49
II.6. EVALUASI HASIL UJI MARSHALL.
Untuk mengetahui karakteristik campuran yang direncankan memenuhi kriteria yang telah di tentukan, maka perlu dilakukan evaluasi hasil pengujian
Marshall, meliputi: nilai stabiltas, pelelehan, dan stabilitas sisa, juga termasuk evaluasi hasil perhitungan volumetrik.
II.6.1. Stabilitas Pengukuran nilai stabilitas pada uji Marshall yang dilakukan pada benda
uji harus mempunyai tebal standar 2,5 in 63,5, apabila diperoleh tinggi benda uji tidak standar, maka perlu dilakukan koreksi, yaitu dengan mengalikan hasil yang
diperoleh dari uji stabilitas dengan nilai yang telah ditetapkan.
II.6.2. Pelelehan. Nilai pelelehan yang diperoleh dari uji Marshall adalah nilai batas
kekuatan stabilitas dari benda uji yang telah mengalami kehancuran antara komponen bahan pada benda uji.
Setelah diketahui nilai stabilitas dan pelelehan perlu diketahui kuosein Marshall yang merupakan hasil bagi keduanya. Pada penggambaran hubungan
stabilitas, pelelehan dan kuosien Marshall dengan kadar aspal akan mempunyai trend umum:
Nilai stabilitas sejalan dengan bertambahnya kadar aspal dalam campuran sampai nilai maksimum saat nilai stabilitas berkurang.
Nilai pelelehan bertambah sejalan dengan bertambahnya kadar aspal.
50
Nilai kuoisen Marshall bertambah sejalan dengan bertambahnya kadar aspal dalam campuran sampai suatu nilai maksimum setelah
nilai kuosien Marshall berkurang. Apabila hasil penggambaran tidak sesuai, maka perlu dilakukan evaluasi
dari hasil pengujian, apakah alat yang digunakan untuk pengujian tidak standar atau terdapat kekeliruan dalam perhitungan.
II.6.3 Evaluasi VMA. VMA = 100 1-Gmb1-PhtGsb........................................................... 2.13
Dari rumus tersebut diatas terlihat bahwa VMA merupakan fungsi dari Gmb, Gsb, dan Pb atau Pagg. Keslahan perhitungan akan menyebabkan kesalahan
pada penilaian nilai VMA. Sebagai contoh penyimpangan nilai VMA akibat kesalahan perhitungan
yang mana kesalahan ini akan menyebabkan pergeseran puncak lengkung hiperbola titik terendah kurva hubungan antara VMA dengan kadar aspal.
Pergeseran tersebut akan menyebab kesalahan penentuan kadar aspal dan selanjutnya akan sangat mempengaruhi kinerja campuran beraspal yang
dihasilkan.
II.6.4 Pengaruh Rongga Udara dalam Campuan Padat VIM. Rongga udaraVIM setelah selesai dipadatkan dilapangan idealnya adalah 7
. Rongga udara yang kurang jauh dari 7 akan rentan terhadap perlelehan, alur dan deformasi plastis. Sementara VIM setelah selesai pemadatan yang jauh dari
7 akan rentan terhadap retak dan perlepasan butir disintegrasi. Untuk
51
mencapai nilai lapangan tersebut dalam spesifikasi, nilai VIM rencana dibatasi pada interval 3,0 sampai 5,0 . Dengan kepadatan lapangan dibatasi minimum
98. Hasil penelitian dijalan-jalan utama lalu-lintas berat di pulau jawa
menunjukkan perkerasan Laston yang mempunyai nilai VIM lapangan diatas 7 umumnya sudah menampakkan indikasi awal terjadinya retak. Sementara
perkerasan yang dimulai menampakkan indikasi awal terjadinya deformasi plastis umumnya sudah mempunyai VIM lapangan di bawah 3 . Tujuan perencanaan
VIM adalah untuk membatasi penyesuaian kadar aspal rencana pada kondisi VIM mencapai tengah-tengah rentang spesifikasi, atau dalam hal khusus agar
mendekati batas terendah rentang yang disyaratkan serta agar campuran mendekati kesesuaian dengan hasil uji di laboratorium.
