Analisis Spasial Kerentanan Pesisir Jakarta Utara Terhadap Banjir Pasang (Rob) Akibat Kenaikan Muka Air Laut

ANALISIS SPASIAL KERENTANAN PESISIR
JAKARTA UTARATERHADAP BANJIR PASANG (ROB)
AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT

SYACHRUL ARIEF

Oleh:

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

i

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Spasial
Kerentanan Pesisir Jakarta Utara Terhadap Banjir Pasang (Rob) Akibat Kenaikan
Muka Air Laut adalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.

Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Syachrul Arief
NIM P052114011

ii

RINGKASAN
SYACHRUL ARIEF. Analisis Spasial Kerentanan Pesisir Jakarta Utara Terhadap
Banjir Pasang (Rob) Akibat Kenaikan Muka Air Laut. Dibimbing oleh TANIA
JUNE, AKHMAD FAQIH dan IIN ICHWANDI.
Kenaikan tinggi muka laut memberikan potensi ancaman yang sangat besar
terhadap Indonesia yang merupakan negara kepulauan. Pada tahun 2050, kenaikan
tinggi muka laut akibat pemanasan global diproyeksikan mencapai 35–40 cm
relatif terhadap nilai tahun 2000. Berdasarkan proyeksi ini, kenaikan tinggi muka
laut maksimum di Indonesia dapat mencapai 175 cm pada tahun 2100.

Jakarta Utara merupakan kawasan pesisir dan bagian dari kota metropolitan
Jakarta mengalami perkembangan wilayah yang pesat setiap tahunnya, ditandai
dengan pembangunan gedung bertingkat dan meningkatnya aktivitas penduduk
yang secara tidak langsung menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan air bersih
dan memicu pengambilan air tanah secara berlebihan. Hasil studi yang dilakukan
oleh Annisa, menyatakan wilayah Jakarta Utara menempati posisi pertama dalam
urutan wilayah paling berisiko terkena banjir se-Asia Tenggara.
Tujuan penelitian ini adalah pertama menganalisisketerkaitan kenaikan
muka air laut dengan banjir pasang (rob) di pesisir Jakarta Utara. Kedua
menganalisis ancaman bahaya genangan banjir pasang (rob) terhadap penggunaan
lahan dengan menggunakan SIG.Ketiga menganalisis kerentanan dan risiko
wilayah pesisir Jakarta Utara terhadap banjir pasang (rob).
Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini bahwa kenaikan muka laut
merupakan parameter kelautan utama dari terjadinya banjir rob antara tahun 20072011 di Jakarta Utara.Bahaya genangan banjir rob menunjukkan kerugian yang
sangat besar terhadap penggunaan lahan khususnya area pemukiman, karena
mempunyai wilayah yang luas dan menyangkut keberadaan jumlah jiwa manusia.
Indeks kerentanan dengan skala 1-10, kriteria sangat rentan sekali, berbasis batas
wilayah kelurahan terdapat pada kelurahan Semper Barat dengan nilai indek 4,91
dan kelurahan Rawa Badak Selatan dengan nilai 4,66. Dari kedua kelurahan ini
komponen kerentanan yang sangat berpengaruh adalah komponen sosial. Dalam

komponen sosial ini parameter yang sangat menentukan adalah masalah
kepadatan penduduk, jadi semakin padat penduduk suatu wilayah maka semakin
rentan wilayah tersebut. Untuk daerah yang mempunyai risiko tinggi akan
terjadinya banjir rob adalah kelurahan Ancol dan Semper Barat.
Kata kunci : kenaikan tinggi muka laut, banjir pasang, kerentanan, SIG

iii

SUMMARY
SYACHRUL ARIEF. Spatial Analysis Of Vulnerability Of Coastal North Jakarta
Against The Flood Tides(Rob) Due To The Rising Sea. Supervised by TANIA
JUNE, AKHMAD FAQIH and IIN ICHWANDI.
Rising sea level provides a huge potential threat to Indonesia as Indonesia is
surrounded by sea with highest coast perimeter. By 2050, the high sea level rise
due to global warming is projected to reach 35-40 cm relative to the value of the
year 2000. Based on these projections, the increase of the maximum sea level rise
in Indonesia can reach 175 cm by 2100.
North Jakarta is a coastal area and part of the metropolitan Jakarta area of
rapid progression each year, marked by the construction of multi-storey buildings
and the increasing activity of the population that indirectly led to the increasing

need for clean water and triggering a massive groundwater withdrawals. Results
of a study conducted by Sik Asik, declaring the North Jakarta peaked first in order
of the most risky areas hit by floods se-Southeast Asia.
The purpose of this research are firstly to analyze how rising sea level
correlates with flood tide (rob) in North Jakarta. Secondly analyzes include the
threat of flood inundation hazard pairs (rob) against land use using GIS, lastly to
analyze the vulnerability and the risk of the coastal area of North Jakarta flood
tide (rob).
The results shows that a rise in sea level is the main marine parameters the
influenching the occurrence of floods rob between the years 2007-2011 in North
Jakarta. The risk of flood inundation is found to be the main consequence of sea
level rise in the period 2007-2011 in North Jakarta. Flood inundation result in loss
of land allocated for various uses, in particuler land use allocated for residential
area mainly due to its vast area. Vulnerability is high due to high population
associated with resintial area. Vulnerability index (VI, scale 1-10 with 10 is the
most vulnerable) is applied to all study area and it shows that Semper Barat
village is considered as very vulnerable with VI=4.91, as well as Southren Rawa
Badak village with VI=4.66, and social component contributes highly to the VI
value. Main parameters that contributes to the social component is population
density, with the highest populated area become the most vulnerable area. For

areas that have a high risk of impending floods rob villages is Ancol and Semper
Barat.
Keywords: sea level rise,flood tide, vulnerability, GIS

iv

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak
merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

v

ANALISIS SPASIAL KERENTANAN PESISIR
JAKARTA UTARA TERHADAP BANJIR PASANG (ROB)

AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT

SYACHRUL ARIEF

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Tesis : Analisis Spasial Kerentanan Pesisir Jakarta Utara Terhadap Banjir
Pasang (Rob) Akibat Kenaikan Muka Air Laut
Nama

: Syachrul Arief


NRP

: P052114011

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Tania June, MSc
Ketua

Dr Akhmad Faqih, SSiDr Ir Iin Ichwandi, MSc forest trop
Anggota
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya Alam
dan Lingkungan


Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Cecep Kusmana, M.S

Dr Ir Dahrul Syah, M.ScAgr

Tanggal Ujian: 14 Agustus 2014

Tanggal Lulus:

vii

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2013 ini ialah kerentanan,
dengan judul Analisis Spasial Kerentanan Pesisir Jakarta Utara Terhadap Banjir
Pasang (Rob) Akibat Kenaikan Muka Air Laut.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Hidayat Pawitan dan

