Krisnadi T.A.P Naibaho : Pengujian Performansi Motor Diesel Dengan Biodiesel Dari Dimethil Ester, 2009. USU Repository © 2009
Selain berasal dari pembakaran hidrogen, uap air yang terbentuk pada proses pembakaran dapat pula berasal dari kandungan air yang memang sudah ada didalam
bahan bakar moisture. Panas laten pengkondensasian uap air pada tekanan parsial 20 kNm
2
tekanan yang umum timbul pada gas buang adalah sebesar 2400 kJkg, sehingga besarnya nilai kalor bawah LHV dapat dihitung berdasarkan persamaan
berikut : LHV = HHV – 2400 M + 9 H
2
...................2.15 Lit. 3 hal. 44 LHV = Nilai Kalor Bawah kJkg
M = Persentase kandungan air dalam bahan bakar moisture Dalam perhitungan efisiensi panas dari motor bakar, dapat menggunakan nilai
kalor bawah LHV dengan asumsi pada suhu tinggi saat gas buang meninggalkan mesin tidak terjadi pengembunan uap air. Namun dapat juga menggunakan nilai kalor
atas HHV karena nilai tersebut umumnya lebih cepat tersedia. Peraturan pengujian berdasarkan ASME American of Mechanical Enggineers menentukan penggunaan
nilai kalor atas HHV, sedangkan peraturan SAE Society of Automotive Engineers menentukan penggunaan nilai kalor bawah LHV.
2.3 Bahan Bakar Diesel
Penggolongan bahan bakar mesin diesel berdasarkan jenis putaran mesinnya, dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu :
1. Automotive Diesel Oil, yaitu bahan bakar yang digunakan untuk mesin dengan
kecepatan putaran mesin diatas 1000 rpm rotation per minute. Bahan bakar jenis ini yang biasa disebut sebagai bahan bakar diesel yang biasanya digunakan untuk
kendaraan bermotor.
2. Industrial Diesel Oil, yaitu bahan bakar yang digunakan untuk mesin-mesin yang
mempunyai putaran mesin kurang atau sama dengan 1000 rpm, biasanya digunakan untuk mesin-mesin industri. Bahan bakar jenis ini disebut minyak diesel.
Krisnadi T.A.P Naibaho : Pengujian Performansi Motor Diesel Dengan Biodiesel Dari Dimethil Ester, 2009. USU Repository © 2009
Di Indonesia, bahan bakar untuk kendaraan motor jenis diesel umumnya menggunakan solar yang diproduksi oleh PT. PERTAMINA dengan karakteristik
seperti pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Karakteristik mutu solar
NO P R O P E R T I E S
L I M I T S TEST METHODS
Min Max
I P A S T M
1. Specific Grafity 6060
C 0.82
0.87 D-1298
2. Color astm
- 3.0
D-1500
3. Centane Number or
Alternatively calculated Centane Index 45
48 -
- D-613
4. Viscosity Kinematic at 100
C cST or Viscosity SSU at 100
C secs 1.6
35 5.8
45 D-88
5. Pour Point
C -
65 D-97
6. Sulphur strip wt
- 0.5
D-15511552 7.
Copper strip 3 hr100 C
- No.1
D-130 8.
Condradson Carbon Residue wt -
0.1 D-189
9. Water Content wt
- 0.01
D-482 10.
Sediment wt -
No.0.01 D-473
11. Ash Content wt
- 0.01
D-482
12. Neutralization Value :
- Strong Acid Number mgKOHgr -Total Acid Number mgKOHgr
- -
Nil 0.6
13. Flash Point P.M.c.c
F 150
- D-93
Krisnadi T.A.P Naibaho : Pengujian Performansi Motor Diesel Dengan Biodiesel Dari Dimethil Ester, 2009. USU Repository © 2009
Sumber : www.Pertamina.com
2.4 Biodiesel
Biodiesel adalah bahan bakar yang terbuat dari minyak tumbuh-tumbuhan atau lemak hewan. Komposisi biodiesel umumnya terdiri dari berbagai jenis asam
lemak tabel 2.2 yang melalui proses kimiawi ditransformasi menjadi ”Metil Ester Asam Lemak” Fatty Acid Methil Esters = FAME.
