Kajian Histopatologi Paru–Paru Ayam Broiler yang Diuji Tantang Virus Avian Influenza (H5N1) Setelah Pemberian Ekstrak Tanaman Sirih Merah (Piper Crocatum)

1

KAJIAN HISTOPATOLOGI PARU–PARU AYAM BROILER
YANG DIUJI TANTANG VIRUS AVIAN INFLUENZA (H5N1)
SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK TANAMAN
SIRIH MERAH (Piper crocatum)

CORRY MARCHELINDA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

2

PERNYATAAN MENGENAI SUMBER SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Kajian Histopatologi Paru–
Paru Ayam Broiler yang Diuji Tantang Virus Avian Influenza (H5N1)

Setelah Pemberian Ekstrak Tanaman Sirih Merah (Piper Crocatum) adalah
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2011
Corry Marchelinda
NRP B04062542

3

ABSTRACT

CORRY MARCHELINDA (B04062542). Study on Histopathology of Lung of
Broiler Chicken that was challenged by Avian Influenza (H5N1) Virus After
Treatment with Sirih Merah (Piper crocatum) Extract.
Under Direction of AGUS SETIYONO and WIWIN WINARSIH.


This research aim was to study the histopathological features of lungs in
broiler that challenged by Avian Influenza (AI) H5N1 virus after treatment with
sirih merah (Piper crocatum) extract. Fourteen Cobbs of broiler were divided
into 4 groups treatment included negative control (KN) who were not given the
sirih merah extract and not challenged by AI virus, positive control (K P) who
were not given the sirih merah extract but challenged by AI virus, negative
treatment (PN) who were given the sirih merah extract but not challenged by AI
virus, positive treatment (PP) who were given the sirih merah extract and
challenged by AI virus. Treatment of the sirih merah (Piper crocatum) 10%
extract/ml/head broiler was for three weeks per os and then challenged with
Avian Influenza H5N1 virus 104,0 EID50/0,1 ml per head intra nasal in BSL-3
facilities. The result of this research showed that the histopathological features of
lung in broiler group PP would be similar to the KN with the congestion and
oedema, however lesser than those PN whereas oedema was not shown. The KP
group showed the worst lesion than other groups with necrose in the alveol.
Based on the statistical analysis showed that KP group was significantly different
compared to the KN group however no significantly different while compared to
the PP and PN. In conclusion, the treatment of sirih merah (Piper crocatum)
extract to broiler followed by challenging with AI H5N1 virus can reduce the
mortality and damage of lungs organ.

Keyword: broiler, sirih merah (Piper crocatum), AI H5N1 virus,
histopathological

4

RINGKASAN

CORRY MARCHELINDA (B04062542). Kajian Histopatologi Paru–Paru
Ayam Broiler yang Diuji Tantang Virus Avian Influenza (H5N1) Setelah
Pemberian Ekstrak Tanaman Sirih Merah (Piper crocatum).
Di bawah bimbingan AGUS SETIYONO dan. WIWIN WINARSIH.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran histopatologi organ
paru-paru ayam pedaging yang ditantang virus Avian Influenza (AI) H5N1 setelah
pemberian ekstrak sirih merah (Piper crocatum). Empat belas ekor ayam
pedaging strain Cobbs yang dibagi menjadi 4 kelompok perlakuan, yaitu
kelompok kontrol negatif (KN) yang tidak diberi ekstrak sirih merah dan tidak
ditantang virus AI, kelompok kontrol positif (KP) yang tidak diberi ekstrak sirih
merah namun ditantang virus AI, kelompok perlakuan negatif (PN) yang diberi
ekstrak tanaman sirih merah namun tidak ditantang virus AI, dan kelompok

perlakuan positif (PP) yang diberi ekstrak tanaman sirih merah maupun ditantang
virus AI. Pemberian ekstrak sirih merah (Piper crocatum) 10% dosis 1 ml per
ekor pada ayam pedaging selama tiga minggu per os, kemudian diinfeksi virus AI
H5N1 dengan dosis 104,0 EID50/0,1 ml per ekor di laboratorium berfasilitas BSL-3
secara intra nasal.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gambaran
histopatologi paru-paru ayam kelompok PP menyerupai kelompok KN berupa
kongesti dan edema, namun edema tidak ditemukan pada gambaran PN.
Kelompok KP menunjukkan gambaran histopatologi terburuk dari kelompok
lainnya berupa nekrosa. Berdasarkan analisis statistik, menunjukkan bahwa KP
berbeda dibandingkan dengan KN, maupun dengan PP. Namun PP tidak berbeda
nyata jika dibandingkan dengan PN. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan
bahwa pemberian ekstrak sirih merah (Piper crocatum) pada ayam pedaging
kemudian diinfeksi dengan virus AI H5N1, mampu mengurangi mortalitas dan
kerusakan organ paru-paru akibat ditantang virus AI H5N1.
Kata kunci

: ayam pedanging, sirih merah (Piper crocatum), virus AI H5N1,
histopatologi.


5

© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar bagi IPB.
Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau keseluruhan karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.

6

KAJIAN HISTOPATOLOGI PARU–PARU AYAM BROILER
YANG DIUJI TANTANG VIRUS AVIAN INFLUENZA (H5N1)
SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK TANAMAN
SIRIH MERAH (Piper crocatum)

CORRY MARCHELINDA


Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

7

LEMBAR PENGESAHAN

Judul

: Kajian Histopatologi Paru–Paru Ayam Broiler yang Diuji
Tantang Virus Avian Influenza (H5N1) Setelah Pemberian
Ekstrak Tanaman Sirih Merah (Piper Crocatum)


Mahasiswa

: Corry Marchelinda
B04062542

Disetujui
Komisi Pembimbing

Pembimbing 1

Pembimbing 2

Drh. Agus Setiyono, MS.Ph.D

Dr. drh. Wiwin Winarsih, MSi

NIP. 19630810 198803 1 004

NIP. 19630614 199002 2 001


Diketahui,
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor

Dr. Dra. Nastiti Kusumorini
NIP. 19621205 198703 2 001

Tanggal Lulus :

8

PRAKATA
Alhamdulillah, puji dan syukur saya ucapkan pada Allah SWT atas segala
berkat dan karunia-Nya sehingga penyusunan dan penulisan skripsi dengan judul
Kajian Histopatologi Paru–Paru Ayam Broiler yang Diuji Tantang Virus
Avian Influenza (H5N1) Setelah Pemberian Ekstrak Tanaman Sirih Merah
(Piper Crocatum), telah diselesaikan.
Proses penyusunan skripsi selama satu tahun ini merupakan perjalanan
panjang disertai usaha, doa, dan dukungan dari berbagai pihak, saya ingin
mengucapkan terima kasih kepada:



ALLAH SWT, atas segala rahmat dan karuniaNya.



MY LOVELY FAMILY : Papi Ardy, SE ; Mami Ermawati, SH, MM ;
kakakku Ireyne I, SE, MM dan adekku tersayang Willy F, terima kasih
banyak Corry ucapkan atas doa, support via telephone, kasih sayang dan
perhatian dan nasehat–nasehat yang sangat berharga, selama Corry
merantau di Bogor.