II.6.5 Pengaruh Rongga Udara Terisi Aspal VFA Kriteria VFA bertujuan menjaga keawetan campuran beraspal dengan
memberi batasan yang cukup. Pada gradasi yang sama, semakin tinggi nilai VFA makin banyak kadar aspal campuran tersebut. Sehingga kriteria VFA dapat
menggantikan kriteria kadar aspal dan tebal lapisan film aspal. VFA, VMA, dan VIM saling berhubungan karena itu bila dua diantaranya diketahui maka dapat
mengevaluasi yang lainnya. Kriteria VFA membantu perencanaan campuran dengan memberikan VMA yang dapat diterima atau memenuhi persyaratan.
Kriteria VFA menyediakan tambahan faktor keamanan dalam merencanakan dan melaksanakan campuran beraspal panas. Karena perubahan dapat terjadi antara
tahap perencanaan dan pelaksanaan, maka kesalahan dapat ditampung dengan memperlebar rentang yang dapat diterima.
52
II.6.6 Pengaruh Pemadatan Padar kadar aspal yang sama, maka usaha pemadatan yang lebih tinggi
akan mengakibatkan VIM dan VMA berkurang. Bila kadar aspal campuran rencana yang dipadatkan sebanyak 2 x 50 tumbukan, diambil sebelah kiri VMA
terendah, tapi lalu-lintas ternyata termasuk kategori lalu-lintas berat yang mana harus dipadatkan sebanyak 2 x 75 tumbukan maka akibat pemadatan oleh lalu-
lintas, keadaan kadar aspal yang sebenarnya akan lebih tinggi. Sebaliknya bila campuran dirancang untuk 2 x 75 tumbukan tetapi ternyata lalu-lintas cenderung
rendah, maka rongga udara akhir akan lebih tinggi sehingga air dan udara akan mudah masuk. Akibatnya campuran akan cepat mengeras, rapuh dan mudah
terjadi retak serta adesivitas aspal berkurang yang dapat menyebabkan pelepasan butir atau pengelupasan. Karena itu maka usaha pemadatan yang direncanakan di
laboratorium harus dipilih yang menggambarkan keadaan lalu-lintas di lapangan
53
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
III.1 PERSIAPAN PENELITIAN
Sebelum melakukan penelitian ini, banyak hal yang perlu diperhatikan sebagai persiapan dalam melakukan penelitian ini. Tujuannya agar memperkecil meminimalisir
kesalahan dalam pengerjaan dari awal hingga akhir. Metode penelitian disusun untuk memberikan kemudahan dalam pelaksanaan sebuah penelitian sehingga berjalan lebih tepat
efektif dan efisien. Tahapan prosedur pelaksanaan ini tergambar dalam suatu bagan alir metode penelitian
.
Penelitian dilakukan di AMP Rapi Arjasa yang berada di Jln.Megawati Kota Binjai
Tahap yang pertama dilakukan adalah pemeriksaan properties aspal pen.6070 dan agregat yang digunakan. Semua pengujian sesuai dengan standart Laboratorium
Departemen PU yang mengacu pada SNI
Standart Na sional Indonesia
dan ASTM
American Society For Testing Material.
Untuk pengujian bahan bitumen atau aspal, pada penelitian ini digunakan aspal penetrasi 6070.
Pemeriksaan agregat baik agregat kasar maupun agregat halus meliputi: a. Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar
b. Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus c. Analisis Butiran
Untuk pengujian bahan bitumen atau aspal, pada penelitian ini digunakan aspal penetrasi 6070 dari Iran yang didapat dari AMP Rapi Arjasa.
Pemeriksaan sifat fisik aspal yang dilakukan antara lain: a. Pemeriksaan penetrasi aspal
b. Pemeriksaan titik lembek
54
c. Pemeriksaan titik nyala dan titik bakar d. Pemeriksaan penurunan berat minyak dan aspal
e. Pemeriksaan kelarutan aspal dalam karbon tetraklorida CCL4 f. Pemeriksaan daktalitas
g. Pemeriksaan berat jenis bitumen Tahap selanjutnya adalah perancangan dan pembuatan benda uji atau campuran aspal
berdasarkan variasi kadar aspal. Kadar aspal yang digunakan sebagai sampel adalah 4,5,5, 5.5, 6, dan 6.5 masing-masing sebanyak tiga sampel. Dari keseluruhan
sampel di atas, kemudian di cari satu komposisi campuran yang paling sesuai atau ideal dengan mempertimbangkan nilai stabilitas, kelelehan, VIM, VMA, dan parameter lainnya
setelah sebelumnya dilakukan uji marshall.