Bapak Drs Bambang Dwi Dasanto selaku pembimbing, serta Bapak Dr Ir Rizaldi
Boer yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis
sampaikan kepada Bapak Nuryadi dari Badan Meteorologi dan Geofisika, Ibu Ir.
Emmy Sudirman beserta staf Stasiun Klimatologi Klas I Darmaga, serta Bapak Ir.
Husni beserta staf Unit Pelaksana Teknik Hujan Buatan, Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas
segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014
Syachrul Arief

viii

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

x


DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

xi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
2
3
3

4

2 TINJAUAN PUSTAKA
Kenaikan Muka Air Laut
Pasang Surut Air Laut
Banjir Rob
Manfaat Penelitian

6
6
7
7
7

3 METODE
Waktu dan Tempat
Bahan
Alat
Prosedur Analisis Data
Analisis Kenaikan Muka Air Laut
Analisis Pasang Surut
Analisis Threshold
Analisis Kerentanan
Analisis Spasial

8
8
9
10
10
10
11
13
13
19

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kenaikan Muka Air Laut
Pasang Surut Perairan Teluk Jakarta
Analisis Threshold Banjir Rob
Analisis Spasial Banjir Rob Jakarta Utara
Analisis Kerentanan Jakarta Utara

20
20
21
22
25
34

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

41
41
41

DAFTAR PUSTAKA

42

LAMPIRAN

45

RIWAYAT HIDUP

52

ix

DAFTAR TABEL
Halaman
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Komponen Utama pasang surut
Tipe pasang surut berdasarkan bilangan Frohmzal
Skala Perbandingan dalam Metoda Pairwise Comparison
Nilai bobot kerentanan, modifikasi Peraturan Kepala BNPB No 2
tahun 2012
Nilai bobot kapasitas, modifikasi Peraturan Kepala BNPB No 2
tahun 2012
Konstanta pasang surut di teluk Jakarta
Elevasi-elevasi penting teluk Jakarta
Data kejadian rob yang tercatat oleh beberapa media
Klasifikasi penggunaan lahan di Jakarta Utara
Luas area Penggunaan Lahan Jakarta Utara yang terkena dampak
banjir
Nilai komponen kerentanan pada 6 kelurahan

11
12
14
16
18
21
22
24
29
32
38

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kerangka pemikiran penelitian
2. Skenario perkiraan kenaikan muka laut dalam kurun waktu 110
tahun (sumber: GRID-Arendal, 2009)
3. Peta Administrasi Kota Jakarta Utara
4. Prosedur analisis kerentanan banjir rob
5. Matriks penentuan kelas kerentanan dan risiko
6. Grafik pasang surut St. Tanjung Priok tahun 1984-2011
7. Grafik proyeksi kenaikan muka air laut 2050
8. Elevasi muka air pasang surut tahun 2007
9. Elevasi muka air pasang surut tahun 2008
10. Elevasi muka air pasang surut tahun 2009
11. Elevasi muka air pasang surut tahun 2010
12. Elevasi muka air pasang surut tahun 2011
13. Data digital elevasi model dari citra Lidar
14. Klasifikasi digital elevasi model
15. Profil topografi kecamatan di Jakarta Utara
16. Klasifikasi banjir rob berdasar Perka BNPB No 2 Tahun 2012
17. Peta bahaya banjir rob Jakarta Utara berdasar Perka BNPB No 2 Th
2012
18. Peta Citra Quickbird Tahun 2010 Jakarta Utara
19. Peta Penggunaan Lahan Jakarta Utara
20. Grafik Penggunaan lahan terkena dampak 3 simulasi
21. Peta Penggunaan Lahan terkena dampakbanjir ketinggian 1,5m
x

5
6
9
10
18
20
20
22
22
23
23
23
25
25
26
27
28
28
29
31
32
33
33

24. Peta Kerentanan sosial kota Jakarta Utara
25. Peta Kerentanan ekonomi kota Jakarta Utara
26. Peta Kerentanan fisik kota Jakarta Utara
27. Peta Kerentanan lingkungan kota Jakarta Utara
28. Peta Kerentanan Kota Jakarta Utara
29. Peta Kapasitas Adaptasi Kebencanaan Jakarta Utara
30. Peta Risiko Banjir rob Jakarta Utara

34
35
35
36
37
39
40

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Data pasang surut dari Dishidros untuk peramalan banjir rob .......................45
Matrik indeks kerentanan tiap kelurahan Kota Jakarta Utara ........................46
Matrik indeks kerentanan sosial tiap kelurahan Kota Jakarta Utara ..............47
Matrik indeks kerentanan fisik tiap kelurahan Kota Jakarta Utara ................48
Matrik indeks kerentanan lingkungan tiap kelurahan Kota Jakarta Utara .....48
Matrik indeks kerentanan ekonomi tiap kelurahan Kota Jakarta Utara .........50
Riwayat Hidup................................................................................................52

xi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pemanasan global dianggap sebagai penyebab utama perubahan iklim.
Perubahan iklim adalah dampak dari pemanasan global yang melibatkan unsur
aktivitas manusia dan alamiah. Perubahan iklim merupakan perubahan baik pola
maupun intensitas unsur iklim pada periode waktu yang dapat dibandingkan
(biasanya terhadap rata-rata 30 tahun). Perubahan iklim dapat berupa perubahan
dalam kondisi cuaca rata-rata atau perubahan dalam distribusi kejadian cuaca
terhadap kondisi rata-ratanya. Sebagai contoh, lebih sering atau berkurangnya
kejadian cuaca ekstrim, berubahnya pola musim dan peningkatan luasan daerah
rawan kekeringan. Perubahan iklim merupakan perubahan pada komponen iklim
yaitu suhu, curah hujan, kelembaban, evaporasi, arah dan kecepatan angin, dan
perawanan Secara umum, kenaikan muka air laut merupakan dampak dari
pemanasan global yang melanda seluruh belahan bumi ini.
Perhitungan SODA (Simple Ocean Data Assimilation) untuk Tinggi Muka
Laut (TML) tahun 1960 sampai 2008, menunjukkan kenaikan tinggi muka laut di
Indonesia yang sebesar 0.8 mm/tahun, meningkat menjadi 1.6 mm/tahun sejak
tahun 1960 dan melonjak menjadi 7 mm/tahun mulai tahun 1993. Perhitungan ini
juga menunjukkan karakteristik TML di Indonesia untuk pola 30-50 tahunan
(1860–1910, 1910–1950, 1950–1990) atau variasi multi-dasawarsa (decadal).
Kenaikan TML memberikan potensi ancaman yang sangat besar terhadap
Indonesia yang merupakan negara kepulauan. Pada tahun 2050, kenaikan tinggi
muka laut akibat pemanasan global diproyeksikan mencapai 35–40 cm relatif
terhadap nilai tahun 2000. Berdasarkan proyeksi ini, kenaikan tinggi muka laut
maksimum di Indonesia dapat mencapai 175 cm pada tahun 2100 (Bappenas,
2010).
Selama proses pemanasan global (perubahan iklim), dua proses utama yang
menyebabkan kenaikan rata-rata muka laut global adalah (1) pemanasan lautan
yang menyebabkan pengembangan massa air sehingga terjadi peningkatan volume
air (lautan), dan (2) pencairan es di daerah kutub yang juga menyebabkan
peningkatan massa air. Selain itu, pada beberapa wilayah pesisir terjadi subsiden
yang menambah kerentanan pesisir terhadap kenaikan muka laut (USCCSP 2009).
Perubahan muka laut dalam skala lokal tergantung pada perubahan yang terjadi
pada skala regional dan global serta faktor-faktor lokal (Nichols 2002).
Kenaikan muka air laut secara umum akan mengakibatkan dampak sebagai
berikut: (a) meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir, (b) perubahan arus laut
dan meluasnya kerusakan mangrove, (c) meluasnya intrusi air laut, (d) ancaman
terhadap kegiatan sosial-ekonomi masyarakat pesisir, dan (e) berkurangnya luas
daratan atau hilangnya pulau-pulau kecil (Diposaptono 2002). Meningkatnya
frekuensi dan intensitas banjir disebabkan oleh terjadinya pola hujan yang acak
dan musim hujan yang pendek sementara curah hujan sangat tinggi (kejadian
ekstrim). Kemungkinan lainnya adalah akibat terjadinya efek backwater dari
wilayah pesisir ke darat. Frekuensi dan intensitas banjir diprediksikan terjadi 9
kali lebih besar pada dekade mendatang dimana 80% peningkatan banjir tersebut
terjadi di Asia Selatan dan Tenggara (termasuk Indonesia) dengan luas genangan