Drh. H. Agus Setiyono, MS, Ph.D. sebagai pembimbing pertama skripsi
saya. Terimakasih atas ilmu, keterampilan, nasihat, saran, kritik, dan
kesabarannya dalam membimbing saya.




DR. Drh. Wiwin Winarsih, MSi sebagai dosen pembimbing kedua skripsi
saya, dan juga sebagai pembimbing akademik saya. Terimakasih atas ilmu,
keterampilan, nasihat, saran, kritik, dan kesabarannya dalam membimbing
saya selama menuntut ilmu di FKH-IPB.



Drh. Ekowati Handharyani, MS, Ph.D. sebagai dosen penilai seminar
skripsi. Terima kasih atas ilmu, nasihat, saran, dan kritik yang telah
diberikan.



DR. Drh. H. Razak Achmad Hamzah, MS. sebagai dosen penguji ujian
akhir sarjana kedokteran hewan. Terima kasih atas ilmu, nasihat, saran,
dan kritik yang telah diberikan.



DR. Ir. Etih Sudarnika, MSi. sebagai dosen penguji ujian akhir sarjana

kedokteran hewan. Terima kasih atas ilmu, nasihat, saran, dan kritik yang
telah diberikan.



Drh. Mawar Subangkit sebagai moderator seminar skripsi. Terima kasih
atas ilmu, nasihat, saran, dan kritik yang telah diberikan.

9



Seluruh dosen departemen AFF, KRP dan IPHK FKH IPB. Terima kasih
atas ilmu dan keterampilan yang telah diberikan selama saya menuntut
ilmu.



Pak Kasnadi, Pak Endang, Pak Sholeh, Mbak kiki dan seluruh staf di
Bagian Patologi, Departemen KRP.



Seluruh staf dari bagian kemahasiswaan AJMP FKH IPB. Terima kasih
atas bantuan dalam mengurus surat-surat perizinan.



Special thanks to Fajar alg. dan Iin Maena, terima kasih atas ilmu bantuan,
motifasi, semangatnya dan ajaran ilmu statistiknya.



Rekan-rekan sepenelitian (ayazt, zuhra ‗tek jue‘, sekar, ika, cumi, sonny,
ipin, pakde). Terima kasih atas support dan bantuan teman-teman dalam
penyelesaian skripsi tugas akhir ini.



Teman-teman angkatan 43sculapis tercinta, karena support, motivasi dan
bantuan teman-teman semua selama proses penyelesaian skripsi ini. Corry
tak akan pernah lupa akan kekompakan kita semua selama kegiatan di
FKH.

Bogor, Maret 2011

Corry Marchelinda

10

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Padang, Sumatera Barat pada tanggal 20 Maret 1988.
Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, dari pasangan Bapak Ardy
dan Ibu Ermawaty. M.
Pada usia 5 tahun, penulis memasuki jenjang pendidikan Taman KanakKanak Aisyah 4 Bustanul Atfal, Padang. Tahun 2000 penulis lulus dari SD
Adabiah 6, Padang, kemudian pada tahun 2003 penulis lulus dari SLTP Adabiah,
Padang. Penulis melanjutkan studi di SMAN 3 Padang dan lulus tahun 2006.
Pada tahun 2006 penulis diterima sebagai mahasiswi program sarjana di Institut
Pertanian Bogor melalui Ujian Saringan Masuk IPB (USMI). Setahun kemudian
penulis masuk ke Fakultas Kedokteran Hewn IPB melalui seleksi Tingkat
Persiapan Bersama (TPB).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis, penulis aktif dalam organisasi di
FKH IPB seperti pada tahun 2006-2007 penulis menjadi bendahara Himpunan
Mahasiswa Padang-Pariaman (HIMAPD) dalam Ikatan Pelajar dan Mahasiswa
Minang (IPMM) cabang Bogor. Pada tahun 2007-2008 penulis menjadi anggota
divisi keuangan Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia (IMAKAHI)
cabang IPB-Bogor, dan bergabung sebagai anggota divisi pendidikan Badan
Eksekutif Mahasiswa (BEM) FKH IPB kabinet harmoni. Kemudian pada tahun
2008-2009, penulis menjadi anggota informasi komunikasi dan usaha (infokus)
Himpunan Minat dan Profesi Hewan Kesayangan dan Satwa Akuatik (HKSA)
serta anggota komunikasi dan info Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan
Indonesia (IMAKAHI) cabang IPB-Bogor. Tahun 2009-2010 penulis merupakan
Bendahara VetZone–Majalah FKH IPB. Penulis juga aktif dalam berbagai
kegiatan dan kepanitiaan yang diselenggarakan oleh berbagai organisasi di dalam
dan luar FKH IPB.

11

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………….....

xii

DAFTAR TABEL ……………………………………………………….......

xiii

DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………… xiv
PENDAHULUAN
Latar Belakang ……………………………………………………….
Tujuan ……………………………………………………………......
Manfaat ……………………………………………………………….

1
2
3

TINJAUAN PUSTAKA
Virus Avian Influenza ………………………………………………...
Perubahan Patologis ……………………………………………...
Epidemiologi …………………………………………………......
Penggunaan Hewan Coba .……………………………………………
Paru-Paru Unggas ….………………………………………….....
Histologi dan Fisiologi Paru-Paru ………………………….........
Patogenesa …..……………………………………………….......
Sirih Merah (Piper crocatum) …………………………………….....
Zat-zat yang Terdapat pada Sirih Merah (Piper crocatum) ……..

4
5
6
7
9
10
12
13
14

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat .…………………………………………………..
Alat dan Bahan Penelitian .……………………………………….......
Alat Penelitian .……………………………………………….......
Bahan Penelitian .…………………………………………………
Prosedur Penelitian .………………………………………………......
Persiapan Ekstrak Tanaman Obat Sirih Merah (piper crocatum)…
Hewan Coba .……………………………………………………..
Kandang .……………………………………….…………………
Pemeliharaan, Pemberian Ekstrak Tanaman, dan Diuji Tantang
Virus ...............................................................................................
Pembuatan Preparat Histopatologi Paru-Paru ……………………
Pengamatan Histopatologi Paru-Paru …………………………….
Analisis Data ……………………………….…………………….

18
18
18
18
19
19
21
21
22
23
24
25

HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………………………

26

SIMPULAN DAN SARAN ………………………………………………….

38

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….......

39

12

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Morfologi virus Avian Influenza …………………..……………….....

4

2. Siklus penyebaran virus Avian Influenza ……………..………………

7

3. Ayam broiler ……………………………………………………….....

8

4. Histologi umum paru-paru ……………..……………………………..

10

5. Histologi paru-paru (alveoli) ………………………………………….

11

6. Histologi paru-paru unggas ..………………………………………….

12

7. Tanaman sirih merah (Piper crocatum)……………………………….

13

8. Pemeliharaan dan Perlakuan Ayam ......................................................

23

9a. Gambaran Histopatologi Paru-paru ayam kelompok Kontrol KN .........

