Kajian Pola Pencampuran Reaktan di dalam Static Mixing Reactor untuk Produksi Biodiesel
KAJIAN POLA PENCAMPURAN REAKTAN DI DALAM
STATIC MIXING REACTOR UNTUK PRODUKSI BIODIESEL
NI PUTU DIAN NITAMIWATI
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Pola
Pencampuran Reaktan di dalam Static Mixing Reactor untuk Produksi Biodiesel
adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2013
Ni Putu Dian Nitamiwati
NIM F14090078
ABSTRAK
NI PUTU DIAN NITAMIWATI. Kajian Pola Pencampuran Reaktan di
dalam Static Mixing Reactor untuk Produksi Biodiesel. Dibimbing oleh
ARMANSYAH H. TAMBUNAN.
Biodiesel merupakan bahan pengganti bahan bakar diesel dari hasil reaksi
transesterifikasi, yaitu pencampuran minyak nabati atau lemak hewani dengan
metanol. Reaksi transesterifikasi dapat dilakukan di dalam static mixing reactor
(SMR) untuk meningkatkan pencampuran. Metode simulasi dengan
Computational Fluid Dynamics (CFD) dapat digunakan untuk mengetahui pola
pencampuran dan kaitannya dengan laju produksi biodiesel di dalam SMR.
Simulasi dilakukan dengan menggunakan elemen pengaduk dengan sudut
puntiran 180°, 120° dan 240°. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi
penurunan kecepatan ketika aliran melewati elemen pengaduk, elemen pengaduk
dengan sudut puntiran yang lebih besar menghasilkan kecepatan aliran yang
seragam, dan laju reaksi yang lebih lama dengan nilai viskositas molekular yang
merata. Berdasarkan kecepatan aliran, laju reaksi dan viskositas molekular
diketahui bahwa sudut puntiran elemen 240 memiliki pola pencampuran yang
lebih baik dibandingkan sudut puntiran elemen 180° dan 120°.
Kata kunci: Biodiesel, static mixer, CFD
ABSTRACT
NI PUTU DIAN NITAMIWATI. Study of Mixing Patterns Reactant in the
Static Mixing Reactor for Biodiesel Production. Supervised by ARMANSYAH H.
TAMBUNAN.
Biodiesel is a diesel fuel substitute materials from the transesterification
reaction, ie mixing vegetable oils or animal fats with methanol. Transesterification
reaction can be carried out in the static mixing reactor (SMR) to improve mixing.
Simulation method with Computational Fluid Dynamics can be used to determine
the mixing patterns and relation to the rate of biodiesel production in the SMR.
Simulations performed using the stirrer element with twist angle 180°, 120° and
240°. Results of this study indicate that a decline in velocity when the flow
through the mixer element, the larger twist angle of the mixer elements produced
flow velocity which is uniform, and longer reaction rate where a molecular
viscosity values are uniform. Based on the flow velocity, reaction rates and
molecular viscosity is known that the mixer element with twist angle of 240° have
a better pattern mixing than element with twist angle 180° and 120°.
Key words: Biodiesel, static mixer, CFD
KAJIAN POLA PENCAMPURAN REAKTAN DI DALAM
STATIC MIXING REACTOR UNTUK PRODUKSI BIODIESEL
NI PUTU DIAN NITAMIWATI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judu] Skripsi
Nama
NIM
: Kajian Pola Pencampuran Reaktan di dalam Static Mixing
Reactor untuk Produksi Biodiesel
: Ni Putu Dian Nitamiwati
: Fl4090078
Disetujui oleh
Prof. Dr. Jr. Armansyah H. Tambunan
Pembimbing Akademik
Tanggal Lulus:
,5
AUG
2013
Judul Skripsi
Nama
NIM
: Kajian Pola Pencampuran Reaktan di dalam Static Mixing
Reactor untuk Produksi Biodiesel
: Ni Putu Dian Nitamiwati
: F14090078
Disetujui oleh
Prof. Dr. Ir. Armansyah H. Tambunan
Pembimbing Akademik
Diketahui oleh
Dr. Ir. Desrial, M.Eng.
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini ialah biodiesel,
dengan judul Kajian Pola Pencampuran Reaktan di dalam Static Mixing Reactor
untuk Produksi Biodiesel.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Armansyah H.
Tambunan selaku pembimbing, yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan
motivasi kepada penulis, Dr. Ir. Dyah Wulandani, M.Si dan Dr. Ir. Y. Aris
Purwanto, M.Sc sebagai dosen penguji yang telah memberikan saran.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah (I Wayan
Suardiyasa), ibu (Ni Made Nursilawati), adik (Sawitri dan Wira) atas segala doa
dan kasih sayangnya. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman di
Laboratorium Pindah Panas dan Massa (Tiara, Mona, Amalia, dan Deny), teman
satu kontrakan Tilotama, temen-teman Kemoceng dan TEP Orion 46 atas
semangat dan dukungan yang telah diberikan. Khusus untuk seseorang yang
terkasih, terima kasih untuk semua semangat dan bantuannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2013
Ni Putu Dian Nitamiwati
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Proses Produksi Biodiesel
Produksi Biodiesel dengan Static Mixing Reactor
Simulasi CFD
METODE
Bahan
Alat
Prosedur Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kecepatan
Analisis Laju Reaksi
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
ix
ix
ix
1
1
2
3
3
3
3
3
4
5
6
6
6
7
15
15
20
22
22
22
23
25
30
DAFTAR TABEL
1. Data Geometri Static Mixing Reactor
2. Nilai Sifat Fisik Bahan
3. Data Input Boundary Condition
7
11
12
DAFTAR GAMBAR
Blade Agitator
Persamaan Kimia Reaksi Transesterifikasi (Knothe et al 2005)
Elemen Static Mixer (Fourcade 2001)
Geometri Elemen Static Mixer Tipe Helikal (Wageningen 2005)
Static Mixing Reactor (Sulastri Panggabean 2011)
Tampilan Wireframe Isometri SMR (a) dan Tampak Depan (b)
dengan Sudut Puntiran 180°
7. Tampilan Isometri Elemen Static Mixer dengan Sudut Puntiran 180°
8. Tampilan Hasil Mesh SMR dengan Sudut Puntiran 180°
9. Tampilan Pengaturan Viscous Model
10. Tampilan Pengaturan Species Model dan Reaksi
11. Tampilan Pengaturan Zona Batas Inlet
12. Tampilan Pengaturan Run Calculation
13. Contoh Tampilan Wireframe Reaktor dan Static Mixer
14. Diagram Alir Penelitian
15. Grafik Hubungan Kecepatan - Jarak Aliran Di Dalam SMR
16. Grafik Kecepatan Pada Jarak 0.1895 m
17. Grafik Kecepatan Pada Jarak 0.2805 m
18. Kontur Kecepatan Pada Sumbu-x Sudut Puntiran 120°
19. Kontur Kecepatan Pada Sumbu-x Sudut Puntiran 180°
20. Kontur Kecepatan Pada Sumbu-x Sudut Puntiran 240°
21. Plot Vektor Kecepatan
22. Kontur Laju Reaksi Sudut Puntiran 120°
23. Kontur Laju Reaksi Sudut Puntiran 180°
24. Kontur Laju Reaksi Sudut Puntiran 240°
25. Kontur Viskositas Molekular (kg m-1 s-1) Sudut Puntiran 120° (a),
180° (b) dan 240° (c)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
1
3
4
5
7
8
8
9
10
10
12
13
13
14
15
16
16
17
17
18
19
20
20
21
21
DAFTAR LAMPIRAN
1. Tampilan Geometri Model Reaktor , Elemen Static Mixer , dan Mesh
2. Tampilan Streamline Kecepatan Reaktor dengan Berbagai Sudut Puntiran
Elemen Static Mixer
3. Grafik Kecepatan Di Dalam Static Mixing Reactor
4. Perhitungan
25
26
27
28
DAFTAR SINGKATAN
C
D AB
d
K
mf
n
T
t
Qpompa
RA
Re
: konduktivitas panas (W m°-1 C-1)
: difusivitas massa (m2 s-1)
: diameter saluran (m)
: konstanta Boltzman (1.38x10-23 J K-1)
: fraksi mol
: mol
: suhu (Kelvin)
: waktu (detik)
: debit pompa (m3 detik-1)
: jari-jari partikel yang berdifusi (nm)
: bilangan Reynold
DAFTAR SIMBOL
ϑ
ρ
µ
ṁ
µB
V
: viskositas kinematis (m2 detik-1)
: densitas (kg m-3)
: viskositas dinamis (kg m-1 detik-1)
: laju aliran massa (kg detik-1)
: viskositas partikel yang terdifusi (kg m-1 detik-1)
: kecepatan aliran (m s-1)
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Biodiesel merupakan salah satu contoh bentuk energi terbarukan untuk
pengganti bahan bakar diesel yang ramah lingkungan. Biodiesel berasal dari
reaksi senyawa trigliserida (minyak nabati atau lemak hewani) dengan senyawa
alkohol dan menghasilkan metil ester (biodiesel) dan gliserol. Di Indonesia salah
satu jenis minyak nabati yang memiliki potensi untuk dijadikan bahan baku
biodiesel adalah minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO). Hal ini
didukung dengan ketersediaan lahan dan iklim yang cocok untuk budi daya kelapa
sawit, tanaman penghasil minyak kelapa sawit.
Transesterifikasi untuk menghasilkan biodiesel dapat dilakukan dengan
metode katalitik dan non-katalitik, bergantung pada skala produksi yang akan
dicapai. Metode katalitik menggunakan penambahan zat katalis dalam reaksi
transesterifikasi untuk menurunkan energi aktivasi. Katalis dapat bersifat basa,
asam dan enzim (katalis alamiah). Metode non-katalitik berbeda dengan metode
sebelumnya karena tidak ada penambahan katalis dalam reaksi namun,
memerlukan suhu dan/atau tekanan tinggi. Akan tetapi penggunaan katalis pada
transesterifikasi memiliki dampak negatif seperti timbulnya penyabunan
(saponifikasi), perlu proses pemurnian, dan harganya yang relatif mahal sehingga
jumlah penggunaannya perlu dikurangi.
Jumlah penggunaan katalis dapat dikurangi dengan cara memaksimalkan
terjadinya tumbukan antar reaktan pada saat pencampuran, yaitu dengan
pengadukan yang tinggi. Jenis pengaduk yang digunakan dalam proses
transesterifikasi adalah blade agigator dalam CSTR (continuous stirrer tank
reactor) seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Alamsyah (2010).
Mekanisme pengadukan blade agitator dilakukan secara vertikal oleh sepasang
atau lebih impeler (blade) yang digerakkan oleh motor. Aliran di dalam CSTR
akan searah dengan pergerakan sudu impeler yang radial dan tangensial. Untuk
menghasilkan pengadukan yang tinggi diperlukan putaran tinggi namun, putaran
tinggi mengakibatkan vortex (pusaran) dapat mencapai impeler, seperti pada
Gambar 1.
Gambar 1 Blade Agitator
Pusaran yang kuat berdampak pada tidak tercapainya pencampuran yang
homogen karena hanya bagian terdekat impeler saja yang mengalami pengadukan
2
sedangkan bagian terjauh dari impeler cenderung diam. Selain itu, daya yang
diperlukan juga semakin besar untuk menggerakkan impeler. Menurut Livenspiel
(1972) dalam Panggabean (2011) kelemahan blade agitator dengan putaran tinggi
lebih cepat mengalami kerusakan pada batang pengaduk akibat adanya gaya
gesekan yang timbul dari tahanan fluida.
Berdasarkan kelemahan pengaduk blade agitator tersebut oleh Panggabean
(2011) diganti dengan menggunakan static mixer berbentuk helikal. Static mixer
merupakan elemen penghalang di dalam pipa dan tidak digerakkan oleh motor
namun dapat menimbulkan pengadukan dengan memanfaatkan energi dari aliran
fluida yang melewatinya (Kandhai et al 1999). Elemen static mixer tipe helikal
pertama kali dibuat oleh Kenics yang tersusun dari beberapa plat dan tiap plat
dipuntir dengan sudut 180° serta dirangkaikan saling tegak lurus atau searah dan
berlawan arah jarum jam menyerupai heliks (Wageningen 2005). Proses reaksi
dalam static mixer memanfaatkan tumbukan antar partikel senyawa yang bereaksi
akibat pergerakan aliran di dalam reaktor. Semakin besar tumbukan yang terjadi
dalam reaktor maka reaksi antar partikel juga akan semakin besar, karena kontak
antar bidang permukaan partikel akan semakin sering (Panggabean 2011). Hasil
penelitian Alamsyah (2010) dan Panggabean (2011) menunjukkan bahwa laju
reaksi biodiesel menggunakan SMR lebih cepat dibandingkan dengan CSTR
untuk menghasilkan biodiesel dengan kandungan minimum 96.5%, karena nilai
Ea dan banyaknya tumbukan dari SMR (71.83 kJ mol-1, 1.95 x 108 menit -1) lebih
besar dari CSTR (10.49 J mol-1, 2.29 menit -1). Hal ini dapat dinyatakan bahwa
desain pengaduk juga merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan
terjadinya reaksi pembentukan biodiesel. Untuk itu diperlukan penelitian lebih
lanjut mengenai karakteristik aliran yang terjadi di dalam SMR. Pada penelitian
ini juga akan melihat pengaruh dari besar sudut puntiran terhadap aliran yang
terjadi.
Karakteristik aliran fluida di dalam SMR dapat dilakukan dengan beberapa
pendekatan, salah satunya dengan metode CFD (Computational Fluid Dynamics).
Metode CFD merupakan analisis yang menggabungkan pendekatan secara teori
dan eksperimen. Keuntungan metode ini adalah lebih praktis penggunaannya,
hasil lebih cepat didapat, dan dapat mengurangi resiko yang terjadi pada metode
eksperimen (Anderson 1995). Metode CFD sekarang ini sudah tersedia di
beberapa perangkat lunak sehingga pengguna dapat memilih untuk melakukan
perhitungan sesuai kebutuhan dengan memasukkan beberapa data yang dimiliki.
Perumusan Masalah
Reaksi transesterifikasi dipengaruhi oleh pengadukan agar terjadi reaksi
antara minyak dan metanol. Pengadukan dengan static mixer diketahui dapat
meningkatkan produksi biodiesel dan menurunkan jumlah penggunaan katalis.
Penelitian mengenai aliran fluida di dalam SMR dengan metode CFD digunakan
untuk mendapatkan karakteristik aliran fluida (trigliserida dan metanol) dan reaksi
yang terjadi di dalam SMR menggunakan model persamaan yang terdapat pada
perangkat lunak (Fluent). Analisis aliran juga dilihat dari adanya perbedaan besar
sudut puntiran elemen static mixer.
