Studi Imunohistokimia Pada Ayam Yang Diinfeksi Virus H5N1 Pasca Pemberian Ekstrak Tanaman Obat dengan Berbagai Pelarut

STUDI IMUNOHISTOKIMIA PADA AYAM YANG DIINFEKSI
VIRUS H5N1 PASCA PEMBERIAN EKSTRAK TANAMAN
OBAT DENGAN BERBAGAI PELARUT

SITI AISYAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis
dengan judul Studi
Imunohistokimia Pada Ayam Yang Diinfeksi Virus H5N1 Pasca Pemberian
Ekstrak Tanaman Obat Dengan Berbagai pelarut adalah karya saya sendiri
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.

Bogor, Juli 2011
Siti Aisyah
NRP.B351070041

ABSTRACT
SITI AISYAH. The immunohistochemistry study of chicken infected
by H5N1 virus after being treated with extracts of herbal medicine
with various solvents. Under direction of AGUS SETIYONO and
NURLIANI BERMAWIE.
The research aims at knowing the distribution of H5N1 virus antigen in
chicken organs by using immunohistochemistry methods and to investigate the
potential of herbal medicine Andrographis paniculata Nees (Andrografolide),
Curcuma aeruginosa Roxb (curcuma), Piper crocatum Ruiz (piperine) and Illicium
verum Hook (anethol) in inhibiting H5N1 virus infection in broiler chickens. One
hundred and five day old chick (DOC) broilers were divided into 7 groups with
each group of 15 individuals. DOC maintained by fed and water ad libitum and
given oral plant extracts in the form of formulations every day for 21 days, starting
from 7 to 28 days old. The chickens were infected with H5N1 virus intranasally
with 0,1 ml 106EID50. The treatment group I-1, I-2, I-3 of chickens were given a
combination of extracts I (andrographolide, curcumin, piperine and anetol) with

the solvent of hexane, ethyl acetate and ethanol. The treatment group II-1, II-2, II3 of chickens were given a combination of extracts II (andrographolide, piperine
and anetol) with the solvent of hexane, ethyl acetate and ethanol. The results
showed that the antigen can be detected in all chicken organs (trachea, lung,
liver, pancreas, intestine, spleen and bursa Fabricius) in each treatment and in
the positive control groups. In conclusion, besides mortality data, histopathologic
description and distribution of the H5N1 viral antigen of all chicken organs tested,
lead to the formula of extracts with andrographolide, anethol and piperine with the
ethanol solvent in group II-3 has higher antiviral activity than other groups.
Keywords : immunohistochemistry, herbal medicine, chicken, H5N1 virus

RINGKASAN
SITI AISYAH. Studi Imunohistokimia Pada Ayam yang Diinfeksi Virus H5N1
Pasca Pemberian Ekstrak Tanaman Obat Dengan Berbagai Pelarut. Dibimbing
oleh AGUS SETIYONO dan NURLIANI BERMAWIE.
Avian Influenza (AI) merupakan penyakit viral pada unggas yang
menyebabkan kematian yang sangat tinggi. Sejak Agustus tahun 2003, wabah
avian influenza (AI) untuk pertama kali ditemukan di Indonesia dan dalam waktu
yang hampir bersamaan telah dilaporkan juga di beberapa negara di kawasan
Asia. Ancaman virus AI terbukti telah menjadikan banyak peternak skala kecil
mengalami kesulitan setelah terkena wabah.

Tamiflu® (Oseltamivir carboxylate) merupakan salah satu obat yang
bekerja sebagai inhibitor neuraminidase yang bahan bakunya berasal dari
tanaman Star anise (Illicium verum) telah ditetapkan pemerintah dalam
menanggulangi flu burung. Namun obat ini harus diimpor dari Vietnam atau
China dengan biaya yang cukup mahal. Lagi pula, perkembangan kekebalan
terhadap dua obat anti influenza yang disetujui, oseltamivir (Tamiflu®) dan
zanamivir (Relenza®), dan juga kurangnya vaksin yang memadai telah
meningkatkan perlunya mengembangkan obat-obat antivirus baru. Masyarakat
dunia termasuk Indonesia
sekarang ini sudah melirik ke pengobatan
menggunakan obat-obatan secara alami berasal dari tanaman. Hal ini terjadi
karena pertimbangan terhadap berbagai faktor, yaitu harga yang lebih murah
dan mudah mendapatkannya. Berbagai penelitian ilmiah menunjukkan bahwa
tanaman tersebut diatas mengandung berbagai khasiat, diantaranya sebagai
antiviral. Oleh karena itu diperlukan penelitian mengenai tanaman obat tersebut
yang diduga memiliki aktifitasnya sebagai antivirus.
Imunohistokimia adalah metode alternatif yang sangat baik digunakan di
dalam penelitian karena bersifat spesifik, sensitif, cepat, tidak mahal dan telah
menjadi metode yang baik dan terpercaya untuk diagnosa rutin dan aktifitas
penelitian. Sistem deteksi antigen ini diberikan langsung pada tempat antigen

virus AI dalam jaringan dari hewan yang terinfeksi. Metode dapat mendeteksi
antigen virus pada jaringan target. Deteksi antigen dapat memperlihatkan lesi
dan tingkat infeksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana
distribusi antigen virus H5N1 dalam organ ayam yang diberi tanaman obat dan
ditantang virus H5N1 dengan menggunakan metode imunohistokimia serta untuk
mengetahui potensi tanaman obat sambiloto, temu ireng, sirih merah dan adas
bintang dalam menghambat infeksi virus H5N1 pada ayam broiler.
Ayam day old chick (DOC) broiler berjumlah 105 ekor dibagi dalam 7
kelompok perlakuan: kelompok I-1 pemberian ekstrak tanaman obat yang setara
dengan senyawa obat 2,5% (Anetol, kurkumin, piperin, andrografolid) dengan
pelarut heksana. Kelompok I-2 pemberian ekstrak tanaman obat yang setara
dengan senyawa obat 2,5% (Anetol, kurkumin, piperin, andrografolid) dengan
pelarut etil asetat. Kelompok I-3 pemberian ekstrak tanaman obat yang setara
dengan senyawa obat 2,5% (Anetol, kurkumin, piperin, andrografolid) dengan
pelarut etanol. Kelompok II-1 pemberian ekstrak tanaman obat yang setara
dengan senyawa obat 2,5% (Anetol, piperin, andrografolid) dengan pelarut
heksana. Kelompok II-2 pemberian ekstrak tanaman obat yang setara dengan
senyawa obat 2,5% (Anetol, piperin, andrografolid) dengan pelarut atil asetat.
Kelompok II-3 pemberian ekstrak tanaman obat yang setara dengan senyawa
obat 2,5% (Anetol, piperin, andrografolid) dengan pelarut etanol. Kelompok