27

9b. Gambaran Histopatologi Paru-paru ayam kelompok PN .......................

27

10a. Gambaran Histopatologi Paru-paru ayam kelompok Kontrol KP 100x

28

10b. Gambaran Histopatologi Paru-paru ayam kelompok Kontrol KP 400x

28

11. Gambaran Histopatologi Paru-paru ayam kelompok Kontrol PP ..........

29

12. Replikasi Virus Avian Influenza ……………………………………...

33

13. Respon Imun Terhadap Infeksi AI H5N1 .............................................

35

13

DAFTAR TABEL
Halaman
1. Virus influenza berdasarkan jenisnya .....................................................

5

2. Pengelompokan ayam berdasarkan perlakuan ………………………...

22

3. Kriteria skoring organ paru–paru ............................................................

24

4. Hasil rataan skoring lesio histopatologi paru-paru setiap perlakuan …..

26

5. Perbandingan persentase angka kematian antara KP dan PP ....................

36

14

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Uji Statistik ..............................................................................................

48

15

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Flu burung atau Avian Influenza (AI) adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh virus influenza tipe A dari golongan famili Orthomyxoviridae.
Virus AI biasanya menyerang unggas dan dapat berubah-ubah bentuk dan dapat
menyebabkan endemi maupun pandemi (Johanes et al. 2006). Virus AI subtipe
H5N1 merupakan yang perlu diwaspadai, karena pada tahun 1997 diketahui
menyerang burung-burung di seluruh dunia. Semenjak 2003, AI telah menular di
negara-negara Asia dan Eropa yang menyebabkan tingginya angka kesakitan dan
kematian pada ayam, itik, maupun burung liar. Virus AI H5N1 juga menyerang
mamalia, seperti babi, kuda, dan binatang laut seperti ikan paus dan anjing laut.
Tahun 2004, departemen pertanian telah mengumumkan secara resmi, bahwa
terjadi kasus AI pertama kali yang menyerang unggas di Indonesia (Judarwanto
2005 dan Johanes et al. 2006).
Virus flu burung atau Avian Influenza (AI) juga dapat menyerang manusia
dalam keadaan tertentu. Departemen kesehatan Indonesia telah mengidentifikasi
adanya infeksi AI pada seseorang penderita di Tangerang. Penemuan ini telah
dikuatkan oleh pemeriksaan laboratorium resmi World Health Organization
(WHO) di Hongkong. Hal ini merupakan penemuan penderita AI pada manusia
yang pertama kali di Indonesia. Di Indonesia terjadi wabah penyakit unggas yang
fatal pada bulan September hingga Oktober 2003 dan wabah tersebut telah
menimbulkan kerugian ekonomi cukup besar bahkan menimbulkan kematian yang
sangat tinggi (hampir 90%) pada unggas di beberapa peternakan. Bulan Januari
2004, pemerintah Indonesia menyatakan bahwa wabah tersebut disebabkan oleh
flu burung HPAI dengan subtipe H5N1 (Manoi 2007).
Merujuk kepada besarnya dampak negatif yang ditimbulkan oleh infeksi
virus flu burung atau Avian Influenza (AI), maka dibutuhkan usaha untuk
menanggulanginya. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mencari bahan
yang dapat menghambat maupun membunuh virus AI atau dapat membuat induk
semang menjadi tahan terhadap virus tersebut. Pemerintah mengatasi kasus AI
dengan menetapkan beberapa obat, seperti Tamiflu® (oseltamivir carboxylate) dan

16

Amantadine®. Tamiflu® bekerja sebagai inhibitor neuraminidase, bahan bakunya
berasal dari tanaman adas bintang (Illicium verum) yang harus diimpor dari
Vietnam atau China dengan biaya yang relatif mahal. Januari 2006, dilaporkan
bahwa 16% dari kasus AI pada manusia mempunyai tipe virus yang resisten
terhadap Tamiflu® (Verkerk et al. 2006).

Obat lainnya, Amantadine®, yang

bekerja sebagai ion chanel blocker, tetapi dilaporkan telah memicu resistensi pada
virus.
Berdasarkan kenyataan tersebut, maka sangat perlu untuk segera
menemukan obat alami untuk menangani kasus flu burung atau Avian Influenza
(AI) dari tanaman yang berasal dari alam Indonesia.

Sebagai negara tropis,

Indonesia menyimpan banyak kekayaan hayati yang belum dimanfaatkan
sepenuhnya, termasuk juga tanaman-tanaman obat yang biasa dijumpai dan juga
digunakan oleh masyarakat tradisional.

Tanaman obat adalah tanaman yang

penggunaan utamanya untuk keperluan obat-obatan, dalam hal ini obat tradisional
yang khasiatnya secara fitoterapi juga masih harus diteliti (Hasanah, 1992).
Salah satu tanaman yang digunakan oleh masyarakat sebagai obat
tradisional adalah sirih merah (Piper crocatum) yang memiliki multi-khasiat
dalam mengatasi beragam penyakit. Potensi sirih merah sebagai tanaman obat
multi fungsi sangat besar sehingga perlu ditingkatkan dalam penggunaannya
sebagai bahan obat modern. Menurut Setiyono et al.(2008), setelah melakukan
serangkaian penelitian pada tahun 2007 hasil penelitian menunjukan bahwa
Sambiloto, Temu Ireng, Beluntas dan Adas memiliki potensi sebagai penghambat
infeksi virus H5N1 ke sel vero.

Tujuan
Tujuan kegiatan penelitian ini dititik-beratkan pada kajian tanaman obat
dalam menghambat infeksi virus flu burung atau Avian Influenza (AI) pada ayam
melalui studi in vivo dan potensinya sebagai sediaan anti-virus, khususnya dalam
mengatasi infeksi virus AI. Tanaman obat yang akan dipakai dalam penelitian
untuk ini adalah sirih merah (Piper crocatum). Penelitian ini ditujukan untuk

17

mengetahui gambaran histopatologi paru–paru ayam yang diinfeksi virus AI dan
sebelumnya telah diberi ekstrak sirih merah (Piper crocatum).

Manfaat
Penelitian ini diharapkan memberikan informasi dasar tentang ekstrak
tanaman obat sirih merah (Piper crocatum) yang digunakan untuk pencegahan
Avian Influenza (AI) dan bisa dijadikan sebagai acuan untuk penelitian
selanjutnya.

18

TINJAUAN PUSTAKA

Avian Influenza
Virus Avian Influenza
Virus influenza merupakan virus RNA dari famili Orthomyxoviridae.
Virus ini memiliki asam nukleat beruntai tunggal, terdiri dari 8 segmen gen yang
mengkode sekitar 11 jenis protein. Virus influenza juga mempunyai selubung
atau simpai yang terdiri dari kompleks protein dan karbohidrat. Terdapat tonjolan
(spikes) yang digunakan untuk menempel pada reseptor yang spesifik pada sel
inang saat menginfeksi.

Ada dua jenis spikes pada virus ini yaitu yang

mengandung hemaglutinin (H) dan yang mengandung neuraminidase (N),
keduanya terletak dibagian terluar virion (Gambar 1).

