Studi Pengaruh Penggunaan Berbagai Jenis Filler Terhadap Karakteristik Laboratorium Campuran AC-BC Versi Spesifikasi Umum 2010 Revisi III

(1)

x

DAFTAR PUSTAKA

Ali Hadi , 2011 , “Karakteristik Campuran Asphalt Concrete-wearing course (AC-WC) dengan penggunaan abu vulkanik dan abu batu sebagai filler” , Bandar Lampung , Jurnal Teknik Sipil Universitas Lampung

Anggraini Renni ,Saleh Sofyan.M , Zulfikar,2004,”Tinjauan Penggunaan Serbuk Arang Terapung Kelapa sebagai Filler terhadap Karakteristik LASTON Lapis Aus AC-WC”,Banda Aceh , Jurnal Teknik Sipil Universitas Syiah Kuala

Esentia Adventia,2010,Pengaruh Penggantian Sebagian Filler Semen dengan Kombinasi 40% Serbuk Batu Bata dan 60% Abu Cangkang Lokan Pada Campuran AC-BC” Bengkulu,Skripsi Teknik Sipil Universitas Bengkulu

Ismadarni ,Kasan Muh,Risman,2010,“Karakteristik Beton Aspal Lapis Pengikat AC-BC yang Menggunakan Bahan Pengisi (Filler) Abu Sekam Padi” ,Makassar, Jurnal Teknik Sipil

Universitas Hassanudin

Nofrianto Hendri dan Hendra Zulfi,2010,”Kajian Campuran Panas Agregat (AC-BC) dengan Semen Sebagai Filler Berdasarkan Uji Marshall”,Padang ,Jurnal Teknik Sipil Institut

Teknologi Padang

Simanjuntak Edwin dan Muis Zulkarnain.A. , “Studi PengaruhPenggunaan Variasi Filler Semen,Serbuk Bentonit,dan Abu Terbang Batubara Terhadap Karakteristik Campuran Aspal Beton Lapis Lapisan Pondasi Atas (AC-BASE)” ,Medan ,Jurnal Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara

Waani Joice Elfrida ,2013,”Evaluasi Volumetrik Marshall Campuran AC-BC (Studi Kasus Material Aggregat di Manado dan Minahasa)” ,Manado ,Jurnal Teknik Sipil Universitas Sam Ratulangi


(2)

53

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

III.1 PERSIAPAN PENELITIAN

Sebelum melakukan penelitian ini, banyak hal yang perlu diperhatikan sebagai persiapan dalam melakukan penelitian ini. Tujuannya agar memperkecil (meminimalisir) kesalahan dalam pengerjaan dari awal hingga akhir. Metode penelitian disusun untuk memberikan kemudahan dalam pelaksanaan sebuah penelitian sehingga berjalan lebih tepat efektif dan efisien. Tahapan prosedur pelaksanaan ini tergambar dalam suatu bagan alir metode penelitian. Penelitian dilakukan di AMP Rapi Arjasa yang berada di Jln.Megawati Kota Binjai

Tahap yang pertama dilakukan adalah pemeriksaan properties aspal pen.60/70 dan agregat yang digunakan. Semua pengujian sesuai dengan standart Laboratorium Departemen PU yang mengacu pada SNI (Standart Nasional Indonesia) dan ASTM (American Society For Testing Material). Untuk pengujian bahan bitumen atau aspal, pada penelitian ini digunakan aspal penetrasi 60/70.

Pemeriksaan agregat baik agregat kasar maupun agregat halus meliputi: a. Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar

b. Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus c. Analisis Butiran

Untuk pengujian bahan bitumen atau aspal, pada penelitian ini digunakan aspal penetrasi 60/70 dari Iran yang didapat dari AMP Rapi Arjasa.

Pemeriksaan sifat fisik aspal yang dilakukan antara lain: a. Pemeriksaan penetrasi aspal


(3)

54 c. Pemeriksaan titik nyala dan titik bakar

d. Pemeriksaan penurunan berat minyak dan aspal

e. Pemeriksaan kelarutan aspal dalam karbon tetraklorida (CCL4) f. Pemeriksaan daktalitas

g. Pemeriksaan berat jenis bitumen

Tahap selanjutnya adalah perancangan dan pembuatan benda uji atau campuran aspal berdasarkan variasi kadar aspal. Kadar aspal yang digunakan sebagai sampel adalah 4,5%,5%, 5.5%, 6%, dan 6.5% masing-masing sebanyak tiga sampel. Dari keseluruhan sampel di atas, kemudian di cari satu komposisi campuran yang paling sesuai atau ideal dengan mempertimbangkan nilai stabilitas, kelelehan, VIM, VMA, dan parameter lainnya setelah sebelumnya dilakukan uji marshall.


(4)

55 III.2 BAGAN ALIR

No Yes Mulai Studi Pustaka Aspal 60/70 Pengujian: 1. Berta jenis 2. Penetrasi 3. Daktalitas 4. TFOT

5. Kelarutan Aspal 6. Softening 7. Flash Point

Persiapan Bahan dan Alat

Agregat

Pengujian

1. Analisa Saringan 2. Los Angeles 3. Berat Jenis

4. KelekatanAgregat

Memenuhi Syarat

Pencarangan Gradasi Agregat Gabungan AC-BC

Penentuan KAO Variasi Kadar Aspal 4,5%, 5%, 5,5%, 6%, dan 6,5%,Sebanyak 15 Buah

Uji Marshall

PRD 3 bricket mmmmasing”

mamasing A


(5)

56 Gambar 3.1 Bagan Alir Penelitian

A

KAO didapatkan

Pembuatan benda Uji dengan Variasi filler Abu semen,Vulkanik,Kapur 0%1%,2%,3%,

,4%,5%,dan6% sebanyak 18 bricket

Uji Marshall

Evaluasi Data

Hasil dan Kesimpulan


(6)

57 Penjelasan bagan alir penelitian:

a. Tahapan Penentuan Komposisi Campuran Aspal

 Mepersiapkan material atau bahan yang akan digunakan untuk penelitian  Material penyusun (aspal dan agregat) dilakukan untuk menguji kesesuaian

dengan spesifikasi yang ditentukan (spesifikai Departemen Pekerjaan Umum 2010 Rev.3). Pemeriksaan aspal terdiri dari aspal keras pen 60/70.

 Apabila memenuhi spesifikasi, keudian dilanjutkan dengan perancangan (mix design) dan pembuatan sampel benda uji dengan variasi kadar aspal dan kandungan polimer untuk mendapatkan komposisi campuran aspal yang ideal. Kadar aspal yang digunakan 4,5%,5%, 5,5%, 6%, dan 6,5%.

 Campuran aspal yang telah dibuat diuji dengan alat marshall sehingga hasilnya dapat digunakan untuk menentukan komposisi campuran aspal ideal.

b. Tahapan Pembuatan Sampel Campuran Aspal Ideal dan Pengujian

 Setelah didapat komposisi capuran aspal ideal, dibuat sampel benda uji tersebut sebanyak 18 sampel dengan variasi filler abu semen, vulkanik Gunung Sinabung ,dan abu kapur masing-masing variasi filler sebanyak 7 benda uji dengan

kombinasi abu terbang yang dimulai dari 0% 1%,2%,3%,4%,5%,dan 6%  Kemudian diuji dengan alat Marshall untuk mendapatkan data karakteristik

campuran seperti nilai stabilitas campuran, kelelahan, VIM, maupun VMA. c. Tahapan Analisis Data Hasil Penelitian

 Setelah didapatkan semua data hasil penelitian, data tersebut kemudian dilakukan pengolahan data dan analisis baik dalam bentuk analisis statistik deskriptif, maupun analisis korelasi antar faktor/variabel.


(7)

58 III.3.PELAKSANAAN

III.3.1. Spesifikasi Bahan Baku Penelitian

Spesifikasi bahan baku penelitian yang meliputi aspal, agregat kasar, agregat halus, dan filler abu vulkanik Gunung Sinabung adalah :

 Aspal pen 60/70 dari Iran  Agregat halus

 Tipe :abu batu

 Ukuran :0,075 mm – 4,75 mm  Berat jenis :minimum 2500 kg/m3  Agregat kasar

 Tipe :batu pecah (split)

 Ukuran :maksimum 25,4 mm (1 inch)  Berat jenis : minimum 2500 kg/m3

 Filler berupa Semen Portland , abu vulkanik Gunung Sinabung ,dan abu kapur dari bukit kapur Sipoholon Kab.Tapanuli Utara

III.3.2. Perancangan Campuran dengan Metode Marshall.

 Setelah semua pengujian material pembentuk campuran aspal yaitu aspal penetrasi 60/70 dan agregat, serta material tersebut memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan, langkah selanjutnya adalah merancang dan membuat sampel yang akan digunakan untuk penelitian dengan metode marshall. Pengujian standart terhadap benda uji untuk marshall sesuai dengan prosedur yang ditentukan dalam SNI 06-2489-1991 (PA-0305-76, AASHTO T-44-81, ASTM D-2042-76).

 Seperti telah dibahas pada rencana penelitian bahwa jumlah sampel yang dibutuhkan untuk mencari kadar aspal ideal dengan variasi kadar aspal 4,5%, 5%, 5.5%, 6%, dan


(8)

59 6.5%. Setelah didapat komposisi campuran aspal, kemudian dibuat sampel benda uji. Temperatur pencampuran bahan aspal dengan agregat adalah temperatur pada saat aspal mempunyai viskositas kinematis sebesar 170 20 centistokes, dan temperatur pemadatan adalah temperatur pada saat aspal mempunyai nilai viskositas kinematis sebesar 280 30 centistokes. Pemadatan untuk kondisi lalu-lintas berat, dilakukan penumbukan sebanyak 75 kali tumbukan, dengan menggunakan alat marshall

comapaction hammer. Benda uji setelah dipadatkan, disimpan pada temperatur ruang selama 24 jam, kemudian di ukur tinggi dan di timbang berat dalam kondisi kering. Benda uji direndam selama 24jam di dalam air, kemudian ditimbang berat dalam air dan dalam kondisi jenuh air permukaan (saturated surface dry). Sampel kemudian direndam dalam waterbath pada temperature selama 30 menit, setelah itu di uji dengan alat marshall untuk didapatkan data empiris (stabilitas, kelelehan, dan marshall quetion). Setelah didapatkan data hasil uji marshall berupa stabilitas, kelelehan, VIM, VMA, dan marshall quetion, kemudian di analisis untuk mendapatkan komposisi campuran aspal ideal. Lalu buat sampel PRD tiap masing-masing 3 bricket filler semen,abu vulkanik dan abu kapur dengan kadar 6% untuk mendapatkan nilai VIM nya.

 Selanjutnya setelah didapatkan Kadar Aspal Optimum, maka dengan kadar tersebut kita variasikan filler semen ,Abu Vulkanik Gunung Sinabung,dan abu kapur

bandingkan dengan abu flyash mulai 0%,1%,2%,3%,4%,5%,dan 6% Langkah selanjutnya sama dengan sebelumnya untuk mendapatkan karakteristik yang dicari dari uji marshall ini adalah nilai stabilitas (stability), kelelehan (flow), VIM, dan VMA.

III.3.3.Analisis dan Pembahasan

Setelah dilakukan serangkaian penelitian dan didapatkan data, maka tahapan selanjutnya adalah sebagai berikut:


(9)

60 a. Menganalisis hasil pemeriksaan material campuran aspal yaitu agregat dan aspal, apakah

sesuai dengan spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum 2010 Revisi.III.

b. Menganalisis pengaruh atau memplot data nilai stabilitas, kelelehan, marshall quotient, void in mix VIM, void in mineral agregate VMA, void filled aspal VFA, pada penggunaan semen Portland dan Abu Vulkanik Gunung Sinabung dan Abu Kapur

c. Bandingkan nilai parameter Marshall terhadap 3 jenis filler tersebut.

