ETIOLOGI DAN PATOGENESIS GEJALA KLINIS

Program Nasional Departemen Kesehatan Penyakit Lepra dan Frambusia melaporkan peningkatan yang tetap sejumlah kasus yang baru sejak tahun 2001. Program ini melaporkan 7751 kasus baru dari 5 propinsi sampai akhir Oktober 2009 dan 7400 kasus diantaranya dilaporkan di Propinsi Nusa Tenggara Timur yang merupakan daerah endemik. 11 Penyakit ini terjadi pada daerah tropis dengan curah hujan yang tinggi dan suhu panas secara terus menerus diatas 27 C yaitu Afrika, Amerika Selatan, Caribbean, Asia Tenggara dan Kepulauan Pasifik. Penyakit ini banyak ditemui pada penduduk pedesaan, terutama di daerah yang padat penduduk, sosial ekonomi rendah, serta kebersihan yang kurang baik perorangan maupun lingkungan. 1-4.6,9 Frambusia paling sering terjadi pada anak-anak dibawah umur 15 tahun dengan insidensi puncak pada umur 6-10 tahun. Frambusia pada usia muda lebih banyak pada laki- laki sedangkan pada usia dewasa lebih banyak pada perempuan. 2-4,6-8

III. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS

Frambusia disebabkan oleh T.pallidum subspesies pertenue yang berbentuk spiral yang pertama kali ditemukan oleh Castellani pada tahun 1905. Treponema pertenue bersifat tidak tahan kering, tidak tahan dingin dan tidak tahan panas. Secara morfologi, Treponema pertenue sulit dibedakan dengan Treponema pallidum. Treponema pertenue berkembang biak sangat lambat yaitu setiap 30-33 jam pada manusia dan binatang percobaan,dimana hamster merupakan host yang paling baik untuk subspesies pertenue ini, tetapi tidak dapat tumbuh dalam media kultur. Frambusia didapat dari kontak langsung dengan kulit yang mengalami abrasi, tergigit atau ekskoriasi. Beberapa ahli berpendapat penyakit ini dapat ditansmisikan oleh serangga ataupun peralatan-peralatan yang dipakai bersama. Apabila Treponema pertenue yang masuk kedalam kulit cukup virulen dan banyak, dan orang yang mendapat infeksi tidak kebal terhadap penyakit frambusia maka Treponema pertenue akan berkembang biak dan menyebar di dalam tubuh kemudian menimbulkan gejala penyakit. Sebaliknya jika Treponema pertenue yang masuk kedalam kulit tidak cukup virulen dan tidak banyak, dan orang yang mendapat infeksi mempunyai kekebalan terhadap penyakit frambusia maka Treponema pertenue tidak dapat berkembang biak dan mati tanpa menimbulkan gejala penyakit. 3,4,12 1-4,6,8,13

