Analisis Pengaruh Penggunaan Static Mixing Terhadap Kebutuhan Katalis Dalam Produksi Biodiesel

ANALISIS PENGARUH PENGGUNAAN STATIC MIXING
TERHADAP KEBUTUHAN KATALIS DALAM
PRODUKSI BIODIESEL

SRI PURNAMA SARI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Pengaruh
Penggunaan Static Mixing terhadap Kebutuhan Katalis dalam Produksi Biodiesel
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir Tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2016

Sri Purnama Sari
NIM F151130101

*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

RINGKASAN
SRI PURNAMA SARI. Analisis Pengaruh Penggunaan Static Mixing
terhadap Kebutuhan Katalis dalam Produksi Biodiesel. Dibimbing oleh
ARMANSYAH HALOMOAN TAMBUNAN dan LILIK PUJANTORO EKO
NUGROHO.
Biodiesel merupakan salah satu sumber energi alternatif pengganti solar
yang berasal dari minyak nabati atau lemak hewani yang diproses dengan cara
transesterifikasi antara trigliserida dengan alhokol rantai pendek berupa metanol.
Proses produksi biodiesel di Indonesia umumnya dilakukan dengan menggunakan
metode katalitik dengan sistem batch yang dilakukan dalam satu kali proses
selama waktu tertentu dan suhu konstan. Kelemahan dari penggunaan sistem

batch pada produksi biodiesel adalah tidak dapat digunakan untuk produksi dalam
jumlah besar, dibutuhkan pengadukan yang kuat dan biasanya membutuhkan
waktu proses yang lebih lama serta kesulitan proses pemurnian produk dari katalis.
Saat ini pengembangan produksi biodiesel diarahkan menggunakan sistem
kontinyu agar dapat dioperasikan secara terus menerus. Diharapkan dengan
produksi biodiesel secara kontinyu menggunakan reaktor berpengaduk statik
mampu mengatasi kelemahan pada sistem batch dalam hal memperbesar kapasitas
produksi dan mempersingkat waktu reaksi.
Tujuan penelitian ini adalah (1) mengkaji peran efektivitas proses
pengadukan oleh pengaduk statik (static mixer) dalam reaksi transesterifikasi pada
produksi biodiesel dan (2) menguji peran pengaduk statik dalam mengurangi
kebutuhan katalis untuk proses transesterifikasi produksi biodiesel secara
kontinyu. Bahan baku yang digunakan untuk proses transesterifikasi adalah
minyak kelapa sawit (Refined Bleached Deodorized Palm Olein-RBDPO) dengan
menggunakan rasio mol metanol 1:6 pada suhu reaksi 65 oC. Katalis yang
digunakan untuk percobaan adalah KOH dengan variasi jumlah katalis 0.3% dan
0.5% dari berat minyak yang dimasukkan dalam reaktor. Variasi jumlah modul
pengaduk statik (1, 2, 3, 4, dan 5 modul) untuk mengevaluasi pengaruhnya
terhadap katalis yang diperlukan.
Hasil penelitian membuktikan bahwa konversi yang lebih tinggi dari reaksi

terjadi seiring dengan meningkatnya penggunaan jumlah modul berpengaduk
statik pada kandungan katalis tertentu. Kadar metil ester tertinggi yang diperoleh
dengan 5 modul adalah 92.5% (b/b) dan 88.9% (b/b), untuk penggunaan katalis
sebanyaak 0.3% (b/b) dan 0.5% (b/b), secara berturut-turut. Analisis terhadap
hasil eksperimen menunjukkan bahwa 0.1% (b/b) berat katalis dapat digantikan
dengan penambahan 0.9 modul pengaduk statik, yang setara dengan 58.1 cm
panjang dari konfigurasi pengaduk statik yang digunakan.

Kata kunci: transesterifikasi sistem kontinyu, pengaduk statik, pengurangan
katalis.