Gambar 1

Morfologi virus Avian Influenza (Davidson 1995)

Horimoto dan Kawaoka (2001), menyatakan bahwa virus influenza
mempunyai 4 jenis antigen yang terdiri dari hemaglutinin, neuraminidase, protein
nukleokapsid, dan protein matriks.

Menurut Murphy dan Webster (1996),

berdasarkan perbedaan antigenik pada nukleoprotein dan protein matriks, virus
influenza diklasifikasikan sebagai tipe A, B, dan C, sedangkan virus AI sendiri
termasuk dalam virus influenza tipe A.
Virus Influenza tipe A sangat patogen bagi manusia dan hewan, sehingga
mempunyai peran penting dalam bidang kesehatan karena menyebabkan angka
kesakitan dan kematian yang tinggi di seluruh dunia. Virus influenza tipe A ini

19

dapat menyebabkan pandemi karena mudah bermutasi, baik berupa antigenic drift
ataupun antigenic shift sehingga membentuk varian-varian baru yang lebih
patogen. Virus influenza B adalah jenis virus yang hanya menyerang manusia,
sedangkan virus influenza C jarang ditemukan walaupun dapat menyebabkan
infeksi pada manusia dan hewan. Jenis virus influenza B dan C jarang sekali
menyebabkan wabah pandemi atau bahkan tidak sama sekali. Pengelompokan
virus influenza berdasarkan sifatnya dijelaskan pada Tabel 1.

Tabel 1

Pengelompokan virus influenza berdasarkan jenisnya

Spesies influenza

A

B

C

Ya

Tidak

Tidak

Pan atau epidemic

epidemi

Epidemic

Shift dan Drift

Drift

Drift

Jumlah segmen RNA

8

8

7

Jumlah protein permukaan

2

2

1

Reservoir Hewan
Transmisi Manusia
Mutasi

Keterangan :
o Pandemi (kejadian penyakit yang dalam waktu singkat menyebar ke beberapa Negara),
o Epidemi (kejadian penyakit yang mengalami peningkatan)
o Shift (istilah mutasi virus AI = bentuk determinan antigen berubah secara perlahan dan
lambat menjadi bentuk yang berbeda pada setiap generasi virus),
o Drift (istilah mutasi virus AI = mudah mengkombinasikan HA dan NA untuk
menghasilkan variasi antigenik baru)
Sumber : maksum 2010

Penyakit flu burung atau Avian Influenza (AI) dikelompokkan menjadi
dua, yakni flu burung yang sangat patogenik (Highly Pathogenic Avian Influenza
atau HPAI) yang dahulu lebih dikenal dengan fowl plaque dan flu burung yang
kurang patogenik (Low Pathogenic Avian Influenza atau LPAI). Kedua jenis flu
burung tersebut disebabkan oleh virus famili Orthomyxoviridae tipe A (Easterday
and Hinshaw 1991). Menurut Office International des Epizooties (OIE) pada
tahun 2000, subtipe yang menimbulkan HPAI hanya H5 dan H7, namun infeksi
virus HPAI pada ayam sangat fatal dan menular. Umumnya unggas yang hidup di
air merupakan reservoir utama dari penyakit ini.

Perubahan Patologis
Perubahan makroskopik pada kasus flu burung atau Avian Influenza (AI)
ditemukan sangat bervariasi pada unggas. Hal tersebut sesuai dengan lokasi lesio

20

yang terjadi, derajat keparahan, spesies unggas dan patogenisitas virus influenza
itu sendiri. Bentuk ringan ditemukan dengan adanya salah satu atau campuran
dari eksudat kataralis, fibrinus, serofibrinus, mukopurulen atau kaseus pada sinus.
Bentuk akut terlihat jika unggas mati dalam waktu yang singkat namun biasanya
tidak ditemukan adanya perubahan makroskopik tertentu karena lesio pada
jaringan belum berkembang (Davison et al. 1999).
Berbagai subtipe virus influenza tersebut dapat menimbulkan lesio pada
stadium awal, yang meliputi edema pada kepala yang disertai oleh pembengkakan
sinus, sianosis, kongesti dan hemoragi pada pial dan balung.

Kongesti dan

hemoragi mungkin ditemukan juga pada kaki bahkan ditemukan adanya fokal
nekrotik pada hati, limpa, ginjal dan paru jika penyakit berlanjut. Perubahan
mikroskopik pada lesio yang ditimbulkan oleh fowl plaque (HPAI) ditandai oleh
adanya gambaran histopatologi berupa edema, hiperemi, hemoragi dan
perivascular cuffing sel limfoid, terutama pada miokardium, limpa, paru, otak,
balung dan dengan frekuensi yang lebih rendah pada hati dan ginjal (Hooper
1989).
Pemeriksaan serologis dapat dilakukan untuk mengetahui adanya
pembentukan antibodi terhadap AI yang dapat diamati 7-10 hari pasca-infeksi.
Adapun uji serologis yang sering digunakan adalah uji hemaglutinasi inhibisi (HI)
untuk mengetahui adanya antibodi terhadap hemaglutinin (H) dan agar gel
presipitasi (AGP) untuk mengetahui adanya antibodi terhadap neuraminidase (N).
Uji serologis lainnya adalah uji netralisasi virus (VN), neuraminidase-inhibition
(NI), enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA), antibodi monoclonal,
hibridisasi in situ, dan imunofluorescence. Penyakit yang mirip gejala klinisnya
dan dapat dijadikan sebagai diagnosa banding dengan Avian Influenza (AI) adalah
Newcastle Disease (ND), Pigeon paramyxovirus, Infectious Bronchitis (IB),
Swollen Head Syndrome (SHS), dan avian mikoplasmosis (Tabbu 2000).

Epidemiologi
Menurut Office International des Epizooties (OIE) 2004, terdapat 16 jenis
subtipe H dan 9 jenis subtipe N dari virus AI. Berdasarkan data kasus seroprevalensi secara epidemiologi menunjukkan bahwa beberapa subtipe virus

21

influenza A telah menyebabkan wabah pandemi selama beberapa tahun antara lain
H7N7 (1977), H3N2 (1968), H2N2 (1957), H1N1 (1918), H3N8 (1900), dan
H2N2 (1889). Kasus AI dalam perkembangan, tidak hanya menyerang unggas,
tetapi juga menyerang mamalia lainnya bahkan manusia, seperti yang terlihat
pada Gambar 2.

Gambar 2 Siklus penyebaran virus Avian Influenza (Nanocid 2008)

Kamps dan Reyes (2006) menyatakan bahwa virus Avian Influenza (AI)
dikenal cerdik dan susah diberantas karena sifatnya yang mudah merubah asam
intinya. Selain itu, karena sifatnya dapat melakukan penyebaran melalui udara
menyebabkan virus ini cepat berpindah ke hewan lainnya. Penyakit AI yang
sangat patogen (HPAI) telah terdaftar sebagai penyakit list A (OIE 2000). Di
Indonesia terjadi wabah penyakit unggas yang fatal pada bulan September hingga
Oktober 2003 dan wabah tersebut telah menimbulkan kerugian ekonomi cukup
besar bahkan menimbulkan kematian yang sangat tinggi (hampir 90%) pada
unggas di beberapa peternakan.