1

banjir mencapai 2 juta mil persegi. Peningkatan volume air pada kawasan pesisir
akan memberikan efek akumulatif apabila kenaikan muka air laut serta
peningkatan frekuensi dan intensitas hujan terjadi dalam kurun waktu yang
bersamaan (Kimpraswil, 2002).
Jakarta merupakan ibu kota yang menjadi pusat lokasipelaksanaan fungsi
administrasi pemerintahan danperekonomian republik indonesia. Hal ini memicu
pesatnyapembangunan
dan
pengembangan
berbagai
fasilitas
dan
saranapendukung kegiatan tersebut. Penyediaan fasilitas dan pembangunan di
berbagai sektor perekonomian dan bisnis menjadi daya tarik masyarakat dari
berbagai daerah untuk menetap dan memperoleh kesejahteraan di kota ini. Hal
inimelatarbelakangi terjadinya peningkatan jumlah pendudukyang signifikan di
Jakarta. Jakarta memiliki 40% daratan(24.000 ha) yang letaknya lebih rendah di
bandingkanpermukaan air laut
Jakarta Utara merupakan kawasan pesisir dan bagian dari kota metropolitan
Jakarta mengalami perkembangan wilayah yang pesat setiap tahunnya, ditandai
dengan pembangunan gedung bertingkat dan meningkatnya aktivitas penduduk
yang secara tidak langsung menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan air
bersih dan memicu pengambilan air tanah secara besar-besaran. Wilayah Jakarta
Utara menempati posisi pertama dalam urutan wilayah paling berisiko terkena
banjir se-Asia Tenggara. Kondisi di atas diperparah oleh adanya aktivitas
reklamasi pantai utara Jakarta untuk pembangunan kawasan permukiman.
Reklamasi pantai utara Jakarta tersebut, juga telah menggusur hutan mangrove
(bakau) yang berfungsi sebagai pelindung alami wilayah daratan bila terjadi air
pasang/gelombang pasang dari laut. Selain mengubah geomorfologi (bentang
alam), hal tersebut juga telah mengganggu sistem hidrologi dataran pantai
sehingga meyebabkan air dari sistem drainase sulit mengalir ke laut.
Dalam rangka mengantisipasi kerusakan dan kerugian yang lebih besar,
maka diperlukan suatu kajian yang menjelaskan kerentanan dan risiko wilayah
pesisir Jakarta Utara dengan pendekatan analisis spasial, agar mudah dalam tahap
perencanaan dan implementasi suatu kegiatan.
Perumusan Masalah
Meningkatnya tekanan terhadap kondisi lingkungan kawasan pesisir Jakarta
Utara dipengaruhi oleh faktor pertambahan penduduk, pertumbuhan ekonomi
serta pemanasan global. Pemanasan global (global warming) telah mengakibatkan
perubahan iklim (climate change) di Indonesia. Kondisi ini ditandai dengan
meningkatnya frekuensi hujan dengan intensitas yang sangat tinggi,
ketidakpastian musim hujan dan musim kemarau, kenaikan muka air laut yang
mengancam wilayah pesisir, serta munculnya berbagai bencana yang diakibatkan
oleh iklim (climatic hazards).
Perubahan iklim di Indonesia memberikan dampak pada perubahan fisik
lingkungan, seperti meningkatnya genangan banjir di dataran rendah, erosi pantai
(abrasi), gelombang ekstrim, dan banjir. Perubahan tersebut menyebabkan pula
intrusi air laut ke sungai dan air tanah, kenaikan muka air sungai, perubahan
pasang surut dan gelombang, serta meningkatnya sedimentasi di muara sungai.
Jika proses ini berlangsung terus, maka akan berdampak pada perubahan
morfologi pantai dan ekosistem, terganggunya ekosistem di permukiman, juga

2

kerusakan sumber daya air, infrastruktur, perikanan, pertanian, dan wisata bahari.
Dengan demikian, menganalisis kerentanan dan risiko pesisir terhadap banjir rob
untuk pengelolaan wilayah pesisir ke depan menjadi sangat penting sebab dampak
perubahan iklim berupa kenaikan air laut yang menggenangi wilayah pesisir
sangat merugikan.
Sebagai rumusan permasalahan penelitian, ada beberapa pertanyaan yang
mendasari penelitian ini, pertama bagaimana keterkaitan kenaikan muka air laut
dengan kejadian banjir rob, kedua bagaimana ancaman bahaya banjir rob terhadap
penggunaan lahan yang ada di wilayah pesisir Jakarta Utara, ketiga bagaimana
kerentanan dan risiko banjir rob di wilayah pesisir Jakarta Utara.
Tujuan Penelitian
1.
2.
3.

Menganalisisketerkaitan kenaikan muka air laut dengan banjir pasang (rob)
di pesisir Jakarta Utara.
Menganalisis ancaman bahaya genangan banjir pasang (rob) terhadap
penggunaan lahan dengan menggunakan SIG (Sistim Informasi Geografi)
Menganalisis kerentanan dan risiko wilayah pesisir Jakarta Utara terhadap
banjir pasang (rob).
Manfaat Penelitian

1. Manfaat bagi masyarakatJakarta Utara
Hasil penelitian ini diharapkan agar masyarakat mengetahui tentang risiko
bencana yang dapat terjadi di wilayah pesisir Kota Jakarta Utara sehingga
masyarakat lokal dapat melakukan tindakan-tindakan preventif dan dapat
mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan oleh bencana tersebut. Manfaat ini
dapatdisampaikan dengan perantara Pemerintah Kota ketika bersosialisasi
terhadapmasyarakat ataupun masyarakat yang mengetahui produk penelitian ini
secaralangsung.
2. Manfaat bagi Pemerintah Kota Jakarta Utara
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan dan masukan bagi
pemerintah Kota Jakarta Utara dalam perencanaan wilayah pesisirnya berdasarkan
pada risiko bencana banjir rob yang merupakan dampak dari perubahan iklim.
Adanya penelitian inidiharapkan pula agar dapat meningkatkan peran aktif
pemerintah Kota Jakarta Utara dalam upaya mitigasi bencana di wilayahnya.
3. Manfaat bagi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya pengetahuan mengenaibagaimana
mengatasi risiko bencana yang dapat terjadi pada lingkup wilayahpesisir. Adanya
penelitian kerentanan bencana di wilayah pesisir terhadap perubahan iklim ini
diharapkan dapat menjadi bahan kajian dan referensi dalam pengelolaan
sumberdaya alam dan lingkungan pesisir berkelanjutan yang dapat adaptif
terhadap perubahan kondisi alam