SUMMARY
SRI PURNAMA SARI. Analysis of static mixing method toward catalyst needed
on biodiesel production. Supervised by ARMANSYAH HALOMOAN
TAMBUNAN and LILIK PUJANTORO EKO NUGROHO.
Biodiesel is a diesel alternative energy source derived from vegetable oils or
animal fats that are processed by the transesterification of triglycerides with alkyl
alcohol, especially metanol. Current technology for biodiesel production in
Indonesia is generally done by catalytic method with batch systems, during a
certain time and temperature constant. The batch systems needs rigorous stirring,

typically require a longer processing time and purification of the product from the
catalyst. Currently the development of biodiesel production is directed toward a
continuous system. The static mixer reactor is axpected to overcome the weakness
of the batch system, in terms of bigger production capacity and shorter reaction
time.
The objective of this study were (1) assessing the static mixer in the
transesterification reaction for production of biodiesel and (2) examine the role of
static mixer in reducing the catalyst requirement for the transesterification process
of biodiesel production in continuous mode. Palm olein (Refined Bleached
Deodorized Palm Olein-RBDPO) was used as feedstock for the transesterification
process with 1: 6 of mole ratio to methanol at 65 oC reaction temperature. Catalyst
used for the experiment was KOH with a variation of 0.3% and 0.5% to the oil fed
into the reactor. The number of static mixer module was varied (1, 2, 3, 4, and 5
modules) to evaluate its effect to the required catalyst.
The experimental results confirmed a higher conversion of the reaction by
the increasing number of the static mixer modules at a specific catalyst
concentration. Highest conversion of metyl ester obtained with 5 modules was
92.5% (w/w) and 88.9% (w/w), for 0.3% (w/w) and 0.5% (w/w) of catalyst
respectively. Analysis to the experimental results showed that 0.1% (w/w) of
catalyst could be replaced by the addition of 0.9 modules of static mixer, which

was equivalent to 58.1 cm length of the used static mixer configuration.

Keywords: continuous mode of transesterification, static mixing, catalyst
reduction.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ANALISIS PENGARUH PENGGUNAAN STATIC MIXING
TERHADAP KEBUTUHAN KATALIS DALAM
PRODUKSI BIODIESEL

SRI PURNAMA SARI


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi Pembimbing pada Ujian Tesis: Dr Ir Gatot Pramuhadi MSi

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis yang
berjudul “Analisis Pengaruh Penggunaan Static Mixing terhadap Kebutuhan
Katalis dalam Produksi Biodiesel”. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai
bulan Januari 2015 hingga Juni 2015.

Tesis ini dibuat dalam rangka penelitian untuk penyelesaian studi program
Magister (S2) di bidang Teknik Mesin Pertanian dan Pangan pada Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan kontribusi dalam khazanah teknologi energi terbarukan (renewable
energy).
Dalam penyelesaian Tesis ini penulis banyak mendapatkan bimbingan,
arahan, nasehat serta koreksi yang baik dari komisi pembimbing sehingga dapat
menyelesaikan penyusunan proposal hingga penulisan Tesis ini. Oleh karena itu
ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Prof Dr Ir Armansyah H.
Tambunan MAgr dan Bapak Dr Ir Lilik P. Eko Nugroho MAgr selaku
pembimbing. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada Bapak Dr Ir Gatot Pramuhadi MSi selaku dosen penguji luar
komisi pada ujian akhir tesis atas masukan dan arahan untuk perbaikan tesis.
Di samping itu, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada ibu Dr Ir
Joelianingsih beserta staff laboratorium Teknik kimia (Riset Energi), Institut
Teknologi Indonesia, yang telah membantu selama proses pengumpulan data.
Penghargaan juga penulis sampaikan kepada Dirjen Dikti-Kemendiknas RI atas
Beasiswa Unggulan yang diberikan kepada penulis dan mendukung penelitian ini
dalam program Penelitian Hibah Kompetensi tahun ketiga sesuai kontrak
nomor:157/SP2H/PL/DI.LITABMAS/2/2015 Tanggal 5 Februari 2015.
Secara khusus, penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada kedua

orang tua penulis yaitu ayahanda H Saerman SPd dan ibunda Hj Badriah, kedua
kakak tercinta Eka Rahmadhani SPdI, SE dan Dewi Ermaya STP, MT atas segala
doa yang tulus dan dukungannya kepada penulis untuk penyelesaian studi ini.
Ucapan terimakasih disampaikan kepada seluruh rekan-rekan TMP 2013 dan
rekan satu Laboratorium Pindah Panas dan Massa serta masih banyak lagi ucapan
terimakasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang tidak
dapat disebutkan satu persatu.
Akhir kata semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Aamiin ya rabbal a’lamin.