III.4. KESIMPULAN DAN SARAN

Setelah diperoleh perbandingan grafik karakteristik marshall dengan filler semen Portland,Abu Vulkanik Gunung Sinabung dan Abu Kapur, maka kita dapat menarik kesimpulan dan pemberian usulan terhadap pemanfaatan penggunaan Abu Vulkanik Gunung dan Abu Kapur sebagai alternatif filler dalam campuran Laston.


(10)

60

BAB IV

ANALISIS DATA

IV 1. PENGUJIAN MATERIAL

IV 1.1. Hasil dan Analisis Pengujian Aspal

Dalam penelitian ini, aspal yang digunakan adalah aspal keras dengan penetrasi 60/70 yang berasal dari Negeri Iran berasal dari AMP Rapi Arjasa.

Tabel 4.1. Hasil Pengujian Sifat Fisik Aspal Penetrasi 60/70

No Jenis Pemeriksaan Unit Metode Uji Spesifikasi Hasil Pemeriksaan Min Max

1 Penetrasi , 100 gr, 5 detik

0,1

mm SNI-06-2456-1991 60 70 63,1

2 Titik Lembek SNI 2434-2011 48 - 49

3 Titik Nyala SNI 2433-2011 232 - 312

4 Kehilangan Berat

(dengan TFOT) SNI-06-2441-1991 - 0.8 0.2073 5 Kelarutan dalam

C2HCL3 AASHTO T44-03 99 - 99.713

6 Daktalitas Cm SNI 2432-2011 100 - 140

7 Penetrasi Setelah

TFOT SNI-06-2456-1991 54 - 99,05

8 Berat Jenis gr/cc SNI 2441-2011 1 - 1.0228 Sumber: UPT Balai Pengujian dan Pengendalian Mutu 2009 yang memenuhi persyaratan Spesifikasi umum 2010 revisi III


(11)

61

a. Pemeriksaan penetrasi aspal

Pengujian ini didasarkan pada PA-0301-76, AASHTO T-49-80, ASTM D-5-97 atau SNI-06-2456-1991. Dari hasil pengujian didapatkan nilai penetrasi 63,1 yang menunjukkan termasuk aspal penetrasi 60/70. Nilai penetrasi ini memenuhi Spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum tahun 2010 Revisi III yaitu nilai penetrasi aspal pada rentang 60-70.

Hasil yang didapatkan setelah pemeriksaan penetrasi setelah TFOT didapatkan penurunan angka penetrasi sebesar 78 dari penetrasi sebelum TFOT. Nilai ini telah memenuhi Spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum tahun 2010 yang disyaratkan nilai TFOT nya sebesar 75%. Ini terjadi penurunan nilai penetrasi disebabkan karena pengaruh pemanasan pada suhu selama 5 jam pada pengujian TFOT yang mengakibatkan fraksi minyak ringan banyak hilang dalam kandungan aspal. Pengerasan aspal dapat terjadi karena oksidasi, penguapan dan perubahan kimia lainnya. Reaksi kimia dapat mengubah bahan kimia pembentuk aspal yaitu resin menjadi aspalten dan oils menjadi resin, yang secara keseluruhan akan meningkatkan viskositas aspal dimana aspal menjadi lebih keras (penetrasi rendah).

b. Pemeriksaan titik lembek

Pengujian ini di dasarkan PA-0302-76, AASHTO T-53-81, ASTM D 36-95 atau SNI 2434-2011. Nilai yang didapatkan dari hasil pemeriksaan titik lembek aspal sebesar 490C. Nilai ini telah memenuhi Spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum tahun 2010 revisi III yang telah menetapkan persyaratan titik lembek minimal sebesar


(12)

62

c. Pemeriksaan titik nyala

Pengujian ini di dasarkan PA-0303-76, AASHTO T-48-81, ASTM D-92-02 atau SNI 2433-2011. Dari hasil pemeriksaan aspal pen 60/70 titik bakarnya adalah sebesar dan nilai titik nyala yaitu sebesar ini telah memenuhi dalam Spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum tahun 2010 Revisi III.

d. Pemeriksaan kehilangan berat

Pengujian ini di dasarkan PA-0304-76, AASHTO T-47-82, ASTM D 6-95 atau SNI-06-2441-1991. Pada pemeriksaan kehilangan berat ini menggunakan sampel yang sama untuk pemeriksaan penetrasi, yaitu setelah aspal dilakukan TFOT. Hasil pemeriksaan kehilangan berat menunjukkan aspal kehilangan berat menunjukkan aspal kehilangan berat sebesar 0.2073, hasil ini sama seperti Spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum tahun 2010 Revisi III yang menetapkan persyaratan maksimal sebesar 0.4%.

e. Pemeriksaan Kelarutan Aspal Dalam Karbon Tetraklorida (C2HCL3)

Di dalam pengujian ini didasarkan pada PA-0305-76, AASHTO T-44-03, ASTM D-2042-97 atau SNI-06-2438-1991. Nilai pemeriksaan kelarutan menunjukkan kemurnian aspal dan normalnya bebas dari air. Pengujian ini didasarkan pada nilai kelarutan dalam C2HCL3 adalah sebesar 99.713%, yang masih memenuhi Spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum tahun 2010 Revisi III yang menetapkan persyaratan minimalnya sebesar 99%.

f. Pemeriksaan Daktilitas

Di dalam pengujian ini didasarkan pada PA-0306-76, AASHTO T-51-81, SNI 2432-2011. Dalam uji daktilitas ini menggunakan 2 sampel yang disusun sejajar yang


(13)

63

diletakkan pada alat penarik dengan kecepatan tarik 5 cm/menit pada suhu 25C. Berdasarkan hasil uji laboratorium, didapatkan hasil diatas 140 cm, sehingga aspal memenuhi Spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum tahun 2010 Revisi III yang menetapkan batas minimum 100 cm.

g. Pemeriksaan Berat Jenis Aspal

Di dalam pengujian ini didasarkan pada PA-0307-76, AASHTO T-228-79, ASTM D-70-03 atau SNI 2441-2011. Dari hasil pengujian ini didapatkan berat jenis aspal sebesar 1.0228 gr/cc, dimana hasil ini telah memenuhi Spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum tahun 2010 Revisi III yang menetapkan batas minimum berat jenis aspal sebesar 1 gr/cc.

IV.1.2. Hasil Dan Analisis Pengujian Agregat

Untuk mengetahui sifat-sifat atau karakteristik agregat, pada penelitian ini pengujian agregat yang dilakukan dari coars agregat, medium agregat, stone dust, serta natural sand. Hal ini dikarenakan agregat yang digunakan bersumber atau diambil dari cold bin. Adapun data hasil pengujian agregat tersebut dapat dilihat pada tabel 4.2. Agregat yang digunakan berasal dari AMP Rapi Arjasa yang diambil dari quarry di daerah Sei Wampu, Sumatera Utara. Pengujian ini dilakukan di dasarkan pada Standart Nasional Indonesia (SNI). Gradasi yang ditinjau di dasarkan pada gradasi laston lapis antara (ac-bc) dari spesifikasi Dept.PU tahun 2010.

a. Pemeriksaan Berat Jenis

Dari data yang terlihat pada tabel 4.2 (terlampir), kita dapat melihat hasil-hasil uji fisik agregat untuk tiap-tiap gradasi telah memenuhi spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum tahun 2010. Seperti contoh nilai yang didapat setelah pengujian pada


(14)

64

medium agregat (tertahan no.4), yaitu sebesar 2.642 untuk berat jenis (bulk). Untuk berat jenis semu (apparent) yaitu sebesar 2.642. Nilai pada hasil pengujian berat jenis SSD yaitu sebesar 2.588, sedangkan untuk nilai pengujian penyerapan (absorption)% yaitu sebesar 0.53 %. Pada Spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum tahun 2010 nilai toleransi yang dizinkan untuk penyerapan air oleh agregat maksimum adalah sebesar 3%.

b. Pemeriksaan Abrasi

Selanjutnya pada penelitian ini juga dilakukan pengujian abrasi dengan menggunakan mesin los angeles untuk mengetahui nilai keausan sesuai dengan SNI 2417-2008. Contoh gradasi yang di uji sebesar 5000 gr. Berat contoh yang tertahan saringan no.12 sebanyak 3827 gr. Nilai hasil dari keausan didapat sebesar 21.58%. Nilai hasil pengujian abrasi ini menunjukkan bahwa nilai tersebut telah memenuhi Spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum Tahun 2010. Pada Spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum Tahun 2010 Revisi III, nilai toleransi yang dizinkan untuk pengujian keausan adalah maksimal 40%.

c. Pengujian Analisis Saringan

Pada penelitian ini, pengujian analisis saringan yang dilakukan terdiri dari coarse agregat, medium agregat, stone dust, serta natural sand. Penggunaan saringan pada pengujian ini di susun berdasarkan susunan saringan yang diperuntukan untuk ac-wc yang di mulai dengan ¾” sampai ayakan no.200. Dapat dilihat pada gambar 4.2 (terlampir). Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui persentase masing-masing agregat yang tertahan dan yang lolos di tiap-tiap no. saringan ayakan guna untuk mengetahui persentase agregat untuk perencanaan campuran ac-wc. Pengujian ini dilakukan sesuai dengan SNI 1968-1990-F.


(15)

65


(16)

(17)

(18)

(19)

69


(20)

(21)

(22)

(23)

73

IV.2. PERUMUSAN CAMPURAN BENDA UJI MARSHALL

Perumusan atau penentuan proporsi agregat di buat dari data-data hasil analisis butiran masing-masing agregat yang tertahan di masing-masing saringan. Jenis campuran yang digunakan adalah gradasi kasar yang sesuai dengan peruntukan campuran AC-BC berdasarkan Spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum tahun 2010 Revisi III, Tabel 4.3 menunjukkan komposisi spesifikasi sebaran agregat yang digunakan untuk AC-BC. Digunakan Gradasi Kasar pada Laston (AC) Lapisan Binder Course (BC).

Pada penelitian ini, cara menentukan proporsi campuran agregat untuk benda uji tidaklah sama seperti yang diterangkan pada Spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum tahun 2010. Pada penelitian ini, cara pencampuran agregat dilakukan dengan cara penggabungan agregat tiap nomor saringan. Untuk mengetahui penentuan berapa banyak proporsi persentase agregat yang digunakan per nomor saringan, dilakukan perhitungan penentuan banyaknya persentase agregat yang digunakan dengan dasar perhitungan total berat untuk tiap-tiap campuran harus sebesar 1200 gr sesuai Spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum tahun 2010 serta proporsi agregat harus berada pada rentang yang di izinkan dalam spesifikasi. Tujuan digunakan cara ini adalah agar proporsi campuran senantiasa berada pada rentang pertengahan Spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum tahun 2010 atau dengan kata lain untuk mendapatkan campuran agregat yang ideal sesuai spesifikasi.


(24)

74

Tabel 4.3. Gradasi Agregat Gabungan Cold Bin AC-BC

Gambar 4.2. Grafik Gradasi Kasar AC-WC


(25)

75


(26)

(27)

77


(28)

78

Tabel 4.5 Data Marshall Test Kao (5,85)

Pada penelitian ini, seperti yang telah dibahas pada bab metodologi penelitian bahwa jumlah sampel yang dibutuhkan untuk mencari kadar aspal ideal sebanyak 15 buah dengan variasi kadar aspal 4.5, 5, 5.5, 6, 6.5. Sampel benda uji dibuat dengan metode marshall. Temperatur pencampuran aspal dan agregat adalah temperatur pada saat aspal mempunyai viskositas kinematis sebesar 170±20 centistokes dan temperatur pemadatan adalah temperatur sebesar 140±15 det s.f. Pemadatan dilakukan dengan penumbukan sebanyak 2 × 75 kali, dengan menggunakan alat marshall compaction hammer centistokes. Setelah dilakukan pengujian marshall dengan tujuan untuk mendapatkan kadar aspal optimum di tiap-tiap variasi kadar aspal, didapatkan hasil yang ideal untuk kadar aspal optimum yang akan digunakan untuk pembuatan benda uji yaitu sebesar 5.85 .


