Analisis efisiensi produksi dan peran koperasi terhadap usaha ternak Sapi Perah di Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor

(1)

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PERAN KOPERASI

TERHADAP USAHA TERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN

CIBUNGBULANG KABUPATEN BOGOR

DIAN SIDHIKAH

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Efisiensi Produksi dan Peran Koperasi Terhadap Usaha Ternak Sapi Perah di Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2014

Dian Sidhikah NIM H44100079


(4)

(5)

ABSTRAK

DIAN SIDHIKAH. Analisis Efisiensi Produksi dan Peran Koperasi Terhadap Usaha Ternak Sapi Perah di Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh YUSMAN SYAUKAT.

Indonesia memiliki prospek pengembangan industri sapi perah yang relatif besar, namun saat ini produksi susu nasional hanya mampu memenuhi sekitar 27% dari total permintaan sedangkan sisanya sekitar 73% diperoleh melalui impor (Kementerian Pertanian, 2013). Kawasan Usaha Peternak (KUNAK) Cibungbulang Kabupaten Bogor merupakan kawasan yang sengaja dibangun oleh pihak Koperasi Peternak Susu (KPS) Bogor. KUNAK Cibungbulang diharapkan dapat menjadi percontohan nasional usaha pemeliharaan sapi perah yang berwawasan lingkungan, serta dapat memenuhi kebutuhan susu dalam negeri. Akan tetapi pasokan susu segar dari peternak ini terkadang belum dapat memenuhi kebutuhan Industri Pengolahan Susu (IPS). Produksi susu sangat bergantung pada input yang digunakan, oleh karena itu perlu adanya analisis terhadap faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi susu. Penelitian ini juga menganalisis tingkat pendapatan peternak serta penggunaan input optimal dan peran KPS Bogor dalam mensejahtrakan anggotanya. Penelitian ini menggunakan analisis regresi linear berganda yang ditransformasikan kedalam bentuk logaritma natural, analisis pendapatan usaha tani, analisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi, dan analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukan faktor - faktor yang berpengaruh pada taraf nyata 5% terhadap produksi susu adalah jumlah pakan hijauan, jumlah pakan konsentrat, jumlah pakan ampas tahu dan tingkat penggunaan tenaga kerja. Dari hasil perhitungan pendapatan diketahui usaha ternak yang dijalankan sudah menguntungkan, namun perlu ada upaya untuk mencapai keuntungan optimal dengan cara penggunaan input optimal dan peran koperasi. Penelitian menunjukan input yang digunakan peternak belum optimal, namun KPS Bogor sudah berperan baik dalam upaya mensejahtrakan anggotanya.


(6)

(7)

ABSTRACT

DIAN SIDHIKAH. Analysis of Production Efficiency and Role of Cooperative on Dairy Farm Business Performance at Cibungbulang Sub-District, Bogor District Supervised by YUSMAN SYAUKAT.

Indonesia has a potency to develops the dairy industry in the future, however Indonesia still imports about 73% of its dairy need and produces the 27% remaining domestically (Kementerian Pertanian, 2013). Kawasan Usaha Ternak (KUNAK) Cibungbulang, Bogor District is purposively established by the Koperasi Peternak Susu (KPS) Bogor as a national pilot area of an environmentally friendly dairy farm. Further, it is also expected that its milk production can support national milk supply. However, as the milk production in KUNAK Cibungbulang still highly depends on the input usage, therefore the influencing factors of milk production analyses are interesting to be examined.

Moreover, this study also analyses the farmer’s income level, the optimum input usage, and also the dairy cooperative’s role in supporting the farmer’s activity.

This study applies the double linear regression which has been transformed into the natural logarithm form, the farm management income analysis, the efficiency analysis of production factor, and the descriptive analysis. The result of the study indicates that the significant production factors which influence the milk production are: the amount of the feed, concentrate, tofu dregs, and workers. The analysis is resulting an evidence of profitable dairy farm. However, it is also important to increase the usage of optimum input and the cooperative roles, thus the KUNAK Cibungbulang can reach its optimum profit. The research found that inputs farm have not been used optimally, even the dairy cooperatives have supported the farms well.


(8)

(9)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PERAN KOPERASI

TERHADAP USAHA TERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN

CIBUNGBULANG KABUPATEN BOGOR

DIAN SIDHIKAH

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(10)

(11)

(12)

(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala berkah dan rahmat-Nya yang telah dilimpahkan kepada penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Efisiensi Produksi dan Peran

Koperasi Terhadap Pengembangan Usaha Ternak di KUNAK Cibungbulang Kabupaten Bogor”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan, dukungan dan doa dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini, penulisan ucapkan terimakasih kepada:

1. Orang tua tercinta Bapak Sugandi dan Ibu Mari Komariah Tentamia, kakak adik tercinta Venty Fitriany Nurunisa dan Firman Fazrin Ahmad. Serta kakek dan nenek yang telah memberikan doa dan semangat. Semoga karya ini dapat menjadi salah satu persembahan terbaik untuk mereka.

2. Dosen pembimbing skripsi Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec yang telah memberikan arahan, masukan serta ilmu kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

3. Dosen penguji utama Dr. Ir. Ahyar Ismail, M.Agr dan dosen perwakilan departemen Asti Istiqomah, SP, M.Si yang telah memberi banyak masukan dalam penulisan skripsi ini.

4. Staff pengajar Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan atas segala ilmu yang telah diberikan kepada penulis.

5. Seluruh peternak di Kawasan Usaha Peternak (KUNAK) Cibungbulang Kabupaten Bogor, seluruh pengurus KPS Bogor, Bapak Tanto, dan Bapak Tion atas kesempatan, dukungan dan informasi sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

6. Sahabat-sahabat seperjuangan Anisa, Sekar Mayang, Fathmah, Nur, Yani, Atika, Dewi, Esya dan lain-lain yang telah memberikan keceriaan ditengah penyelesaian skripsi. Idris Ahmad yang selalu mendukung dan memberikan semangat dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Sahabat di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan angkatan 47 atas dukungan dan kebersamaannya selama ini, serta seluruh pihak yang membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, sehingga segala saran dan kritik terkait skripsi penulis terima. Semoga penelitian ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi para pembaca.

Bogor, Desember 2014 Dian Sidhikah


(14)

(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR. ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 7

II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Efisiensi Produksi ... 8

2.2 Pendapatan Usaha Ternak ... 9

2.3 Faktor- Faktor Produksi yang Berpengaruh Pada Usaha Sapi Perah ... 11

2.4 Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia ... 14

2.5 Peternakan dan Koperasi ... 15

III KERANGKA PEMIKIRAN ... 18

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 18

3.1.1 Konsep Pendapatan Usaha Ternak ... 18

3.1.2 Konsep Fungsi Produksi Usaha Peternakan Sapi Perah ... 19

3.1.3 Konsep Efisiensi Usaha Ternak ... 21

3.1.4 Konsep Koperasi ... 23

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ... 24

IV METODE PENELITIAN... 27

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 27

4.2 Jenis Data dan Sumber Data ... 27


(16)

4.4 Metode Pengambilan Data dan Analisis ... 28

4.4.1 Analisis Fungsi Produksi ... 29

4.4.2 Analisis Pendapatan Usahatani ... 31

4.4.3 Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi ... 32

4.4.4 Analisis Deskriptif ... 34

V GAMBARAN UMUM ... 35

5.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 35

5.2 Gambaran Usaha Ternak Sapi Perah ... 36

5.3 Karakteristik Peternak Contoh ... 39

5.3.1 Rata-rata Usia Peternak Sapi Perah ... 39

5.3.2 Tingkat Pendidikan dan Pengalaman ... 40

5.3.3 Jumlah Kepemilikan Sapi Perah ... 41

VI HASIL DAN PEMBAHASAN ... 43

6.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu ditingkat Peternak .. 43

6.2 Analisis Pendapatan Usaha Ternak Sapi Perah ... 48

6.3 Analisis Penggunaan Input optimal ... 53

6.4 Peran Koperasi dalam Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Peternak ... 55

VII SIMPULAN DAN SARAN ... 62

7.1 Simpulan ... 62

7.2 Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 64

LAMPIRAN ... 69


(17)

DAFTAR TABEL

1 Jumlah Produksi Susu Segar Nasional yang Diserap oleh Industri

(2010-2012) ... 2

2 Konsumsi Susu Masyarakat Asia Per Kapita Per Tahun ... 2

3 Produksi Susu KPS Bogor (liter/hari) ... 5

4 Umur Sapi, Pemerahan dan Presentase Susu yang Dihasilkan ... 13

5 Matriks Keterkaitan Antara Tujuan Penelitian, Metode Pengumpulan Data dan Analisis Data ... 28

6 Perhitungan Analisis Pendapatan Usaha Ternak Sapi Perah ... 32

7 Distribusi Responden Berdasarkan Umur ... 39

8 Tingkat Pendidikan Peternak Responden di Wilayah KUNAK Cibungbulang Tahun 2014 ... 40

9 Pengalaman Peternak Responden di Wilayah KUNAK Cibungbulang Tahun 2014 ... 41

10 Komposisi Rata-rata Populasi Sapi Laktasi yang Dimiliki Peternak Responden KUNAK Cibungbulang Tahun 2014 ... 41

11 Komposisi Rata-rata Populasi Sapi Non- Laktasi yang Dimiliki Peternak Responden KUNAK Cibungbulang Tahun 2014 ... 42

12 Hasil Estimasi Faktor-faktor Produksi ... 44

13 Analisis Pendapatan Usaha Ternak di KUNAK Cibungbulang Kabupaten Bogor Per Bulan ... 49

14 Rasio NPM dan BKM untuk Faktor- Faktor Produksi Usaha Ternak di KUNAK Cibungbulang Tahun 2014 ... 54

15 Jumlah Pegawai KPS Bogor Tahun 2012 ... 56

16 Perkembangan Produksi Susu Anggota Aktif KPS Bogor (2010-2012) ... 59


(18)

DAFTAR GAMBAR

1 Kurva Produksi ... 20

2 Kurva Penggunaan Input ... 23

3 Kerangka Pemikiran Operasional ... 25

4 Produksi Pakan Konsentrat KPS Bogor Tahun 2010-2012 ... 59

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuesioner Penelitian ... 71

2 Hasil Analisis Regresi ... 79


(19)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang, jumlah penduduk Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat, semakin meningkatnya jumlah penduduk maka kebutuhan akan pangan pun terus meningkat. Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis, antara lain dalam memenuhi kebutuhan pangan yang terus meningkat akibat bertambahnya jumlah penduduk, dan meningkatnya pendapatan sehingga konsumsi pangan meningkat (Kementerian Pertanian, 2013). Subsektor peternakan memiliki peluang besar untuk dikembangkan, Indonesia memiliki potensi yang besar untuk dapat mengembangkan subsektor peternakan, karena lahannya yang subur sehingga ketersediaan pakan ternak akan terus terjaga, selain itu juga karena letak geografisnya yang terus memungkinkan terkena sinar matahari yang cukup sehingga baik untuk pertumbuhan ternak.

