Pengaruh Kapasitas Wirausaha Terhadap Keberhasilan Usaha Ternak Sapi Perah Di Bogor, Jawa Barat.

PENGARUH KAPASITAS WIRAUSAHA TERHADAP
KEBERHASILAN USAHA TERNAK SAPI PERAH
DI BOGOR, JAWA BARAT

GABRIELLA STEPHANIE GULTOM

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Kapasitas
Wirausaha Terhadap Keberhasilan Usaha Ternak Sapi Perah di Bogor, Jawa Barat
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015

Gabriella Stephanie Gultom
NIM H351140416

RINGKASAN
GABRIELLA STEPHANIE GULTOM. Pengaruh Kapasitas Wirausaha Terhadap
Keberhasilan Usaha Ternak Sapi Perah di Bogor, Jawa Barat. Dibimbing oleh
SUHARNO dan BURHANUDDIN.
Kapasitas wirausaha adalah faktor penting dalam pembangunan modal
manusia. Kapasitas wirausaha menunjukkan kualitas modal manusia. Kualitas
modal manusia pada peternak sapi perah di Bogor relatif rendah. Peternak perlu
meningkatkan kualitasnya dengan meningkatkan kapasitas wirausaha. Kapasitas
wirausaha yang tinggi akan menjamin tercapainya tujuan usaha peternak yaitu
kesuksesan usaha ternak sapi perah. Riset kapasitas wirausaha merupakan upaya
yang dapat dilakukan untuk mengetahui hal-hal yang penting bagi pembangunan
modal manusia di Indonesia.
Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang

memengaruhi kapasitas wirausaha dan menganalisis pengaruh kapasitas wirausaha
terhadap keberhasilan usaha ternak sapi perah di Bogor. Data dikumpulkan
melalui wawancara dengan bantuan kuesioner. Total responden adalah 49
peternak sapi perah di Kota Bogor, yang diambil melalui metode survei. Data
dianalisis menggunakan Partial Least Square (PLS).
Hasil analisis yang diperoleh meliputi faktor-faktor yang berpengaruh
signifikan terhadap kapasitas wirausaha sapi perah di Bogor adalah ketersediaan
inovasi, aksesbilitas informasi dan gaya pengambilan keputusan. Faktor gaya
pengambilan keputusan memiliki pengaruh paling besar terhadap peningkatan
kapasitas wirausaha sapi perah di Bogor. Di sisi lain, terdapat faktor yang tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap kapasitas wirausaha sapi perah di Bogor
yakni motivasi berusaha. Kapasitas wirausaha memiliki pengaruh signifikan
terhadap keberhasilan usaha ternak sapi perah di Bogor. Peningkatan kinerja pada
indikator simplisitas inovasi, kesesuaian informasi yang diterima peternak dan
gaya pengambilan keputusan berdasarkan pengalaman akan meningkatkan
kapasitas wirausaha secara langsung dan meningkatkan keberhasilan usaha ternak
sapi perah secara tidak langsung melalui kapasitas wirausaha sebagai variabel
mediator. Implikasi dari hasil penelitian ini di masa depan yang harus
dipertimbangkan agar dapat mendorong keberhasilan usaha ternak sapi perah
adalah merancang program pelatihan atau seminar atau kelompok diskusi terarah

tentang pengolahan produk susu yang sederhana, menyediakan media untuk saling
bertukar informasi serta memperkuat gaya pengambilan keputusan yang berasal
dari pengalaman wirausaha.
Kata kunci: kapasitas wirausaha, PLS, usaha ternak sapi perah

SUMMARY
GABRIELLA STEPHANIE GULTOM. The Influence of Entrepreneur‟s Capacity
Toward The Success of Dairy Cattle Business in Bogor, West Java. Supervised by
SUHARNO and BURHANUDDIN.
Entrepreneur‟s capacity is an important factor in the entrepreneurship
development effort. Entrepreneur‟s capacity indicates the quality of human
capital. The quality of the human capital in dairy cattle in Bogor was relatively
low. Cattlemans need to improve quality by increasing the entrepreneur‟s
capacity. A high entrepreneur‟s capacity will ensure the achievement of the goal
of the business success. Entrepreneur‟s capacity research is an effort that can be
done to know the things that are important to human capital development in
Indonesia. Given the vital role, it is important to study this aspect for
entrepreneur‟s capacity.
The objectives of this research are to analyze determinants of entrepreneur‟s
capacity and to analyse the influence of entrepreneurial capacity towards the

success of dairy cattle business in Bogor. Data was collected by a set of
questioner. Survey was conducted in Bogor and there were 49 cattlemans
interviewed. Partial Least Square (PLS) was used for modelling.
Based on the result, the factors that influence significantly to entrepreneur‟s
capacity in Bogor are the availability of innovation, the accessibility of
information and the method of decision making. The method of decision making
factors have the most influence on the improvement of the entreprener‟s capacity
of dairy cattle in Bogor. On the other hand, there is a factor that didn‟t influence
the entrepreneur‟s capacity of dairy cattle in Bogor is motivation trying.
Entrepreneur‟s capacity has a significant influence on the success of the dairy
cattle business in Bogor. Improved performance on indicators of simplicity of
innovation, the suitability of the information received and the decision-making
based on experience will enhance the entrepreneur‟s capacity directly and enhance
the success of dairy cattle indirectly through entrepreneur‟s capacity as mediator
variables. Those implies that in the future; to design training program or seminar
or focus group discussion (FGD) about the processing of dairy products are
simple, provide media to exchange information and strengthen the method of
decision making derived from entrepreneur experience should be consider in order
to encourage the success of dairy cattle business.
Keywords: entrepreneur‟s capacity, PLS, dairy cattle business


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENGARUH KAPASITAS WIRAUSAHA TERHADAP
KEBERHASILAN USAHA TERNAK SAPI PERAH
DI BOGOR, JAWA BARAT

GABRIELLA STEPHANIE GULTOM

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains

pada
Program Studi Agribisnis

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis

: Dr Ir Heny K. Daryanto, MEc

Penguji Program Studi

: Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala
berkat-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2015 hingga Juni 2015 ini ialah

kapasitas wirausaha, dengan judul penelitian Pengaruh Kapasitas Wirausaha
Terhadap Keberhasilan Usaha Ternak Sapi Perah di Bogor, Jawa Barat.
Ucapan terima kasih dan penghargaan tertinggi penulis haturkan kepada
Bapak Dr Ir Suharno, MAdev selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr Ir
Burhanuddin, MM selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan
bimbingan dan dukungan tidak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan
tesis ini. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dr Ir Anna Farianti,
MS selaku dosen evaluator pada pelaksanaan kolokium proposal dan Dr Ir Basita
Ginting, MA selaku dosen evaluator pada pelaksanaan seminar hasil. Penulis
menyampaikan ucapan terima kasih kepada Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS dan Dr
Ir Heny K. Daryanto, MEc atas kesediaan menjadi penguji pada ujian tesis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu peternak di Kelurahan
Kebon Pedes, Harjasari dan Muarasari yang berkenan menjadi responden pada
penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Biro Perencana
Kerjasama Luar Negeri, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan yang telah
mengakomodasi biaya pendidikan selama program sinergi S1-S2.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orangtua tercinta
Bapak Bantu Gultom dan Ibu Valentina Sitorus atas segala doa dan kasih
sayangnya yang tiada henti sehingga membantu penulis dapat menyelesaikan tesis
ini. Terima kasih kepada abang tersayang Raymond Gultom dan kedua adik-adik

tersayang Chaterine Gultom dan Dony Gultom atas dorongan semangatnya selama
ini. Ungkapan terima kasih juga tidak lupa disampaikan kepada Daniel Ramos
Marpaung yang selalu memberikan dorongan semangat kepada penulis. Terakhir
penulis sampaikan terima kasih atas segala doa dan dukungan kepada rekan-rekan
Fast Track Angkatan 2 dan MSA 4 selama pembuatan tesis ini.
Semoga tesis ini bermanfaat.