Penggunaan Hewan Coba
Ayam, kalkun, bebek dan unggas lainnya merupakan hewan yang biasa
digunakan sebagai hewan coba laboratorium karena menurut Tabbu (2000), virus
AI menimbulkan mortalitas yang tinggi pada hewan tersebut dalam kondisi alami.

22

Ayam broiler adalah galur ayam hasil rekayasa teknologi yang memiliki
karakteristik ekonomis dengan ciri khas pertumbuhan cepat sebagai penghasil
daging, masa panen pendek dan menghasilkan daging berserat lunak, timbunan
daging baik, dada lebih besar dan kulit licin (North and Bell 1990). Gambaran
performa ayam broiler secara umum terlihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Ayam broiler (Jackie Deems 2010)

Klasifikasi ayam broiler menurut Sarwono (2003), adalah sebagai berikut :
Kingdom

: Animalia

Divisi

: Chordata

Kelas

: Aves

Sub kelas

: Neonithes

Ordo

: Galiformis

Genus

: Gallus

Spesies

: Gallus domesticus.

Menurut Rasyaf (1999) ayam broiler merupakan ayam pedaging yang
mengalami pertumbuhan pesat pada umur 1–5 minggu, bahkan ayam yang
berumur 6 minggu sudah sama besarnya dengan ayam kampung dewasa yang
dipelihara selama 8 bulan. Keunggulan ayam broiler tersebut didukung oleh sifat
genetik dan keadaan lingkungan seperti makanan, temperatur dan pemeliharaan.

23

Umumnya di Indonesia ayam broiler sudah dipasarkan pada umur 5-6 minggu
dengan berat 1,3–1,6 kg walaupun laju pertumbuhannya belum maksimum,
karena ayam broiler yang sudah berat sulit dijual (Cahyono 1995). Menurut
Mountney (1983) ayam broiler yang baik adalah ayam yang cepat tumbuh dengan
warna bulu putih, tidak terdapat warna-warna gelap pada karkasnya, memiliki
konfirmasi dan ukuran tubuh yang seragam. Ayam broiler akan tumbuh optimal
pada temperatur lingkungan 19–21oC (Soeharsono 1976).

Gejala klinis yang

ditimbulkan akibat AI lebih cepat terlihat pada ayam broiler dibandingkan ayam
layer.

Paru–Paru Unggas
Paru-paru merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut, dan terletak
di dalam rongga dada dan toraks.

Kedua paru-paru saling terpisah oleh

mediastinum sentral yang berisi jantung dan beberapa pembuluh darah besar.
Tiap paru-paru mempunyai apeks (bagian atas paru-paru), basis (bagian bawah
paru–paru), pembuluh darah paru-paru, bronkhial, saraf dan pembuluh limfe yang
memasuki tiap paru-paru, terutama pada bagian hilus dan akan membentuk akar
paru-paru (Johnson 2008).
Paru–paru ayam bentuknya berlobus, secara utuh menempel pada pleura,
dan memiliki berat normal sekitar 40-60 gram. Jika paru–paru berukuran terlalu
besar maka bisa saja merupakan patologi, seperti bengkak karena berbagai
penyakit atau terjadi akumulasi peradangan yang menimbulkan eksudat berlebih.
Paru–paru yang baik berwarna merah jingga dan seperti spons, dapat terisi udara
dengan baik. Secara umum, paru–paru dibagi menjadi system penyalur udara intra
pulmonari, parenkim ataupun sistem respirasi dan pleura.
Paru–paru ayam yang baik umumnya berwarna merah, berukuran kecil,
dan menempel di kiri-kanan collumna vertebralis pada septum dorsalis di dalam
ruangan cavum pulmonale.

Di bagian ventral facies septalis terdapat hillus

pulmonalis, yaitu tempat masuknya pembuluh darah dan bronkhi primer (Ritchson
2009).

24

Histologi dan Fisiologi Paru–paru
Paru-paru

ayam

parabronkhus, dan alveoli.

normal

terdiri

dari

bronkhus

intrapulmonum,

Bronkhus intrapulmonum memiliki mukosa dan

adventisia. Tulang rawan jarang sekali tampak, karena sejak di vestibulum tulang
rawan sudah tidak ada. Epitel mukosa berbentuk silinder banyak baris bersilia,
dengan propria submukosa banyak mengandung pembuluh darah (Brown 1992).
Kapiler pembuluh darah berfungsi untuk tempat pertukaran gas yang kaya O2 dan
miskin O2, sistem tersebut dikenal dengan blood air barrier. Parabronkhus pada
paru–paru ayam merupakan saluran yang berfungsi menyalurkan udara dari dan
atau ke paru–paru. Epitel parabronkhus berbentuk kubus, di bawahnya terdapat
jaringan ikat dan otot polos. Alveoli merupakan bagian terpenting dari paru–paru,
karena di jaringan ini dapat mengembang bila terisi udara (fleksibel). Alveolus
juga berperan atas terjadinya pertukaran gas yang kaya O2 dan miskin O2 bersama
dengan kapiler sekitarnya. Histologi normal paru-paru terlihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Histologi umum paru-paru (Caceci 2006)

Pada dinding paru-paru yakni di sekitar alveolus terdapat sel pneumosit,
yang terdiri dari pneumosit type I (memranous pneumocytes) dan pneumosit type
II (Granular Pneumocytes) seperti yang terlihat pada Gambar 5. Secara normal,
sel pneumosit type I ini melapisi 95% dinding alveoli dan menjalankan fungsi
utama paru-paru sebagai tempat pertukaran udara. Sel ini sangat rentan terhadap
kekurangan oksigen (Codd et al. 2005). Sel pneumosit type II yang terdapat di
epitel alveoli merupakan sel penghasil surfaktan. Surfaktan berfungsi untuk

25

mengurangi tekanan permukaan cairan yang menyelimuti alveol, menurunkan
tekanan yang diperlukan oleh alveol-alveol kecil sehingga mencegah kerobekan
alveol-alveol kecil menjadi alveol besar (Daniels et al. 1998).

Gambar 5 Histologi alveolus (Slomianka 2009)

Unggas tidak mempunyai alveoli paru–paru seperti yang terdapat pada
paru–paru mamalia, namun unggas mempunyai jutaan faveolar paru–paru yang
biasa disebut dengan parabronkhi dan akan berhubungan dengan saluran terakhir
melalui dorsobronchi (Romers dan Parsons 1977).

Parabronkhi berasal dari

bronchi medioventrales di satu sisi dan bronkhi mediodorsales serta bronkhi
lateroventrales di sisi lainnya. Tiap parabronkhus merupakan pipa-pipa panjang
yang berdiameter 0.2-0.5mm tergantung ukuran unggas. Selanjutnya parabronkhi
dari kedua sisi akan bertemu di suatu tempat dasar yang disebut planum
anastomicum. Parenkim atau daerah pertukaran gas kira–kira 85% dari paru–
paru, terdiri dari duktus alveolaris, sakus alveolaris, dan alveoli (Frandson 1992).
Sistem penyalur udara intrapulmonar (bronchus dan bronchiolus),
mencapai 6% paru–paru. Gambar 6, menunjukkan mesobronkhus yang secara
struktural sangat mirip dengan bronkhus mamalia (Gambar 4). Mesobronkhus
memiliki tulang rawan dan otot polos di dinding, tidak memiliki fungsi langsung
dalam pertukaran gas, seperti bronkhus pada mamalia (Caceci 2006).