Peternakan sapi perah merupakan salah satu subsektor peternakan yang perlu diperhatikan di Indonesia. Indonesia memiliki prospek pengembangan industri sapi perah yang relatif besar. Kondisi geografis, ekologi, dan kesuburan lahan di beberapa wilayah Indonesia memiliki karakteristik yang cocok untuk pengembangan agribisnis persusuan (Kementerian Pertanian, 2013).

Susu mengandung zat gizi yang bernilai tinggi yang dibutuhkan untuk menjaga pertumbuhan, kesehatan, dan kecerdasan berfikir. Kontribusi produksi susu nasional terhadap permintaan susu saat ini masih rendah. Perlu adanya peran Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) untuk meningkatkan jumlah produksi susu dan harga beli susu segar dalam negeri dari industri pengolah susu (IPS). Ketergantungan akan penerimaan dari IPS ini menyebabkan adanya kendala yang dialami peternak dalam pengembangan usaha ternak sapi perahnya (Rusdiana dan Sejati, 2009).

Produksi susu sapi perah di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami kenaikan. Tabel 1 menunjukan tingkat produksi susu nasional periode tahun 2010 sampai dengan tahun 2012, data tersebut menunjukan bahwa produksi susu nasional meningkat dari 16.240,96 ribu liter di tahun 2010 menjadi 38.421,82 ribu


(20)

2

liter di tahun 2012. Namun demikian, kenaikan ini masih jauh untuk memenuhi kebutuhan konsumsi susu dalam negeri. Saat ini produksi susu nasional hanya mampu memenuhi sekitar 27 % dari total permintaan, sedangkan sisanya sekitar 73 % diperoleh melalui impor (Kementrian Pertanian, 2013).

Tabel 1 Jumlah Produksi Susu Segar Nasional yang Diserap oleh Industri (2010-2012)

No Tahun Produksi (000 liter)

1 2010 16.240,96

2 2011 36.460,64

3 2012 38.421,82

Sumber : Badan Pusat Statistik (2012)

Jumlah produksi susu tersebut ditentukan oleh tingkat produktivitas harian sapi per ekor. Saat ini rata-rata produksi susu per ekor ternak sapi perah berada pada kisaran 9-12 liter per hari. Tidak dipungkiri adanya sapi yang dapat berproduksi mencapai 35 liter per hari. Banyak faktor yang mempengaruhi produksi susu sapi. Faktor tersebut diantaranya ialah genetik induk sapi, pakan sapi, konsentrat dan tatalaksana pemeliharaan, dimana faktor-faktor tersebut saling terkait (Asmaki et al, 2009).

Indonesia diharapkan dapat mewujudkan swasembada susu pada tahun 2020. Berdasarkan tingkat konsumsi susu per kapita per tahun dalam negeri tercatat pada tahun 2009 baru mencapai 14,6 liter per kapita per tahun, tingkat konsumsi ini masih jauh di bawah Negara Asia lainnya seperti India yang telah mencapai 42,8 liter per kapita per tahun. Tabel 2 menunjukan perbandingan konsumsi susu per kapita per tahun di beberapa Negara Asia.

Tabel 2 Konsumsi Susu Masyarakat Asia Per Kapita Per Tahun

No Negara Konsumsi/ kapita (liter)

1 India 42,8

2 Thailand 33,7

3 Malaysia 22,1

4 Filipina 22,1

5 Indonesia 14,6


(21)

3 Salah satu alternatif yang dapat meningkatkan produksi susu nasional nasional adalah dengan menigkatkan efisiensi usaha ternak sapi perah (Rusdiana dan Sejati, 2009). Usaha ternak sapi perah harus dilaksanakan dangan lebih efisien. Efisiensi produksi dapat ditingkatkan dengan cara mengoptimalkan penggunaan input produksi.

Menurut Anisa (2008), pengembangan usaha peternakan sapi perah dilakukan untuk membangun dan membina usaha agar mampu meningkatkan produksi susu dalam negeri dan susu olahan dengan mutu yang baik dan harga terjangkau oleh masyarakat. Tujuan lainnya ialah untuk mengurangi impor susu serta meningkatkan kesejahteraan peternak sapi perah dan meningkatkan gizi masyarakat. Tingginya harga pakan ternak dan biaya angkut pakan serta rendahnya harga jual susu menyebabkan terhambatnya perkembangan usaha sapi perah di Indonesia. Para peternak sapi perah rakyat kurang dapat mengembangkan usahanya karena penggunaan faktor produksi dalam usaha ternak mereka kurang efisien.

Pengembangan usaha ternak sapi harus seiring dengan pengelolaan yang semakin baik di beberapa aspek seperti aspek produksi, kelembagaan, dan kebijakan. Usaha persusuan Indonesia peternak tidak dapat lepas dari keberadaan koperasi sebagai suatu bentuk kelembagaan, karena mayoritas peternak sapi perah di Indonesia ialah peternak kecil yang memiliki kurang lebih hanya dua sampai lima ekor sapi dan dengan pengetahuan yang terbatas. Koperasi mempunyai peran yang cukup strategis untuk menopang perkembangan persusuan di Indonesia. Koperasi Peternak Susu (KPS) merupakan salah satu lembaga yang sampai saat ini tetap hidup dan semakin berkembang karena sifat susu yang mudah basi (perishable) maka harus segera diolah dan dipasarkan.

Menurut Direktorat Jenderal Peternakan (2009), populasi sapi perah saat ini sekitar 600 ribu ekor, dan 99 % nya berada di pulau Jawa. Jawa Barat merupakan salah satu sentra penghasil susu terbesar ke-dua setelah Jawa Timur, 40 % populasi ternak Indonesia ada di Jawa Barat dan sekitar 32 % produksi susu segar nasional dihasilkan di Jawa Barat (Gabungan Koperasi Susu Indonesia, 2007). Kabupaten Bogor merupakan salah satu sentra produksi susu sapi di Jawa Barat, kawasan ini memiliki karakteristik wilayah yang berpotensi sebagai


(22)

4

tempat pengembangan usaha ternak sapi perah. Peternak sapi di kawasan Kabupaten Bogor secara umum terkonsentrasi ke dalam beberapa kawasan usaha ternak. Kawasan Usaha Peternak (KUNAK) Cibungbulang dibawahi oleh Koperasi Peternak Susu (KPS) Bogor. Kontribusi KUNAK Cibungbulang terhadap produksi susu di KPS Bogor mencapai hampir 60 %. Sebagian besar peternak di kawasan ini mendristribusikan susu yang dihasilkan ke Industri Pengolahan Susu (IPS) melalui KPS Bogor. Karakteristik wilayah yang cocok untuk pengembangan ternak, hubungan kerjasama yang telah lama terjalin dengan IPS, serta keberadaan KPS Bogor sebagai wadah bagi para peternak sapi perah termasuk di KUNAK Cibungbulang, menjadikan KUNAK Cibungbulang berpotensi untuk terus dikembangkan. Namun berdasarkan Laporan Pertanggung jawaban Pengurus KPS Bogor Tahun Buku 2012 diketahui bahwa saat ini KUNAK Cibungbulang belum memenuhi beberapa target capaian yang diharapkan salah satunya produksi susu harian tahun 2011 sebesar 15.745 liter turun menjadi 14.174 liter ditahun 2012 atau turun sebesar 9,98 %.

Kajian mengenai efisiensi produksi dan peran KPS terhadap usaha ternak sapi perah rakyat di Kawasan Usaha Peternak (KUNAK) Cibungbulang Kabupaten Bogor akan menarik untuk dilakukan. Analisis efisiensi bertujuan untuk mengetahui apakah produksi susu di kawasan ini telah secara penuh memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki secara optimal sehingga dapat menghasilkan keuntungan optimal. Selain itu dengan keberadaaan KPS Bogor yang berperan dalam pengembangan usaha ternak di KUNAK Cibungbulang menjadikan perlu adanya kajian mengenai seberapa jauh peran koperasi terhadap pengembangan usaha ternak di kawasan ini.

1.2 Rumusan Masalah

Koperasi Peternak Susu (KPS) Bogor terbagi menjadi dua wilayah yaitu Kawasan Usaha Peternak (KUNAK) dan luar Kawasan Usaha Peternak (Non KUNAK). Kawasan Usaha Peternak Sapi Perah (KUNAK) merupakan kumpulan peternak yang terkonsentrasi dalam suatu wilayah yang berlokasi di Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor, kawasan ini merupakan salah satu sentra produksi susu sapi di Kabupaten Bogor. Kawasan ini berada di bawah kendali


(23)

5 KPS Bogor sebagai lembaga ekonomi. Kawasan ini memiliki 118 peternak sapi perah yang termasuk dalam anggota koperasi dengan jumlah sapi induk sebanyak 1.020 ekor. Pada saat ini produksi susu segar di kawasan ini sebagian besar pemasarannya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan Industri Pengolahan Susu (IPS) terutama PT. Indolakto. Pasokan susu segar dari peternak ini terkadang belum dapat memenuhi kebutuhan IPS. Permintaan susu yang diajukan PT.Indolakto mencapai 25.000 liter per hari, namun jumlah tersebut masi belum dapat dipenuhi oleh KPS Bogor yang baru dapat mensupplai 14.000- 15.000 liter per hari (Tholkhah, 2012). Tabel 3 menunjukan jumlah produksi susu di KPS Bogor pada tahun 2012 yang berasal dari KUNAK dan Non KUNAK, dari data yang ada terlihat bahwa 59,66 % produksi susu berasal dari KUNAK, dengan. produktivitas harian sapi perah di KUNAK sebesar 10,04 liter/ekor/hari.

Tabel 3 Produksi Susu KPS Bogor (liter/hari)

No. Uraian 2010 2011 2012 1 Produksi susu KPS Bogor 15.652 15.745 14.174 2 Produksi susu wilayah

KUNAK 8.922 (57%) 9.161 (58%) 8.435 (59,66%) 3 Poduksi susu wilayah Non

KUNAK 6.730 (43%) 6.584 (42%) 5.739 (40,34%) Sumber: KPS Bogor (2012)

Selain itu ketika harga produk susu luar negeri mengalami kenaikan maka permintaan IPS akan produk susu impor beralih ke produk susu lokal, hal ini sering terjadi di KUNAK Cibungbulang, namun peternak masih belum mampu meningkatkan produksi untuk memenuhi permintaan IPS. KPS Cibungbulang juga dihadapkan pada berbagai macam kendala seperti rendahnya harga jual susu yang ditetapkan IPS. Tingkat harga jual ke IPS yang rendah ini menjadi tantangan tersendiri bagi para peternak untuk dapat mengoptimumkan keuntungan dengan biaya produksi yang seefisien mungkin. Mutu susu juga seringkali menjadi kendala seperti adanya penolakan susu akibat terdeteksinya residu antibiotik, sehingga KPS berupaya mencari pasar susu alternatif yang tidak terlalu mempermasalahkan residu antibiotik. Oleh karena itu peran koperasi juga sangat diperlukan dalam mengatasi berbagai macam kendala yang dialami peternak.


