Analisis Kinetika Reaksi Transesterifikasi pada Produksi Biodiesel secara Katalitik dengan Static Mixing Reactor

ANALISIS KINETIKA REAKSI TRANSESTERIFIKASI
PADA PRODUKSI BIODIESEL SECARA KATALITIK
DENGAN STATIC MIXING REACTOR

SULASTRI PANGGABEAN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Kinetika Reaksi
Transesterifikasi pada Produksi Biodiesel secara Katalitik dengan Static Mixing
Reactor adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2011

Sulastri Panggabean
NRP F151090071

ABSTRACT
SULASTRI PANGGABEAN. Analysis of Kinetic Transesterification Reaction in
Catalytic Biodiesel Production with Static Mixing Reactor. Under supervision of
LEOPOLD O. NELWAN and ARMANSYAH H TAMBUNAN
Catalytic process of biodiesel production requires rigorous mixing and a
certain amount of catalyst itself in order to obtain the proper result of the process.
Hipotetically, a good mixing can reduce the amount of required catalyst for a
certain results. In this study, a static mixing reactor with KOH as catalyst was
used to produce biodiesel. The objective of the study were (1) to evaluate the
affect of decreassing the amount of KOH required as catalyst for the biodiesel
production in the static mixing reactor (2) to study the kinetics of the reaction.
The result showed that the percentage of catalyst greatly affected the reaction
conversion, yield and kinetics of the transesterification reaction at the beginning
of the reaction and declined afterward, because its ability nearly reached its
maximum capacity. The model of reaction order that most appropriate to describe
the condition of transesterification in this study was a pseudo third-order model.
The activation energy was 71.83 kJ mol-1, and the influence of static mixers in the

reactor was indicated by the value of the collision frequency factor (1.95 x 108
min-1). In other words, the presence of static mixer has a significant influence in
accelerating the reaction.
Keywords: activation energy, biodiesel, catalytic reaction, reaction order, static
mixer, transesterificastion

RINGKASAN
SULASTRI PANGGABEAN. Analisis Kinetika Reaksi Transesterifikasi pada
Produksi Biodiesel secara Katalitik dengan Static Mixing Reactor. Dibimbing oleh
LEOPOLD O. NELWAN dan ARMANSYAH H TAMBUNAN.
Biodiesel merupakan bahan bakar diesel yang diproduksi dari ester asam
lemak atau minyak nabati yang merupakan sumber terbarukan (renewable).
Proses produksi biodiesel dibagi ke dalam dua proses, yaitu secara katalitik dan
non-katalitik. Metode non-katalitik masih memiliki beberapa kelemahan, yaitu
nilai rasio energi yang masih kecil dan laju reaksi yang masih lambat. Sehingga,
proses secara katalitik masih menjadi pilihan utama dalam proses produksi
biodiesel untuk skala besar. Proses produksi secara katalitik membutuhkan
bantuan katalis untuk mempercepat terjadinya reaksi trigliserida dan metanol
dengan cara menurunkan energi aktivasi. Disamping itu, metode katalitik
memerlukan pengadukan yang kuat (rigorous stirring) karena sifat TG dan

metanol yang sulit untuk saling tercampur (immiscible). Dan untuk mengatasi
masalah pengadukan tersebut, pada penelitian ini digunakan static mixer.
Katalis yang biasa digunakan adalah katalis basa (NaOH atau KOH).
Pengurangan pemakaian katalis menjadi salah satu pokok bahasan dalam proses
secara katalitik. Reaktor yang dilengkapi dengan static mixer diharapkan menjadi
solusi yang tepat dalam memecahkan permasalahan ini. Static mixer merupakan
suatu alat yang dapat digunakan untuk mencampur dua jenis fluida atau lebih
tanpa kerja mekanik, hanya memanfaatkan aliran dan kekentalan fluida. Bentuk
mixer yang berupa ulir membagi aliran fluida menjadi partikel-partikel fluida
sehingga dapat bercampur dengan baik.
Proses reaksi dalam static mixer memanfaatkan tumbukan antar partikel
senyawa yang bereaksi, dimana semakin besar tumbukan yang terjadi dalam
reaktor, maka reaksi antar partikel juga akan semakin besar, karena kontak antar
bidang permukaan partikel akan semakin sering. Prinsip kerja reaktor dengan
static mixer adalah membagi aliran fluida menjadi partikel-partikel fluida yang
lebih homogen sehingga mempermudah proses difusi dan diharapkan akan terjadi
reaksi antara trigliserida dengan gas metanol, kemudian keluar dalam bentuk
campuran biodiesel dan gliserol.
Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan kajian pengolahan biodiesel
secara katalitik dengan mengunakan static mixing reactor (SMR) dan melakukan

analisis kinetika transesterifikasi yang terjadi akibat pengurangan KOH pada
proses produksi biodiesel yang menggunakan static mixing reactor (SMR). Sistem
produksi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sistem batch, dimana
umpan (3000 ml) dimasukkan seluruhnya sebelum proses dijalankan.
Adapun beberapa kondisi yang diperlukan demi tercapainya tujuan tersebut
adalah temperatur proses (30, 40 dan 60 oC), mol rasio (1:6 merupakan
perbandingan antara mol minyak dengan mol metanol), jumlah katalis (0.3, 0.4,
dan 0.5% w/w) dan waktu pemutaran bahan (10, 20, dan 30 menit). Hasil yang
diperoleh kemudian dianalisis (konversi dan yield), dan kinetika transesterifikasi.
Dengan demikian, diharapkan dapat memberikan informasi tentang proses
produksi biodiesel secara katalitik dengan sistem pengadukan statis.