(29)

79

IV.3. PEMBUATAN BENDA UJI MARSHALL

Pada penelitian ini benda uji digunakan sebanyak total 21 sampel. Dari 21 sampel dibagi untuk masing-masing sampel yang menggunakan filler semen 6 sampel yang terdiri dari kadar filler 0%-6% , Filler Abu Vulkanik sebanyak 6 Sampel yang terdiri kadar filler 0%-6% dan Abu Kapur Sebanyak 6 Sampel yang terdiri kadar filler dari 0%-6%.Untuk kadar 0% menandakan bahwa pengujian menggunakan 6% abu terbang dan 0% abu masing filler dan sebaliknya Dan 3 sampel Untuk pengujian PRD Filler Semen,Abu Vulkanik dan Abu Kapur ,masing-masing dengan kadar 6% .

Pada penelitian ini ditetapkan jumlah sampel untuk satu jenis pengujian setiap filler sebanyak enam sampel. Setelah ditetapkan kadar aspal optimum, cara pembuatan benda uji sama halnya seperti diatas pada perumusan campuran benda uji marshall, temperatur pemadatan adalah temperatur sebesar 150±15 det s.f. Pemadatan dilakukan dengan penumbukan sebanyak 2 × 75 kali, dengan menggunakan alat marshall compaction hammer.

IV.4. HASIL PENGETESAN BENDA UJI MARSHALL VARIASI FILLER Data pengetesan benda uji menggunakan filler Semen,Abu Vulkanik Gunung Sinabung,dan Abu Kapur Sipoholon dapat dilihat hasil yang diperoleh memenuhi seluruh sifat karakteristik pengujian Marshall Test. Antara lain :

a. Pengaruh variasi Filler terhadap Stabilitas

Dapat dilihat pada Gambar 4.4 nilai Stabilitas yang dihasilkan dari variasi kadar ketiga filler semuanya memenuhi batas minimum persyaratan yaiutu 800 kg. Stabilitas yang paling tinggi adalah campuran 3% abu flyash dengan 3% abu kapur sebesar 1080 kg


(30)

80

Gambar 4.4. Grafik Nilai Stabilitas masing-masing filler

b. Pengaruh variasi Filler terhadap Kelelehan

Gambar grafik kelelehan dapat dilihat bahwa nilai kelelehan campuran aspal meningkat seiring peningkatan kadar filler abu vulkanik dan Semen.Namun untuk Filler Abu Kapur untuk benda Uji dengan kadar filler abu kapur 4% dan 5% melewati batas ,Tetapi untuk Filler abu kapur 6% masuk dalam persyaratan spesifikasi dengan nilai 3,40, dimana secara keseluruhan memenuhi persyaratan nilai kelelehan yang ditetapkan minimal sebesar 2 mm dan maksimum sebesar 4 mm.

Gambar 4.5. Grafik Nilai Flow Variasi 3 Filler

c. Pengaruh Filler terhadap nilai Void in Mixture (VIM)

Dapat terlihat bahwa nilai rongga dalam campuran (VIM) menurun seiring peningkatan kadar ketiga filler dalam campuran. Namun untuk kadar ketiga

500 700 900 1100 1300

0 1 2 3 4 5 6

% Filler S ta bi li ta s (k g) 1,50 2,50 3,50 4,50 5,50

0 1 2 3 4 5 6

% Filler F LO W (m m )


(31)

81

filler yang 2% dan 3% mengalami peningkatan .Hal ini disebabkan karena makin banyak kadar ketiga filler dalam campuran, filler tersebut akan makin banyak mengisi rongga-rongga dan menyelimuti agregat sehingga rongga yang tersisa dalam campuran semakin sedikit. Setelah pengujian terlihat bahwa seluruh variasi filler nilai VIM nya cenderung menurun smpai dengan kadar ketiga filler masing-masing 6% dengan nilai 3,59 (semen) ,4,23 (Abu Vulkanik ,dan 4,95 (Abu kapur) dan memenuhi Spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum tahun 2010 Revisi III yang menetapkan syarat maksimal untuk nilai VIM sebesar 3.0%-5.0%. Begitu juga dengan nilai VIM PRD nya, rata-rata ketiga filler dengan nilai 2,33% dengan PRD abu vulkanik memiliki nilai tertinggi 2,424 dan lolos spesifikasi dimana minimal VIM PRD adalah 2%.

Gambar 4.6. Grafik Nilai VIM Variasi Filler

Filler Kadar (%) Nilai (%)

Semen 6 2,24

AV 6 2,42

AK 6 2,33

Average 2,33

Tabel 4.7 VIM PRD masing-masing Filler

e. Pengaruh variasi filler terhadap nilai void in mineral aggregate (VMA)

Terlihat bahwa semakin besar kadar ketiga yang diberikan, nilai VMA cenderung menurun. Secara keseluruhan nilai VMA terpenuhi. Spesifikasi

1,00 3,00 5,00 7,00 9,00

0 1 2 3 4 5 6

A ir V o id % Filler


(32)

82

Departemen Pekerjaan Umum tahun 2010 Revisi III yang menetapkan persyaratan minimal sebesar 14% untuk lapis antara (AC-BC), dengan nilai tertinggi adalah campuran filler 4% flyash dengan 2% Abu Kapur.

Gambar 4.7. Grafik Nilai VMA Variasi masing-masing Filler

f. Pengaruh variasi abu vulkanik terhadap nilai void filled asphalt (VFA/VFB)

Rongga udara terisi aspal, VFA/VFB merupakan persentase rongga antar agregat partikel (VMA) yang terisi aspal, VFA/VFB tidak termasuk aspal yang terserap agregat minimal 65%. Pada gambar menunjukkan seluruh filler yang memiliki filler kadar 6% ,Dengan nilai tertinggi adalah campuran filler 1% flyash dengan 5% abu semen (77,54) dan memenuhi persyaratan Spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum tahun 2010 Revisi III

Gambar 4.8. Grafik Nilai VFB Variasi Filler Abu Vulkanik

13,00 15,00 17,00 19,00 21,00

0 1 2 3 4 5 6

V m a ( % ) % Filler 50 60 70 80

0 1 2 3 4 5 6

V

fa

(%

)


(33)

83

(……….) (……….)

Indeks Kekuatan Sisa (IKS)

Indeks Kekuatan Sisa (IKS) dianalisis dari data-data hasil pengujian terhadap sifat-sifat mekanik benda uji (stabilitas dan flow) dibagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama diuji Stabilitas Marshallnya dengan perendaman suhu 600C selama waktu 24 jam dan kelompok kedua diuji Stabilitas Marshallnya dengan perendaman suhu 600C selama waktu 30 menit. Kemudian Indeks Kekuatan Sisa (IKS) dapat dihitung dengan mencari persentase antara nilai perbandingan antara kelompok pertama dengan kelompok kedua. Berdasarkan Spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum tahun 2010, nilai Marshall Sisa untuk Laston minimal 90%.


(34)

(35)

(36)

86


(37)

(38)

88

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1.KESIMPULAN

Dari analisis dan pembahasan terhadap hasil-hasil pengujian dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

1. Dalam penelitian ini dapat dilihat bahwa nilai rongga dalam campuran (VIM) menurun seiring peningkatan kadar ketiga filler abu vulkanik,semen,dan abu kapur dalam campuran. Hal ini disebabkan karena makin banyak kadar ketiga filler tersebut dalam campuran, filler tersebut akan makin banyak mengisi rongga-rongga dan menyelimuti agregat sehingga rongga yang tersisa dalam campuran semakin sedikit. 2. Dari data Marshall Test yang didapatkan, yang memenuhi seluruh persyaratan yang

Spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum tahun 2010 Revisi III adalah ketiga filler abu vulkanik,semen,dan Abu Kapur masing-masing,dimana diperoleh nilai stabilitasnya sebesar 910 (semen 2%),1010 (Abu Vulkanik 3%), 1080 kg (Abu Kapur 3%), flow yang terbaik adalah untuk semen 6% (3,4), Abu Vulkanik 3% (3,3),Abu Kapur 6% (3,4) VIM PRD dengan nilai tertinggi yaitu abu vulkanik ( 2,424%),VIM Marshall terbaik adalah semen 4% (4,16),Abu Vulkanik 6% (4,23),Abu Kapur 5% (4,56). VMA yang terbesar adalah semen 0% (18,32),Abu Vulkanik 1% (18,42), Abu Kapur 2% ( 20,05) dan VFB dengan nilai terbaik adalah semen 5% (77,54) Abu Vulkanik 2% (74,86) ,Abu Kapur 5% (72,39) .Indeks Kekuatan Sisa dengan semen (99,3%),Abu Vulkanik (95,3%) ,Abu Kapur ( 90,2%) dimana berdasarkan Spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum tahun 2010 Revisi III, nilai Marshall Sisa untuk Laston minimal 90%.


(39)

89

V.2. SARAN

Beberapa hal yang dapat disarankan sehubungan dengan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat dilihat bahwa abu vulkanik Gunung Sinabung,dan Abu Kapur Sipoholon memenuhi persyaratan parameter Marshall sehingga dapat dimanfaatkan sebagai alternatif filler dalam campuran aspal.

2. Perlu dikembangkan jenis-jenis penelitian alternatif filler lainnya untuk pemanfaatan bahan-bahan yang ada.


(40)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Umum

II.1.1. Agregat

Agregat atau batu, atau glanular material adalah material berbutir yang keras dan kompak. Istilah agregat mencakup antara lain batu bulat, batu pecah, abu batu, dan pasir. Agregat/batuan di definisikan secara umum sebagai formasi kulit bumi yang keras dan penyal (solid). ASTM (1974) mendefinisikan batuan sebagai suatu bahan yang terdiri dari mineral padat, berupa masa berukuran besar ataupun berupa fragmen-fragmen. Agregat/batuan merupakan komponen utama dari lapisan perkerasan jalan yaitu mengandung 90-95% agregat berdasarkan persentase berat atau 75-85% agregat berdasarkan persentase volume. Dengan demikian daya dukung, keawetan dan mutu perkerasan jalan di tentukan daya dukung, keawetan dan mutu perkerasan jalan ditentukan juga dari sifat agregat dan hasil campuran agregat dengan material lain. Agregat mempunyai peranan yang sangat penting dalam prasarana transportasi, khususnya dalam hal ini pada perkerasan jalan. Daya dukung perkerasan jalan ditentukan sebagian besar oleh karakteristik agregat yang di gunakan. Pemilihan agregat yang tepat dan memenuhi persyaratan akan sangat menentukan dalam keberhasilan pembangunan atau pemeliharaan jalan.


(41)

6 Sifat agregat yang menentukan kualitasnya sebagai material perkerasan jalan adalah gradasi, kebersihan, kekerasan dan ketahanan agregat, bentuk butir, tekstur permukaan, porositas, kemampuan untuk menyerap air, berat jenis dan daya pelekatan dengan aspal.

II.1.1.2 Sifat agregat.

Sifat dan kualitas agregat menentukan kemampuannya dalam memikul beban lalu-lintas. Sifat agregat yang menentukan kualitasnya sebagai bahan kontruksi perkerasan jalan dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu:

1. Kekuatan dan keawetan (strength and durability) lapisan perkerasan dipengaruhi oleh:

a. Gradasi

b. Ukuran maksimum c. Kadar lempung

d. Kekerasan dan ketahanan e. Bentuk butir

f. Tekstur permukaan

2. Kemampuan dilapisi aspal dengan baik,dipengaruhi oleh: a. Porositas

b. Kemungkinan basah c. Jenis agregat

3. Kemudahan dalam pelaksanaan dan menghasilkan lapisan yang nyaman dan aman, dipengaruhi oleh:


(42)

7 a. Tahanan geser (skid resistance)

b. Campuran yang memberikan kemudahan dalam pelaksanaan (bitominous mix workability)

II.1.1.3 Klasifikasi agregat

Di tinjau dari asal kejadiannya agregat/batuan dapat di bedakan atas batuan beku (igneous rock), batuan sedimen dan batuan metamorf (batuan malihan).

