. Preferensi Konsumen Dan Analisis Rantai Nilai Produk Olahan Cabai Merah Kering (Studi Kasus: Wilayah Bogor)

PREFERENSI KONSUMEN DAN ANALISIS RANTAI
NILAI PRODUK OLAHAN CABAI MERAH KERING
( Studi Kasus: Wilayah Bogor)

ENDIYANI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Preferensi Konsumen dan
Analisis Rantai Nilai Produk Olahan Cabai Merah Kering (Studi Kasus: Wilayah
Bogor) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2014
Endiyani
NIM F152120011

RINGKASAN
ENDIYANI. Preferensi Konsumen dan Analisis Rantai Nilai Produk Olahan
Cabai Merah Kering (Studi Kasus: Wilayah Bogor). Dibimbing Oleh EMMY
DARMAWATI dan Y. ARIS PURWANTO.
Cabai merah meskipun bukan bahan pangan utama bagi masyarakat, namun
komoditi ini tidak dapat ditinggalkan. Bagi ibu rumah tangga, warung makan, dan
industri rumah tangga lainnya, ketersediaan cabai secara teratur setiap hari
menjadi suatu keharusan. Meningkatnya harga cabai merah atau kelangkaan
pasokan di pasaran mendapat reaksi sangat cepat dari masyarakat. Oleh sebab itu,
penyediaan cabai merah setiap hari sepanjang tahun perlu dirancang secara baik
yaitu dengan membuat suatu diversifikasi produk, salah satunya dengan membuat
produk olahan cabai merah kering. Cabai merah kering menjadi alternatif produk
diversifikasi cabai merah yang sudah banyak beredar dipasaran, maka dari itu
diperlukan identifikasi produk olahan cabai merah kering yang diminati oleh
konsumen dan preferensi konsumen terhadap produk olahan cabai merah kering

tersebut sebagai acuan dalam sistem pascapanen dan pengolahan cabai merah
kering yang mendukung hasil produk sesuai kebutuhan dan keinginan konsumen
(preferensi konsumen). Pengolahan cabai merah kering merupakan rantai proses
yang akan memberikan nilai tambah bagi pelaku yang ada di dalamnya, mulai dari
petani sampai dengan industri dan konsumen. Aktor/pelaku tersebut kemudian
terhubung dalam suatu rantai yang disebut dengan rantai nilai. Analisis rantai nilai
terhadap produk olahan cabai merah kering ditujukan untuk mengkaji berbagai
permasalahan permintaan pasar yang dihadapi oleh industri yaitu produk yang
diinginkan oleh konsumen, ketersediaan produk di pasar, penanganan pascapanen
dan pengolahan serta nilai tambah yang terbentuk.
Penelitian ini bertujuan: (1) menentukan jenis produk olahan cabai merah
kering berdasarkan preferensi konsumen, (2) mengidentifikasi dan menganalisis
atribut preferensi konsumen terhadap produk olahan cabai merah kering terpilih,
(3) menganalisis rantai nilai dan nilai tambah produk olahan cabai merah kering
terpilih.
Penelitian dilakukan di daerah Bogor dan sekitaranya. Data penelitian
diperoleh melalui wawancara dan survei berdasarkan kuisioner. Penelitian dilakukan dengan cara Backward. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode
snowball secara purposive sampling. Aktor-aktor yang menjadi responden dalam
penelitian ini berjumlah 73 orang yang terdiri dari 65 orang masyarakat sebagai
konsumen akhir yang mengkonsumsi produk olahan cabai merah kering (35 orang

responden pada preferensi awal dan 30 orang responden pada preferensi lanjutan),
2 bentuk usaha pengolahan cabai merah kering (skala industri dan skala usaha
kecil menengah (UKM)), 3 orang pedagang pengecer (retailer) yang menjual
produk cabai merah kering utuh, 3 orang pedagang pengumpul dan importir.
Preferensi konsumen dianalisis dengan menggunakan analisis konjoin,
analisis ini memiliki tahapan yang umum dilakukan yaitu: (1) pemilihan atribut
dan taraf atribut, (2) perancangan stimuli, (3) penentuan jenis data, (4) metode
analisis dan (5) interpretasi hasil. Pada usaha pengolahan dilakukan analisis
dengan metode Hayami. Sumber-sumber dari nilai tambah tersebut berasal dari
pemanfaatan faktor-faktor tenaga kerja, modal, sumber daya manusia dan

manajemen. Untuk aktor-aktor yang terbentuk disetiap rantai nilai dalam
pembentukan nilai tambah dianalisis dengan menggunakan analisis R/C Ratio.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa produk olahan cabai merah bubuk
merupakan produk olahan yang paling banyak digunakan oleh konsumen, yaitu
konsumen pasar Anyar, pasar Bogor, pasar Caringin dan pasar Gunung Batu.
Terdapat perbedaan nilai kepentingan atribut produk dari masing-masing responden. Ibu rumah tangga dan industri pengguna cabai bubuk, tingkat kepedasan
merupakan atribut terpenting di dalam mengkonsumsi produk, yang membedakannya adalah pada level atributnya, yaitu ibu rumah tangga menyukai rasa yang
sangat pedas (38.18 %), sedangkan pada industri pengguna cabai bubuk menyukai
rasa yang pedas (53.59 %). Pada warung makan, aroma merupakan atribut terpenting di dalam mengkonsumsi produk yaitu pada aroma khas cabai (35.29 %).