Tabel 2.2 Struktur Kimia Asam Lemak Pada Biodiesel Nama Asan
Lemak Jumlah
Atom Karbon
dan Ikatan Rangkap
Rumus Kimia
Capriylic C 8
CH
3
CH
2 6
COOH Capric
C 10 CH
3
CH
2 8
COOH Lauric
C 12 CH
3
CH
2 10
COOH Myristic
C 14 CH
3
CH
2 12
COOH Palmitic
C 16 : 0 CH
3
CH
2 14
COOH Palmitoleic
C 16 : 1 CH
3
CH
2 5
CH=CHCH
2 7
COOH Stearic
C 18 : 0 CH
3
CH
2 16
COOH Oleic
C 18 : 1 CH
3
CH
2 7
CH=CHCH
2 7
COOH Linoleic
C 18 : 2 CH
3
CH
2 4
CH=CHCH
2
CH=CHCH
2 7
COOH Linolenic
C 18 : 3 CH
3
CH
2 2
CH=CHCH
2
CH=CHCH2CH=CHCH
2
7CCOOH Arachidic
C 20 : 0 CH
3
CH
2 18
COOH
Krisnadi T.A.P Naibaho : Pengujian Performansi Motor Diesel Dengan Biodiesel Dari Dimethil Ester, 2009. USU Repository © 2009
Eicosenic C 20 : 1
CH
3
CH
2 7
CH=CHCH
2 9
COOH Behenic
C 22 : 0 CH
3
CH
2 20
COOH Eurcic
C 22 : 1 CH
3
CH
2 7
CH=CHCH
2 11
COOH Sumber : Biodisel Handling and Use Guedelines, National Renewable Energy
Laboratory-A National Laboratory of the U.S. Departement of Energys
Cara memproduksi biodiesel dapat dilakukan melalui proses transesterfikasi minyak nabati dengan metanol atau esterfikasi langsung asam lemak hasil hidrolisis
dengan metanol. Namun, transesterfikasi lebih intensif dikembangkan karena proses
ini lebih efisien dan ekonomis.
Pemanfaatan minyak nabati sebagai pengganti bahan bakar yang berasal dari minyak bumi khususnya solar telah lama dikenal namun pengembangan produk
biodiesel ternyata lebih menggembirakan dibandingkan dengan pemanfaatan minyak nabati yang langsung digunakan sebagai bahan bakar karena proses termal panas di
dalam mesin akan teroksidasi atau terbakar secara relatif sempurna, tetapi dari gliserin akan terbentuk senyawa akrolein dan terpolimerisasi menjadi senyawa plastis
yang agak padat. Senyawa ini menyebabkan kerusakan pada mesin, karena membentuk deposit pada pompa injektor. Karena itu perlu dilakukan modifikasi pada
mesin-mesin kendaraan bermotor komersial apabila menggunakan minyak nabati langsung sebagai pengganti bahan bakar solar.
Selain dapat digunakan langsung, biodiesel juga dapat dicampur dengan solar atau minyak diesel lainnya dengan tujuan untuk mengubah karakteristiknya agar
sesuai dengan kebutuhan. Bahan bakar yang mengandung biodiesel kerap dikenal sebagai ”BXX” yang merujuk pada suatu jenis bahan bakar dengan komposisi XX
biodiesel dan 1-XX minyak diesel. Sebagai contoh, B100 merupakan biodiesel murni sedangkan B20 merupakan campuran dari 20 biodiesel dan 80 minyak
diesel.