Bogor, Maret 2016
Sri Purnama Sari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi


DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Biodiesel
Bahan Baku Biodiesel
Reaksi Transesterifikasi
Alkohol
Katalis
Energi Aktivasi
Mekanisme Pengaduk Statik (Static Mixer)
3 METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu

Alat dan Bahan
Metode Penelitian
Analisis Parameter Uji
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Bahan Baku
Hasil Produksi Biodiesel Secara Kontinyu
Identifikasi Senyawa Biodiesel dengan Gas Chromatography (GC)
Pengaruh Pengadukan Statik dan Katalis terhadap Kadar Metil Ester
Karakteristik Mutu Biodiesel
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

1
1
3
3

4
4
4
5
6
8
9
11
12
14
14
14
18
20
22
22
22
25
27
29
31
31
31
32
36
45

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6

Kandungan dan komposisi minyak nabati beberapa tumbuhan
Sifat-sifat metanol
Perbandingan katalis pada reaksi transesterifikasi
Karakteristik bahan baku
Persentase senyawa metil ester yang ada dalam biodiesel untuk tiap
perlakuan
Karakteristik mutu biodiesel dibandingkan dengan SNI

5
9
9
22
26
30

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22

Rumus bangun trigliserida
Persamaan kimia Reaksi Transesterifikasi
Pengaruh katalis terhadap energi aktivasi (Clark 2004)
Elemen static mixer (Van Wageningen 2005)
Mekanisme pencampuran di static mixer
Pengaruh pengadukan terhadap energi aktivasi (Ea)
Diagram skematik SMR
Static mixer reaktor tipe kontinyu
Pompa
Reaktor yang diisolasi
Static mixer
Termostat digital
Hybrid recorder
Flowmeter
Diagram alir penelitian
Bagan pembuatan biodiesel
Proses transesterifikasi
Biodiesel untuk perlakuan variasi pengaduk statik dengan katalis (a)
0.3% (b) 0.5%
Biodiesel setelah pencucian
Evaporasi biodiesel
Kromatogram metil ester minyak sawit
Kadar metil ester menggunakan konsentrasi KOH 0.3% ( ) dan KOH
0.5% ( ) pada tiap modul

6
7
11
12
12
14
15
15
16
16
17
17
17
18
19
21
23
23
24
24
25
28

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Perhitungan laju aliran dan kebutuhan katalis
Dokumentasi Penyiapan Bahan Penelitian
Produk hasil reaksi
Hasil analisis laboratorium
Syarat mutu biodiesel

37
39
40
43
45

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bahan bakar minyak bumi merupakan salah satu kebutuhan utama yang
banyak digunakan dalam bidang transportasi dan industri di berbagai Negara
termasuk Indonesia. Saat ini kebutuhan akan bahan bakar minyak semakin
meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, yang diakibatkan oleh
berkembangnya teknologi. Namun cadangan sumber daya minyak bumi yang
berasal dari fosil semakin lama semakin menipis dan tidak dapat diperbaharui,
untuk itu diperlukan adanya alternatif pengganti sumber minyak sebagai bahan
bakar sehingga kebutuhan akan sumber energi tetap terpenuhi. Hal ini didukung
oleh Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 79 tahun 2014 tentang
kebijakan energi untuk mengembangkan energi alternatif pengganti bahan bakar
minyak (BBM).
Biodiesel merupakan salah satu jenis bahan bakar pengganti solar yang
berasal dari minyak nabati dan merupakan sumber terbarukan (renewable).
Biodiesel merupakan metil ester (fatty acid methyl ester) yang diproses dengan
cara transesterifikasi antara trigliserida yang berasal dari minyak nabati atau
lemak hewan dengan alkohol rantai pendek terutama metanol untuk digunakan
sebagai bahan bakar mesin diesel (Mittelbach and Remschmidt 2006).
Reaksi transesterifikasi umumnya dapat dilakukan dengan menggunakan
metode katalitik atau non-katalitik. Proses produksi secara katalitik membutuhkan
bantuan katalis untuk mempercepat terjadinya reaksi antara asam lemak bebas/
trigliserida dan metanol/etanol. Dengan adanya katalis, maka energi yang
dibutuhkan untuk terjadinya reaksi (energi aktivasi) dapat diturunkan tanpa
mengubah energi reaksi (∆E) ztersebut sehingga molekul yang jumlah energinya
tidak tinggi dapat bereaksi membentuk zat yang diinginkan.
Produksi biodiesel secara non-katalitik tidak membutuhkan katalis dan lebih
sederhana karena tidak memerlukan proses pemurnian setelah reaksi, namun
untuk mendapatkan energi aktivasi yang dibutuhkan harus mencapai kondisi yang
disebut supercritical methanol. Kondisi supercritical methanol ini bisa dicapai
dengan menggunakan suhu dan tekanan yang tinggi (350-400oC, 45-65 MPa)
(Saka dan Kusdiana 2001). Penggunaan suhu dan tekanan yang tinggi pada
kondisi supercritical methanol dapat beresiko memicu terjadinya ledakan,
sehingga jika ingin memproduksi biodiesel dengan metode non-katalitik
dibutuhkan alternatif perubahan kondisi dari supercritical methanol menjadi
superheated methanol vapor yaitu menggunakan temperatur tinggi (523–563oK)
pada tekanan atmosfer (Joelianingsih et al. 2008). Sistem superheated methanol
vapor juga masih memiliki kelemahan yaitu laju reaksi proses masih rendah,
dibutuhkan jumlah metanol lebih banyak, dan waktu reaksi yang diperlukan relatif
lebih lama.
Proses produksi biodiesel di Indonesia umumnya dilakukan dengan metode
katalitik menggunakan sistem batch dan bantuan katalis, yang dilakukan dalam
satu kali proses selama waktu tertentu dengan suhu konstan. Selain penggunaan
katalis, produksi biodiesel secara katalitik juga dipengaruhi oleh pengadukan.
Proses pengadukan ini diperlukan agar bahan reaktan dapat bercampur,
bertumbukan, dan bereaksi membentuk fatty acid methil ester (FAME). Pengaduk