Analisis nilai tambah terhadap kedua usaha pengolahan cabai merah kering bubuk,
diketahui bahwa industri memiliki keuntungan perusahaan atau nilai tambah
bersih yang lebih besar dibandingkan dengan UKM yaitu masing-masing
keuntungan perusahaan yang diperoleh sebesar 93.31 % dan 82.89 %. Rantai nilai
yang terbentuk pada usaha skala industri adalah importir, usaha pengolahan dan
konsumen dengan R/C Ratio hanya pada usaha pengolahan sebesar 8.66,
sedangkan rantai nilai UKM adalah importir, pedagang pengumpul cabai merah
kering utuh, pedagang pengecer cabai merah kering utuh, usaha pengolahan dan
konsumen dengan R/C Ratio masing-masing aktor yang berkontribusi dalam
memberikan nilai tambah sebesar 1.12, 1.34, dan 3.27. Hasil ini menunjukkan
bahwa usaha pengolahan cabai merah kering bubuk baik skala industri maupun
UKM memberikan prospek yang baik.
Kata kunci: Cabai merah kering, nilai tambah, preferensi konsumen, rantai nilai

SUMMARY
ENDIYANI. Consumer Preference and Value Chain Analyze of Processed Dried
Red Chili (A Case Study: Bogor Region). Supervised by EMMY DARMAWATI
and Y. ARIS PURWANTO.
Red chili is usually must available to households, foodstalls, and home
industries although not the main food material. Consequently, an increase in red

chili prices or a scarcity of its supply in the market always reaps a quick reaction
from the public. In line with this, the provision of red chili every day throughout
the year needs to be well designed. One alternative of doing this is by making
processed dried red chili. Dried red chili has been an alternative diversification of
red chili products in the market. An identification of consumer preferences in
processed dried red chili products is required as a reference for post harvest and
dried red chili processing systems according to consumers’ needs and desires. The
processing of dried red chili is a chain of the processes that will provide added
values to the actors, ranging from the farmers and industries to the consumers.
Actors are then connected in a chain called the value chain. The value chain
analysis of processed dried red chili needs to be undertaken to assess various
problems related to the market demand faced by the industry, particularly the
products desired by consumers, the availability of the products on the market, post
harvest handling, processing and added values.
The objectives of this research were to: (1) determine the type of processed
dried red chili based on consumer preferences, (2) identify and analyze attributes
of consumer preferences on selected processed dried red chili products, (3)
analyze the value chain and added values on selected processed dried red chili
products.
The study was carried out in Bogor and its surrounding areas. The data were

collected surveys through and interviews. The study was conducted using a
backward method. The samples were taken by a snowball method with a
purposive sampling. The number of the actors who became respondents in this
study was 73 consisting of 65 final consumers of processed dried red chili
products, consisting of 35 respondents in the initial preferences and 30
respondents in the advanced preferences. The study also involved 2 business
entities in dried red chili processing (of industrial scale and of small and mediumscale enterprises/UKM), 3 retailers who sold whole dried red chili, and 3 traders
and importers.
Consumer preferences were analyzed using a Conjoint analysis with the
following stages: (1) selection of attributes and attribute levels, (2) stimuli designs,
(3) determination of data types, (4) methods of analysis, and (5) result
interpretation. The business processing were analyzed using Hayami method. The
sources of the added values were derived from the utilization of labor factors,
capital, human resource, and management. The actors formed in each value chain
providing added values were analyzed using R/C Ratio analysis.
The result showed that red chili powder are processed products most used
by consumers, namely consumers Anyar market, Bogor market, Caringin market
and Gunung Batu Market. There was a difference in the interest value of product
attributes from each respondent. For housewives and industries as the users of red


chili powder, the spiciness level was the most important attribute in consuming
the product, but the difference is at the level of the attribute. For housewives likes
very spicy flavor (38.18 %), while industries as the users of red chili powder likes
spicy flavor (53.59 %). For food stalls, the aroma was the most important attribute
in consuming the product namely the distinctive aroma of chili (35.29 %). Based
on the added value analysis of the processing businesses in dried red chili powder,
it was discovered that the industry enjoyed profits or the net added value was
greater than UKM, where each company gained profits by 93.31 % and 82.89 %
respectively. Value chain to industrial was importers, business processing and
consumers with the R/C Ratio for the business processing of 8.66. Whereas the
value chain of UKM was traders, retailers, business processing and consumer with
the R/C Ratio of each actor at 1.12, 1.34, and 3.27. The results that business
processing chilis powder both industrial and UKM shows are good prospects.
Keywords: Added value, consumer preference, dried red chili, value chain.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PREFERENSI KONSUMEN DAN ANALISIS RANTAI
NILAI PRODUK OLAHAN CABAI MERAH KERING
( Studi Kasus: Wilayah Bogor)