Bogor, September 2015
Gabriella Stephanie Gultom

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

ix

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
3
4
4
5

2 TINJAUAN PUSTAKA
Wirausaha
Kapasitas Wirausaha
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kapasitas Wirausaha
Keberhasilan Usaha
Pengaruh Kapasitas Wirausaha Terhadap Keberhasilan Usaha


5
5
6
7
13
14

3 KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka Pemikiran Operasional
Hipotesis Penelitian

15
15
20
22

4 METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data

Metode Penentuan Responden
Metode Pengumpulan Data
Metode Pengolahan Data
Variabel Penelitian

23
23
23
24
24
25
29

5 HASIL DAN PEMBAHASAN
33
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
33
Gambaran Umum Pengelolaan Usaha Ternak Sapi Perah di Bogor
34
Profil Individu Wirausaha Sapi Perah di Kota Bogor
37
Sebaran Penilaian Responden Terhadap Faktor-Faktor yang Memengaruhi
Kapasitas Wirausaha, Kapasitas Wirausaha dan Keberhasilan Usaha
39
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kapasitas Wirausaha
50
Pengaruh Kapasitas Wirausaha Terhadap Keberhasilan Usaha Ternak Sapi
Perah
58
6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

60
60
60

DAFTAR PUSTAKA

61

LAMPIRAN

67

RIWAYAT HIDUP

71

DAFTAR TABEL
1 Produksi dan konsumsi susu di Indonesia tahun 2010 sampai 2012
2 Populasi sapi perah dan produksi susu setiap kota di provinsi Jawa
Barat tahun 2011 sampai 2012
3 Jenis data dan sumber data
4 Perbandingan SEM dan PLS berdasarkan kriteria
5 Kriteria penilaian evaluasi model struktural
6 Identifikasi variabel laten dan indikator dalam penelitian
7 Sebaran jumlah dan persentase wirausaha sapi perah di Kota Bogor
berdasarkan karakteristik
8 Sebaran penilaian responden pada variabel indikator dari variabel laten
motivasi berusaha
9 Sebaran penilaian responden pada variabel indikator dari variabel laten
ketersediaan inovasi
10 Sebaran penilaian responden pada variabel indikator dari variabel laten
aksesbilitas informasi
11 Sebaran penilaian responden pada variabel indikator dari variabel laten
gaya pengambilan keputusan
12 Sebaran penilaian responen pada variabel indikator mengidentifikasi
potensi
13 Sebaran penilaian responden pada variabel indikator memanfaatkan
peluang
14 Sebaran penilaian responden pada variabel indikator mengendalikan
risiko
15 Sebaran penilaian responden pada variabel indikator mengatasi masalah
16 Sebaran penilaian responden pada variabel indikator menjaga
keberlanjutan usaha
17 Sebaran penilaian responden pada variabel indikator dari keberhasilan
usaha
18 Hasil estimasi pada analisis PLS
19 Nilai koefisien konstruk dan t-statistik pada faktor-faktor yang
memengaruhi kapasitas wirausaha
20 Loading factor dan t-statistik indikator terhadap variabel motivasi
berusaha
21 Loading factor dan t-statistik indikator terhadap variabel ketersediaan
inovasi
22 Loading factor dan t-statistik indikator terhadap variabel aksesbilitas
informasi
23 Loading factor dan t-statistik indikator terhadap variabel gaya
pengambilan keputusan

2
2
23
27
28
29
37
39
41
41
43
44
45
46
47
48
49
53
56
57
58

58

24 Loading factor dan t-statistik indikator terhadap variabel kapasitas
wirausaha
25 Loading factor dan t-statistik pengaruh variabel kapasitas wirausaha
terhadap keberhasilan usaha
26 Loading factor dan t-statistik indikator terhadap variabel keberhasilan
usaha

59
59
60

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Faktor-faktor yang memengaruhi kapasitas petani
Pendekatan berbasis hasil untuk mengukur kapasitas negara
Kerangka pemikiran operasional penelitian
Model penelitian pengaruh kapasitas wirausaha terhadap keberhasilan
usaha
Peta lokasi penelitian peternakan di Kota Bogor
Model pengaruh kapasitas wirausaha terhadap keberhasilan usaha
T-statistik model pengaruh kapasitas wirausaha dan keberhasilan usaha
T-statistik model pengaruh kapasitas wirausaha terhadap keberhasilan
usaha ternak sapi perah
Model pengaruh kapasitas wirausaha terhadap keberhasilan usaha
ternak sapi perah