2
yang dikenal dan biasa digunakan pada produksi biodiesel adalah blade agitator.
Blade agitator adalah pengaduk yang digerakkan oleh suatu motor dengan
memutar poros pengaduk. Sistem pengadukan dengan alat ini kurang optimal jika
dilakukan pada putaran (rpm) rendah, selain itu proses pencampuran sebagian
besar terjadi di sekitar pengaduk (blade) sehingga fluida yang berada jauh dari
pengaduk kurang mengalami pencampuran atau cenderung tidak tercampur
(Alamsyah 2010). Jenis pengaduk lain yang bisa digunakan dalam pencampuran
reaktan adalah pengaduk statik (static mixer) yang mampu meningkatkan
turbulensi aliran campuran antara trigliserida dan metanol yang bersifat immisible
(tidak mudah bercampur), sehingga molekul campuran menjadi lebih kecil dan
mudah bercampur.
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa produksi biodiesel bersistem
batch dengan pemanfaatan reaktor berpengaduk statik (static mixer) mampu
menurunkan penggunaan katalis dalam reaksi transesterifikasi, pengurangan
katalis pada reaksi transesterifikasi diperlukan karena saat reaksi berlangsung
asam lemak bebas bereaksi dengan katalis basa membentuk sabun, sehingga dapat
mengurangi yield biodiesel yang dihasilkan. Pangabean (2011) menyatakan bahwa
katalis dapat diturunkan dibawah 1% menjadi 0.5% menggunakan 6 elemen static
mixer dalam 1 modul pada kondisi waktu reaksi 30 menit dan suhu reaksi 60 oC,
nilai konversi tertinggi sebesar 95.82% (mol/mol). Nilai konversi yang dihasilkan
ini masih belum sesuai dengan standar SNI yang ditetapkan yaitu 96.5%, sehingga
Aritonang (2013) melakukan optimasi terhadap penggunaan Prototype Static
Mixer yang digunakan Pangabean (2011) untuk menghasilkan konversi metil ester
yang sesuai dengan SNI. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa titik optimum
waktu reaksi untuk mencapai konversi metil ester sebesar 97.41% adalah 45 menit
dengan suhu 30 oC dan konsentrasi KOH 0.4%.
Adapun kelemahan dari penggunaan sistem batch pada produksi biodiesel
adalah tidak dapat digunakan untuk produksi dalam skala yang besar, dibutuhkan
pengadukan yang kuat, proses produksi yang lama, serta kesulitan untuk
memisahkan produk dari katalis. Saat ini banyak penelitian eksperimental yang
telah berfokus pada peningkatan hasil produksi biodiesel, bersama dengan
mengurangi waktu reaksi dan penggunaan bahan baku yang lebih murah. Salah
satunya dengan memproduksi biodiesel menggunakan sistem kontinyu, seperti
yang dilaporkan Thomson et al. (2004) bahwa pengaduk statik (static mixer)
dapat digunakan untuk produksi biodiesel bersistem aliran kontinyu. Produksi
biodiesel secara kontinyu diharapkan mampu mengatasi kelemahan pada sistem
batch dalam hal memperbesar kapasitas produksi dan mempersingkat waktu
reaksi.
Upaya pengembangan produksi biodiesel telah mulai dilakukan oleh
Soolany (2015), dengan melakukan modifikasi reaktor bersistem batch untuk
produksi biodiesel bersistem semi-continue menggunakan penambahan elemen
static mixer menjadi 12 yang terbagi dalam 2 modul dengan menggunakan
konsentrasi KOH 0.5% pada suhu 65 oC. Nilai konversi metil ester yang diperoleh
sebesar 98.26% (b/b) dengan 4 kali dilewatkan pada SMR (8 static mixer) atau
menggunakan 48 elemen static mixer. Prastya (2015) mencoba mengembangkan
SMR dengan menggunakan 60 elemen statik yang terbagi dalam 5 modul reaktor
dan bekerja secara continue. Adapun peningkatan pengadukan dengan static mixer
dalam produksi biodiesel dapat meningkatkan nilai konversi metil ester dan dapat