3

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup ini secara umum terkait dengan lingkup materi yang
akandibahas dalam penelitian inidibatasi oleh beberapa hal, yaitu:
1. Berdasar data dari Bappenas (ICCSR, 2010) salah satu faktor perubahan
iklim global adalah kenaikan muka air laut, disebutkan bahwa hasil estimasi
kenaikan muka air laut berdasarkan altimeter, data pasang surut dan model,
menunjukkan tren yang sama, yaitu adanya laju kenaikan muka air laut,
dengan tingkat kenaikan rata-rata sekitar 0,6 cm/tahun sampai 0,8
cm/tahun.Kenaikanmuka laut menyebabkan banjir secara terus menerus dan
kerusakan infrastruktur di pesisir. Dampak lain yang diakibatkan oleh
naiknya muka laut adalah erosi pantai, berkurangnya salinitas air laut,
menurunnya kualitas air permukaan, dan meningkatnya risiko banjir rob,
(Susandi, 2008)
2. Data penginderaan jarak jauh sebagai ilmu, dan teknologi untuk memperoleh
informasimengenai obyek, dan berbagai fenomena dengan cara menganalisis
data yangdiperoleh tanpa kontak langsung terhadap obyek maupun fenomena
yang terjadi(Sutanto, 1986). Berdasarkan pada pengertian tersebut, maka
pemanfaatan datapenginderaan jauh dapat diaplikasikan pada berbagai bidang
untuk mengkajiberbagai permasalahan di permukaan bumi tanpa kontak
langsung. Termasukjuga didalamnya pemanfaatan data penginderaan jauh
dan sistem informasigeografis dalam bidang hidrologi. Citra Quickbird dan
data Digital Elevasi Model(DEM) dari data Lidar merupakan beberapa
produk citra penginderaan jauhdengan spesifikasi tertentu. Keberadaan data
tersebut dapat dimanfaatkan secaralebih optimal untuk mengkaji berbagai
fenomena di permukaan bumi. Salahsatunya permasalahan genangan atau
banjir rob di kawasan pesisir. Terjadinya banjirgenangan tersebut sesuai
dengan siklus hidrologi dapat diasumsikan dipengaruhioleh beberapa
parameter seperti luas daerah tangkapan air, pasang surutberdasarkan pada
karakteristik penutup lahan serta topografi suatu area.
3. Kerentanan yakni dampak terjadinya bencana berupa jatuhnya korban
jiwamaupun kerugian ekonomi baik dalam jangka pendek maupun jangka
panjangyang terdiri dari hancurnya permukiman infrastruktur, sarana dan
prasaranaserta bangunan lainnya, maupun kerugian ekonomi jangka panjang
yangberupa terganggunya roda perekonomian akibat trauma maupun
kerusakansumber daya alam lainnya (Diposaptono, 2005). Kondisi saat ini
wilayah pesisirperkotaan memiliki kerawanan bencana kenaikan permukaan
air laut yangdapat merendam beberapa kawasan. Dengan memperhatikan
faktor kerawanan bencana tersebut, tentunya penilaiankerentanan wilayah
pesisir perkotaan sangat dibutuhkan untuk keberlanjutan kehidupan di kota.

Secara sistematis kerangka penelitian terkait dengan kerentanan banjir
rob di wilayah pesisir Jakarta Utara, bisa dilihat skema pada Gambar 1.

4

Lingkungan Pesisir
Jakarta Utara

Data pengamatan
pasang surut

Citra QuickBird

Citra Lidar

Klasifikasi
Penggunaan Lahan

Digital Elevasi
Model/DEM

Kejadian Banjir
Rob
tahun 2007-2011

Kapasitas adaptasi
kebencanaan

Data statistik Sosial dan
ekonomi

Peta kerentanan dan Peta risiko
pesisir terhadap banjir rob

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian

5

2 TINJAUAN PUSTAKA
Kenaikan Muka Air Laut
Penyebab kenaikan muka laut antara lain disebabkan oleh perubahan
iklimdan amblesan tanah (Nicholls dan Klein 1999 in Wibowo 2006).
IntergovermentalPanel on Climate Change (IPCC) memperkirakan bahwa
kenaikan muka airsecara global dari 1990 sampai 2100 akan mencapai 18-59 cm.
Sementarakenaikan suhu dunia dalam jangka waktu tersebut sekitar 0,6C sampai
4C (IPCC2007). Apabila kenaikan suhu berlangsung dengan cepat dan kontinyu
maka akansemakin banyak gletser dan tudung es yang mencair atau meleleh.
Modelskenario kenaikan muka laut secaraglobal dari tahun 1990 sampai 2100
ditunjukan dalam Gambar 2.

Gambar 2. Skenario perkiraan kenaikan muka laut dalam kurun waktu 110 tahun
(sumber: GRID-Arendal, 2009)

Perubahan tinggi permukaan air laut dapat dilihat sebagai suatu fenomena
alam yang terjadi secara periodik maupun terus menerus. Perubahan secara
periodik dapat dilihat dari fenomena pasang surut air laut, sedangkan kenaikan air
laut yang terus menerus adalah seperti yang teridentifikasikan oleh pemanasan
global. Dampak lanjutan dari pengaruh pasang surut dan kemungkinan kenaikan
muka laut secara permanen antara lain perubahan kondisi ekosistem pantai,
meningkatnya erosi, makin cepatnya kerusakan bangunan dan terganggunya
kegiatan penduduk seperti permukiman, perindustrian, pertanian dan kegiatan
lainnya (Suprijanto 2003).