Krisnadi T.A.P Naibaho : Pengujian Performansi Motor Diesel Dengan Biodiesel Dari Dimethil Ester, 2009. USU Repository © 2009
2.4.1 Karakteristik Biodiesel
Biodiesel tidak mengandung nitrogen atau senyawa aromatik dan hanya mengandung kurang dari 15 ppm part per million sulfur. Biodiesel mengandung
kira-kira 11 oksigen dalam persen berat yang keberadaannya mengakibatkan berkurangnya kandungan energi LHV menjadi lebih rendah bila dibandingkan
dengan solar namun menurunkan kadar emisi gas buang yang berupa karbon monoksida CO, hidrokarbon HC, partikulat dan jelaga. Kandungan energi
biodiesel kira-kira 10 lebih rendah bila dibandingkan dengan solar. Efisiensi bahan bakar dari biodiesel kurang lebih sama dengan solar, yang berarti daya dan torsi yang
dihasilkan proporsional dengan kandungan nilai kalor pembakarannya LHV. Sebagai contoh, B20 cenderung menurunkan daya dan torsi sekitar 2 dibandingkan
solar. Kandungan asam lemak dalam minyak nabati yang merupakan bahan baku
biodiesel menyebabkan biodiesel sedikit kurang stabil bila dibandingkan solar khususnya dalam hal terjadinya oksidasi. Perbedaan bahan baku menyebabkan
kestabilan antara biodiesel yang satu berbeda dari biodiesel yang lainnya tergantung dari jumlah ikatan rangkap dari rantai karbon yang dikandungnya C=C. Semakin
besar jumlah ikatan rangkap rantai karbonnya maka kecenderungan untuk mengalami oksidasi semakin besar. Sebagai contoh, C 18 : 3 yang mempunyai tiga ikatan
rangkap mempunyai sifat tiga kali lebih reaktif untuk mengalami oksidasi dibandingkan C 18 : 0 yang tidak memiliki tiga ikatan rangkap. Kestabilan suatu
biodiesel dapat diprediksi dengan mengetahui jenis bahan bakunya. Kestabilan yang rendah dari suatu jenis biodiesel dapat meningkatkan
kandungan asam lemak bebas, menaikkan viskositas dan terbentuknya gums dan sedimen yang dapat menyumbat saringan bahan bakar. Oleh karena itu, biodiesel dan
bahan bakar yang mengandung campurannya sebaiknya tidak disimpan lebih dari 6 bulan karena lamanya penyimpanan mempengaruhi terjadinya oksidasi. Salah satu
cara yang dapat diupayakan bila biodiesel harus disimpan lebih dari 6 bulan adalah dengan menambahkan anti oksidan. Jenis anti oksidan yang dapat bekerja dengan
Krisnadi T.A.P Naibaho : Pengujian Performansi Motor Diesel Dengan Biodiesel Dari Dimethil Ester, 2009. USU Repository © 2009
baik pada biodiesel antara lain TBHQ t-butyl hydroquinone, Tenox 21 dan Tocopherol Vitamin E.
Biodiesel mempunyai sifat melarutkan Solvency. Hal ini dapat menimbulkan permasalahan, dimana bila digunakan pada mesin diesel yang sebelumnya telah lama
menggunakan solar dan didalam tangki bahan bakarnya telah terbentuk sedimen dan kerak, maka biodiesel akan melarutkan sedimen dan kerak tersebut sehingga dapat
menyumbat saluran dan saringan bahan bakar. Oleh karena itu, bila kandungan sedimen dan kerak pada tangki bahan bakar cukup tinggi, sebaiknya diganti sebelum
menggunakan biodiesel. Hal lain yang dapat dilakukan adalah dengan tidak menggunakan biodiesel murni melainkan campurannya. Sifat pelarut dari bahan
bakar yang mengandung campuran biodiesel akan semakin berkurang seiring dengan berkurangnya kadar biodiesel didalamnya. Penelitian menunjukkan bahwa campuran
antara biodiesel dan solar dengan komposisi 20 : 80 B20 mempunyai sifat pelarut yang cukup kecil sehingga dapat ditoleransi.