8
18
22
32
34
51
52
54
55

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang

Keberhasilan pembangunan ekonomi yang cepat pada suatu negara tidak
lepas dari peranan modal manusia. Negara yang miskin modal alam namun kaya
akan modal manusia yang berkualitas, mampu menciptakan kemajuan ekonomi
yang pesat. Investasi terhadap modal manusia menghasilkan hasil yang positif
terhadap pembagunan dan pertumbuhan ekonomi suatu negara (Abbas 2010,
Schultz 1961).
Wirausaha merupakan salah satu modal manusia yang penting dimiliki oleh
suatu negara. Peran wirausaha bagi negara berpengaruh nyata sebagai pendorong
dan penggerak yang cepat dalam pembangunan ekonomi. Indonesia masih
memiliki jumlah wirausaha yang sedikit. Padahal suatu negara dapat digolongkan
menjadi negara yang sejahtera apabila telah memiliki jumlah wirausaha minimal
2% dari total jumlah penduduk. Jumlah wirausaha di Indonesia pada tahun 2013
mencapai 1.65% dari total jumlah penduduk sehingga perkembangan wirausaha
menjadi hal penting bagi Indonesia (KUKM RI 2014).
Perkembangan wirausaha harus diikuti dengan pembangunan manusia.
Perkembangan tersebut didasarkan bahwa adanya peralihan makna pelaku usaha
di Indonesia dari menduplikasi (memperbanyak sebanyak-banyaknya) produk
untuk kemudian dijual, menjadi seorang wirausaha yang mampu melihat peluang,
memiliki kreativitas, berinovasi dan berani mengambil risiko melalui
pembangunan manusia baik secara formal, semiformal bahkan nonformal.
Paradigma pembangunan tersebut didasarkan oleh kemauan kuat yang dimiliki
oleh seorang wirausaha untuk melaksanakan pembangunan demi meningkatkan
kesejahteraannya. Pembangunan manusia merupakan kapasitas berkelanjutan
untuk mencapai kehidupan yang lebih baik (Riasih 2004).
Salah satu sektor dalam sektor pertanian yang berpotensi sebagai penggerak
ekonomi nasional adalah sektor peternakan. Potensi tersebut berasal dari besarnya
sumberdaya peternakan baik dari kuantitas maupun diversitas, adanya keterkaitan
yang kuat antara industri di bidang peternakan dengan industri-industri lainnya
serta berbasis sumberdaya lokal. Peningkatan potensi tersebut masih dapat dipicu
lagi melalui pengembangan agribisnis peternakan secara khusus pada wirausaha
peternakan (Daryanto 2007).
Sapi perah merupakan salah satu komoditas pada sektor peternakan yang
memiliki peluang untuk dikembangkan. Sapi perah menghasilkan air susu sebagai
produk utamanya. Air susu sapi perah merupakan minuman alami yang kaya
nutrisi dan dibutuhkan oleh tubuh sebagai zat pembangun terutama pada masa
pertumbuhan (Ako 2013). Permintaan akan susu terus mengalami peningkatan
karena masyarakat semakin memiliki kesadaran akan kebutuhan nutrisi bagi
tubuhnya. Konsumsi susu masyarakat Indonesia meningkat sebesar 113 juta liter
susu dari tahun 2013 menjadi 2.3 miliar liter pada tahun 20141. Konsumsi susu
1

Republika. 2015. Orang Indonesia Baru Minum 11 Liter Susu Per Tahun.
http://www.republika.co.id [Diakses pada 14 Juli 2015]

2
nasional lebih tinggi dibandingkan produksi susu nasional sehingga kekurangan
tersebut dipenuhi dengan cara mengimpor susu dari luar ke dalam negeri. Hal
tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Produksi dan konsumsi susu di Indonesia tahun 2010 sampai 2012
Tahun
Produksi (ton)
Konsumsi (ton)
2010
909 500
3 173 050
2011
974 700
3 494 810
2012
959 700
2 738 510
Sumber: Ditjenpkh (2014)

Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang cocok sebagai
pengembangan agribisnis sapi perah. Jumlah populasi sapi perah di Jawa Barat
pada tahun 2013 terbesar ketiga yaitu sebesar 143 382 ekor. Urutan kedua terbesar
adalah provinsi Jawa Tengah yaitu 155 324 ekor dan urutan pertama ialah
provinsi Jawa Timur sebesar 323 814 ekor (Deptan 2014). Jika dilihat berdasarkan
produksi susu pada tahun 2013, maka Jawa Barat menempati urutan kedua setelah
Jawa Timur dan urutan ketiga adalah provinsi Jawa Tengah. Produksi susu Jawa
Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah pada tahun 2013 masing-masing adalah 293
107 ton, 560 398 ton, dan 107 982 ton (Deptan 2014).
Kota Bogor adalah salah satu wilayah di Jawa Barat yang sebagian dari
masyarakatnya mengusahakan sapi perah sebagai penghasilan utama keluarga.
Kota Bogor merupakan penghasil susu terbesar dan memiliki jumlah ternak
terbanyak di antara kota-kota di Jawa Barat pada tahun 2011 sampai 2012. Hal
tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Populasi sapi perah dan produksi susu setiap kota di provinsi Jawa Barat
tahun 2011 sampai 2012
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Jumlah Sapi Perah (ekor)
2011
2012
Bogor
833
857
Cimahi
776
853
Depok
671
785
Bandung
570
614
Sukabumi
279
290
Tasikmalaya
95
105
Bekasi
28
32
Cirebon
0
6
Banjar
28
1
Kota

Produksi Susu (liter)
2011
2012
1 763 394
1 814 200
1 642 730
1 805 733
1 420 453
1 661 782
1 206 644
1 299 789
590 621
613 907
648 549
221 690
59 274
67 741
0
12 702
59 274
2 117

Sumber: Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (2014)

Peternakan sapi perah di Kota Bogor terletak di Kelurahan Kebon Pedes,
Kelurahan Harjasari dan Kelurahan Muarasari. Peternakan tersebut menjadi icon
dari susu murni di Kota Bogor. Usaha ternak tersebut merupakan usaha turun
temurun yang sampai saat ini bertahan di Kota Bogor. Peternak sapi perahnya
merupakan pelaku usaha yang disebut sebagai wirausaha. Hal tersebut karena
peternak sapi perah mempunyai ciri-ciri wirausaha dalam dirinya.

3
Wirausaha sapi perah dibutuhkan bukan hanya dari segi kuantitas saja
namun juga dari segi kualitas modal manusia. Kualitas modal manusia tercermin
dari kapasitas manusia dalam menjalankan usahanya. Kapasitas wirausaha akan
memberikan kemampuan kepada wirausaha untuk mencapai tujuan usaha secara
tepat dan dengan cara yang tepat.
Kapasitas wirausaha berpengaruh terhadap keberhasilan usaha yang
dijalankan oleh wirausaha. Keberhasilan usaha merupakan tingkat pencapaian
hasil usaha yang diperoleh seorang wirausaha. Kapasitas wirausaha yang tinggi
akan menjamin tercapainya keberhasilan usaha. Oleh sebab itu, kapasitas
wirausaha pada peternak sapi perah di Kota Bogor menjadi menarik untuk diteliti
serta pengaruhnya terhadap keberhasilan usaha ternak yang dijalankannya.