Dari hasil penelitian diperoleh nilai konversi tertinggi sebesar 95.82 %
(mol/mol) yang terjadi pada perlakuan temperatur 60 oC, KOH sebanyak 0.5%
w/w dalam waktu 30 menit pemutaran bahan. Demikian pula dengan nilai yield
tertinggi (96.15% w/w) terjadi pada kondisi perlakuan yang sama.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai persentase katalis dan static
mixer memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap nilai konversi, yield dan
kinetika reaksi yang terjadi pada awal reaksi, kemudian pengaruhnya berkurang
setelah 10 menit. Sehingga, model orde reaksi yang paling sesuai untuk

menggambarkan kondisi tersebut dalam penelitian ini adalah model reaksi
pseudo-orde ketiga. Energi aktivasi yang dibutuhkan pada proses tersebut sebesar
71.83 kJ mol-1, dan dengan nilai faktor frekuensi tumbukan yang terjadi sebesar
1.95 x 108 menit -1.
Kata kunci: biodiesel, energi aktivasi, orde reaksi, static mixer, transesterifikasi

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah
b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

ANALISIS KINETIKA REAKSI TRANSESTERIFIKASI PADA
PRODUKSI BIODIESEL SECARA KATALITIK
DENGAN STATIC MIXING REACTOR


SULASTRI PANGGABEAN

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Mayor Teknik Mesin Pertanian dan Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Usman Ahmad, M. Agr

Judul Tesis : Analisis Kinetika Reaksi Transesterifikasi pada Produksi Biodiesel
secara Katalitik dengan Static Mixing Reactor
Nama
: Sulastri Panggabean
NRP

: F151090071

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Leopold O. Nelwan, M.Si
Ketua

Prof. Dr. Ir. Armansyah H. Tambunan
Anggota

Diketahui

Ketua Mayor
Teknik Mesin Pertanian dan Pangan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Setyo Pertiwi, M. Agr


Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr

Tanggal Ujian: 05 Agustus 2011

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2011 ini ialah biodiesel, dengan
judul Analisis Kinetika Reaksi Transesterifikasi pada Produksi Biodiesel secara
Katalitik dengan Static Mixing Reactor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Leopold O. Nelwan,
M.Si dan Bapak Prof. Dr. Ir. Armansyah H. Tambunan selaku pembimbing, serta
Bapak Dr. Ir. Usman Ahmad, M. Agr yang telah memberi banyak saran. Di
samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Dirjen Dikti-Kemendiknas
RI atas biaya penelitian melalui hibah kompetitif penelitian kerjasama luar negeri
dan publikasi internasional.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayahanda A. Madjid
Panggabean, ibunda Mariana Sinurat, kakanda Zakiyah Panggabean, Syirajuddin
Munir Putra Panggabean dan Misbah Munawar Panggabean, serta seluruh

keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2011
Sulastri Panggabean

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tarutung pada tanggal 17 April 1985 dari ayah Abdul
Madjid Panggabean dan ibu Mariana Sinurat. Penulis merupakan putri terakhir
dari empat bersaudara.
Tahun 2003 penulis lulus Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).
Penulis memilih program studi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas
Sumatera Utara dan lulus pada tahun 2007. Kemudiaan pada Tahun 2009 diterima
di Sekolah Pascasarjana Mayor Teknik Mesin Pertanian dan Pangan, Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Selama mengikuti program S2, penulis pernah menjadi asisten praktikum
mata kuliah Teknik Konversi Bioenergi untuk judul praktikum Biodiesel pada
tahun ajaran 2010/2011.

DAFTAR ISI


Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................

v

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... vii
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................. viii
DAFTAR SIMBOL .........................................................................................

x

PENDAHULUAN ...........................................................................................
Latar Belakang.......................................................................................
Tujuan Penelitian ...................................................................................
Manfaat Penelitian .................................................................................

1
1

4
4

TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................
Bahan Bakar Biodiesel ...........................................................................
Proses Produksi Biodiesel ......................................................................
Produksi Biodiesel secara Katalitik ........................................................
Mekanisme Pengadukan Konvensional Blade Agitator ..........................
Static Mixer ...........................................................................................
Aliran Fluida dalam Pipa ................................................................
Kinetika Reaksi Transesterifikasi ...........................................................
Laju Reaksi dan Orde Reaksi Transesterifikasi ...............................
Persamaan Arrhenius ......................................................................

5
5
7
8
11
12
15
15
15
17

METODE ........................................................................................................
Tempat dan Waktu .................................................................................
Bahan dan Alat ......................................................................................
Prosedur Penelitian ................................................................................

19
19
19
24

HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................
Static Mixing Reactor ............................................................................
Analisis Kebutuhan Daya ...............................................................
Proses Produksi Biodiesel secara Katalitik dengan Static
Mixing Reactor ...............................................................................
Konversi Reaksi .............................................................................
Produksi Metil Ester dan Yield Biodiesel ........................................
Kinetika Reaksi Transesterifikasi ...........................................................
Laju Reaksi ....................................................................................
Orde Reaksi dan Konstanta Laju Reaksi .........................................
Energi Aktivasi dan Faktor Frekuensi Tumbukan ...........................
Simulasi Pendugaan Waktu Proses Transesterifikasi .......................

28
28
28
30
33
35
37
37
39
42
46

KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 51
Kesimpulan............................................................................................ 51
Saran ..................................................................................................... 52
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 53

DAFTAR TABEL
Halaman
1

Pemakaian katalis basa pada produksi biodiesel ......................................... 10

2

Pola pengambilan sampel ........................................................................... 25

3

Nilai parameter hasil perhitungan ............................................................... 28

4

Kebutuhan Head pompa ............................................................................. 29

5

Kebutuhan daya berdasarkan perhitungan .................................................. 29

6

Data hasil penelitian ................................................................................... 37

7

Konstanta laju reaksi .................................................................................. 41

8

Perbandingan energi aktivasi pada beberapa penelitian lain ........................ 44

9

Energi aktivasi dengan menggunakan dua tahap perhitungan ..................... 45

10 Simulasi waktu proses pencapaian nilai SNI............................................... 50

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1

Persamaan stoikiometri reaksi transesterifikasi trigliserida menjadi
biodiesel..................................................................................................... 7

2

Tahapan reaksi transesterifikasi trigliserida menjadi biodiesel (R’COOR) .. 7

3

Pengaruh katalis terhadap energi aktivasi (Clark 2004). ............................. 9

4

Pola aliran di dalam bejana tanpa buffle pada sistem pengadukan dengan
blade agitator (McCabe et al. 1993)........................................................... 12

5

Pembagian aliran dan pencampuran radial cairan di dalam static mixer
(Bor dan Thomas 1971).............................................................................. 13

6

Pembagian aliran di mixer adalah fungsi dari jumlah elemen dalam static
mixer (Bor dan Thomas 1971). ................................................................... 14

7

Aliran fluida dalam static mixing reactor (Admix 2010b)........................... 14

8

Skematik static mixing reactor. .................................................................. 19

9

Reaktor ...................................................................................................... 21