3
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji pola pencampuran reaktan di
dalam static mixing reactor dan kaitannya dengan laju reaksi pembentukan
biodiesel.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah salah satu metode untuk mendapatkan
karakteristik aliran dan reaksi trigliserida dan metanol di dalam SMR melalui
perbandingan hasil simulasi sehingga memberikan gambaran mengenai rancangan
static mixer yang optimal untuk meningkatkan produksi biodiesel.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dari penelitian ini adalah melakukan simulasi aliran yang
terjadi pada reaktor biodiesel (SMR) dengan tiga jenis sudut puntiran (180°, 120°
dan 240°), menganalisis pola aliran (kecepatan aliran), kontur laju reaksi dan
viskositas molekular sebagai parameter reaksi pembentukan biodiesel.
TINJAUAN PUSTAKA
Proses Produksi Biodiesel
Biodiesel merupakan salah satu bahan pengganti minyak diesel yang berasal
dari minyak nabati atau lemak hewani melalui reaksi kimia. Komponen utama
dari minyak nabati atau lemak hewani tersebut adalah triasilgliserol (TAG) atau
trigliserida (TG). Trigliserida merupakan senyawa ester yang tersusun dari fatty
acids (FA) dan gliserol. Reaksi kimia minyak dengan metanol atau jenis senyawa
alkohol lain akan menghasilkan fatty acid methyl esters (FAME) dan gliserol,
reaksi kimia tersebut lebih dikenal dengan transesterifikasi (Knothe et al. 2005).
Proses reaksi dapat dilakukan dengan menggunakan katalis dan tanpa katalis
(non-katalis). Katalis yang digunakan dapat bersifat asam (H2SO4) dan basa
(NaOH, KOH), juga dapat berupa katalis alami atau enzim. Menurut Ma dan
Hanna (2008), reaksi transesterifikasi bertujuan untuk mengurangi viskositas
trigliserida agar menyerupai viskositas minyak diesel.
Gambar 2 Persamaan Kimia Reaksi Transesterifikasi (Knothe et al 2005)
4
Gambar 2 menunjukkan reaksi kimia yang terjadi pada reaksi
transesterifikasi, untuk R1, R2, dan R3 adalah rantai panjang hidrokarbon atau
yang biasa disebut rantai asam lemak (Knothe et al 2005). Reaksi tersebut terbagi
menjadi tiga tahapan, yaitu sebagai berikut:
Trigliserida (TG) + CH3OH
Digliserida (DG) + CH3OH
Monogliserida (MG) + CH3OH
Digliserida (DG) + CH3COOR1
Monogliserida (MG) + CH3COOR2
Gliserida (GL) + CH3COOR3
Proses pembuatan biodiesel dengan katalis diawali dengan pencampuran
atau reaksi transesterifikasi, pemisahan gliserol yang merupakan produk samping,
dan pemurnian metil ester atau FAME dari katalis (Arumugam et al 2009).
Produksi biodiesel dengan katalis mempunyai kelebihan yaitu reaksi dapat
berjalan lebih cepat pada temperatur reaksi rendah, sedangkan kekurangannya
adalah diperlukannya proses yang panjang untuk memurnikan produk karena
harus dilakukan pencucian berulang (Thompson dan He 2007, Arumugam et al
2009, Alamsyah 2010, Panggabean 2011). Selain itu, menurut Arumugam et al
(2009) pengadukan yang kuat diperlukan pada saat reaksi karena sifat metanol
dalam minyak yang sulit bercampur pada kondisi biasa atau bersifat imisibel.
Selain itu, harga katalis yang relatif mahal mengakibatkan biaya produksi
biodiesel secara katalitik menjadi mahal.
Produksi Biodiesel dengan Static Mixing Reactor
Pengadukan merupakan proses penting dalam pembuatan biodiesel agar
reaktan dapat bercampur, bertumbukan dan bereaksi. Hal ini diakibatkan oleh sifat
trigliserida dan metanol yang imisibel. Konsep pengadukan static mixer pada
SMR dapat mengintensifkan proses fisik dan kimia dan menciptakan aliran
turbulens untuk meningkatkan efektifitas pencampuran. Mekanisme pencampuran
fluida yang dihasilkan dengan static mixer terdiri atas :
1) splitting (pembagian),
2) stretching (peregangan)
3) reordering (pembalikan)
4) recombine (pencampuran) (Kandhai et al 1999).
Gambar 3 Elemen Static Mixer (Fourcade 2001)
5
Gambar 4 Geometri Elemen Static Mixer Tipe Helikal (Wageningen 2005)
Jumlah lapisan yang terbentuk akan setara dengan 2n (n adalah jumlah
elemen), jika terdapat 6 elemen maka akan terbentuk sebanyak 32 lapisan (Chen
1973 dalam Godfrey 1992). Pembagian lapisan inilah yang menyebabkan
pengadukan static mixer bisa meningkatkan homogenitas dan mencegah
sedimentasi. Mekanisme pengadukan static mixer juga menghasilkan getaran yang
minimal (motionless mixer) (Oldshue 1983 dalam Alamsyah 2010).
Penelitian Thompson dan He (2007) menyebutkan bahwa static mixer dapat
digunakan untuk produksi biodiesel dari minyak kedelai secara kontinu dengan
suhu 60°C dan katalis 1.5% (b/b) selama 30 menit. Sedangkan Panggabean (2011)
menggunakan static mixer untuk produksi biodiesel dari minyak sawit dengan
suhu 60°C dan jumlah katalis dapat diturunkan menjadi 0.5% (b/b).
Simulasi CFD
Metode Computational Fluid Dynamics (CFD) adalah ilmu yang
mempelajari cara memprediksi aliran fluida, perpindahan panas dan massa,
perpindahan massa, reaksi kimia, dan fenomena yang terjadi pada fluida lainnya
dengan menyelesaikan persamaan-persamaan matematika (model matematika)
(Tuakia 2008). Simulasi dilakukan untuk menyelesaikan model-model
matematika dari suatu proses yang dapat menggambarkan kejadian sebenarnya
dengan menggunakan alat (komputer).
Menurut Versteeg dan Malalasekera (1995) terdapat tiga tahapan yang harus
dilakukan di dalam metode CFD, yaitu :
A. Pra-pemprosesan (Preprocessing)
Tahapan ini merupakan langkah pertama dalam melakukan simulasi CFD.
Langkah-langkah yang harus dilakukan, yaitu :
1. Pembuatan geometri, baik dua dimensi atau tiga dimensi.
2. Pembuatan grid/mesh dari bentuk geometri yang sudah dibuat. Grid
merupakan bagian-bagian kecil dari bentuk geometri yang menentukan
solusi dan berpengaruhi terhadap tingkat keakuratan hasil CFD. Jumlah grid
lebih banyak maka keakuratan hasil komputasi semakin tinggi.
3. Pendefinisian fenomena-fenomena yang dibutuhkan dalam pemodelan.
4. Pendefinisian karakteristik fluida.
5. Pendefinisian kondisi batas (boundary condition) dari bentuk geometri yang
sudah dibuat.
6
B. Pencarian solusi (Solving)
Pada tahap ini dilakukan perhitungan mengenai kondisi-kondisi yang
telah diterapkan pada tahap pra-pemprosesan guna mendapatkan solusi. Solusi
teknik numerik untuk mencari solusi di dalam CFD terdiri atas beberapa
metode, yaitu difference, finite element dan spectral method (Tuakia 2008).
C. Pascapemprosesan (Postprocessing)
Tahapan akhir dari proses simulasi CFD adalah pasca pemrosesan yang
menyajikan hasil dari simulasi CFD dengan visualisasi warna untuk
memudahkan dalam menganalisis. Tampilan hasil yang didapat meliputi :
1. Hasil geometri dan grid yang terbentuk.
2. Plot berdasarkan vektor.
3. Plot berdasarkan kontur.
4. Plot berdasarkan permukaan (2D atau 3D).
Pemilihan jenis perangkat lunak untuk melakukan simulasi CFD dengan
Gambit-Fluent (Ansys) didasari oleh beberapa kemudahaan dari program tersebut,
yaitu cukup mudah digunakan, proses meshing yang efisien, memiliki beberapa
pilihan solver, dan penyajian hasil atau visualisasi mudah dimengerti (Tuakia
2008).
METODE
Waktu dan tempat
Kegiatan penelitian dilaksanakaan mulai bulan Februari 2013 sampai
dengan Juli 2013 dan bertempat di Laboratorium Pindah Panas dan Massa,
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.
Bahan
Bahan yang diperlukan berupa data-data fisik dan kimia dari senyawa
trigliserida (minyak kelapa sawit), metanol, fatty acid methyl ester (biodiesel), dan
gliserol sebagai data input simulasi.
Alat
1. - Perangkat lunak
a. Proses pembuatan gambar dan meshing : Gambit 2.4.6
b. Proses simulasi dan analisis CFD : ANSYS 12.1 : Fluent
c. Penunjang analisis data hasil simulasi : Ms. office & Ms. excel 2007
- Perangkat keras
a. notebook : ASUS A43S
2. Prototipe Static mixing reactor (SMR) dengan sudut puntiran elemen static
mixer sebesar 180° (Pangabean 2011) sebagai acuan ukuran dan jumlah elemen
dalam pembuatan reaktor dan elemen static mixer (Tabel 1). Elemen static
mixer juga dibuat dengan sudut 120° dan 240° sebagai skenario penelitian.
3. Alat penunjang pengukuran
7
Static Mixer
Reactor
Gambar 5 Static Mixing Reactor (Panggabean 2011)
Tabel 1 Data Geometri Static Mixing Reactor
Dimensi Reaktor
Panjang total reaktor
Diameter Reaktor
Diameter sal. masuk
Diameter sal. keluar
Dimensi elemen Static Mixer
dstatic mixer
Panjang 1 elemen
Tebal
Jumlah Elemen
Sudut puntiran
470 mm
40 mm
12.7 mm
12.7 mm
38.5 mm
45.5 mm
3.5 mm
6 buah
180°
Prosedur Penelitian
Kegiatan penelitian ini terdiri atas 4 tahapan, yaitu pengukuran dan
perhitungan, pra-pemprosesan, penyajian data, dan analisis data.
A. Pengukuran dan Perhitungan
Pengukuran yang dilakukan meliputi pengukuran dimensi elemen static
mixer dan reaktor. Perhitungan digunakan untuk mendapatkan nilai-nilai yang
dimasukkan pada simulasi. Proses perhitungan diperoleh dari persamaan di bawah
ini :
1. Menghitung fraksi mol reaktan (Panggabean 2011)
mf1 =
n1
ntot
n2
(1)
mf2 =
(2)
ntot
2. Menghitung nilai viskositas dinamis, viskositas kinematis dan densitas
campuran (Panggabean 2011)
8
ϑcampuran = mf1.ϑ1 + mf2.ϑ2
ρcampuran = mf1.ρ1 + mf2.ρ2
µ campuran = mf1.µ 1 + mf2.µ 2
(3)
(4)
(5)
3. Menghitung laju massa aliran
ṁ = ρcampuran .Qpompa
(6)
Ccampuran = mf1.C1 + mf2.C2
(7)
4. Konduktivitas panas
5. Menghitung diffusivitas massa, persamaan Stoke-Einstein
D
AB
=
KT
6πRAµ B
(8)
6. Menghitung bilangan Reynold aliran
Re =
Vd
ϑ
(9)
B. Tahapan Pra-pemprosesan
1. Pembuatan model geometri 3 dimensi elemen static mixer dan reaktor sesuai
dimensi prototipe SMR dan pembuatan elemen static mixer untuk skenario
sudut puntiran 120° dan 240° dengan diameter (D), lebar (L) dan tebal (t),
serta jumlah elemen mixer sama. Skenario dengan perbedaan besar sudut
puntiran tersebut dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh dari bentuk
static mixer pada aliran dan proses transesterifikasi.
(a)
(b)
Gambar 6 Tampilan Wireframe Isometri SMR (a) dan Tampak Depan (b)
dengan Sudut Puntiran 180°
Gambar 7 Tampilan Isometri Elemen Static Mixer dengan Sudut Puntiran 180°
9
2. Pembuatan mesh model, jenis mesh harus dapat memenuhi kriteria baik
sehingga konvergensi proses simulasi lebih cepat tercapai. Kriteria yang
digunakan adalah nilai skewness ≤ 0.9 (Tuakia 2008). Bentuk mesh yang
digunakan adalah tetrahedral.
Gambar 8 Tampilan Hasil Mesh SMR dengan Sudut Puntiran 180°
C. Tahapan Pencarian Solusi
Sebelum dapat melakukan simulasi, ada beberapa asumsi-asumsi yang harus
didefinisikan terlebih dahulu sebagai batasan proses. Asumsi yang digunakan
sebagai berikut :
1. Sistem pada reaktor static mixer dalam keadaan tertutup. Aliran masuk
melalui inlet dan keluar melalui outlet.
2. Aliran yang terjadi transien. Aliran berubah menurut waktu, baik kecepatan
dan sifat alirannya. Untuk simulasi diambil data aliran pada saat 1 detik.
3. Temperatur di dalam reaktor seragam, yaitu 60°C = 333 K. Temperatur
60°C merupakan temperatur optimal sesuai penelitian Panggabean (2011).
4. Reaksi katalis tidak dihitung karena jumlahnya akan tetap sama (katalis
dapat diregenerasi).
1) General Setting
Proses pengaturan dimulai dengan memasukan mesh model kemudian
penskalaan mesh model, mengatur tipe solver pressure-based, pemilihan waktu
secara transien untuk melihat perubahan tiap waktu yang diinginkan, kecepatan
solver absolute, dan nilai gravitasi.
2) Pemilihan Model
Pengaturan model viscous dapat dilihat pada Gambar 9. Pengaturan
model memiliki beberapa jenis, bergantung pada proses atau aliran. Model
viscous yang dipilih adalah k-epsilon standar dan standard wall functions. Nilai
beberapa konstanta mengikuti nilai yang sudah tersedia (nilai default). Model
k-epsilon cukup stabil, cukup ekonomis, akurasi cukup memadai untuk
digunakan pada nilai Reynold tinggi, dan model ini banyak digunakan untuk
simulasi yang barkaitan dengan aliran turbulen (Tuakia 2008). Nilai Re aliran
3003.
Simulasi aliran dengan reaksi kimia menurut Tuakia (2008) dapat
dimodelkan pada Fluent dengan reaksi volumetrik (volumetric reaction-Species
transport). Pada model ini juga dipilih finite-rate/eddy-dissipation untuk
interaksi kimia-turbulen dengan faktor turbulen diperhitungkan, lihat Gambar
10
10. Pada pilihan mixture-template dilakukan pengaturan reaksi dengan
memasukan persamaan kimia reaksi transesterifikasi.
