DIAGNOSIS BANDING PENATALAKSANAAN PROGNOSIS KESIMPULAN

serum pasien mengandung antibodi spesifik terhadap T.pallidum , maka akan terjadi hemaglutinasi dan membentuk pola yang khas pada pelat mikrotitrasi. - Microhaemagglutination assay T.pallidum MHA-TP Menggunakan sel-sel darah merah yang dibalut antigen dari T.pallidum strain Nichols. Serum sebelum pengobatan mempunyai reaksi non spesifik. Apabila dijumpai aglutinasi dengan pola rough jagged maka dikatakan positif. - Fluorescent treponemal antibody absorption test FTA-ABS FTA-ABS merupakan tes antibodi imunofluoresensi tidak langsung. Serum yang akan dites diencerkan 15 dari sorben, yaitu ekstrak hasil kultur T.pallidum strain Reiter. Sorben akan menyerap antibodi treponema nonpatogen yang diperkirakan ada dalam serum pasien. Kemudian serum diteteskan pada gelas objek yang pada permukaannya telah terfiksasi antigen T.pallidum. Kemudian diteteskan konjugat berupa globulin antihuman yang telah dilabel dengan fluoresein. Jika di dalam serum pasien terdapat antibodi spesifik terhadap T.pallidum, maka kuman akan terlihat bersinar di bawah mikroskop fluoresensi. - Histopatologi 6,12,17,18 Pada lesi awal menunjukkan akantosis, spongiosis dan papilomatosis dengan mikroabses intraepidermal. Terdapat infiltrat inflamasi yang sedang sampai padat yang terdiri dari plasma sel, limfosit, makrofag, neutrofil dan eusinofil. Treponema dapat diidentifikasi dengan pewarnaan silver. Pada lesi ulserasi lanjut mirip dengan sifilis tersier pada kulit.

VI. DIAGNOSIS BANDING

Lesi pada kulit dapat didiagnosis banding dengan : 2,3,12,13 - Sifilis venereal - Sifilis endemik - Pinta - Kusta - Impetigo - Ektima - Tungiasis - Kromomikosis - Leishmaniasis kutaneus - Sarkoidosis, psoriasis Universitas Sumatera Utara - Defisiensi vitamin - Skabies - Infeksi virus Lesi pada tulang dapat didiagnosis banding dengan : - Sifilis venereal - Sifilis endemik - Tuberkulosis - Osteomyelitis bakterial - Sickle cell anaemia Lesi pada Rhinopharyngeal dapat didiagnosis banding dengan : - Espundia - Rhinosporidiosis - Rhinoscleroma - Tuberkulosis - Kusta - South American blastomycosis

VII. PENATALAKSANAAN

Pengobatan yang disarankan untuk frambusia adalah : 2,3,4,6,12,13 - Dewasa dan anak – anak diatas 10 tahun : • Benzathin Penicillin 1,2 juta unit injeksi secara intramuscular dosis tunggal - Anak – anak dibawah 10 tahun : • Benzathin Penicillin 0,6 juta unit injeksi secara intramuskular dosis tunggal - Anak – anak diatas 8 tahun yang alergi penicillin : • Tetrasiklin 4 x 250 mg selama 15 hari , atau • Eritromisin 8 mgkg BB 4 x sehari selama 15 hari - Dewasa yang alergi penicillin : • Tetrasiklin 4 x 500 mg selama 15 hari , atau • Doksisiklin 2 x 100 mg atau • Eritromisin 4 x 500 mg Universitas Sumatera Utara

VIII. PROGNOSIS

Setelah pengobatan dengan penicillin, lesi infeksi dini pada frambusia sembuh dalam 2 minggu. Pengenalan awal dan pengobatan pada penderita frambusia dapat mencegah perkembangan manifestasi pasien yang lebih lanjut. Tanpa pengobatan yang teratur, sekuele lanjut akan dapat menyebabkan kecacatan. 12