ENDIYANI

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Pascapanen

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Lilik Pujantoro, MAgr

Judul Tesis

: Preferensi Konsumen dan Analisis Rantai Nilai Produk Olahan
Cabai Merah Kering (Studi Kasus: Wilayah Bogor)

Nama

: Endiyani

NIM

: F152120011

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing


Dr Ir Emmy Darmawati, MSi

Dr Ir Y Aris Purwanto, 1Sc

Ketua

Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Teknologi Pascapanen

Prof Dr Ir Sutrisno. MAgr
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 23 Juni 2014

Tanggal Lulus:


0 8 j U l 20,4

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2013 sampai Februari 2014
ini ialah preferensi konsumen dan rantai nilai, dengan judul Preferensi Konsumen
dan Analisis Rantai Nilai Produk Olahan Cabai Merah Kering (Studi Kasus:
Wilayah Bogor).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Emmy Darmawati, MSi dan
Bapak Dr Ir Y. Aris Purwanto, MSc selaku pembimbing yang telah banyak
memberi arahan dan masukan kepada penulis sehingga karya ilmiah ini dapat
diselesaian, serta Bapak Dr Ir Lilik Pujantoro, MAgr selaku dosen penguji pada
ujian tesis atas segala saran yang diberikan, sehingga tesis ini lebih berkualitas.
Penghargaan dan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Herna selaku staf
marketing pada PT. Rudang Cipta Persada dan kepada Ibu Rohannah selaku
pemilik UKM Bu Zum yang telah membantu selama pengambilan data.
Penulis juga mengucapkan terima kasih dan rasa hormat kepada Ayahanda
Pardi Az dan ibunda Nilawati, serta adinda M. Rizki Aulia, ST dan Nilva Umaira
atas doa dan kasih sayangnya. Disamping itu, terima kasih juga penulis sampaikan
kepada Munizar, SPd atas segala pengertian, doa dan dukungan selama penulis
menyelesaikan studi.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh keluarga besar
mahasiswa Teknologi Pascapanen 2012 atas segala semangat, kerjasama dan dukungan moril maupun spritual.
Penelitian dan penyusunan tesis ini dapat terlaksana atas bantuan dana dari
DIKTI melalui Program Beasiswa BPPS.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2014

Endiyani

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

xi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
4
4
4
5

2 TINJAUAN PUSTAKA
Cabai
Preferensi Konsumen
Nilai Tambah
Rantai Nilai

5
5
6
7
8

3 METODE PENELITIAN
Kerangka Pemikiran
Tempat dan Waktu Penelitian
Pengumpulan Data
Pengolahan dan Analisis Data

10
10
11
12
13

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Pasar dan Usaha
Preferensi Konsumen
Analisis Nilai tambah
Analisis Rantai Nilai
Analisis Pascapanen dan Proses

18
18
20
29
32
42

5 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran

44
44
45

DAFTAR PUSTAKA

45

LAMPIRAN

49

RIWAYAT HIDUP

61

DAFTAR TABEL
1 Harga grosir sayuran ditingkat provinsi per tgl 11 januari 2013
2 Produksi cabai di pulau utama Indonesia yang memberikan kontribusi
produksi nasional tahun 2009 sampai 2011
3 Analisis nilai tambah metode Hayami
4 Definisi dan kriteria UKM
5 Preferensi konsumen dalam memilih produk olahan cabai merah kering
6 Taraf, level dari tiap atribut produk olahan cabai merah kering bubuk
7 Preferensi konsumen ibu rumah tangga secara umum terhadap beberapa
atribut produk olahan cabai merah kering bubuk
8 Preferensi konsumen warung makan secara umum terhadap beberapa
atribut produk olahan cabai merah kering bubuk
9 Preferensi konsumen industri pengguna cabai bubuk secara umum
terhadap beberapa atribut produk olahan cabai merah kering bubuk
10 Nilai kepentingan atribut dari masing-masing kelompok konsumen
11 Analisis nilai tambah produk olahan cabai merah kering bubuk yang
dihasilkan oleh industri
12 Analisis nilai tambah produk olahan cabai merah kering bubuk yang
dihasilkan UKM
13 Kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing aktor pada rantai nilai
produk olahan cabai merah kering
14 Biaya, keuntungan dan margin dari setiap aktor yang terlibat
15 Nilai R/C Ratio di setiap aktor

1
1
16
19
21
22
23
25
27
28
30
31
37
40
41

DAFTAR GAMBAR
1. Grafik ekspor-impor cabai merah.
2. Kerangka dalam menentukan responden
3. Prosedur penelitian preferensi konsumen dan rantai nilai produk
olahan cabai merah kering.
4. Nilai kepentingan atribut (ibu rumah tangga)
5. Nilai kepentingan atribut (warung makan)
6. Nilai kepentingan atribut ( industri pengguna cabai bubuk)
7. Produk olahan cabai merah kering bubuk yang dihasilkan industri
8. Produk olahan cabai merah kering bubuk yang dihasilkan UKM
9. Cabai merah lokal dan cabai merah impor
10. Saluran rantai distribusi
11. Rantai proses pada usaha skala industri
12. Rantai proses pada usaha skala UKM
13. Rantai nilai industri dan UKM
14. Produk cabai merah kering impor