26

Gambar 6 Histologi paru-paru unggas (Caceci 2006)

Ketika udara kotor yang dibawa aliran darah dari jantung, kemudian
masuk dalam paru–paru akan ditukar dengan udara kaya oksigen yang diperoleh
paru-paru dari lingkungan luar, melalui proses yang disebut bernafas (Guyton
2008). Sistem respirasi merupakan tempat terjadinya pertukaran gas antara darah
dan udara.

Sistem respirasi dibagi menjadi dua bagian pokok yaitu: bagian

konduksi dan bagian respirasi.

Bagian konduksi berperan sebagai pencuci,

memanasi atau mendinginkan dan membuat udara lebih lembab, sedangkan
bagian konduksi merupakan tabung yang menghubungkan dunia luar dan paruparu, terdiri atas: hidung, faring, laring, trakea, bronkhi dan bronkhioli
(Cunningham 1994).

Patogenesa
Penyebaran virus Avian Influenza terjadi melalui udara.

Virus yang

tertanam pada membran mukosa akan terikat dengan mukoprotein yang
mengandung asam sialat yang dapat mengikat virus.

Tetapi virus yang

mengandung neuraminidase (N) pada permukaannya dapat memecah ikatan
tersebut. Virus selanjutnya akan melekat pada epitel permukaan saluran nafas
untuk kemudian bereplikasi di dalam sel tersebut. Replikasi virus terjadi selama
4-6 jam sehingga dalam waktu singkat virus dapat menyebar ke sel-sel
didekatnya. Masa inkubasi virus 18 jam hingga 4 hari, lokasi utama dari infeksi
yaitu pada sel-sel kolumnar yang bersilia.

Sel-sel yang terinfeksi akan

membengkak dan intinya mengkerut dan kemudian mengalami piknosis.

27

Bersamaan dengan terjadinya disintegrasi dan hilangnya silia selanjutnya akan
terbentuk badan inklusi (Nainggolan 2007).

Sirih Merah (Piper crocatum)
Indonesia merupakan negara yang kaya akan berbagai jenis tumbuhan.
Tumbuhan tersebut dapat memberikan manfaat pada berbagai bidang antara lain
bidang pertanian, perkebunan, kehutanan, industri, bahan dasar obat-obatan dan
sebagainya. Tumbuhan yang digunakan sebagai obat dikenal dengan nama obat
tradisional dan sampai saat ini masih banyak digunakan oleh masyarakat. Hal itu
perlu dilestarikan, karena obat tradisional harganya relatif lebih murah
dibandingkan dengan obat sintesis, serta bahan-bahannya pun mudah didapat
(Wijayakusuma 2000).
Ciri khas tanaman tropis ini, berbatang bulat hijau keunguan dan tidak
berbunga. Seperti sirih hijau, tanaman sirih merah juga tumbuh merambat di
pagar atau pohon yang tumbuh berselang-seling dari batangnya. Penampakan
Daunnya bertangkai membentuk jantung hati dan bagian atasnya meruncing.
Permukaan daun mengkilap dan tidak merata yang berwarna merah keperakan
(Gambar 7). Daunnya berasa pahit getar, namun beraroma lebih wangi dibanding
sirih hijau. Bila dirobek, daun sirih merah akan berlendir (Duryatmo 2006).

Gambar 7 Tanaman sirih merah (Dokumen pribadi 2010)

28

Adapun kedudukan tanaman sirih merah yang termasuk dalam famili
Piperaceae. Menurut Backer (1963) dalam sistematik (taksonomi) sirih merah
(Piper crocatum) diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom

: Plantae (tumbuhan)

Sub kingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji)
Divisi

: Magnoliophyta (tumbuhan berbunga)

Kelas

: Magnoliopsida (dikotil/berkeping dua)

Sub kelas

: Magnoliidae

Ordo

: Piperales

Famili

: Piperaceae (suku sirih-sirihan)

Genus

: Piper

Spesies

: Piper crocatum

Zat-Zat yang Terkandung dalam Sirih Merah (Piper crocatum)
Daun sirih (Piper crocatum) mengandung ragam senyawa kimia seperti
minyak atsiri yang terdiri dari senyawa kavikol, karvakol, sineol, metal kavikol,
eugenol, dan kavibetol. Selain itu, daun sirih juga mengandung tanin, gula, dan
amilum. Menurut Rahmadi (2009), dalam daun sirih merah terkandung senyawa
fitokimia yakni alkaloid, saponin, tanin dan flavonoid. Menurut Sudewo (2007),
dari hasil kromotogram dapat dilihat bahwa daun sirih merah mengandung
flavonoid, polifenolad, tanin dan minyak atsiri.

Diketahui bahwa senyawa

tersebut mempunyai sifat antibakteri.
Flavonoid berfungsi sebagai antibakteri dengan cara membentuk senyawa
kompleks terhadap protein ekstraseluler yang mengganggu integritas membran sel
bakteri (Cowan 1999). Menurut Dwidjoseputro (1994), flavonoid merupakan
senyawa fenol dan dapat bersifat koagulator protein. Flavonoid adalah kelompok
senyawa fenol yang terbesar ditemukan di alam. Senyawa ini merupakan zat
warna merah, ungu, biru dan sebagian kuning yang ditemukan dalam tumbuhan
(Harborne 1987). Flavonoid dapat dikasifikasikan menjadi 3 yaitu flavoniod,
isoflavonoid, dan neoflavonoid. Flavonoid merupakan senyawa polifenol yang
memiliki gugus –OH.

29

Alkaloid memiliki kemampuan sebagai antibakteri dan diduga mekanisme
kerjanya dengan cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel
bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan
menyebabkan kematian sel tersebut (Robinson 1991).

Alkaloid merupakan

metabolit sekunder yang paling banyak diproduksi tanaman. Alkaloid adalah
bahan organik yang mengandung nitrogen sebagai bagian dari sistim heterosiklik.
Sampai saat ini semakin banyak alkaloid yang ditemukan dan diisolasi untuk obat
modern. Alkaloid bersifat basa, di alam berada sebagai garam dengan asam-asam
organik. Adanya sifat basa ini mempermudah memisahkan ekstrak total alkaloid
dari komponen lainnya (Harborne 1987). Alkaloid di dalam sirih merah berfungsi
sebagai antikanker, antiinflamasi dan antimikroba.