Gambar 9 Tampilan Pengaturan Viscous Model
Gambar 10 Tampilan Pengaturan Species Model dan Reaksi
11
3) Penambahan Material
Sifat bahan didapatkan melalui database Fluent (metanol dan gliserol)
dan masukkan secara manual dari literatur (minyak sawit/trigliserida dan
FAME). Komponen fatty acid dari trigliserida adalah asam palmitat yang
merupakan kandungan terbesar dari minyak kelapa sawit, yaitu sekitar 44%
(b/b) (Darnoko dan Cheryan 2000). Pada menu masukkan material diperlukan
data difusivitas massa. Difusivitas massa didapatkan dari persamaan (8) dengan
nilai jari-jari partikel yang berdifusi (Rmetanol) adalah 2 nm. Nilai tersebut
merupakan nilai jari-jari partikel oksigen yang memiliki massa relatif sama
dengan metanol. Data sifat fisik dimasukkan pada pilihan mixture-template.
Data sifat fisik bahan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Nilai Sifat Fisik Bahan
Sifat Fisik Bahan (25°C)
Berat molekul
Rumus molekul
Densitas
Viskositas dinamis
Viskositas kinematis
Kapasitas panas
Konduktivitas
Sumber :
1
2
Minyak
Sawit1
806
C51H95O6
887.5
0.07719
8.7 x 10-5
1.861
0.7121
FAME2
Satuan
270
C17H33O2
880
0.0066
7.5 x 10-6
-
g mol-1
kg m-3
kg m-1 s-1
m2 s-1
kJ kg-1 C-1
W m-1 C-1
Chempro Database (2013)
European Biofuels Tech. Platform (2011)
4) Pengaturan Cell Zone Conditions
Zona dalam reaktor terbagi atas dua bagian, yaitu zona fluida (mixing
zone) dan zona padatan (mixer). Proses perhitungan hanya pada zona fluida.
5) Pengaturan Boundary Conditions
Zona pada boundary meliputi inlet, outlet, interior, dan wall. Simulasi
menggunakan mass flow-inlet dan pressure-outlet (Gambar 11). Kondisi batas
pressure-outlet ini dipakai dengan tujuan agar kondisi di outlet dapat
ditentukan, terutama untuk rasio akhir reaksi. Data yang diperlukan antara lain
laju aliran massa, temperatur reaksi, dan fraksi mol dapat dilihat pada tabel,
sedangkan nilai tekanan gauge untuk inlet dan outlet adalah 0 pascal.
12
Gambar 11 Tampilan Pengaturan Zona Batas Inlet
Tabel 3 Data Input Boundary Condition
Nilai
Unit
Laju massa (Inlet)
0.541
kg detik-1
nminyak
0.25
0.75
nmetanol
Energi kinetika turbulen
1
m2 s-2
Laju dispasial turbulen
1
m2 s-3
6) Pengaturan Solution Methods dan Solution Controls
Pengaturan metode solusi merupakan proses interpolasi perhitungan
pada titik-titik simpul mesh untuk mendapatkan nilai yang kontinu. Skema
interpolasi yang digunakan adalah first-order upwind scheme. Skema ini
adalah yang paling ringan dan cepat mencapai konvergen. Parameter kontrol
solusi berikutnya adalah pressure-velocity coupling untuk menghitung
kontinuitas massa. Pengaturan parameter kontrol solusi adalah faktor underrelaxation untuk menstabilkan proses iterasi.
7) Pengaturan Initialization
Proses inisialisasi (tebakan awal) dihitung dari semua kondisi batas
(all zones) dengan nilai awal sesuai dengan nilai yang dimasukan pada
kondisi batas tersebut.
8) Pengaturan Calculation Activities
Pengaturan perhitungan meliputi penentuan kriteria konvergensi dan
banyaknya iterasi yang akan dilakukan. Kriteria konvergensi menggunakan
nilai 0.001 untuk semua persamaan dan 10-6 pada persamaan energi. Kriteria
konvergensi adalah perbedaan antara tebakan awal dan hasil akhir hasil
iterasi. Iterasi dilakukan sebanyak sepuluh kali untuk data 1 menit.
13
9) Run Calculation
Perhitungan semua persamaan dari model yang sudah ditentukan dan
berhenti sesuai waktu iterasi seperti pada Gambar 12.
Gambar 12 Tampilan Pengaturan Run Calculation
Gambar 13 Contoh Tampilan Wireframe Reaktor dan Static Mixer
Pengambilan Data
Inlet
0.03 m
0.07 m
0.0985 m
0.1895 m
0.2805 m
0.4 m
0.45 m
Outlet
D. Tahapan Penyajian Data
Tampilan hasil yang didapat meliputi :
1. Hasil geometri dan grid yang terbentuk
2. Plot grafik xy kecepatan di beberapa titik sampel
3. Plot kontur kecepatan, viskositas molekular, dan laju reaksi
Garis
E. Analisis Data
Hasil simulasi dalam bentuk plot kontur kecepatan, plot vektor kecepatan,
dan streamline kecepatan dianalisis untuk mendapatkan pola aliran dan distribusi
kecepatan di dalam reaktor. Plot berdasarkan kontur laju reaksi dan viskositas
molekular dianalisis dan dibandingkan dengan data hasil perhitungan, khususnya
nilai viskositas. Streamline kecepatan merupakan garis-garis yang menunjukkan
nilai distribusi kecepatan sebagai nilai pelengkap dari nilai kecepatan yang tidak
dapat ditunjukkan oleh kontur kecepatan. Garis-garis tersebut dapat dianimasikan
sehingga dapat dilihat pergerakkan dari partikel saat melewati reaktor.
14
Secara keseluruhan tahapan penelitian dapat dilihat pada diagram alir penelitian di Gambar 14.
Mulai
Pengukuran dimensi reaktor dan static mixer
Pembuatan model geometri reaktor dan static mixer berdasarkan ukuran
protipe SMR (Sulastri Panggabean 2011) dan elemen static mixer dengan
sudut puntiran 120° dan 240°.
Pembuatan mesh/grid dari model geometri.
Pendefinisian bidang boundary condition pada model geometri
Pengecekan mesh
Mesh baik
(skewness≤
0.9)?
Tidak
Ya
Penentuan model solver
Proses iterasi
Ya
Iterasi
eror ?
Tidak
Plot data hasil simulasi
Analisis data hasil simulasi
Selesai
Gambar 14 Diagram Alir Penelitian
15
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kecepatan
Pola pencampuran reaktan dapat dikaji dari pola aliran yang terjadi ketika
reaktan melalui elemen pengaduk. Salah satu parameter yang dapat menjelaskan
pola suatu aliran adalah dengan melihat kecepatan aliran. Adanya kecepatan dapat
meningkatkan terjadinya interaksi antar partikel. Pada penelitian ini didapatkan
hasil simulasi kecepatan di dalam static mixing reactor pada saat t=1 detik dalam
bentuk grafik. Grafik kecepatan pada Gambar 15 merupakan hasil rataan kontur
kecepatan di bidang sampel di sepanjang sumbu-z (panjang reaktor) dengan jarak
0.03 m, 0.07 m, 0.0985 m, 0.1895 m, 0.2805 m, 0.4 m dan 0.45 m dari inlet untuk
semua reaktor (sudut puntiran 120°, 180° dan 240°).
6
Outlet
Inlet
Kecepatan (m s-1)
5
4
Ket :
3
120
180
2
240
1
0
0,0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
Sumbu-z (m)
Gambar 15 Grafik Kecepatan Di Dalam SMR
Gambar 15 menunjukkan bahwa sebaran kecepatan ketiga reaktor memiliki
pola yang sama. Kecepatan aliran sebelum mengenai elemen static mixer lebih
besar mencapai 5 m s-1, kemudian mengalami penurunan hingga di bawah 1 m s-1 .
Hal ini dapat menjadi salah satu indikator terjadi mekanisme pengadukan. Bentuk
dari elemen static mixer yang dipuntir dan dirangkai menyerupai heliks dapat
menggerakan aliran ke berbagai arah dengan nilai kecepatan tertentu. Gerak aliran
tersebut menyebabkan partikel-partikel reaktan dapat saling bertumbukan dan
bereaksi. Tumbukan antar partikel yang memiliki arah vektor berbeda akan
menghasilkan resultan yang lebih rendah dan penurunan kecepatan. Selanjutnya
kecepatan aliran meningkat kembali ketika melalui outlet. Saluran outlet memiliki
diameter lebih kecil sehingga aliran terdorong keluar melalui lubang lebih kecil
dan menghasilkan kecepatan yang lebih tinggi. Dari ketiga grafik, reaktor dengan
16
sudut puntiran elemen 240° memiliki rataan kecepatan yang lebih besar
dibandingkan 180° dan 120°. Sudut puntiran yang semakin besar membentuk
lengkungan yang lebih banyak sehingga pada mekanisme pembalikan, aliran juga
mendapatkan gaya dorong lebih besar.
Berdasarkan grafik pada Gambar 15 perbedaan kecepatan aliran terjadi
ketika aliran melewati elemen static mixer, yaitu pada jarak 0.1895 m dan 0.2805
m dari inlet. Secara detail profil kecepatan aliran pada sumbu-x (diameter reaktor)
dapat dilihat pada Gambar 16 dan 17.
Kecepatan (m s-1)
0,2
0,16
Ket :
0,12
120
0,08
180
0,04
240
0
-0,02
-0,01
0
0,01
0,02
Sumbu-x (m)
Gambar 16 Grafik Kecepatan Pada Jarak 0.1895 m
Kecepatan (ms-1)
0,2
0,16
Ket :
0,12
120
0,08
180
0,04
240
0
-0,02
-0,01
0
0,01
0,02
Sumbu-x (m)
Gambar 17 Grafik Kecepatan Pada Jarak 0.2805 m
Kedua grafik menunjukkan perbedaan kecepatan yang terjadi di dalam
masing-masing reaktor. Kecepatan aliran tertinggi terjadi pada bagian tengah
reaktor dan terendah pada bagian terdekat dengan dinding. Aliran yang mengenai
dinding akan bergesekan yang mengurangi kecepatan aliran. Namun, kecepatan
aliran dengan sudut puntiran 240° lebih tinggi disebabkan bentuk lengkungan
elemen pengaduk yang dapat memberikan gaya pembalikan terhadap aliran.
Grafik kecepatan aliran dengan sudut puntiran 120° cenderung lebih datar dan
17
rendah karena aliran melewati elemen pengaduk tanpa mendapat mekanisme
pencampuran, terutama pembalikan. Tumbukan yang terjadi juga menjadi lebih
sedikit.
Gambar 18 Kontur Kecepatan Pada Sumbu-x Sudut Puntiran 120°
Gambar 19 Kontur Kecepatan Pada Sumbu-x Sudut Puntiran 180°
18
Bentuk elemen static mixer juga menyebabkan distribusi kecepatan di dalam
reaktor menjadi berbeda. Pada kontur kecepatan aliran di dalam reaktor dengan
sudut puntiran elemen 120° (Gambar 18) terlihat kecepatan aliran sebelum
mengenai static mixer sama dengan pola aliran yang terjadi pada reaktor dengan
sudut puntiran static mixer 180°. Namun, ketika melewati elemen pengaduk aliran
tidak mengalami mekanisme pembagian dan pembalikan yang sempurna
akibatnya kecepatan aliran menjadi lebih kecil dengan selang 0 sampai dengan
0.6231 m s-1 . Bentuk puntiran 120° memiliki belokan yang landai atau sedikit
mengakibatkan mekanisme pembalikan lebih kecil dibandingkan sudut puntiran
180°, ditambah lagi dengan panjang lintasan (panjang reaktor) yang sama maka
aliran menjadi berkurang kecepatannya.
Gambar 19 merupakan kontur kecepatan aliran di dalam reaktor dengan
sudut puntiran elemen 180°. Pada gambar terlihat kecepatan aliran mengalami
penurunan dari selang 4.985 - 5.608 m s-1 menjadi 0 - 0.6231 m s-1. Selain
mengalami reaksi, hal ini juga terjadi akibat adanya hambatan berupa mekanisme
pembagian kecepatan dari elemen static mixer. Rangkaian elemen yang saling
tegak lurus dapat membagi aliran menjadi hampir sama, dilihat dari sebaran warna
kontur pada gambar bidang kontur. Kecepatan yang rendah berpengaruh pada
reaksi yang kemungkinan tidak berlangsung dengan baik karena frekuensi
tumbukan menjadi rendah.
Gambar 20 Kontur Kecepatan Pada Sumbu-x Sudut Puntiran 240°
Selanjutnya pada Gambar 20 menunjukkan pola kecepatan yang terjadi pada
sudut puntiran 240°. Pola kecepatan awal aliran sebelum melewati static mixer
juga sama dengan kedua sudut puntiran sebelumnya, yaitu lebih tinggi dengan
selang 4.985-5.608 m s-1. Namun, saat melewati static mixer dengan sudut
puntiran 240° kecepatan yang terjadi lebih tinggi dan seragam dibandingkan sudut
puntiran 120° dan 180°, terlihat dari banyaknya kontur dengan selang 0.6231
sampai dengan 1.246 m s-1 dibagian sisi elemen static mixer. Hal ini terjadi karena
19
dengan sudut puntiran elemen 240° memiliki lengkungan lebih banyak sehingga
aliran mendapat pembalikan lebih banyak dan kecepatan aliran dapat
dipertahankan tinggi dan seragam.
Gambar 21 Plot Vektor Kecepatan
Berdasarkan plot vektor kecepatan (Gambar 21) dapat dilihat arah aliran
minyak dan metanol dari inlet mengalir menuju ke dalam reaktor dengan
kecepatan tinggi, terlihat dari warna kontur merah di bagian inlet dengan
kecepatan aliran dibagian tengah aliran lebih tinggi dibandingkan bagian lain
reaktor. Hal ini sesuai dengan sifat fluida ketika melewati saluran tertutup pada
bagian tengah saluran aliran tidak mengalami kontak dengan dinding saluran.
Kontak aliran dengan dinding akan menjadi gaya gesekan dan akan mengurangi
kecepatan aliran. Ketika aliran fluida mengenai elemen static mixer maka aliran
akan menyebar dan mengalami aliran balik (backflow) di beberapa titik, terlihat
dari arah garis-garis panah pada Gambar 21.
Secara keseluruhan kecepatan aliran yang masuk dari inlet akan lebih besar
dibandingkan ketika aliran melewati elemen static mixer. Perubahan kecepatan
aliran tersebut dipengaruhi oleh perubahan luas penampang inlet yang membesar
secara tiba-tiba. Bentuk elemen static mixer yang berupa heliks di dalam pipa
reaktor menyebabkan aliran mengalami tumbukan sehingga kecepatan aliran pun
berkurang. Hal ini sesuai jika dikaitkan dengan mekanisme pengadukan static
mixer yang bertujuan agar aliran fluida yang melewati elemen statik mixer
mengalami pembagian, pembelokan, dan pembalikan agar reaksi terjadi. Bentuk
helikal elemen static mixer yang semakin besar dapat membagi aliran dan
kecepatan aliran menjadi seragam. Kecepatan aliran yang lebih seragam
dihasilkan oleh sudut puntiran 240° kemudian 180° dan 120°. Pola aliran yang
semakin seragam dapat menimbulkan pencampuran yang lebih baik karena aliran
20
bergerak secara merata di seluruh reaktor sehingga mekanisme pengadukan dapat
terjadi dengan lebih baik.