(24)

6

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di lapang, dapat dikatakan perkembangan produktivitas susu sapi perah di kawasan ini masih cukup rendah, sehingga peneliti ingin mengetahui dan menganalisis masalah-masalah yang terdapat di wilayah penelitian.

Berdasarkan uraian diatas maka dirumuskan beberapa rumusan masalah sebagai berikut:

1) Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap produksi susu sapi perah di KUNAK Cibungbulang Kabupaten Bogor?

2) Bagaimana tingkat pendapatan peternak dalam usaha ternak sapi perah di KUNAK Cibungbulang Kabupaten Bogor?

3) Bagaimana tingkat penggunaan input pada usaha ternak sapi perah di KUNAK Cibungbulang Kabupaten Bogor?

4) Bagaimana peran KPS Bogor dalam meningkatkan kesejahteraan peternak sapi perah di KUNAK Cibungbulang Kabupaten Bogor?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1) Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi susu sapi perah di KUNAK Cibungbulang Kabupaten Bogor.

2) Menganalisis tingkat pendapatan peternak dalam usaha ternak sapi perah di KUNAK Cibungbulang Kabupaten Bogor.

3) Menganalisis penggunaan input optimal pada usaha ternak sapi perah di KUNAK Cibungbulang Kabupaten Bogor.

4) Menganalisis peran KPS Bogor dalam meningkatkan kesejahtraan peternak sapi perah di KUNAK Cibungbulang Kabupaten Bogor.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :

1) Peternak sapi perah di Kawasan Usaha Ternak (KUNAK) Cibungbulang Kabupaten Bogor, sebagai informasi dalam pengembangan usaha ternak sapi perah sehingga dapat menghasilkan produksi dan keuntungan optimal.


(25)

7 2) Koperasi Pengolahan Susu (KPS) Bogor, sebagai masukan dan pertimbangan dalam mengambil keputusan, dalam usaha peningkatan kesejahtraan peternak.

3) Pemerintah Kabupaten Bogor, sebagai masukan dan bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan peternakan sapi perah dalam usaha peningkatan keberhasilan pengembangan usaha sapi perah yang akan datang.

4) Sebagai bahan informasi bagi penelitian selanjutnya.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian yang berjudul “Analisis Efisiensi Produksi dan Peran Koperasi Terhadap Usaha Ternak Sapi Perah di Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor” difokuskan pada efisiensi alokasi faktor-faktor produksi dalam usaha ternak sapi perah di KUNAK Cibungbulang untuk menghasilkan keuntungan yang optimal, analisis pendapatan serta peran yang telah dilakukan koperasi dalam usaha peningkatan kesejahtraan di KUNAK Cibungbulang. Responden yang dipilih ialah peternak sapi anggota Koperasi Peternak Susu (KPS) Bogor di Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor dan pengurus KPS Bogor.


(26)

8

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Efisiensi Produksi

Ekonomi produksi dalam pertanian ialah memaksimumkan keuntungan dan meminimumkan biaya. Petani yang maju dalam melakukan usaha tani akan selalu berfikir untuk mengalokasikan input atau faktor produksi lebih efisien untuk memperoleh produksi yang maksimum dan jika dihadapkan dengan keterbatasaan biaya dalam melaksanakan usaha taninya, petani perlu mencoba meningkatkan keuntungan dengan faktor biaya usaha tani yang terbatas atau dengan kata lain memperoleh keuntungan yang lebih besar dengan menekan biaya yang sekecil-kecilnya (Rahim dan Hastuti, 2007).

Prinsip optimalisasi penggunaan faktor produksi pada prinsipnya adalah bagaimana menggunakan faktor produksi tersebut digunakan dengan lebih efisien. Menurut terminologi ilmu ekonomi, maka pengertian efisiensi ini dapat digolongkan menjadi 3 macam, yaitu efisiensi teknis, efisiensi alokatif, dan efisiensi ekonomi. Suatu penggunaan faktor produksi dikatakan efisien secara teknis (efisiensi teknis) jika faktor produksi yang dipakai menghasilkan produksi yang maksimum. Dikatakan efisiensi harga atau efisiensi alokatif jika nilai dari produk marginal sama dengan harga faktor produksi yang bersangkutan dan dikatakan efisiensi ekonomi kalau usaha pertanian tersebut mencapai efisiensi teknis juga mencapai efisiensi harga (Soekartawi, 1990).

Keuntungan dalam usaha ternak sapi perah dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu efisiensi faktor – faktor produksi dan peningkatan harga output (Priyanti et al., 2009). Pada penelitian ini akan dibahas lebih jauh mengenai efisiensi faktor - faktor produksi guna mengoptimalkan keuntungan peternak. faktor produksi dalam usaha ternak berupa pakan, konsentrat, tenaga kerja, jumlah sapi laktasi untuk menghasilkan output yang optimal. Menurut Priyanti et al. (2009), output dalam usaha ternak sapi perah terbagi menjadi dua yaitu (1) output utama berupa susu, dan (2) output sampingan, yaitu berupa pedet, sapi afkir, dan kotoran ternak yang dapat digunakan sebagai pupuk organik. Hasil utama sapi perah berupa susu, produksinya sangat tergantung dari kualitas dan kuantitas input


(27)

9 produksi untuk itu perlu adanya perhitungan mengenai efisiensi produksi dalam usaha ternak.

Penelitian mengenai efisiensi produksi dalam usaha ternak sapi perah juga pernah dilakukan oleh Anisa (2008), penelitian dilakukan di Lembang, Kabupaten Bandung, dengan variabel input produksi berupa jumlah sapi laktasi, tenaga kerja, rumput, konsentrat, ampas tahu, dan ampas singkong, dari penelitian tersebut didapat bahwa jumlah sapi laktasi dan pemberian konsentrat sudah efisien secara teknis sedangkan penggunaan tenaga kerja dan pemeberian rumput belum efisien secara teknis karena didapat setiap penambahan pemberian rumput sebesar satu persen akan menyebabkan penurunan produksi susu sebesar 20,9 %.

Penelitian serupa juga dilakukan oleh Vidiyanti (2004), penelitian ini dilakukan di Kawasan Usaha Ternak Sapi Perah, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor dari hasil penelitian ini didapat bahwa rasio NPM/BKM untuk hijauan dan sapi laktasi lebih besar dari satu sedangkan rasio NPM/BKM untuk konsentrat dan tenaga kerja lebih kecil dari satu. Ini berarti bahwa penggunaan faktor- faktor produksi di wilayah penelitian ini masih belum efisien.

2.2 Pendapatan Usaha Ternak

Tujuan pembangunan pertanian sebagai salah satu pembangunan ekonomi di Indonesia bertujuan memperbaiki dan meningkatkan kesejahtraan masyarakat di bidang usaha pertanian (petani, nelayan dan peternak) di pedesaan. Hal ini dapat tercapai bila pendapatannya dapat ditingkatkan dari sumber pendapatannya baik dari pertanian maupun non pertanian.

Menurut Soekardono (2009) berikut beberapa konsep pendapatan usahatani, yaitu:

1) Pendapatan kotor usaha tani

Pendapatan kotor usaha tani adalah nilai produksi total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Pendapatan kotor usaha tani dapat meliputi produk yang dijual, dikonsumsi rumah tangga petani, digunakan dalam usaha tani untuk bibit atau makanan ternak, digunakan untuk pembayaran dan disimpan atau ada di gudang pada akhir tahun. Pada usaha peternakan, perhitungan pendapatan kotor lebih kompleks daripada usaha tani


(28)

10

tanaman pangan, karena variabel-variabel yang menentukan produksi dan pendapatan usaha peternakan lebih kompleks. Pendapatan kotor usaha ternak terdiri dari penerimaan tunai dari hasil penjualan dan nilai dari komponen-komponen bukan tunai seperti nilai-nilai perubahan inventaris, ternak dan produk ternak yang dikonsumsi sendiri dan atau yang digunakan untuk pembayaran. Termasuk dalam perubahan inventaris adalah peningkatan nilai ternak karena pertambahan berat badan ternak dan penurunan nilai ternak karena semakin tua umur ternak dan sebagainya.

2) Pendapatan bersih usaha tani

Pendapatan bersih usaha tani adalah selisih antara pendapatan kotor usaha tani dan pengeluaran total usaha tani. Pengeluaran total usaha tani adalah nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam proses produksi. Usaha tani non-komersial, tenaga kerja keluarga petani tidak dimasukan dalam pengeluaran. Pengeluaran mencakup pengeluaran tunai dan tidak tunai. Pendapatan ini mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor – faktor produksi kerja, pengelolaan, dan modal baik modal milik sendiri maupun modal pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usaha tani.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Yoga (2007) pendapatan rata-rata peternak sapi di desa Wonokerto, Kecamatan Bantur, Kabupaten malang dengan pemilikan 1-5 ST, selama satu tahun ialah sebesar Rp 13.025.414,96 sedangkan pendapatan peternak dengan pemilikan 5-10 ST selama satu tahun ialah Rp 29.637.331,18 dan pendapatan peternak dengan pemilikan 10-15 ST selama satu tahun ialah Rp 57.113.422,67, dari penelitian ini disimpulkan bahwa semakin besar skala usaha maka semakin besar pendapatan yang diterima peternak. Penelitian serupa pernah dilakukan oleh Vidiyanti (2004) di Kawasan Usaha Ternak Sapi Perah di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor dari penelitian ini didapat rata-rata pendapatan atas biaya tunai yang diperoleh peternak pada saat zaman krisis moneter selama satu tahun sebesar Rp 24.849.506,67 pada tingkat harga susu RP 1950/liter, sedangkan pendapatan atas biaya total selama satu tahun sebesar Rp 7.690.979,61. Berdasarkan hasil penelitian tersebut juga di dapat R/C rasio atas biaya tunai sebesar 1,56 dan R/C


(29)

11 raasio atas biaya total sebesar 1,13, sehingga dapat disimpulkan bahwa usaha ternak di kawasan ini masih menguntungkan.

2.3 Faktor- Faktor Produksi yang Berpengaruh Pada Usaha Sapi Perah

Sarana produksi di dalam sistem usaha tani sering dikategorikan sebagai input tetap. Input tetap ini dibagi menjadi dua kategori berdasarkan lamanya penggunaan, yaitu input tetap sementara dan input tetap jangka panjang (Firman dalam Priyanti, 2009). Input tetap sementara adalah input tetap yang penggunaanya hanya sekali pakai atau penggunaan input tetap tersebut hanya setahun. Biasanya input tetap sementara ini dikategorikan sebagai input variabel yang dimasukan ke dalam biaya variabel (Priyanti, 2009).