3
5
11
24
26
27
34
34
36
36
38
39
42
43

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Kuisioner pada masyarakat (konsumen produk olahan cabai merah
kering)
Kuisioner pada usaha pengolahan
Kuisioner pada pedagang pengumpul dan pedagang pengecer
Sarana perdagangan dirinci perkecamatan
Hasil prosedur ortogonal: Stimuli untuk preferensi produk olahan
cabai merah kering bubuk.
Bentuk kartu stimuli yang dibagikan kepada responden

49
51
54
58
59
60

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Tanaman cabai merupakan salah satu sayuran buah yang memiliki peluang
bisnis yang baik. Besarnya kebutuhan dalam negeri maupun luar negeri menjadikan cabai sebagai komoditas menjanjikan. Permintaan cabai yang tinggi untuk
kebutuhan bumbu masakan, industri makanan, dan obat-obatan merupakan potensi untuk memperoleh keuntungan. Tidak heran jika cabai merupakan komoditas hortikultura yang mengalami fluktuasi harga paling tinggi di Indonesia.
Harga cabai yang tinggi seharusnya memberikan keuntungan yang tinggi pula
bagi petani. Keuntungan yang diperoleh dari budidaya cabai dapat terlihat dari
sebaran harga grosir sayuran ditingkat provinsi pada Tabel 1 dan produksi cabai di
pulau utama Indonesia yang memberikan kontribusi produksi nasional pada Tabel
2.
Tabel 1 Harga grosir sayuran ditingkat provinsi per tanggal 11 januari 2013
Cabai
Merah
Besar
1 Ambon, Maluku
8 000
0 18 000 14 000 35 000
2 Yogyakarta, DIY 1 500 1 500 9 000 6 000 14 000
3 Palembang, Sumsel 3 000 3 500 5 000 5 500
0
4 Banda Aceh, NAD 2 500
0 6 000 5 000
0
5 Makassar, Sulsel
3 000
0 8 000 3 500 13 000
6 Pontianak, Kalbar 6 500 6 500 7 500 10 000 25 000
7 Bandung, Jabar
2 000
0 5 000 4 500 19 000
8 Medan, Sumut
1 500 1 300 4 000 4 500 15 000
9 Ternate, Maluku
6 000
0 15 000 8 000
0
Sumber: Pelayanan Informasi Pasar (Didjen P2HP 2013)
No

Kol
Kol
Tomat
Wortel
Bulat Gepeng
Buah

Provinsi

Cabai
Merah
Keriting
30 000
12 000
17 000
17 000
13 000
35 000
18 000
16 500
25 000

Bawang
Bawang
Putih Kentang
Merah
Impor
18 000 20 000 8 000
14 000 25 000 7 500
16 000 19 000 4 500
18 000 17 000 5 000
20 000 19 000 8 000
14 000 14 000 7 500
10 000 19 000 4 800
15 000 16 000 5 300
22 000 24 000 15 000

Tabel 2 Produksi cabai di pulau utama Indonesia yang memberikan kontribusi
produksi nasional tahun 2009 sampai 2011
2009
Pulau

Sumatera
Jawa
Bali dan Nusa
Tenggara
Kalimantan
Sulawesi
Maluku
Papua
TOTAL

2010

2011

Area
panen
(Ha)
63 989
127 854

Total
produksi
(Ton)
374 721
803 497

Area
panen
(Ha)
72 585
125 265

Total
produksi
(Ton)
477 616
676 772

Area
panen
(Ha)
70 170
164 214

Total
produksi
(Ton)
518 465
1 093 725

12 692

76 259

10 018

50 124

25 937

134 517

8 694
17 310
664
2 701
233 904

42 890
65 135
987
15 238
1 378 727

8 569
17 514
1 006
2 148
237 105

33 187
77 434
1 953
11 778
1 328 864

7 984
23 071
2 597
1 791
295 764

32 876
107 223
7 682
8 741
1 903 229

Sumber: FAO (2012)