Perumusan Masalah

Perkembangan sapi perah di Indonesia cenderung stagnan. Hal tersebut
karena terdapat permasalahan pada usaha ternak sapi perah yang perlu untuk
diselesaikan. Permasalahan pada usaha ternak sapi perah terdiri atas jumlah
kepemilikan sapi perah dan produksi susu peternak yang relatif rendah. Jumlah
kepemilikan sapi perah peternak tergolong rendah (skala usaha yang kecil). Ratarata kepemilikan sapi perah di Indonesia kurang dari 10 ekor sapi laktasi (dewasa)
atau memiliki jumlah keseluruhan kurang dari 20 ekor sapi perah sehingga sering
disebut sebagai peternakan rakyat (Surat Keputusan Menteri Pertanian No.
751/kpts/Um/10/1982 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Peningkatan
Produksi Dalam Negeri).
Produksi susu yang rendah berasal dari produktivitas sapi perah peternak
yang tergolong rendah. Produktivitas yang diraih peternak umumnya kurang dari
atau sama dengan 10 liter/ekor/hari (Yusdja 2005; Atmakusuma 2012; Harmini et
al. 2012; Gultom 2014), sekalipun menggunakan bibit sapi unggul, yang
sebenarnya mampu berproduksi 15-20 liter/ekor/hari (Yusdja 2005). Lebih lanjut
Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia (2009) menyatakan bahwa
produktivitas ternak sapi perah Nasional sangat rendah yaitu 8-12 liter/ekor/hari
dibandingkan luar negeri yang mencapai 20 liter/ekor/hari sehingga berakibat
terhadap rendahnya keuntungan yang dihasilkan peternak sapi perah di Indonesia
dalam melaksanakan usaha ternaknya (Fuah et al. 2011).
Permasalahan di atas telah ada dari dulu hingga sekarang sehingga dapat
disimpulkan bahwa jumlah kepemilikan sapi perah dan produksi peternak relatif
seragam. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pengaruh eksternal relatif lebih
statis. Pengetahuan tentang bibit sapi dan pakan sapi perah secara standar
diketahui peternak. Oleh sebab itu akan dikaji permasalahan dari sisi lain yaitu
internal peternak sebagai modal manusia dalam mengelola usaha ternaknya.
Kualitas modal manusia sebagai pengelola usaha ternak relatif rendah. Hal
tersebut menyebabkan keberhasilan usaha ternak cenderung rendah.
Pengelolaan sapi perah yang tepat oleh peternak merupakan
aktivitas/tindakan untuk mencapai keberhasilan usaha. Aktivitas/tindakan
peternak bagi usahanya ditentukan oleh kapasitas yang dimilikinya sebagai
seorang wirausaha. Kapasitas merupakan kemampuan atau daya kekuatan yang

4
dimiliki seorang wirausaha dalam mengidentifikasi setiap potensi yang ada,
memanfaatkan potensi menjadi peluang usaha, mengatasi masalah yang terjadi
serta menjaga keberlanjutan usahanya (Subagio 2008). Kapasitas wirausaha akan
terlihat ketika wirausaha memiliki kemampuan untuk menciptakan pasar baru
sehingga wirausaha mampu mengubah ketidakpastian menjadi risiko (Baumol
2002).
Peternak sebagai modal manusia penting untuk mendapat perhatian.
Wirausaha adalah seseorang yang berani mengambil risiko, memiliki sifat kreatif
dan inovatif. Semakin berkualitas modal manusia maka kapasitas wirausaha yang
dimilikinya akan meningkat sehingga pada akhirnya akan berpengaruh terhadap
keberhasilan usaha ternaknya. Pengembangan kapasitas tersebut merupakan
elemen penting untuk mencapai pembangunan manusia sehingga memiliki
kualitas yang lebih baik. Keberhasilan usaha ternak ditunjukkan dari jumlah
kepemilikan sapi perah dan produktivitas sapi perah yang tinggi yang pada
akhirnya berpengaruh terhadap keuntungan usaha ternak. Keberhasilan usaha
merupakan target utama setiap pelaku usaha untuk meningkatkan kesejahteraan
hidupnya. Kapasitas wirausaha merupakan unsur penting dalam mencapai
keberhasilan usaha karena menyangkut kemampuan diri dari peternak tersebut
dalam mengelola usaha ternaknya.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka pertanyaan penelitian research
questions) ini adalah:
1. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi kapasitas wirausaha sapi perah di
Bogor, Jawa Barat?
2. Bagaimana pengaruh kapasitas wirausaha terhadap keberhasilan usaha ternak
sapi perah di Bogor, Jawa Barat?

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi kapasitas wirausaha sapi perah
di Bogor, Jawa Barat.
2. Menganalisis pengaruh kapasitas wirausaha terhadap keberhasilan usaha
ternak sapi perah di Bogor, Jawa Barat.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi Pemerintah Daerah Kota Bogor sebagai bahan masukan, informasi dan
pertimbangan dalam membuat kebijakan serta program bagi pembangunan
manusia secara khusus untuk perkembangan wirausaha sapi perah di Kota
Bogor.
2. Bagi pelaku usaha ternak, bahan masukan dan pertimbangan dalam
pengembangan kapasitas wirausaha dan keberhasilan usahanya.

5
3. Bagi kalangan akademisi dan peneliti, sebagai bahan informasi dan referensi
dalam bidang wirausaha secara khusus pada sektor peternakan.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada faktor-faktor kapasitas wirausaha
yang terdiri atas motivasi berusaha, ketersediaan inovasi, aksesbilitas informasi,
dan gaya pengambilan keputusan. Keberhasilan usaha pada penelitian ini diukur
bukan dari pertumbuhan jumlah kepemilikan sapi perah, keuntungan usaha dan
produktivitas sapi perah. Namun, penetapan skala ordinal tertentu sesuai dengan
keadaan di lapang pada saat penelitian yang menjadi keterbatasan pada penelitian
ini. Begitu juga dengan lokasi penelitian, dibatasi pada peternakan sapi perah di
Kota Bogor saja yaitu di Kelurahan Kebon Pedes, Kelurahan Harjasari dan
Kelurahan Muarasari. Hasil penelitian ini tidak dapat menyimpulkan kondisi di
wilayah lain.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Wirausaha

Perekonomian suatu negara menjadi semakin lebih baik dengan hadirnya
para wirausaha. Wirausaha mampu mewujudkan peningkatan kesejahteraan diri,
masyarakat dan lingkungannya melalui tindakan nyata yang dilakukannya
(Lupiyaoadi 2007). Barringer dan Bluedorn (1999) menggambarkan wirausaha
sebagai individu yang bisa mengeksplorasi lingkungan, menemukan peluang, dan
mengeksploitasi mereka setelah melakukan evaluasi yang tepat. Hal tersebut
senada dengan pernyataan Baldacchino (2009) yang menyatakan bahwa
wirausaha memiliki kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan
berbeda melalui berpikir kreatif dan bertindak inovatif untuk menciptakan peluang.
Indonesia membutuhkan lahirnya dan terciptanya para wirausaha.
Perekonomian di Indonesia akan berkembang dengan terciptanya usaha-usaha
baru, keberanian mengambil risiko dan ketidakpastiaan yang merupakan identitas
wirausaha (Suharyadi et al. 2007). Senada dengan De Jong dan Wennekers (2008)
bahwa wirausaha ialah seseorang yang mengambilan risiko untuk menjalankan
usaha sendiri dengan memanfaatkan peluang-peluang untuk menciptakan usaha
baru dengan pendekatan yang inovatif sehingga usaha yang dikelola berkembang
menjadi besar dan mandiri dalam menghadapi tantangan persaingan.
Baldacchino (2009) mengatakan kewirausahaan tidak lepas dari kreativitas
dan inovasi yang diwujudkan dalam tindakan memulai dan menjalankan usaha.
Senada dengan Hadiyati (2011) dimana kewirausahaan merupakan kemampuan
untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda melalui pemikiran kreatif dan
tindakan inovatif untuk menciptakan peluang. Wirausaha menghasilkan,
mengembangkan dan menerapkan ide-ide baru untuk memulai usaha baru,

6
menumbuhkan iklim yang kondusif untuk kreativitas dan inovasi, memberikan
dukungan terhadap kreativitas dan inovasi dan menawarkan produk dan layanan
inovatif melalui metode produksi dan pengiriman yang inovatif.
Pohl (2011) menyatakan bahwa seorang wirausaha dapat mencapai
keberhasilan usaha dengan belajar dari kesalahan awal dan memperoleh
pengetahuan dan keterampilan yang berguna bagi usahanya. Pengalaman
mengajarkan wirausaha untuk belajar dari kegagalan karena menetapkan metode
tertentu di masa lalu. Dengan demikian, tujuan wirausaha dapat tercapai di masa
yang akan datang.