control positif, tidak diberikan ekstrak tanaman obat. DOC dipelihara dengan
diberi makan dan minum ad libitum dan dicekok ekstrak tanaman obat dalam
bentuk formulasi setiap hari selama 21 hari, mulai dari umur 7 hari hingga
berumur 28 hari, kemudian dilakukan uji tantang dengan virus H5N1 di BSL3.
Pada umur 29 hari, ayam diinfeksi virus H5N1 dengan dosis 106EID50 secara
intranasal (dosis yang digunakan oleh PT.Vaksindo Satwa Nusantara).
Selanjutnya ayam yang telah mati sampel organ trakhea, paru, hati, pankreas,
usus, limpa dan bursa Fabricius di koleksi.
Sampel organ difiksasi di dalam larutan BNF 10%. Selanjutnya sampel di
potong setebal 0,5 cm dan proses selanjutnya meliputi dehidrasi dalam larutan
alkohol konsentrasi bertingkat dan clearing dalam larutan xilol dengan ulangan
sebanyak tiga kali. Proses berikutnya adalah infiltrasi jaringan di dalam parafin
cair , embedding, blocking dan disayat dengan ketebalan 5 µm. Hasil sayatan
diletakkan di atas gelas objek dan diinkubasikan dalam inkubator dengan suhu
370C, selama semalam dan siap diwarnai dengan metode pewarnaan
hematoksilin-eosin (HE) dan metode pewarnaan imunohistokimia (IHK).
Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah pengamatan secara
mikroskopis terhadap lokasi dan kondisi dari perubahan jaringan trakhea, paruparu, hati, pankreas, usus, limpa dan bursa Fabricius. Tiap preparat dari masingmasing kelompok diamati dengan metode imunohistokimia (IHK) dan pewarnaan
haematoksilin dan eosin (HE). Pemeriksaan imunohistokimia dilakukan

berdasarkan banyak atau sedikitnya warna kecoklatan (positif) yang dihasilkan
pada slide jaringan yaitu sebagai hasil reaksi antara antigen-antibodi. Penilaian
dilakukan berdasarkan rata-rata hasil pengamatan pada 6 lapang pandang
dengan menggunakan pembesaran objektif 20X. Hasil pemeriksaan
ini
dikelompokkan dalam 4 katagori yaitu positif I (ringan) dengan 1-40 antigen,
positif II (sedang) dengan 41-80 antigen, positif III (tinggi) dengan lebih dari 80
antigen dan negatif dengan jumlah antigen 0. Perhitungan antigen menggunakan
program MBF_Image J (McMaster Biophotonics Facility).
Hasil pengamatan gejala klinis pasca infeksi virus H5N1 terlihat ayam
lesu, pucat, oedema di kepala, leher memendek, bulu berdiri. Pada hari ke-3
sebagian ayam sudah ada yang mati, terjadi ptekhie, pial berwarna biru,
bengkak. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa kelompok perlakuan I-1 pada
hari ke-2 ayam sudah mati 1 ekor dan pada hari ke-5 hanya tinggal 3 ekor,
kelompok perlakuan I-2 pada hari ke-3 ayam mati 4 ekor dan hari ke-5 hanya
tinggal 2 ekor. Kelompok perlakuan I-3 pada hari ke- 3 ayam mati 3 ekor dan
pada hari ke-5 tinggal 3 ekor. Kelompok perlakuan II-1 ayam yang mati pada hari
ke-3 ada 7 ekor dan pada hari ke-5 mati 4 ekor. Kelompok perlakuan II-2 pada
hari ke-3 ayam mati berjumlah 4 ekor dan pada hari ke-5 mati 6 ekor. Kelompok
perlakuan II-3 ayam yang mati pada hari ke-3 ada 4 ekor dan pada hari ke-5

ayam yang mati berjumlah 7 ekor.
Secara umum hasil pengamatan histopatologi dengan pewarnaan
hematoksilin dan eosin (HE) pada semua organ ayam yang diperiksa dari semua
kelompok perlakuan menunjukkan adanya oedema, kongesti, deplesi limfoid
folikel, infiltrasi sel limfosit dan nekrosis. Pengamatan menggunakan teknik
pewarnaan imunohistokimia (IHK) pada semua organ ayam yang diperiksa dalam
penelitian ini yaitu trakhea, paru-paru, hati, pankreas, usus, limpa dan bursa
Fabricius pada semua kelompok perlakuan, baik kelompok kontrol positif maupun
kelompok perlakuan I-1, I-2, I-3, II-1, II-2 dan II-3 ditemukan distribusi antigen
virus H5N1 dengan derajat infeksi dari yang ringan (+), sedang (++) sampai yang
tinggi (+++). Organ paru-paru, hati dan limpa dari semua kelompok perlakuan
ditemukan adanya antigen virus H5N1 dari derajat yang sedang (++) sampai

tinggi (+++). Sedangkan pada organ trakhea, pankreas, usus dan bursa Fabricius
pada semua kelompok ditemukan antigen virus dengan derajat ringan (+).
Berdasarkan hasil pengamatan data jumlah kematian, pewarnaan HE dan
IHK terlihat bahwa kelompok perlakuan II-3 (andrografolid, anetol dan piperin
dengan pelarut etanol) jumlah ayam yang mampu bertahan pada hari ke-5
mencapai 7 ekor. Sementara pada kelompok perlakuan I-1, I-2, I-3, II-1 dan II-2
pada hari ke-5 ayam yang mampu bertahan hidup di bawah 7 ekor. Hasil

histopatologi menunjukkan bahwa kelompok perlakuan II-3 pada semua organ
mengalami kongesti, infiltrasi sel limfosit dan tidak mengalami kerusakan yang
parah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara in vivo kombinasi
andrografolid, anetol dan piperin dengan pelarut etanol (formula II-3) berpotensi
menjadi bahan sediaan alternatif pencegahan flu burung dibandingkan dengan
kelompok perlakuan yang lain. Hasil penelitian ini menduga bermacam zat aktif
dari beberapa tanaman yang digunakan memiliki peranan masing-masing dan
saling mendukung dalam melawan infeksi virus.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa distribusi antigen virus
H5N1 pada semua kelompok perlakuan dapat dilihat sejauh mana
keberadaannya di dalam organ trakhea, paru-paru, hati, pankreas, usus, limpa,
dan bursa Fabricius secara cepat dan akurat. Kelompok perlakuan II-3 yang
berisi kombinasi zat aktif andrografolid (Andrographis paniculata), anetol (Illicium
verum) dan piperin (Piper crocatum) dengan pelarut etanol secara in vivo
memiliki potensi menjadi sediaan alternatif pencegahan flu burung sehingga
memperkecil angka kematian ayam.
Berdasarkan deteksi antigen virus AI H5N1 di semua organ ayam yang
diamati maka hasil penelitian ini menegaskan bahwa produk hasil unggas harus
ditangani, dimasak dengan benar sebelum dikonsumsi. Penggunaan vaksinasi
untuk saat ini kemungkinan masih diperlukan dalam rangka mengoptimalkan

pencegahan flu burung.
Kata kunci : Imunohistokimia, tanaman obat, ayam, virus H5N1

©Hak cipta milik IPB, tahun 2011
Hak cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

STUDI IMUNOHISTOKIMIA PADA AYAM YANG DIINFEKSI
VIRUS H5N1 PASCA PEMBERIAN EKSTRAK TANAMAN
OBAT DENGAN BERBAGAI PELARUT

SITI AISYAH


Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Biomedis Hewan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