Analisis Laju Reaksi
Berdasarkan pola aliran yang terjadi diharapkan reaksi transesterifikasi
berlangsung lebih baik dengan meningkatnya laju reaksi. Analisis laju reaksi
pencampuran minyak dan metanol dilihat dari laju reaksi dan viskositas molekular.
1. Laju Reaksi
Parameter ini ditampilkan dalam kontur yang menunjukkan besaran kgmol
reaktan yang bereaksi per m3 dalam satuan waktu (s). Laju reaksi yang terjadi
dapat dilihat pada gambar kontur dibawah ini :
Gambar 22 Kontur Laju Reaksi Sudut Puntiran 120°
Gambar 23 Kontur Laju Reaksi Sudut Puntiran 180°
21
Gambar 24 Kontur Laju Reaksi Sudut Puntiran 240°
Kontur laju reaksi yang terjadi pada semua reaktor mengalami peningkatan
ketika melewati static mixer dan penurunan saat memasuki outlet. Hal ini terjadi
karena jumlah reaktan (minyak dan metanol) dibagian awal masih tinggi sehingga
laju reaksi masih tinggi, kemudian setelah terjadi pencampuran jumlah reaktan
yang bereaksi menjadi berkurang karena sudah dikonversi menjadi produk
(FAME dan gliserol). Perbandingan warna dari ketiga kontur laju reaksi
menunjukkan reaktor dengan sudut puntiran elemen 240° (Gambar 24) memiliki
laju reaksi yang lebih lama karena berlangsung hingga bagian outlet, sedangkan
sudut puntiran 120° (Gambar 22) laju reaksi lebih cepat menurun terutama pada
bagian outlet. Nilai laju reaksi terkecil adalah 5 x 10-20 kgmol m-3 s-1 yaitu pada
reaktor static mixer 180° di bagian inlet.
2. Viskositas Molekul
Parameter berikutnya adalah sifat bahan dari nilai viskositas molekular.
Berikut ini merupakan kontur viskositas molekul hasil untuk setiap sudut puntiran.
a
b
c
Gambar 25 Kontur Viskositas Molekular (kg m-1 s-1) Sudut Puntiran 120° (a),
180° (b) dan 240° (c)
22
Gambar 25 menunjukkan kontur viskositas molekular pada aliran di dalam
reaktor. Hasil kontur menunjukkan reaksi sudah berlangsung ketika aliran
memasuki bagian inlet karena terdapat fraksi viskositas molekular yang saling
bercampur. Berdasarkan hasil perhitungan (Persamaan 5) didapatkan nilai
viskositas campuran sebesar 0.019714 kg m-1 s-1 dan nilai tersebut belum dapat
tercapai dari hasil simulasi. Selang nilai kontur viskositas molekular hasil simulasi,
yaitu 0.019699987 sampai dengan 0.019700011 kg m-1 s-1. Hal ini menunjukkan
aliran yang melewati elemen static mixer selama satu detik belum menghasilkan
pencampuran yang sama persis dengan hasil perhitungan. Hasil perhitungan
adalah nilai viskositas campuran yang diharapkan terjadi.
Nilai viskositas molekular bergantung pada proses pencampuran karena
semakin baik pencampuran maka semakin didapatkan viskositas molekular yang
seragam. Pada Gambar 25a dan 25b terlihat viskositas molekular dengan nilai
lebih rendah (0.019699993 - 0.019699998 kg m-1 s-1) dan Gambar 25c
menunjukkan bagian dengan nilai viskositas molekular lebih tinggi yang nilainya
hampir mendekati hasil perhitungan (0.019699998 - 0.019700008 kg m-1 s-1). Hal
ini dapat dikaitkan dengan proses pencampuran pada Gambar 25c lebih baik
dengan hasil kontur yang seragam, sedangkan pada Gambar 25a dan 25b
menunjukkan kontur tidak seragam karena pencampuran yang terjadi belum
merata.
Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa kecepatan aliran yang terbentuk
bergantung pada bentuk elemen pengaduk. Kecepatan aliran mempengaruhi reaksi
yang berlangsung di dalam reaktor, yaitu terhadap laju reaksi dan viskositas
molekular karena dengan aliran yang seragam reaksi berlangsung lebih lama
dengan hasil viskositas molekular yang seragam pula.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa simulasi yang
dilakukan menunjukkan pola kecepatan aliran di dalam static mixing reactor
berpengaruh pada hasil pencampuran. Terjadi penurunan kecepatan setelah
melewati elemen static mixer dan besar sudut puntiran tiap elemen berpengaruh
terhadap keseragaman kecepatan aliran. Semakin besar sudut puntiran elemen
maka kecepatan aliran menjadi semakin seragam. Selain kecepatan aliran, pola
pencampuran di dalam reaktor terlihat pada laju reaksi dan viskositas.
Berdasarkan kecepatan aliran, laju reaksi dan viskositas didapatkan bahwa elemen
sudut puntiran 240° memiliki hasil pencampuran lebih baik dibandingkan dengan
besar sudut puntiran elemen 180° dan 120°.
Saran
Saran yang dapat diberikan adalah sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan
mengenai produksi biodiesel dalam reaktor dengan besar sudut puntiran elemen
static mixer 240° sebagai validasi hasil simulasi yang telah dilakukan.
23
DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah R. 2010. Studi Proses Mekanisme Pengadukan dengan Metode StaticMixer untuk Meningkatkan Efisiensi Transesterifikasi Minyak Sawit
Menjadi Biodiesel [disertasi]. Bogor(ID):Institut Pertanian Bogor.
Anderson JD, Jr. 1995. Computational Fluid Dynamics : The Basics with
Application. New York(US): McGraw-Hill, Inc.
Arumugam S, Cheah KY, Fornasiero P, Kemausuor F, Zinoviev S, Miertur S.
2009. Catalytic Applications in The Production of Biodiesel from
Vegetables Oils. ChemSusChem 2: 278 - 300.
Bird RB, Stewart WE, Lightfoot EN. 1960. Transport Phenomena. New
York(US): John Wiley & Sons, Inc. 513-516.
Chempro. 2013. Top-Notch Technology in Production of Oils And Fats. [diunduh
2013
Mei
16].
Tersedia
pada:
http://www.chempro.in/palmoilproperties.htm.
EBTP (European Biofuels Technology Platform). 2011. Fatty Acid Methyl Ester
(FAME)
[diunduh
2013
Apr
14].
Tersedia
pada:
http://ec.europa.eu/environment/chemicals/reach/pdf/6B%20Appendix%2
02.pdf.
Furqon. 2011. Kajian Daur Ulang Panas Pada Produksi Biodiesel Secara NonKatalitik Berdasarkan Analisis Eksergi [tesis]. Bogor(ID):Institut
Pertanian Bogor.
Godfrey JC. 1992. Static Mixer. Di dalam: N. Harnbay, M.F Edwards, A.W
Nienow, editor. Mixing In The Process Industries (Second Edition);
Inggris Butterworth-Heinemann Ltd. 225-249.
Kandhai D, Vidal DJE, Hoekstra AG, Hoefsloot H, Iedema P, Sloot PMA. 1999.
Lattice-Boltzmann And Finite Element Simulations of Fluida Flow In A
SMRX Static Mixer Reactor. Int. J. Numer. Meth. Fluid 31: 1019-1033.
Knothe G, van Gerpen J, Krahl J, editor. 2005. The Biodiesel Handbook. Illinois
(AS): AOCS Press.
Ma F, Hanna MA. 2008. Biodiesel Production: A Review1. Bioresource
Technology 70: 1-15.
Panggabean S. 2011. Analisis Kinetika Reaksi Transesterifikasi Pada Produksi
Biodiesel Secara Katalitik dengan Static Mixing Reactor [tesis]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Thompson JC, He BB. 2007. Biodiesel Production Using Static Mixer. American
Society of Agriculture and Biological Engineers (ASABE) 50(1): 161-165.
Tuakia F. 2008. Dasar-Dasar CFD Menggunakan Fluent. Bandung(ID) :Bandung
Informatika.
24
Van Wageningen WFC. 2005. Design of A Static Mixer Reactor for Copper
Recovery From Waste Streams [proefschrift]. Rotterdam(NE): Universitas
Teknik Delft.
Versteeg HK, Malalasekera W. 1995. An Introduction to Computa Fluid
Dynamics The Finite Volume Method.Wesley Longman Limited [diunduh
2013 Juli 6] . Tersedia pada : http://www.scribd.com/doc/35346757/CFDVersteeg-Malalasekera.
25
Lampiran 1 Tampilan Geometri Model Reaktor, Elemen Static Mixer, dan Mesh
Sudut Puntiran 120°
Sudut Puntiran 240°
26
Lampiran 2 Tampilan Streamline Kecepatan Reaktor dengan Berbagai Sudut
Puntiran Elemen Static Mixer
Sudut Puntiran 120°
Sudut Puntiran 180°
Sudut Puntiran 240°
27
Lampiran 3 Grafik Kecepatan Di Dalam Static Mixing Reactor
Jarak 0.07m
Jarak 0.03m
Kecepatan (m s-1)
5
180
120
240
4
3
2
1
Kecepatan (m s-1)
6
6
0
5
3
2
1
0
-0,01 -0,005
0
0,005 0,01
-0,02
Sumbu X (m)
0,02
Jarak 0.4m
1
0,5
Kecepatan (m s-1)
0,6
Kecepatan (m s-1)
0
Sumbu X (m)
Jarak 0.0985m
180
120
240
0,4
0,3
0,2
0,1
0
180
0,8
120
0,6
240
0,4
0,2
0
-0,02
0
0,02
-0,02
Sumbu X (m)
6
5
180
120
240
4
3
2
1
0
-0,01 -0,005
0
0,005 0,01
Sumbu X (m)
0
Jarak X (m)
Jarak 0.45m
Kecepatan (m s-1)
180
120
240
4
0,02
28
Lampiran 4 Perhitungan
C3H5O3[ (C16H31O) (C16H31O) (C16H31O)] + 3 CH3OH
Trigeliserida + 3 Metanol
Sifat Fisik Bahan
(25°C)
Berat molekul
Rumus molekul
Densitas
Viskositas dinamis
Viskositas
kinematis
Kapasitas panas
Konduktivitas
3 C16H31O(CH3O) + C3H8O3
3 FAME + Gliserol
Minyak
Sawit1
806
C51H95O6
887.5
0.07719
Metanol2
FAME3
Gliserol4
Satuan
32
CH3OH
785
0.00055
270
C17H33O2
880
0.0066
92
C3H5(OH)3
1259.9
0.799
g mol-1
kg m-3
kg m-1 s-1
8.7 x 10-5
7.069 x 10-7 7.5 x 10-6
6.324 x 10-4
m2 s-1
2.427
0.286
kJ kg-1 C-1
W m-1 C-1
1.861
0.7121
2.534
0.2022
-
1. Menghitung fraksi mol reaktan
mf1 =
mf2 =
mf3 =
mf4 =
1
4
3
4
3
4
1
4
2. Menghitung nilai viskositas dinamis, viskositas kinematis dan densitas
campuran
Reaktan
ϑcampuran = mf1.ϑ1 + mf2.ϑ2
3
1
= *8.7 x 10-5 + 4 * 7.069 x 10-7
4
= 2.23 x 10-5 m2 s-1
ρcampuran = mf1.ρ1 + mf2.ρ2
1
3
= *887.5+ * 785
4
4
= 810.63 kg m-3
µ campuran = mf1.µ 1 + mf2.µ 2
1
3
= *0.07719 + * 0.00055
4
4
= 0.019714 kg m-1 s-1
Produk
ϑcampuran = mf3.ϑ3 + mf4.ϑ4
1
3
= *7.5 x 10-6+ 4 * 6.324 x 10-4
4
= 1.64 x 10-4 m2 s-1
ρcampuran = mf3.ρ3 + mf4.ρ4
3
1
= *880 + * 1259.9
4
4
= 974.98 kg m-3
µ campuran = mf3.µ 3 + mf4.µ 4
1
3
= *0.0066+ * 0.799
4
4
= 2.047 x 10-1 kg m-1 s-1
29
D (m)
1.905x10-02
3.810 x10-02
1.270 x10-02
1
2
3
A (m2)
2.849 x10-04
1.140 x10-03
1.266 x10-04
Q (m3/s)
6.67 x10-04
6.67 x10-04
6.67 x10-04
3. Menghitung laju massa aliran
= 6.67 x 10-4 m3 s-1
= ρcampuran .Qpompa
= 810.63 kg m-3 * 6.67 x 10-4 m3 s-1
= 5.41 x 10-1 kg s-1
Qpompa
ṁ
4. Konduktivitas panas
Ccampuran = mf1.C1 + mf2.C2
1
3
= *0.7121 W m-1 C-1 + * 0.2022 W m-1 C-1
4
4
= 0.1947 W m-1 C-1
5. Menghitung diffusivitas massa, persamaan Newton-Einstein
D
AB=
=
KT
6πRAµ B
1.38e-23*333
6*π*2e-10*7.719e-02
= 1.58 x 10-11 m2 s-1
6. Menghitung bilangan Reynold aliran
Re
=
Vd
ϑ
5.268 m s-1 * 0.0127 m
=
2.23e-05 m2 s-1
= 3003.858
V (m/s)
2.341
5.853 x10-01
5.268
30
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan dengan nama lengkap Ni Putu Dian Nitamiwati pada
tanggal 02 Juli 1991 di Rantau, Kalimantan Selatan. Penulis merupakan anak
pertama dari I Wayan Suardiyasa (Bapak) dan Ni Made Nursilawati (Ibu). Penulis
menamatkan sekolah menengah atas di SMA Negeri 1 Banjarbaru tahun 2009 dan
melanjutkan studi di Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
IPB pada tahun yang sama melalui jalur ujian seleksi masuk IPB (USMI). Penulis
pernah melakukan praktik lapangan di PT Perkebunan Nusantara VIII, Goalpara,
Sukabumi dengan judul Mempelajari Aspek Mesin Biosistem dan Pemanfaatan
Energi Pada Pengolahan Teh Di PTPN VIII, Goalpara, Sukabumi. Selama
menjadi mahasiswa penulis aktif diberbagai kegiatan Keluarga Mahasiswa Hindu
Dharma (KMHD) IPB, himpunan mahasiswa sebagai pengurus Himpunan
Mahasiswa Teknik Pertanian 2010/2012, anggota Engineering Design Club
2011/2012 dan sekretaris Engineering Design Club tahun 2012/2013. Penulis juga
pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Gambar Teknik tahun ajaran
2011/2012 dan 2012/2013.