Faktor produksi adalah semua korbanan yang diberikan pada ternak agar ternak tersebut mampu tumbuh dan menghasilkan dengan baik. Faktor produksi sangat menentukan besar kecilnya produksi yang diperoleh. Hubungan antara faktor produksi dan produksi disebut dengan fungsi produksi (Soekartawi, 1990). Menurut Sudono et al (2003) hasil produksi sapi perah dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: bangsa atau rumpun sapi, lama bunting, masa laktasi, besar sapi, estrus dan birahi, umur sapi, selang beranak, masa kering, frekuensi pemerahan, dan tata laksana pemberian pakan. Faktor-faktor ini akan berpengaruh pada kuantitas dan kualitas susu yang dihasilkan. Faktor-faktor tersebut ialah sebagai berikut:

1) Bangsa atau Rumpun Sapi

Setiap bangsa sapi mempunyai sifat-sifat yang berbeda dalam menghasilkan susu, serta kadar lemak kadar lemak dan warna susu yang dihasilkan. Jumlah susu yang dihasilkan bangsa sapi Fries Holland (FH) tertinggi jika dibandingkan bangsa-bangsa sapi perah lainnya, baik di daerah beriklim sedang maupun di daerah beriklim tropis.

2) Lama Bunting

Para peternak telah mengetahui bahwa sapi perah yang telah dikawinkan dan bunting akan menghasilakan susu yang lebih sedikit dari pada sapi yang tidak bunting. Lama bunting sapi perah adalah 9 bulan. Produksi susu akan semakin menurun terutama saat sapi bunting 7 bulan sampai beranak.


(30)

12

3) Masa Laktasi

Masa laktasi adalah masa sapi sedang menghasilkan susu, yakni selama 10 bulan antara saat beranak dan masa kering. Produksi susu perhari mulai menurun setelah laktasi 2 bulan. Demikian pula kadar lemak susunya, mulai menurun setelah 1-2 bulan masa laktasi. Dari 2-3 bulan masa laktasi, kadar lemak susu mulai konstan, kemudian naik sedikit.

4) Besarnya Sapi

Beberapa penelitian menunjukan bahwa sapi-sapi yang berbadan besar akan menghasilkan susu yang lebih banyak daripada sapi-sapi yang berbadan kecil, meskipun bangsa dan umurnya sama. Hal ini disebabkan sapi yang badanya besar akan makan lebih banyak, sehingga menghasilkan susu yang lebih banyak, karena metabolism tinggi.

5) Estrus atau Birahi

Saat sapi mengalami birahi, akan terjadi perubahan-perubahan faali yang mempengaruhi volume dan kualitas susu yang dihasilkan. Beberapa ekor sapi menunjukan gejala nervous (gelisah) dan mudah terkejut, sehingga tidak mau makan atau makan sedikit saja, sehingga produksi susunya menurun. Meskipun demikian ada pula sapi yang tidak banyak dipengaruhi oleh masa birahinya. Jika susu yang dihasilkan menurun drastic, kadar lemak dan susunan susunya akan berubah.

6) Umur Sapi

Sapi- sapi yang beranak pada umur lebih tua (3 tahun) akan menghasilkan susu lebih banyak dari pada sapi-sapi yang beranak pada umur muda (2 tahun). Produksi susu akan terus meningkat dengan bertambahnya umur sapi hingga berumur 7-8 tahun. Setelah umur tersebut produksi susu akan menurun sedikit demi sedikit sampai sapi berumur 11- 12 tahun.

7) Selang Beranak

Selang beranak yang optimal adalah 12 dan 13 bulan. Jika selang beranak diperpendek akan menurunkan produksi susu sebesar 3,7-9 % pada laktasi yang sedang berjalan atau yang akan dating. Jika selang beranak diperpanjang sampai 450 hari, laktasi yang sedang berlaku dan laktasi yang akan dating akan meningkatkan susu yang dihasilkan sebesar 3,5%. Meskipun demikian, jika


(31)

13 ditinjau dari segi ekonomi akan merugikan karena susu yang dihasilkan tidak sepadan jika dibandingkan dengan pakan yang diberikan.

8) Masa Kering

Produksi susu pada laktasi kedua dan berikutnya dipengaruhi oleh lamanya masa kering yang lalu atau sebelumnya. Setiap individu sapi betina, produksi susu akan naik dengan bertambahnya masa kering sampai 7-8 minggu. Meskipun demikian, dengan masa kering yang lebih lama lagi, produksi susu tidak akan bertambah.

9) Frekuensi Pemerahan

Menurut Sudono et al (2003), jika sapi diperah dua kali sehari dengan jarak waktu antar pemerahan sama, akan sedikit sekali perubahan susunan susu tersebut. Jika sapi diperah empat kali sehari, kadar lemak akan lebih tinggi pada besok paginya, yakni saat pemerahan pertama. Semakin sering diperah, hasil susu akan naik. Table 4 menunjukan presentase susu yang dihasilkan sapi perah dengan frekuensi pemerahan.

Tabel 4 Umur Sapi, Pemerahan dan Presentase Susu yang Dihasilkan Umur Sapi Diperah 3 Kali Sehari Diperah 4 kali sehari 2 tahun 20% lebih banyak daripada 2 kali

diperah

35% lebih banyak daripada 2 kali diperah

3 tahun 17% lebih banyak daripada 2 kali diperah

30% lebih banyak daripada 2 kali diperah

4 tahun 15% lebih banyak daripada 2 kali diperah

26% lebih banyak daripada 2 kali diperah

Sumber: Sudono et al (2003)

Pemerahan yang dilakukan lebih dari dua kali sehari, biasanya dilakukan terhadap sapi-sapi yang berproduksi tinggi. Misalnya, sapi yang berproduksi 20 liter susu perhari dapat diperah 3 kali sehari, sedangkan sapi-sapi yang berproduksi 25 liter susu atau lebih dapat diperah 4 kali sehari.

10) Pakan

Pakan yang diberikan kepada sapi dibagi dua bagian, yaitu ransum pokok dan ransum produksi. Ransum pokok adalah bagian dari makanan yang diperlukan untuk pertumbuhan sapi yang sedang dalam pertumbuhan. Sedangkan ransum produksi ialah makanan yang diperlukan untuk menghasilkan sesuatu yang


(32)

14

memberi keuntungan bagi peternak. Ransum produksi lebih dikenal dengan istilah konsentrat.

Pakan sapi mempunyai peranan yang sangat penting dalam usaha tenak sapi, karena pakan akan menentukan keberhasilan dan pengembangan usaha peternakan sapi tersebut. Pemberian pakan yang baik akan menghasilkan produksi susu yang baik pula. Pakan sapi yang diberikan hendaknya memenuhi persyaratan, yaitu mengandung nilai gizi yang lengka, disukai ternak, dan mudah dicerna oleh sapi.

Jumlah pakan yang diberikan kepada sapi hendaknya lebih banyak dari pada yang dibutuhkan untuk kehidupannya. Bila jumlah makanan tersebut sama banyaknya dengan keperluan untuk hidupnya, sapi itu akan mengalami kesulitan dalam berproduksi. Jika dikatakan bahwa jumlah makanan yang diberikan harus cukup, bukan berarti banyaknya yang cukup tapi kandungan zat-zat makanan yang dikandung harus cukup dan sesuai dengan kebutuhan sehingga sapi dapat memberikan hasil yang memuaskan bagi peternak dan sapi pun tetap sehat (Asmaki et al, 2009).

2.4 Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia

Usaha peternakan di Indonesia dibagi menjadi dua yaitu perusahaan dan peternakan rakyat. Perusahaan peternakan adalah suatu usaha yang dijalankan secara teratur dan terus menerus pada suatu tempat dan dalam jangka waktu tertentu untuk tujuan komersial yang meliputi kegiatan menghasilkan ternak (ternak bibit/ternak potong), telur dan susu serta usaha penggemukan suatu jenis ternak termasuk mengumpulkan, mengedarkan, dan memasarkannya, yang untuk tiap jenis ternak melebihi dari jumlah yang ditetapkan untuk tiap jenis ternak pada peternakan rakyat. Peternakan rakyat ialah usaha peternakan yang diselenggarakan sebagai usaha sampingan yang jumlah maksimum kegiatannya untuk tiap jenis ternak ditetapkan oleh Menteri Pertanian (Soekardono, 2009).

Berdasarkan sistem agribisnis, aktivitas sektor pertanian subsektor peternakan tidak hanya dipandang sebagai budaya masyarakat pedesaan yang hanya berfungsi dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, tapi lebih dipandang sebagai satuan integrasi bisnis untuk menghasilkan barang dan jasa dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup masyarakat yang berbudaya (Asmaki et al, 2009). Skala usaha sapi perah pada peternakan rakyat relatif amat sangat kecil,


(33)

15 berdasarkan hasil penelitian Darmawan et al. (2008) usaha peternakan sapi perah rakyat khusus nya di Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung rata – rata pemilikan lahan kurang dari 0,1 ha dengan pemilikan ternak berkisar antara 2 sampai 4 ekor sapi perah, namun jumlah peternakan rakyat di Indonesia ini amat sangat banyak, bahkan produksi peternakan rakyat merupakan sekitar 90 % dari produksi nasional. Usaha peternakan sapi perah rakyat meskipun skala usahanya kecil, tapi sudah mengarah pada sifat usaha komersial, seperti halnya pada perusahaan peternakan sapi perah berskala besar. Hal ini tercermin bahwa pada usaha sapi perah hampir seluruh produksinya dijual, di samping itu juga banyak komponen input yang dibeli seperti bibit, konsentrat, dan bahkan pakan hijauan dan tenaga kerja. Pasang surut pada usaha peternakan sapi perah dengan berbagai faktor penyebabnya, berpengaruh pada minat penanaman modal yang ingin berinvestasi di bidang ini. Diperlukan pemikiran- pemikiran yang sangat matang dan ekstra hati-hati serta teliti, baik dari aspek sosial, ekonomi maupun politik. Peternak rakyat dengan skala usaha yang belum ekonomis dengan berbagai keterbatasannya, saat ini masih dapat bertahan, meskipun reward–nya sangat minim (Santosa dalam Priyanti et al, 2009).

Kegiatan di sektor peternakan sesungguhnya merupakan kegiatan yang kompleks dan unik, karena didalamnya terkandung berbagai hal yang berhubungan dengan petani, sumberdaya alam, teknologi, dan aspek sosial ekonomi lainnya. Ditinjau dari aspek ekonomi, kegiatan sektor peternakan memerlukan suatu perencanaan yang berorientasi pada usaha. Tindakan dan keputusan peternak hakikatnya berorientasi pada upaya memaksimalkan keuntungan atau upaya untuk meminimalkan biaya. Maka analisis ekonomi terhadap suatu sistem usaha ternak sapi merupakan aspek mendasar yang perlu dipahami oleh pelaku usaha ternak sapi itu sendiri ( Asmaki et al, 2009).

2.5 Peternakan dan Koperasi

Usaha peternakan sapi perah melibatkan kelembagaan yang cukup kompleks. Kelembagaan sangat berperan dalam menunjang pembangunan karena akan lebih mengedepankan kepentingan kelembagaan dibandingkan dengan kepentingan individu. Kelembagaan utama dimulai dari subsistem sarana dan


(34)

16

prasarana produksi, budidaya, pengolahan, sampai dengan subsistem tataniaga. Kelembagaan peternak adalah organisasi yang tumbuh dari, oleh, dan untuk masyarakat sendiri yang didasari atas kesamaan kepentingan dibidang peternakan dan memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga secara tertulis ( Tawaf et al., 2009).