3
menurunkan penggunaan katalis, oleh karena itu pada penelitian ini akan
dibuktikan sejauh mana efektivitas pengadukan statik dalam menghasilkan
biodiesel yang baik dan sejauh mana pemakaian katalis dapat diturunkan dengan
meningkatkan jumlah pengadukan dalam reaksi transesterifikasi.
Perumusan Masalah
Produksi biodiesel umumnya membutuhkan katalis untuk menurunkan
energi aktivasi guna mempercepat reaksi dan pengadukan untuk meningkatkan
frekuensi tumbukan agar reaksi antara trigliserida dan metanol dapat berlangsung
dengan laju yang baik. Rumusan masalah pada penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pengaruh pengadukan statik (static mixer) pada reaksi
transesterifikasi bersistem kontinyu.
2. Sejauh mana penggunaan katalis dapat dikurangi dengan cara memaksimalkan
terjadinya tumbukan dan campuran antara trigliserida dan metanol
menggunakan pengaduk statik dikarenakan sifat immiscible (tidak saling
campur) antara trigliserida dan metanol.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengkaji peranan efektifitas proses pengadukan oleh pengaduk statik (static
mixer) dalam reaksi transesterifikasi pada produksi biodiesel.
2. Menguji peran pengaduk statik dalam mengurangi penggunaan katalis dalam
reaksi transesterifikasi pada produksi biodiesel secara kontinyu.
Ruang Lingkup Penelitian
Untuk mempermudah penulisan laporan tesis ini dan agar lebih terarah dan
berjalan baik, maka perlu kiranya dibuat suatu batasan masalah. Adapun ruang
lingkup penelitian ini meliputi kajian pembuatan biodiesel dengan menggunakan
sistem pengadukan statik yang bekerja secara kontinyu. Dalam proses pembuatan
biodiesel tersebut digunakan bahan baku (feedstock) trigliserida (TG) dari minyak
sawit (RBDPO), metanol (MeOH) dengan bantuan katalis KOH. Sebelum
dilakukan proses pembuatan biodiesel dilakukan uji pendahuluan meliputi analisis
kadar FFA, viskositas, densitas dan kadar air. Percobaan dilakukan dengan
menggunakan reaktor berpengaduk statik dengan mereaksikan reaktan(TG,
MeOH, dan KOH). Pembuatan biodiesel dilakukan dengan beberapa perlakuan
kombinasi penggunaan katalis dan jumlah modul berpengaduk statik untuk
melihat sejauh mana efektivitas pengadukan dalam reaksi transesterifikasi. Salah
satu parameter utama sebeagai indikator efektivitas pengadukan statik pada
penelitian ini ditunjukkan dari seberapa besar pencampuran yang dapat terjadi
antara minyak dan metanol, hal ini diketahui dari seberapa besar perubahan asam
lemak bebas (TG) yang terkonversi membentuk metil ester (biodiesel) dengan
peningkatan pengadukan oleh pengaduk statik (static mixer). Analisis hasil
produksi biodiesel meliputi kadar metil ester, viskositas, densitas dan bilangan
asam yang kemudian dibandingkan dengan standar SNI.