Kapasitas Wirausaha

Beberapa penelitian menggambarkan kapasitas sebagai kemampuan umum
untuk melaksanakan sesuatu. Kemampuan umum tersebut digunakan oleh
individu, masyarakat atau organisasi untuk tujuan melakukan tindakan tertentu
atau kinerja usaha tertentu. Goodman et al. (1998) menggambarkan kapasitas
sebagai kemampuan untuk melaksanakan tujuan yang telah ditetapkan.
Kapasitas wirausaha harus dimiliki oleh petani (Marliati et al. 2010).
Kapasitas petani menghasilkan produktivitas yang berkelanjutan. Keberlanjutan
usaha memperlihatkan bahwa kapasitas petani tergolong tinggi karena mampu
mengatasi setiap persoalan pada usahanya dan menjaga keuntungan usaha yang
diperolehnya. Kapasitas petani rendah disebabkan oleh rendahnya tingkat kinerja
penyuluh pertanian, faktor karakteristik petani yaitu rendahnya tingkat pendidikan
formal dan nonformal petani, kurangnya fasilitas agribisnis oleh pemerintah dan
kurangnya dukungan nilai-nilai sosial budaya.
Subagio (2008) melihat tinggi rendahnya kapasitas dalam diri petani pada
empat indikator yang merefleksikannya yaitu kapasitas petani dalam
mengidentifikasi potensi, memanfaatkan peluang, mengatasi permasalahan dan
menjaga keberlanjutan. Petani yang memiliki kapasitas yang tinggi dalam
mengidentifikasi potensi akan mengetahui perubahan kebutuhan pasar,
mengetahui sumber-sumber informasi dan inovasi yang tepat, mengetahui
informasi yang dibutuhkan terkait dengan usaha, dapat menilai dan memilih
pengalaman dan mengetahui faktor pendukung dan penghambat keberhasilan
usaha.
Kapasitas petani yang tinggi dalam memanfaatkan peluang akan tercermin
dalam merencanakan usaha menggunakan informasi dan inovasi yang tepat, setiap
perubahan dinilai sebagai peluang untuk dimanfaatkan, menggunakan pengalaman
keberhasilan sebagai modal pencapai tujuan dan mampu belajar dari pengalaman
sendiri dan orang lain. Puspitasari (2013) menyatakan bahwa ketanggapan
terhadap peluang adalah kemampuan untuk mengenali peluang. Sikap tanggap
terhadap peluang terlihat dari diversifikasi produk, serta kegiatan tambahan dalam
pemasaran. Sikap tanggap terhadap peluang berkontribusi terhadap perkembangan
usaha jika dilanjutkan dengan tindakan kreatif dan inovatif, serta keberanian
dalam mengambil risiko usaha. Audretsch dan Monsen (2008) menyatakan bahwa
modal kewirausahaan yang dimiliki individu akan memengaruhi aktivitas

7
kewirausahaan, membentuk kognisi dan tindakan untuk aktif mengejar penciptaan
peluang kewirausahaan.
Kapasitas petani yang tinggi dalam mengatasi permasalahan akan terlihat
dalam menggunakan informasi dan inovasi yang sesuai dengan masalah yang
dipecahkan, menggunakan pengalaman kegagalan sebagai modal pencapaian
tujuan, selalu membuat alternatif tindakan yang lebih menguntungkan dan
melakukan rencana tindakan antisipatif. Kapasitas petani yang tinggi dalam
menjaga keberlanjutan sumberdaya usahatani terlihat dalam menggunakan
sumberdaya sesuai dengan kebutuhan dan selalu mencari sumber-sumber
alternatif bagi sumberdaya usahatani yang tidak dapat diperbarui (Subagio 2008).
Berbeda dengan Peterson (2007) yang menyatakan bahwa kapasitas wirausaha
terlihat dalam mengendalikan risiko dan menciptakan sumberdaya. Wirausaha
dapat mengendalikan risiko dan menggunakan peluang bisnis baru untuk
menghasilkan kekayaan yang lebih besar (Pajarinen et al. 2006). Puspitasari
(2013) menyatakan bahwa wirausaha mampu memperhitungkan risiko secara
cermat dan menyiapkan antisipasi penyelesaiannya.

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kapasitas Wirausaha

Penelitian tentang kapasitas wirausaha umumnya dikaitkan secara langsung
dengan modal manusia. Modal manusia memiliki kemampuan khusus untuk
melihat peluang, memiliki kreativitas dan keinovatifan, menciptakan pasar baru,
berani mengambil risiko, mengatasi setiap permasalahan serta mencapai
keberhasilan usaha. Kapasitas wirausaha terbentuk dari modal manusia dengan
dua komponen yang saling melengkapi yaitu kemampuan awal (baik diakuisisi
atau bawaan) dan keterampilan yang diperoleh melalui pendidikan formal atau
pelatihan (Blundell et al. 1999).
Chung dan Gibbons (1997) mengatakan bahwa terdapat dua faktor yang
berpengaruh secara bersama-sama dalam menetukan kapasitas wirausaha yaitu
faktor modal manusia dan budaya organisasi. Hal tersebut senada dengan
penelitian Leitao dan Franco (2008) dan Riasih (2004) yang menyatakan bahwa
kapasitas wirausaha dipengaruhi oleh dua faktor yang berbeda namun saling
terkait yaitu modal manusia dan modal organisasi. Leitao dan Franco (2008)
menyatakan bahwa modal manusia tersebut adalah karakteristik individu sebagai
seorang wirausaha sedangkan modal organisasi terdiri atas perilaku wirausaha,
budaya organisasi dan praktek manajerial. Faktor-faktor yang memengaruhi
kapasitas wirausaha terdiri dari antusiasme di tempat kerja, kecenderungan untuk
kegiatan inovasi dan gaya pengambilan keputusan berupa intuisi dari wirausaha.
Begitu juga Riasih (2004) membagi kapasitas wirausaha menjadi dua yaitu
kapasitas individu dan organisasi (kelompok). Faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap kapasitas individu adalah pengetahuan, keterampilan, persepsi dan sikap,
karakteristik anggota, latar belakang usaha dan kepemimpinan sedangkan faktorfaktor yang berpengaruh terhadap kapasitas kelompok terdiri atas kerjasama,
kepercayaan dan norma.
Modal manusia dengan segala kemampuannya bila dikerahkan
keseluruhannya akan menghasilkan kinerja yang luar biasa. Hal tersebut sesuai