Penguji Luar komisi pada Ujian Tesis : Dr. drh. Ekowati Handharyani, M.S

Judul Penelitian

:

Nama
NRP
Program Studi


:
:
:

Studi Imunohistokimia Pada Ayam Yang Diinfeksi
Virus H5N1 Pasca Pemberian Ekstrak Tanaman
Obat dengan Berbagai Pelarut
Siti Aisyah
B351070041
Ilmu Biomedis Hewan

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Nurliani Bermawie
Anggota

Dr. drh. Agus Setiyono, M.S
Ketua

Diketahui

Ketua Program Studi
Ilmu Biomedis Hewan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. drh. Agus Setiyono, M.S

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Ujian : 20 Juli 2011

Tanggal lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2009 ini ialah Studi
Imunohistokimia Pada Ayam Yang Diinfeksi Virus H5N1 Pasca Pemberian
Ekstrak Tanaman Obat dengan Berbagai Pelarut.
Terima kasih yang setinggi-tingginya penulis ucapkan kepada bapak Dr.
drh. Agus Setiyono, M.S. sebagai ketua komisi pembimbing dan Ibu Dr. Ir.
Nurliani Bermawie sebagai anggota komisi pembimbing yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian ini dan telah
memberikan bimbingan dan arahan dengan penuh kesabaran dan ketulusan
dengan sepenuh hati. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dr. drh.
Ekowati Handharyani, M.S sebagai penguji ujian tesis yang banyak memberikan
masukan dan saran demi kesempurnaan tesis ini.
Ucapan terima kasih penulis kepada Rektor Universitas Syiah Kuala dan
Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala yang telah
memberikan izin untuk melanjutkan studi jenjang S2 di Program Studi Ilmu
Biomedis Hewan IPB. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Direktur
I-MHERE Universitas Syiah Kuala dan BBNAD Unsyiah yang telah memberikan
dana pendidikan selama menjalankan studi S2 di IPB.
Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Prof.
Dr. drh. Bambang Pontjo P, MS APVet, Dr. drh. Dewi Ratih, APVet, Dr. drh.
Wiwin Winarsih, APVet, Dr. drh. Eva Harlina, M.Si, APVet, drh. Hernomoadi,
MVS, APVet yang senantiasa memberikan dukungan dan semangat .
Penulis

juga

menyampaikan

terima

kasih

kepada

teman-teman

mahasiswa seperjuangan di Program Studi IBH angkatan 2007 yaitu drh.Faisal
Jamin, M.Si, drh. Nanta, M.Si, drh. Ratih M.Si, Ibu Rini, MSi dan juga kepada drh.
Sri Wahyuni, MSi, Dr. drh. Mustafa, MP, drh. Mawar Subangkit, drh. Masda Azmi
yang dengan penuh setia dan pengorbanan dalam membantu penulis dalam
menjalani studi dan melakukan penelitian.
Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya penulis
persembahkan kepada suami tercinta Hendri Syah M.Si dan Ananda tersayang
Muhammad Rayyan Ramadhan atas segala kasih sayang, doa, kesabaran dan
pengorbanan yang tak terhingga selama penulis menjalankan studi S2 di IPB.

Kepada Ayahanda H. Anwar Arsyad dan Ibunda Hj. Warni,S.Ag (Alm) yang telah
memberikan pengorbanan, do’a dan ketulusan yang tiada hingga serta kepada
saudara-saudaraku: Rusniar, SE.Ak, Basyir, ST, Munawir, Fahzul Kabir, Sri
Nurhayati, Kak Leni, Kak Akmal dan Bang Sadad, Om Usman, Amati serta
keluarga besar Bapak dan Ibu Mertua Abdullah dan Siti Hasanah.
Terima kasih kepada rekan-rekan: Mala, Umi, Mimi, Mbak Sofi, Ibu
Yayuk, Ibu Yetti, Ibu Anne, Pak Ngurah, Mbak Elfa, Nazima, Rini, Bang Sayuti
berserta keluarga, dan Kak Ade, serta FORKUB, dan IKAMAPA, serta ucapan
terima kasih juga kepada Pak Kas, Pak Ndang, Pak Saleh dan Mbak Kiki serta
berbagai pihak yang telah membantu dan kerjasamanya selama menjalani dan
menyelesaikan studi S2 di IPB Bogor.
Akhir kata, semoga tesis ini bermanfaat bagi pembaca dan penulis
sendiri, semoga Allah SWT memberi rahmat bagi kita semua. Amin

Bogor, Agustus 2011

Penulis

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Aceh besar pada tanggal 18 September 1978
sebagai puteri ketiga (dari lima bersaudara) dari pasanga H. Anwar Arsyad dan
Hj. Warni S.Ag (Almh). Setelah menyelesaikan pendidikan Madrasah Aliyah
Negeri II Banda Aceh.

Tahun 1997 penulis sempat melanjutkan kuliah di

Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Syiah Kuala hingga memperoleh gelar
Dokter Hewan pada tahun 2004. Pada tahun 2007 penulis melanjutkan
pendidikan pada jenjang program Magister pada program Ilmu Biomedis Hewan
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor yang dibiayai oleh I-MHERE
Universitas Syiah Kuala, Departemen Pendidikan Tinggi Republik Indonesia.
Sejak tahun 2006 sampai sekarang, penulis bekerja sebagai staf pengajar
(dosen) tetap di Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas
Syiah Kuala, Banda Aceh

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL......................................................................................

vi

DAFTAR GAMBAR .................................................................................

vii

DAFTAR LAMPIRAN...............................................................................

viii

PENDAHULUAN
Latar Belakang ...............................................................................
Tujuan Penelitian............................................................................
Manfaat Penelitian..........................................................................

1
3
3

TINJAUAN PUSTAKA
Virus Avian Influenza ......................................................................
Tanaman Obat Tradisional .............................................................
Sambiloto (Andrographis paniculata Ness) .....................................
Temu Ireng (Curcuma aeruginosa Roxb)........................................
Sirih merah (Piper crocatum Ruiz) ..................................................
Adas bintang (Star Anise- Illicium verum Hook) ..............................
Ekstraksi dan berbagai pelarut........................................................
Imunohistokimia..............................................................................

5
8
8
10
11
12
14
14

METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian ..........................................................
Materi penelitian ..............................................................................
Metode Penelitian ............................................................................
Analisa data.....................................................................................

17
17
18
22

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemeriksaan Histopatologi dan Imunohistokimia............................
Potensi Ekstrak Tanaman Obat ......................................................
Peran Tanaman Obat Dalam Penyembuhan Penyakit....................

25
35
37

SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................

43

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................

45

DAFTAR TABEL

Halaman
1. Pembagian formula ekstrak tanaman obat .........................................

18

2. Pembagian kelompok perlakuan ........................................................

19

3. Rataan titer HI ayam sebelum ditantang virus H5N1 ..........................

24

4. Jumlah ayam yang mati setelah di tantang dengan virus AI strain
H5N1/Legok/2003 di BSL3 .................................................................

