

1596,9

- Rentangan C-O asimetri

1087,8

1026,1

1064,71 Rentangan C-OH (fenol)

1265,2

1288,45 Rentangan C=O

1665

1666,4

- Rentangan C=N

1643,35 Rentangan C=C aromatis

1597,06 & 1519,9

1589,2 & 1512,1

Deformasi CH 3 1380,2

1373,3

1365,6

Penelitian Mekhamer (2011) dan Wijaya et al. (2004) menunjukan serapan FT-IR yang khas dari lempung. Serapan pada bilangan gelombang sekitar 3406 merupakan serapan rentangan gugus -OH yang tumpang tindih dengan gugus –NH sedangkan serapan disekitar 1631 cm -1 merupakan OH bending pada lempung. Serapan kuat disekitar 1043 cm -1 merupakan vibrasi Si-O streching dan Si-O bending pada 468 cm -1 . Serapan Mg-O streching pada 522 cm -1 , Al-OH dan Mg-Al-OH terlihat pada serapan lemah di sekitar 918 dan 883 cm -1 .

b. Spektroskopi Difraksi Sinar-X (XRD) Kristalinitas suatu bahan dapat ditentukan dengan spektroskopi sinar-x. Material dengan kristalinitas tinggi akan menghasilkan difraktogram yang runcing dengan intensitas yang tinggi. Polimer alam seperti kitosan, KV merupakan material semikristalin karena menghasilkan difraktogram dengan puncak melebar. Difraktogram kitosan menunjukan tiga puncak nyata yaitu puncak pada 2θ = 10,5 dan puncak pada 2θ = 20,1 yang merupakan puncak karakteristik dari kristal kitosan dan puncak kecil pada 2θ = 22,3. Difraktogram KV juga menunjukan

commit to user

puncak yang berbeda dengan kitosan. Puncak pertama pada 2θ = 13 mengidikasikan danya vanilin. Puncak utama terdapat pada 2θ = 20,3 yang merupakan puncak karakteristik kitosan yang lebih melebar (Wiyarsi, 2008). Puncak karakteristik dari montmorilonit ditunjukan dengan adanya puncak dengan intensitas tinggi pada 2θ dibawah 10 dengan harga d 12,3 Å (El-Sherif and El- Masry, 2011).

Proses interkalasi kitosan ke dalam lempung dapat diamati dari peningkatan jarak antar lapis (basal spacing) lempung dan bergesernya puncak utama lempung ke kiri (2θ lebih kecil). Penelitian El-Sherif dan Mansour (2011) menunjukan proses interkalasi kitosan ke dalam ruang aantar lapis lempung menambah nilai basal spacing menjadi 13,1 Å sampai 14 Å pada 2θ = 6,3. Sedangkan penelitian Monvisade and Siriphannon (2009) menunjukan proses interkalasi meningkatkan basal spacing menjadi 13,6 Å dan 22,5 Å pada 2θ = 6,6. Peningkatan basal spacing menjadi 13,6 Å diperkirakan kitosan terinterkalasi dalam bentuk monolayer sedangkan peningkatan basal spacing hingga 22,5 Å menunjukan kitosan dalam bentuk bilayer.

c. Thermogravimetric Analisys (TGA) Teknik-teknik yang dicakup dalam metode analisis termal adalah analisis termogravimetri (Thermogravimetric Analisis), yang didasari pada perubahan massa akibat pemanasan. Suhu degradasi ditandai dengan perubahan bentuk kurva termogram secara tajam. Penelitian Wiyarsi (2008) menunjukan stabilitas termal kitosan dan KV yang hampir sama. Termogram kitosan dan KV menunjukan perubahan massa pada suhu 60-100 o

C yang menunjukan hilangnya molekul air. Perubahan kedua terjadi pada suhu 250-325 o

C untuk kitosan dan 250-300 o C

untuk KV menunjukan hilangnya gugus asetil dan gugus amino yang tidak tersubstitusi. Perubahan ketiga KV pada suhu 300-350 menunjukan hilangnya gugus vanilin. Daerah perubahan pada suhu lebih dari 350 o

C merupakan

degradasi dan pemutusan rantai polimer kitosan atau KV menjadi monomernya. Sedangkan suhu degradasi PVA terjadi pada suhu 230 o C (Samal et al., 2009) dan degradasi lempung terjadi pada suhu diatas 400 o C (Wang et al., 2005).

commit to user

d. Mikroskop Digital Homogenitas atau morfologi permukaan membran dapat diamati menggunakan mikroskop digital. Mikroskop digital dengan kemampuan pembesaran hingga 1000 kali mampu menghasilkan gambar dengan resolusi tinggi dari suatu permukaan sampel. Penggunaan PVA dalam pembuatan membran kitosan menghasilkan membran yang homogen. Sedangkan penambahan oksida akan menghasilkan membran dengan persebaran oksida yang tidak merata pada membran (Mat and Liong, 2009).

B. Kerangka Pemikiran