6

Pasang Surut Air Laut
Menurut Plugh (2004) pada bukunya Changing Sea Levels Pasang surut laut
(pasut) adalah gerakan periodik dari naik turunnya air laut yang disebabkan oleh
gaya gravitasi benda extraterestrial, serta putaran bumi. Fenomena pasang surut
selalu disertai perpindahan massa air dalam arah horizontal yang disebut arus
pasang surut. Pasang purnama (spring tide) terjadi saat bumi, bulan, dan matahari
berada dalam satu garis lurus yaitu pada saat bulan baru dan bulan purnama. Pada
saat ini akan terjadi pasang yang sangat tinggi dan surut yang sangat rendah atau
tunggang pasut maksimal. Sedangkan pasang perbani (neap tide) terjadi saat bumi,
bulan, dan matahari membentuk sudut 90 pada ¼ dan ¾ bulan. Secara umum
pasang surut di berbagai daerah dapat dibedakan menjadi tiga tipe yaitu pasang
surut harian ganda (semidiurnal tide),pasang surut harian tunggal (diurnal tide),
dan pasang surut campuran (mixed tide) yang dapat condong ke harian ganda atau
condong ke harian tunggal.
Banjir Rob
Banjir rob adalah kejadian / fenomena alam dimana air laut masuk ke
wilayah daratan, pada waktu permukaan air laut mengalamikondisi pasang. Intrusi
air laut tersebut dapat melalui sungai, saluran drainase atau aliran bawah tanah.
Banjir rob terjadi karena dinamika alam atau kegiatan kegiatan manusia.
Dinamika alam yang dapat menyebabkan banjir rob adalah adanya perubahan
elevasi pasang surut air laut. Sedangkan yang diakibatkan oleh manusia seperti,
pemompaan air tanah yang berlebihan, pengerukan alur pelayaran, reklamasi
pantai dan lain-lain (Wahyudi ,2007)
Kerentanan Wilayah Pesisir
Risiko merupakan suatu hal yang memiliki keterkaitan dengan
kerentananpantai. Risiko menjadi perhatian apabila risiko tersebut cukup
signifikan.Sebagai contoh, jika ada gunung meletus disebuah pulau yang tidak
berpenduduk, seringkali hal ini tidak mendapat perhatiansebagai suatu bencana.
Namun apabila hal yang sama terjadi pada pulau yang berpenduduk, apalagi jika
pulau tersebut berpenduduk padat, maka kejadian tersebut sangat signifikan
karena memiliki berbagai konsekuensi terkait dengan penduduk di pulau tersebut.
Kerentanan adalah tingkatan dari suatu sistem terhadap kemudahan
sistemtersebut terkena dampak atau ketidakmampuan mengatasi dampak dari
perubahaniklim termasuk iklim yang berubah-ubah dan ekstrim. Kerentanan
merupakanfungsi dari karakter, magnitude, laju dari variasi iklim karena
terekspose,sensitivitas dan kapasitas adaptasinya (McCarthy et al. 2001). Adapun
Kaspersonet al. (2003) dan Turner et al. (2003) menyebutkan bahwa kerentanan
adalah15tingkat dimana manusia dan sistem alam akan mengalami kerugian
karenagangguan atau tekanan dari luar. Sebagai contoh, kerentanan wilayah
pesisirterhadap perubahan iklim dan kenaikan muka laut adalah tingkat
ketidakmampuanwilayah pesisir untuk mengatasi dampak dari perubahan iklim
dan kenaikan mukalaut (IPCC-CZMS 1992).Dolan dan Walker (2004)
mengemukakan terdapat 3 karakteristik darikerentanan. Pertama; kerentanan

7

dicirikan oleh keterpaparan suatu sistemterhadap bencana alam (misalnya banjir di
wilayah pesisir) dan bagaimanabencana tersebut mempengaruhi kehidupan
manusia dan infrastruktur yang ada diwilayah tersebut. Kedua; dari sudut pandang
hubungannya terhadap manusia,kerentanan bukan hanya dilihat sebagai hubungan
fisik semata. Dalam hal ini,kerentanan ditentukan oleh ketidakwajaran dan
distribusi dampak/efek negatifdari resiko diantara kelompok masyarakat yang ada
di suatu wilayah, dankerentanan adalah hasil dari proses sosial dan struktur yang
memiliki hambatanterhadap akses sumberdaya. Ketiga; dari perspektif
keterpaduan antarakejadian/peristiwa secara fisik dari fenomena sosial yang
menyebabkanketerpaparan terhadap resiko dan keterbatasan kapasitas masyarakat
dalammerespon bencana alam yang muncul.
Pantai merupakan suatu wilayah yang dimulai dari titik terendah air
lautwaktu surut hingga ke arah daratan sampai batas paling jauh
ombak/gelombangmenjulur ke daratan. Jadi daerah pantai dapat juga disebut
daerah tepian laut.Adapun tempat pertemuan antara air laut dan daratan
dinamakan garis pantai(shore line). Garis pantai ini setiap saat berubah-ubah
sesuai dengan perubahanpasang surut air laut.Pesisir adalah suatu wilayah yang
lebih luas dari pada pantai. Wilayahpesisir mencakup wilayah daratan sejauh
masih mendapat pengaruh laut (pasangsurut dan perembasan air laut pada daratan)
dan wilayah laut sejauh masihmendapat pengaruh dari darat (aliran air sungai dan
sedimen dari darat)
Kerentanan pesisir meliputi kerentanan lingkungan (environmental
vulnerability), kerentanan sosial (social vulnerability), dan kerentanan
ekonomi(economic vulnerability). Kerentanan lingkungan berbeda dengan
kerentananekonomi maupun sosial disebabkan oleh tiga hal, yaitu: (1) lingkungan
termasukdidalamnya sistem yang kompleks dengan perbedaan disetiap level
kelompokspesies dan karakteristik fisik habitat, (2) berbeda dengan indikator
umum untukmanusia (sosial) yang dapat digunakan secara luas dengan
menggunakan asumsibahwa kebutuhan dan ambang batas untuk risiko pada
umumnya sama, sedangkanindikator untuk lingkungan sangat dibatasi oleh
kondisi geografi, dan (3) indikatorekonomi dapat diekspresikan dalam unit uang
yang dapat digunakan secara luasdiseluruh dunia dengan menggunakan unit
pembanding (SOPAC, 2005).Kerentanan dalam suatu proses kebencanaan
didefinisikan sebagai fungsi dari pola tingkah laku manusia. Tingkat kerentanan
dapat dideskripsikan dari sistem sosial ekonomi daerah tersebut rentan atau tahan
dari dampak bencana alam, teknologi yang terkait, serta bencana lingkungan.
Tingkat kerentanan dapat diperoleh dari kombinasi beberapa faktor, antara lain:
kesadaran masyarakat akan bahaya, kondisi pemukiman dan infrastruktur,
kebijakan pemerintah, dan kemampuan berorganisisasi dalam segala aspek
penanganan bencana (International Strategy of Disaster Reduction/ISDR, 2007).

8

3 METODE
Waktu dan Tempat
Waktu penelitian berlangsung selama 4 bulan sejak pertengahan bulan April
2013 sampai bulan Juli 2013.Adapun wilayah penelitian ini terdiri atas 6
kecamatan di Jakarta Utara yaitu mencakup 1) Kecamatan Penjaringan, 2)
Pademangan, 3) Koja, 4) Tanjung Priuk, 5) Cilincing, dan 6) Kecamatan Kelapa
Gading. Untuk memperjelas wilayah studi dankerawanan bencananya dapat
dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Lokasi penelitian Kota Jakarta Utara

Bahan
Data yang diperlukan dalam penelitian ini antara lain:
a) Data bulanan pasang surut stasiun Tanjung Priok dari Bakosurtanal/BIG
b) Data kejadian banjir robtahun 2007 – 2011dari berbagai situs di media internet
c) Data peta Rupa Bumi Indonesia skala 1 : 25000
d) Data DEM (Digital Elevation Model) hasil pengolahan Citra Lidar
e) Data Citra Quickbird akuisisi 2010
f) Data peta tematik (Jalan, Sungai, Garis Pantai, Penggunaan Lahan)
g) Data tabulasi sosial ekonomi dari Jakarta Utara dalam Angka BPS 2012