24

5. Perubahan histopatologi pada ayam ..................................................

26

6. Distribusi Antigen Virus H5N1 dengan Pewarnaan Imunohistokimia .

27

7. Jumlah Antigen Virus H5N1 pada Kelompok Perlakuan .....................

37

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Illustrasi Virus Avian Influenza (AI) ......................................................

6

2. Sambiloto ............................................................................................

10

3. Batang dan umbi temu ireng................................................................

11

4. Sirih merah..........................................................................................

12

5. Bunga dan buah kering Star anise.......................................................

14

6. Sebaran antigen virus H5N1 pada ayam .............................................

28

7. Oedema dan kongesti pada organ-organ ayam setelah ditantang
virus ....................................................................................................

32

8. Distribusi antigen virus H5N1 pada organ ayam dengan metode
imunohistokimia terlihat berwarna bintik-bintik kecoklatan ..................

33

9. Antigen AI dalam pembuluh darah.......................................................

34

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Prosedur pewarnaan hematoksilin dan eosin (HE) ..............................

51

2. Prosedur perwarnaan imunohistokimia................................................

52

3. Tabel sidik ragam pengaruh pemberian ekstrak tanaman obat
terhadap jumlah antigen virus H5N1...................................................

54

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Avian Influenza (AI) merupakan penyakit viral pada unggas yang
menyebabkan kematian yang sangat tinggi. Hal ini mempunyai dampak ekonomi
yang penting pada industri perunggasan karena adanya mortalitas dan
morbiditas

yang

tinggi,

penurunan

industri

dan

peningkatan

biaya

penanggulangan, khususnya biaya sanitasi. Sejak Agustus tahun 2003, wabah AI
untuk pertama kali ditemukan di Indonesia dan dalam waktu yang hampir
bersamaan telah dilaporkan juga di beberapa negara di kawasan Asia, meliputi
Thailand, Vietnam, Korea Selatan, Jepang, Laos, Kamboja, dan Pakistan.
Hampir seluruh kejadian wabah AI di negara-negara tersebut disebabkan oleh
virus AI subtipe H5N1, kecuali di Pakistan yang disebabkan oleh subtipe H7N3.
Sejak tahun 2003 sampai awal tahun 2006, kasus AI telah ditemukan di 25
propinsi di Indonesia, meliputi 161 kabupaten/kota (Nazaruddin 2008).
Ancaman virus AI terbukti telah menjadikan banyak peternak skala kecil
mengalami kesulitan setelah terkena wabah. Tidak sedikit peternak yang harus
beralih ke kegiatan lain karena tidak mampu bangkit kembali, kerugian seperti ini
menjadi daya beli di pedesaan menurun sehingga berimbas pada berkurangnya
konsumsi pangan bergizi akibat harga tidak terjangkau (Basuno 2008).
Pemulihan usaha peternakan skala kecil pasca wabah AI merupakan keharusan
karena mampu menyediakan lapangan kerja dan menekan urbanisasi. Komnas
FBPI memperkirakan besarnya kerugian di Indonesia akibat wabah AI dari 20042008 sebesar 4,3 triliun, di luar kerugian dari hilangnya kesempatan kerja dan
berkurangnya konsumsi protein masyarakat. Food and Agricultural Organization
(FAO) memperkirakan adanya mutasi virus AI di Indonesia yang menyebabkan
pandemi, saat ini telah ditemukan strain baru H5N1 yang kebal terhadap vaksin
yang tersedia (Basuno 2008). Penyakit flu burung yang disebabkan oleh virus AI
Tipe A strain H5N1, di Indonesia telah menimbulkan kerugian ekonomi yang
besar karena membunuh jutaan ternak unggas dan hingga pertengahan Oktober
2006 telah menelan korban jiwa manusia 55 orang (76,36% dari pasien positif flu
burung). Berdasarkan data terakhir Komnas FBPI pada 13 Juli 2008
menunjukkan sudah 111 (80%) jiwa meninggal dari total 136 kasus positif flu
burung.

2

Tamiflu® (Oseltamivir carboxylate) merupakan salah satu obat yang
bekerja sebagai inhibitor neuraminidase yang bahan bakunya berasal dari
tanaman Star anise (Illicium verum) telah ditetapkan pemerintah dalam
menanggulangi flu burung. Namun obat ini harus diimpor dari Vietnam atau
China dengan biaya yang cukup mahal. Penularan secara global wabah flu
unggas H5N1 ini menyebabkan organisasi kesehatan dunia menunjukkan
keprihatinan mendalam menyangkut kemungkinan penyebaran virus tersebut
dari manusia ke manusia di masa depan. Lagi pula, perkembangan kekebalan
terhadap dua obat anti influenza yang disetujui, oseltamivir (Tamiflu®) dan
zanamivir (Relenza®), dan juga kurangnya vaksin yang memadai telah
meningkatkan perlunya mengembangkan obat-obat anti virus baru (Canopus
Biopharma 2009).
Sementara obat flu burung yang lain adalah amantadine, telah dilaporkan
dapat memicu resistensi pada virus. Oleh sebab itu perlu segera ditemukan obatobat

baru

yang

berasal

dari

alam

Indonesia

untuk

mencegah

atau

menanggulangi flu burung. Penggunaan tanaman obat dan aromatik dengan
formulasi yang tepat berpeluang digunakan sebagai feed additive dan
imunomodulator untuk meningkatkan nafsu makan dan kekebalan tubuh hewan
ternak dan juga manusia terhadap infeksi virus. Sementara pemanfaatan
tanaman obat untuk fungsi perlawanan langsung terhadap aktivitas virus H5N1
perlu dilakukan penelitian dasar yang mendalam (Anonim 2008a).
Beberapa tanaman obat yang sering digunakan masyarakat diantaranya
adalah sambiloto, temu ireng, sirih merah dan adas bintang. Tanaman obat ini
telah banyak digunakan secara turun-temurun oleh masyarakat untuk mengobati
berbagai macam penyakit, bahkan tanaman obat ini juga biasa digunakan oleh
peternak dalam mengobati hewannya. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa
tanaman tersebut berkhasiat salah satunya sebagai imunostimulator. Pada tahun
2007 telah dilakukan serangkaian uji melalui studi in vitro menggunakan
sambiloto, temu ireng, sirih merah, dan adas untuk membuktikan khasiat
tanaman obat. Hasil penelitian terlihat bahwa sambiloto, temu ireng dan sirih
merah memiliki potensi sebagai penghambat infeksi virus H5N1 ke sel Vero (cell
lines). Berdasarkan hasil uji menggunakan bahan kombinasi sambiloto dan temu
ireng mempunyai potensi yang lebih baik dalam menghambat infeksi virus H5N1,
sehingga perlu dilakukan pengujian lebih lanjut dengan melakukan uji secara in
vivo (Setiyono et al., 2007).