2
Berdasarkan sebaran penanaman cabai di Indonesia, 57 % penanaman terkonsentrasi di pulau Jawa, 27 % di pulau Sumatera, 5.62 % di Bali dan NTT,
5.35 % di Sulawesi, 4.12 % di Kalimantan serta 0.71 % di Maluku dan Papua
(Nixon 2010). Dari sebaran penaman cabai inilah, terlihat bahwa adanya potensi
cabai yang tinggi untuk dapat terus diupayakan dalam pembudidayaan (on - farm)
dan harapannya, penanganan pascapanen (off- farm) dapat diterapkan dengan baik
di pulau Jawa, khususnya di daerah Jawa Barat, disamping daerah lain yang terus
melakukan pengembangan.
Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi sayuran di Indonesia,
salah satunya adalah cabai merah. Menurut data BPS (2012) diketahui bahwa
produksi cabai besar Jawa Barat tahun 2011 sebesar 82.16 % dihasilkan di tujuh
wilayah sentra yaitu Kabupaten Garut sebanyak 56 195 ton, Kabupaten Cianjur
28 935 ton, Kabupaten Tasikmalaya 26 870 ton, Kabupaten Bandung 20 556 ton
Kabupaten Majalengka 10 765 ton, Kabupaten Bandung Barat 9 514 ton dan Kabupaten Sukabumi 7 679 ton. Sisanya sebesar 17.84 % tersebar di 19 Kabupaten/
Kota lainnya.
Kebutuhan cabai di Indonesia meningkat menjelang saat-saat tertentu, seperti memasuki bulan puasa, lebaran, natal dan tahun baru. Pada saat inilah,
permintaan cabai yang tinggi serta diiringi pula dengan harga yang melambung.
Harga cabai juga menjadi mahal karena pada saat tersebut bertepatan dengan
musim penghujan. Biasanya petani yang menanam cabai hanya sedikit dan banyak
yang gagal panen karena serangan hama dan penyakit. Akibatnya, keberadaan
cabai di pasaran menjadi langka dan secara otomatis harganya melonjak tajam.
Cabai merah meskipun bukan bahan pangan utama bagi masyarakat kita,
namun komoditas ini tidak dapat ditinggalkan. Bagi ibu rumah tangga, warung
makan, dan industri rumah tangga lainnya, ketersediaan cabai secara teratur setiap
hari menjadi suatu keharusan. Meningkatnya harga cabai merah atau kelangkaan
pasokan di pasaran mendapat reaksi sangat cepat dari masyarakat. Oleh sebab itu,
penyediaan cabai merah setiap hari sepanjang tahun perlu dirancang secara baik
yaitu dengan membuat suatu diversifikasi produk, sehingga konsumen diharapkan
memiliki alternatif pilihan dalam mengkonsumsi cabai.
Produk diversifikasi hasil olahan dapat meningkatkan umur simpan melalui
pengeringan, menjangkau pasaran yang lebih luas dan lebih terjamin ketersediaannya jika dibutuhkan dalam waktu singkat. Produk cabai kering Indonesia mempunyai prospek pasar yang baik di dalam maupun luar negeri. Produk cabai kering
merupakan bahan dasar pembuatan cabai bubuk sebagai bahan campuran makanan.
Menurut Prastowo et al. (2008) permintaan ekspor cabai produksi Indonesia
masih cukup menjanjikan (Gambar 1) dan memberikan peluang bagi peningkatan
ekspor ke depannya melalui peningkatan kapasitas industri pengolahan cabai.
Negara yang selama ini menjadi tujuan ekspor cabai Indonesia ada sekitar 51
negara, dengan Saudi Arabia, Singapura dan Malaysia sebagai negara tujuan
ekspor utama dengan pangsa masing-masing 23 %, 19 %, dan 11 % terhadap total
volume ekspor.

3

Gambar 1 Grafik ekspor-impor cabai merah.
Sumber: Prastowo et al. (2008)

Impor cabai dalam kurun waktu yang sama (Gambar 1) juga menunjukkan
kecenderungan yang meningkat baik dari sisi volume maupun nilainya. Berbeda
dengan ekspor, negara asal impor cabai Indonesia cenderung lebih sedikit
(17 negara) yaitu Tiongkok, India, dan Thailand sebagai negara asal impor
terbesar dengan pangsa masing-masing 43 %, 38 %, dan 9 % terhadap total
volume impor. Kebutuhan impor cabai ke Indonesia yaitu untuk benih dan cabai
olahan.
Terdapat macam-macam produk olahan cabai merah kering yang beredar di
pasaran. Ada 3 produk yaitu cabai merah kering utuh (dipakai untuk hidangan
tumis), cabai merah bubuk (digunakan untuk masakan kari merah atau taburan
hidangan) dan cabai merah kering keping (dipakai untuk taburan hidangan panggang, saus salad, pizza, hingga sup) (Winneke et al. 2001).
Pada proses pengolahan cabai merah menjadi berbagai macam bentuk
olahan cabai merah kering dibutuhkan suatu teknologi. Pemanfaatan teknologi
dirasa penting karena produk pertanian khususnya cabai merah merupakan produk
yang bersifat musiman, mudah mengalami kerusakan dan kebusukan. Program
pengembangan teknologi, termasuk proses pengolahan yang terjadi pada produk
olahan cabai merah kering harus mempertimbangkan keadaan pasar serta apa
yang diinginkan oleh konsumen, karena preferensi konsumen dalam membeli
sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan suatu usaha nantinya. Menurut
Adiyoga dan Nurmalinda (2012), produk yang disukai konsumen ialah produk
yang dapat memenuhi/memuaskan keinginan/kebutuhan konsumen.
Pemasaran merupakan salah satu subsistem penting dari sistem agribisnis
selain manajemen produksi dan pengolahan. Di dalam alur pemasaran tersebut
terdapat suatu sistem distribusi dalam kegiatan penentuan dan pengelolaan saluran
produk yang digunakan oleh produsen atau penyedia jasa untuk memasarkan
barang dan jasa. Distribusi merupakan kemampuan suatu produk dimana
konsumen dapat membeli produk tersebut atau proses menyampaikan/mengalirkan barang-barang ketangan konsumen (Levens 2010). Kegiatan distribusi fisik
mencakup pada beberapa kegiatan kunci yaitu: transportasi, lokasi persediaan dan
pergudangan, penanganan bahan, pemrosesan pesanan dan pengendalian pesanan
(Yusuf dan Lesley 2007). Kegiatan ini saling terkait satu sama lain sehingga
sebuah keputusan dalam suatu kegiatan mempengaruhi kegiatan lainnya.