IV. GEJALA KLINIS

Manifestasi klinis dari frambusia dibagi menjadi stadium dini termasuk primer dan skunder dan stadium lanjut penyakit tersier. Universitas Sumatera Utara - Stadium Primer Setelah masa inkubasi selama 10-90 hari rata-rata 3 minggu, lesi primer atau yang disebut dengan “mother yaw” muncul pada tempat inokulasi, biasanya pada bagian tubuh yang terpapar, terutama ekstremitas bawah. Ciri-ciri lesi primer yaitu: tidak keras, sering gatal, menginfiltrasi, diikuti dengan nodul kecil eritematosa yang tumbuh dengan ukuran 1 – 5 cm. Permukaan lesi primer ini berbentuk papilomatosa dan berkrusta. Lesi primer biasanya hanya satu, tetapi dapat ditemukan adanya lesi satelit, yang akan bersatu membentuk plak.Lesi primer ini pada akhirnya menjadi ulkus dengan dasar lesi berbentuk seperti buah frambus rasberry,yang akan dilapisi oleh krusta kuning. Buba-buba tersebut biasanya terletak berdekatan diikuti dengan pembesaran kelenjar limfe. Lesi mother yaw akan sembuh spontan dalam 2–6 bulan,meninggalkan jaringan parut atrofi dan hipopigmentasi di daerah sentral.Simptom konstitusional jarang muncul. Gambar 1. Lesi primer frambusia mother yaw 2-4,6,12-14 dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan 3 - Stadium Sekunder Stadium sekunder frambusia dimulai beberapa minggu sampai beberapa bulan setelah induk frambusia muncul. Stadium sekunder jauh lebih luas dan dihubungkan dengan morbiditas yang lebih tinggi. • Kulit : Banyak lesi kulit menyerupai bentuk yang lebih kecil dari lesi primer, karena itu, disebut anak frambusia, pianomas, atau framboesias. Lesi-lesi ini berwarna kemerahan, berair, berbentuk veruka atau seperti tumbuhan, berkrusta, papul yang tidak gatal dan plak. Seiring dengan pertumbuhan lesi frambusia, lesi-lesi ini mengalami erosi dan dilapisi dengan lapisan fibrin eksudat yang sangat infeksius. Lesi ini akan mengering dan menimbulkan krusta. Eksudat yang terbentuk akan menarik serangga untuk hinggap dan menimbulkan rasa sakit pada penderita. Bercak Universitas Sumatera Utara papuloskuamosa dan plak yang kering dapat muncul pada bagian tubuh manapun. Pada daerah lipatan tubuh aksila, lipatan anus, lesi ini menyerupai kondiloma lata. Pada membran mukosa, lesi ini mirip dengan lesi mukosa yang hipertropi. Lesi kadang-kadang dapat berbentuk anular atau sirkular yang menyerupai lesi pada infeksi jamur yang disebut “tinea frambusia”. Lesi pada wajah sering berbentuk lesi seboroik atau berbentuk psoriasis. 2,3,7,14 Gambar 2. Lesi sekunder pada kulit yang menyerupai infeksi jamur dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan 3 • Palmoplantar : Terdapat bentuk plak hiperkeratosis pada telapak tangan dan telapak kaki, berfisura sampai menimbulkan infeksi sekunder yang sakit sehingga membentuk karakteristik gaya jalan seperti kepiting “crablike gait”. Paronikia pianic onychia, membentuk makula dan papula hyperkeratosis dalam lipatan-lipatan kuku. 1,2,3,6,14 Gambar 3. Plak hiperkeratosis, berfisura pada telapak kaki dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan 2 Universitas Sumatera Utara • Tulangtulang rawan : Periostits dan osteitis ditandai dengan rasa sakit pada tangan, lengan bawah, tungkai dan kaki. Perubahan awal pada tulang biasanya dapat dilihat dengan radiografi biasa, dan penebalan periosteum sering dapat dipalpasi. Polidaktilis dapat menyebabkan pembengkakan pada kedua jari bagian proksimal menyerupai lobak radishlike. 1-3 Gambar 4. Osteoperiostitis pada tibia dan fibula dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan 13 • Konstitusional : Arthralgia, limfadenopati generalisata, sakit kepala, dan malaise biasanya menunjukkan perubahan cairan cerebrospinal yang asimptomatik. Semua gejala umumnya reversible, hilang dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan. Kekambuhan mungkin terjadi sampai jangka waktu 5 tahun, yang diikuti dengan pemberantasan baik dari organisme ataupun periode laten yang tidak tentu masanya. 2,3 - Stadium Tersier Pada sekitar 10 persen kasus, masa laten berakhir setelah 5 – 10 tahun, diikuti oleh stadium akhir dengan lesi pada kulit dan lesi pada tulang, dan kadang-kadang disertai dengan gangguan oftalmologi dan gangguan neurologi. 1,2,3,6,7,12 • Kulit : Nodul gumatosa kutan dan subkutan guma frambusia mengalami nekrosis sentral dan mengalami ulserasi, menyebabkan lesi tersebar dan dalam. Gabungan ulkus Universitas Sumatera Utara akan membentuk lesi sirkuler dan serpiginosa yang akan sembuh kemudian membentuk jaringan parut dan kontraktur. Hiperkeratosis palmoplantar akan menyebabkan keratoderma kronik. Limfadenopati periartikular dapat terjadi pada siku dan lutut. 1,2,3,6,7,12 • Tulang dan tulang rawan : Perubahan skeletal terjadi pada stadium akhir penyakit frambusia. Perubahan skeletal ini termasuk periostitis hipertrofi, hidrartrosis, osteitis dan periostitis gumatosa, dan osteomielitis. Hipertrofi tulang dianggap sebagai akibat osteitis kronik, yang akan menyebabkan cekungan pada tulang tibia . Osteitis hipertrofi bilateral dari prosessus maksila bagian nasal dengan pembengkakan tulang nasal berkembang perlahan-lahan antara 5 sampai 20 tahun. Akibat frambusia yang paling berbahaya, yang terjadi kira-kira 1 persen dari pasien yang tidak diobati, adalah rhinofaringitis mutilans gangosa, atau destruksi hebat dari tulang nasal, maksila, bibir atas dan bagian tengah wajah dengan adanya perforasi dari hidung dan palatum. 2,3,6 Gambar 5. sabre deformity pada tibia dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan 15 • Gangguan oftalmologi dan neurologi : Walaupun penyakit oftalmologi, neurologi dan kardiovaskuler tidak biasa terjadi bersamaan dengan frambusia, tetapi pada beberapa kasus frambusia dilaporkan adanya atrofi diskus optikus, mieloneuropati dan aneurisma. 2,3 Universitas Sumatera Utara

V. PEMERIKSAAN LABORATORIUM