9

Alat
Alat yang dipergunakan untuk pengolahan data pasang surut adalah
software aplikasi pasang surutdan .software pengolah data Microsoft Excel 2010.
Untuk alat yang dipergunakan untuk pengolahan data citra/imageadalah software
pengolah citra berupa ER Mapper dan Global Mapper 11, software SIG (Sistem
Informasi Geografi) berupa Arc Gis 10.
Prosedur Analisis Data
Prosedur analisis spasial kerentanan banjir rob ini disusun dengan beberapa
tahapan sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4.
faktor iklim sebagai dasar
ilmiah perubahan iklim
analisis kenaikan muka air laut

kemungkinan terjadinya bahaya
banjir rob

kondisi sosial, ekonomi, fisik
dan lingkungan wilayah pesisir

analisis pasut dan threshold rob

analisis kerentanan

risiko banjir rob akibat kenaikan
muka air laut
analisis spasial
Gambar 4. Prosedur analisis kerentanan banjir rob
Analisis Kenaikan Muka Air Laut
Fenomena kenaikan muka laut dapat di presentasikan dengan mean sea level
(MSL). MSL ini merupakan permukaan air laut yang dianggap tidak dipengaruhi
oleh keadaan pasut dan di tentukan melalui pengamatan kedudukan air laut secara
terus menerus. MSL umumnya digunakan sebagai referensi titik nol bagi
komponen pasut serta merupakan acuan standar bagi elevasi daratan ketinggian
titik-titik diatas permukaan bumi (Yanti. W, 2009).
Data pasang bulanan tiap jam yang didapatkan dari stasiun pasut BIG,
Tanjung Priok Jakarta dianalisisuntuk mendapatkan nilai MSL bulanan. Data
pasang surut tersebut dianalisisdengan menggunakan persamaan sebagai berikut
untuk mendapatkan nilai MSL bulanan(Pariwono,1995) :


10

………………..(1)

keterangan :
Xi = nilai rerata bulan ke i
N = jumlah jam pengamatan dalam 1 bulan
Xj = tinggi muka air laut pada jam ke j
Untuk mendapatkan nilai rata-rata fluktuasi muka laut tahunan maka
digunakan analisis regresilinier dengan metode kuadrat kecil. Data MSL bulanan
yang didapatkan dari tahun 1984-2011diurutkan secara berkelanjutan tiap bulan
dalam sebuah grafik. Nilai fluktuasi didapatkan denganmenggunakan rumus
Triatmojo (1999)dalam Sageta (2012)
g(x) = a + bx…………………….…..(2)
keterangan :
g : Peubah tak bebas
x : Peubah bebas
a : Konstanta
b : Kelandaian (slope) kurva garis lurus
Analisis Pasang Surut
Jumlah komponen pasut (N) yang umum diperhitungkan hanyalah 9
komponen utama sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 1. Ke-9 komponen yang
dimaksud masing masing merepresentasikan fenomena fisik tertentu yang
mempengaruhi periode pasut di seluruh muka bumi seperti periode bulan
mengelilingi bumi atau gesekan terhadap dasar laut pada laut dangkal.
Komponen-komponen ini juga sering disebut sebagai konstituen pasut.
Simbol
O1
P1
K1
M2
S2
N2
K2
M4
MS4

Tabel 1. Komponen Utama pasang surut
Asal Komponen
Komponen diurnal
Utama bulan
Utama matahari
Utama bulan dan matahari
Komponen semi diurnal
Utama bulan
Utama matahari
Variasi bulanan jarak antara bumi dan bulan
Variasi sudut deklinasi antara matahari dan bulan
Komponen efek perairan dangkal
Utama semidiurnal bulan
Utama semidiurnal bulan dan matahari

Karena setiap komponen memiliki sifat periodik tertentu, dan pasut
merupakan penjumlahan setiap komponen pasut yang ada, maka dapat
disimpulkan bahwa tipe pasut yang ada di suatu tempat dapat diperkirakan dari
nilai nilai komponennya. Parameter yang menentukan tipe pasut di suatu lokasi
dari komponen komponennya disebut juga bilangan Fromzahl yang dapat
dirumuskan sebagai:

11

…………………….…..(3)
keterangan:
F = Bilangan Frohmzal
A(K1) = Amplitudo dari komponen pasut K1
A(O1) = Amplitudo dari komponen pasut O1
A(M2) = Amplitudo dari komponen pasut M2
A(S2) = Amplitudo dari komponen pasut S2

Tabel 2. Tipe pasang surut berdasarkan bilangan Frohmzal
F

Tipe pasang surut

F ≤ 0,25

Pasut semi diurnal (ganda)

0,25 < F ≤ 1,5

Pasut campuran, condong
ke pasut ganda

1,5 3

Pasut diurnal (tunggal)

Keterangan
- 2 kali pasang sehari
dengan tinggi sama
- Interval waktu transit
bulan dan pasang naik
untuk suatu tempat
hampir sama
- 2 kali pasang sehari
tetapi tinggi dan interval
waktu transit dan pasang
naik tidak sama
- Terkadang hanya sekali
pasang sehari dan
mengikuti deklinasi
maksimum dari bulan
- Terkadang pula terjadi 2
kali pasang sehari tetapi
tinggi dan interval waktu
antara transit bulan dan
pasang naik sangat
berbeda
- 1 kali pasang dan 1 kali
surut dalam satu hari
- Pada saat pasang perbani
(neap tide), ketika bulan
melewati bidang ekuator
dapat terjadi 2 kali pasang
dalam satu hari

Sumber: Open University , Ocean Tides Open Course Material

Dalam perhitungan pasang surut, juga dihasilkan nilai elevasi penting. Elevasi
penting yang dimaksud adalah beberapa istilah besaran ketinggian pada peristiwa
pasut yang sering dijadikan sebagai referensi dalam pengaplikasian dalam ilmu
pasang surut itu sendiri. Elevasi penting dihitung dalam periode ulang 18,6
tahunan. Beberapa istilah ini adalah:
 HHWL (Highest High Water Level) : Elevasi muka air tertinggi
 MHWS (Mean High Water Spring) : Rata-rata elevasi puncak tertinggi
pasut saat pasang purnama

12







MHWL (Mean High Water Level) : Rata-rata elevasi semua puncak pasut
MSL (Mean Sea Level) : Rata-rata elevasi muka air
MLWL (Mean Low Water Level) : Rata-rata elevasi semua lembah pasut
MLWS (Mean Low Water Spring) : Rata-rata elevasi lembah terendah
pasut saat pasang purnama
LLWS (Lowest Low Water Level) : Elevasi muka air terendah