- Batuan beku

Batuan yang berasal dari magma yang mendingin dan membeku. Di bedakan atas batuan beku luar (exstrusive igneous rock) dan batuan beku dalam (intrusive igneous rock).

- Batuan sedimen

Sedimen dapat berasal dari campuran partikel mineral, sisa hewan dan tanaman. Pada umumnya merupakan lapisan-lapisan pada kulit bumi, hasil endapan di danau, laut dan sebagainya.

- Batuan metamorf

Berasal dari batuan sedimen ataupun batuan beku yang mengalami proses perubahan bentuk akibat adanya perubahan tekanan dan temperatur dari kulit bumi.


(43)

8 Daya dukung perkerasan jalan ditentukan sebagian besar oleh karakteristik agregat yang digunakan. Pemilihan agregat yang tepat dan memenuhi persyaratan akan sangat menentukan dalam keberhasilan pembangunan atau pemeliharaan jalan. Pada campuran beraspal, agregat memberikan kontribusi sampai 90-95% terhadap berat campuran, sehingga sifat-sifat agregat merupakan salah satu faktor penentu dari kinerja campuran tersebut.

Berat jenis suatu agregat adalah perbandingan berat dari suatu satuan volume bahan terhadap berat air dengan volume yang sama pada temperatur 20o 25oC (68o –77o F). Dikenal beberapa macam Berat Jenis agregat, yaitu :

a) Berat Jenis semu (apparent specific gravity), Berat Jenis Semu, volume dipandang sebagai volume menyeluruh dari agregat, tidak termasuk volume pori yang dapat terisi air setelah perendaman selama 24 jam. b) Berat Jenis bulk (bulk specific gravity), Berat Jenis bulk, volume

dipandang volume menyeluruh agregat, termasuk volume pori yang dapat terisi oleh air setelah direndam selama 24 jam.

c) Berat Jenis efektif (effective specific gravity), Berat Jenis efektif, volume dipandang volume menyeluruh dari agregat tidak termasuk volume pori yang dapat menghisap aspal.

II.1.2 Aspal

Aspal atau bitumen merupakan material yang berwarna hitam kecoklatan yang bersifat viskoelastis sehingga akan melunak dan mencair bila mendapat cukup pemanasan dan sebaliknya.


(44)

9 II.1.2.1. Jenis aspal.

Berdasarkan cara diperoleh aspal dapat dibedakan atas: 1. Aspal alam,

2. Aspal buatan.

II.1.2.2. Aspal minyak (petroloeum aspal).

Aspal minyak dengan bahan dasar aspal dapat dibedakan atas: a. Aspal keras/semen (AC).

Asphalt Concrete(AC) adalah lapisan atas kontruksi jalan yang terdiri dari

campuran aspal dengan agregat yang dihampar dan dipadatkan pada suhu tertentu. AC merupakan jenis lapisan permukaan struktural yang berfungsi sebagai lapisan aus dan pelindung kontruksi di bawahnya, tidak licin, permukaannya rata, sehingga memberikan kenyamanan pengguna jalan. Aspal keras/aspal cement adalah aspal yang di gunakan dalam keadaan cair dan panas.

Aspal ini berbentuk padat pada keadaan penyimpanan (temerature ruang) . Aspal semen pada temperature ruang ( berbentuk padat. Aspal semen terdiri dari beberapa jenis tergantung dari proses pembuatannya dan jenis minyak bumi asalnya.

Di Indonesia, aspal semen biasanya dibedakan berdasarkan niai penetrasinya yaitu:


(45)

10 2. AC pen 60/70, yaitu AC dengan penetrasi antara 60-70

3. AC pen 85/100, yaitu AC dengan penetrasi antara 85-100 4. AC pen 120/150, yaitu AC dengan penetrasi antara 120-150 5. AC pen 200/300, yaitu AC dengan penetrasi antara 200-300 b. Aspal dingin/cair.

Aspal cair adalah campuran antara aspal semen dengan bahan pencair dari hasil penyulingan minyak bumi. Dengan demikian berbentuk cair dalam temperatur ruang. Berdasarkan bahan pencairnya dan kemudahan menguap bahan pelarutnya, aspal cair dapat dibedakan atas:

1. RC (Rapid Curing Cut Back) 2. MC (Medium Curing Cut Back) 3. SC (Slow Curing Cut Back) c. Aspal emulsi.

Aspal emulsi adalah suatu campuran aspal dengan air dan bahan pengemulsi.

II.1.2.3. Aspal buton.

Aspal alam yang terdapat di indonesia dan telah dimanfaatkan adalah aspal dari pulau buton. Aspal ini merupakan campuran antara bitumen dengan bahan material lainnya dalam bentuk batuan. Karena aspal buton merupakan bahan alam maka kadar bitumen yang dikandungnya sangat bervariasi dari rendah sampai tinggi. Berdasarkan kadar bitumen yang dikandungnya aspal buton dapat dibedakan atas B10, B13, B20, B25, dan B30. (aspal buton B10 adalah aspal buton dengan kadar bitumen rata-rata 10%).


(46)

11 II.1.2.4 Komposisi aspal

Aspal merupakan unsur hydrokarbon yang sangat komplek, sangat sukar untuk memisahkan molekul-molekul yang membentuk aspal tersebut. Komposisi dari aspal terdiri dari asphaltenes dan maltenes. Asphaltenes merupakan material berwarna hitam atau cokelat tua yang tidak larut dalam heptane. Maltenes larut dalam heptane, merupakan cairan kental yang terdiri dari resins dan oils. Resins adalah cairan berwarna kuning atau cokelat tua yang memberikan sifat adhesi dari aspal, merupakan bagian yang mudah hilang atau berkurang selama masa pelayanan jalan. Sedangkan oil yang berwarna lebih muda merupakan media dari asphaltenes dan resin. Proporsi dari asphaltenes, resins, dan oils berbeda-beda tergantung dari banyak faktor seperti kemungkinan beroksidasi, proses pembuatannya, dan ketebalan lapisan aspal dalam campuran.

II.1.2.5. Sifat aspal.

Aspal yang dipergunakan pada kontruksi perkerasan jalan berfungsi sebagai:

1. Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan agregat dan antara aspal itu sendiri.

2. Bahan pengisi, mengisi rongga antara butir-butir agregat dan pori-pori yang ada dari agregat itu sendiri.


(47)

12 Berarti aspal haruslah mempunyai daya tahan (tidak cepat rapuh) terhadap cuaca, mempunyai adhesi dan kohesi yang baik dan memberikan sifat elastis yang baik.

1. Daya tahan (durability)

Daya tahan aspal adalah kemampuan aspal mempertahankan sifat asalnya akibat pengaruh cuaca selama masa pelayanan jalan. Sifat ini merupakan sifat dari campuran aspal, jadi tergantung dari sifat agregat, campuran dengan aspal, faktor pelaksanaan dan lain-lain. Meskipun demikian sifat ini dapat diperkirakan dari pemeriksaan TFOT.

2. Adhesi dan Kohesi

Adhesi adalah kemampuan aspal untuk mengikat agregat sehingga dihasilkan ikatan yang baik antara agregat dengan aspal. Kohesi adalah kemampuan aspal untuk tetap mempertahankan agregat tetap di tempatnya setelah jadi pengikatan.

3. Kepekaan terhadap temperature

Aspal adalah material yang termoplastis, berarti akan menjadi keras atau lebih kental jika temperatur berkurang dan akan lunak atau lebih cair jika temperatur bertambah. Sifat ini dinamakan kepekaan terhadap perubahan temperatur. Kepekaan terhadap dari setiap hasil produksi aspal berbeda-beda tergantung dari asalnya walaupun aspal tersebut mempunyai jenis yang sama.


(48)

13 Aspal pada proses pencampuran dipanaskan dan dicampur dengan agregat sehingga agregat dilapisi aspal atau aspal panas disiramkan ke permukaan agregat yang telah disiapkan pada proses pelaburan. Pada waktu pelaksanaan, terjadi oksidasi yang menyebabkan aspal menjadi getas (viskositas bertambah tinggi). Peristiwa perapuhan terus berlangsung setelah masa pelaksanaan selesai. Jadi selama masa pelayanan, aspal mengalami oksidasi dan polimerisasi yang besarnya dipengaruhi juga oleh ketebalan aspal yang menyelimuti agregat. Semakin tipis lapisan aspal, semakin besar tingkat kerapuhan yang terjadi.

II.1.2.6. Pemeriksaan Properties Aspal

Aspal merupakan hasil produksi dari bahan-bahan alam, sehingga sifat-sifat aspal harus diperiksa di labotarium dan aspal yang memenuhi syarat yang telah di tetapkan dapat di pergunakan sebagai bahan pengikat perkerasan lentur.

Pemeriksaan sifat (asphalt properties) dari campuran dilakukan melalui beberapa uji meliputi:

a. Uji penetrasi

Percobaan ini bertujuan untuk menentukan apakah aspal keras atau lembek (solid atau semi solid) dengan memasukkan jarum penetrasi ukuran tertentu, beban, waktu tertentu kedalam aspal pada suhu tertentu. Pengujian ini dilakukan dengan membebani permukaan aspal seberat 100 gram pada tumpuan jarum berdiameter 1 mm selama 5 detik pada temperature


(49)

14 Besarnya penetrasi di ukur dan dinyatakan dalam angka yang dikalikan dengan 0,1 mm. Semakin tinggi nilai penetrasi menunjukkan bahwa aspal semakin elastis dan membuat perkerasan jalan menjadi lebih tahan terhadap kelelehan/fatigue.Hasil pengujian ini sselanjutnya dapat digunakan dalam hal pengendalian mutu aspal atau ter untuk keperluan pembangunan, peningkatan atau pemeliharaan jalan. Pengujian penetrasi ini sangat dipengaruhi oleh fakor berat beban total, ukuran sudut dan kehalusan permukaan jarum, temperatur dan waktu.

b. Titik lembek.

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan titik lembek aspal yang berkisar antara sampai . Temperatur pada saat dimana aspal mulai menjadi lunak tidaklah sama pada setiap hasil produksi aspal walaupun mempunyai nilai penetrasi yang sama. Titik lembek adalah temperatur pada saat bola baja dengan berat tertentu mendesak turun suatu lapisan aspal yang tertahan dalam cincin berukuran tertentu, sehingga aspal tersebut menyentuh plat dasar yang terletak di bawah cincin berukuran tertentu, sehingga aspal tersebut menyentuh plat dasar yang terletak di bawah cincin pada tinggi tertentu sebagai akibat kecepatan pemanasan tertentu. Hasil titik lembek digunakan untuk menentukan temperatur kelelehan dari aspal. Aspal dengan titik lembek yang tinggi kurang peka terhadap perubahan temperatur tetapi lebih untuk bahan pengikat perkerasan.


(50)

15 Tujuan untuk percobaan ini adalah untuk mengetahui sifat kohesi dari aspal, Dengan mengukur jarak terpanjang yang dapat di tarik antara dua cetakan yang berisi aspal keras sebelum putus, pada suhu dan kecepatan tarik tertentu. Kohesi adalah kemampuan partikel aspal untuk melekat satu sama lain, sifat kohesi sangat penting diketahui dalam pembuatan campuran beraspal karena sifat ini sangat mempengaruhi kinerja dan durabilitas campuran. Aspal dengan nilai daktalitas yang rendah adalah aspal yang mempunyai kohesi yang kurang baik dibandingkan dengan aspal yang memiliki daktalitas yang tinggi. Daktalitas yang semakin tinggi menunjukkan aspal tersebut baik dalam mengikat butir-butir agregat untuk perkerasan jalan.

d. Berat jenis.