4
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah untuk memberikan
informasi mengenai produksi biodiesel secara katalitik yang bekerja secara
kontinyu menggunakan static mixer reaktor, dan mengetahui sejauh mana
pengaruh pengaduk statik (static mixer) terhadap penurunan jumlah katalis yang
diperlukan dalam reaksi transesterifikasi.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Biodiesel
Biodiesel merupakan salah satu bahan bakar alternatif untuk mesin diesel
yang diproduksi secara kimiawi dengan cara mereaksikan minyak nabati atau
lemak hewan dengan alkohol rantai pendek berupa metanol dan bantuan katalis
basa kuat seperti natrium atau kalium hidroksida sehingga menghasilkan senyawa
kimia baru yang disebut metil ester (Gerpen 2005; Knothe et al. 2005; Pahl 2005).
Menurut Darnoko et al. (2000), biodiesel merupakan monoalkil ester yang
dihasilkan dari minyak alami terbarukan. Metil ester atau etil ester merupakan
senyawa yang relatif stabil, berwujud cair pada temperatur ruang (titik leleh antara
4-180oC), titik didih rendah dan tidak korosif. Metil ester lebih stabil secara
pirolitik dalam proses distilasi fraksional dan lebih ekonomis sehingga lebih
disukai daripada etil ester.
Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif yang menjanjikan dan dapat
diperoleh dari minyak tumbuhan, lemak binatang atau minyak bekas melalui
esterifikasi dengan alkohol. Biodiesel juga dapat ditulis dengan B100, yang
menunjukkan bahwa biodiesel tersebut murni 100 % monoalkil ester. Biodiesel
campuran ditandai dengan ”BXX”, yang mana ”XX” menyatakan persentase
komposisi biodiesel yang terdapat dalam campuran. B20 berarti terdapat biodiesel
20% dan minyak solar 80 % (Zuhdi 2002).
Perbedaan diesel dan biodiesel didasarkan dari bahan baku dan proses
pembuatannya. Diesel atau lebih dikenal sebagai solar diperoleh dari minyak bumi
setelah melalui proses pemisahan, konversi, dan pemurnian. Sedangkan biodiesel
terbuat dari minyak sayuran, minyak goreng daur ulang, dan lemak berbagai
hewan dan prosedur pembuatan biodiesel melibatkan proses kimia. Minyak nabati
tidak dapat langsung digunakan sebagai bahan bakar karena berat molekul dan
viskositas minyak nabati lebih besar dari minyak diesel atau solar, sehingga
pompa penginjeksi bahan bakar di dalam mesin diesel tidak mampu menghasilkan
pengkabutan (atomization) yang baik ketika minyak nabati disemprotkan ke
dalam ruang pembakaran.
Keuntungan penggunaan biodiesel diantaranya adalah: sifat bahan bakunya
dapat diperbaharui, penggunaan energi lebih efisien, dapat menggantikan bahan
bakar diesel dan dapat digunakan di peralatan diesel dengan tidak ada modifikasi
atau hanya dengan modifikasi kecil. Selain itu penggunaan biodiesel dapat
mengurangi emisi atau pancaran gas yang menyebabkan pemanasan global,
mengurangi emisi udara beracun, bersifat biodegradable yang cocok untuk
lingkungan sensitif serta mudah digunakan (Tyson 2004).

5
Gerpen (2005) mengungkapkan bahwa terdapat sekurangnya lima alasan
pengembangan biodiesel, antara lain:
1. Menyediakan pasar untuk kelebihan produksi minyak dan lemak hewan.
2. Mengurangi, meskipun tidak menghilangkan akan ketergantungan negara
dalam mengimpor petroleum.
3. Biodiesel merupakan bahan bakar yang dapat diperbaharui dan dapat
mengurangi dampak pemanasan global karena siklus karbonnya yang
tertutup. Analisis siklus hidup biodiesel menunjukkan bahwa keseluruhan
emisi CO2 berkurang sebesar 78% bila dibandingkan dengan bahan bakar
diesel berbahan petroleum.
4. Emisi buang karbon monoksida, hidrokarbon yang tidak terbakar, dan
emisi partikel padat dari biodiesel lebih rendah dibandingkan bahan
bakar diesel.
5. Ketika ditambahkan ke dalam bahan bakar diesel yang reguler dalam
jumlah 1-2%, dapat mengubah kelemahan sifat bahan bakar, misalnya
bahan bakar diesel yang rendah kadar sulfur dan menjadi bahan bakar
yang dapat diterima.
Bahan Baku Biodiesel
Bahan baku biodiesel dapat diperoleh dari minyak nabati antara lain minyak
kelapa sawit (Elaeis guinenses), minyak kelapa (Cocos nucifera), minyak jarak
(Jathropa curcas), minyak biji kapas (Gossypium hirsum), minyak bunga
matahari (Helianthus annuus L), minyak jagung (Zea mays), minyak almond
(Prunus dulcis), minyak kacang (Arachis hypogeae), dan lebih dari 30 jenis
tumbuhan yang ada di indonesia berpotensi untuk dijadikan biodiesel. Indonesia
memiliki banyak sekali tumbuhan penghasil minyak nabati sebagai bahan baku
produksi biodiesel, namun kekayaan alam ini masih belum banyak dikembangkan.
Kandungan dan komposisi asam lemak dari berbagai tumbuhan di Indonesia
ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Kandungan dan komposisi minyak nabati beberapa tumbuhan
Nama Pohon
(Indonesia
Latin)