4
Rantai nilai menambah kegiatan pada setiap canel/organisasi serta kolaborasi melalui perjanjian atau contract farming sehingga tercipta nilai tambah dan
terbuka lapangan kerja. Produsen/petani tidak lagi mensuplai apa yang mereka
inginkan atau tanam, melainkan harus mensuplai apa yang konsumen inginkan.
Analisis rantai distribusi berpikir mengurangi biaya sedangkan analisis rantai nilai
berpikir bagaimana menambah nilai dengan melakukan koordinasi vertikal dan
kolaborasi (Stringer 2009).
Perumusan Masalah
Produk olahan cabai merah kering menjadi alternatif produk divesifikasi
cabai yang sudah banyak beredar dipasar. Dalam sistem pascapanen dan
pengolahan cabai merah kering, diperlukan identifikasi produk olahan yang
diminati konsumen serta preferensi konsumen terhadap produk olahan cabai
merah kering, sehingga produk olahan cabai merah kering yang dihasilkan sesuai
kebutuhan dan keinginan konsumen.
Pengolahan cabai merah kering merupakan rantai proses yang akan
memberikan nilai tambah bagi pelaku yang ada di dalamnya, mulai dari petani
sampai industri dan konsumen. Aktor/pelaku tersebut kemudian terhubung dalam
suatu rantai yang disebut dengan rantai nilai. Analisis rantai nilai terhadap produk
olahan cabai merah kering ditujukan untuk mengkaji berbagai permasalahan
permintaan pasar yang dihadapi oleh industri yaitu produk yang diinginkan oleh
konsumen, ketersediaan produk di pasar, penanganan pascapanen dan pengolahan,
serta nilai tambah yang terbentuk.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah (1) menentukan jenis produk olahan cabai merah
kering berdasarkan preferensi konsumen, (2) mengidentifikasi dan manganalisis
atribut preferensi konsumen terhadap produk olahan cabai merah kering yang
terpilih, (3) menganalisis rantai nilai dan nilai tambah produk olahan cabai merah
kering terpilih.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi para pengusaha yang bergerak dibidang agroindustri, yaitu usaha pengolahan cabai merah
kering untuk dapat mengoptimalkan kegiatan usahanya, dengan memproduksi
olahan cabai merah kering sesuai dengan apa yang diinginkan oleh konsumen
(preferensi konsumen), serta bagi para petani dan stakeholder agar dapat mengupayakan penanganan pascapanen yang baik sesuai dengan yang diinginkan oleh
usaha pengolahan (preferensi industri) yang nantinya akan menjadi bahan baku di
dalam pengolahan cabai merah kering.

5
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian mengenai preferensi konsumen dan rantai nilai
produk olahan cabai merah kering adalah keterkaitan kebelakang, yaitu mulai dari
konsumen sebagai pengguna produk olahan cabai merah kering sampai ke petani
yang merupakan produsen primer yang mengupayakan penanganan pascapanen
cabai merah. Aspek yang diteliti adalah pilihan produk yang dikonsumsi konsumen, aliran fisik produk cabai merah, distribusi nilai tambah sepanjang rantai nilai
dan stakeholder yang terlibat di sepanjang rantai nilai.
Adapun kerangka di dalam menentukan responden adalah sebagai berikut:
Konsumen yang
mengkonsumsi
produk olahan cabai
merah kering

Pilihan produk
yang
dikonsumsi

Industri/UKM
yang mengolah
cabai merah
kering

Petani yang
memasok cabai
merah

Pedagang
pengumpul yang
memasok cabai
merah

Gambar 2 Kerangka dalam menentukan responden
Batasan Analisis
- Pengguna produk olahan cabai merah kering pada penelitian ini adalah ibu
rumah tangga, warung makan dan industri pengguna cabai merah kering.
- Analisis pascapanen dan proses yaitu analisis untuk petani dan pedagang yang
disesuaikan dengan kondisi di lapangan, terkait dengan batasan informasi
yang diperoleh.
- Analisis rantai nilai difokuskan pada pergerakan produk olahan cabai merah
kering dan nilai tambah.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Cabai
Cabai merah (Capsicum annuum L) merupakan salah satu komoditas
sayuran yang penting di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan areal pertanaman
cabai merah yang terluas diantara tanaman sayuran lain yang diusahakan. Pada
saat-saat tertentu, kebutuhan cabai sangat tinggi sehingga produksi nasional tidak
mampu memenuhi permintaan yang selalu bertambah dari tahun ke tahun.
Ketidakmampuan mencukupi kebutuhan cabai merah disebabkan oleh rendahnya
produktivitas dibandingkan dengan produktivitas cabai di Tiongkok, Thailand,
dan India (Setiyowati et al. 2007; Suharsono et al. 2009).