55
III.2 BAGAN ALIR
No Yes
Mulai
Studi Pustaka
Aspal 6070
Pengujian: 1. Berta jenis
2. Penetrasi 3. Daktalitas
4. TFOT 5. Kelarutan Aspal
6. Softening 7. Flash Point
Persiapan Bahan dan Alat
Agregat
Pengujian 1. Analisa Saringan
2. Los Angeles 3. Berat Jenis
4. KelekatanAgregat
Memenuhi Syarat
Pencarangan Gradasi Agregat Gabungan AC-BC
Penentuan KAO Variasi Kadar Aspal 4,5, 5, 5,5, 6, dan 6,5,Sebanyak 15 Buah
Uji Marshall PRD 3 bricket
mmmmasing” mamasing
A
56
Gambar 3.1 Bagan Alir Penelitian
A
KAO didapatkan
Pembuatan benda Uji dengan Variasi filler Abu semen,Vulkanik,Kapur 01,2,3,
,4,5,dan6 sebanyak 18 bricket
Uji Marshall
Evaluasi Data
Hasil dan Kesimpulan
Selesai
57
Penjelasan bagan alir penelitian: a. Tahapan Penentuan Komposisi Campuran Aspal
Mepersiapkan material atau bahan yang akan digunakan untuk penelitian Material penyusun aspal dan agregat dilakukan untuk menguji kesesuaian
dengan spesifikasi yang ditentukan spesifikai Departemen Pekerjaan Umum 2010 Rev.3. Pemeriksaan aspal terdiri dari aspal keras pen 6070.
Apabila memenuhi spesifikasi, keudian dilanjutkan dengan perancangan
mix design
dan pembuatan sampel benda uji dengan variasi kadar aspal dan kandungan polimer untuk mendapatkan komposisi campuran aspal yang ideal.
Kadar aspal yang digunakan 4,5,5, 5,5, 6, dan 6,5. Campuran aspal yang telah dibuat diuji dengan alat
marshall
sehingga hasilnya dapat digunakan untuk menentukan komposisi campuran aspal ideal.
b. Tahapan Pembuatan Sampel Campuran Aspal Ideal dan Pengujian Setelah didapat komposisi capuran aspal ideal, dibuat sampel benda uji tersebut
sebanyak 18 sampel dengan variasi
filler
abu semen, vulkanik Gunung Sinabung ,dan abu kapur masing-masing variasi filler sebanyak 7 benda uji dengan
kombinasi abu terbang yang dimulai dari 0 1,2,3,4,5,dan 6 Kemudian diuji dengan alat
Marshall
untuk mendapatkan data karakteristik campuran seperti nilai stabilitas campuran, kelelahan
,
VIM, maupun VMA. c. Tahapan Analisis Data Hasil Penelitian
Setelah didapatkan semua data hasil penelitian, data tersebut kemudian dilakukan pengolahan data dan analisis baik dalam bentuk analisis statistik deskriptif,
maupun analisis korelasi antar faktorvariabel.