Beberapa material seperti kuningan, tembaga, timah, dan seng dapat mengoksidasi biodiesel dan menghasilkan sedimen. Untuk mencegah hal ini,
peralatan yang bersentuhan langsung dengan biodiesel sebaiknya terbuat dari stainless steel atau aluminium. Selain bereakasi terhadap sejumlah meterial logam,
biodiesel juga cenderung menyebabkan peralatan yang terbuat dari karet alam mengembang sehingga sebaiknya diganti dengan karet sintetis.
Biodiesel murni mempunyai sifat pelumas yang baik, bahkan campuran bahan bakar yang mengandung biodiesel dalam komposisi yang rendah masih memiliki sifat
pelumas yang jauh lebih baik dibanding solar. Seperti halnya bahan bakar diesel lainnya, biodiesel dapat berubah fasa
menjadi ”gel” pada temperatur yang rendah. Biodiesel memiliki tempertur titik tuang pour point yang lebih tinggi yaitu sekitar -15 sampai 10
C dibandingkan solar, -35 sampai -15
C sehingga pemakaian biodiesel murni pada daerah rendah kurang dianjurkan. Untuk menurunkan temperatur titik tuang biodiesel dapat dilakukan
dengan mencampurkan solar, semakin besar komposisi solar dalam campuran, maka semakin rendah temperatur titik tuangnya. Cara lain adalah dengan menambahkan zat
Krisnadi T.A.P Naibaho : Pengujian Performansi Motor Diesel Dengan Biodiesel Dari Dimethil Ester, 2009. USU Repository © 2009
aditif, tetapi penelitian menunjukkkan bahwa pemakaian zat aditif seperti ”pour point depresant” tidak cukup efektif ketika digunakan pada B100.
Tabel 2.3 Perbandingan Biodiesel dan Solar Petrodiesel Fisika Kimia
Biodiesel Solar
Kelembaman 0.1
0.3 Energi Power
Energi yang dihasilkan 128.000 BTU
Energi yang dihasilkan 130.000 BTU
Komposisi Metil Ester atau asam lemak
Hidrokarbon Modifikasi Engine
Tidak diperlukan -
Konsumsi Bahan Bakar
Sama Sama
Lubrikasi Lebih tinggi
Lebih rendah Emisi
CO rendah, total hidrokarbon, sulfur dioksida,
dan nitroksida CO tinggi, total hidrokarbon,
sulfur dioksida, dan nitroksida
Penanganan Flamable lebih rendah
Flamable lebih tinggi Lingkungan
Toxisitas rendah Toxisitas 10 kali lebih tinggi
Keberadaan Terbarukan renewable
Tidak terbarukan Sumber : CRE-ITB, NOV. 2001
2.4.2 Biodiesel dari Minyak Kelapa Sawit
Proses pembuatan biodiesel dari kelapa sawit adalah melalui proses transesterifikasi, dilanjutkan dengan pencucian, pengeringan dan terakhir filtrasi,
tetapi jika bahan baku dari CPO maka sebelumnya perlu dilakukan esterfikasi.
1. Transesterifikasi
Transesterifikasi meliputi dua tahap. Transesterifikasi I yaitu pencampuran antara kalium hidroksida KOH dan metanol CH
3
OH dengan minyak sawit. Reaksi
Krisnadi T.A.P Naibaho : Pengujian Performansi Motor Diesel Dengan Biodiesel Dari Dimethil Ester, 2009. USU Repository © 2009
transesterifikasi I berlangsung sekitar 2 jam pada suhu 58 – 65 C. Bahan yang
pertama kali dimasukkan ke dalam reaktor adalah asam lemak yang selanjutnya dipanaskan hingga suhu yang telah ditentukan. Reaktor transesterifikasi dilengkapai
dengan pemanas dan pengaduk. Selama proses pemanasan pengaduk dijalankan. Tepat pada suhu reaktor 63
C, campuran metanol dan KOH dimasukkan ke dalam reaktor. Pada akhir reaksi akan terbentuk metil ester dengan konversi sekitar 94 .