3

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana distribusi antigen
virus H5N1 dalam organ ayam dengan menggunakan metode imunohistokimia
serta untuk mengetahui potensi tanaman obat sambiloto, temu ireng, sirih merah
dan adas bintang dalam menghambat infeksi virus H5N1 pada ayam broiler.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberi informasi tentang kemampuan
tanaman obat sambiloto, temu ireng, sirih merah dan adas bintang sebagai
bahan antiviral, sehingga dapat digunakan sebagai sediaan alternatif untuk
mencegah virus H5N1.

4

5

TINJAUAN PUSTAKA
Virus Avian Influenza
Avian influenza merupakan penyakit infeksi akibat virus yang termasuk
dalam famili Orthomyxoviridae yang terdiri dari 3 tipe antigenik yang berbeda
yaitu A, B dan C. Virus influenza tipe A biasanya menyerang unggas dan dapat
ditemukan juga pada manusia, babi, kuda dan kadang-kadang pada mamalia lain
Virus influenza tipe B dan C dapat menyebabkan penyakit pada manusia dengan
gejala yang ringan dan tidak fatal sehingga tidak terlalu menjadi masalah (Tabbu
2000). Avian influenza disebut juga flu burung, fowl pest, fowl plaque atau avian
flu dapat terjadi dalam 2 bentuk, yaitu Low Pathogenic Avian Influenza (LPAI)
dan Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI) yang keduanya disebabkan oleh
virus influenza tipe A. Bentuk LPAI umumnya menyebabkan gejala klinis ringan,
bahkan kadang tidak memperlihatkan gejala klinis, sedangkan HPAI bersifat
sangat infeksius yang dapat menyebabkan mortalitas yang tinggi hingga 100%
dalam waktu yang cepat tanpa memperlihatkan gejala klinis. Virus influenza tipe
A dibedakan menjadi banyak subtipe berdasarkan petanda berupa tonjolan
protein pada permukaan sel virus. Ada 2 protein petanda virus influenza A yaitu
protein hemaglutinin dilambangkan dengan H dan protein neuraminidase
dilambangkan dengan N. Ada 16 macam protein H, H1 hingga H16, sedangkan
N terdiri dari sembilan macam, N1 hingga N9. Kombinasi dari kedua protein ini
bisa menghasilkan banyak variasi subtipe dari virus influenza tipe A. Semua
subtipe dari virus influenza A ini dapat menginfeksi unggas, sehingga virus ini
disebut sebagai Avian Influenza (Murphy et al. 1999; Fouchier et al. 2005).
Kedua permukaan antigen H dan N merupakan kunci dasar dalam
penentuan identitas serologik dari virus influenza dengan menggunakan nomor
kombinasi H dan N yang sesuai dalam menandai virus, misalnya H5N1, H7N2,
H1N1 dan sebagainya. Subtipe virus H5N1 inilah yang akhir-akhir ini diyakini
sebagai penyebab wabah flu burung di Indonesia termasuk berbagai negara di
Asia lainnya, Eropa, dan Afrika (Akoso 2006).

7

Di Indonesia virus AI telah ditemukan sejak September 2003, dan secara
resmi baru diumumkan pemerintah pada 25 Januari 2004. Penyakit ini
menyebabkan kematian yang tinggi pada ayam komersial petelur di Indonesia
(6.2 juta ekor). Kerugian lain yang ditimbulkan adalah efek psikologis
masyarakat, yang secara nyata mengimbas perekonomian negara, khususnya
yang berkaitan dengan unggas dan produk-produk asal unggas. Unggas yang
terserang pada umumnya adalah ayam petelur, pedaging, bebek dan puyuh
(Soejoedono dan Handharyani 2005). Pada awal September 2003 hingga April
2004 telah terjadi wabah penyakit menular pada unggas yang menimbulkan
kematian yang sangat tinggi terutama pada ayam petelur di pulau Jawa,
Sumatera, dan Bali. Berdasarkan hasil pemeriksaan lapang, gejala klinis,
patologi, dan imunohistokimia, wabah tersebut didiagnosa sebagai wabah avian
influenza highly pathogenic (HPAI). Wabah tersebut telah berhasil diisolasi dan
dikarakterisasi dengan menggunakan serum positif AI sebagai virus AI subtipe
H5 (Damayanti et al. 2004; Wiyono et al. 2004).
Setelah lebih dari dua tahun virus AI mewabah di Indonesia, virus ini telah
menginfeksi beragam jenis unggas selain ayam, itik, dan burung puyuh. Virus ini
telah menginfeksi spesies unggas lain seperti burung merak dan merpati di
Jakarta. Virus AI juga dapat dideteksi pada burung kakatua, puter dan perkutut
milik para penggemar burung (Dharmayanti dan Indriani 2006). Berbagai upaya
telah dilakukan untuk menanggulangi penyakit ini diantaranya dengan vaksinasi
pada unggas. Pengawasan terhadap penyakit AI diperlukan untuk memperoleh
status bebas AI pada peternakan yang akan mengirim unggas atau produknya,
baik di dalam negeri maupun dari dan ke luar negeri (Ditkeswan 2005). Pada
pelaksanaan

surveilen

sebagai

bagian

dari

strategi

pengendalian

dan

pemberantasan AI, dilakukan kegiatan monitoring untuk mendeteksi dinamika
penyakit di lapangan. Pelaksana surveilen ini diharapkan antara lain: dapat
mendeteksi penyakit HPAI pada unggas secara dini, dapat menentukan zona
bebas, terancam dan tertular, dapat ditentukan subtipe virus, serta dapat
menentukan status bebas ditingkat peternak (WHO 2005).
Pada januari 2004, di beberapa daerah di Indonesia, terutama di Bali,
Lombok, Kalimantan Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat
dilaporkan adanya kasus kematian ternak ayam yang luar biasa. Awalnya
kematian tersebut diduga disebabkan karena virus Newcastle, namun konfirmasi
terakhir oleh Departemen Pertanian disebabkan oleh virus flu burung atau AI.