8
dengan pernyataan Istijanto (2008) yang mendifinisikan modal manusia sebagai
kekayaan lembaga/institusi yang menjadi faktor penentu keberhasilan aktivitas
lembaga atau masyarakat. Modal manusia memiliki pikiran, perasaan, dan
perilaku tertentu yang melandasi motivasi, sikap, loyalitas, pemahaman peran,
komitmen dan kepuasannya dalam bekerja. Kualitas modal manusia dipengaruhi
oleh pengalaman belajar yang dimiliki dan kualitas kepribadian yang tinggi yang
berasal dari proses belajar selama hidupnya (Mulyandari et al. 2010).
Kapasitas wirausaha yang dipengaruhi oleh modal organisasi mempunyai
dua aspek penting yaitu suprastruktur dan sosio-struktur (Chung dan Gibbons
1997). Suprastruktur merupakan ideologi yang diwakili melalui keyakinan, nilainilai dan asumsi dominan inti organisasi. Sedangkan sosio-struktur merupakan
modal sosial yang konstitusinya meliputi pembelajaran, pertukaran informasi,
norma dan sanksi. Sementara Subagio (2008) menyatakan bahwa kapasitas
wirausaha dalam diri petani dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu lingkungan
fisik, lingkungan sosial ekonomi budaya, ketersediaan inovasi, karakteristik
pribadi petani dan akses pada informasi. Hubungan antar variabel tersebut dapat
dijelaskan pada Gambar 1.

Ketersediaan
inovasi
Karakteristik
pribadi petani

Lingkungan
fisik

Lingkungan
sos-ek-bud

Kapasitas
Petani

Akses pada
informasi

Gambar 1 Faktor-faktor yang memengaruhi kapasitas petani
Sumber: Subagio (2008)

Hasil penelitian Subagio (2008) menyatakan bahwa faktor yang
memengaruhi kapasitas petani sayuran adalah lingkungan fisik dan karakteristik
pribadi petani sedangkan faktor yang mempengaruhi kapasitas petani padi adalah
lingkungan fisik, karakteristik pribadi petani dan aksesbilitas informasi. Terdapat
perbedaan kapasitas antara petani sayuran dan petani padi. Kapasitas petani
sayuran relatif lebih tinggi dibandingkan petani padi. Faktor penyebab kapasitas
petani rendah karena kekurangsesuaian antara inovasi yang tersedia dengan
kebutuhan riil petani, tingkat pedidikan yang rendah, lingkungan fisik kurang
mendukung, keterbatasan petani dalam penguasaan aset ekonomi, keterikatan
dengan tradisi dan rendahnya dukungan tokoh masyarakat. Berbeda halnya
dengan Goodman et al. (1998) yang menyatakan bahwa penyebab kapasitas di
dalam diri rendah karena tidak adanya keterampilan untuk memproduksi dan
melaksanakan rencana kualitas. Pada penelitian ini akan menganalisis faktor-

9
faktor yang memengaruhi kapasitas wirausaha yang terdiri atas motivasi berusaha,
ketersediaan inovasi, aksesbilitas informasi dan gaya pengambilan keputusan.
Motivasi Berusaha
Pada penelitian ini, motivasi wirausaha merupakan salah satu faktor yang
akan dianalisis pengaruhnya terhadap kapasitas wirausaha. Motivasi merupakan
dorongan seseorang untuk mencapai tujuan tertentu (Mar‟at dan Lieke 2006).
Konsep motivasi adalah untuk menggambarkan hubungan antara harapan dengan
tujuan (Zainun 1979). Motivasi mengacu pada alasan yang mendasari perilaku
yang ditandai dengan kesediaan dan kemauan (Lai 2011).
Motivasi berusaha merupakan suatu dorongan dalam diri individu untuk
melakukan tindakan atau aktivitas usaha. Motivasi berusaha setiap individu
berbeda satu dengan yang lain. Motivasi seseorang digambarkan pada hierarki
kebutuhan yang sering dikenal dengan hierarki kebutuhan Maslow dimana
tindakan manusia pada hakekatnya adalah untuk memenuhi kebutuhannya.
Hasibuan (2001) menyatakan bahwa motivasi Maslow selanjutnya menegaskan
bahwa kebutuhan yang diinginkan seseorang itu berjenjang, artinya jika
kebutuhan yang pertama terpenuhi, kebutuhan tingkat kedua akan muncul menjadi
yang utama. Selanjutnya jika kebutuhan tingkat kedua telah terpenuhi, muncul
kebutuhan tingkat ketiga dan seterusnya sampai kebutuhan tingkat kelima. Teori
Hierarki Kebutuhan Maslow (Maslow’s Need Hierarchy Theory) adalah sebagai
berikut:
1. Kebutuhan Fisik dan Biologis (Physiology Needs) adalah kebutuhan yang
paling utama yaitu kebutuhan untuk mempertahankan hidup seperti makan,
minum, tempat tinggal dan bebas dari penyakit. Selama kebutuhan ini belum
terpenuhi maka manusia tidak akan tenang dan dia akan berusaha untuk
memenuhinya.
2. Kebutuhan Keselamatan dan Keamanan (Safety and security Needs) adalah
kebutuhan akan kebebasan dari ancaman jiwa dan harta, baik di lingkungan
tempat tinggal mapun tempat kerja. Kebutuhan ini merupakan tangga kedua
dalam susunan kebutuhan.
3. Kebutuhan Sosial (Affiliation or acceptance Needs) adalah kebutuhan akan
perasaan untuk diterima oleh orang lain di lingkungan tempat tinggal dan
tempat kerja, kebutuhan akan dihormati, kebutuhan akan perasaan maju dan
tidak gagal, kebutuhan akan ikut serta.
4. Kebutuhan akan Penghargaan atau Prestise (Esteem or status Needs) adalah
kebutuhan akan penghargaan diri atau penghargaan prestise dari orang lain.
5. Kebutuhan Aktualisasi Diri (Self Actualization Needs) adalah realisasi lengkap
potensi seorang secara penuh. Pemenuhan kebutuhan ini didasarkan atas
kesadaran dan keinginan diri sendiri.
Motivasi berusaha dapat meningkatkan kapasitas wirausaha sehingga
mampu mencapai tujuan usahanya. Krishna (2013) menyatakan bahwa motivasi
wirausaha adalah penggerak dari seorang wirausaha untuk menjaga semangat
kewirausahaan di semua tindakan mereka. Motivasi wirausaha untuk memiliki
bisnis sendiri didasarkan keinginan untuk meningkatkan pendapatan (Stefanovic,
Ljubodrag dan Sloboda 2011). Kalyani dan Dileep (2011) mendapati bahwa
motivasi wanita untuk berwirausaha didasarkan oleh pengurangan biaya dan
memaksimalkan keuntungan. Motivasi berusaha menyiratkan keadaan batin yang
menyebabkan seseorang untuk bertindak terhadap pencapaian tujuan.