IX. KESIMPULAN

Penyakit frambusia adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh Treponema pallidum subspesies pertenue yang terjadi pada daerah tropis terutama di daerah yang padat penduduk, sosial ekonomi rendah, serta kebersihan yang kurang baik. Frambusia didapat dari kontak langsung dan tidak langsung. Manifestasi klinis dari frambusia dibagi menjadi stadium awal termasuk lesi primer yang disebut “mother yaw” dan lesi sekunder yang dimulai beberapa minggu sampai beberapa bulan setelah lesi primer dan stadium akhir penyakit tersier yang terjadi pada 10 kasus dengan lesi pada kulit dan tulang. Diagnosis frambusia ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan mikroskopik, pemeriksaan serologi dan histopatologi. Pengobatan untuk frambusia adalah injeksi Benzathin Penicillin 1,2 juta unit secara intramuskular. Universitas Sumatera Utara DAFTAR PUSTAKA 1. Meheus A, Ndowa FJ. Endemic Treponematoses. Dalam : Holmes KK, Sparling PF, Stamm WE, Piot P, Wassherheit JN, Corey L, Cohen MS, Watts DH, penyunting. Sexually Transmitted Diseases. Edisi ke – 4. United States of America : McGraw Hill Companies; 2008. h.685-8 2. Sanchez MR. Endemic Non-Venereal Treponematoses. Dalam : Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Lffell Dj, penyunting. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. Edisi ke-7. New York : McGraw Hill Companies; 2008. h.1977-83. 3. Farnsworth N, Rosen T. Endemic treponematosis : review and update. Clinics in Dermatology. 2006; 24; 181 – 190. 4. Pedoman pemberantasan penyakit frambusia. Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan 2004. 5. Lukehart SA. Biology of Treponemas. Dalam : Holmes KK, Sparling PF, Stamm WE, Piot P, Wassherheit JN, Corey L, Cohen MS, Watts DH, penyunting. Sexually Transmitted Diseases. Edisi ke – 4. United States of America : McGraw Hill Companies; 2008. h.667-57. 6. James WD, Berger TG, Elston DM, editor. Andrew’s diseases of the skin clinical dermatology, Edisi ke-10. United States of America : Saunders Elsevier; 2006. 7. Walker SL, Hay RJ. Yaws – a review of the last 50 years. International Journal of Dermatology. 2000; 39; 258 – 60. 8. Yaws and other endemic treponematoses. World Health Organization 2010. Available from : httpwww.who.intyawsen. 9. Frambusia. Pustaka Kedokteran. 4 November 2009, Available from : http:penyakitdalam.wordpress.com20091104frambusia . 10. Frambusia. Himapid FKM Unhas. 22 April 2009. Available from : http:himapid.blogspot.com200904frambusia_5524.html . 11. Current situation of Yaws in Indonesia. Report from the MOH, Indonesia 2009. Available from : http:www.who.intyawsresourcesyaws_Indonesia_2009.pdf . 12. Engelkens HJH. Endemic Treponematoses : Yaws, Pinta and Endemic Syphilis. Dalam : Harper J, Oranje A, Prose N, penyunting. Textbook of Pediatric Dermatology. Edisi ke-2. UK : Blackwell Publishing; 2006. h.523-31. Universitas Sumatera Utara 13. Klein NC. Yaws.Department of Medicine, Division of Infectious Disease,Suny School of Medicine at Stony Brook. 4 November 2009. Available from : http:www.emedicine.medscape.comarticle232164 . 14. Paller AS, Mancini AJ, editor. Hurwitz clinical pediatric dermatology, edisi ke-3. United States of America : Saunders Elsevier; 2006. 15. Yaws. Health Grades. 23 Agustus 2011. Available from : http:www.rightdiagnosis.comphilhtmlyaws3823.html . 16. Hutapea NO. Sifilis. Dalam : Daili SF, Makes WI, Zubier F, Judanarso J, penyunting. Infeksi Menular Seksual. Edisi ke-3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2005. h. 70-88. 17. Hay RJ, Adriaans BM. Bacterial Infections. Dalam : Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C, penyunting. Rook’s textbook of dermatology. Edisi ke-8. UK : Wiley Blackwell; 2010. h. 30.1-30.82. 18. Sanchez RL, Raimer SS. Infiltrates by Plasma Cells, Mast Cells and Histiocytes. Dalam : Sanchez RL, Raimer SS, penyunting. Vademecum Dermatopathology. USA : Landes Bioscience; 2001. h. 95-109. Universitas Sumatera Utara