Alkaloid memiliki

kemampuan sebagai antibakteri dan diduga dengan cara mengganggu komponen
penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak
terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut.
Tanin, salah satu fitokimia yang terdapat dalam sirih merah (Piper
crocatum), merupakan astringen, polifenol dalam tumbuhan yang mengikat dan
menciutkan protein (McGee 2004). Tanin merupakan senyawa fenol dan terdapat
luas dalam tumbuhan berpembuluh (angiospermae) dan terdapat khusus dalam
jaringan kayu. Tanin dapat juga ditemukan dalam jaringan daun, tunas, biji, akar,
dan batang (Hemingway dan Karchesy 1989). Tanin dapat digunakan dalam
bidang medis sebagai obat yang berfungsi sebagai penyembuh sakit perut
khususnya antidiare, hemostatik, antihemoroid dan juga dapat digunakan sebagai
obat antiseptik pada luka.

Di samping itu, tanin memiliki efek moluskisida,

antiviral, antiinflamasi dan mempercepat penyembuhan luka. Tanin juga dapat
menyebabkan regresi tumor yang sudah terdapat di jaringan (Bajaj 1999).
Menurut batasannya, tannin dapat bereaksi dengan protein membentuk kapolismer
kuat yang tidak larut dalam air.
Tanin memiliki aktivitas antibakteri, secara garis besar mekanisme yang
diperkirakan menurut Akiyama et al. (2001) adalah sebagai berikut : toksisitas
tanin dapat merusak membran sel bakteri, senyawa astringen tanin dapat
menginduksi pembentukan kompleks senyawa ikatan terhadap enzim atau substrat
mikroba dan pembentukan suatu kompleks ikatan tanin terhadap ion logam yang

30

dapat menambah daya toksisitas tanin itu sendiri. Menurut Ajizah (2004) tanin
diduga dapat mengkerutkan dinding sel atau membran sel sehingga mengganggu
permeabilitas sel itu sendiri. Akibat terganggunya permeabilitas sel, maka sel
tersebut tidak dapat melakukan aktivitas hidup dan pertumbuhannya terhambat
atau bahkan mati. Masduki (1996) menyatakan bahwa tanin juga mempunyai
daya antibakteri dengan cara mempresipitasi protein, karena diduga tanin
mempunyai efek yang sama dengan senyawa fenolik.

Efek antibakteri tanin

antara lain melalui : reaksi dengan membran sel, inaktivasi enzim, dan destruksi
atau inaktivasi fungsi materi genetik.
Saponin, yang merupakan glikosida yang membentuk basa dalam air.
Apabila dihidrolisis dengan asam akan menghasilkan gula dan spogenin yang
sesuai, saponin merupakan senyawa kimia aktif permukaan yang dapat dideteksi
berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan menghemolisis sel darah
(Harborne 1987). Berdasarkan Sholikhah (2006), saponin dapat dipakai sebagai
antimikroba.
Zat lainnya yang terkandung pada tanaman sirih merah yakni minyak atsiri
pada sirih merah ini berfungsi sebagai antiradang dan antiseptik. Menurut Fitriani
(1999), sejak dahulu orang mengetahui bahwa bunga, daun dan akar dari berbagai
tumbuhan mengandung bahan yang mudah menguap dan berbau wangi yang
disebut minyak atsiri. Minyak atsiri berperan sebagai antibakteri dengan cara
mengganggu proses terbentuknya membran atau dinding sel sehingga tidak
terbentuk atau terbentuk tidak sempurna (Ajizah 2004).
Minyak atsiri yang aktif sebagai antibakteri pada umumnya mengandung
gugus fungsi hidroksil (-OH) dan karbonil. Turunan fenol berinteraksi dengan sel
bakteri melalui proses adsorpsi yang melibatkan ikatan hidrogen. Pada kadar
rendah terbentuk kompleks protein fenol dengan ikatan yang lemah dan segera
mengalami penguraian, diikuti penetrasi fenol ke dalam sel dan menyebabkan
presipitasi serta denaturasi protein. Pada kadar tinggi fenol menyebabkan
koagulasi protein dan sel membran mengalami lisis (Parwata dan Dewi 2008).
Tanaman sirih merah (Piper crocatum) juga memproduksi berbagai
macam bahan kimia lainnya untuk tujuan tertentu, yang disebut dengan metabolit
sekunder. Metabolit sekunder tanaman tersebut merupakan bahan yang tidak

31

esensial untuk kepentingan hidup tanaman tersebut, tetapi mempunyai fungsi
untuk berkompetisi dengan makhluk hidup lainnya. Metabolit sekunder yang
diproduksi tanaman bermacam-macam seperti alkaloid, terpenoid, isoprenoid,
flavonoid, cyanogenik, glukosida, glukosinolat, dan protein non asam amino.
Menurut Hariana Arief (2008) kandungan kimia lain yang juga terdapat
pada daun sirih merah (Piper crocatum), seperti : hidroksikavicol, kavikol,
kavibetol, allylprokatekol, karvakrol, eugenol, p-cymene, cineole, caryofelen,
kadimen estragol, ter-penena, dan fenil propada. Karena banyaknya kandungan
zat atau senyawa kimia bermanfaat inilah, daun sirih merah memiliki manfaat
yang sangat luas sebagai bahan obat. Karvakol bersifat desinfektan, anti jamur,
sehingga bisa digunakan untuk obat antiseptik pada bau mulut dan keputihan.
Eugenol dapat digunakan untuk mengurangi rasa sakit atau nyeri (analgesik).

32

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli hingga Agustus 2008 yang terdiri
atas pemeliharaan dan perlakuan dengan pemberian ekstrak tanaman terhadap
ayam broiler yang bertempat di kandang hewan laboratorium. Di Laboratorium
berfasilitas Biosafety Level Three (BSL-3) PT. Vaksindo Satwa NusantaraCicadas, ayam broiler tersebut kemudian ditantang dengan virus Avian Influenza
(AI) untuk dilihat efektifitas dari tanaman obat terhadap infeksi virus tersebut.
Pengamatan histopatologi paru-paru ayam dilakukan di laboratorium histopatologi
bagian Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan Penelitian
Alat Penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain syringe 1 ml
untuk masing-masing jenis ekstrak, tempat makan dan minum, kandang hewan
coba yang terbuat dari papan kayu, lampu, sekam kering, botol ekstrak, skalpel,
pinset anatomis, dan gunting.

Adapun peralatan yang digunakan untuk

pembuatan dan pengamatan sediaan histopatologi terdiri atas tissue casset,
automatic tissue processor, mikrotom, alat embedding, pencetak parafin, peralatan
pewarnaan HE, mikroskop cahaya, dan alat mikrofotografi.

Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain 14 ekor ayam
broiler, pakan konsentrat, air dan ekstrak tanaman obat sirih merah (Piper
crocatum) 10%. Adapun bahan yang digunakan untuk pewarnaan histopatologis
yaitu : larutan Mayer’s hematoksilin dan eosin, alkohol dengan konsentrasi
bertingkat, xilol, eter, buffered neutral formalin (BNF) 10% dan parafin cair.