Koperasi peternakan adalah koperasi yang anggota-anggotanya terdiri dari pengusaha dan buruh peternakan yang berkepentingan dan mata pencahariannya langsung berhubungan dengan peternakan.koperasi peternakan dapat didirikan sesuai dengan jenis ternak. Dalam KPS Bogor ini jenis ternak berupa sapi perah. Pada usahaternak sapi perah, kelembagaan koperasi dibedakan antara koperasi primer yang terdiri dari koperasi persusuan atau koperasi yang bergerak di bidang persusuan (koperasi single purpose dan KUD Unit Susu), serta koperasi sekunder, yaitu Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) ( Tawaf et al., 2009). Dalam hal ini KPS Bogor termasuk Koperasi Primer.

Peternak susu di Indonesia tidak dapat lepas dari keberadaan koperasi karena mayoritas peternak sapi perah di Indonesia ialah peternak kecil dan sifat susu yang mudah rusak, sedangkan lokasi peternak yang biasanya jauh dari konsumen sehingga untuk menyelamatkan produk tersebut diperlukan peran koperasi (Subandriyo dan Adiarto, 2009). Oleh karena itu KPS sangat berperan penting dalam pembangunan usaha ternak sapi perah rakyat untuk mengatasi kesulitan modal dan keterbatasan pengetahuan dalam mengelola usaha ternak. Pengadaan sarana produksi sebagai modal yang diperlukan peternak dapat diatasi dengan fasilitas kredit dari KPS, sementara keterbatasan pengetahuan dapat diatasi dengan diadakannya program penyuluhan bagi peternak untuk mengikuti bimbingan baik dari segi teknis maupun non teknis yang diadakan oleh KPS. Pembinaaan yang dilakukan KPS terhadap anggota paling efektif dengan cara pendekatan kelompok. Kelompok peternak sapi perah merupakan wadah tempat berinteraksi para anggota kelompok dalam memenuhi kebutuhan peningkatan usaha ternaknya, sebagai wahana untuk memperoleh fasilitas belajar, fasilitas sarana ternak dan fasilitas pengaturan untuk kelancaran dan keamanan usaha ternak yang lebih menguntungkan. Kelompok peternak sapi perah harus mampu mempermudah anggotanya memperoleh kredit sapi perah, memperoleh sarana


(35)

17

produksi peternakan (pakan, obat- obatan, pelayanan inseminasi buatan (IB) dan mempermudah pemasaran hasil usaha ternaknya. Berdasarkan

penelitian yang telah dilakukan Darmawan et al. (2008) beberapa peran koperasi khususnya yang telah dilakukan oleh KPSBU Lembang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat ialah penyedia sarana teknis seperti (1) pengangkutan konsentrat secara gratis (2) pelayanan IB secara gratis, dan (3) peternak dapat memperoleh modal bibit melalui program sapi bergulir. Selain penyedia sarana teknis KPSBU Lembang juga menyediakan pelayanan pinjam uang dengan lima kali angsuran.

Menurut Purwantini (2001) peran koperasi dalam sub sistem produksi antara lain menyediakan pakan konsentrat, pengadaan bibit dan pelayanan kesehatan hewan. Dalam pemasaran susu, koperasi berperan dalam mengumpulkan hasil susu dari peternak yang selanjutnya dipasarkan ke IPS. Dalam pembinaan peternak, koperasi melalui aparatnya melakukan dan penyuluhan dalam kaitannya untuk meningkatkan produksi dan kualitas. Koperasi susu yang dikembangkan sebaiknya dapat menguasi semua kegiatan agribisnis dari kegiatan hulu sampai hilir dalam suatu system agribisnis terpadu dan efisien.

Dalam program pembangunan persusuan nasional, perhatian khusus dilakukan pada pengembangan usaha peternakan sapi perah rakyat dengan meningkatkan peran koperasi serta keikutsertaan swasta. Pembangunan usaha sapi perah rakyat diarahkan untuk meningkatkat pendapatan petani ternak, mendorong ndiversifikasi pangan dan perbaikan mutu gizi masyarakat, optimasi usaha tani, penyerapan tenaga kerja, aspek konservasi, dan mendorong pertumbuhan perekonomian pedesaan (Subandriyo dan Adiarto, 2009).


(36)

18

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Pendapatan Usaha Ternak

Menurut Suherman (2007) pendapatan usaha ternak sapi perah ialah penerimaan usaha ternak sapi perah dikurangi dengan biaya produksi/ pengelolaan selama periode 1 tahun. Penerimaan usaha ternak sapi perah ialah besarnya penerimaaan yang diperoleh dari usaha ternak sapi perah, termasuk penerimaan tunai maupun yang diperhitungkan selama periode satu tahun, sedangkan biaya produksi/ pengelolaan adalah seluruh biaya yang dikeluarkan dalam pemeliharaan ternak sapi perah, termasuk biaya produksi tunai maupun yang diperhitungkan selama periode satu tahun.

Biaya produksi dibagi 2 yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost).

1) Biaya tetap (fixed cost)

Biaya tetap ialah jenis biaya yang besar kecilnya tidak tergantung pada besar kecilnya produksi, misalnya biaya sewa atau bunga tanah yang berupa uang. Dalam usaha ternak, biaya ini termasuk biaya sewa kandang dan lain-lain.

2) Biaya Tidak Tetap (variable cost)

Biaya lainnya termasuk dalam biaya tidak tetap karena besar kecilnya berhubungan langsung dengan besarnya produksi. Misalnya pengeluaran-pengeluaran untuk konsentrat, biaya pengelolaan ternak dan lain-lain, tetapi pengertian biaya tetap dan variable ini hanya pengertian untuk jangka pendek, sebab dalam jangka panjang biaya tetap dapat menjadi biaya tidak tetap, misalnya sewa tanah dapat berubah, alat-alat pertanian harus ditambah dan bangunan harus diperluas (Mubyarto, 1989).

Penerimaan sapi perah terdiri dari penjualan sapi yang tidak produktif, penjualan anak sapi yang tidak digunakan sebagai peremajaan, penjualan pupuk kandang dan hasil penjualan terbesar adalah dari penjualan susu (Siregar dalam Hapsari, 2008). Penerimaan usaha tani dibagi menjadi:

a. Penerimaan Tunai Usaha tani


(37)

19 usaha tani. Adapun penerimaan tunai dalam usaha ternak sapi perah berupa penjualan output utama yaitu susu.

b. Penerimaan Kotor/ Total Usaha tani

Penerimaan kotor atau total usaha tani adalah penerimaan dalam jangka waktu (biasanya satu tahun atau satu musim), baik yang dijual (tunai) maupun yang tidak dijual (tidak tunai, seperti konsumsi keluarga, bibit, dan pakan ternak).

3.1.2 Konsep Fungsi Produksi Usaha Peternakan Sapi Perah

Menurut Soekardono (2009), fungsi produksi menggambarkan hubungan teknis antara jumlah input yang digunakan dan jumlah output yang dihasilkan persatuan waktu. Fungsi produksi dibagi menjadi tiga daerah produksi berdasarkan elastisitas produksi dari faktor - faktor produksi. Pada daerah I produksi masih dapat ditingkatkan dengan cara pemakaian jumlah input yang lebih besar dan keuntungan maksimum belum tercapai, daerah I disebut Daerah Irasional. Pada daerah I nilai elastisitas produksi adalah lebih besar dari 1.

Pada daerah II nilai elastisitas produksi terletak antara 0 dan 1. Pada daerah II telah dicapai keuntungan maksimum dengan tingkat penggunaan faktor produksi tertentu, daerah II disebut Daerah Rasional.

Pada Daerah III nilai elastisitas produksinya bernilai lebih kecil dari nol penambahan faktor produksi menjadi tidak lagi efisien sehingga daerah ini disebut daerah irasional. Kurva produksi dijelaskan pada Gambar 1.

Secara matematis, fungsi produksi dapat ditulis:

dimana = output atau produk dan = input- input atau faktor faktor produksi yang berbeda, dalam penelitiannya Anisa (2008) mengatakan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh dalam usaha ternak sapi perah ialah jumlah sapi, tenaga kerja, rumput, konsentrat, ampas tahu, ampas singkong. Penelitian serupa juga pernah dilakukan oleh Vidiyanti (2004), menurutnya faktor-faktor

yang mempengaruhi produksi dalam usahaternak sapi perah ialah hijauan, konsentrat, sapi laktasi, pendidikan, umur, dan pengalaman. Dalam upaya

meningkatkan produksi, pengusaha dapat menambah input-input secara keseluruhan atau hanya sebagian saja yang lainnya tetap.


(38)

20

Q I II III

Total produk fisik

Q= Produk fisik

X X= Input variabel

atau faktor poduksi Q

Produk fisik rata - rata X

Produk fisik marjinal Gambar 1 Kurva Produksi

Bentuk fungsi produksi yang sering digunakan dalam bidang pertanian adalah fungsi Cobb Douglas. Fungsi produksi Cobb Douglas dapat dirumuskan sebagai berikut:

………...(1)

Keterangan: = produksi

= intersep

= koefisien regresi penduga variabel ke-i = jenis faktor ke-i, dimana i=1,2,...,n. = bilangan natural (e= 2,7182)


(39)

21 Fungsi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel; variabel yang satu disebut dengan variabel dependen, yang dijelaskan, (Y), dan yang lain disebut variabel independen yang menjelaskan, (X). Penyelesaian hubungan antara Y dan X biasanya dengan cara regresi, yaitu variasi dari Y akan dipengaruhi variasi dari X. Dengan demikian, kaidah-kaidah pada garis regresi juga berlaku dalam penyelesaian fungsi Cobb-Douglas. Berikut adalah tiga kelebihan fungsi Cobb- Douglas, yaitu:

1) Penyelesaian fungsi Cobb-Douglas relatif lebih mudah dibandingkan dengan fungsi yang lain, misalnya pada fungsi kuadratik. Maka fungsi Cobb-Douglas lebih mudah ditransfer ke dalam bentuk linear.

2) Hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb-Douglas akan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus menunjukan besaran elastisitas.

3) Besaran elastisitas tersebut sekaligus menunjukan tingkat besaran return to scale (Soekartawi, 1990).

Untuk menduga model Cobb-Douglas maka model harus dilinearkan dengan menggunakan model double logaratima sehingga menjadi persamaan berikut:

...(2) Asumsi yang harus terpenuhi dalam analisis berganda adalah multikolinearitas, normalitas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi. Selain itu pula terdapat beberapa kriteria pengujian statistik yaitu koefisien determinasi atau R-Sq, uji F, dan uji t.