Percobaan ini bertujuan untuk menentukan berat jenis apal keras dengan alat piknometer. Berat jenis aspal adalah perbandingan antara berat aspal dan berat zat cair suling dengan volume yang sama pada suhu

Berat jenis diperlukan untuk perhitungan analisis campuran:

Berat jenis ... (2.1) Dimana :

A = Berat piknometer (gram)

B = Berat piknometer berisi air (gram) C = berat piknometer berisi aspal (gram)


(51)

16 Data temperatur dan berat jenis aspal diperlukan dalam penentuan faktor koreksi volume berdasarkan SNI 06-6400-2000 berikut :

V = Vt x Fk...(2.2) Dimana :

V = Volume aspal pada temperatur Vt = Volume aspal pada temperatur tertentu Fk = Faktor Koreksi

e. Titik Nyala dan Titik Bakar

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan titik nyala dan titik bakar dari semua jenis hasil minyak bumi kecuali minyak bakar dan bahan lainnya yang mempunyai titik nyala open cup kurang dari Dengan percobaan ini akan diketahui suhu dimana aspal akan mengalami kerusakan karena panas, yaitu saat terjadi nyala api pertama untuk titik nyala, dan nyala api merata sekurang-kurangnya 5 detik untuk titik bakar. Titik nyala yang rendah menunjukkan indikasi adanya minyak ringan dalam aspal. Semakin tinggi titik nyala dan bakar menunjukkan bahwa aspal semakin tahan terhadap temperatur tinggi.

f. Kelekatan Aspal pada Agregat

Percobaan ini dilakukan untuk menentukan kelekatan aspal pada batuan tertentu dalam air. Uji kelekatan aspal terhadap agregat merupakan uji kuantitatif yang digunakan untuk mengetahui daya lekat (adhesi) aspal


(52)

17 terhadap agregat. Adhesi adalah kemampuan aspal untuk melekat dan mengikat agregat. Pengamatan terhadap hasil pengujian kelekatan dilakukan secara visual.

II.1.3.Anti Stripping Agent

Pada spesifikasi edisi november 2010, Aditif kelekatan dan anti pengelupasan (anti striping agent) harus ditambahkan dalam bentuk cairan

kedalam campuran agregat dengan mengunakan pompa penakar (dozing pump) pada saat proses pencampuran basah di pugmil. Kuantitas pemakaian

aditif anti striping dalam rentang 0,2% - 0,5 % terhadap berat aspal. Contoh – contoh anti stripping agent : Wetfix-BE, Morlife 2200, dan Derbo-401.

1. Derbo-401

Adalah jenis anti stripping yang berasal dari India. Anti Stripping ini telah diuji oleh IIP-Dehradun, SIIR-Delhi, dan CRRI-New Delhi yang menghasilkan produk-produk terbaik. Untuk campuran Hotmix, penggunaan anti stripping agent jenis Derbo-401 ini berkisar 0.1%-0.4%

dari berat bitumen.Sementara untuk perbaikan jalan, penggunaannya berkisar 0.2%-0.5% dari berat bitumen.

Penggunaan Derbo ini diyakini dapat memberi keuntungan antara lain sebagai berikut :

 Meningkatkan stabilitas Marshall sisa pada daerah dengan curah hujan tinggi.


(53)

18  Menghemat lebih dari 50 % biaya maintenance konstruksi jalan

pada kondisi iklim lembab.

 Harga yang cenderung lebih efektif jika dibandingkan dengan anti pengelupasan lainnya.

 Mengurangi kebutuhan dari agregat halus dalam campuran.

2. Morlife 2200

Morlife 2200 adalah sebuah jenis anti pengelupasan dengan performa tinggi berdasarkan ilmu –ilmu kimia yang baru dan inovatif. Morlife 2200 meningkatkan ikatan – ikatan antara aspal dan agregat, mengatasi masalah- masalah yang terjadi dengan adhesi campuran yang lemah. Campuran aspal yang menggunakan Morlife 2200 ini akan memperlihatkan peningkatan daya tahan dan uap sehubungan dengan kerusakan dan pengelupasan. Uap dalam kadar rendah dari morlife 2200 ini merupakan sebuah perbaikan kemajuan yang dramatikal dibandingkan dengan aditif lainnya, dan tidak ditemukannya uap yang tercipta dalam proses pencampuran. Morlife 2200 disimpan pada suhu lingkungan yaitu 20 – 250C ( 68-770F ).

3.Wetfix-BE

Wetfix merupakan salah satu dari jenis anti stripping yang memiliki kesensitifan yang cukup tinggi, selain harganya yang relatif mahal dan penambahan jumlahnya terhadap campuran aspal sangat sedikit, akan tetapi menghasilkan stabilitas yang cukup baik.


(54)

19  Memperpanjang waktu pelapisan ulang Hotmix.

 Biaya perawatan yang lebih rendah.

 Memungkinkan seleksi jenis agregat yang lebih luas.

II.2 Definisi Perkerasan

Perkerasan merupakan lapisan permukaan keras yang diletakkan pada formasi tanah setelah selesainya pekerjaan tanah atau dapat didefinisikan struktur yang memisahkan antara ban kendaraan dengan tanah pondasi yang berada dibawahnya (Hary Christiady Hardiatmo,2007) .Jadi perkerasan jalan adalah suatu konstruksi yang dibangun di atas lapisan tanah dasar (subgrade), yang berfungsi

untuk menopang beban lalu lintas. Perkerasan dimaksudkan untuk memberikan permukaan yang halus dan aman pada segala kondisi cuaca, serta tebal dari setiap lapisan harus cukup aman untuk memikul beban yang bekerja di atasnya, oleh karena itu pada waktu penggunaannya diharapkan tidak mengalami kerusakan-kerusakan yang dapat menurunkan kualitas pelayanan lalu lintas.

. Perkerasan beraspal dengan kinerja yang sesuai dengan persyaratan tidak akan dapat diperoleh jika bahan yang digunakan tidak memenuhi syarat, meskipun peralatan dan metoda kerja yang digunakan telah sesuai. Perkerasan jalan di Indonesia umumnya mengalami kerusakan awal (kerusakan dini) antara lain akibat pengaruh beban lalu lintas kendaraan yang berlebihan (over loading),

temperatur (cuaca), air, dan konstruksi perkerasan yang kurang memenuhi persyaratan teknis. Berdasarkan gradasinya campuran beraspal panas dibedakan


(55)

20 dalam tiga jenis campuran, yaitu campuran beraspal bergradasi rapat, senjang dan terbuka. Tebal minimum penghamparan masing-masing campuran sangat tergantung pada ukuran maksimum agregat yang digunakan. Tebal padat campuran beraspal harus lebih dari 2 kali ukuran butir agregat maksimum yang digunakan. Beberapa jenis campuran aspal panas yang umum digunakan di Indonesia antara lain :

- AC (Asphalt Concrete) atau laston (lapis beton aspal)

- HRS (Hot Rolled Sheet) atau lataston (lapis tipis beton aspal) - HRSS (Hot Rolled Sand Sheet) atau latasir (lapis tipis aspal pasir) - HRSS terdiri dari Kelas A dan B

-HRS terdiri dari Gradasi senjang dan Semi Senjang - Laston terdiri dari Ac-Wc.Ac-Bc,dan Ac-Base

Tabel 2.1. Ketentuan Sifat Campuran Laston (AC)

Sumber : Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 Rev.3

Laston (AC) dapat dibedakan menjadi dua tergantung fungsinya pada konstruksi perkerasan jalan, yaitu untuk lapis permukaan atau lapisan aus


(56)

(AC-21 wearing course) dan untuk lapis pondasi (AC-base, AC-binder, ATB (Asphalt Treated Base)).

a. Laston sebagai lapisan aus, dikenal dengan nama AC-WC (Asphalt Concrete – Wearing Course) dengan tebal minimum AC – WC adalah 4 cm. Lapisan ini adalah lapisan yang berhubungan langsung dengan ban kendaraan.

b. Laston sebagai lapisan pengikat, dikenal dengan nama AC-BC (Asphalt Concrete – Binder Course) dengan tebal minimum AC – BC adalah 5 cm. Lapisan ini untuk membentuk lapis pondasi jika digunakan pada pekerjaan peningkatan atau pemeliharaan jalan.

c. Laston sebagai lapisan pondasi, dikenal dengan nama AC-Base (Asphalt Concrete-Base) dengan tebal minimum AC-Base adalah 6 cm. Lapisan ini tidak berhubungan langsung dengan cuaca tetapi memerlukan stabilitas untuk memikul beban lalu lintas yang dilimpahkan melalui roda kendaraan.

Campuran beraspal panas terdiri atas kombinasi agregat, bahan pengisi dan aspal yang dicampur secara panas pada temperatur tertentu. Komposisi bahan dalam campuran beraspal panas terlebih dahulu harus direncanakan sehingga setelah terpasang diperoleh perkerasan beraspal yang memenuhi kriteria :

a) Stabilitas yang cukup. Lapisan beraspal harus mampu mendukung beban lalu-lintas yang melewatinya tanpa mengalami deformasi permanen dan deformasi plastis selama umur rencana.

b) Durabilitas yang cukup. Lapisan beraspal mempunyai keawetan yang cukup akibat pengaruh cuaca dan beban lalu-lintas.


(57)

22 c) Kelenturan yang cukup. Lapisan beraspal harus mampu menahan lendutan

akibat beban lalu-lintas tanpa mengalami retak.

d) Cukup kedap air. Lapisan beraspal cukup kedap air sehingga tidak ada rembesan air yang masuk ke lapis pondasi di bawahnya.

e) Kekesatan yang cukup. Kekesatan permukaan lapisan beraspal berhubungan erat dengan keselamatan pengguna jalan.

f) Ketahanan terhadap retak lelah (fatique). Lapisan beraspal harus mampu menahan beban berulang dari beban lalu-lintas selama umur rencana. g) Kemudahan kerja. Campuran beraspal harus mudah dilaksanakan, mudah

dihamparkan dan dipadatkan.

Untuk dapat memenuhi ketujuh kriteria tersebut, maka sebelum pekerjaan campuran beraspal dilaksanakan, perlu terlebih dahulu dibuat formula campuran kerja (FCK). Pembuatan Formula Campuran Kerja (FCK) atau lebih dikenal dengan JMF (Job Mix Formula), meliputi penentuan proporsi dari beberapa fraksi agregat dengan aspal sedemikian rupa sehingga dapat memberikan kinerja perkerasan yang memenuhi syarat. Pembuatan campuran kerja dilakukan dengan beberapa tahapan dimulai dari penentuan gradasi agregat gabungan yang sesuai persyaratan dilanjutkan dengan membuat Formula Campuran Rencana (FCR) yang dilakukan di laboratorium. FCR dapat disetujui menjadi FCK apabila dari hasil percobaan pencampuran dan percobaan pemadatan di lapangan telah memenuhi persyaratan.


(58)

23 A.Perkerasan lentur (flexible pavement)

Perkerasan lentur merupakan perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikatnya. Perkerasan lentur memiliki umur rentang antara 10-20 tahun masa pemakaian saja. Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakkan diatas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkannya ke lapisan dibawahnya. Perkerasan jalan raya dibuat berlapis-lapis bertujuan untuk menerima beban kendaraan yang melaluinya dan meneruskan ke lapisan di bawahnya. Biasanya material yang digunakan pada lapisan-lapisan perkerasan jalan semakin kebawah akan semakin berkurang kualitasnya. Karena lapisan yang berada dibawah lebih keci tegangannya.

lapis permukaan (surface)

lapis pondasi atas (base)

lapis pondasi bawah (subbase)

tanah dasar (subgrade)

Gambar 2.2 Lapisan Perkerasan Lentur

Lapisan permukaan pada umumnya dibuat dengan menggunakan bahan pengikat aspal, sehingga menghasilkan lapisan yang kedap air dengan stabilitas yang tinggi dan daya tahan yang lama. Lapisan ini terletak paling atas, yang berfungsi sebagai berikut:


(59)

24 1. Menahan beban roda, oleh karena itu lapisan perkerasan ini harus mempunyai stabilitas tinggi untuk menahan beban roda selama masa layan.