33

Prosedur Penelitian
Persiapan Ekstrak Tanaman Obat Sirih Merah (Piper crocatum)
Penyiapan bahan baku dimulai dari panen bahan baku sampai proses pasca
panen dan pembuatan ekstraksi tanaman obat yang dilakukan dan disiapkan oleh
Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (BALITRO). Adapun prosedur
pembuatan sediaan berupa : simplisia, penggilingan, ekstraksi dan pengujian
komponen fitokimia.
Pembuatan ekstrak dilakukan oleh BALITTRO dengan bentuk sediaan
berupa larutan dalam botol dan diberi nama masing–masing tanaman obat.
Ekstrak tanaman obat per botol memiliki volume sebanyak 100 ml untuk
diberikan sebanyak 0,5 ml satu kali sehari pada masing-masing ayam yang
tersedia di kandang. Ekstrak tanaman obat yang digunakan pada penelitian ini
adalah sirih merah (Piper crocatum) 10%.
Penyiapan Ekstrak Tanaman Terstandar
Budidaya
Penyiapan bahan baku (kecuali adas bintang) dimulai dari panen bahan
baku sampai proses pasca panen. Bahan baku tanaman dipanen dari koleksi
plasma nutfah tanaman obat di kebun lingkup Balai Penelitian Tanaman obat dan
Aromatik.
Tempat dan waktu
Temu ireng dipanen dari kebun koleksi plasma nutfah di KP. Cimanggu, pada
ketinggian 240 m diatas permukaan laut (dpl). Sambiloto dan sirih merah dari
KP. Cicurug, pada ketinggian 550 m dpl dari kebun Percobaan Manoko,
Lembang, pada ketinggian 1200 m dpl. Penanaman telah dilakukan pada bulan
Desember 2007 dan pemeliharaan tanaman mengikuti SOP budidaya tanaman
untuk menghasilkan potensi genetik yang optimal.

Adas bintang belum

dibudidayakan di Indonesia, sehingga bahan baku dibeli dari suplier dari Medan
Sumatara Utara.

Rancangan lingkungan
Pemeliharaan dilakukan agar tanaman dapat tumbuh dan berproduksi
dengan baik meliputi (1) penyiangan tanaman dilakukan sampai tanaman berumur

34

6-7 bulan, (2) pembumbunan mulai dilakukan pada saat terbentuk rumpun dengan
4-5 anakan agar rimpang selalu tertutup tanah, (3) pengendalian organisme
pengganggu tanaman dilakukan sesuai dengan keperluan.
Rancangan Perlakuan
Perlakuan budidaya diarahkan pada umur panen dari bagian tanaman yang akan
digunakan sebagai bahan baku. Untuk temu ireng, panen dilakukan pada umur 6
dan 7 BST. Cara panen dilakukan disesuaikan dengan tanaman. Temu ireng
dipanen dengan cara membongkar seluruh rimpangnya menggunakan garpu,
cangkul, kemudian tanah yang menempel dibersihkan. Pada sirih dengan cara
memetik daun, sedangkan sambiloto memanen terna bagian atas.
Pengamatan
Parameter yang diamati adalah mutu (proksimat) dari tiap bagian tanaman yang
dipanen, berdasarkan Materia Medika Indonesia (MMI) yang meliputi kadar air,
kadar abu, kadar abu tak larut asam, kadar sari larut air dan kadar sari larut etanol.
Selanjutnya akan dilakukan analisis kimia.
Pasca panen
Kegiatan pasca panen akan dilakukan di laboratorium Fisiologi Hasil Balittro
mulai bulan Juni tahun 2008. Bahan yang digunakan untuk ekstrasi adalah etanol
95 %.
Alat yang digunakan adalah timbangan, autoklaf, sentrifuge, inkubator, vorteks,
water bath, erlenmeyer, blender, kapas, tissue, gelas ukur, tabung steril, gelas
ukur, tabung steril, corong pisah, tabung kromatografi, pipa kapiler, kandang
ayam, lampu listrik, tabu destruksi, labu penyuling, labu penyering, alat
penyering, sochlet, alat peniup (compresor), alat pengering, pendingin tegak,
eksikator.
Pembuatan sediaan
Prosedur pembuatan sediaan berupa simplisia dan ekstrak adalah sebagai berikut :
(1). Sortasi
Sebelum dicuci masing-masing bahan disortir dengan tujuan untuk
memisahkan bagian tanaman yang rusak dan yang baik.
(2). Pencucian

35

Masing-masing bahan dicuci dengan air mengalir sampai bersih, setelah
dicuci ditiriskan dan diiris tipis-tipis.
(3). Pengeringan
Bahan dijemur di bawah sinar matahari dengan ditutup kain hitam
dilanjutkan dengan oven pada 40º C sampai kadar air sesuai standar.
(4). Penggilingan
Masing-masing bahan digiling dengan menggunakan alat penggiling.
Ekstraksi
Bahan yang digunakan adalah sambiloto, temu ireng, sirih merah dan adas
bintang. Bahan dikeringkan pada suhu tidak lebih dari 45C, sampai kadar air 
10 %, kemudian digiling dengan ukuran 60 mesh. Bahan yang sudah halus
masing-masing direndam dalam alkohol 95% dengan perbandingan 1 : 5. Diaduk
dengan pengaduk listrik selama 4 jam, kemudian didiamkan 1 malam. Selanjutnya
disaring menggunakan kertas saring. Diambil bagian cairannya, diuapkan dengan
alat rotary evaporator sampai alkoholnya habis. Ekstrak pekat yang dihasilkan
kemudian dimurnikan dengan etil asetat. Diperoleh ekstrak pekat murni.
Formulasi
Dari masing-masing ekstrak murni dibuat formula dengan melarutkan ekstrak
tersebut dalam air dan ditambahkan gom Arabic sebagai pengemulsi.

Hewan Coba
Hewan yang digunakan adalah ayam broiler komersial strain Cobb
berumur 1 hari (Day Old Chick, DOC) dan ayam specific pathogen free (SPF)
berumur 4 minggu yang diperoleh dari PT. Vaksindo Satwa Nusantara, Cicadas,
Bogor.

Kandang
Kandang bertempat di kandang hewan laboratorium dan dibagi menjadi 10
kelompok yang selanjutnya diberi nama masing–masing sesuai pemberian ekstrak
tanaman obat. Penginfeksian ayam dengan virus AI dilakukan di PT. Vaksindo
Satwa Nusantara, Cicadas, Gunung Putri, Bogor.

36

Pemeliharaan, Pemberian Ekstrak Tanaman, dan Diuji Tantang Virus
Pemeliharaan ayam dilakukan selama 4 minggu di dalam kandang kayu
yang diberi alas berupa sekam dengan bagian atas kandang terbuka untuk sirkulasi
udara. Kandang dibersihkan setiap hari dan sekam ditambah seperlunya untuk
menjaga kebersihan maupun kesehatan ayam. Pemberian pakan dan air minum
dilakukan setiap hari secara ad libitum. Ayam yang digunakan berjumlah 14 ekor
broiler strain Cobbs yang dibagi menjadi 4 kelompok perlakuan, yaitu kelompok
kontrol negatif (KN) yang tidak diberi ekstrak sirih merah dan tidak ditantang
virus AI, kelompok kontrol positif (KP) yang tidak diberi ekstrak sirih merah
namun di