3.1.3 Konsep Efisiensi Usaha Ternak

Menuru Doll dan Orazem (1984) efisiensi ekonomi tercapai bila memenuhi syarat keharusan (necessary condition) dan syarat kecukupan (sufficient condition). Syarat keharusan (necessary condition) adalah ketika nilai elastisitas produksi antara nol (atau sama dengan nol) sampai satu (atau sama dengan satu),

(0 ≤ EP ≤ 1). Syarat keharusan menunjukan hubungan fisik antara factor produksi

dengan produksi yang dihasilkan. Syarat kecukupan (sufficient condition) menunjukan tingkat efisiensi yang dicapai saat Biaya Korbanan Margjinal (BKM) sama dengan Nilai Produk Marginal (NPM). Biaya Korbanan Marginal ialah tambahan biaya yang dikeluarkan karena penambahan satu unit input sedangkan Nilai Produk Marginal ialah tambahan penerimaan yang diperoleh karena penambahan satu unit input yang digunakan. Syarat kecukupan ini sering disebut


(40)

22

sebagai indikator pilihan dengan tujuan untuk mencapai keuntungan yang maksimum. Secara matematis dirumuskan sebagai berikut:

{∑ }…………...(3)

Keterangan:

π = pendapatan usaha ternak Py = harga per unit produksi Y = hasil produksi

i = 1, 2, 3, …, n

Pxi = harga pembelian faktor produksi ke-i

Xi = jumlah faktor produksi ke-i yang digunakan dalam proses produksi TFC = Total Fixed Coast (Biaya Tetap Total)

Keuntungan maksimum akan tercapai bila turunan pertama dari fungsi produksi terhadap setiap input variabel bernilai nol (Debertin, 1986).

– ………….(4)

……….(5)

Dari persamaan (5) dapat diketahui bahwa level penggunaan faktor produksi ke-i yang efisien merupakan fungsi dari harga output, harga faktor produksi ke-i dan jumlah output yang dihasilkan. Maka dapat dituliskan sebagai berikut:

atau

dimana NPM (Nilai Produk Marginal) adalah tambahan nilai produksi akibat tambahan penggunaan factor produksi ke-i. Apabila kondisi tersebut terpenuhi maka efisiensi dari penggunaan faktor-faktor produksi telah tercapai. Kondisi tersebut dapat dijelaskan pada Gambar 2.


(41)

23

y

NPMxi

Pxi

xi* x

Gambar 2 Kurva Penggunaan Input Keterangan:

xi* = Penggunaan input optimal

3.1.4 Konsep Koperasi

Koperasi adalah suatu badan usaha bersama yang bergerak dalam bidang perekonomian, beranggotakan mereka yang umumnya berekonomi lemah yang bergabung secara sukarela dan atas dasar persamaan hak, berkewajiban melakukan suatu usaha yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan para anggotanya (Kartasapoetra et al, 2007). Arah, tujuan, peranan dan kedudukan Koperasi dilandaskan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang berdasarkan asas kekeluargaan. Menurut Undang- Undang no. 12 thun 1967, Bagian 2, pasal 4 fungsi koperasi Indonesia ialah koperasi sebagai alat perjuangan ekonomi untuk mempertinggi kesejahteraan rakyat, koperasi sebagai alat pendemokrasian ekonomi nasional, koperasi sebagai salah satu urat nadi perkonomian bangsa Indonesia, dan koperasi sebagai alat Pembina insan masyarakat untuk meperkokoh kedudukan ekonomi bangsa Indonesia serta bersatu dalam mengatur tata laksana perkonomian rakyat.

KUD (Koperasi Unit Desa) merupakan koperasi serba usaha yang mengelola bidang Usaha Tani (Agribisnis) dalam melaksanakan peran dan tugas-tugasnya, telah memperlihatkan hasil-hasil yang nyata seperti mempersatukan usaha tani, menimbulkan kegairahan bekerja, melenyapkan system ijon dan lintah darat, pembangunan lingkungan (Kartasapoetra et al, 2007).


(42)

24

1) Menjamin terlaksananya produksi program peningkatan produksi pertanian, khususnya produksi pangan secara efektif dan efisien.

2) Memberikan kepastian bagi petani produsen khususnya, serta masyarakat desa pada umumnya, bahwa mereka tidak hanya mempunyai tanggung jawab untuk ikut serta meningkatkan produksi sendiri, tetapi juga secara nyata dapat memetik dan menikmati hasilnya guna meningkatkan taraf hidup serta kesejahtraannya.

Menurut Firdaus dan Susanto (2004), adapun lapangan usaha koperasi peternakan antara lain ialah mengusahakan pembelian bahan-bahan peralatan ternak, mengelola hasil peternakan mejadi barang yang bernilai tinggi, penjualan hasil-hasil peternakan, menyediakan kredit bagi para anggota, memperbaiki teknik beternak, menyelenggarakan pendidikan tentang peternakan tepat guna.

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Usaha ternak sapi perah merupakan salah satu sektor pertanian yang potensial untuk dikembangkan. Kabupaten Bogor, khususnya Kecamatan Cibungbulang, merupakan salah satu daerah sentra produksi susu sapi perah. Usaha ternak sapi perah ini memiliki prospek yang cerah apabila dikelola secara baik dan efisien.

Usaha ternak sapi perah di Kawasan Usaha Peternak (KUNAK) Cibungbulang Bogor dihadapkan pada masalah yang berhubungan dengan rendahnya harga jual susu dan rendahnya tingkat produksi sehingga tidak mampu memenuhi permintaan IPS, kendala ini mempengaruhi tingkat pendapatan peternak. Hal ini terjadi karena kurangnya informasi mengenai metode peternakan sapi perah yang baik dan efisien. Oleh karena itu diperlukan penelitian mengenai analisis efisiensi produksi serta analisis pendapatan agar pendapatan dan efisiensi produksi susu sapi perah dapat diketahui, dan peternak dapat menjalankan usahaternak secara efisien. Selain itu juga perlu adanya kajian mengenai peran koperasi untuk mengetahui sejauh mana peran koperasi dalam pengembangan usaha ternak sapi perah dalam upaya peningkatan kesejahtraan peternak di KUNAK Cibungbulang Kabupaten Bogor.


(43)

25 Efisiensi terbagi menjadi efisiensi teknis dan efisiensi ekonomis. Efisiensi teknis berkaitan dengan jumlah fisik semua faktor yang digunakan dalam produksi komoditi tertentu. Produksi dikatakan efisien teknis jika tidak ada alternatif cara yang bisa menggunakan semua input dengan jumlah yang lebih kecil. Efisiensi teknis suatu perusahaan ternak sapi perah dapat dilihat dari jumlah sapi betina, produksi susu rata-rata per ekor atau per satuan ternak (ST) per hari, presentasi sapi laktasi dan rasio penerimaan dengan biaya produksi. Efisiensi teknis tercapai jika nilai elastisitas produksi (EP) antara nol sampai satu atau pada daerah II pada kurva produksi (daerah rasional). Elastisitas produksi adalah rasio presentase perubahan output dengan presentase perubahan input.

Gambar 3 Kerangka Pemikiran Operasional Keterangan

= Aspek yang dikaji = Rincian yang dikaji = Rekomendasi

Usahaternak Sapi Perah

KUNAK Cibungbulang Kabupaten Bogor

Rendahnya produksi dan kualitas susu sehingga tidak dapat memenuhi

permintaan IPS

Faktor- faktor produksi yang berpengaruh: Pakan Ternak (Hijauan, Konsentrat, Ampas

Tahu) dan tenaga kerja

Analisis penggunaan input optimal: pendugan dan pengajuan model

fungsi produksi cobb-douglas

Analisis pendapatan usaha ternak: analisis pendapatan

Efisiensi usaha ternak sapi perah Kecamatan Cibungbulang Kabupaten

Bogor Peran KPS

Bogor terhadap peternak di

KUNAK Cibungbulang


(44)

26

Efisiensi ekonomis berkaitan dengan nilai semua input yang digunakan untuk memproduksi output tertentu. Produksi output tertentu dikatakan ekonomis jika tidak ada cara lain untuk memproduksi output yang bias menggunakan seluruh nilai input dengan jumlah yang lebih sedikit. Efisiensi ekonomis tercapai jika nilai produk marjinal (NPM) sama dengan biaya korbanan marjinal (BKM). Penelitian ini akan membahas lebih lanjut mengenai efisiensi ekonomis untuk mengoptimalkan keuntungan. Analisis efisiensi dapat memberikan suatu gambaran efisiensi usaha yang sedang dijalankan oleh peternak dan memberi saran pada peternak dalam menentukan keputusan berusaha agar berproduksi di tingkat optimum dan menggunakan faktor-faktor produksi secara efisien.

Analisis pendapatan dilakukan dengan menghitung selisih antara penerimaan dan biaya. Biaya dalam usaha ternak dibagi menjadi biaya tunai dan biaya non tunai. Analisis pendapatan meliputi pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total.

Efisiensi produksi usaha ternak sapi perah tidak lepas dari peran KPS sebagai wadah berkumpulnya para peternak. Untuk itu perlu adanya kajian seberapa besar peran KPS Bogor terhadap pengembangan usaha ternak sapi perah di KUNAK Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Gambar 3 menjelaskan bagan kerangka pemikiran penelitian di KUNAK Cibungbulang, Kabupaten Bogor.


(45)

27

IV METODE PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kawasan Usaha Peternak (KUNAK) Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Kawasan ini merupakan salah satu daerah sentra produksi komoditas susu segar sapi perah dan kawasan tersebut berada dibawah Koperasi Pengolaan Susu (KPS Bogor), dimana hampir seluruh peternak di kawasan tersebut merupakan anggota KPS Bogor. Kegiatan penelitian dan pengambilan data dilaksanakan pada bulan Mei- Agustus 2014.

4.2 Jenis Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data primer dimana data primer diperoleh melalui wawancara langsung kepada para peternak, ketua kelompok peternak, pengurus koperasi dengan menggunakan kuesioner yang telah disiapkan sebelumnya. Kegiatan wawancara bertujuan untuk mengetahui keadaan umum mengenai peternak dan peternakan sapi perah secara umum, data penggunaan sarana produksi, biaya produksi yang dikeluarkan, data penerimaan usaha serta data lain yang berkaitan dengan penelitian ini. Data sekunder didapat dari Badan Pusat Statistik (BPS), laporan tahunan KPS Bogor dan berbagai literatur, baik buku, jurnal, situs internet dan referensi yang terkait dalam penelitian.

4.3 Metode Pengambilan Sampel

Populasi penelitian ialah peternak sapi perah di Kawasan Usaha ternak (KUNAK) Cibungbulang Kabupaten Bogor, yang berjumlah 118 peternak yang termasuk kedalam anggota koperasi. Proses pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling yaitu berdasarkan arahan dari ketua kelompok ternak di KUNAK Cibungbulang dengan pertimbangan bahwa responden yang akan dijadikan sampel merupakan anggota KPS Bogor, memiliki sapi perah yang sedang dalam masa laktasi, memiliki informasi yang dibutuhkan peneliti dan memiliki kesediaan untuk diwawancara. Pengamatan dilakukan pada 36 peternak.