STATIC MIXING REACTOR UNTUK PRODUKSI BIODIESEL
NI PUTU DIAN NITAMIWATI
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Pola
Pencampuran Reaktan di dalam Static Mixing Reactor untuk Produksi Biodiesel
adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2013
Ni Putu Dian Nitamiwati
NIM F14090078
ABSTRAK
NI PUTU DIAN NITAMIWATI. Kajian Pola Pencampuran Reaktan di
dalam Static Mixing Reactor untuk Produksi Biodiesel. Dibimbing oleh
ARMANSYAH H. TAMBUNAN.
Biodiesel merupakan bahan pengganti bahan bakar diesel dari hasil reaksi
transesterifikasi, yaitu pencampuran minyak nabati atau lemak hewani dengan
metanol. Reaksi transesterifikasi dapat dilakukan di dalam static mixing reactor
(SMR) untuk meningkatkan pencampuran. Metode simulasi dengan
Computational Fluid Dynamics (CFD) dapat digunakan untuk mengetahui pola
pencampuran dan kaitannya dengan laju produksi biodiesel di dalam SMR.
Simulasi dilakukan dengan menggunakan elemen pengaduk dengan sudut
puntiran 180°, 120° dan 240°. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi
penurunan kecepatan ketika aliran melewati elemen pengaduk, elemen pengaduk
dengan sudut puntiran yang lebih besar menghasilkan kecepatan aliran yang
seragam, dan laju reaksi yang lebih lama dengan nilai viskositas molekular yang
merata. Berdasarkan kecepatan aliran, laju reaksi dan viskositas molekular
diketahui bahwa sudut puntiran elemen 240 memiliki pola pencampuran yang
lebih baik dibandingkan sudut puntiran elemen 180° dan 120°.
Kata kunci: Biodiesel, static mixer, CFD
ABSTRACT
NI PUTU DIAN NITAMIWATI. Study of Mixing Patterns Reactant in the
Static Mixing Reactor for Biodiesel Production. Supervised by ARMANSYAH H.
TAMBUNAN.
Biodiesel is a diesel fuel substitute materials from the transesterification
reaction, ie mixing vegetable oils or animal fats with methanol. Transesterification
reaction can be carried out in the static mixing reactor (SMR) to improve mixing.
Simulation method with Computational Fluid Dynamics can be used to determine
the mixing patterns and relation to the rate of biodiesel production in the SMR.
Simulations performed using the stirrer element with twist angle 180°, 120° and
240°. Results of this study indicate that a decline in velocity when the flow
through the mixer element, the larger twist angle of the mixer elements produced
flow velocity which is uniform, and longer reaction rate where a molecular
viscosity values are uniform. Based on the flow velocity, reaction rates and
molecular viscosity is known that the mixer element with twist angle of 240° have
a better pattern mixing than element with twist angle 180° and 120°.
Key words: Biodiesel, static mixer, CFD
KAJIAN POLA PENCAMPURAN REAKTAN DI DALAM
STATIC MIXING REACTOR UNTUK PRODUKSI BIODIESEL
NI PUTU DIAN NITAMIWATI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judu] Skripsi
Nama
NIM
: Kajian Pola Pencampuran Reaktan di dalam Static Mixing
Reactor untuk Produksi Biodiesel
: Ni Putu Dian Nitamiwati
: Fl4090078
Disetujui oleh
Prof. Dr. Jr. Armansyah H. Tambunan
Pembimbing Akademik
Tanggal Lulus:
,5
AUG
2013
Judul Skripsi
Nama
NIM
: Kajian Pola Pencampuran Reaktan di dalam Static Mixing
Reactor untuk Produksi Biodiesel
: Ni Putu Dian Nitamiwati
: F14090078
Disetujui oleh
Prof. Dr. Ir. Armansyah H. Tambunan
Pembimbing Akademik
Diketahui oleh
Dr. Ir. Desrial, M.Eng.
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini ialah biodiesel,
dengan judul Kajian Pola Pencampuran Reaktan di dalam Static Mixing Reactor
untuk Produksi Biodiesel.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Armansyah H.
Tambunan selaku pembimbing, yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan
motivasi kepada penulis, Dr. Ir. Dyah Wulandani, M.Si dan Dr. Ir. Y. Aris
Purwanto, M.Sc sebagai dosen penguji yang telah memberikan saran.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah (I Wayan
Suardiyasa), ibu (Ni Made Nursilawati), adik (Sawitri dan Wira) atas segala doa
dan kasih sayangnya. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman di
Laboratorium Pindah Panas dan Massa (Tiara, Mona, Amalia, dan Deny), teman
satu kontrakan Tilotama, temen-teman Kemoceng dan TEP Orion 46 atas
semangat dan dukungan yang telah diberikan. Khusus untuk seseorang yang
terkasih, terima kasih untuk semua semangat dan bantuannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2013
Ni Putu Dian Nitamiwati
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Proses Produksi Biodiesel
Produksi Biodiesel dengan Static Mixing Reactor
Simulasi CFD
METODE
Bahan
Alat
Prosedur Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kecepatan
Analisis Laju Reaksi
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
ix
ix
ix
1
1
2
3
3
3
3
3
4
5
6
6
6
7
15
15
20
22
22
22
23
25
30
DAFTAR TABEL
1. Data Geometri Static Mixing Reactor
2. Nilai Sifat Fisik Bahan
3. Data Input Boundary Condition
7
11
12
DAFTAR GAMBAR
Blade Agitator
Persamaan Kimia Reaksi Transesterifikasi (Knothe et al 2005)
Elemen Static Mixer (Fourcade 2001)
Geometri Elemen Static Mixer Tipe Helikal (Wageningen 2005)
Static Mixing Reactor (Sulastri Panggabean 2011)
Tampilan Wireframe Isometri SMR (a) dan Tampak Depan (b)
dengan Sudut Puntiran 180°
7. Tampilan Isometri Elemen Static Mixer dengan Sudut Puntiran 180°
8. Tampilan Hasil Mesh SMR dengan Sudut Puntiran 180°
9. Tampilan Pengaturan Viscous Model
10. Tampilan Pengaturan Species Model dan Reaksi
11. Tampilan Pengaturan Zona Batas Inlet
12. Tampilan Pengaturan Run Calculation
13. Contoh Tampilan Wireframe Reaktor dan Static Mixer
14. Diagram Alir Penelitian
15. Grafik Hubungan Kecepatan - Jarak Aliran Di Dalam SMR
16. Grafik Kecepatan Pada Jarak 0.1895 m
17. Grafik Kecepatan Pada Jarak 0.2805 m
18. Kontur Kecepatan Pada Sumbu-x Sudut Puntiran 120°
19. Kontur Kecepatan Pada Sumbu-x Sudut Puntiran 180°
20. Kontur Kecepatan Pada Sumbu-x Sudut Puntiran 240°
21. Plot Vektor Kecepatan
22. Kontur Laju Reaksi Sudut Puntiran 120°
23. Kontur Laju Reaksi Sudut Puntiran 180°
24. Kontur Laju Reaksi Sudut Puntiran 240°
25. Kontur Viskositas Molekular (kg m-1 s-1) Sudut Puntiran 120° (a),
180° (b) dan 240° (c)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
1
3
4
5
7
8
8
9
10
10
12
13
13
14
15
16
16
17
17
18
19
20
20
21
21
DAFTAR LAMPIRAN
1. Tampilan Geometri Model Reaktor , Elemen Static Mixer , dan Mesh
2. Tampilan Streamline Kecepatan Reaktor dengan Berbagai Sudut Puntiran
Elemen Static Mixer
3. Grafik Kecepatan Di Dalam Static Mixing Reactor
4. Perhitungan
25
26
27
28
DAFTAR SINGKATAN
C
D AB
d
K
mf
n
T
t
Qpompa
RA
Re
: konduktivitas panas (W m°-1 C-1)
: difusivitas massa (m2 s-1)
: diameter saluran (m)
: konstanta Boltzman (1.38x10-23 J K-1)
: fraksi mol
: mol
: suhu (Kelvin)
: waktu (detik)
: debit pompa (m3 detik-1)
: jari-jari partikel yang berdifusi (nm)
: bilangan Reynold
DAFTAR SIMBOL
ϑ
ρ
µ
ṁ
µB
V
: viskositas kinematis (m2 detik-1)
: densitas (kg m-3)
: viskositas dinamis (kg m-1 detik-1)
: laju aliran massa (kg detik-1)
: viskositas partikel yang terdifusi (kg m-1 detik-1)
: kecepatan aliran (m s-1)
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Biodiesel merupakan salah satu contoh bentuk energi terbarukan untuk
pengganti bahan bakar diesel yang ramah lingkungan. Biodiesel berasal dari
reaksi senyawa trigliserida (minyak nabati atau lemak hewani) dengan senyawa
alkohol dan menghasilkan metil ester (biodiesel) dan gliserol. Di Indonesia salah
satu jenis minyak nabati yang memiliki potensi untuk dijadikan bahan baku
biodiesel adalah minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO). Hal ini
didukung dengan ketersediaan lahan dan iklim yang cocok untuk budi daya kelapa
sawit, tanaman penghasil minyak kelapa sawit.
Transesterifikasi untuk menghasilkan biodiesel dapat dilakukan dengan
metode katalitik dan non-katalitik, bergantung pada skala produksi yang akan
dicapai. Metode katalitik menggunakan penambahan zat katalis dalam reaksi
transesterifikasi untuk menurunkan energi aktivasi. Katalis dapat bersifat basa,
asam dan enzim (katalis alamiah). Metode non-katalitik berbeda dengan metode
sebelumnya karena tidak ada penambahan katalis dalam reaksi namun,
memerlukan suhu dan/atau tekanan tinggi. Akan tetapi penggunaan katalis pada
transesterifikasi memiliki dampak negatif seperti timbulnya penyabunan
(saponifikasi), perlu proses pemurnian, dan harganya yang relatif mahal sehingga
jumlah penggunaannya perlu dikurangi.
Jumlah penggunaan katalis dapat dikurangi dengan cara memaksimalkan
terjadinya tumbukan antar reaktan pada saat pencampuran, yaitu dengan
pengadukan yang tinggi. Jenis pengaduk yang digunakan dalam proses
transesterifikasi adalah blade agigator dalam CSTR (continuous stirrer tank
reactor) seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Alamsyah (2010).
Mekanisme pengadukan blade agitator dilakukan secara vertikal oleh sepasang
atau lebih impeler (blade) yang digerakkan oleh motor. Aliran di dalam CSTR
akan searah dengan pergerakan sudu impeler yang radial dan tangensial. Untuk
menghasilkan pengadukan yang tinggi diperlukan putaran tinggi namun, putaran
tinggi mengakibatkan vortex (pusaran) dapat mencapai impeler, seperti pada
Gambar 1.
Gambar 1 Blade Agitator
Pusaran yang kuat berdampak pada tidak tercapainya pencampuran yang
homogen karena hanya bagian terdekat impeler saja yang mengalami pengadukan
2
sedangkan bagian terjauh dari impeler cenderung diam. Selain itu, daya yang
diperlukan juga semakin besar untuk menggerakkan impeler. Menurut Livenspiel
(1972) dalam Panggabean (2011) kelemahan blade agitator dengan putaran tinggi
lebih cepat mengalami kerusakan pada batang pengaduk akibat adanya gaya
gesekan yang timbul dari tahanan fluida.
Berdasarkan kelemahan pengaduk blade agitator tersebut oleh Panggabean
(2011) diganti dengan menggunakan static mixer berbentuk helikal. Static mixer
merupakan elemen penghalang di dalam pipa dan tidak digerakkan oleh motor
namun dapat menimbulkan pengadukan dengan memanfaatkan energi dari aliran
fluida yang melewatinya (Kandhai et al 1999). Elemen static mixer tipe helikal
pertama kali dibuat oleh Kenics yang tersusun dari beberapa plat dan tiap plat
dipuntir dengan sudut 180° serta dirangkaikan saling tegak lurus atau searah dan
berlawan arah jarum jam menyerupai heliks (Wageningen 2005). Proses reaksi
dalam static mixer memanfaatkan tumbukan antar partikel senyawa yang bereaksi
akibat pergerakan aliran di dalam reaktor. Semakin besar tumbukan yang terjadi
dalam reaktor maka reaksi antar partikel juga akan semakin besar, karena kontak
antar bidang permukaan partikel akan semakin sering (Panggabean 2011). Hasil
penelitian Alamsyah (2010) dan Panggabean (2011) menunjukkan bahwa laju
reaksi biodiesel menggunakan SMR lebih cepat dibandingkan dengan CSTR
untuk menghasilkan biodiesel dengan kandungan minimum 96.5%, karena nilai
Ea dan banyaknya tumbukan dari SMR (71.83 kJ mol-1, 1.95 x 108 menit -1) lebih
besar dari CSTR (10.49 J mol-1, 2.29 menit -1). Hal ini dapat dinyatakan bahwa
desain pengaduk juga merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan
terjadinya reaksi pembentukan biodiesel. Untuk itu diperlukan penelitian lebih
lanjut mengenai karakteristik aliran yang terjadi di dalam SMR. Pada penelitian
ini juga akan melihat pengaruh dari besar sudut puntiran terhadap aliran yang
terjadi.
Karakteristik aliran fluida di dalam SMR dapat dilakukan dengan beberapa
pendekatan, salah satunya dengan metode CFD (Computational Fluid Dynamics).
Metode CFD merupakan analisis yang menggabungkan pendekatan secara teori
dan eksperimen. Keuntungan metode ini adalah lebih praktis penggunaannya,
hasil lebih cepat didapat, dan dapat mengurangi resiko yang terjadi pada metode
eksperimen (Anderson 1995). Metode CFD sekarang ini sudah tersedia di
beberapa perangkat lunak sehingga pengguna dapat memilih untuk melakukan
perhitungan sesuai kebutuhan dengan memasukkan beberapa data yang dimiliki.
Perumusan Masalah
Reaksi transesterifikasi dipengaruhi oleh pengadukan agar terjadi reaksi
antara minyak dan metanol. Pengadukan dengan static mixer diketahui dapat
meningkatkan produksi biodiesel dan menurunkan jumlah penggunaan katalis.
Penelitian mengenai aliran fluida di dalam SMR dengan metode CFD digunakan
untuk mendapatkan karakteristik aliran fluida (trigliserida dan metanol) dan reaksi
yang terjadi di dalam SMR menggunakan model persamaan yang terdapat pada
perangkat lunak (Fluent). Analisis aliran juga dilihat dari adanya perbedaan besar
sudut puntiran elemen static mixer.