2. Lapisan kedap air, sehingga air hujan tidak meresap ke lapisan di bawahnya yang akan mengakibatkan kerusakan pada lapisan tersebut. 3. Lapis aus, lapisan yang langsung terkena gesekan akibat rem kendaraan

sehingga mudah menjadi aus.

4. Lapis yang menyebarkan beban ke lapisan bawahnya, sehingga dapat dipikul oleh lapisan lain.

B.Perkerasan kaku (rigid pavemet)

Perkerasan kaku merupakan suatu susunan konstruksi perkerasan dimana sebagai lapisan atasnya digunakan pelat beton, yang terletak di atas pondasi atau langsung di atas tanah dasar. Lapisan pondasi atas terletak tepat di bawah lapisan perkerasan, maka lapisan ini bertugas menerima beban yang berat. Oleh karena itu material yang digunakan harus berkualitas tinggi dan pelaksanaan di lapangan harus benar. Lapisan-lapisan perkerasan kaku adalah seperti gambar 2.2 di bawah ini.

plat beton (concrete slab)

lapis pondasi bawah (subbase)

tanah dasar (subgrade)


(60)

25 Perkerasan kaku ini memiliki umur rencana yang lebih lama dibandingkan perkerasan lentur., tetapi lebih mahal biaya yang dibutuhkan . Pada umumnya perkerasan kaku dipakai pada jalan antar lintas provinsi karena arus lalu lintasnya padat. Selain dari kedua jenis tersebut, sekarang telah banyak digunakan jenis gabungan (composite pavement).

C.Perkerasan komposit (composite pavement)

Perkerasan komposit merupakan perkerasan kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur. Perkerasan lentur di atas perkerasan kaku atau sebaliknya.

lapis permukaan (surface)

plat beton (concrete slab)

lapis pondasi bawah (subbase)

tanah dasar

Gambar 2.4 Lapisan Perkerasan Komposit

D.Perbedaan antara perkerasan lentur dan pekerasan kaku.

Perbedaan antara perkerasan lentur dan perkerasan kaku dapat dilihat pada tabel 2.2

Tabel 2.2 Perbedaan Perkerasan Lentur dan Pekerasan Kaku

Perkerasan Lentur Perkerasan Kaku


(61)

26 Repetisi Beban Timbul rutting (lendutan pada

jalur roda)

Timbul retak-retak pada permukaan

Penurunan Tanah Dasar

Jalan bergelombang (mengikuti tanah dasar)

Bersifat sebagai balok diatas perletakan

Perubahan Temperatur

Modulus kekakuan berubah. Timbul tegangan dalam yang kecil

Modulus kekakuan tidak. berubah timbul tegangan dalam yang besar

Sumber: Silvia Sukirma

II.2. KRITERIA DAN FUNGSI LAPISAN PADA PERKERASAN LENTUR. Upaya yang dilakukan dalam memberikan rasa aman dan nyaman kepada pengguna jalan, maka kontruksi perkerasan jalan haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu yang dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu :

a. Syarat-syarat berlalu-lintas.

 Permukaan yang rata, tidak bergelombang, tidak melendut dan tidak berlubang.

 Permukaan cukup kaku, sehingga tidak mudah berubah bentuk akibat beban yang bekerja diatasnya.

 Permukaan cukup kesat, memberikan gesekan yang baik antara ban dan permukaan jalan sehingga tak mudah selip.

 Permukaan tidak mengkilap, tidak silau jika kena sinar matahari.

b. Syarat-syarat kekuatan/struktural.

Kontruksi perkerasan jalan dipandang dari segi kemampuan memikul dan menyebarkan beban, haruslah memenuhi syarat-syarat:


(62)

27  Ketebalan yang cukup sehingga mampu menyebarkan beban/muatan

lalu-lintas ke tanah dasar.

 Kedap terhadap air, sehingga air tidak mudah meresap ke lapisan di bawahnya.

 Permukaan mudah mengalirkan air, sehingga air hujan yang jatuh diatasnya dapat cepat di alirkan.

 Kekakuan untuk memikul beban yang bekerja tanpa menimbulkan deformasi yang berarti.

Secara jelas susunan lapis konstruksi perkerasan lentur terdiri dari : a. Lapis Permukaan (surface course)

Lapisan permukaan pada umumnya dibuat dengan menggunakan bahan pengikat aspal, sehingga menghasilkan lapisan yang kedap air dengan stabilitas yang tinggi dan daya tahan yang lama. Lapisan ini terletak paling atas, yang berfungsi sebagai berikut:

 Menahan beban roda, oleh karena itu lapisan perkerasan ini harus mempunyai stabilitas tinggi untuk menahan beban roda selama masa layan.

Lapisan kedap air, sehingga air hujan tidak meresap ke lapisan di bawahnya

yang akan mengakibatkan kerusakan pada lapisan tersebut.

 Lapis aus, lapisan yang langsung terkena gesekan akibat rem kendaraan sehingga mudah menjadi aus.

 Lapis yang menyebarkan beban ke lapisan bawahnya, sehingga dapat dipikul oleh lapisan lain.

Jenis lapis permukaan yang banyak digunakan di Indonesia adalah sebagai berikut:


(63)

28  Lataston (lapis tipis aspal beton), yaitu lapis penutup yang terdiri dari campuran antara agregat bergradasi timpang, mineral pengisi dan aspal keras dengan perbandingan tertentu dan tebal antara 2 – 3,5 cm.

Jenis lapisan di atas merupakan jenis lapisan yang bersifat nonstructural yang berfungsi sebagai lapisan aus dan penggunaan bahan aspal diperlukan agar lapisan dapat bersifat kedap air dan memberikan bantuan tegangan tarik yang berarti mempertinggi daya dukung lapisan terhadap beban roda lalu-lintas. Pemilihan bahan lapis permukaan perlu dipertimbangkan kegunaan, umur rencana, serta pentahapan kontruksi agar di capai manfaat yang sebesar-besarnya dari biaya yang dikeluarkan. Jenis lapisan berikutnya merupakan jenis lapisan yang bersifat structural yang berfungsi sebagai lapisan yang menahan dan menyebarkan beban roda, antara lain:

Penetrasi macadam (lapen), yaitu lapis pekerasan yang terdiri dari agregat

pokok dan agregat pengunci bergradasi terbuka dan seragam yang diikat oleh aspal dengan cara disemprotkan diatasnya dan dipadatkan lapis demi lapis. Tebal lapisan bervariasi antara 4 – 10 cm.

 Lasbutag, yaitu lapisan yang terdiri dari campuran antara agregat, asbuton dan bahan pelunak yang diaduk, dihampar dan dipadatkan secara dingin. Tebal lapisan padat antara 3 – 5 cm.

 Laston (lapis aspal beton), yaitu lapis perkerasan yang terdiri dari campuran aspal keras dengan agregat yang mempunyai gradasi menerus dicampur, dihampar dan dipadatkan pada suhu tertentu. Laston terdiri dari 3 macam campuran, Laston Lapis Aus (AC-WC), Laston Lapis Pengikat (AC-BC) dan Laston Lapis Pondasi (ACBase).


(64)

29  Ukuran maksimum agregat masing-masing campuran adalah 19mm, 25mm dan 37,5 mm. Jika campuran aspal yang dihampar lebih dari satu lapis, seluruh campuran aspal tidak boleh kurang dari toleransi masing-masing campuran dan tebal nominal rancangan.

b. Lapis Pondasi Atas (base course)

Lapisan pondasi atas terletak tepat di bawah lapisan perkerasan, maka lapisan ini bertugas menerima beban yang berat. Oleh karena itu material yang digunakan harus berkualitas tinggi dan pelaksanaan di lapangan harus benar.

c. Lapis Pondasi Bawah (subbase course)

Lapis pondasi bawah adalah lapis perkerasan yang terletak diantara lapis pondasi dan tanah dasar. Jenis pondasi bawah yang biasa digunakan di Indonesia adalah sebagai berikut:

 Lapis Pondasi Agregat, dibedakan atasAggregat kelas A, Agregat kelas B, Agregat kelas C..

d. Tanah Dasar (subgrade )

Lapisan paling bawah adalah lapisan tanah dasar yang dapat berupa permukaan tanah asli, tanah galian atau tanah timbunan yang menjadi dasar untuk perletakan bagian-bagian perkerasan lainnya. Perkerasan lain diletakkan di atas tanah dasar, sehingga secara keseluruhan mutu dan daya tahan seluruh konstruksi perkerasan tidak lepas dari sifat tanah dasar.


(65)

30 II.3.1. AGREGAT

Batuan atau agregat untuk campuran beraspal umumnya diklasifisikan berdasarkan sumbernya, seperti contohnya agregat alam,agregat hasil pemrosesan, agregat buatan atau agregat artifisial.

Secara umum bahan penyusunan beton aspal terdiri dari agregat kasar, agregat halus, bahan pengisi dan aspal sebagai bahan pengikat. Dimana bahan bahan tersebut sebelum digunakan harus diperiksa di laboratorium. Agregat yang akan dipergunakan sebagai material campuran perkerasan jalan haruslah memenuhi persyaratan sifat dan gradasi agregat seperti yang ditetapkan didalam buku spesifikasi pekerjaan jalan atau ditetapkan badan yang berwenang. Menurut Rancangan Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan, Divisi VI untuk Campuran Beraspal Panas, Dep. PU, 2010 Revisi III memberikan persyaratan untuk agregat sebagai berikut.

1. Agregat Kasar

Tabel 2.3. Ketentuan Agregat Kasar untuk Campuran Beton Aspal. Jenis pemeriksaan Standart Syarat

maks/min Kekekalan bentuk agregat terhadap larutan

natrium dan magnesium sulfat. SNI 3407-2008

Maks. 12 % Maks 18% Abrasi dengan Mesin Los Angeles SNI 2417-2008 Maks. 40 % Kelekatan agregat terhadap aspal SNI 2439-2011 Min. 95 % Angularitas SNI 7619-2002 95/90(*) Partikel Pipih dan Lonjong(**) ASTM D4791 Maks. 10 % Material lolos Saringan No.200 SNI 03-4142-1996 Maks.2 %


(66)

31 Sumber : (Rancangan Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan, Divisi VI Perkerasan Beraspal, Dep. PU, 2010 Revisi III

Catatan :

(*) 95/90 menunjukkan bahwa 95 % agregat kasar mempunyai muka bidang pecah satu atau lebih dan 90 % agregat kasar mempunyai muka bidang pecah dua atau lebih.

(**) Pengujian dengan perbandingan lengan alat uji terhadap poros 1 : 5

2. Agregat Halus

Tabel 2.4.Ketentuan Agregat Halus untuk Campuran Beton Aspal.

Jenis Pemeriksaan Standar Syarat Maks/Min

Nilai setara pasir SNI 03-4428-1997 Maks. 60 % Material lolos saringan No. 200 SNI ASTM C117:2012 Maks. 10 % Angularitas SNI 03-6877-2002 Min. 45 % Kadar Lempung SNI 3432 : 2008 Maks. 1% Sumber : (Rancangan Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan, Divisi VI

Perkerasan Beraspal, Dep. PU, 2010 Revisi III)

3. Bahan Pengisi (filler)

Menurut SNI 03-6723-2002 yang dimaksud bahan pengisi adalah bahan yang lolos ukuran saringan no.30 (0,59 mm) dan paling sedikit 65% lolos saringan no.200 (0.075 mm). Pada waktu digunakan bahan pengisi harus cukup kering untuk dapat mengalir bebas dan tidak boleh menggumpal. Macam bahan pengisi yang dapat digunakan ialah: abu batu, kapur padam, portland cement (PC), debu


(67)

32 plastis lainnya. Banyaknya bahan pengisi dalam campuran aspal beton sangat dibatasi. Kebanyakan bahan pengisi, maka campuran akan sangat kaku dan mudah retak disamping memerlukan aspal yang banyak untuk memenuhi workability.