(46)

28

4.4 Metode Pengambilan Data dan Analisis

Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi susu sapi perah di KUNAK Cibungbulang dapat diketahui melalui data primer yaitu wawancara langsung kepada pihak terkait sebagai responden, setelah itu dilakukan pengolahan data hasil wawancara dan dianalisis menggunakan fungsi produksi Cobb- Douglass.

Tingkat penggunaan input optimal pada usaha ternak sapi perah di KUNAK Cibungbulang dapat diketahui melalui data primer yaitu wawancara langsung dengan responden selanjutnya dianalisis menggunakan analisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi. Tingkat pendapatan peternak dianalisis menggunakan analisis pendapatan usaha tani. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara manual dan menggunakan komputer dengan program Microsoft Office Excel dan Minitab versi 14, sedangkan untuk peran koperasi dalam pengembangan usahaternak rakyat dapat diketahui melalui data primer dan sekunder dianalisis menggunakan analisis deskriptif. Tabel 5 menunjukan keterkaitan tujuan penelitian, sumber dan jenis data serta metode analisis data. Tabel 5 Matriks Keterkaitan Antara Tujuan Penelitian, Metode Pengumpulan Data

dan Analisis Data

No. Tujuan Penelitian Sumber dan Jenis Data Metode Analisis Data

1

Analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi susu sapi perah.

Data primer, dengan wawancara langsung pihak- pihak terkait sebagai responden.

Analisis fungsi produksi Cobb- Douglass.

2

Analisis tingkat pendapatan peternak dalam usahaternak sapi perah.

Data primer, dengan wawancara langsung pihak- pihak terkait sebagai responden.

Analisis

pendapatan usaha tani

3

Analisis penggunaan input optimal pada usaha ternak sapi perah.

Data primer, dengan wawancara langsung pihak- pihak terkait sebagai responden.

Analisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi

4

Analisis peran KPS Bogor dalam meningkatkan kesejahteraan peternak sapi perah di KUNAK

Cibungbulang

Data sekunder dan data primer, dengan wawancara langsung pihak- pihak terkait sebagai responden dan literatur yang terkait .


(47)

29

4.4.1 Analisis Fungsi Produksi

Untuk melihat tingkat penggunaan faktor-faktor yang efisien maka perlu dilakukan analisisi fungsi produksi dan analisis regresi untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor produksi terhadap produksi susu. Dalam analisis fungsi produksi digunakan pendekatan Cobb-Douglas. Fungsi produksi Cobb-Douglas yang secara sistematis dituliskan sebagai berikut:

Model fungsi tersebut ditransformasikan ke dalam bentuk linear logamatrik untuk menduga fungsi produksi.

Keterangan :

= Produksi susu (liter/ekor/hari) = Hijauan (Kg/ekor/ hari) = Konsentrat (Kg/ ekor/ hari) = Ampas Tahu (Kg/ ekor/ hari) = Tenaga Kerja (HOK)

= konstanta

, , , = koefisien regresi masing- masing variabel

Penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi produksi susu sapi perah yang dipelihara peternak ini diasumsikan:

1) Tingkat pemberian pakan hijauan diduga akan berpengaruh positif dengan besarnya tingkat produksi susu per ekor per hari. Semakin tinggi tingkat pemberian pakan hijauan maka produksi susu per ekor per hari pun semakin tinggi, karena hijauan merupakan pakan utama sapi perah.

2) Tingkat pemberian pakan konsentrat berbanding lurus dengan tingkat produksi susu per ekor per hari. Peningkatan penggunaan pakan konsentrat akan meningkatkan produksi susu, karena konsentrat merupakan pakan tambahan yang mengandung energi dan protein yang tinggi.


(48)

30

3) Tingkat pemberian pakan ampas tahu diduga berbanding lurus dengan tingkat produksi susu per ekor per hari, semakin tinggi penggunaan pakan ampas tahu akan meningkatkan produksi susu per ekor per hari.

4) Jumlah penggunaan tenaga kerja diduga berbanding lurus dengan tingkat produksi susu yang dihasilkan. Semakin banyak jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan maka semakin tinggi pula tingkat produksi susu yang dihasilkan. Hal ini karena tenaga kerja ialah peran yang penting dalam usaha ternak sapi perah, tenaga kerja bertugas memelihara sapi agar sehat dan berproduksi tinggi.

Hubungan antara variabel terikat dengan variabel bebas dapat diketahui dengan melakukan analisis regresi. Berdasarkan analisis ini akan diperoleh nilai P (P-value) untuk uji t dan uji F juga dapat diketahui nilai R2 . P- value untuk uji t digunakan untuk mengetahui secara statistik apakah masing- masing variabel bebas (Xi) secara terpisah berpengaruh nyata terhadap variabel terikat (Y).

 Uji – t

P- value untuk uji t digunakan untuk mengetahui secara statistik apakah masing- masing variabel bebas (Xi) secara terpisah berpengaruh nyata terhadap variabel terikat (Y). apabila P-value untuk uji t lebih kecil dari pada nilai α yang ditentukan (selang kepercayaan tertentu) maka variabel bebas dugaan berpengaruh nyata terhadap variabel terikat, tetapi sebaliknya jika P-value untuk uji t lebih

besar daripada α yang ditentukan maka variabel bebas dugaan tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat.

 Uji – F

P-value untuk uji F diugunakan untuk mengetahui kelayakan model dari parameter dan fungsi produksi atau untuk mengetahui apakah variabel bebas (Xi) secara bersamaan berpengaruh nyata terhadap variabel terikat. Jika P-value untuk uji-F lebih kecil dari nilai α yang ditentukan (selang kepercayaan tertentu) maka variabel bebas dugaan berpengaruh nyata terhadap variabel terikat, tetapi sebaliknya jika P-value untuk uji F lebih besar daripada nilai α yang ditentukan maka variabel bebas dugaan tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat. Selanjutnya merupakan koefisien determinasi yang menunjukan keragaman model produksi di lapangan yang dapat diterangkan oleh model terpilih.


(49)

31 Suatu model agar dapat dikatakan valid maka harus melewati uji asumsi klasik. Pengujian ini dimaksudkan untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas, autokorelasi, dan normalitas.

 Pengujian Multikolinearitas

Suatu keadaan dimana terjadi korelasi antara variabel-variabel bebas disebut multikolinearitas. Salah satu cara untuk mengetahui adanya multikolinearitas adalah dengan pengujian terhadap masing-masing variabel independen. Pengujian multikolinearitas diketahui dari nilai VIF setiap prediktor. Jika nilai VIF prediktor tidak melebihi 10, maka data terbebas dari multikolinearitas.

 Pengujian Autokorelasi

Asumsi kebebasan sisaan diuji dengan menggunakan uji Runtutan atau Runs Test. Sisaan dinyatakan saling bebas jika P- value dari uji Runtutan lebih dari taraf nyata yang digunakan. Hipotesis yang digunakan ialah:

H0 = sisaan saling bebas

H1 = sisaan tidak saling bebas  Normalitas

Uji normalitas dilakukan dengan uji normal P-Plot. Deteksi dengan melihatitik) pada sumbu diagonal dari grafik. Dasar pengambilan keputusan:

a) Jika data menyebar disekitas garis diagonal dan mengikuti arsh garis diagonal maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.

b) Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan tidak mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.

4.4.2 Analisis Pendapatan Usahatani

Menurut Rahim dan Hastuti (2007), pendapatan usaha tani merupakan selisih antara penerimaan dan semua biaya, atau dengan kata lain pendapatan meliputi pendapatan kotor / penerimaan total dan pendapatan bersih. Pendapatan kotor / penerimaan total adalah nilai produksi komoditas pertanian secara keseluruhan sebelum dikurangi biaya produksi. Perhitungan analisis pendapatan yang akan digunakan pada penelitian ini dijelaskan secara rinci pada Tabel 6.


(50)

32

Tabel 6 Perhitungan Analisis Pendapatan Usaha Ternak Sapi Perah

Komponen Keterangan Nilai

(Rp/bulan) A. Penerimaan tunai

B. Penerimaan yang diperhitungkan

C.Total penerimaan D.Biaya Tunai

E. Biaya yang diperhitungkan

Harga x jumlah susu yang dijual (liter) Harga jual sapi pedet

Harga jual sapi afkir Harga jual sapi jantan muda A + B

Biaya variabel A. Pakan konsentrat b. Pakan ampas tahu Biaya tetap

c. Tenaga kerja d. Air

e. Listrik f. Iuran anggota g. Potongan kavling Biaya variabel a.pakan hijauan Biaya tetap

b.penyusutan peralatan

F. Biaya total D + E

G. Pendapatan atas biaya tunai C – D H. Pendapatan atas biaya total C – F

Pendapatan atas biaya tunai didapat dari selisih antara penerimaan peternak dengan biaya tunai yang dikeluarkan peternak setiap bulannya. Pendapatan atas biaya total didapat dari selisih antara penerimaan peternak dengan biaya total, termasuk biaya yang diperhitungkan.

4.4.3 Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi

Efisiensi ekonomis tercapai jika rasio Nilai Produk Marjinal (NPMx) sama dengan Biaya Korbanan Marjinal (BKMx). Secara matematis kriteria penggunaan input optimal dijelaskan sebagai berikut:

∑ ∑  [ ]


(51)

33

[ ]

[ ]

[ ]

Pada kenyataannya tidak selalu sama dengan , yang sering terjadi adalah sebagai berikut:

> 1; artinya penggunaan input belum efisien, untuk mencapai efisien, input perlu ditambah.


(52)

34

< 1; artinya penggunaan input belum efisien, untuk mencapai efisien, input perlu dikurangi (Soekartawi, 2003).

4.4.4 Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif adalah proses pemecahan masalah dengan menggambarkan keadaan subyek dan objek penelitian sekarang berdasarkan fakta-fakta yang ada di lapangan. Tahap awal dilakukan pengumpulan dan penyusunan data, setelah itu dilakukan analisis dan interpretasi data. Analisis deskriptif kualitatif berupa tanggapan dan pandangan beberapa pihak terkait mengenai kondisi lapangan yang sebenarnya, kondisi disini dapat berupa bagaimana pelaksanan program serta kondisi ekonomi, lingkungan dan sosial wilayah penelitian. Setelah didapat bagaimana kondisi lapangan yang sebenarnya, maka dilakukan perbandingan kondisi pelaksanaan program yang sebenarnya terjadi dilapangan dengan kondisi seharusnya yang didapat dari hasil studi pustaka.