6
Cabai merupakan komoditas komersial karena sebagian besar ditujukan
untuk memenuhi kebutuhan pasar. Selama ini cabai merah dikenal ada dua jenis,
yaitu cabai merah besar dan cabai merah keriting. Usahatani cabai dapat
dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan industri pengolahan.
Sebagian besar penduduk Indonesia mengkonsumsi cabai dalam bentuk segar,
kering atau olahan (Taufik 2010).
Cabai yang identik dengan rasa pedas sudah menjadi salah satu komponen
bumbu dalam setiap masakan sejak lama. Hampir setiap masakan asli Nusantara
pasti memakai cabai, hingga sebagian besar masyarakat mengira bahwa cabai
adalah tanaman asli Indonesia. Sebenarnya cabai merupakan tanaman asli
Amerika. Pada umumnya cabai digunakan untuk menambah cita rasa pedas pada
masakan. Jauh sebelum cabai masuk ke Indonesia, rasa pedas dalam masakan Nusantara diperoleh dari rempah-rempah asli tanah air seperti jahe, lada, dan kapulaga.
Cabai sebagai salah satu produk agribisnis mempunyai sifat yang sangat
mudah rusak dan bersifat musiman, sehingga petani yang sudah menerapkan teknologi budidaya, akan menghasilkan jumlah cabai yang banyak pada saat panen
raya. Hal inilah yang kemudian menimbulkan suatu masalah, dimana harga cabai
menjadi turun dan cabai mudah membusuk apabila penanganannya tidak tepat.
Penyediaan cabai perlu dirancang secara baik yaitu dengan cara melakukan
pengeringan pada produk cabai tersebut.
Pengeringan adalah cara penanganan pascapanen yang umum dilakukan terhadap cabai merah. Mengeringkan cabai dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
dengan bantuan sinar matahari atau dengan alat pengering. Pengeringan dengan
bantuan sinar matahari disebut juga cara alamiah karena sepenuhnya bergantung
pada panas matahari, sedangkan pengeringan dengan alat pengering sumber panasnya sepenuhnya diperoleh dari panas buatan.

Preferensi Konsumen
Preferensi konsumen adalah kecendrungan seseorang dalam memilih
penggunaan barang tertentu untuk dapat dirasakan dan dinikmati, sehingga dapat
mencapai kepuasan dari pemakaian produk, dan pada akhirnya konsumen loyal
terhadap merek tertentu dari pada produk sejenis. Menurut Engel et al. (1994)
terdapat hubungan antara preferensi dan perilaku konsumen. Perilaku konsumen
merupakan sebagai tindakan seseorang yang secara langsung terlibat dalam
mendapatkan, mengkonsumsi dan menghabiskan produk barang dan jasa termasuk
proses keputusan yang mendahului dan menyusuri tindakan tersebut. Preferensi
konsumen menunjukkan kesukaan konsumen dari berbagai pilihan produk yang
ada. Teori preferensi konsumen digunakan untuk menganalisis tingkat kepuasan
bagi konsumen, misalnya bila seseorang konsumen ingin mengkonsumsi produk
dengan sumberdaya terbatas maka ia harus memilih alternatif sehingga nilai guna
atau utilitas yang diperoleh mencapai optimal.
Preferensi konsumen dapat diketahui dengan mengukur tingkat kegunaan
dan nilai relatif penting setiap atribut yang terdapat pada suatu produk. Atribut
fisik yang ditampilkan pada suatu produk dapat menimbulkan daya tarik pertama
yang dapat mempengaruhi konsumen. Penilaian terhadap produk menggambarkan

7
sikap konsumen terhadap produk tersebut dan sekaligus dapat mencerminkan perilaku konsumen dalam membelanjakan dan mengkonsumsi suatu produk.
Menurut Levens (2010), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pembelian konsumen terhadap suatu produk, yaitu (1) pengaruh personal yaitu
identitas diri, kepribadian, gaya hidup, usia, pekerjaan/pendidikan, kekayaan (2)
pengaruh psikologis yaitu persepsi, motivasi, attitude, learning (3) pengaruh
situasional yaitu lingkungan pembelian, waktu, lingkungan digital, konteks/kondisi dan (4) pengaruh sosial yaitu kultur, subkultur, global, grup, kelas sosial,
peran gender dan keluarga. Rekonsiliasi konsumen pada dasarnya berada di alam
sadar konsumen yang berhubungan dengan evaluasi kepentingan pemenuhan
kebutuhan, tingkat pengetahuan produk kelayakan ekonomi pembelian/transaksi,
evaluasi rasional pembelian dan evaluasi emosional pembelian yang direncanakan
(Hoang dan Nakayasu 2006; Foret dan Prochazka 2006). Fokus utama penelitian
ini terdapat pada satu faktor personal yang sesuai yaitu usia, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, pendapatan dan kemudahan di dalam mendapatkan suatu produk.
Kemajuan teknologi informasi serta meningkatnya persaingan dalam dunia
industri telah memberikan banyak alternatif bagi konsumen dalam memilih produk, akibatnya tuntutan konsumen menjadi lebih tinggi. Konsumen menuntut
antara lain: pelayanan yang lebih cepat, kualitas yang lebih baik, serta harga yang
lebih murah (Arkeman dan Dharma 2011).
Terminologi preferensi konsumen terutama digunakan untuk menjelaskaan
suatu opsi yang diantisipasi memiliki nilai tertinggi dibandingkan dengan opsiopsi lainnya (Ernst et al. 2006; Jesionkowska 2008; Hinson dan Bruchhaus 2008).
Produk yang disukai konsumen ialah produk-produk yang dapat memenuhi
keinginan konsumen. Karakteristik kualitas suatu produk yang diinginkan konsumen dapat diperoleh melalui pengkajian terhadap perilaku konsumen berdasarkan
pendekatan konsep atribut produk (Adiyoga 2011).
Kesuksesan suatu produk sebagian besar tergantung pada cara konsumen
menerima produk dan rangsangan pemasaran yang dirancang untuk mempengaruhi konsumen (Schweiggert et al. 2007). Rangsangan pemasaran yang dapat
mempengaruhi persepsi konsumen terhadap merek tertentu diklasifikasikan
menjadi dua yaitu rangsangan primer dan rangsangan sekunder. Rangsangan
primer adalah rangsangan yang disebabkan oleh produk itu sendiri seperti mutu,
gaya, bentuk dan sebagainya. Sedangkan rangsangan sekunder disebabkan oleh
simbol, citra (image) dan informasi tentang produk.