10 Elemen static mixer .................................................................................... 21
11 Rangkaian elemen static mixer ................................................................... 22
12 Alat (Static mixing reactor) ........................................................................ 22
13 Diagram alir penelitian. .............................................................................. 26
14 Pola pencampuran dalam static mixer (Kenics 1998) .................................. 31
15 Sampel (a) minyak (RBDPO), (b) biodiesel crude (layer atas) dan
gliserol (layer bawah), (c) biodiesel crude, dan (d) biodiesel ...................... 33
16 Konversi reaksi pada temperatur 60 oC dengan KOH 0.3 %, 0.4 % dan
0.5 % (w/w). .............................................................................................. 33
17 Konversi reaksi pada KOH 0.5 % (w/w) dan temperatur 30, 40, 60 oC....... 34
18 Hubungan antara temperatur dan produk yang dihasilkan tiap waktu
pemutaran bahan ........................................................................................ 35
19 Hubungan antara yield biodiesel dan waktu pemutaran bahan
berdasarkan % KOH .................................................................................. 36
20 Kadar metil ester tiap perlakuan suhu dengan KOH 0.5% selama 30
menit pada alat static mixing reactor .......................................................... 38
21 Kadar metil ester (% w/w) tiap perlakuan suhu dengan KOH 1% selama
30 menit pada alat blade agitator (Alamsyah 2010) ................................... 38
22 Perubahan kadar metil ester tiap 10 menit pemutaran bahan pada
temperatur 60 oC ....................................................................................... 40

vi

23 Model reaksi transesterifikasi pseudo-orde ketiga pada perlakuan
temperatur 40 oC........................................................................................ 41
24 Penentuan nilai energi aktivasi dengan model reaksi pseudo-orde ketiga .... 43
25 Hasil simulasi model reaksi pseudo-orde ketiga pada perlakuan
temperatur 60 oC dan KOH 0.5% w/w ....................................................... 47
26 Nilai fraksi massa biodiesel selama 6 menit waktu reaksi pada perlakuan
temperatur 60 oC (Frascari et al. 2009)....................................................... 48
27 Hasil simulasi fraksi massa biodiesel selama 6 menit waktu reaksi pada
perlakuan temperatur 60 oC dan KOH 0.5% w//w ...................................... 48
28 Hasil simulasi nilai metil ester selama 50 menit waktu reaksi pada
perlakuan temperatur 60 oC dan KOH 0.5% w/w ....................................... 49

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1

Proses pabrikasi alat, komponen alat dan alat utuh ................................... 56

2

Langkah-langkah penelitian ..................................................................... 58

3

Persiapan bahan ....................................................................................... 62

4

Proses sampling ....................................................................................... 64

5

Metode pengujian menurut SNI 04-7182-2006 ......................................... 66

6

Syarat mutu biodiesel ester alkil berdasarkan SNI 04-7182-2006 ............. 67

7

Hasil analisis laboratorium ....................................................................... 68

8

Penghitungan konversi reaksi dan Yield biodiesel..................................... 69

9

Penentuan konstanta laju reaksi ................................................................ 70

10 Perbandingan antara hasil simulasi dan eksperimen untuk seluruh
perlakuan ................................................................................................. 72

DAFTAR SINGKATAN

A

: Faktor frekuensi (mol-1)

A, B

: Konsentrasi reaktan A dan B yang bereaksi (mol)

a, b

: Orde reaksi terhadap A, B

Aa

: Angka asam (mgKOH gbiodiesel-1)

As

: Angka penyabunan (mgKOH gbiodiesel-1)

Cp

: Panas jenis campuran (kJ kg-1 oC-1)

CPO

: Crude palm oil

D

: Diameter (m)

DG

: Digliserida

EA

: Energi aktivasi (kJ mol-1)

f

: Koefisien kerugian

FAME

: Fatty acid methyl esterified

FFA

: Free fatty acid

g

: Percepatan gravitasi (m s-2)

Gttl

: Kadar gliserol total (%-massa)

H

: Head (m)

k

: Konstanta laju reaksi (mol-1)

KOH

: Kalium hidroksida

L

: Panjang (m)

m

: Massa (m)

MeOH

: Metanol

MG

: Monogliserida

ME

: Methyl esterified

Mf

: Fraksi mol

n

: Mol

NaOH

: Natrium hidroksida

P

: Daya Pompa (W)

PA

: Pro analysis

Pf

: Daya Fluida

Ph

: Daya Heater (W)

ix

Q

: Debit (m3 s-1)

q

: Kalor (kJ)

R

: Konstanta atau tetapan gas (8.314 J K-1 mol-1)

r

: Laju reaksi (mol s-1)

Re

: Bilangan Reynold

SMR

: Static mixing reactor

SNI

: Standar nasional Indonesia

SS304

: Stainless steel 304

T

: Temperatur (Kelvin).

t

: Waktu

TG

: Trigliserida

uME

: un methyl esterified

V

: Volume (l)

v

: Kecepatan (m s-1)

w/w

: weight/weight

DAFTAR SIMBOL

α

: Konversi reaksi (mol mol-1)

ηp

: Efisiensi pompa (%)

ρ

: Densitas metanol (kg m-3)
: Viskositas (m2 s-1)

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Biodiesel merupakan minyak diesel yang diproduksi dari ester asam lemak
atau minyak nabati (minyak kelapa, minyak kelapa sawit, minyak jarak, minyak
jagung, minyak biji bunga matahari, lemak hewan dan lain-lain) yang merupakan
sumber terbarukan (renewable). Khusus di Indonesia, bahan baku yang paling
berpotensi adalah minyak kelapa sawit, karena Indonesia memiliki lahan
perkebunan kelapa sawit yang luas, sehingga mampu menyediakan bahan baku
untuk konsumsi dalam negeri maupun untuk ekspor.
Metode produksi biodiesel berbahan baku minyak kelapa sawit dapat
dibedakan ke dalam dua cara, yaitu secara katalitik dan non-katalitik. Proses
produksi secara katalitik membutuhkan bantuan katalis untuk mempercepat
terjadinya reaksi antara asam lemak bebas (FFA)/trigliserida dan metanol/etanol.
Dengan adanya katalis, maka energi yang dibutuhkan untuk terjadinya reaksi
(energi aktivasi) dapat diturunkan. Sehingga jumlah partikel yang mampu
bereaksi dapat bertambah. Katalis yang digunakan dapat berupa katalis asam
(untuk FFA tinggi), katalis basa (untuk FFA rendah) dan katalis enzim (untuk
FFA tinggi).
Proses produksi secara non-katalitik memiliki beberapa keunggulan, baik
dari segi ketersediaan bahan baku pendukung maupun kesederhanaan proses
produksi. Proses secara non-katalitik tidak membutuhkan katalis sehingga proses
yang berlangsung lebih sederhana, namun membutuhkan kondisi tertentu untuk
mencapai energi aktivasi yang dibutuhkan sehingga reaksi antara FFA/trigliserida
dengan metanol/etanol dapat berlangsung. Energi aktivasi dapat dicapai dengan
menaikkan tekanan maupun temperatur, salah satunya dengan mencapai kondisi
supercritical methanol (Kusdiana dan Saka 2001).
Proses pencapain kondisi supercritical methanol membutuhkan biaya
produksi yang cukup tinggi dan lebih beresiko terhadap terjadinya ledakan akibat
tekanan tinggi yang disertai dengan temperatur tinggi. Permasalahan tersebut
dapat diatasi dengan membuat kondisi superheated methanol vapor yaitu