(53)

35

V GAMBARAN UMUM

5.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian

Kawasan usaha ternak (KUNAK) sapi perah Kabupaten Bogor merupakan salah satu kawasan pengembangan usaha ternak sapi perah, penempatan lokasi ini bertujuan agar usaha ternak sapi perah tidak mengalami gangguan seperti polusi, karena usaha ternak sapi perah membutuhkan daerah yang tenang dengan cuaca sejuk agar menghasilkan kualitas susu yang baik. Kawasan ini diresmikan pada tahun 1997. Kawasan ini terletak di 5 Desa dan 2 Kecamatan yaitu :

1) Lokasi I, terletak di Desa Situ Udik Kecamatan Cibungbulang dan Desa Pasarean Kecamatan Pamijahan, berisi 98 kavling

2) Lokasi II, terletak di Desa Pamijahan Kecamatan Pamijahan dan Desa Situ Udik Kecamatan Cibungbulang, berisi 83 kavling

3) Lokasi III, terletak di Desa Ciasihan Kecamatan Pamijahan, namun saat ini seluruh kavling di lokasi ini dalam keadaan rusak

4) Lokasi IV, terletak di Desa Cibitung kulon Kecamatan Pamijahan, berupa lahan untuk kebun rumput KPS.

Desa Situ Udik terletak sekitar 5 km dari pusat Kecamatan Cibungbulang, 40 km dengan pusat pemerintahan Kabupaten Bogor, 175 km dari Ibukota Provinsi Jawa Barat. Batas wilayah bagian utara berbatasan dengan Desa Situ Ilir Cibungbulang, selatan berbatasan dengan Desa Pasarean Pamijahan, timur berbatasan dengan Desa Cimayang Pamijahan, barat berbatasan dengan Desa Karacak dan Desa Karya Sari. Desa Situ Udik beriklim tropis dengan curah hujan berkisar 236-234 mm, selama satu tahun rata-rata turun hujan selama 6 bulan sehingga pasokan air melimpah. Suhu saat musim hujan yaitu 18o C-19o C dan suhu pada musim kemarau berkisar 25o C-28o C. Luas wilayah Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor adalah 370 Ha, sebagian besar lahan di wilayah Desa Situ Udik digunakan untuk sawah/ ladang/ tegalan yaitu 170 Ha atau mencapai 45,95 % dari total luas wilayah Desa Situ Udik.

Berdasarkan laporan Kelurahan Desa Situ Udik, hingga tahun 2013 jumlah penduduk Desa Situ Udik berjumlah 14.500 jiwa, dengan komposisi 7.350 jiwa


(54)

36

laki-laki dan 7.150 jiwa perempuan. Sebagian besar penduduk Desa Situ Udik menganut agama islam yaitu sebanyak 14.444 jiwa (99,6 %).

Desa Pamijahan berjarak 35 km dari pusat pemerintahan Kabupaten Bogor. Rata-rata curah hujan di Desa Pamijahan berkisar 200- 300 mm, selama satu tahun rata-rata dituruni hujan selama 7 bulan. Secara Administratif Desa Pamijahan berbatasan dengan Desa Situ Udik disebalah utara, Desa Gunung Sari disebelah selatan, Desa Cibungbulang Wetan disebelah Barat, dan Desa Pasarean disebelah timur. Kawasan ini dirasa cocok untuk pengembangan usaha ternak sapi perah karena cuacanya yang sejuk, ketersediaan air yang melimpah.

5.2 Gambaran Usaha Ternak Sapi Perah

Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) dibangun pada tahun 1994 di wilayah Kecamatan Cibungbulang dan Pamijahan, Kabupaten Bogor dengan luas sekitar 110 Ha. Alasan dibentuknya Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah KPS Bogor adalah sebagai berikut:

1) Semakin berkembangnya kawasan pemukiman sehingga lahan peternakan semakin terdesak.

2) Upaya melestarikan peternakan sapi perah rakyat yang berwawasan lingkungan.

3) Munculnya masalah sosial akibat bau, limbah, dan lainnya yang disebabkan oleh penyebaran usaha peternakan sapi perah yang tidak terpola sesuai dengan tata ruang.

4) Upaya perbaikan usaha sapi perah dari usaha sambilan ke arah usaha pokok.

Pembangunan kawasan ini diharapkan dapat menjadi percontohan nasional usaha pemeliharaan sapi perah yang berwawasan lingkungan serta dapat memenuhi kebutuhan susu dalam negeri sekaligus menghemat devisa negara dan membuka lapangan kerja. KUNAK ini juga diharapkan dapat menjadi sentra produksi susu daerah Bogor. Pendirian kawasan ini juga merupakan salah satu usaha merelokasi usaha ternak sapi perah agar memudahkan dalam pembinaan terhadap peternak, sehingga dapat meningkatkan keuntungan peternak dan KPS Bogor.


(55)

37 Setiap peternak di wilayah KUNAK memiliki kavling, yang terdiri dari rumah, kandang, dan lahan untuk menanam rumput gajah sebagai pakan utama sapi. Setiap kavling di wilayah ini memiliki luas rata- rata 5000 meter. Jumlah kavling di KUNAK terbagi kedalam tiga lokasi yaitu lokasi I di Desa Situ Udik Kecamatan Cibungbulang dan Desa Pasarean Kecamatan Pamijahan (52,43 Ha), lokasi II di Desa Pamijahan Kecamatan Pamijahan dan Desa Situ Udik Kecamatan Cibungbulang (41,98 Ha), dan lokasi III di di Desa Ciasihan Kecamatan Pamijahan (21,02 Ha), namun saat ini seluruh kavling di lokasi III dalam keadaan rusak. Kavling di KUNAK merupakan bantuan dari pihak pemerintah untuk para peternak yang diberikan lewat KPS Bogor. Peternak dapat membeli kavling dengan cara kredit kepada KPS.

Bangsa sapi yang digunakan peternak di kawasan ini adalah sapi peranakan Fries Holland. Sapi jenis ini sudah banyak di pelihara di Indonesia, sapi jenis ini tidak tahan terhadap panas, tetapi lebih mudah menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan (Makin, 2011). Produksi susu di lokasi penelitian rata-rata sebesar 10,04 liter/ekor/hari, tingkat produksi susu ini relatif masih rendah. Menurut Makin (2011), penghasilan susu sapi perah jenis Fries Holland yang tertinggi di dunia dapat menghasilkan susu rata-rata 6000 liter/ekor/laktasi atau sekitar 19,67 liter/ekor/hari.

Pemeliharaan sapi perah tidak lah mudah karena memakan waktu yang cukup lama. Kegiatan usahaternak sapi perah mencakup kegiatan pemeliharaan hingga pada proses penanganan susu. Peternak memulai kegiatan membersihkan kandang dan memandikan sapi pada pukul 05.00. Kandang dibersihkan agar susu yang akan diperah tidak terkontaminasi dengan kotoran sapi, juga agar kandang tetap dalam keadaan bersih dan kering sehingga tidak menjadi sarang kuman dan penyakit. Kotoran sapi di lokasi penelitian belum banyak dimanfaatkan. Kotoran sapi hanya dibuang peternak atau dialirkan ke lahan hijauan milik masing-masing peternak sehingga berfungsi sebagai pupuk kandang. Setelah itu peternak melakukan pemerahan, pemerahan dilakukan sebanyak dua kali dalam sehari, hal ini karena produktivitas sapi perah di lokasi penelitian masih rendah. Hampir seluruh peternak responden masih melakukan pemerahan secara manual tanpa bantuan mesin pemerah.


(1)

79 Lampiran 2 Hasil Analisis Regresi

Uji asumsi klasik a. Uji normalitas

Uji kenormalan dengan menggunakan uji Kolmogorov Smirnov menghasilkan nilai-p sebesar > 0,150. Nilai-p tersebut lebih dari taraf nyata 0,05 sehingga terima H0 artinya asumsi residual menyebar normal terpenuhi.

Hipotesis :

H0 : Residual menyebar normal H1 : Residual tidak menyebar normal

b. Homoskedastisitas (uji Glejser) H0 : Homoskedastisitas

H1 : Heteroskedastisitas

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 4 0.12625 0.03156 1.33 0.279 Residual Error 31 0.73320 0.02365

Total 35 0.85945

RESI1 P e r c e n t 0.50 0.25 0.00 -0.25 -0.50 -0.75 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 Mean >0.150 -0.008987 StDev 0.2354 N 36 KS 0.113 P-Value Normal


(2)

80

Uji kehomogenan ragam dengan menggunakan uji Glejser menghasilkan nilai-p sebesar 0,279. Nilai ini lebih besar dari taraf nyata (0,05) sehingga sehingga terima H0 artinya uji kehomogenan ragam terpenuhi.

c. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji Runtutan atau Runs Test. Nilai-p yang diperoleh ialah sebesar 0,499. Nilai ini lebih besar dari taraf nyata 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat autokorelasi.

Runs Test: RESI1 Runs test for RESI1

Runs above and below K = -0.00898707 The observed number of runs = 17 The expected number of runs = 19 18 observations above K, 18 below P-value = 0.499

d. Uji Multikolinearitas

Multikolinieritas terjadi pada peubah bebas bila nilai Variance Inflation Factors (VIF ) lebih dari 10. Nilai VIF untuk setiap peubah bebas pada penelitian ini diperoleh sebesar kurang dari 10. Hal ini menandakan tidak terdapat multikolinieritas antar peubah bebas yang digunakan.

Regression Analysis: ln y versus ln x1, ln x2, ln x3, ln x4

The regression equation is

ln y = 0.587 + 0.288 ln x1 + 0.101 ln x2 + 0.208 ln x3 + 0.0669 ln x4

Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant 0.5867 0.2421 2.42 0.021 ln x1 0.28793 0.06494 4.43 0.000 1.7 ln x2 0.10080 0.02981 3.38 0.002 2.3 ln x3 0.20806 0.03709 5.61 0.000 1.1 ln x4 0.06692 0.01503 4.45 0.000 1.4

S = 1.03042 R-Sq = 87.9% R-Sq(adj) = 86.4%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 4 239.546 59.887 56.40 0.000 Residual Error 31 32.915 1.062

Total 35 272.461 Durbin-Watson statistic = 1.73778


(3)

81

Lampiran 3 Dokumentasi Penelitian

A B

C

Gambaran KUNAK Cibungbulang Kabupaten Bogor, Jawa Barat A. Gerbang utama, B. Lahan hijauan peternak, C. Kondisi kandang ternak


(4)

82

Gambaran Fasilitas KUNAK Cibungbulang Kabupaten Bogor, Jawa Barat

A B

C D

Input yang digunakan oleh peternak responden


(5)

83


(6)

84

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 17 April 1992 dari Ayah Sugandi dan Ibu Mari Komariah Tentamia. Penulis adalah anak ke dua dari tiga bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Panaragan 1 tahun 2004, setelah itu menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SMPN 4 Bogor tahun 2007 dan menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMAN 5 Bogor tahun 2010.

Pada tahun yang sama yaitu tahun 2010 penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Selama masa perkuliahan, penulis mendapatakan beasiswa PPA BBM dan aktif sebagai staff Public Relation Sharia Economics Student Club (SES-C) tahun 2013 serta aktif sebagai anggota UKM Koperasi Mahasiswa tahun 2011. Selain itu, penulis pun aktif dalam berbagai kepanitiaan baik di lingkup fakultas maupun dalam lingkup universitas.