58
III.3.PELAKSANAAN
III.3.1. Spesifikasi Bahan Baku Penelitian Spesifikasi bahan baku penelitian yang meliputi aspal, agregat kasar, agregat halus,
dan
filler
abu vulkanik Gunung Sinabung adalah : Aspal pen 6070 dari Iran
Agregat halus Tipe
:abu batu Ukuran
:0,075 mm – 4,75 mm Berat jenis
:minimum 2500 kgm
3
Agregat kasar Tipe
:batu pecah split Ukuran
:maksimum 25,4 mm 1 inch Berat jenis
: minimum 2500 kgm
3
Filler berupa Semen Portland , abu vulkanik Gunung Sinabung ,dan abu kapur dari bukit kapur Sipoholon Kab.Tapanuli Utara
III.3.2. Perancangan Campuran dengan Metode Marshall. Setelah semua pengujian material pembentuk campuran aspal yaitu aspal penetrasi
6070 dan agregat, serta material tersebut memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan, langkah selanjutnya adalah merancang dan membuat sampel yang akan digunakan
untuk penelitian dengan metode marshall. Pengujian standart terhadap benda uji untuk marshall sesuai dengan prosedur yang ditentukan dalam SNI 06-2489-1991 PA-
0305-76, AASHTO T-44-81, ASTM D-2042-76. Seperti telah dibahas pada rencana penelitian bahwa jumlah sampel yang dibutuhkan
untuk mencari kadar aspal ideal dengan variasi kadar aspal 4,5, 5, 5.5, 6, dan
59
6.5. Setelah didapat komposisi campuran aspal, kemudian dibuat sampel benda uji. Temperatur pencampuran bahan aspal dengan agregat adalah temperatur pada saat
aspal mempunyai viskositas kinematis sebesar 170 20 centistokes, dan temperatur pemadatan adalah temperatur pada saat aspal mempunyai nilai viskositas kinematis
sebesar 280 30 centistokes. Pemadatan untuk kondisi lalu-lintas berat, dilakukan penumbukan sebanyak 75 kali tumbukan, dengan menggunakan alat marshall
comapaction hammer. Benda uji setelah dipadatkan, disimpan pada temperatur ruang selama 24 jam, kemudian di ukur tinggi dan di timbang berat dalam kondisi kering.
Benda uji direndam selama 24jam di dalam air, kemudian ditimbang berat dalam air dan dalam kondisi jenuh air permukaan saturated surface dry. Sampel kemudian
direndam dalam waterbath pada temperature selama 30 menit, setelah itu di uji
dengan alat marshall untuk didapatkan data empiris stabilitas, kelelehan, dan marshall quetion. Setelah didapatkan data hasil uji marshall berupa stabilitas, kelelehan, VIM,
VMA, dan marshall quetion, kemudian di analisis untuk mendapatkan komposisi campuran aspal ideal. Lalu buat sampel PRD tiap masing-masing 3 bricket filler
semen,abu vulkanik dan abu kapur dengan kadar 6 untuk mendapatkan nilai VIM
nya.
Selanjutnya setelah didapatkan Kadar Aspal Optimum, maka dengan kadar tersebut kita variasikan filler semen ,Abu Vulkanik Gunung Sinabung,dan abu kapur
bandingkan dengan abu flyash mulai 0,1,2,3,4,5,dan 6 Langkah selanjutnya sama dengan sebelumnya untuk mendapatkan karakteristik yang dicari
dari uji marshall ini adalah nilai stabilitas stability, kelelehan flow, VIM, dan
VMA. III.3.3.Analisis dan Pembahasan
Setelah dilakukan serangkaian penelitian dan didapatkan data, maka tahapan selanjutnya adalah sebagai berikut:
60
a. Menganalisis hasil pemeriksaan material campuran aspal yaitu agregat dan aspal, apakah sesuai dengan spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum 2010 Revisi.III.
b. Menganalisis pengaruh atau memplot data nilai stabilitas, kelelehan, marshall quotient, void in mix VIM, void in mineral agregate VMA, void filled aspal VFA, pada penggunaan
semen Portland dan Abu Vulkanik Gunung Sinabung dan Abu Kapur c. Bandingkan nilai parameter Marshall terhadap 3 jenis
filler
tersebut.
III.4. KESIMPULAN DAN SARAN
Setelah diperoleh perbandingan grafik karakteristik marshall dengan
filler
semen Portland,Abu Vulkanik Gunung Sinabung dan Abu Kapur, maka kita dapat menarik
kesimpulan dan pemberian usulan terhadap pemanfaatan penggunaan Abu Vulkanik Gunung dan Abu Kapur sebagai alternatif
filler
dalam campuran Laston.