Analisis Threshold
Untuk identifikasi penyebab terjadinya banjir rob, akan dilakukan
perbandingan antara waktu kejadian-kejadian muka air yang relatif tinggi
(ekstrim), dengan data waktu kejadian banjir rob. Data kejadian banjir rob yang
digunakan merupakan artikel-artikel yang didapatkan dari media massa dari tahun
2007 hingga akhir tahun 2011. Jika waktu kejadian ekstrim dari sebuah faktor
penyebab selalu bertepatan dengan waktu kejadian banjir, maka faktor tersebut
dapat disimpulkan sebagai faktor dominan penyebab terjadinya banjir rob. Jika
tidak ada satu pun waktu kejadian yang sesuai, maka terdapat 2 kemungkinan.
Kemungkinan pertama adalah ada faktor penyebab lain diluar faktor-faktor yang
diperhitungkan. Kemungkinan kedua adalah tidak diperlukannya kejadian ekstrim
untuk faktor-faktor yang menyebabkan naiknya muka air laut sehingga
menimbulkan banjir rob, atau dengan kata lain, selama nilai minimal elevasi muka
air tertentu tercapai, maka banjir rob akan terjadi. Nilai minimal yang harus
tercapai (threshold) ini dapat diperkirakan dengan menggunakan super posisi
elevasi muka air dari faktor-faktor yang diperhitungkan. Dari threshold ini,
kemudian kita bisa memperkirakan kemungkinan kejadian banjir rob berikutnya
Analisis Kerentanan
Analisis kerentanan dalam konteks kebencanaan ini termasuk bagian dalam
kerangka kajian risiko, maka secara umum perumusan konsep kerentanan
dilakukan dengan mengintegrasikan antara risiko, bahaya, kerentanan dan
kapasitas adaptasi, dalam suatu hubungan tertentu yang saling terkait dan saling
mempengaruhi. Keterkaitan elemen-elemen risiko (bahaya dan kerentanan) ini
diformulasikan dalam hubungan: risiko (Risk, R) adalah pertemuan (yang
dinotasikan dengan tanda kali) antara bahaya (Hazards; H), kerentanan
(Vulnerability, V) dan kapasitas adaptasi (Adaptive Capacity, AC) sebagaimana
diberikan oleh Affeltranger, et.al.,2006 dalam Soeroso 2008.
R = H x V ..…………………..(4)
Sedangkan kerentanan (Vulnerability, V) adalah fungsi dari keterpaparan
(Exposure, E), dan sensitivitas (Sensitivity, S) sebagaimana dirumuskan dalam
suatu hubungan berikut:
V = (E x S)/AC…………………(5)
Klasifikasi ancaman bahaya banjirberdasarkan Peraturan Kepala BNPB No.
2 Tahun 2012 dibagi menjadi tiga kelas yaitu rendah dengan genangan air setinggi
kurang dari 0,75 meter, sedang dengan genangan air setinggi antara 0,75-1,5
meter, dan tinggi dengan genangan air setinggi lebih dari 1,5 meter.

13

Berikutnya dalam menentukan kerentanan suatu wilayah, berdasar Peraturan
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) No.2 tahun 2012
tentang pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana, disebutkan bahwa
pembuatan peta kerentanan dapat dibagi ke dalam 4 komponen yaitu kerentanan
sosial dengan bobot 40%, kerentanan ekonomi bobotnya 25%, kerentanan fisik
dengan bobot 25% dan kerentanan lingkungan diberi bobot 10%.
Sumber data parameterketerpaparan seperti kepadatan penduduk, rasio
jeniskelamin, rasio kemiskinan, rasio orang cacat dan rasio kelompok umur
diperoleh dari Buku Jakarta Utara dalam angka tahun 2013, BPS (Badan Pusat
Statistik). Indikator yang kedua adalah informasi sensitivitas. Parameter
sensitivitas ini bersumber dari hasil klasifikasi penggunaan lahan dari Badan
Informasi Geospasial (BIG) tahun 2010. Setelah sejumlah parameter kerentanan
didapatkan, kemudian masing-masing parameter tersebut dilakukan pembobotan.
Pembobotan
dilakukan
berdasarkan
dengan
metode
Pairwise
Comparison,yang betujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor tinjauan dengan
mengevaluasi faktor manakah yang memiliki pengaruh secara signifikan
(Abdi,H.,and Lynne J.William, 2010). Dalam penerapannya, metode tersebut
dapat dijadikan sebagai landasan dalam mengambil keputusan dalam kerangka
penentuan level kerentanan.
Tahap terpenting dalam metode perbandingan berpasangan ini adalah
penilaian dengan membandingkan sejumlah kombinasi elemen yang ada pada
setiap tingkatan sehingga kita dapat melakukan penilaian untuk mengetahui
besarnya bobot dari setiap elemen ataupun faktor, sebagaimana di tunjukkan pada
Tabel 3.
Tabel 3. Skala Perbandingan dalam Metoda Pairwise Comparison
Intensitas
Definisi
Kepentingan
1
Sama pentingnya
3

5

7

9

2,4,6,8

Kedua faktor berkontribusi sama pada
suatu tinjauan objek
faktor yang satu sedikit Pengalaman dan pertimbangan sedikit
lebih penting dari yang memihak suatu faktor dibandingkan
lain
yang lain terhadap tinjauan objek
faktor yang satu lebih
Pengalaman dan pertimbangan kuat
penting dari yang lain
memihak suatu faktor dibandingkan
yang lain terhadap tinjauan objek
faktor yang satu jauh
Pengalaman dan pertimbangan sangat
lebih penting dari yang
kuat dan disukai dibandingkan faktor
lain
yang lain terhadap tinjauan objek. Hal
ini penting untuk didemonstrasikan
dalam praktek
faktor yang satu mutlak
Bukti bahwa suatu faktor penting dan
lebih penting dari yang
disukai dibandingkan faktor lainnya
lain
memiliki tingkat validitas
kemungkinan tertinggi
nilai tengah diantara
Nilai diberikan bila diperlukan dua
kedua faktor
pertimbangan
berpasangan

Sumber: Saaty, 1980

14

Keterangan

Persamaan yang dipergunakan untuk memperoleh skoring kerentanan pada
masing-masing kelompok komponen kerentanan seperti telah disebutkan
sebelumnya dapat dilihat pada persamaan kerentanan (ADRC, 2004) berikut ini:
V =V(A)+V(B)+V(C)+V(D)+V(...)…………(6)
V(a,A)=Si(wi.ei)nilai i=1,n………………….(7)
Dimana:
V(a,A) adalah tingkat kerentanan untuk komponen kerentanan a (misal:
kepadatan penduduk), pada parameter kerentanan A (misal: parameter sosial).
Si = jenis komponen
Wi = koefisien pembobotan
ei = nilai vektorial untuk komponen kerentanan
n = jumlah total komponen kerentanan untuk parameter A
Pada persamaan (6) merupakan persamaan umum untuk memperoleh nilai
kerentanan wilayah, sedang persamaan (7) merupakan persamaan yang
dipergunakan untuk menghitung kerentanan masing-masing komponen. Pada
persamaan (7) terdapat suku Wi yaitu koefisien pembobotan, dimana nilai
pembobotan ini diperoleh dari nilai rangking / pengkelasan komponen parameter
kerentanan a (misal: kepadatan penduduk), dimana misalnya pada komponen
kepadatan pendudukrangking dikelompokkan berdasarkan range persentase
tingkat kepadatan penduduk.
Dataklasifikasi penggunaan lahan yang terdiri dari 19 klasifikasi merupakan
indikator sensitivitas kerentanan dan data kepadatan penduduk serta data
kelompok rentan sebagai indikator keterpaparan, makadata tersebut dilakukan
pembobotan dandikelompokkan sesuai dengan komponen kerentanan berdasar
Peraturan Kepala BNPB No.2 tahun 2012.
Pada ketentuan nilai pembobotan yang tertuang di Peraturan Kepala BNPB
No.2 tahun 2012 hanya terdapat indikator kerentanan yang terkait keterpaparan
oleh karena itu dilakukan modifikasi nilai pembobotan yang terkait dengan
sensitivitas disesuaikan dengan kerentanan terhadap genangan banjir rob,
sebagaimana pada Tabel 4.