3
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji pola pencampuran reaktan di
dalam static mixing reactor dan kaitannya dengan laju reaksi pembentukan
biodiesel.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah salah satu metode untuk mendapatkan
karakteristik aliran dan reaksi trigliserida dan metanol di dalam SMR melalui
perbandingan hasil simulasi sehingga memberikan gambaran mengenai rancangan
static mixer yang optimal untuk meningkatkan produksi biodiesel.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dari penelitian ini adalah melakukan simulasi aliran yang
terjadi pada reaktor biodiesel (SMR) dengan tiga jenis sudut puntiran (180°, 120°
dan 240°), menganalisis pola aliran (kecepatan aliran), kontur laju reaksi dan
viskositas molekular sebagai parameter reaksi pembentukan biodiesel.
TINJAUAN PUSTAKA
Proses Produksi Biodiesel
Biodiesel merupakan salah satu bahan pengganti minyak diesel yang berasal
dari minyak nabati atau lemak hewani melalui reaksi kimia. Komponen utama
dari minyak nabati atau lemak hewani tersebut adalah triasilgliserol (TAG) atau
trigliserida (TG). Trigliserida merupakan senyawa ester yang tersusun dari fatty
acids (FA) dan gliserol. Reaksi kimia minyak dengan metanol atau jenis senyawa
alkohol lain akan menghasilkan fatty acid methyl esters (FAME) dan gliserol,
reaksi kimia tersebut lebih dikenal dengan transesterifikasi (Knothe et al. 2005).
Proses reaksi dapat dilakukan dengan menggunakan katalis dan tanpa katalis
(non-katalis). Katalis yang digunakan dapat bersifat asam (H2SO4) dan basa
(NaOH, KOH), juga dapat berupa katalis alami atau enzim. Menurut Ma dan
Hanna (2008), reaksi transesterifikasi bertujuan untuk mengurangi viskositas
trigliserida agar menyerupai viskositas minyak diesel.
Gambar 2 Persamaan Kimia Reaksi Transesterifikasi (Knothe et al 2005)
4
Gambar 2 menunjukkan reaksi kimia yang terjadi pada reaksi
transesterifikasi, untuk R1, R2, dan R3 adalah rantai panjang hidrokarbon atau
yang biasa disebut rantai asam lemak (Knothe et al 2005). Reaksi tersebut terbagi
menjadi tiga tahapan, yaitu sebagai berikut:
Trigliserida (TG) + CH3OH
Digliserida (DG) + CH3OH
Monogliserida (MG) + CH3OH
Digliserida (DG) + CH3COOR1
Monogliserida (MG) + CH3COOR2
Gliserida (GL) + CH3COOR3
Proses pembuatan biodiesel dengan katalis diawali dengan pencampuran
atau reaksi transesterifikasi, pemisahan gliserol yang merupakan produk samping,
dan pemurnian metil ester atau FAME dari katalis (Arumugam et al 2009).
Produksi biodiesel dengan katalis mempunyai kelebihan yaitu reaksi dapat
berjalan lebih cepat pada temperatur reaksi rendah, sedangkan kekurangannya
adalah diperlukannya proses yang panjang untuk memurnikan produk karena
harus dilakukan pencucian berulang (Thompson dan He 2007, Arumugam et al
2009, Alamsyah 2010, Panggabean 2011). Selain itu, menurut Arumugam et al
(2009) pengadukan yang kuat diperlukan pada saat reaksi karena sifat metanol
dalam minyak yang sulit bercampur pada kondisi biasa atau bersifat imisibel.
Selain itu, harga katalis yang relatif mahal mengakibatkan biaya produksi
biodiesel secara katalitik menjadi mahal.
Produksi Biodiesel dengan Static Mixing Reactor
Pengadukan merupakan proses penting dalam pembuatan biodiesel agar
reaktan dapat bercampur, bertumbukan dan bereaksi. Hal ini diakibatkan oleh sifat
trigliserida dan metanol yang imisibel. Konsep pengadukan static mixer pada
SMR dapat mengintensifkan proses fisik dan kimia dan menciptakan aliran
turbulens untuk meningkatkan efektifitas pencampuran. Mekanisme pencampuran
fluida yang dihasilkan dengan static mixer terdiri atas :
1) splitting (pembagian),
2) stretching (peregangan)
3) reordering (pembalikan)
4) recombine (pencampuran) (Kandhai et al 1999).
Gambar 3 Elemen Static Mixer (Fourcade 2001)
5
Gambar 4 Geometri Elemen Static Mixer Tipe Helikal (Wageningen 2005)
Jumlah lapisan yang terbentuk akan setara dengan 2n (n adalah jumlah
elemen), jika terdapat 6 elemen maka akan terbentuk sebanyak 32 lapisan (Chen
1973 dalam Godfrey 1992). Pembagian lapisan inilah yang menyebabkan
pengadukan static mixer bisa meningkatkan homogenitas dan mencegah
sedimentasi. Mekanisme pengadukan static mixer juga menghasilkan getaran yang
minimal (motionless mixer) (Oldshue 1983 dalam Alamsyah 2010).
Penelitian Thompson dan He (2007) menyebutkan bahwa static mixer dapat
digunakan untuk produksi biodiesel dari minyak kedelai secara kontinu dengan
suhu 60°C dan katalis 1.5% (b/b) selama 30 menit. Sedangkan Panggabean (2011)
menggunakan static mixer untuk produksi biodiesel dari minyak sawit dengan
suhu 60°C dan jumlah katalis dapat diturunkan menjadi 0.5% (b/b).
Simulasi CFD
Metode Computational Fluid Dynamics (CFD) adalah ilmu yang
mempelajari cara memprediksi aliran fluida, perpindahan panas dan massa,
perpindahan massa, reaksi kimia, dan fenomena yang terjadi pada fluida lainnya
dengan menyelesaikan persamaan-persamaan matematika (model matematika)
(Tuakia 2008). Simulasi dilakukan untuk menyelesaikan model-model
matematika dari suatu proses yang dapat menggambarkan kejadian sebenarnya
dengan menggunakan alat (komputer).
Menurut Versteeg dan Malalasekera (1995) terdapat tiga tahapan yang harus
dilakukan di dalam metode CFD, yaitu :
A. Pra-pemprosesan (Preprocessing)
Tahapan ini merupakan langkah pertama dalam melakukan simulasi CFD.
Langkah-langkah yang harus dilakukan, yaitu :
1. Pembuatan geometri, baik dua dimensi atau tiga dimensi.
2. Pembuatan grid/mesh dari bentuk geometri yang sudah dibuat. Grid
merupakan bagian-bagian kecil dari bentuk geometri yang menentukan
solusi dan berpengaruhi terhadap tingkat keakuratan hasil CFD. Jumlah grid
lebih banyak maka keakuratan hasil komputasi semakin tinggi.
3. Pendefinisian fenomena-fenomena yang dibutuhkan dalam pemodelan.
4. Pendefinisian karakteristik fluida.
5. Pendefinisian kondisi batas (boundary condition) dari bentuk geometri yang
sudah dibuat.
6
B. Pencarian solusi (Solving)
Pada tahap ini dilakukan perhitungan mengenai kondisi-kondisi yang
telah diterapkan pada tahap pra-pemprosesan guna mendapatkan solusi. Solusi
teknik numerik untuk mencari solusi di dalam CFD terdiri atas beberapa
metode, yaitu difference, finite element dan spectral method (Tuakia 2008).
C. Pascapemprosesan (Postprocessing)
Tahapan akhir dari proses simulasi CFD adalah pasca pemrosesan yang
menyajikan hasil dari simulasi CFD dengan visualisasi warna untuk
memudahkan dalam menganalisis. Tampilan hasil yang didapat meliputi :
1. Hasil geometri dan grid yang terbentuk.
2. Plot berdasarkan vektor.
3. Plot berdasarkan kontur.
4. Plot berdasarkan permukaan (2D atau 3D).
Pemilihan jenis perangkat lunak untuk melakukan simulasi CFD dengan
Gambit-Fluent (Ansys) didasari oleh beberapa kemudahaan dari program tersebut,
yaitu cukup mudah digunakan, proses meshing yang efisien, memiliki beberapa
pilihan solver, dan penyajian hasil atau visualisasi mudah dimengerti (Tuakia
2008).
METODE
Waktu dan tempat
Kegiatan penelitian dilaksanakaan mulai bulan Februari 2013 sampai
dengan Juli 2013 dan bertempat di Laboratorium Pindah Panas dan Massa,
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.
Bahan
Bahan yang diperlukan berupa data-data fisik dan kimia dari senyawa
trigliserida (minyak kelapa sawit), metanol, fatty acid methyl ester (biodiesel), dan
gliserol sebagai data input simulasi.
Alat
1. - Perangkat lunak
a. Proses pembuatan gambar dan meshing : Gambit 2.4.6
b. Proses simulasi dan analisis CFD : ANSYS 12.1 : Fluent
c. Penunjang analisis data hasil simulasi : Ms. office & Ms. excel 2007
- Perangkat keras
a. notebook : ASUS A43S
2. Prototipe Static mixing reactor (SMR) dengan sudut puntiran elemen static
mixer sebesar 180° (Pangabean 2011) sebagai acuan ukuran dan jumlah elemen
dalam pembuatan reaktor dan elemen static mixer (Tabel 1). Elemen static
mixer juga dibuat dengan sudut 120° dan 240° sebagai skenario penelitian.
3. Alat penunjang pengukuran
7
Static Mixer
Reactor
Gambar 5 Static Mixing Reactor (Panggabean 2011)
Tabel 1 Data Geometri Static Mixing Reactor
Dimensi Reaktor
Panjang total reaktor
Diameter Reaktor
Diameter sal. masuk
Diameter sal. keluar
Dimensi elemen Static Mixer
dstatic mixer
Panjang 1 elemen
Tebal
Jumlah Elemen
Sudut puntiran
470 mm
40 mm
12.7 mm
12.7 mm
38.5 mm
45.5 mm
3.5 mm
6 buah
180°
Prosedur Penelitian
Kegiatan penelitian ini terdiri atas 4 tahapan, yaitu pengukuran dan
perhitungan, pra-pemprosesan, penyajian data, dan analisis data.
A. Pengukuran dan Perhitungan
Pengukuran yang dilakukan meliputi pengukuran dimensi elemen static
mixer dan reaktor. Perhitungan digunakan untuk mendapatkan nilai-nilai yang
dimasukkan pada simulasi. Proses perhitungan diperoleh dari persamaan di bawah
ini :
1. Menghitung fraksi mol reaktan (Panggabean 2011)
mf1 =
n1
ntot
n2
(1)
mf2 =
(2)
ntot
2. Menghitung nilai viskositas dinamis, viskositas kinematis dan densitas
campuran (Panggabean 2011)
8
ϑcampuran = mf1.ϑ1 + mf2.ϑ2
ρcampuran = mf1.ρ1 + mf2.ρ2
µ campuran = mf1.µ 1 + mf2.µ 2
(3)
(4)
(5)
3. Menghitung laju massa aliran
ṁ = ρcampuran .Qpompa
(6)
Ccampuran = mf1.C1 + mf2.C2
(7)
4. Konduktivitas panas
5. Menghitung diffusivitas massa, persamaan Stoke-Einstein
D
AB
=
KT
6πRAµ B
(8)
6. Menghitung bilangan Reynold aliran
Re =
Vd
ϑ
(9)
B. Tahapan Pra-pemprosesan
1. Pembuatan model geometri 3 dimensi elemen static mixer dan reaktor sesuai
dimensi prototipe SMR dan pembuatan elemen static mixer untuk skenario
sudut puntiran 120° dan 240° dengan diameter (D), lebar (L) dan tebal (t),
serta jumlah elemen mixer sama. Skenario dengan perbedaan besar sudut
puntiran tersebut dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh dari bentuk
static mixer pada aliran dan proses transesterifikasi.
(a)
(b)
Gambar 6 Tampilan Wireframe Isometri SMR (a) dan Tampak Depan (b)
dengan Sudut Puntiran 180°
Gambar 7 Tampilan Isometri Elemen Static Mixer dengan Sudut Puntiran 180°
9
2. Pembuatan mesh model, jenis mesh harus dapat memenuhi kriteria baik
sehingga konvergensi proses simulasi lebih cepat tercapai. Kriteria yang
digunakan adalah nilai skewness ≤ 0.9 (Tuakia 2008). Bentuk mesh yang
digunakan adalah tetrahedral.
Gambar 8 Tampilan Hasil Mesh SMR dengan Sudut Puntiran 180°
C. Tahapan Pencarian Solusi
Sebelum dapat melakukan simulasi, ada beberapa asumsi-asumsi yang harus
didefinisikan terlebih dahulu sebagai batasan proses. Asumsi yang digunakan
sebagai berikut :
1. Sistem pada reaktor static mixer dalam keadaan tertutup. Aliran masuk
melalui inlet dan keluar melalui outlet.
2. Aliran yang terjadi transien. Aliran berubah menurut waktu, baik kecepatan
dan sifat alirannya. Untuk simulasi diambil data aliran pada saat 1 detik.
3. Temperatur di dalam reaktor seragam, yaitu 60°C = 333 K. Temperatur
60°C merupakan temperatur optimal sesuai penelitian Panggabean (2011).
4. Reaksi katalis tidak dihitung karena jumlahnya akan tetap sama (katalis
dapat diregenerasi).
1) General Setting
Proses pengaturan dimulai dengan memasukan mesh model kemudian
penskalaan mesh model, mengatur tipe solver pressure-based, pemilihan waktu
secara transien untuk melihat perubahan tiap waktu yang diinginkan, kecepatan
solver absolute, dan nilai gravitasi.
2) Pemilihan Model
Pengaturan model viscous dapat dilihat pada Gambar 9. Pengaturan
model memiliki beberapa jenis, bergantung pada proses atau aliran. Model
viscous yang dipilih adalah k-epsilon standar dan standard wall functions. Nilai
beberapa konstanta mengikuti nilai yang sudah tersedia (nilai default). Model
k-epsilon cukup stabil, cukup ekonomis, akurasi cukup memadai untuk
digunakan pada nilai Reynold tinggi, dan model ini banyak digunakan untuk
simulasi yang barkaitan dengan aliran turbulen (Tuakia 2008). Nilai Re aliran
3003.
Simulasi aliran dengan reaksi kimia menurut Tuakia (2008) dapat
dimodelkan pada Fluent dengan reaksi volumetrik (volumetric reaction-Species
transport). Pada model ini juga dipilih finite-rate/eddy-dissipation untuk
interaksi kimia-turbulen dengan faktor turbulen diperhitungkan, lihat Gambar
10
10. Pada pilihan mixture-template dilakukan pengaturan reaksi dengan
memasukan persamaan kimia reaksi transesterifikasi.