60
BAB IV
ANALISIS DATA
IV 1. PENGUJIAN MATERIAL
IV 1.1. Hasil dan Analisis Pengujian Aspal Dalam penelitian ini, aspal yang digunakan adalah aspal keras dengan penetrasi
6070 yang berasal dari Negeri Iran berasal dari AMP Rapi Arjasa. Tabel 4.1. Hasil Pengujian Sifat Fisik Aspal Penetrasi 6070
No Jenis Pemeriksaan Unit
Metode Uji Spesifikasi
Hasil Pemeriksaan
Min Max
1 Penetrasi
, 100 gr, 5 detik
0,1 mm
SNI-06-2456-1991 60
70 63,1
2 Titik Lembek SNI 2434-2011
48 -
49 3 Titik Nyala
SNI 2433-2011 232
- 312
4 Kehilangan Berat
dengan TFOT SNI-06-2441-1991
- 0.8
0.2073
5 Kelarutan dalam
C2HCL3 AASHTO T44-03
99 -
99.713 6 Daktalitas
Cm SNI 2432-2011
100 -
140 7
Penetrasi Setelah TFOT
SNI-06-2456-1991 54
- 99,05
8 Berat Jenis grcc
SNI 2441-2011 1
- 1.0228
Sumber:
UPT Balai Pengujian dan Pengendalian Mutu 2009 yang memenuhi persyaratan Spesifikasi umum 2010 revisi III
61
a. Pemeriksaan penetrasi aspal Pengujian ini didasarkan pada PA-0301-76, AASHTO T-49-80, ASTM D-5-97
atau SNI-06-2456-1991. Dari hasil pengujian didapatkan nilai penetrasi 63,1 yang
menunjukkan termasuk aspal penetrasi 6070. Nilai penetrasi ini memenuhi Spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum tahun 2010 Revisi III yaitu nilai penetrasi aspal pada
rentang 60-70. Hasil yang didapatkan setelah pemeriksaan penetrasi setelah TFOT didapatkan
penurunan angka penetrasi sebesar 78 dari penetrasi sebelum TFOT. Nilai ini telah
memenuhi Spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum tahun 2010 yang disyaratkan nilai TFOT nya sebesar 75. Ini terjadi penurunan nilai penetrasi disebabkan karena
pengaruh pemanasan pada suhu selama 5 jam pada pengujian TFOT yang
mengakibatkan fraksi minyak ringan banyak hilang dalam kandungan aspal. Pengerasan aspal dapat terjadi karena oksidasi, penguapan dan perubahan kimia lainnya. Reaksi
kimia dapat mengubah bahan kimia pembentuk aspal yaitu resin menjadi aspalten dan oils menjadi resin, yang secara keseluruhan akan meningkatkan viskositas aspal dimana
aspal menjadi lebih keras penetrasi rendah. b. Pemeriksaan titik lembek
Pengujian ini di dasarkan PA-0302-76, AASHTO T-53-81, ASTM D 36-95 atau SNI 2434-2011. Nilai yang didapatkan dari hasil pemeriksaan titik lembek aspal sebesar
49 C. Nilai ini telah memenuhi Spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum tahun 2010
revisi III yang telah menetapkan persyaratan titik lembek minimal sebesar
62
c. Pemeriksaan titik nyala Pengujian ini di dasarkan PA-0303-76, AASHTO T-48-81, ASTM D-92-02 atau
SNI 2433-2011. Dari hasil pemeriksaan aspal pen 6070 titik bakarnya adalah sebesar dan nilai titik nyala yaitu sebesar
ini telah memenuhi dalam Spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum tahun 2010 Revisi III.
d. Pemeriksaan kehilangan berat Pengujian ini di dasarkan PA-0304-76, AASHTO T-47-82, ASTM D 6-95 atau
SNI-06-2441-1991. Pada pemeriksaan kehilangan berat ini menggunakan sampel yang sama untuk pemeriksaan penetrasi, yaitu setelah aspal dilakukan TFOT. Hasil
pemeriksaan kehilangan berat menunjukkan aspal kehilangan berat menunjukkan aspal kehilangan berat sebesar 0.2073, hasil ini sama seperti Spesifikasi Departemen
Pekerjaan Umum tahun 2010 Revisi III yang menetapkan persyaratan maksimal sebesar 0.4.
e. Pemeriksaan Kelarutan Aspal Dalam Karbon Tetraklorida C2HCL3 Di dalam pengujian ini didasarkan pada PA-0305-76, AASHTO T-44-03,
ASTM D-2042-97 atau SNI-06-2438-1991. Nilai pemeriksaan kelarutan menunjukkan kemurnian aspal dan normalnya bebas dari air. Pengujian ini didasarkan pada nilai
kelarutan dalam C2HCL3 adalah sebesar 99.713, yang masih memenuhi Spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum tahun 2010 Revisi III yang menetapkan persyaratan
minimalnya sebesar 99. f. Pemeriksaan Daktilitas
Di dalam pengujian ini didasarkan pada PA-0306-76, AASHTO T-51-81, SNI 2432-2011. Dalam uji daktilitas ini menggunakan 2 sampel yang disusun sejajar yang
63
diletakkan pada alat penarik dengan kecepatan tarik 5 cmmenit pada suhu 25 C.