2

temperatur tinggi dan tekanan atmosfer. Namun, sistem ini masih memiliki
kelemahan yaitu laju reaksi proses secara non-katalitik dengan kondisi
superheated methanol vapor masih rendah. Sehingga, proses secara katalitik
masih menjadi pilihan utama dalam proses produksi biodiesel untuk skala besar.
Pada proses secara katalitik yang melibatkan FFA dalam jumlah besar
(proses dengan katalis asam atau enzim) membutuhkan waktu yang lebih lama
untuk menghasilkan produk yang diinginkan. Hal tersebut dapat diatasi dengan
pemakaian katalis basa. Namun, FFA minyak harus diturunkan terlebih dahulu
melalui proses esterifikasi, karena pemakaian katalis basa pada proses yang
melibatkan FFA tinggi dapat menghasilkan produk sampingan berupa sabun dan
air yang dapat menurunkan kualitas metil/etil ester (biodiesel) yang dihasilkan.
Oleh karena itu, penelitian proses produksi biodiesel secara katalitik lebih
diarahkan pada penggunaan katalis basa dan FFA di bawah 1%, dengan
mengoptimalkan pemakaian katalis.
Katalis basa yang biasa digunakan adalah NaOH atau KOH. Dari beberapa
hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase KOH yang digunakan umumnya
sebesar 1% w/w atau masih lebih banyak jika dibandingkan dengan persentase
NaOH (dapat digunakan pada persentase kecil, yaitu dibawah 0.5% w/w). Oleh
karena itu, perlu dilakukan penelitian yang dapat menurunkan pemakaian KOH
tetapi tetap menghasilkan metil ester yang masuk dalam standard SNI (minimal
96.5 % w/w). Selain pemakaian katalis, energi aktivasi dapat dicapai melalui
perlakuan temperatur yang tepat dan meningkatkan frekuensi tumbukan antar
partikel reaktan. Peningkatan temperatur dapat dilakukan dengan menggunakan
heater dan frekuensi tumbukan dapat ditingkatkan melalui pengadukan.
Proses produksi dengan metode katalitik juga memerlukan system
pengadukan yang kuat (rigorous mixing) agar TG dan MeOH yang bersifat
immiscible (tidak saling tercampur) dapat bercampur dengan baik. Sistem
pengadukan atau pencampuran mekanis sudah banyak dilakukan dalam proses
produksi biodiesel. Namun, sistem yang melibatkan moving parts perlu dihindari
karena dapat menambah biaya perawatan dan umur ekonomis alat akan cenderung
singkat. Hal ini dapat diatasi dengan pemakaian alat yang dapat menjalankan

3

fungsinya sebagai pengaduk dan pencampur, namun bekerja dalam kondisi statis.
Salah satunya adalah dengan memanfaatkan static mixer.
Pemakaian static mixer sudah mulai digunakan dalam pencampuran katalis
pada proses produksi biodiesel secara katalitik. Kegunaan dari static mixer
tersebut dalam hal ini adalah untuk membantu fungsi katalis dalam mempercepat
terjadinya reaksi. Penelitian untuk membuktikan hal tersebut telah dilakukan oleh
Alamsyah (2010). Dari hasil penelitian tersebut diperoleh bahwa pemakaian static
mixer dalam proses produksi biodiesel secara katalitik dapat menurunkan waktu
reaksi. Hal inilah yang menjadi salah satu dasar pertimbangan pemakaian static
mixer dalam reaktor untuk memproduksi biodiesel secara katalitik.
Static mixing reactor (SMR) terdiri dari static mixer yang merupakan suatu
alat yang dapat digunakan untuk mencampur dua jenis fluida atau lebih tanpa
kerja mekanik, hanya memanfaatkan aliran dan kekentalan fluida. Untuk
mencapai energi aktivasi yang dibutuhkan, maka SMR dilengkapi dengan sistem
pemanas (heater) sehingga temperatur reaksi yang sesuai dapat tercapai dan reaksi
antara FFA/trigliserida dengan metanol/etanol dapat berlangsung dengan baik
untuk menghasilkan biodiesel.
Cara kerja SMR adalah membentuk atau meningkatkan turbulensi aliran
campuran FFA/trigliserida dan metanol/etanol, sehingga partikel-partikel dari
campuran ini menjadi lebih kecil (luas permukaan kontak partikel menjadi lebih
besar) dan dapat bercampur dengan baik. Turbulensi aliran yang terbentuk pada
kondisi temperatur yang sesuai dan dengan pemakaian sedikit katalis diharapkan
dapat mempercepat terjadinya reaksi antara FFA/trigliserida dan metanol/etanol
karena frekuensi tumbukan yang terjadi dalam reaktor semakin besar sehingga
jumlah partikel energik bertambah. Karena semakin besar tumbukan yang terjadi,
maka reaksi antar partikel juga akan semakin besar, karena kontak antar bidang
permukaan partikel akan semakin sering.
Dengan demikian, perlu dilakukan analisis pengurangan jumlah katalis
KOH dalam proses produksi biodiesel secara katalitik dan analisis kinetika reaksi
yang terjadi selama reaksi transesterifikasi. Dari hasil analisis tersebut dapat
disimulasikan kebutuhan waktu proses agar reaksi dapat berlangsung untuk
menghasilkan nilai metil ester yang masuk ke dalam nilai SNI (min. 96.5% w/w).

4

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
-

Melakukan kajian proses produksi biodiesel secara katalitik dengan
menggunakan static mixing reactor (SMR) sistem batch

-

Melakukan kajian pengurangan jumlah KOH dalam produksi biodiesel secara
katalitik dengan menggunakan static mixing reactor (SMR) sistem batch

-

Menganalisis kinetika reaksi transesterifikasi yang terjadi selama proses
produksi biodiesel secara katalitik dengan menggunakan static mixing reactor
(SMR) sistem batch

-

Melakukan simulasi untuk menduga waktu proses transestrifikasi yang
dibutuhkan agar nilai metil ester yang dihasilkan memenuhi nilai SNI
(minimal 96.5% w/w)
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang

kinetika reaksi transesterifikasi proses produksi biodiesel secara katalitik dengan
sistem pengadukan statis.