Sebaliknya kekurangan bahan pengisi campuran menjadi sangat lentur dan mudah terdeformasi oleh roda kendaraan sehingga menghasilkan jalan yang bergelombang.

Tabel 2.5. Gradasi Bahan Pengisi.

Ukuran Saringan Persen Lolos No. 30 (600 mikron) 100 No. 50 (300 mikron) 95 – 100 No. 200 (75 mikron) 70 – 100

Sumber : SNI 03-6723-2002 (spesifikasi bahan pengisi untuk campuran beraspal)

Material filler bersama-sama dengan aspal membentuk mortar dan

berperan sebagai pengisi rongga sehingga meningkatkan kepadatan dan ketahanan campuran serta meningkatkan stabilitas campuran, sedangkan pada campuran laston filler berfungsi sebagai bahan pengisi rongga dalam campuran. Pada

prakteknya fungsi dari filler adalah untuk meningkatkan viskositas dari aspal dan

mengurangi kepekaan terhadap temperature. Meningkatkan komposisi filler dalam

campuran dapat meningkatkan stabilitas campuran tetapi menurunkan kadar air void (rongga udara) dalam campuran. Berikut hasil pengujian kandungan apa saja

yang terkandung dalam Semen dan Abu Vulkanik Gunung Sinabung. Dan Abu Kapur


(68)

33 Tabel 2.6. Kandungan dalam Semen Portland dan Abu Vulkanik Sinabung

Sumber : Laboratorium FMIPA Kimia Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.7 Kandungan dalam Abu Kapur

Sumber : Rosenqvist T., 2004, “Principles Of Extractive Metallurgy”, Second Edition, Tapir Academic Press, Trondheim.


(69)

34 4. Gradasi Gabungan

Gradasi untuk gabungan campuran aspal ditunjukkan dalam persen terhadap berat aggregat dan bahan pengisi ,harus memenuhi batas-batas yang diberikan dalam tabel spesifikasi umum 2010 revisi III

Tabel.2.8 Amplop Gradasi Agregat Gabungan Untuk Campuran Aspal

Sumber :Spesifikasi Umum 2010 Revisi III


(70)

35 II.3.2. ASPAL

Aspal atau bitumen merupakan material yang berwarna hitam kecoklatan yang bersifat viskoelastis sehingga akan melunak dan mencair bila mendapat cukup pemanasan dan sebaliknya. Jenis Aspal yang digunakan adalah Aspal buatan ( Minyak )Aspal minyak dengan bahan dasar aspal AC (asphalt concrete).dan ditentukan berdasarkan spesifikasi divisi VI 2010 Revisi III pada tabel 2.8

Tabel 2.9 Persyaratan aspal minyak pada spesifikasi umum


(71)

36 II.4. MARSHALL TEST

Pemeriksaan ini pertama kali di kembangkan oleh Bruce Marshall bersama dengan The Missisippi State Highway Departement. Penelitian ini dilanjutkan the

u.s. army corps of enggineers dengan lebih ektensif dan menambah kelengkapan pada prosedur pengujian Marshall dan akhirnya mengembangkan kriteria rancangan campuran. Kinerja campuran aspal beton dapat diperiksa dengan menggunakan alat pemeriksaan Marshall yang terdiri dari Volumetric Characteristic dan Marshall Properties. Volumetric Characteristic akan menghasilkan parameter-parameter: void in meineral agregate (VMA), void in mix (vim), void filled with asphalt (VFWA) dan density. Sedangkan marsall properties menghasilkan stabilitas dan kelelehan (flow) yang diperoleh dari hasil pengujian dengan alat marshall.Pemeriksaan dimaksudkan untuk menentukan ketahanan (stabilitas) terhadap kelelehan plastis (flow) dari campuran aspal dan agregat.

Tabel 2.10.Ketentuan Sifat Campuran Laston (AC)


(72)

37 Akan sangat sulit mencari metode pengujian yang dapat meneliti semua faktor tersebut hanya dalam satu cara. Tetapi sebagian besar dari faktor-faktor tersebut dapat di uji dengan menggunakan alat marshall. Hasil yang di peroleh dari pengujian dengan alat marshall, antara lain:

a. Stabilitas

b. Marshall quetient (MQ) c. Kelelehan

d. Rongga dalam campuran (VIM) e. Rongga dalam agregat (VMA)

Saat ini pemeriksaan marshall mengikuti prosedur PC-0201-76 atau AASHTO T 245-74, atau ASTM D 1559-624T. Beban maksimum yang dapat diterima oleh benda uji sebelum hancur adalah kelelehan (flow) Marshall dan perbandingan stabilitas dan kelelehan (flow) Marshall disebut Marshall Quotien, yang merupakan ukuran ketahanan material terhadap deformasi tetap. Alat yang di gunakan terdiri dari mesin uji Marshall. Alat Marshall merupakan alat tekan yang dilengkapi dengan proving ring (cincin penguji) berkapasitas 22,2 KN (5000 lbs)

dan flowmeter. Proving ring digunakan untuk mengukur nilai stabilitas, dan flowmeter untuk mengukur kelelehan plastis atau flow. Benda uji Marshall


(73)

38 II.4.1. PENGUJIAN MARSHALL UNTUK PERENCANAAN CAMPURAN.

Untuk keperluan pencampuran, agreat dan aspal di panaskan pada suhu dengan nilai viskositas aspal 170 20 centistokes (cst) dan di padatkan pada suhu dengan nilai viskositas aspal 280 30 cst. Alat yang di gunakan untuk proses pemadatan adalah marshall compaction hammer. Benda uji berbentuk silinder dengan tinggi 64 mm dan diameter 102 mm ini di uji pada temperatur dengan tinggkat pembebanan konstan 51 mm/menit sampai terjadi keruntuhan. Pengujian Marshall untuk perencanaan campuran pada penelitian ini adalah metode pengujian marshall standart dengan ukuran agregat maksimum 25 mm (1 inchi) dan menggunakan aspal keras. Pengujian marshall di mulai dengan persiapan benda uji. Untuk keperluan ini perlu di perhatikan hal sebagai berikut : a. Bahan yang di gunakan masuk dalam spesifikasi yang ada

b. Kombinasi agregat memenuhi gradasi yang disyaratan

c. Untuk keperluan analisa volumetrik (density-voids), berat jenis bulk dari semua agregat yang di gunakan pada kombinasi agregat, berat jenis aspal keras harus dihitung lebih dahulu.

Dua prinsip penting pada pencampuran dengan pengujian marshall adalah analisa volumetrik dan analisa stabilitas kelelehan (flow) dari benda uji padat.

Stabilitas benda uji adalah daya tahan beban maksimum benda uji pada temperatur ( ). Nilai kelelehan adalah perubahan bentuk suatu campuran beraspal yang terjadi pada benda uji sejak tidak ada beban hingga beban maksimum yang di berikan selama pengujian stabilitas. Pada penentuan kadar aspal optimum untuk suatu kombinasi agregat atau gradasi tertentu dalam pengujian marshall, pelu dipersiapkan suatu seri dari contoh uji dengan interval


(74)

39 kadar aspal yang berbeda sehingga di dapatkan suatu kurva lengkung yang teratur. Pengujian agar direncanakan dengan dasar 1/2 % kenaikan kadar aspal dengan perkiraan minimum 2 kadar aspal di bawah optimum.

II.4.1.1. Berat Isi Benda Uji Padat

Setelah benda uji selesai, kemudian di keluarkan menggunakan ekstruder dan dinginkan. Berat isi untuk benda uji porus ditentukan dengan melakukan beberapa kali pertimbangan seperti prosedur (ASTM D 1188). Secara garis besar adalah sebagai berikut:

a. Timbang benda uji di udara b. Selimuti benda uji dengan parafin c. Timbang benda uji berparafin di udara d. Timbang benda uji berparafin di air

Berat isi untuk benda uji tidak porus atau bergradasi menerus dapat ditentukan menggunakan benda uji kering permukaan jenuh (SSD) seperti prosedur ASTM D-2726. Secara garis besar adalah sebagai berikut:

a. Timbang benda uji di udara b. Timbang benda uji SSD di udara c. Rendam benda uji di dalam air d. Timbang benda uji SSD di dalam air

II.4.1.2. Pengujian Stabilitas dan Kelelehan (flow)

Setelah penentuan berat jenis bulk benda uji dilaksanakan pengujian stabilitas dan kelelehan dilaksanakan dengan menggunakan alat uji. Prosedur pengujian bedasarkan SNI 06-2489-1991, secara garis adalah sebagai berikut:


(75)

40 a. Rendam benda uji pada temperatur ( ) selama 30-40 menit

sebelum pegujian

b. Keringkan permukaan benda uji dan letakkan pada tempat yang tersedia pada alat uji, deformasi konstan 51 mm (2 inchi/menit) sampai terjadi runtuh.

II.4.1.3. Pengujian Volumetrik

Tiga sifat dari benda uji campuran aspal panas ditentukan pada analisa rongga-density, sifat tersebut adalah:

a. Berat isi atau berat jenis bena uji padat b. Rongga dalam agregat mineral

c. Rongga udara dalam campuran padat

Dari berat contoh dan persentase aspal dan agregat dan berat jenis masing-masing volume dari material yang bersangkutan dapat ditentukan.

Volume ini dapat diperlihatkan pada gambar berikut:

UdaraVa

aspal Vbe VmaVb VbaVmm

AgregatVsb Vse Vmb

Gambar 2.5. Hubungan volume dan rongga-density benda uji campur panas padat.


(76)

41 Keterangan gambar:

Vma = Volume rongga dalam agregat mineral Vmb = Volume contoh padat

Vmm = Volume tidak ada rongga udara dalam campuran Va = Volume rongga udara

Vb = Volume aspal

Vba = Volume aspal terabsorbsi agregat Vbe = Volume aspal effektif

Vsb = Volume agregat (dengan berat jenis curah) Vse = Volume agregat (denan berat jenis effektif) Wb = Berat aspal

Ws = Berat agregat

= Berat volume isi air (1.0 gr/cm^3) = (62,4 lbf/ft^3) Gmb = Berat jenis curah campuran padat

% rongga = % Vma = Density =

= Gmb

Rongga pada agregat mineral (VMA) dinyatakan sebagai persen dari total volume rongga dalam benda uji, merupakan volume rongga dalam campuran yang tidak terisi agregat dan aspal yang terserap agregat. Rongga dalam campuran, Va atau sering disebut VIM, juga dinyatakan sebagai persen dari total volume benda uji, merupakan volume pada campuran yang tidak terisi agregat dalam dan aspal.


(77)

42 Stabilitas adalah kemampuan suatu campuran beraspal untuk menerima beban sampai terjadi alir (flow) pada suhu tertentu yang dinyatakan dalam kilogram.Stabilitas merupakan kemampuan perkerasan jalan menerima beban lalu lintas tanpa terjadi perubahan bentuk tetap seperti gelombang, alur, dan bleeding.

Kebutuhan akan stabilitas sebanding dengan fungsi jalan, dan beban lalu lintas yang akan dilayani. Jalan yang melayani volume lalu lintas tinggi dan dominan terdiri dari kendaraan berat, membutuhkan perkerasan jalan dengan stabilitas tinggi. Sebaliknya perkerasan jalan yang diperuntukkan untuk melayani lalu lintas kendaraan ringan tentu tidak perlu mempunyai stabilitas yang tinggi.

Kelelehan (flow) merupakan keadaan perubahan bentuk suatu campuran beraspal yang terjadi akibat suatu beban yang diberikan selama pengujian, dinyatakan dalam mili meter. Ketahanan terhadap kelelehan (flow) merupakan

kemampuan beton aspal menerima lendutan berulang akibat repetisi beban, tanpa terjadinya kelelahan berupa alur dan retak. Hal ini dapat tercapai jika mempergunakan kadar aspal yang tinggi.