8

Departemen pertanian menyatakan bahwa, sepanjang tahun 2004 telah
dimusnahkan sekitar 5 juta ekor ayam yang diidentifikasi terserang flu burung
(Putri 2006). Virus H5N1 penyebab sakit dan kematian pada manusia di Asia
tahan terhadap amantadine dan rimantadine, dua obat antiviral biasanya
digunakan untuk influenza. Dua obat antiviral yang lain yaitu oseltamavir dan
zanamavir, mungkin akan bekerja untuk mengobati influenza disebabkan oleh
virus H5N1, tetapi studi tambahan tetap dibutuhkan untuk membuktikan
keefektifan obat ini (CDC 2006).
Tanaman Obat Tradisional
Akhir-akhir ini penelitian tentang jenis-jenis tumbuhan yang berpotensi
dan diduga berpotensi sebagai obat herbal gencar dilakukan. Masyarakat dunia
termasuk Indonesia sekarang ini sudah melirik ke pengobatan menggunakan
obat-obatan secara alami berasal dari tanaman yang biasa dikenal obat herbal.
Hal ini terjadi karena pertimbangan terhadap berbagai faktor, yaitu harga yang
lebih murah karena sumber bahannya tersedia di alam sehingga lebih mudah
dalam mendapatkannya. Indonesia sebagai negara tropis mempunyai berbagai
kekayaan alam, salah satunya berbagai jenis tanaman yang mempunyai potensi
yang cukup besar untuk digunakan sebagai sumber bahan obat. Kebanyakan
informasi yang berkembang di masyarakat hanya terbatas pada bukti empiris dan
minimnya bukti ilmiah.
Ramuan tanaman obat (jamu) selain untuk konsumsi manusia dapat juga
digunakan untuk kesehatan ternak. Akhir-akhir ini merebak berbagai penyakit
pada ternak unggas terutama flu burung yang dapat meningkatkan kematian dan
kerugian ternak unggas ras maupun unggas lokal. Berdasarkan laporan
peternak, sebelum wabah flu burung, peternak secara rutin memberikan ramuan
tradisional pada ayam dan puyuh sehingga ternak mereka terhindar dari
serangan flu burung (Zainuddin 2003). Adapun beberapa tanaman obat yang
sering digunakan dimasyarakat diantaranya yaitu: sambiloto, temu ireng, sirih
merah, dan adas bintang.
Sambiloto (Andrographis paniculata Nees).
Tanaman sambiloto merupakan salah satu bahan tradisional yang
mempunyai sifat khas seperti rasa pahit, mendinginkan tubuh dan membersihkan
darah. Obat tradisional itu sudah dikenal sejak zaman dulu, baik oleh orang
Indonesia maupun bangsa-bangsa di dunia. Popularitas sambiloto dalam dunia

9

pengobatan tradisional tidak disangsikan lagi karena terbukti mujarab dan
mampu menyembuhkan berbagai penyakit, dari yang ringan seperti influenza
hingga yang parah seperti kanker (Prapanza dan Marianto 2003).
Sambiloto dikenal dengan beberapa nama daerah seperti ki oray atau ki
peurat (Jawa Barat), bidara, takilo, sambiloto (Jawa Tengah dan Jawa Timur),
atau pepaitan atau ampadu (Sumatera). Di Indonesia bunga dan buah dapat
ditemukan sepanjang tahun, sedangkan di India bunga dan buah bisa dijumpai
pada bulan Oktober atau antara Maret sampai Juli dan di Australia pada bulan
November sampai Juni
Secara taksonomi sambiloto dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Divisi

: Spermathophyta

Subdivisi

: Angiospermae

Kelas

: Dycotyledonae

Subkelas

: Gamopetalae

Ordo

: Personales

Family

: Acanthaceae

Subfamily

: Acanthoidae

Genus

: Andrographis

Spesies

: Andrographis paniculata Ness

Tanaman ini tergolong tanaman herbal yang dapat tumbuh di berbagai
tempat seperti hutan, pinggiran sawah atau juga kebun dan banyak dijumpai di
seluruh daerah di Indonesia. Sambiloto dimanfaatkan sebagai obat anti diuretik,
anti diabetik, anti inflamasi, anti bakteri, anti tukak lambung, anti histamin (gatalgatal), menurunkan
melindungi

tekanan

kerusakan

hati

darah,
dan

rematik,
jantung

analgetik,
yang

imunomodulator,
reversibel,

anti

spermatogenik/androgenik, antidota untuk gigitan ular dan serangga, influenza,
infeksi respirasi dan malaria (Nazimudeen 1978). Komponen utama sambiloto
adalah andrografolide memiliki multiefek farmakologis. Zat aktif ini mampu
menghambat pertumbuhan sel kanker pada hati, payudara dan prostat. Efek
farmakologisnya mampu merangsang daya tahan seluler dan memproduksi
antibodi. Disamping itu hasil pengujian pra klinik sambiloto menunjukkan bahwa
andrografolide (komponen aktif) memiliki aktivitas sebagai anti virus, dan telah
dikembangkan sebagai obat modern anti virus dengan nama Androvir® (Maat
2001; Prapanza dan Marianto 2003 ).

10

Andrographis paniculata
ata dengan dosis tinggi mampu memperlihatkan
n
efek anti inflamasi terhadap
hadap pas
pasien faringotonsillitis dalam menghilangkan
n
demam dan nyeri tenggorokan
an pada hari ke tiga dibandingkan dengan dosis
is
rendah (Thamlikitkul et al. 1991)
1991). Ekstrak sambiloto dapat menstimulasi
asi
kekebalan terhadap antigen baik yang spesifik maupun non spesifik. Kekebalan
n
spesifik ditandai dengan adany
adanya peningkatan jumlah sel-sel limfosit dalam
m
peredaran

darah,

an
sedangkan

kekebalan

non

spesifik

ditandai

adanya
a

ofil, eosinofil dan basofil untuk menghancurkan
an
peningkatan jumlah sel heterofil
a, sserta mengaktifkan sistem limpa (Wibudi 2006).
bakteri dan benda asing lainnya,

his p
paniculata Ness).
Gambar 2 Sambiloto (Andrographis

nosa Roxb)
Temu ireng (Curcuma aeruginosa
h
pengetahuan dan pemanfaatan tumbuhan obat oleh
Penelitian tentang penget
n
dilakukan di Indonesia, diantaranya pemanfaatan
masyarakat lokal telah banyak dil
family Zingiberaceae sebagai obat tradisional oleh masyarakat.
Secara taksonomi temu ireng dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Divisi

Spermathophyta
: Sper

Kelas

Monocotyledonae
: Monoc

Ordo

: Zingi
Zingiberales

Famili

: Zingi
Zingiberaceae

Genus

: Cur
Curcuma

Spesies

: Cur
Curcuma aeruginosa Roxb

Rimpang temu ireng mengandung
iri
engandung berbagai senyawa, yaitu minyak atsiri
(0,3-2%), kurkuminoid, saponin,
aponin, flavonoid, polifenol, pati, zat pahit, lemak, dan
tanin. Flavonoid mempunyai ber
berbagai efek yaitu anti virus, anti bakteri, antiti
histamine dan dapat meningkatkan
angat
atkan gerakan pernafasan yang semuanya sangat

11

mendukung untuk penyemb
buhan penyakit radang saluran pernafasan (Suma
mastuti
dan Pramono 2001). Kurk
urkuminoid juga diketahui memiliki efek antisit
isitokin.
Komponen utama kurkuminoi
inoid adalah kurkumin. Yadav et.al (2005) menyat
yatakan
bahwa kurkumin mampu mengh
menghambat produksi sitokin (kurkumin dapat berti
ertindak
sebagai antisitokin). Kadar
ar ssitokin pada penderita infeksi virus termasuk avian
vian flu
(H5N1) meningkat. Kadar
ar sitokin yang tinggi dapat menyebabkan perubahan
ubahan
hidrogen peroksida (H2O2) sehingga menyebabk
ebabkan
oksigen (O2) menjadi hidr
ecara empiris temu ireng digunakan untuk mengobat
ngobati
kerusakan sel-sel paru. Sec
lambung dan usus, menambah nafsu makan, as
asma,
kolik, mengobati tukak lam
pengeluaran lochia setelah melahirkan, mencegah obes
besitas,
batuk, mempercepat pengel
bagai substitusi sumber tepung, antioksidan kurk
urkumin
rematik, antelmentik, sebagai
el sehingga umur sel lebih lama, sel lebih produktif
ktif.
menghambat kerusakan sel

bi temu ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.)
Gambar 3 Batang dan umbi

ocatum Ruiz)
Sirih merah (Piper crocatum
erah (Piper crocatum) termasuk dalam famili Piperac
peraceae,
Tanaman sirih merah
an bentuk daun menyerupai hati dan bertangkai,i, yang
tumbuh merambat dengan
dari batangnya serta penampakan daun yang berw
rwarna
tumbuh berselang-seling dar
engkilap.
merah keperakan dan mengk
sirih merah dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
t:
Secara taksonomi sir
Divisi