TINJAUAN PUSTAKA

Bahan Bakar Biodiesel
Biodiesel adalah istilah untuk bahan bakar berbasis mono-alkil ester yang
terbuat dari sumber terbarukan seperti minyak sayur yang baru/telah digunakan
dan lemak hewan (Agarwal 2006). Pemanfaatan biodiesel sebagai bahan bakar
alternatif disebabkan oleh karakteristiknya mirip dengan diesel konvensional dan
berasal dari sumber yang terbarukan (Kim et al. 2007). Dengan demikian,
penggunaannya tidak memerlukan modifikasi maupun penggantian komponenkomponen mesin.
Bahan bakar ini ramah lingkungan dan berkontribusi dalam mengurangi
pemanasan global dan polusi udara karena bahan yang digunakan merupakan
karbon netral dan rendah kandungan sulfur, serta mengurangi emisi yang
mengandung hidrokarbon (seperti karbonmonoksida) (Yadav et al. 2010),
bilangan asap (smoke number) yang rendah, memiliki cetane number yang lebih
tinggi sehingga pembakaran lebih sempurna (clear burning), memiliki sifat
pelumasan terhadap piston mesin, dan dapat terurai (biodegradabe) sehingga tidak
menghasilkan racun (non toxic).
Selain itu, Gerpen (2005) mengungkapkan bahwa terdapat sekurangnya lima
alasan pengembangan biodiesel, antara lain:
1

Menyediakan pasar untuk kelebihan produksi minyak dan lemak hewan

2

Mengurangi, meskipun tidak menghilangkan, ketergantungan negara dalam
mengimpor petroleum.

3

Biodiesel merupakan bahan bakar yang dapat diperbaharui dan mengurangi
dampak pemanasan global karena siklus karbonnya yang tertutup. Analisis
siklus hidup biodiesel menunjukkan bahwa keseluruhan emisi CO2 berkurang
sebesar 78% dibandingkan dengan bahan bakar diesel berbahan petroleum.

4

Emisi buang karbon monoksida, hidrokarbon yang tidak terbakar, dan emisi
partikel padat dari biodiesel lebih rendah dibandingkan bahan bakar diesel.

6

5

Ketika ditambahkan ke dalam bahan bakar diesel yang reguler dalam jumlah
1 – 2%, dapat mengubah kelemahan sifat bahan bakar, misalnya bahan bakar
diesel yang rendah kadar sulfur dan menjadi bahan bakar yang dapat diterima.
Biodiesel membutuhkan bahan baku minyak nabati yang dapat dihasilkan

dari tanaman yang mengandung asam lemak seperti kelapa sawit (crude palm
oil/CPO), jarak pagar (crude jatropha oil/CJO), kelapa (crude coconut oil/CCO),
sirsak, srikaya, kapuk, dll. Indonesia sangat kaya akan sumber daya alam yang
dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku biodiesel. Kelapa sawit merupakan salah
satu sumber bahan baku minyak nabati yang prospektif dikembangkan sebagai
bahan baku biodiesel di Indonesia, mengingat produksi CPO Indonesia cukup
besar dan meningkat tiap tahunnya (Triwahyuningsih dan Adiprasetya 2009).
Indonesia dan Malaysia adalah 2 produsen minyak sawit mentah terbesar di
dunia. Bersama-sama, kedua negara ini menghasilkan 90% dari minyak sawit
mentah (crude palm oil, CPO) dunia. CPO dewasa ini merupakan bahan mentah
utama produksi biodiesel di seluruh dunia. Minyak sawit adalah satu-satunya
bahan mentah biodiesel yang banyak tersedia, karena dewasa ini Indonesia
memproduksi 19.5 juta ton/tahun CPO; 4.5 juta ton/tahun dikonsumsi oleh
industri pangan dalam negeri (terutama untuk minyak goreng), 2.5 juta ton/tahun
digunakan oleh produsen-produsen biodiesel dan sisanya diekspor (USAID 2009).
Pemanfaatan minyak nabati secara langsung sebagai bahan bakar mesin
diesel (biodiesel), ternyata masih dijumpai suatu masalah. Masalah yang dihadapi
tersebut terutama disebabkan oleh viskositas minyak nabati yang terlalu tinggi
(Krisnangkura et al. 2010) jika dibandingkan dengan diesel petroleum. Masalahmasalah akan muncul setelah mesin beroperasi dengan menggunakan minyak
nabati dalam waktu yang lama, khususnya dengan sistem injeksi langsung.
Permasalahan tersebut meliputi:
1

pembentukan kerak dan bentuk yang menyerupai trompet pada injektor
sedemikian rupa sehingga proses atomisasi bahan bakar tidak berlangsung
dengan baik atau terhalang karena orifice yang tersumbat,

2

penumpukan karbon,

3

minyak ring tersendat dan

7

4

penebalan serta gelling pada minyak pelumas sebagai akibat dari kontaminasi
minyak nabati (Ma dan Hanna, 1999).
Untuk mengatasi masalah tersebut, perlu dilakukan proses konversi minyak

nabati kedalam bentuk ester (metil ester) dari asam lemak minyak nabati melalui
proses transesterifikasi (Hamid dan Yusuf 2002).
Proses Produksi Biodiesel
Biodiesel

dihasilkan

melalui

suatu

proses

yang

dikenal

sebagai

transesterifikasi, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.
O
||
CH2 - O - C – R1
|
|
O
|
||
CH - O - C - R2 + 3 CH3OH
|
|
O
|
||
CH2 - O - C - R3

Trigliserida

Metanol

O
||
CH3 - O - C – R1

(katalis)

O
CH2 - OH
||
|
CH3 - O - C - R2 + CH - OH
|
O
CH2 - OH
||
CH3 - O - C - R3

FAME

Gliserol

Gambar 1 Persamaan stoikiometri reaksi transesterifikasi trigliserida menjadi
biodiesel
Dimana R1, R2, dan R3 merupakan rantai panjang hidrokarbon, sering
disebut sebagai rantai asam lemak (Gerpen 2005). Reaksi tersebut dibagi ke dalam
3 tahapan, yaitu pembentukan produk antara digliserida (DG) dan monogliserida
(MG) (Utami et al. 2007) dan produk yang diinginkan yaitu FAME (fatty acid
methyl esters), dengan hasil samping dari produksi tersebut yaitu gliserin.
Tahapan tersebut berlangsung seperti pada Gambar 2 (Marchetti et al. 2007).