10
Ketersediaan Inovasi
Inovasi merupakan perubahan metode dan teknologi yang bersifat positif
dan berguna, dari cara lama yang digunakan untuk mengerjakan sesuatu (Sukardi
dan Evi 2007). Ada dua tipe dasar dari inovasi yaitu inovasi cara (proses) dan
inovasi produk. Inovasi cara (proses) adalah perubahan yang memengaruhi cara
memproduksi suatu output sedangkan inovasi produk merupakan perubahan yang
memengaruhi hasil output yang berupa barang dan jasa. Inovasi dapat
menciptakan biaya rendah dan perbedaan serta meningkatkan keuntungan.
Inovasi merupakan pengembangan diri individu dari keahlian yang
dimilikinya. Individu melakukan pekerjaan dengan mengembangkan pengetahuan
teknik yang dimiliki, melakukan cara-cara terbaru dan apabila memungkinkan
selalu menggunakan peralatan yang lebih baru yang dapat memperoleh hasil yang
baik (Sya‟roni dan Sudirham 2012).
Schumpeter (1934) memperkenalkan istilah inovasi sebagai kreasi dan
implementasi kombinasi baru. Kombinasi baru tersebut merujuk terhadap produk,
jasa, proses kerja, pasar, kebijakan dan sistem baru. Wirausaha yang berinovasi
dapat menambahkan nilai dari produk, pelayanan, proses kerja, pemasaran, sistem
pengiriman dan kebijakan, tidak hanya bagi perusahaan tapi juga stakeholder dan
masyarakat (De Jong dan Den Hartog 2003).
Frederick dan Kuratko (2006) mengemukakan bahwa seorang wirausaha
berfokus pada keuntungan inovasi dan pertumbuhan usaha. Sementara di sisi lain,
tujuan dan fokus pemilik usaha kecil adalah sebagian besar pada pengelolaan
pertumbuhan, penjualan dan keuntungan yang stabil. Pemilik usaha kecil lebih
suka memanfaatkan keseimbangan peluang yang ada dan mengoptimalkan
pasokan serta permintaan di pasar yang didirikan sedangkan wirausaha bertujuan
untuk memanfaatkan peluang usaha yang inovatif dan menciptakan pasar baru di
dalam dan di luar negeri.
Inovatif berarti kemampuan wirausaha untuk menciptakan gagasan, produk
atau proses yang baru (Puspitasari 2013). Inovasi meliputi menganalisis peluang,
memuaskan pelanggan, sederhana dan terarah (Hadiyati 2011). Kreatifitas dan
inovasi berpengaruh secara simultan terhadap kewirausahaan dimana inovasi
memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap kewirausahaan.
Inovasi merupakan tindakan memperkenalkan sesuatu yang baru. Byrd dan
Paul (2002) menyatakan bahwa tindakan memperkenalkan diindikasikan dengan
mengambil resiko dan sesuatu yang baru diindikasikan dengan kreativitas.
Sehingga dua dimensi yang mendasari perilaku inovatif adalah kreativitas dan
pengambilan resiko. Hal senada dikatakan oleh De Jong dan Den Hartog (2003)
bahwa semua inovasi diawali dari ide yang kreatif. Kemudian ide-ide kreatif
tersebut diimplementasikan menjadi sebuah inovasi.
Sya‟roni dan Sudirham (2012) membagi inovasi produk menjadi dua jenis
jika dilihat dari kecepatan perubahannya yaitu inovasi radikal dan inovasi
inkremental. Inovasi radikal merupakan inovasi yang dilakukan secara besarbesaran terhadap perubahan suatu produk, yang biasanya dilakukan oleh para ahli
dalam bidangnya dan dikelola oleh departemen penelitian dan pengembangan
sedangkan inovasi inkremental merupakan inovasi dengan cara melakukan
perbaikan dalam skala kecil terhadap perubahan suatu produk. Inovasi produk
memiliki pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan usaha (Yunal dan Ratih
2013).

11
Subagio (2008) dalam penelitiannya membagi inovasi menjadi dua macam
yaitu bersifat teknis dan sosial ekonomi. Inovasi bersifat teknis digunakan untuk
meningkatkan produksi usaha pertanian seperti teknik penyiapan lahan,
benih/bibit, pengelolaan tanaman hingga penanganan pasca panen sedangkan
inovasi yang bersifat sosial ekonomi diarahkan sebagai faktor penunjang untuk
kelancaran peningkatan produksi usaha pertanian. Dominasi penerapan inovasi
yang bersifat teknis mulai berkurang ketika sumber faktor produksi, terutama
sumberdaya lahan yang tidak dapat diperbaharui mulai menunjukkan penurunan
produktivitasnya. Sementara inovasi sosial ekonomi adalah suatu inovasi yang
ditekankan kepada sumberdaya manusia dan masyarakat maupun pembentuk
kebijakan sebagai penggerak dan pelaku pertanian termasuk petani/peternak.
Kesesuaian dan ketetapan atau bahkan keseimbangan antara inovasi yang bersifat
teknis dengan inovasi yang bersifat sosial ekonomi harus tercapai supaya
keberhasilan usaha pertanian dapat tercapai. Penerimaan ataupun penolakan atas
keberadaan suatu inovasi merupakan pilihan keputusan yang dibuat oleh individu.
Rogers dan Shoemaker (1987) mendefinisikan inovasi sebagai ide-ide baru,
praktek-praktek baru atau objek-objek yang dapat dirasakan sebagai sesuatu yang
baru bagi individu atau masyarakat. Inovasi tersebut harus mempunyai lima sifat
dasar yaitu memberikan keuntungan, sesuai dengan kondisi sasaran, tidak rumit,
dapat dicoba oleh pengguna dan dapat diamati baik oleh pengguna maupun orang
lain. Dasar keputusan pilihan inovasi merupakan suatu proses mental, sejak
seseorang itu mengetahui ada inovasi hingga penerapannya. Pilihan keputusan
terhadap inovasi merupakan suatu tipe pengambilan keputusan yang khas karena
tidak dapat ditemukan dalam situasi pembuatan keputusan lainnya.
Wahyuni (2002) dalam penelitiannya menggunakan lima indikator dalam
mengukur ketersediaan inovasi adalah sebagai berikut
1. Keuntungan relatif (relative advantages) adalah merupakan tingkatan di mana
suatu ide baru dianggap suatu yang lebih baik daripada ide-ide yang ada
sebelumnya dan secara ekonomis menguntungkan.
2. Kesesuaian (compatibility) adalah sejauh mana suatu inovasi dianggap
konsisten dengan nilai-nilai yang ada, pengalaman masa lalu dan kebutuhan
adopter (penerima). Oleh karena itu, inovasi yang tidak kompatibel dengan
ciri-ciri sistem sosial yang menonjol tidak akan diadopsi secepat ide yang
kompatibel.
3. Kesederhanaan (simplisitas) adalah tingkat dimana suatu inovasi dianggap
relatif mudah untuk dimengerti dan digunakan. Kesulitan untuk dimengerti
dan digunakan merupakan hambatan bagi proses kecepatan adopsi inovasi.
4. Kemungkinan untuk dicoba (triability) adalah suatu tingkat di mana suatu
inovasi dapat dicoba dalam skala kecil. Ide baru yang dapat dicoba dalam
skala yang lebih kecil biasanya diadopsi lebih cepat daripada inovasi yang
tidak dapat dicoba lebih dulu.
5. Mudah diamati (observability) adalah suatu tingkat di mana hasil-hasil suatu
inovasi dapat dengan mudah dilihat orang lain sehingga akan mempercepat
proses adopsinya. Jadi pengadopsi lainnya tidak perlu lagi menjalani tahaptahap percobaan, melainkan dapat terus ke tahap adopsi.

