Melakukan Persiapan Perlahan-lahan Jangan Terburu-buru Bangkitkan Kepercayaan Hubungan dan kepercayaan pribadi yang Memahami Pentingnya Bahasa Menghormati Budaya

75 perasaan ketiadaan bantuan, kebingungan dan frustrasi serta keterasingan. Jika dihubungkan dengan kondisi kepemimpinan, maka seorang manajer yang mengalaminya akan merasa bahwa orang-orang disekeliling mereka tidak bersahabat dan sulit untuk diajak bekerjasama, padahal seorang manajer sangat memerlukan dukungan dari para bawahannya untuk berhasil. Hal yang sama juga akan terjadi terhadap para bawahan yang berasal dari negara setempat, mereka juga merasa sulit untuk memenuhi harapan- harapan manajer asing tersebut sehingga mereka merasa frustrasi dan menimbulkan sikap dan perilaku serta reaksi yang tidak nyaman, yang pada akhirnya dapat menimbulkan konflik di antara mereka. Secara umum culture shock disebabkan oleh karena tidak adanya program orientasi psikologis dari perusahaan yang bersangkutan, dalam hal ini kantor pusat bertanggung jawab untuk mengusahakan agar para manajer yang ditugaskan ke luar negeri tidak merasa terisolir. L.R. Kohls 1984 menulis adanya siklus dari culture shock, yaitu: • Initial euphoria, yaitu perasaan senang karena akan ditugaskan ke luar negeri. • Irritation and Hostility, yaitu mulai mengalami perbedaan-perbedaan budaya • Adjusment, yaitu mulai melakukan berbagai adaptasi terhadap situasi dan budaya setempat • Re-entry, kembali ke negara asal yang besar kemungkinan akan menimbulkan cultue shock kembali. Yang sering menjadi masalah adalah setelah mereka kembali tidak mendapatkan posisi yang sebanding dengan harapan mereka. Banyak diantara mereka yang memilih keluar dari perusahaan dan tetap tinggal di negara asing tersebut, oleh karena itu program pemulangan kembali ini haruslah direncanakan dengan tepat. Para manajer yang ditugaskan ke luar negeri dan para karyawan lokalsetempat merupakan pihak– pihak yang pertama sekali mengalami interaksi silang budaya dan pengaruh perbedaan budaya yang ditimbulkannya. Tanpa pengalaman tinggal di luar negeri dalam waktu yang lama dan berbaur dengan masyarakat dinegara yang bersangkutan, maka akan sangat sulit untuk mengenali komponen-komponen dari budaya setempat dalam perilaku seseorang Hofstede, 1984. Berdasarkan hal tersebut, maka untuk mencapai sukses sebagai manajer-manajer internasionalglobal manajer sangat diperlukan kemampuan kepemimpinan dalam budaya silang cross-cultural leadership competencies. Sesuai dengan pendapat Black dan kawan-kawan, kompetensi budaya yang diperlukan oleh para manajer dibentuk dalam empat tingkatan yang saling berhubungan. 1. Manajer memerlukan keterbukaan untuk mengenal berbagai perbedaan budaya dengan beranggapan bahwa kita tidak sama atau berbeda. 2. Selanjutnya pada gilirannya hal tersebut akan memberikan kemudahan bagi manajer untuk mengembangkan kehati-hatian untuk memudahkannya dalam mengenal kunci perbedaan antara diri sendiri dengan orang lain. Hal tersebut memerlukan pengetahuan budaya tertentu secara mendasar 3. Pengetahuan budaya tersebut dapat digunakan untuk kemampuan mengubah serta beradaptasi dalam budaya silang, termasuk perilaku yang memaksimumkan keefektifan budaya silang yang ada. 4. Dalam kepemimpinan lintas budaya berarti bahwa seorang manajer harus mampu untuk menyesuaikan gaya kepemimpinannya sesuai dengan situasi yang diinginkan. Bagi para manajer yang menjalani penugasan luar negeri ketika mengalami perbedaan silang budaya akan melakukan proses penyesuaian melalui tiga model dasar penyesuaian yang berbeda Aycan, 1997; Berry et al., 1988; De Leon and Selmer, 1989, yaitu: 1. Reaction Mode, dimana manajer lebih berupaya untuk mengubah lingkungan dari pada perilaku mereka sendiri. 2. Integration Mode, dimana manajer mengubah perilaku mereka untuk mengurangi konflik dengan lingkungan mereka. Dalam literatur psikologi disebut juga “problem-focused coping strategy “. 3. Withdrawal Mode, dimana manajer mencoba untuk menghindari situasi konflik. Dalam literatur disebut juga “symptom-focused strategy“. Lisa Hoecklin 1997, dalam “managing culture differences“ menyatakan terdapat enam nasehat berharga untuk melakukan bisnis lintas budaya, yaitu:

1. Melakukan Persiapan

Berbagai persiapan sangat perlu dilakukan jika seseorang akan ditugaskan ke luar negeri, misalnya: berdiskusi dengan seorang yang lebih berpengalaman tentang situasi luar negeri yang akan dikunjungi, di samping dilengkapi dengan membaca secara intensif tentang etiket bisnis dan sosial, sejarah dan cerita rakyat, kejadian terbaru termasuk hubungan yang ada diantara kedua negara, nilai-nilai budaya, geographi, sumber- sumber kebanggaan artis, musisi, olahragawan, agama, struktur politik dan hal-hal praktis seperti, mata uang dan jam kerja, kebiasaan dalam cara- cara berbisnis dan sebagainya.

2. Perlahan-lahan Jangan Terburu-buru

Hampir disegala bidang dan disetiap tempat, kita harus belajar menunggu dengan sabar. Banyak Universitas Sumatera Utara 76 budaya diberbagai negara yang menganggap bahwa sifat terburu-buru merupakan sifat yang tidak bersahabat, arogan dan tidak dapat dipercaya.

3. Bangkitkan Kepercayaan Hubungan dan kepercayaan pribadi yang

dikembangkan dengan seksama dan tulus sepanjang waktu lebih penting dari pada kualitas produk, harga dan kontrak-kontrak bisnis. Para manajer harus menjadi sosok yang penuh simpati, yang sangat bermanfaat dalam bisnis, dan dapat diandalkan dalam jangka panjang.

4. Memahami Pentingnya Bahasa

Bahasa adalah alat komunikasi yang sangat penting. Naskah iklan harus diterjemahkan oleh seorang profesional yang berbicara dalam kedua bahasa yang fasih, dengan suatu kosakata yang sensitif terhadap nuansa dan konotasi, serta berbakat memahami ungkapan dan citra tiap-tiap budaya.

5. Menghormati Budaya

Sikap dan perilaku adalah penting. Para manajer yang bepergian adalah seorang tamu di negara itu dan harus menghormati aturan-aturan tuan rumah. Seperti dinyatakan oleh seorang pejabat Arab Saudi dalam salah satu film “ Going Internsional“, orang Amerika di negara-negara asing memiliki kecenderungan untuk memperlakukan penduduk asli sebagai orang asing dan mereka lupa bahwa sebenarnya mereka sendirilah orang asing itu.

6. Memahami Unsur-Unsur Budaya