Gambar 9 Tampilan Pengaturan Viscous Model
Gambar 10 Tampilan Pengaturan Species Model dan Reaksi
11
3) Penambahan Material
Sifat bahan didapatkan melalui database Fluent (metanol dan gliserol)
dan masukkan secara manual dari literatur (minyak sawit/trigliserida dan
FAME). Komponen fatty acid dari trigliserida adalah asam palmitat yang
merupakan kandungan terbesar dari minyak kelapa sawit, yaitu sekitar 44%
(b/b) (Darnoko dan Cheryan 2000). Pada menu masukkan material diperlukan
data difusivitas massa. Difusivitas massa didapatkan dari persamaan (8) dengan
nilai jari-jari partikel yang berdifusi (Rmetanol) adalah 2 nm. Nilai tersebut
merupakan nilai jari-jari partikel oksigen yang memiliki massa relatif sama
dengan metanol. Data sifat fisik dimasukkan pada pilihan mixture-template.
Data sifat fisik bahan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Nilai Sifat Fisik Bahan
Sifat Fisik Bahan (25°C)
Berat molekul
Rumus molekul
Densitas
Viskositas dinamis
Viskositas kinematis
Kapasitas panas
Konduktivitas
Sumber :
1
2
Minyak
Sawit1
806
C51H95O6
887.5
0.07719
8.7 x 10-5
1.861
0.7121
FAME2
Satuan
270
C17H33O2
880
0.0066
7.5 x 10-6
-
g mol-1
kg m-3
kg m-1 s-1
m2 s-1
kJ kg-1 C-1
W m-1 C-1
Chempro Database (2013)
European Biofuels Tech. Platform (2011)
4) Pengaturan Cell Zone Conditions
Zona dalam reaktor terbagi atas dua bagian, yaitu zona fluida (mixing
zone) dan zona padatan (mixer). Proses perhitungan hanya pada zona fluida.
5) Pengaturan Boundary Conditions
Zona pada boundary meliputi inlet, outlet, interior, dan wall. Simulasi
menggunakan mass flow-inlet dan pressure-outlet (Gambar 11). Kondisi batas
pressure-outlet ini dipakai dengan tujuan agar kondisi di outlet dapat
ditentukan, terutama untuk rasio akhir reaksi. Data yang diperlukan antara lain
laju aliran massa, temperatur reaksi, dan fraksi mol dapat dilihat pada tabel,
sedangkan nilai tekanan gauge untuk inlet dan outlet adalah 0 pascal.
12
Gambar 11 Tampilan Pengaturan Zona Batas Inlet
Tabel 3 Data Input Boundary Condition
Nilai
Unit
Laju massa (Inlet)
0.541
kg detik-1
nminyak
0.25
0.75
nmetanol
Energi kinetika turbulen
1
m2 s-2
Laju dispasial turbulen
1
m2 s-3
6) Pengaturan Solution Methods dan Solution Controls
Pengaturan metode solusi merupakan proses interpolasi perhitungan
pada titik-titik simpul mesh untuk mendapatkan nilai yang kontinu. Skema
interpolasi yang digunakan adalah first-order upwind scheme. Skema ini
adalah yang paling ringan dan cepat mencapai konvergen. Parameter kontrol
solusi berikutnya adalah pressure-velocity coupling untuk menghitung
kontinuitas massa. Pengaturan parameter kontrol solusi adalah faktor underrelaxation untuk menstabilkan proses iterasi.
7) Pengaturan Initialization
Proses inisialisasi (tebakan awal) dihitung dari semua kondisi batas
(all zones) dengan nilai awal sesuai dengan nilai yang dimasukan pada
kondisi batas tersebut.
8) Pengaturan Calculation Activities
Pengaturan perhitungan meliputi penentuan kriteria konvergensi dan
banyaknya iterasi yang akan dilakukan. Kriteria konvergensi menggunakan
nilai 0.001 untuk semua persamaan dan 10-6 pada persamaan energi. Kriteria
konvergensi adalah perbedaan antara tebakan awal dan hasil akhir hasil
iterasi. Iterasi dilakukan sebanyak sepuluh kali untuk data 1 menit.
13
9) Run Calculation
Perhitungan semua persamaan dari model yang sudah ditentukan dan
berhenti sesuai waktu iterasi seperti pada Gambar 12.
Gambar 12 Tampilan Pengaturan Run Calculation
Gambar 13 Contoh Tampilan Wireframe Reaktor dan Static Mixer
Pengambilan Data
Inlet
0.03 m
0.07 m
0.0985 m
0.1895 m
0.2805 m
0.4 m
0.45 m
Outlet
D. Tahapan Penyajian Data
Tampilan hasil yang didapat meliputi :
1. Hasil geometri dan grid yang terbentuk
2. Plot grafik xy kecepatan di beberapa titik sampel
3. Plot kontur kecepatan, viskositas molekular, dan laju reaksi
Garis
E. Analisis Data
Hasil simulasi dalam bentuk plot kontur kecepatan, plot vektor kecepatan,
dan streamline kecepatan dianalisis untuk mendapatkan pola aliran dan distribusi
kecepatan di dalam reaktor. Plot berdasarkan kontur laju reaksi dan viskositas
molekular dianalisis dan dibandingkan dengan data hasil perhitungan, khususnya
nilai viskositas. Streamline kecepatan merupakan garis-garis yang menunjukkan
nilai distribusi kecepatan sebagai nilai pelengkap dari nilai kecepatan yang tidak
dapat ditunjukkan oleh kontur kecepatan. Garis-garis tersebut dapat dianimasikan
sehingga dapat dilihat pergerakkan dari partikel saat melewati reaktor.
14
Secara keseluruhan tahapan penelitian dapat dilihat pada diagram alir penelitian di Gambar 14.
Mulai
Pengukuran dimensi reaktor dan static mixer
Pembuatan model geometri reaktor dan static mixer berdasarkan ukuran
protipe SMR (Sulastri Panggabean 2011) dan elemen static mixer dengan
sudut puntiran 120° dan 240°.
Pembuatan mesh/grid dari model geometri.
Pendefinisian bidang boundary condition pada model geometri
Pengecekan mesh
Mesh baik
(skewness≤
0.9)?
Tidak
Ya
Penentuan model solver
Proses iterasi
Ya
Iterasi
eror ?
Tidak
Plot data hasil simulasi
Analisis data hasil simulasi
Selesai
Gambar 14 Diagram Alir Penelitian
15
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kecepatan
Pola pencampuran reaktan dapat dikaji dari pola aliran yang terjadi ketika
reaktan melalui elemen pengaduk. Salah satu parameter yang dapat menjelaskan
pola suatu aliran adalah dengan melihat kecepatan aliran. Adanya kecepatan dapat
meningkatkan terjadinya interaksi antar partikel. Pada penelitian ini didapatkan
hasil simulasi kecepatan di dalam static mixing reactor pada saat t=1 detik dalam
bentuk grafik. Grafik kecepatan pada Gambar 15 merupakan hasil rataan kontur
kecepatan di bidang sampel di sepanjang sumbu-z (panjang reaktor) dengan jarak
0.03 m, 0.07 m, 0.0985 m, 0.1895 m, 0.2805 m, 0.4 m dan 0.45 m dari inlet untuk
semua reaktor (sudut puntiran 120°, 180° dan 240°).
6
Outlet
Inlet
Kecepatan (m s-1)
5
4
Ket :
3
120
180
2
240
1
0
0,0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
Sumbu-z (m)
Gambar 15 Grafik Kecepatan Di Dalam SMR
Gambar 15 menunjukkan bahwa sebaran kecepatan ketiga reaktor memiliki
pola yang sama. Kecepatan aliran sebelum mengenai elemen static mixer lebih
besar mencapai 5 m s-1, kemudian mengalami penurunan hingga di bawah 1 m s-1 .
Hal ini dapat menjadi salah satu indikator terjadi mekanisme pengadukan. Bentuk
dari elemen static mixer yang dipuntir dan dirangkai menyerupai heliks dapat
menggerakan aliran ke berbagai arah dengan nilai kecepatan tertentu. Gerak aliran
tersebut menyebabkan partikel-partikel reaktan dapat saling bertumbukan dan
bereaksi. Tumbukan antar partikel yang memiliki arah vektor berbeda akan
menghasilkan resultan yang lebih rendah dan penurunan kecepatan. Selanjutnya
kecepatan aliran meningkat kembali ketika melalui outlet. Saluran outlet memiliki
diameter lebih kecil sehingga aliran terdorong keluar melalui lubang lebih kecil
dan menghasilkan kecepatan yang lebih tinggi. Dari ketiga grafik, reaktor dengan
16
sudut puntiran elemen 240° memiliki rataan kecepatan yang lebih besar
dibandingkan 180° dan 120°. Sudut puntiran yang semakin besar membentuk
lengkungan yang lebih banyak sehingga pada mekanisme pembalikan, aliran juga
mendapatkan gaya dorong lebih besar.
Berdasarkan grafik pada Gambar 15 perbedaan kecepatan aliran terjadi
ketika aliran melewati elemen static mixer, yaitu pada jarak 0.1895 m dan 0.2805
m dari inlet. Secara detail profil kecepatan aliran pada sumbu-x (diameter reaktor)
dapat dilihat pada Gambar 16 dan 17.
Kecepatan (m s-1)
0,2
0,16
Ket :
0,12
120
0,08
180
0,04
240
0
-0,02
-0,01
0
0,01
0,02
Sumbu-x (m)
Gambar 16 Grafik Kecepatan Pada Jarak 0.1895 m
Kecepatan (ms-1)
0,2
0,16
Ket :
0,12
120
0,08
180
0,04
240
0
-0,02
-0,01
0
0,01
0,02
Sumbu-x (m)
Gambar 17 Grafik Kecepatan Pada Jarak 0.2805 m
Kedua grafik menunjukkan perbedaan kecepatan yang terjadi di dalam
masing-masing reaktor. Kecepatan aliran tertinggi terjadi pada bagian tengah
reaktor dan terendah pada bagian terdekat dengan dinding. Aliran yang mengenai
dinding akan bergesekan yang mengurangi kecepatan aliran. Namun, kecepatan
aliran dengan sudut puntiran 240° lebih tinggi disebabkan bentuk lengkungan
elemen pengaduk yang dapat memberikan gaya pembalikan terhadap aliran.
Grafik kecepatan aliran dengan sudut puntiran 120° cenderung lebih datar dan
17
rendah karena aliran melewati elemen pengaduk tanpa mendapat mekanisme
pencampuran, terutama pembalikan. Tumbukan yang terjadi juga menjadi lebih
sedikit.
Gambar 18 Kontur Kecepatan Pada Sumbu-x Sudut Puntiran 120°
Gambar 19 Kontur Kecepatan Pada Sumbu-x Sudut Puntiran 180°
18
Bentuk elemen static mixer juga menyebabkan distribusi kecepatan di dalam
reaktor menjadi berbeda. Pada kontur kecepatan aliran di dalam reaktor dengan
sudut puntiran elemen 120° (Gambar 18) terlihat kecepatan aliran sebelum
mengenai static mixer sama dengan pola aliran yang terjadi pada reaktor dengan
sudut puntiran static mixer 180°. Namun, ketika melewati elemen pengaduk aliran
tidak mengalami mekanisme pembagian dan pembalikan yang sempurna
akibatnya kecepatan aliran menjadi lebih kecil dengan selang 0 sampai dengan
0.6231 m s-1 . Bentuk puntiran 120° memiliki belokan yang landai atau sedikit
mengakibatkan mekanisme pembalikan lebih kecil dibandingkan sudut puntiran
180°, ditambah lagi dengan panjang lintasan (panjang reaktor) yang sama maka
aliran menjadi berkurang kecepatannya.
Gambar 19 merupakan kontur kecepatan aliran di dalam reaktor dengan
sudut puntiran elemen 180°. Pada gambar terlihat kecepatan aliran mengalami
penurunan dari selang 4.985 - 5.608 m s-1 menjadi 0 - 0.6231 m s-1. Selain
mengalami reaksi, hal ini juga terjadi akibat adanya hambatan berupa mekanisme
pembagian kecepatan dari elemen static mixer. Rangkaian elemen yang saling
tegak lurus dapat membagi aliran menjadi hampir sama, dilihat dari sebaran warna
kontur pada gambar bidang kontur. Kecepatan yang rendah berpengaruh pada
reaksi yang kemungkinan tidak berlangsung dengan baik karena frekuensi
tumbukan menjadi rendah.
Gambar 20 Kontur Kecepatan Pada Sumbu-x Sudut Puntiran 240°
Selanjutnya pada Gambar 20 menunjukkan pola kecepatan yang terjadi pada
sudut puntiran 240°. Pola kecepatan awal aliran sebelum melewati static mixer
juga sama dengan kedua sudut puntiran sebelumnya, yaitu lebih tinggi dengan
selang 4.985-5.608 m s-1. Namun, saat melewati static mixer dengan sudut
puntiran 240° kecepatan yang terjadi lebih tinggi dan seragam dibandingkan sudut
puntiran 120° dan 180°, terlihat dari banyaknya kontur dengan selang 0.6231
sampai dengan 1.246 m s-1 dibagian sisi elemen static mixer. Hal ini terjadi karena
19
dengan sudut puntiran elemen 240° memiliki lengkungan lebih banyak sehingga
aliran mendapat pembalikan lebih banyak dan kecepatan aliran dapat
dipertahankan tinggi dan seragam.
Gambar 21 Plot Vektor Kecepatan
Berdasarkan plot vektor kecepatan (Gambar 21) dapat dilihat arah aliran
minyak dan metanol dari inlet mengalir menuju ke dalam reaktor dengan
kecepatan tinggi, terlihat dari warna kontur merah di bagian inlet dengan
kecepatan aliran dibagian tengah aliran lebih tinggi dibandingkan bagian lain
reaktor. Hal ini sesuai dengan sifat fluida ketika melewati saluran tertutup pada
bagian tengah saluran aliran tidak mengalami kontak dengan dinding saluran.
Kontak aliran dengan dinding akan menjadi gaya gesekan dan akan mengurangi
kecepatan aliran. Ketika aliran fluida mengenai elemen static mixer maka aliran
akan menyebar dan mengalami aliran balik (backflow) di beberapa titik, terlihat
dari arah garis-garis panah pada Gambar 21.
Secara keseluruhan kecepatan aliran yang masuk dari inlet akan lebih besar
dibandingkan ketika aliran melewati elemen static mixer. Perubahan kecepatan
aliran tersebut dipengaruhi oleh perubahan luas penampang inlet yang membesar
secara tiba-tiba. Bentuk elemen static mixer yang berupa heliks di dalam pipa
reaktor menyebabkan aliran mengalami tumbukan sehingga kecepatan aliran pun
berkurang. Hal ini sesuai jika dikaitkan dengan mekanisme pengadukan static
mixer yang bertujuan agar aliran fluida yang melewati elemen statik mixer
mengalami pembagian, pembelokan, dan pembalikan agar reaksi terjadi. Bentuk
helikal elemen static mixer yang semakin besar dapat membagi aliran dan
kecepatan aliran menjadi seragam. Kecepatan aliran yang lebih seragam
dihasilkan oleh sudut puntiran 240° kemudian 180° dan 120°. Pola aliran yang
semakin seragam dapat menimbulkan pencampuran yang lebih baik karena aliran
20
bergerak secara merata di seluruh reaktor sehingga mekanisme pengadukan dapat
terjadi dengan lebih baik.