Marshall quetient adalah rasio antara nilai stabilitas dan kelelehan. Rongga di antara mineral agregat (VMA) adalah ruang di antara partikel agregat pada suatu perkerasan beraspal, termasuk rongga udara dan volume aspal efektif (tidak termasuk volume aspal yang diserap agregat). Rongga udara dalam campuran atau VIM dalam campuran perkerasan beraspal terdiri atas ruang udara di antara partikel agregat yang terselimuti aspal. VIM dinyatakan dalam persentase terhadap volume beton aspal padat.


(78)

43 II.5. ANALISA CAMPURAN BERASPAL

Tahap analisa campuran aspal panas adalah sebagai berikut:

1. Uji berat jenis curah (bulk spesifik gravity) agregat kasar (AASHTO T85 atau ASTM C 127) dan agregat halus (AASHTO T84 atau ASTM C128).

2. Uji berat jenis aspal keras (AASHTO T 228 atau ASTM D 70) dan bahan pengisi (AASHTO T 100 atau ASTM D 854).

3. Hitung berat jenis curah dari agregat kombinasi dalam campuran.

4. Uji berat jenis maksimum campuran lepas (ASTM D 2041) ASTM T 29. 5. Uji berat jenis campuran padat (ASTM D 1188 atau ASTM D 2726). 6. Hitung berat jenis effektif agregat.

7. Hitung absorbsi aspal dari agregat.

8. Hitung persen rongga diantara mineral agregat (VMA) pada campuran padat. 9. Hitung persen rongga (VIM) dalam campuran padat.

10. Hitung persen rongga terisi aspal (VFB atau VFA) dalam campuran padat.

II.6.1. RUMUSAN PERHITUNGAN DAN PARAMETERNYA.

Parameter dan rumusan untuk menganalisa campuran aspal panas adalah sebagai berikut:

1. Berat jenis curah agregat

Pada total agregat yang terdiri dari beberapa fraksi agregat kasar, agregat halus dan pengisi yang masing-masing mempunyai berat jenis curah gabungan agregat dapat ditentukan sebagai berikut:


(79)

44 Dengan pengertian:

Gsb = berat jenis curah total agregat

= Persentase dalam berat agregat 1, 2,...,n = berat jenis curah agregat 1, 2,..., n

Berat jenis curah bahan pengisi sukar ditentukan secara akurat, tetapi dengan menggunakan berat jenis semua kesalahan umumnya kecil dapat di abaikan.

2. Berat jenis effektif agregat.

Jika berdasarkan berat jenis maksimum campuran (Gmm). Berat jenis effektif agregat dapat ditentukan dengan formula sebagai berikut:

... (2.4) Dengan pengertian:

Gse = Berat jenis effektif agregat

Pmm = Total campuran lepas, persentase terhadap berat total campuran 100% Pb = Aspal, persen dari berat total campuran

Gmm = berat jenis maksimum (tidak ada rongga udara) ASTM D 2041 Gb = berat jenis aspal

Catatan :

Volume aspal yang terserap oleh agregat umumnya lebih kecil dari volume air yang terserap.


(80)

45 Berat jenis semu (Gsa) dihitung dengan formula:

... (2.5) Dengan pengertian :

Gsa = berat jenis semu total agregat

= persentase dalam berat agregat 1, 2,..., n = berat jenis semu agregat 1, 2,..., n

3. Berat jenis maksimum dari campuran dengan perbedaan kadar aspal

Pada perencanaan campuran dengan suatu agregat tertentu berat jenis maksimum Gmm, untuk kadar yang berbeda diperlukan untuk menghitung persentase rongga udara masing-masing kadar aspal. Berat jenis maksimum dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

... (2.6) Dengan pengertian:

Gmm = berat jenis maksimum campuran (tidak ada rongga udara)

Pmm = campuran lepas total, persentase terhadap berat total campuran 100% Ps = agregat, persen berat total campuran

Pb = aspal, persen berat total campuran Gse = berat jenis effektif agregat


(81)

46 4. Penyerapan aspal.

Penyerapan aspal tidak dinyatakan dalam presentase total campuran tetapi dinyatakan sebagai persentase berat agregat, penyerapan aspal dapat dihitung dengan persamaaan sebagai berikut:

... (2.7)

Dengan pengertian:

Pba = aspal yang terserap, persen berat agregat Gse = berat jenis effektif agregat

Gsb = berat jenis curah agregat Gb = berat jenis aspal

5. Kadar aspal effektif campuran

Kadar aspal effektif campuran adalah kadar aspal total dikurangi besarnya jumlah aspal yang meresap kedalam partikel agregat. Persamaan untuk perhitungan adalah sebagai berikut:

... (2.8) Dengan pengertian:

Pbe = kadar aspal effektif persen total campuran Ps = agregat, persen berat total campuran Pb = aspal, persen berat total campuran


(82)

47 6. Persen VMA pada campuran aspal panas padat.

Rongga adalah mineral agregat, VMA adalah rongga antar partikel agregat pada campuran padat termasuk rongga udara dan kadar aspal effektif, dinyatakan dalam persen volume total. VMA dihtung berdasarkan berat jenis agregat curah (bulk) dan dinyatakan dalam persentase dari volume curah campuran padat.

Jika komposisi campuran di tentukan sebagai persen berat dari campuran total, maka VMA dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

... (2.9) Dengan pengertian:

VMA = rongga dalam agregat mineral (persen volume curah) Gsb = berat jenis curah campuran padat

Pbs = Agregat, persen berat total campuran

Gmb = berat jenis curah campuran padat (ASTM D 1726)

Atau jika komposisi campuran ditentukan sebagai persen berat agregat maka VMA dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

... (2.10) Dengan pengertian:

Pb= aspal, persen berat agregat

Gmb= berat jenis curah campuran padat Gsb= berat jenis curah agregat


(83)

48 7. Perhitungan rongga udara dalam campuran padat.

Rongga udara, Pa dalam campuran padat terdiri atas ruang-ruang kecil antara partikel agregat terselimuti aspal, rongga udara dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

... (2.11) Dengan pengertian:

Pa = rongga udara dalam campuran padat, persen dari total volume Gmm = berat jenis maksimum campuran (tidak ada rongga udara) Gmb = berat jenis curah campuran padat

8. Persen VFA (sering disebut VFB) dalam campuran padat.

Rongga udara terisi aspal, VFA merupakan persentase rongga antar agregat partikel (VMA) yang terisi aspal, VFA tidak termasuk aspal yang terserap agregat, dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

... (2.12) Dengan pengertian:

VFA = rongga terisi aspal, persen dari VMA

VMA = rongga dalam agregat mineral (persen volume curah)


(84)

49 II.6. EVALUASI HASIL UJI MARSHALL.

Untuk mengetahui karakteristik campuran yang direncankan memenuhi kriteria yang telah di tentukan, maka perlu dilakukan evaluasi hasil pengujian Marshall, meliputi: nilai stabiltas, pelelehan, dan stabilitas sisa, juga termasuk evaluasi hasil perhitungan volumetrik.

II.6.1. Stabilitas

Pengukuran nilai stabilitas pada uji Marshall yang dilakukan pada benda uji harus mempunyai tebal standar 2,5 in (63,5), apabila diperoleh tinggi benda uji tidak standar, maka perlu dilakukan koreksi, yaitu dengan mengalikan hasil yang diperoleh dari uji stabilitas dengan nilai yang telah ditetapkan.

II.6.2. Pelelehan.

Nilai pelelehan yang diperoleh dari uji Marshall adalah nilai batas kekuatan stabilitas dari benda uji yang telah mengalami kehancuran antara komponen bahan pada benda uji.

Setelah diketahui nilai stabilitas dan pelelehan perlu diketahui kuosein Marshall yang merupakan hasil bagi keduanya. Pada penggambaran hubungan stabilitas, pelelehan dan kuosien Marshall dengan kadar aspal akan mempunyai trend umum:

 Nilai stabilitas sejalan dengan bertambahnya kadar aspal dalam campuran sampai nilai maksimum saat nilai stabilitas berkurang.

 Nilai pelelehan bertambah sejalan dengan bertambahnya kadar aspal.


(1)

vi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

ABSTRAK v

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Umum 1

1.2.Latar Belakang 1

1.3.Tujuan 2

1.4.Batasan Masalah 3

1.5.Sistematika Penulisan 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Umum 5

2.2.Kriteria dan Fungsi Lapisan Pada Perkerasan Lentur 26

2.3.Bahan Campuran Aspal Panas 29

2.3.1. Agregat 29

2.3.2. Aspal 35

2.4.Marshall Test 36

2.4.1. Berat Isi Benda Uji Padat 39


(2)

vii

2.4.3. Pengujian Volumetrik 40

2.5.Analisa Campuran Beraspal 43

2.6.1. Rumusan Perhitungan dan Parameternya 43

2.6.Evaluasi Hasil Uji Marshall 49

2.6.1. Stabilitas 49

2.6.2. Kelelehan 49

2.6.3. VMA 50

2.6.4. VIM 50

2.6.5. VFA 51

2.6.6. Pengaruh Pemadatan 52

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1.Persiapan Penelitian 53

3.2.Bagan Alir 55

3.3.Pelaksanaan 58

3.3.1. Spesifikasi Bahan Baku Penelitian 58

3.3.2. Perancangan Campuran dengan Metode Marshall 58

3.3.3. Analisis dan Pembahasan 59

3.4.Kesimpulan dan Saran 60

BAB IV ANALISIS DATA

4.1.Pengujian Material 61

4.1.1. Hasil dan Analisis Pengujian Aspal 61

4.1.2. Hasil dan Analisis Pengujian Agregat 64

4.2.Perumusan Campuran Benda Uji Marshall 74


(3)

viii 4.4.Hasil Pengetesan Benda Uji Marshall Filler Abu Vulkanik,Semen,dan Kapur 80

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.Kesimpulan 88

5.2.Saran 89


(4)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Ketentuan Sifat Campuran Laston (AC) 20

Tabel 2.2 Perbedaan Perkerasan Lentur dan Perkerasan Kaku 25

Tabel 2.3 Ketentuan Agregat Kasar untuk Campuran Beton Aspal 30

Tabel 2.4 Ketentuan Agregat Halus untuk Campuran Beton Aspal 31

Tabel 2.5 Gradasi Bahan Pengisi 32

Tabel 2.6 Kandungan dalam Semen Portland dan Vulkanik Sinabung 33

Tabel 2.7 Kandungan dalam Abu Kapur...33

Tabel 2.8 Amplop Gradasi Aggregat Gabungan Untuk Campuran Aspal...34

Tabel 2.9 Persyaratan Aspal Minyak...35

Tabel 2.10 Ketentuan Sifat Campuran Laston...36

Tabel 4.1 Hasil Pengujian Sifat Fisik Aspal Keras Penetrasi 60/70 61 Tabel 4.2 Perhitungan Berat Jenis Agregat 66 Tabel 4.3 Gradasi Agregat Gabungan Cold-Bin AC-WC 75 Tabel 4.4 Data Marshall dalam Mencari KAO 76 Tabel 4.5 Data Marshall test KAO 79 Tabel 4.7 VIM PRD masing-masing Filler...82


(5)

(6)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.2 Lapisan Perkerasan Lentur 23

Gambar 2.3 Lapisan Perkerasan Kaku 24

Gambar 2.4 Lapisan Perkerasan Komposit 25

Gambar 2.5 Hubungan Volume dan Rongga Density Benda Uji Campur

Panas Padat 40

Gambar 3.1 Bagan Alir Penelitian 55

Gambar 4.1 Grafik Analisa Saringan 70

Gambar 4.2 Grafik Gradasi Ideal AC-BC 75

Gambar 4.3 Gambar Hasil Marshall Test 78

Gambar 4.4 Grafik Nilai Stabilitas Variasi Tiga Jenis Filler 81

Gambar 4.5 Grafik Nilai Flow Variasi Tiga Jenis Filler 81

Gambar 4.6 Grafik Nilai VIM Variasi Tiga Jenis Filler 82

Gambar 4.7 Grafik Nilai VMA Variasi Tiga Jenis Filler 83

Gambar 4.8 Grafik Nilai VFB Variasi Tiga Jenis Filler 83