Gambar 2

Tahapan reaksi transesterifikasi trigliserida menjadi biodiesel
(R’COOR)

Keseimbangan reaksi terjadi pada kondisi, 3 mol metanol direaksikan dengan 1
mol minyak. Menurut Hong et al. (2009), selama terjadinya reaksi, agar
keseimbangan selalu bergerak ke kanan, maka metanol yang direaksikan
sebaiknya dalam jumlah yang berlebih dengan kata lain lebih dari rasio

8

stoikiometri reaksi transesterifikasi.

Reyes

et

al.

(2010)

menyarankan

perbandingan antara alkohol dengan trigliserida adalah 6:1.
Metode produksi biodiesel dapat dibedakan ke dalam dua cara, yaitu secara
katalitik dan non-katalitik (Petchmala et al. 2008). Pengolahan secara katalitik
menggunakan NaOH (Tomoki 2008) atau KOH sebagai katalis basa, H2SO4
sebagai katalis asam, dan lipase sebagai katalis yang berasal dari enzim (Marchetti
et al. 2007, dan Yoo et al. 2011). Sedangkan, pengolahan secara non-katalitik
dilakukan pada kondisi superkritis dari alkohol (tekanan dan temperatur tinggi
yaitu sekitar 350 oC, 30 MPa (Kusdiana dan Saka 2001), 570 – 600 K dan 10 – 15
MPa (Valle et al.) atau menggunakan uap metanol lewat jenuh (superheated
methanol vapor) (Joelianingsih 2008).
Proses produksi biodiesel secara non-katalitik dapat dilakukan dengan
menggunakan kondisi superkritis metanol tanpa menggunakan katalis (Kusdiana
dan Saka 2001, Hong et al. 2009 dan Kim et al. 2007). Cara ini akan memberikan
waktu yang lebih singkat dan cara pemurnian yang lebih mudah serta lebih ramah
lingkungan jika dibandingkan dengan proses katalis (Petchmala et al. 2008).
Namun, metode ini memiliki kelemahan yaitu kondisi superkritis (kondisi
temperatur tinggi yang disertai dengan tekanan tinggi) memberikan resiko
terhadap terjadinya ledakan, cukup besar. Oleh karena itu, dilakukan penelitian
lebih lanjut mengenai cara untuk mengatasi permasalahan tersebut, hingga
ditemukannya cara produksi biodiesel pada tekanan atmosfer. Namun, proses
terbentuknya FAME masih membutuhkan waktu yang cukup lama (menurut
Joelianingsih (2008) dengan alat bubble column reactor sekitar 270 sampai 300
menit waktu reaksi) atau dengan kata lain, laju reaksi pada proses superheataed
methanol vapor masih sangat rendah. Sehingga, proses produksi secara nonkatalitik masih dirasakan sulit untuk dikembangkan pada skala besar dan
membutuhkan penelitian yang lebih lanjut.
Produksi Biodiesel secara Katalitik
Katalis berfungsi untuk menurunkan energi aktivasi yang diperlukan untuk
berlangsungnya suatu reaksi. Sehingga, jumlah partikel yang mampu bereaksi
bertambah banyak, seperti yang terlihat pada Gambar 3.

9

Sebelumnya
hanya
Sekarang semua
partikel
ini sejumlah
juga partikel yang berada
pada area di bawah kurva pada bagian ini yang
memiliki energi
yang
cukup
untuk
memiliki energi yang cukup untuk bereaksi
bereaksi

Jumlah
partikel

Sebelumnya hanya sejumlah
partikel yang
berada
Sebelumnya
hanya
sejumlah
pada area di bawah kurva pada bagian ini yang
partikel
yang
berada
pada area
memiliki energi yang cukup untuk bereaksi

di bawah kurva pada bagian
ini yang memiliki energi yang
cukup untuk bereaksi

Partikel-partikel
yang tidak
memiliki energi
yang cukup untuk
bereaksi
Energi
Energi aktivasi yang baru

Energi aktivasi
sebelumnya

Gambar 3 Pengaruh katalis terhadap energi aktivasi (Clark 2004).
Menambahkan katalis memberikan perubahaan yang berarti pada energi
aktivasi. Katalis menyediakan satu rute alternatif bagi reaksi. Rute alternatif ini
memiliki energi aktivasi yang rendah. Katalis hanya mempengaruhi laju
pencapaian kesetimbangan, bukan posisi keseimbangan (misalnya: membalikkan
reaksi). Katalis tidak mengganggu gugat hasil kesetimbangan suatu reaksi dimana
konsentrasi atau massanya setelah reaksi selesai sama dengan konsentrasi atau
massa reaksi sebelum reaksi dilangsungkan (Clark 2004).
Proses produksi dengan menggunakan katalis asam akan memberikan nilai
yield yang sangat besar namun reaksinya sangat lambat (dapat mencapai lebih satu
hari). Selain itu, jumlah alkohol yang digunakan sangat banyak (biasanya dengan
mol rasio 30:1 mol alkohol/mol minyak). Pemakaian katalis enzim memberikan
harapan terhadap proses produksi biodiesel yang lebih aman terhadap lingkungan.
Namun, sama halnya dengan katalis asam, katalis enzim membutuhkan waktu
yang sangat lama agar reaksi dapat berlangsung. Selain itu, proses produksi
dengan katalis enzim juga membutuhkan biaya yang sangat besar. Oleh karena
itu, katalis yang biasa digunakan dalam produksi biodiesel secara katalitik adalah
katalis basa (yang biasa digunakan adalah KOH dan NaOH). NaOH dan KOH
adalah jenis basa kuat yang dapat terlarut dalam metanol dan etanol (Marchetti et
al. 2005).

10

Alasan lain yang menyebabkan pemakaian katalis basa lebih dipilih dalam
proses produksi untuk skala industri adalah karena proses secara alkali (basa)
akan lebih efisien dan rendah korosif daripada proses secara asam, alkohol yang
digunakan lebih sedikit (biasanya 6:1 mol/mol), dan dengan temperatur proses
yang lebih rendah.
Tabel 1 Pemakaian katalis basa pada produksi biodiesel
Autor
Katalis
Arquiza et al. (2000)*
NaOH
Felizardo et al. (2006)*
NaOH
Chhetri et al. (2008)*
NaOH
Tomasevic dan Marinkovic (2003)*
KOH
Reefat et al. (2008)*
KOH
Phan dan Phan (2008)*
KOH
Allawzi dan Kandah (2008)*
KOH
Tang et al. (2007)**
NaOH
Tapanes et al. (2008)**
NaOH
Chitra et al. (2005)**
NaOH
Berchmans et al. (2010)**
KOH
Sumber: *Math et al. (2010); **Juan et al. (2011)

Jumlah (%)
0.5
0.6
0.08
1
1
0.75
1.2
0.8
0.8
1
1

Tabel 1 menunjukkan bahwa pemakaian katalis NaOH dapat diturunkan
hingga 0.08% w/w, sedangkan untuk KOH rata-rata masih sebanyak 1% w/w.
Oleh karena itu, perlu dibuat suatu sistem yang dapat menurunkan pemakaian
KOH.