Selanjutnya produk ini diendapkan untuk memisahkan gliserol dan metil ester. Gliserol kemudian dikeluarkan dari reaktor agar tidak menggangu proses
transesterifikasi II. Selanjutnya dilakukan transesterifikasi II pada metil ester dan setelah selesai dilakukan pengendapan dalam waktu yang lebih lama agar gliserol
yang masih tersisa bisa terpisah.
Trigliserida Metanol Metil-Ester Gliserol
Gambar 2.1 Reaksi Transesterifikasi
2. Pencucian
Pencucian hasil pengendapan pada transesterifikasi II bertujuan untuk menghilangkan senyawa yang tidak diperlukan seperti sisa gliserol dan metanol.
Pencucian dilakukan pada suhu sekitar 55 C. pencucian dilakukan tiga kali sampai
pH menjadi normal pH 6,8 – 7,2.
3. Pengeringan
Krisnadi T.A.P Naibaho : Pengujian Performansi Motor Diesel Dengan Biodiesel Dari Dimethil Ester, 2009. USU Repository © 2009
Pengeringan bertujuan untuk menghilangkan air yang tercampur dalam metil ester. Pengeringan dilakukan dengan cara memberikan panas pada produk dengan
suhu sekitar 95 C secara sirkulasi. Ujung pipa sirkulasi ditempatkan di tengah
permukaan cairan pada alat pengering.
4. Filtrasi
Tahap akhir dari proses pembuatan biodiesel adalah filtrasi. Filtrasi bertujuan untuk menghilangkan partikel-partikel pengotor biodiesel yang terbentuk selama
proses berlangsung, seperti kerak kerak besi yang berasal dari dinding reaktor atau dinding pipa atau kotoran dari bahan baku.
Tabel : 2.4 Karakteristik Mutu Biodiesel dari Minyak Kelapa Sawit Parameter
Palm Biodiesel ASTM PS 121
Viskositas pada 40 C
csst 5,0 – 5,6
1,6 – 6,0
Flash Point 172
100 Cetane Indeks
47 -49 40
Contradson Carbon Residu 0,03 – 0,04
0,05 Spesific Grafity
0,8624 -
Sumber : Pusat Penelitian Kelapa Sawit PPKS Medan
2.5 Emisi Gas Buang
Bahan pencemar polutan yang berasal dari gas buang dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori sebagai berikut :
1. Sumber
Krisnadi T.A.P Naibaho : Pengujian Performansi Motor Diesel Dengan Biodiesel Dari Dimethil Ester, 2009. USU Repository © 2009
Polutan dibedakan menjadi polutan primer atau sekunder. Polutan primer seperti nitrogen oksida NOx dan hidrokarbon HC langsung dibuangkan ke udara
bebas dan mempertahankan bentuknya seperti pada saat pembuangan. Polutan sekunder seperti ozon O
3
dan peroksiasetil nitrat PAN adalah polutan yang terbentuk di atmosfer melalui reaksi fotokimia, hidrolisis atau oksidasi.
2. Komposisi kimia
Polutan dibedakan menjadi organik dan inorganik. Polutan organik mengandung karbon dan hidrogen, juga beberapa elemen seperti oksigen, nitrogen,
sulfur atau fosfor, contohnya : hidrokarbon, keton, alkohol, ester dan lain-lain. Polutan inorganik seperti : karbon monoksida CO, karbonat, nitrogen oksida, ozon
dan lainnya.
3. Bahan penyusun
Polutan dibedakan menjadi partikulat atau gas. Partikulat dibagi menjadi padatan dan cairan seperti : debu, asap, abu, kabut dan spray, partikulat dapat