Berdasarkan hasil uji laboratorium, didapatkan hasil diatas 140 cm, sehingga aspal memenuhi Spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum tahun 2010 Revisi III yang
menetapkan batas minimum 100 cm. g. Pemeriksaan Berat Jenis Aspal
Di dalam pengujian ini didasarkan pada PA-0307-76, AASHTO T-228-79, ASTM D-70-03 atau SNI 2441-2011. Dari hasil pengujian ini didapatkan berat jenis
aspal sebesar 1.0228 grcc, dimana hasil ini telah memenuhi Spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum tahun 2010 Revisi III yang menetapkan batas minimum berat jenis
aspal sebesar 1 grcc. IV.1.2. Hasil Dan Analisis Pengujian Agregat
Untuk mengetahui sifat-sifat atau karakteristik agregat, pada penelitian ini pengujian agregat yang dilakukan dari coars agregat, medium agregat, stone dust, serta
natural sand. Hal ini dikarenakan agregat yang digunakan bersumber atau diambil dari cold bin. Adapun data hasil pengujian agregat tersebut dapat dilihat pada tabel 4.2.
Agregat yang digunakan berasal dari AMP Rapi Arjasa yang diambil dari quarry di daerah Sei Wampu, Sumatera Utara. Pengujian ini dilakukan di dasarkan pada
Standart Nasional Indonesia
SNI. Gradasi yang ditinjau di dasarkan pada gradasi laston lapis antara ac-bc dari spesifikasi Dept.PU tahun 2010.
a. Pemeriksaan Berat Jenis Dari data yang terlihat pada tabel 4.2 terlampir, kita dapat melihat hasil-hasil
uji fisik agregat untuk tiap-tiap gradasi telah memenuhi spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum tahun 2010. Seperti contoh nilai yang didapat setelah pengujian pada
64
medium agregat tertahan no.4, yaitu sebesar 2.642 untuk berat jenis bulk. Untuk berat jenis semu apparent yaitu sebesar 2.642. Nilai pada hasil pengujian berat jenis
SSD yaitu sebesar 2.588, sedangkan untuk nilai pengujian penyerapan absorption yaitu sebesar 0.53 . Pada Spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum tahun 2010 nilai
toleransi yang dizinkan untuk penyerapan air oleh agregat maksimum adalah sebesar 3.
b. Pemeriksaan Abrasi Selanjutnya pada penelitian ini juga dilakukan pengujian abrasi dengan
menggunakan mesin los angeles untuk mengetahui nilai keausan sesuai dengan SNI 2417-2008. Contoh gradasi yang di uji sebesar 5000 gr. Berat contoh yang tertahan
saringan no.12 sebanyak 3827 gr. Nilai hasil dari keausan didapat sebesar 21.58. Nilai hasil pengujian abrasi ini menunjukkan bahwa nilai tersebut telah memenuhi Spesifikasi
Departemen Pekerjaan Umum Tahun 2010. Pada Spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum Tahun 2010 Revisi III, nilai toleransi yang dizinkan untuk pengujian keausan
adalah maksimal 40. c. Pengujian Analisis Saringan
Pada penelitian ini, pengujian analisis saringan yang dilakukan terdiri dari coarse agregat, medium agregat, stone dust, serta natural sand. Penggunaan saringan
pada pengujian ini di susun berdasarkan susunan saringan yang diperuntukan untuk ac- wc yang di mulai dengan ¾” sampai ayakan no.200. Dapat dilihat pada gambar 4.2
terlampir. Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui persentase masing- masing agregat yang tertahan dan yang lolos di tiap-tiap no. saringan ayakan guna untuk
mengetahui persentase agregat untuk perencanaan campuran ac-wc. Pengujian ini dilakukan sesuai dengan SNI 1968-1990-F.
65
Tabel 4.2 Perhitungan Berat Jenis Agregat
66
67
68
69
Gambar 4.1 Grafik Analisa Saringan
70
71
72
73
IV.2. PERUMUSAN CAMPURAN BENDA UJI MARSHALL