Kelapa
Sawit
Elaesis
guineensi
s

Jarak
Pagar

Sagan Utan

Kapok

Kasumba

Nyamplung

Jatroph
a curcas

Adenanther
a pavonina

Ceiba
pentandr
a

Carthamus
tinctorius

Calophyllum
inophyllum

inti biji

inti biji

inti biji

24-40

30-50

40-73

10.5
8.6
1.3

6.7
3.65

17.1
9.05

46.1
33.5

11.75
77.9

50.8
20
3.3

Bagian sumber
Sabut
inti biji daging buah
minyak
Kandungan
45-70
40-60
14-28
minyak (%-bk)
Komposisi asam
lemak:
Miristat
2
0.25
0.4
Palmitat
42
14.5
9
Stearat
5
5.5
1.1
Arakhidat
0.15
Lignoserat
25.5
Oleat
41
50
49.4
Linoleat
10
29.6
14.6
Erusat
(sumber : Eckey 1956, soerawidjaja 2006)

6
Minyak atau lemak dari tumbuhan dan hewan adalah trigliserida yang
terbentuk dari terikatnya 3 gugus asam lemak (fatty acid) oleh senyawa gliserol.
Minyak/ lemak mentah secara alami selalu mengandung asam-asam lemak bebas
(FFA). FFA adalah asam lemak yang terpisah dari trigliserida dan meninggalkan
digliserida, monogliserida dan gliserin bebas. Terpisahnya FFA dari trigliserida
disebabkan oleh panas, air, oksidasi atau dengan enzim lipase. Struktur kimia
trigliserida disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Rumus bangun trigliserida
R1, R2, dan R3 merupakan rantai hidrokarbon yang berupa asam lemak dengan
jumlah atom C lebih besar dari sepuluh. Senyawa inilah yang akan
dikonversi menjadi ester melalui reaksi transesterifikasi.
Selain mengandung trigliserida, minyak nabati juga mengandung asam
lemak bebas (free fatty acid), fosfolipid, sterol, air, odorants, dan pengotor
lainnya. Diantara kandungan-kandungan tersebut yang perlu diperhatikan ialah
asam lemak bebas, asam lemak bebas merupakan pengotor yang tidak boleh ada
dalam reaksi transesterifikasi dikarenakan asam lemak bebas dapat bereaksi
dengan basa membentuk sabun dan air. Selain itu, reaksi transesterifikasi
menghasilkan produk samping berupa gliserin dan sabun. Sabun yang dihasilkan
pada reaksi transesterifikasi terjadi karena asam lemak bebas bereaksi dengan
katalis sehingga menyebabkan kesulitan dalam pemisahan produk.
Minyak atau lemak yang memiliki kandungan asam lemak bebas tinggi
seperti minyak jelantah yang berkisar 5-15% dan lemak hewan 5-30%, perlu
dilakukan dua langkah reaksi dengan katalis asam dan basa untuk menurunkan
nilai asam lemak bebas yang tinggi dalam memproduksi biodiesel. Reaksi
terkatalisis asam mengubah asam lemak bebas menjadi alkil ester, berkurangnya
asam lemak bebas menghindari reaksi saponifikasi yang terjadi jika asam lemak
bebas bereaksi dengan katalis alkali saat reaksi transesterifikasi terkatalisis basa.
(Zappi et al. 2003).
Reaksi Transesterifikasi
Reaksi transesterifikasi merupakan reaksi antara trigliserida (TG) yang
merupakan komponen utama dalam minyak sayur dengan senyawa alkohol
(metanol/etanol). Ada beberapa variabel pada reaksi transesterifikasi yang
mempengaruhi konversi dan kemurnian produk ester yaitu: molar ratio antara
minyak-lemak dengan alkohol, jenis dan konsentrasi katalis (asam atau basa),
waktu reaksi, suhu reaksi, kandungan asam lemak dan air dalam minyak
(Sungwornpatansakul et al. 2013).
Secara kimia transesterifikasi bermakna pengubahan molekul-molekul
trigliserida atau asam lemak kompleks, menetralkan asam lemak bebas,