15

Tabel 4. Nilai bobot kerentanan, modifikasi Peraturan Kepala BNPB No12 tahun 2012
Indikator
kerentanan

Komponen
kerentanan

Keterpaparan Sosial (40)
(Exsposure)

Sensitivitas
(Sensitivity )

Ekonomi (25)

Fisik (25)

Lingkungan (10)

Parameter kerentanan
A.Kepadatan Penduduk
B.Kelompok Rentan :
rasio jenis kelamin
rasio kemiskinan
rasio kelompok umur
rasio orang cacat
Lahan Produktif
industri pengolahan
kawasan industri
pasar
pergudangan
perikanan
perkantoran/perdagangan/jasa
pertanian tanah basah
prasarana transportasi
A. Perumahan :
perumahan teratur
perumahan tidak teratur
B.Fasilitas umum :
fasilitas pemerintahan
fasilitas peribadatan
C.Fasilitas Kritis :
fasilitas kesehatan
fasilitas pendidikan
Kawasan hijau
bakau
pemakaman
lain-lain/semak dan rawa
ruang terbuka
tanah kosong diperuntukan

Bobot
Parameter
Kerentanan
6
1
1
1
1
1
2
0,5
1
1
2
1
1,5
1
3
2
1
1,5
1,5
1
3
1,5
2,5
2

Setelah dilakukan pembobotan, kemudian dihitung skoring berdasar acuan
pembuatan peta bencana dari BNPB, dan dari keempat komponen nilai skor
tersebut di formulasikan sebagai indekkerentanan dengan 3 klasifikasi yaitu
rendah, sedang, tinggi berdasar analisis SIGdan formula sebagai berikut :
= ( (0,4*skor kerentanan sosial) + (0,25* skor kerentanan ekonomi) +
Peta Indek Kerentanan
Banjir Rob
(0,25* skor kerentanan fisik) + (0,1* skor kerentanan lingkungan) )

16

Sedangkan untuk pembuatan peta kapasitas adaptasi banjir rob,berdasarkan
pada Peraturan Kepala BNPB No. 2 Tahun 2012, dimana komponen utamanya
adalah sebagai berikut :
1. Aturan dan kelembagaan penanggulangan bencana
2. Peringatan dini dan kajian risiko bencana
3. Pendidikan kebencanaan
4. Pengurangan faktor risiko dasar
5. Pembangunan kesiapsiagaan pada seluruh lini
Dari kelima komponen tersebut memberikan dasar dalam menentukan
parameter kapasitas banjir rob dengan keterbatasan sumber data yang ada.
Kemudian atas dasar tersebut, didapat lima parameter kapasitas pada bencana
banjir rob sebagai berikut :
Jumlah tenaga kesehatan
Kapasitas ini didasarkan atas komponen aturan dan kelembagaan penanggulangan
bencana dan pengurangan faktor risiko. Asumsi tersebut dapat dijelaskan bahwa
penempatan tenaga kesehatan haruslah disesuaikan kondisi demografi dan sosial
penduduk suatu wilayah yang ditetapkan oleh suatu aturan dalam sebuah
kelembagaan. Jadi parameter ini dipilih untuk menjadi penilaian dalam indikator
kapasitas banjir rob. Data parameter ini diambil dari BPS kota Jakarta Utara
dalam Jakarta Utara dalam Angka 2012.
Jumlah sarana kesehatan
Seperti halnya pada parameter jumlah tenaga kesehatan, jumlah sarana kesehatan
dipilih atas dasar komponen kapasitas yang sama yaitu komponen aturan dan
kelembagaan penanggulangan bencana dan pengurangan faktor risiko. Sumber
data juga diperoleh sama dengan parameter diatas yaitu Jakarta Utara dalam
Angka 2012.
Sosialisasi banjir rob
Parameter kapasitas ini dipilih sebagai pencerminan komponen pendidikan
kebencanaan, peringatan dini, dan pengurangan faktor risiko. Data yang diambil
berdasarkan laporan BPBD Provinsi DKI Jakarta.
Perolehan bantuan
Parameter kapasitas ini dipilih sebagai pencerminan komponen pengurangan
faktor risiko, dan aturan dan kelembagaan penanggulangan bencana. Data yang
diambil berdasarkan laporan BPBD Provinsi DKI Jakarta.
Adanya posko darurat
Parameter kapasitas ini dipilih sebagai pencerminan komponen pembangunan
kesiapsiagaan atas bencana, dan pengurangan faktor risiko. Data yang diambil
berdasarkan laporan BPBD Provinsi DKI Jakarta.
Kelima parametertersebut kemudian ditentukan klasifikasi dan rumusan
total kapasitas banjir rob dengan hasil seperti pada Tabel 5.

17

Tabel 5. Nilai bobot kapasitas, berdasarkan Peraturan Kepala BNPB No2 tahun 2012
Komponen
Kelas Kapasitas
Kapasitas
Rendah
Skor
Jumlah
< 10 orang
1
Tenaga
Kesehatan
Jumlah Sarana < 10 buah
1
Kesehatan
Sosialisasi
Tidak Ada
1
Bencana
Perolehan
Tidak Ada
1
Bantuan
Posko
Tidak Ada
1
Tanggap
Darurat

Sedang
11-20
orang

Skor
3

Tinggi
> 20 orang

Skor
5

11-20 buah

3

> 20 buah

5

20

-

-

Ada

3

20

-

-

Ada

3

20

-

-

Ada

3

20

Peta Indek Kapasitas = ( (0,2*skor tenaga kesehatan) + (0,2* skor sarana kesehatan) +
(0,2* skor sosialisasi bencana) + (0,2* skor bantuan) +
Adaptasi
(0,2* skor posko tanggap darurat))
Banjir Rob
Untuk membuat klasifikasi risiko banjir rob dari hasil pemetaan
ancaman,kerentanan, dan kapasitas banjir rob, berdasarkan pada Peraturan Kepala
BNPB No.2 tahun 2012,digunakan matriks dengan rumusan VCA
(VulnerabilityCapacity Analysis), sebagaimana Gambar 5.:
Kerentanan/Kapasitas
(V/C)
Kerentanan
Rendah
( V)
Sedang
Tinggi
Bahaya x
Kerentanan/Kapasitas
(H x V/C)
Ancaman
Rendah
Bahaya (H)
Sedang
Tinggi

Tinggi

Kapasitas (C)
Sedang Rendah

Kerentanan/Kapasitas
(V/C)
Rendah Sedang
Tinggi

keterangan
rendah
sedang
tinggi

Gambar 5. Matriks penentuan kelas kerentanan dan risiko
Analisis Spasial
Data Spasial merupakan data yang menunjuk posisi geografi dimana setiap
karakteristik memiliki satu lokasi yang harus ditentukan dengan cara yang unik.

18

Bobot
(%)
20

Untuk menentukan posisi secara absolut berdasar sistem koordinat. Untuk area
kecil, sistem koordinat yang paling sederhana adalah grid segiempat teratur.
Untuk area yang lebih besar, berdasarkan proyeksi kartografi yang umum
digunakan (Tuman,2001).Karakteristik utama Sistem Infor