: Spermathophyta

Subdivisi

: Angiospermae

Kelas

: Monochlamydeae

Ordo

: Piperales

Famili

: Piperaceae

Genus

: Piper

Spesies

: Piper crocatum Ruiz

12

h terkandung senyawa fitokimia yakni alkoloid,
d,
Dalam daun sirih merah
minyak atsiri. Minyak atsiri adalah senyawa
a
saponin, tanin, flavonoid dan m
ik
komplek yang ditandai dengan bau yang kuat dan dibentuk oleh aromatik
under. Minyak atsiri digunakan sebagai antiseptik,
k,
tanaman sebagai metabolit sekunde
tiinflamasi dan anastesi lokal (Bakkali et al. 2008).
).
obat antimikroba, analgesik, antiinf
telah digunakan oleh masyarakat yang berada di
Sirih merah sejak dulu tel
n
Pulau Jawa sebagai obat untuk meyembuhkan berbagai jenis penyakit dan
adat. Penggunaan sirih merah dapat digunakan
n
merupakan bagian dari acara adat
a m
maupun ekstrak kapsul. Secara empiris sirih
ih
dalam bentuk segar, simplisia
berbagai jenis penyakit seperti diabetes militus,
us,
merah dapat menyembuhkan ber
unkan kolesterol, mencegah stroke, asam urat,
t,
hepatitis, batu ginjal, menurunk
ata, keputihan, tukak lambung, kelelahan, nyeri
eri
hipertensi, prostatitis, radang ma
Hasil uji praklinis pada tikus dengan pemberian
n
sendi dan memperhalus kulit. Has
berat badan, aman dikonsumsi dan tidak bersifat
at
ekstrak hingga dosis 20 g/kg ber
erah banyak digunakan pada klinik herbal center
er
toksik (Manoi 2007). Sirih merah
n
sebagai ramuan atau terapi bagi penderita yang tidak dapat disembuhkan
hm
merah sebagai tanaman obat multi fungsi sangat
angat
dengan obat kimia. Potensi sirih
kan dalam penggunaannya sebagai bahan obat
besar sehingga perlu ditingkatkan
dan,
moderen. Senyawa flavonoid dan polevenolad bersifat anti kanker, anti oksidan,
anti diabetik, anti septik, dan anti iinflamasi.

atum Ruiz).
Gambar 4 Sirih merah (Piper crocatu

cium verum Hook)
Adas Bintang (Star Anise- Illicium
n sejenis rempah yang banyak digunakan dalam
m
Adas bintang merupakan
elayu. Bentuknya seperti bintang, berbau wangi
angi
masakan terutama masakan mel
an ini adalah bajiao (Cina), badayan/anasphal
phal
yang kuat. Nama lain tanaman
enal dengan nama bunga lawang/adas cina/pe ka.
a.
(Hindia), di Indonesia biasa dikenal

13

Bagian yang digunakan dari tananam ini adalah buah yang kering berwarna
coklat, berbentuk bintang, memiliki sudut yang terdiri dari 6-11 (biasanya 8),
perkembangannya sering tidak sama, sudut tajam panjang 12-20 mm dan tebal
6-11 mm, susunan seperti jari-jari lingkaran pendek, buah kering mengandung
minimum 70 ml/kg minyak atsiri.
Secara taksonomi Star Anise/Illicium verum dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
Divisi

: Magnoliophyta

Kelas

: Magnoliopsida

Ordo

: Austrobaileyales

Famili

: Illiciaceae

Genus

: Illicium

Spesies

: Illicium verum Hook

Tanaman ini asli dari cina selatan dan Vietnam. Dalam buah kering berisi
5-8% minyak atsiri, yang didominasi oleh anethole (85-90%). Komponen lain
adalah tannin, phellandrene, safrole, dan terpineol, memiliki efek aroma sedikit
(Carr 2004).
Star anise banyak digunakan dalam masakan dan obat tradisional. Buah
ini digunakan sebagai karminatif, dyspepsia, stimulant, insomnia, antiseptik,
antirematik dan diuretik. Uji pra klinik menunjukkan minyak buah Illicium verum
mempunyai potensi terapi dalam mengobati penyakit-penyakit mikroba, seperti
antijamur dan antioksidan (Orwa et al., 2009; Chouksey 2010). Meningkatnya
ketertarikan terhadap Star anise baru-baru ini sebagai obat herbal karena Star
anise merupakan bahan untuk pembuatan obat tamiflu antiviral. Pada
pengobatan tradisional cina, Star anise digunakan untuk membersihkan
penyumbatan mukus dari saluran pernafasan, membantu pengeluaran gas dan
kembung di saluran pencernaan, membantu pencernaan, minyaknya digunakan
sebagai antispasmus. Buah ini tidak sering digunakan untuk influenza pada
pengobatan cina, tetapi dalam pengobatan tradisional Tibet sering digunakan
(Anonim 2005).

14

Gambar 5 Bunga dan buah kering St
Star anise (Illicium verum Hook)

Ekstraksi dan berbagai pelarut
ut
Ekstraksi adalah prosess penarikan komponen/zat aktif suatu simplisia
ia
dengan menggunakan pelarut ter
tertentu. Ekstraksi dapat dilakukan dengan dua
cara yaitu fase air (aqueus phas
si
phase) dan fase organik (organic phase). Ekstraksi
fase

air

menggunakan

air

ssebagai

pelarut,

sedangkan

fase

anik
organik

menggunakan pelarut organik seper
seperti kloroform, eter dan sebagainya. Pelarut
ut
straksi harus memenuhi dua syarat, yaitu pelarut
ut
yang dapat digunakan untuk ekst
arut yang terbaik untuk bahan yang diekstraksi dan
tersebut harus merupakan pelarut
pelarut tersebut harus terpisah dengan cepat setelah pengocokan (Winarno et al.
aksi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu sifat
at
1973). Pemikiran metode ekstrak
andungan zat aktif serta kelarutan dalam pelarut yang
ang
jaringan tanaman, sifat kandungan
adalah melarutkan senyawa polar dalam pelarut
ut
digunakan. Prinsip ekstraksi adal
dalam pelarut non polar. Secara umum ekstraksi
si
polar dan senyawa non polar dal
mulai dengan pelarut non polar (n-heksana) lalu
alu
dilakukan secara berturut-turut m
enengah/semi polar (etil asetat atau diklormetan)
an)
pelarut yang kepolarannya menengah
bersifat polar (etanol atau methanol) (Harborne
e
dan kemudian pelarut yang ber
1987).