7
menghilangkan gliserin dan membentuk metil ester. Transesterifikasi merupakan
proses pertukaran bagian alkohol dari suatu ester yang dapat dicapai dalam larutan
asam atau basa oleh suatu reaksi dapat balik antara ester dan alkohol (Fessenden
1986).
Transesterifikasi adalah reaksi reversible, dimana trigliserida berubah secara
sempurna menjadi digliserida, monogliserida, dan terakhir menjadi gliserin.
Stoikiometrinya, 3 mol alkohol diperlukan untuk satu mol trigliserida, tetapi
dalam prakteknya diperlukan perbandingan yang lebih besar dari itu untuk
menggeser kesetimbangan sehingga menghasilkan ester yang lebih banyak.
Reaksi transesterifikasi mengubah trigliserida (96-98% minyak) dan alkohol
menjadi ester, dengan sisa gliserin sebagai produk sampingnya. Hasilnya
molekul-molekul trigliserida yang panjang dan bercabang diubah menjadi ester
ester yang lebih kecil sehingga memiliki ukuran dan sifat yang serupa dengan
minyak solar.
O
||
CH2 - O - C – R1
|
|
O
|
||
CH - O - C - R2 + 3 CH3OH
|
|
O
|
||
CH2 - O - C - R3
Trigliserida

Metanol

O
||
CH3 - O - C – R1

(katalis)

O
CH2 - OH
||
|
CH3 - O - C - R2 + CH - OH
|
O
CH2 - OH
||
CH3 - O - C - R3
FAME

Gliserol

Gambar 2 Persamaan kimia reaksi transesterifikasi
Reaksi transesterifikasi dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal.
Faktor internal adalah kondisi minyak itu sendiri misalnya kandungan air,
kandungan asam lemak bebas, dan kandungan zat terlarut maupun tidak terlarut
yang dapat mempengaruhi reaksi. Faktor eksternal adalah kondisi yang bukan
berasal dari minyak dan dapat mempengaruhi reaksi. Faktor eksternal diantaranya
adalah suhu, waktu, kecepatan pengadukan, jenis dan konsentrasi katalis dan
jumlah rasio molar metanol terhadap minyak (Sontag 1982).
Menurut Ma dan Hanna (2008), reaksi transesterifikasi bertujuan untuk
mengurangi viskositas trigliserida agar menyerupai viskositas minyak diesel. Pada
Reaksi transesterifikasi terjadi tiga tahapan sebelum terbentuknya gliserol.
Tahapan pertama adalah trigliserida yang bereaksi dengan metanol akan
membentuk FAME dan digliserida yang ditunjukkan pada Persamaan 1.
Digliserida bereaksi dengan metanol menghasilkan FAME dan monogliserida
ditunjukkan pada Persamaan 2. Selanjutnya monogliserida bereaksi dengan
metanol menghasilkan FAME dan Gliserol pada Persamaan 3. Reaksi keseluruhan
ditunjukkan pada persamaan 4 (Likozar dan Levec 2014; Macaira et al. 2011).
TG + MeOH
DG + MeOH
MG + MeOH

FAME +DG .........................................
FAME +MG ........................................
FAME +Gliserol...................................

(1)
(2)
(3)

TG + 3MeOH

3FAME +Gliserol....................................

(4)

8
Tahapan reaksi transesterifikasi pembuatan biodiesel selalu menginginkan
agar didapatkan produk biodiesel dengan jumlah yang maksimum. Beberapa
kondisi reaksi yang mempengaruhi konversi serta perolehan biodiesel melalui
transesterifikasi adalah sebagai berikut (Freedman 1984):
a. Pengaruh air dan asam lemak bebas
Kandungan free fatty acid (FFA) tidak boleh melebihi 2 mgKOH/g (atau 1 %
berat) untuk mencapai konversi ester yang baik dari minyak ketika reaksi
transesterifikasi menggunakan katalis basa, karena konversi ester berkurang
akibat pembentukan reaksi saponifikasi (Somnuk et al. 2014). Banyak peneliti
yang menyarankan agar kandungan asam lemak bebas lebih kecil dari 0.5%
(