Analisis Laju Reaksi
Berdasarkan pola aliran yang terjadi diharapkan reaksi transesterifikasi
berlangsung lebih baik dengan meningkatnya laju reaksi. Analisis laju reaksi
pencampuran minyak dan metanol dilihat dari laju reaksi dan viskositas molekular.
1. Laju Reaksi
Parameter ini ditampilkan dalam kontur yang menunjukkan besaran kgmol
reaktan yang bereaksi per m3 dalam satuan waktu (s). Laju reaksi yang terjadi
dapat dilihat pada gambar kontur dibawah ini :
Gambar 22 Kontur Laju Reaksi Sudut Puntiran 120°
Gambar 23 Kontur Laju Reaksi Sudut Puntiran 180°
21
Gambar 24 Kontur Laju Reaksi Sudut Puntiran 240°
Kontur laju reaksi yang terjadi pada semua reaktor mengalami peningkatan
ketika melewati static mixer dan penurunan saat memasuki outlet. Hal ini terjadi
karena jumlah reaktan (minyak dan metanol) dibagian awal masih tinggi sehingga
laju reaksi masih tinggi, kemudian setelah terjadi pencampuran jumlah reaktan
yang bereaksi menjadi berkurang karena sudah dikonversi menjadi produk
(FAME dan gliserol). Perbandingan warna dari ketiga kontur laju reaksi
menunjukkan reaktor dengan sudut puntiran elemen 240° (Gambar 24) memiliki
laju reaksi yang lebih lama karena berlangsung hingga bagian outlet, sedangkan
sudut puntiran 120° (Gambar 22) laju reaksi lebih cepat menurun terutama pada
bagian outlet. Nilai laju reaksi terkecil adalah 5 x 10-20 kgmol m-3 s-1 yaitu pada
reaktor static mixer 180° di bagian inlet.
2. Viskositas Molekul
Parameter berikutnya adalah sifat bahan dari nilai viskositas molekular.
Berikut ini merupakan kontur viskositas molekul hasil untuk setiap sudut puntiran.
a
b
c
Gambar 25 Kontur Viskositas Molekular (kg m-1 s-1) Sudut Puntiran 120° (a),
180° (b) dan 240° (c)
22
Gambar 25 menunjukkan kontur viskositas molekular pada aliran di dalam
reaktor. Hasil kontur menunjukkan reaksi sudah berlangsung ketika aliran
memasuki bagian inlet karena terdapat fraksi viskositas molekular yang saling
bercampur. Berdasarkan hasil perhitungan (Persamaan 5) didapatkan nilai
viskositas campuran sebesar 0.019714 kg m-1 s-1 dan nilai tersebut belum dapat
tercapai dari hasil simulasi. Selang nilai kontur viskositas molekular hasil simulasi,
yaitu 0.019699987 sampai dengan 0.019700011 kg m-1 s-1. Hal ini menunjukkan
aliran yang melewati elemen static mixer selama satu detik belum menghasilkan
pencampuran yang sama persis dengan hasil perhitungan. Hasil perhitungan
adalah nilai viskositas campuran yang diharapkan terjadi.
Nilai viskositas molekular bergantung pada proses pencampuran karena
semakin baik pencampuran maka semakin didapatkan viskositas molekular yang
seragam. Pada Gambar 25a dan 25b terlihat viskositas molekular dengan nilai
lebih rendah (0.019699993 - 0.019699998 kg m-1 s-1) dan Gambar 25c
menunjukkan bagian dengan nilai viskositas molekular lebih tinggi yang nilainya
hampir mendekati hasil perhitungan (0.019699998 - 0.019700008 kg m-1 s-1). Hal
ini dapat dikaitkan dengan proses pencampuran pada Gambar 25c lebih baik
dengan hasil kontur yang seragam, sedangkan pada Gambar 25a dan 25b
menunjukkan kontur tidak seragam karena pencampuran yang terjadi belum
merata.
Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa kecepatan aliran yang terbentuk
bergantung pada bentuk elemen pengaduk. Kecepatan aliran mempengaruhi reaksi
yang berlangsung di dalam reaktor, yaitu terhadap laju reaksi dan viskositas
molekular karena dengan aliran yang seragam reaksi berlangsung lebih lama
dengan hasil viskositas molekular yang seragam pula.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa simulasi yang
dilakukan menunjukkan pola kecepatan aliran di dalam static mixing reactor
berpengaruh pada hasil pencampuran. Terjadi penurunan kecepatan setelah
melewati elemen static mixer dan besar sudut puntiran tiap elemen berpengaruh
terhadap keseragaman kecepatan aliran. Semakin besar sudut puntiran elemen
maka kecepatan aliran menjadi semakin seragam. Selain kecepatan aliran, pola
pencampuran di dalam reaktor terlihat pada laju reaksi dan viskositas.
Berdasarkan kecepatan aliran, laju reaksi dan viskositas didapatkan bahwa elemen
sudut puntiran 240° memiliki hasil pencampuran lebih baik dibandingkan dengan
besar sudut puntiran elemen 180° dan 120°.
Saran
Saran yang dapat diberikan adalah sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan
mengenai produksi biodiesel dalam reaktor dengan besar sudut puntiran elemen
static mixer 240° sebagai validasi hasil simulasi yang telah dilakukan.
23
DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah R. 2010. Studi Proses Mekanisme Pengadukan dengan Metode StaticMixer untuk Meningkatkan Efisiensi Transesterifikasi Minyak Sawit
Menjadi Biodiesel [disertasi]. Bogor(ID):Institut Pertanian Bogor.
Anderson JD, Jr. 1995. Computational Fluid Dynamics : The Basics with
Application. New York(US): McGraw-Hill, Inc.
Arumugam S, Cheah KY, Fornasiero P, Kemausuor F, Zinoviev S, Miertur S.
2009. Catalytic Applications in The Production of Biodiesel from
Vegetables Oils. ChemSusChem 2: 278 - 300.
Bird RB, Stewart WE, Lightfoot EN. 1960. Transport Phenomena. New
York(US): John Wiley & Sons, Inc. 513-516.
Chempro. 2013. Top-Notch Technology in Production of Oils And Fats. [diunduh
2013
Mei
16].
Tersedia
pada:
http://www.chempro.in/palmoilproperties.htm.
EBTP (European Biofuels Technology Platform). 2011. Fatty Acid Methyl Ester
(FAME)
[diunduh
2013
Apr
14].
Tersedia
pada:
http://ec.europa.eu/environment/chemicals/reach/pdf/6B%20Appendix%2
02.pdf.
Furqon. 2011. Kajian Daur Ulang Panas Pada Produksi Biodiesel Secara NonKatalitik Berdasarkan Analisis Eksergi [tesis]. Bogor(ID):Institut
Pertanian Bogor.
Godfrey JC. 1992. Static Mixer. Di dalam: N. Harnbay, M.F Edwards, A.W
Nienow, editor. Mixing In The Process Industries (Second Edition);
Inggris Butterworth-Heinemann Ltd. 225-249.
Kandhai D, Vidal DJE, Hoekstra AG, Hoefsloot H, Iedema P, Sloot PMA. 1999.
Lattice-Boltzmann And Finite Element Simulations of Fluida Flow In A
SMRX Static Mixer Reactor. Int. J. Numer. Meth. Fluid 31: 1019-1033.
Knothe G, van Gerpen J, Krahl J, editor. 2005. The Biodiesel Handbook. Illinois
(AS): AOCS Press.
Ma F, Hanna MA. 2008. Biodiesel Production: A Review1. Bioresource
Technology 70: 1-15.
Panggabean S. 2011. Analisis Kinetika Reaksi Transesterifikasi Pada Produksi
Biodiesel Secara Katalitik dengan Static Mixing Reactor [tesis]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Thompson JC, He BB. 2007. Biodiesel Production Using Static Mixer. American
Society of Agriculture and Biological Engineers (ASABE) 50(1): 161-165.
Tuakia F. 2008. Dasar-Dasar CFD Menggunakan Fluent. Bandung(ID) :Bandung
Informatika.
24
Van Wageningen WFC. 2005. Design of A Static Mixer Reactor for Copper
Recovery From Waste Streams [proefschrift]. Rotterdam(NE): Universitas
Teknik Delft.
Versteeg HK, Malalasekera W. 1995. An Introduction to Computa Fluid
Dynamics The Finite Volume Method.Wesley Longman Limited [diunduh
2013 Juli 6] . Tersedia pada : http://www.scribd.com/doc/35346757/CFDVersteeg-Malalasekera.
25
Lampiran 1 Tampilan Geometri Model Reaktor, Elemen Static Mixer, dan Mesh
Sudut Puntiran 120°
Sudut Puntiran 240°
26
Lampiran 2 Tampilan Streamline Kecepatan Reaktor dengan Berbagai Sudut
Puntiran Elemen Static Mixer
Sudut Puntiran 120°
Sudut Puntiran 180°
Sudut Puntiran 240°
27
Lampiran 3 Grafik Kecepatan Di Dalam Static Mixing Reactor
Jarak 0.07m
Jarak 0.03m
Kecepatan (m s-1)
5
180
120
240
4
3
2
1
Kecepatan (m s-1)
6
6
0
5
3
2
1
0
-0,01 -0,005
0
0,005 0,01
-0,02
Sumbu X (m)
0,02
Jarak 0.4m
1
0,5
Kecepatan (m s-1)
0,6
Kecepatan (m s-1)
0
Sumbu X (m)
Jarak 0.0985m
180
120
240
0,4
0,3
0,2
0,1
0
180
0,8
120
0,6
240
0,4
0,2
0
-0,02
0
0,02
-0,02
Sumbu X (m)
6
5
180
120
240
4
3
2
1
0
-0,01 -0,005
0
0,005 0,01
Sumbu X (m)
0
Jarak X (m)
Jarak 0.45m
Kecepatan (m s-1)
180
120
240
4
0,02
28
Lampiran 4 Perhitungan
C3H5O3[ (C16H31O) (C16H31O) (C16H31O)] + 3 CH3OH
Trigeliserida + 3 Metanol
Sifat Fisik Bahan
(25°C)
Berat molekul
Rumus molekul
Densitas
Viskositas dinamis
Viskositas
kinematis
Kapasitas panas
Konduktivitas
3 C16H31O(CH3O) + C3H8O3
3 FAME + Gliserol
Minyak
Sawit1
806
C51H95O6
887.5
0.07719
Metanol2
FAME3
Gliserol4
Satuan
32
CH3OH
785
0.00055
270
C17H33O2
880
0.0066
92
C3H5(OH)3
1259.9
0.799
g mol-1
kg m-3
kg m-1 s-1
8.7 x 10-5
7.069 x 10-7 7.5 x 10-6
6.324 x 10-4
m2 s-1
2.427
0.286
kJ kg-1 C-1
W m-1 C-1
1.861
0.7121
2.534
0.2022
-
1. Menghitung fraksi mol reaktan
mf1 =
mf2 =
mf3 =
mf4 =
1
4
3
4
3
4
1
4
2. Menghitung nilai viskositas dinamis, viskositas kinematis dan densitas
campuran
Reaktan
ϑcampuran = mf1.ϑ1 + mf2.ϑ2
3
1
= *8.7 x 10-5 + 4 * 7.069 x 10-7
4
= 2.23 x 10-5 m2 s-1
ρcampuran = mf1.ρ1 + mf2.ρ2
1
3
= *887.5+ * 785
4
4
= 810.63 kg m-3
µ campuran = mf1.µ 1 + mf2.µ 2
1
3
= *0.07719 + * 0.00055
4
4
= 0.019714 kg m-1 s-1
Produk
ϑcampuran = mf3.ϑ3 + mf4.ϑ4
1
3
= *7.5 x 10-6+ 4 * 6.324 x 10-4
4
= 1.64 x 10-4 m2 s-1
ρcampuran = mf3.ρ3 + mf4.ρ4
3
1
= *880 + * 1259.9
4
4
= 974.98 kg m-3
µ campuran = mf3.µ 3 + mf4.µ 4
1
3
= *0.0066+ * 0.799
4
4
= 2.047 x 10-1 kg m-1 s-1
29
D (m)
1.905x10-02
3.810 x10-02
1.270 x10-02
1
2
3
A (m2)
2.849 x10-04
1.140 x10-03
1.266 x10-04
Q (m3/s)
6.67 x10-04
6.67 x10-04
6.67 x10-04
3. Menghitung laju massa aliran
= 6.67 x 10-4 m3 s-1
= ρcampuran .Qpompa
= 810.63 kg m-3 * 6.67 x 10-4 m3 s-1
= 5.41 x 10-1 kg s-1
Qpompa
ṁ
4. Konduktivitas panas
Ccampuran = mf1.C1 + mf2.C2
1
3
= *0.7121 W m-1 C-1 + * 0.2022 W m-1 C-1
4
4
= 0.1947 W m-1 C-1
5. Menghitung diffusivitas massa, persamaan Newton-Einstein
D
AB=
=
KT
6πRAµ B
1.38e-23*333
6*π*2e-10*7.719e-02
= 1.58 x 10-11 m2 s-1
6. Menghitung bilangan Reynold aliran
Re
=
Vd
ϑ
5.268 m s-1 * 0.0127 m
=
2.23e-05 m2 s-1
= 3003.858
V (m/s)
2.341
5.853 x10-01
5.268
30
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan dengan nama lengkap Ni Putu Dian Nitamiwati pada
tanggal 02 Juli 1991 di Rantau, Kalimantan Selatan. Penulis merupakan anak
pertama dari I Wayan Suardiyasa (Bapak) dan Ni Made Nursilawati (Ibu). Penulis
menamatkan sekolah menengah atas di SMA Negeri 1 Banjarbaru tahun 2009 dan
melanjutkan studi di Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
IPB pada tahun yang sama melalui jalur ujian seleksi masuk IPB (USMI). Penulis
pernah melakukan praktik lapangan di PT Perkebunan Nusantara VIII, Goalpara,
Sukabumi dengan judul Mempelajari Aspek Mesin Biosistem dan Pemanfaatan
Energi Pada Pengolahan Teh Di PTPN VIII, Goalpara, Sukabumi. Selama
menjadi mahasiswa penulis aktif diberbagai kegiatan Keluarga Mahasiswa Hindu
Dharma (KMHD) IPB, himpunan mahasiswa sebagai pengurus Himpunan
Mahasiswa Teknik Pertanian 2010/2012, anggota Engineering Design Club
2011/2012 dan sekretaris Engineering Design Club tahun 2012/2013. Penulis juga
pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Gambar Teknik tahun ajaran
2011/2012 dan 2012/2013.