Untuk

menurunkan

pemakaian

KOH

dapat

dilakukan

dengan

meningkatkan intensitas tumbukan partikel-partikel yang bereaksi. Tumbukan
tumbukan akan menghasilkan reaksi jika partikel-partikel bertumbukan dengan
energi yang cukup untuk memulai suatu reaksi atau yang sering disebut sebagai
energi aktivasi. Peningkatan frekuensi tumbukan dapat dilakukan dengan
meningkatkan temperatur proses, konsentrasi dari pereaksi dan meningkatkan
pengadukan.
Untuk mempercepat reaksi, perlu meningkatkan jumlah dari partikelpartikel energik (partikel-partikel yang memiliki energi yang sama atau lebih
besar dari energi aktivasi). Hampir sebagian besar reaksi yang terjadi baik di
laboratorium maupun industri akan berlangsung lebih cepat apabila dipanaskan.
Peningkatan temperatur dapat meningkatkan laju reaksi karena bertambahnya
jumlah energi tumbukan aktif (Clark 2004). Sebagian reaksi berlangsung pada
temperatur ruang, laju reaksi akan meningkat dengan meningkatnya temperatur.

11

Peningkatan

konsentrasi

salah

satu

reaktan

dapat

meningkatkan

kemungkinan terjadinya tumbukan. Namun, apabila menggunakan katalis padat
dalam jumlah yang sedikit dalam reaksi, dan direaksikan dengan reaktan yang
memiliki konsentrasi yang cukup tinggi, maka permukaan katalis akan seluruhnya
diliputi oleh partikel yang bereaksi sehingga mengurangi fungsi katalis. Selain itu,
peningkatan konsentrasi larutan terkadang tidak memberikan efek apa-apa karena
katalis telah bekerja pada kapasitas maksimumnya (Clark 2004). Cara lain untuk
meningkatkan frekuensi tumbukan adalah dengan proses pengadukan.
Mekanisme Pengadukan Konvensional Blade Agitator
Sebagian besar proses bergantung pada keberhasilannya dalam mengaduk
dan mencampur fluida. Pengadukan cairan biasanya dilakukan di dalam tangki
atau bejana, biasanya berbentuk silinder dengan sumbu vertikal. Pengaduk yang
digunakan dapat berupa impeler yang dipasang menggantung pada poros yang
digerakkan oleh motor. Impeler menciptakan pola aliran dalam sistem,
menyebabkan cairan beredar pada bejana dan akhirnya kembali ke impeler.
Pola aliran pada sistem pengadukan dengan menggunakan agitator
bergantung pada tipe impeler yang digunakan, karakteristik fluida, dan ukuran
serta bentuk tangki, baffle, dan agitator. Pada aliran berputar, cairan mengalir
dengan arah pergerakan mengikuti sudu impeler, kecepatan relatif antara blade
dan liquid berkurang, dan tenaga yang dapat diserap oleh liquid terbatas.
Prinsip dalam aliran adalah radial dan tangensial. Kompenen tangensial
akan menyebabkan terbentuknya vortex (pusaran) dan putaran, yang harus
dicegah dengan memasang buffle atau cincin diffuser. Dalam bejana yang tidak
memiliki buffle putaran aliran dipengaruhi oleh semua tipe impeler, baik aliran
aksial maupun radial. Apabila putarannya kuat, pola aliran di dalam tangki
sebenarnya sama untuk semua bentuk impeler. Pada impeler yang berkecepatan
tinggi, vortex akan terbentuk hingga mencapai impeler (hal ini tidak diinginkan)
(McCabe et al. 1993), seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.

12

Permukaan
cairan
Vortex
n

Samping

Bawah

Gambar 4 Pola aliran di dalam bejana tanpa buffle pada sistem pengadukan
dengan blade agitator (McCabe et al. 1993)
Static Mixer
Selama ini pada produksi biodiesel, peningkatan frekuensi tumbukan
dilakukan dengan menggunakan blade agitator yang memanfaatkan kerja dari
moving part. Pemakaian moving part tersebut perlu dihindari untuk mengurangi
pemakaian energi dan perawatan tambahan. Penambahan komponen mixer yang
bekerja statis dapat dilakukan untuk menghindari hal tersebut.
Pemakaian static mixer dalam produksi biodiesel telah dilakukan
sebelumnya oleh Alamsyah (2010). Dalam hal ini static mixer berfungsi untuk
mempermudah kerja katalis dalam mempercepat terjadinya reaksi antara
trigliserida dan metanol melalui proses pengadukan yang dilakukan oleh elemen
statis. Katalis yang digunakan oleh Alamsyah (2010) sebanyak 1% w/w, dan
menghasilkan metil ester sebesar 98.7% dalam waktu 20 menit. Dari kondisi
tersebut terlihat bahwa pemakaian katalis masih dapat diturunkan di bawah 1%
dengan bantuan pengadukan dari static mixer yang menciptakan pemecahan,
pembagian dan pembalikan aliran dengan tujuan mengurangi variasi bahan dan
menghasilkan campuran yang lebih homogen (Kenics 2007).
Energi kinetik yang tebentuk dari aliran (Nevers 1991) yang disebabkan
oleh geometri static mixer, akan menyebabkan partikel-partikel fluida yang
terbentuk menjadi lebih kecil, luas permukaan menjadi besar, sehingga frekuensi
tumbukan yang terjadi dalam reaktor akan semakin besar pula (Clark 2004) dan

13

pada kondisi temperatur yang sesuai akan mempercepat terjadinya reaksi antar
partikel campuran fluida (trigliserida dan metanol).
Static mixer merupakan suatu alat yang digunakan untuk mencampur dua
bahan fluida, umumnya fluida yang cair. Namun, juga digunakan untuk
mencampur gas, mencampur gas dengan cairan atau cairan dengan cairan yang
tidak terlarut. Perangkat ini terdiri dari elemen-elemen (umumnya berbentuk
heliks) yang berada di dalam tabung silinder. Elemen tersebut terbuat dari logam
atau sejenis plastik. Demikian pula, selubung mixer dapat dibuat dari logam atau
plastik. Jenis bahan konstruksi untuk komponen static mixer antara lain stainless
steel, polypropylene, teflon, kynar dan polyacetal.
Fluida yang mengalir terus-menerus melewati elemen static mixer akan
mengalami pencampuran dan pengadukan
pengadukan

secara

batch

konvensional

seolah-olah telah mengalami

dalam tangki

(Admix

2010a).