12
Aksesbilitas Informasi
Informasi memegang peran penting dalam kegiatan modal manusia
termasuk bagi wirausaha. Akses terhadap informasi dibutuhkan oleh wirausaha
dalam menjalankan usahanya. Akses petani terhadap informasi adalah
kemampuan petani dalam berinteraksi dengan berbagai informasi baik melalui
kontak personal maupun media (Subagio 2008). Informasi memiliki peran untuk
membuka dan memperluas wawasan berpikir petani terhadap segala aktivitas
usahatani yang dihadapi. Petani akan menyesuaikan, memperbaiki atau bahkan
mengubah segala aktivitas usahatani yang dijalankan melalui informasi yang ada.
Semakin banyak informasi yang diperoleh maka semakin dinamis petani dalam
menjalankan usahanya yang disesuaikan dengan sejumlah informasi tersebut.
Wirausaha yang memiliki akses terhadap sumber informasi cenderung
memperoleh informasi yang lebih banyak (Subagio 2008). Informasi yang
diperoleh dapat digunakan untuk mengetahui pokok permasalahan. Namun tanpa
disadari, hal tersebut juga menyulitkan wirausaha dalam membedakan dan
memilih informasi yang benar-benar dibutuhkan untuk memecahkan permasalah
yang dihadapi. Kaye (1997) mengemukakan faktor-faktor yang perlu
dipertimbangkan untuk mengelola informasi yang telah diperoleh agar informasi
tersebut tepat, sesuai dengan keinginan dan kebutuhan wirausaha. Faktor-faktor
tersebut meliputi relevansi, akurasi, kelengkapan, ketajaman, ketepatan waktu dan
keterwakilan.
Kapasitas wirausaha rendah disebabkan oleh akses informasi yang rendah
(Prakash 2011). Akses informasi tentang pasar sangat penting didapatkan oleh
wirausaha. Puspitasari (2013) menyatakan bahwa informasi pasar yang belum
memadai akan menyulitkan dalam perencanaan produksi. Melalui informasi
tersebut wirausaha mengetahui apa yang dibutuhkan oleh pasar. Ketersediaan
informasi mengenai peluang pasar dan harga akan meningkatkan posisi tawar
pelaku usaha.
Gaya Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan memegang peranan yang sangat penting bagi
keberhasilan usaha. Stoner (2003) dan Handoko (2001) mengatakan bahwa
pengambilan keputusan merupakan suatu proses pemilihan suatu arah tindakan
sebagai cara untuk memecahkan sebuah masalah tertentu. Pengambilan keputusan
merupakan hasil akhir yang harus dilaksanakan oleh wirausaha serta berpengaruh
terhadap keberhasilan usaha yang dijalankan (Shrivastava dan Grant 1985).
Wirausaha akan memilih satu atau beberapa alternatif keputusan yang terbaik bagi
usahanya.
George Terry dalam Hasan (2002) menyatakan bahwa terdapat lima jenis
dasar-dasar pengambilan keputusan, yaitu intuisi, rasional, fakta, wewenang dan
pengalaman. Intusi merupakan keputusan berdasarkan perasaan subjektif dari
pengambilan keputusan. Rasional merupakan pengambilan keputusan bersifat
objektif, logis, transparan dan konsisten karena berhubungan dengan tingkat
pengetahuan seseorang. Fakta adalah pengambilan keputusan yang didasarkan
pada kenyataan objektif yang terjadi sehingga keputusan diambil dapat lebih sehat,
solid dan baik. Pengalaman merupakan pengambilan keputusan berdasarkan
pengalaman pengambil keputusan. Pengalaman dapat memperkirakan keadaan
sesuatu, memperhitungkan untung rugi dan baik buruk keputusan yang akan

13
diambil. Terakhir, wewenang merupakan pengambilan keputusan yang didasarkan
pada orang yang tinggi kedudukannya kepada orang yang lebih rendah
kedudukannya atau pimpinan terhadap bawahannya.
Sadler-Smith dan Erella (2004) menyatakan bahwa terdapat dua jenis
pengambilan keputusan yaitu rasional dan intusi. Pengambilan keputusan rasional
memiliki sifat objektif, logis, konsisten dan transparan. Keputusan intuisi
memiliki sifat subjektifitas, emosional dan waktu yang digunakan untuk
mengambil keputusan relatif lebih pendek. Sadler-Smith dan Erella (2004)
berpendapat bahwa intuisi adalah kemampuan untuk mencapai pengetahuan
langsung atau pemahaman tanpa gangguan jelas dari pemikiran rasional atau
inferensi logis. Pengambilan keputusan dilakukan dalam dua konteks yaitu
pertama, intuisi adalah sama pentingnya dengan analisis rasional dalam berbagai
proses pengambilan keputusan dan kedua, ada cara di mana wirausaha dapat
meningkatkan pengetahuan intuitif, pemahaman dan keterampilan mereka.
Pengambilan keputusan intuisi berpengaruh terhadap pengambilan
keputusan pada modal manusia (Sadler-Smith dan Erella 2004, Blume dan Jeffrey
2011, La Pira 2011). Intuisi merupakan kemampuan memahami sesuatu tanpa
melalui penalaran rasional dan intelektualitas. Intuisi menjadi salah satu alat
kognitif utama yang tersedia bagi wirausaha untuk melihat melampaui
pengalaman masa lalu untuk apa yang mungkin di masa depan (Pohl 2011).
Wirausaha belajar mempercaya intuisi untuk menghasilkan keputusan yang tepat
bagi keberhasilan usahanya. Leitao dan Franco (2008) menyatakan bahwa gaya
pengambilan berupa intuisi merefleksikan kapasitas wirausaha yang pada
akhirnya berpengaruh terhadap keberhasilan usaha yang dilakukan wirausaha.

Keberhasilan Usaha

Keberhasilan usaha dapat dilihat dari aspek produktivitas dan keuntungan
usaha (Riyanti 2003). Selain kedua aspek tersebut, Sanchez dan Marin (2005)
menambahkan aspek pasar untuk mengukur keberhasilan usaha. Sementara Utami
dan Donald (2014) menyatakan bahwa dimensi keberhasilan usaha merupakan
objek yang kompetif, yang dibagi menjadi dua pengukuran yaitu pengukuran
kinerja keuangan (kinerja pasar dan aset) dan kinerja non-keuangan (kualitas
produk, kepuasan pelanggan, perluasan pasar, peningkatan sumber daya manusia,
reputasi dan kontribusi sosial pada model pe