.
Imunohistokimia
Im
naan imunohistokimia adalah ikatan antara antigengenSecara umum pewarnaan
ecara langsung (direct method) maupun secara
ara
antibodi yang diikatkan baik sec
hod) dengan substansi penanda dan reaksi positif
tif
tidak langsung (indirect method)
adanya kromogen yang berikatan dengan substansi
ansi
akan tervisualisasi karena adany
unohistokimia (IHK) merupakan perpaduan antara
ara
penanda tersebut. Teknik Imunohi

15

reaksi imunologi dan kimiawi yang terjadi pada jaringan (Anonim 2008), yaitu
reaksi imunologi yang ditandai adanya reaksi antara antigen dengan antibodi,
dan reaksi kimiawi yang ditandai adanya reaksi antara enzim dengan substrat.
Pada reaksi IHK ini bersifat spesifik karena bahan yang dideteksi akan
direaksikan dengan antibodi spesifiknya yang ditandai dengan suatu enzim
(Sudiana 2005).
Reaksi kimia antara enzim dengan substrat yang cocok dapat
divisualisasikan di bawah mikroskop dengan timbulnya warna tertentu pada
jaringan yang diperiksa. Prinsip dasar dari teknik imunohistokimia adalah
terjadinya interaksi antara antibodi spesifik dengan epitop dari antigen
spesifiknya pada suatu jaringan, selanjutnya membentuk ikatan antibodi-antigen
kompleks yang eksklusif. Berdasarkan prinsip tersebut, maka teknik IHK dapat
digunakan untuk mendiagnosa suatu penyakit (sebagai antigen), bahkan boleh
dikatakan bahwa IHK mempunyai spesifisitas yang tinggi sebagai alat diagnosa
penyakit. Untuk menjaga spesifisitas reaksi dalam IHK, sebaiknya menggunakan
antibodi monoklonal (Astawa 2007).
Antibodi monoklonal mempunyai idiotipe dan isotipe yang sama. Idiotipe
merupakan bagian antibodi yang menentukan spesifisitasnya (antigen binding
surface), sedangkan isotipe adalah bagian antibodi yang menentukan kelassubkelas dari antibodi atau yang menentukan tipe-subtipe dari suatu antibodi.
Antibodi yang umum digunakan dalam imunohistokimia adalah kelas Ig-G
(Ramos-Vara 2005). Imunohistokimia adalah metode alternatif yang sangat baik
digunakan di dalam penelitian karena bersifat spesifik, sensitif, cepat, tidak mahal
dan telah menjadi metode yang baik dan terpercaya untuk diagnosa rutin dan
aktifitas penelitian. Imunohistokimia telah menjadi tekhnik yang sangat penting
dan secara luas dipakai pada laboratorium penelitian medis dan juga diagnosa
klinika. Banyak sekali metode IHK yang bisa digunakan untuk melokalisasi
antigen. Pemilihan metode yang sesuai harus didasari parameter-parameter
seperti tipe spesimen yang diselidiki dan tingkat sensitifitas yang dibutuhkan
(Anonim 2008b).
Metode IHK telah umum digunakan untuk mempelajari patogenesa virus
AI dengan cara mengidentifikasi tempat bereplikasinya virus ini pada jaringan
yang terinfeksi dan perubahan-perubahan histopatologi yang terlihat. Sistem
deteksi antigen ini diberikan langsung pada tempat antigen virus AI dalam
jaringan dari hewan yang terinfeksi. Metode ini diberikan untuk lebih mengerti

16

mekanisme patogen selama infeksi virus AI dengan mendeteksi antigen virus
pada jaringan target. Deteksi antigen dapat memperlihatkan lesi dan tingkat
infeksi (Pantin-Jackwood 2008). Perubahan patologi yang dapat terjadi pada
HPAI berupa hemorhagi pada seluruh organ viscera, mukosa dan stuktur limpoid
traktus intestinal dan respirasi. Sedangkan pada LPAI dapat menyebabkan
trakheitis dan udema pulmonum (Shane 2005).

17

METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2009 - Februari 2010.
Ekstraksi tanaman obat diperoleh dari Laboratorium Balai Penelitian Tanaman
Obat dan Aromatik (BALITTRO), Bogor dan uji tantang virus H5N1 di
Laboratorium Biosafety Level 3 (BSL 3) milik PT. Vaksindo Satwa Nusantara,
Cicadas, Gunung Putri, Bogor. Kemudian dilanjutkan dengan pembuatan
preparat histopatologi dan imunohistokimia di Bagian Patologi, Departemen Klinik
Reproduksi dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Materi Penelitian
Hewan percobaan
Pada penelitian ini digunakan 105 ekor ayam day old chick (DOC) broiler
dipelihara dengan pemberian pakan dan minum ad libitum.
Bahan
Virus strain

H5N1/Legok/2003 diperoleh dari PT. Vaksindo Satwa

Nusantara, Cicadas, Gunung Putri, Bogor. Ekstrak sambiloto, temu ireng, sirih
merah dan adas bintang. Larutan pelarut ekstrak (heksana, etanol, etil asetat),
Buffered Neutral Formaline (BNF) 10%, alkohol dengan konsentrasi bertingkat
(70%, 80%, 95%, 96%, alkohol absolut), xylol, parafin, Phosphate Buffered
Saline (PBS), sitrat bufer, Destilated Water (DW), Tween 20 0,1%, H2O2 3%,
antibodi monoklonal H5N1, antibodi sekunder, DAB (3,3-diaminobenzidine),
entelen, hematoksilin dan eosin.
Alat
Kandang yang terbuat dari kawat ram yang dilengkapi dengan tempat
pakan dan minum, seperangkat alat bedah, kaset histologi, timbangan digital,
gelas piala, gelas objek, cover glass, pipet, mikropipet, mikrotip, penangas air,
mikrotom rotari, inkubator, dan mikroskop.

18

Metode Penelitian
Uji Perlakuan Tanaman Obat ke Ayam.
Ayam DOC broiler berjumlah 105 ekor yang dibagi dalam 7 kelompok
dengan masing-masing kelompok berjumlah 15 ekor. DOC dipelihara dengan
diberi makan dan minum ad libitum dan dicekok ekstrak tanaman obat dalam
bentuk formulasi setiap hari selama 21 hari, mulai dari umur 7 hari hingga
berumur 28 hari. Dalam penelitian ini komposisi ekstrak yang digunakan
mengandung senyawa aktif dari tanaman obat berikut: Anetol (adas bintang),
Kurkumin (temu ireng), Piperin (sirih merah) dan Andrografolid (sambiloto)
masing-masing terdiri dari 2,5%. Pembagian bentuk formula tanaman obat dapat
dilihat pada Tabel 1 berikut ini:
Tabel 1.Pembagian formula ekstrak tanaman obat.
Formula
I

Komposisi
Ekstrak

tanaman

obat

yang

Pelarut
setara

dengan

Heksana

senyawa obat 2,5% (Anetol, kurkumin, piperin,
andrografolid)
II