Keberhasilan proses pencampuran tergantung pada beberapa variabel antara lain
sifat fluida, diameter dalam tabung, jumlah elemen, dan desain. Desain geometrik
alat yang tepat dapat menghasilkan pola pembagian aliran dan pencampuran radial
sekaligus.

Pembagian aliran

Pencampuran radial

Gambar 5 Pembagian aliran dan pencampuran radial cairan di dalam static mixer
(Bor dan Thomas 1971).

14

Jumlah elemen
1

2

3

4

5

2

4

8

16

32

Jumlah pembagian

Gambar 6 Pembagian aliran di mixer adalah fungsi dari jumlah elemen dalam
static mixer (Bor dan Thomas 1971).
Proses pembagian aliran bahan (fluida) pada elemen mixer terjadi di bagian
tepi setiap elemen. Aliran yang terbagi tersebut akan mengikuti saluran yang
diciptakan oleh bentuk elemen mixer (heliks), kemudian mengalami pembagian
lagi pada bagian tepi elemen berikutnya sehingga mengakibatkan peningkatan
eksponensial dalam stratifikasi (jumlah bagian yang dihasilkan adalah 2 n dimana
'n' adalah jumlah elemen dalam mixer). Selain itu, geometri static mixer juga
menyebabkan terbentuknya aliran turbulen mikro, pencampuran radial (sirkulasi
dan rotasi bahan di sekitar pusat hidrolik) dan transfer momentum di setiap
saluran mixer.
Aliran laminar
Pembagian

Layer = 2e
dimana e = jumlah
elemen

Aliran turbulen
Pembalikan inersia

Membentuk aliran
turbulen mikro

Pencampuran radial dan
transfer momentum

Memaksa material berotasi pada
pusat hidroliknya

Gambar 7 Aliran fluida dalam static mixing reactor (Admix 2010b).
Proses pencampuran dan pengadukan yang terjadi di saluran static mixer
akan mengurangi atau menghilangkan gradien pada temperatur, kecepatan dan
komposisi bahan (Bor dan Thomas 1971; Admix 2010b).

15

Aliran Fluida dalam Pipa
Ada dua jenis aliran mantap dari fluida yang disebut aliran laminer dan
aliran turbulen. Dalam aliran laminer partikel-partikel fluidanya bergerak di
sepanjang lintasan-lintasan lurus, sejajar dalam lapisan-lapisan atau laminae.
Sedangkan pada aliran turbulen partikel-partikel bergerak secara serampangan ke
semua arah (Giles 1996).
Fluida yang mengalir dalam aliran yang turbulen memiliki energi kinetik
per satuan massa yang lebih besar jika dibandingkan dengan fluida yang mengalir
dengan kecepatan yang sama pada aliran yang tidak turbulen. Dengan demikian,
semakin meningkat intensitas turbulensi, maka “energi kinetik turbulen” akan
semakin besar. Energi kinetik turbulen membentuk aliran dari konversi viskositas
menjadi energi dalam (Nevers 1991).
Kinetika Reaksi Transesterifikasi
Laju Reaksi dan Orde Reaksi Transesterifikasi
Laju reaksi biasanya diukur dengan melihat berapa cepat konsentrasi suatu
reaktan berkurang pada waktu tertentu. Dengan melakukan percobaan yang
melibatkan reaksi antara A dan B, akan diperoleh bahwa laju reaksi berhubungan
dengan konsentrasi A dan B, seperti pada persamaan (1).
r = k[A]a[B]b ........................................................................................ (1)
dimana:
r
= laju reaksi (mol s-1)
k
= konstanta laju reaksi
A, B = konsentrasi reaktan yang bereaksi (mol)
a, b = orde reaksi terhadap A, B
Persamaan laju menunjukkan pengaruh dari perubahaan konsentrasi reaktan
terhadap laju reaksi. Faktor-faktor lainnya seperti temperatur, katalis (Clark 2004)
serta konstanta laju reaksi juga mempengaruhi laju reaksi. Dari persamaan (1)
terlihat bahwa laju reaksi dipengaruhi oleh pangkat dari konsentrasi A dan B yang
merupakan orde reaksi terhadap A dan B.
Penyelidikan sebuah reaksi bertujuan untuk menentukan model laju dan
konstanta laju reaksi, pada beberapa temperatur. Idealnya, langkah pertama adalah

16

mengidentifikasi semua produk dan menyelidiki apakah terdapat reaksi
intermediate dan reaksi samping yang terlibat. Penentuan laju reaksi
disederhanakan dengan metode isolasi pada konsentrasi seluruh reaktan yang
berlebih. Apabila salah satu reaktan memiliki kelebihan konsentrasi, maka
konsentrasi reaktan tersebut dapat dianggap konstan selama reaksi berlangsung
(Atkins 1990).
Apabila laju reaksi tersebut mengikuti model reaksi orde pertama, maka
menjadi persamaan (2)
= - k[A]1 ...................................................................................... (2)
Kemudian persamaan (2) tersebut diintegrasikan diantara limit waktu = 0 dan
waktu t dengan konsentrasi yang beragam dari konsentrasi awal [A] o pada waktu
nol ke [A] pada waktu setelahnya sehingga menghasilkan persamaan (3)
........................................................................... (3)
Dari hasil integrasi tersebut diperoleh persamaan (4)
atau

............................................................ (4)

(House 2007).
Kinetika reaksi pada sistem produksi biodiesel dalam reaktor dibuat
berdasarkan reaksi transesterifikasi overall, dengan asumsi bahwa reaksi
berlangsung irreversible karena reaktan (alkohol) yang digunakan sangat berlebih
sehingga konsentrasi dari alkohol selama reaksi dapat dianggap tetap. Pada
kondisi ini perubahan jumlah alkohol pada reaksi tidak akan mempengaruhi laju
reaksi (Utami et al. 2007).
Apabila model orde reaksi yang berlaku untuk keseluruhan reaksi adalah
orde kedua, maka persamaan laju reaksi setelah melalui teknik isolasi dengan
konsentrasi B yang berlebih akan memberikan hasil seperti per