Nilai Tambah
Menurut Trienekens (2011) dan Hidayat et al. (2012), nilai tambah merupakan penambahan nilai yang dapat diterapkan pada aspek kualitas, kontinuitas
pasokan, biaya-biaya, fleksibilitas pengiriman, menjaga keseimbangan distribusi
nilai tambah dan inovasi. Marimin dan Maghfiroh (2011) menerangkan konsep
nilai tambah adalah suatu perubahan nilai yang terjadi karena adanya perlakuan
terhadap suatu input pada suatu proses produksi. Arus peningkatan nilai tambah
komoditas pertanian terjadi disetiap mata rantai dari hulu ke hilir yang berawal
dari petani dan berakhir pada konsumen akhir. Nilai tambah pada setiap anggota

8
rantai berbeda-beda tergantung dari input dan perlakuan oleh setiap anggota rantai
tersebut.
Nilai tambah komoditas pertanian disektor hulu dapat dilakukan dengan menyediakan bahan baku berkualitas dan berkesinambungan yang melibatkan para
pelaku pada mata rantai pertama, kemudian nilai tambah selanjutnya terjadi pada
sektor hilir yang melibatkan industri pengolahan. Komoditas pertanian yang bersifat perishable (mudah rusak) dan bulky (kamba) memerlukan penanganan atau
perlakuan yang tepat, sehingga produk pertanian tersebut siap dikonsumsi oleh
konsumen.
Nilai tambah merupakan pertambahan nilai yang terjadi pada suatu produk
karena telah mengalami proses pengolahan lebih lanjut dalam suatu proses produksi. Berdasarkan definisi ini, maka industri yang mengolah cabai merah kering
dengan memanfaatkan bahan baku cabai merah mampu memberikan nilai tambah.
Input yang menyebabkan terjadinya nilai tambah dari suatu produk dapat dilihat
dari adanya perubahan-perubahan pada komoditas tersebut, yaitu perubahan bentuk, tempat dan waktu.

Rantai Nilai
Analisis rantai nilai memandang perusahaan sebagai salah satu bagian dari
rantai nilai produk. Rantai nilai produk merupakan aktivitas yang berawal dari
bahan mentah sampai penanganan purna jual. Rantai nilai ini mencakup aktivitas
yang terjadi karena hubungan dengan pemasok (Supplier Linkages), dan hubungan dengan konsumen (Consumer Linkages). Aktivitas ini merupakan kegiatan yang terpisah tapi sangat tergantung satu dengan yang lain (Porter 2001).
Secara teoritis, sinyal informasi yang diberikan konsumen akhir akan menentukan
pengembangan dan desain produk lebih lanjut (Siddik 2010).
Kusumawardani (2012) mendefinisikan rantai nilai sebagai gambaran kegiatan yang diperlukan untuk menghasilkan suatu barang atau jasa, dimana barang
dan jasa tersebut bermula dari sebuah gagasan, selanjutnya melalui beberapa tahap
produksi yang berbeda untuk kemudian dibawa ke konsumen dan akhirnya didaur
ulang setelah dipergunakan. Rantai nilai terbentuk ketika semua pelaku dalam
rantai tersebut bekerja sedemikian rupa sehingga memaksimalkan terbentuknya
nilai sepanjang rantai tersebut.
Rantai nilai dalam arti sempit mencakup serangkaian kegiatan yang dilakukan di dalam suatu perusahaan untuk menghasilkan keluaran tertentu. Kegiatan
ini mencakup tahap pembuatan konsep dan perancangan, proses diperolehnya
input/sarana produksi, proses produksi, kegiatan pemasaran dan distribusi, serta
kinerja layanan purna jual. Seluruh kegiatan tersebut membentuk keseluruhan
„rantai‟ yang menghubungkan produsen dan konsumen, dan tiap kegiatan menambahkan „nilai‟ pada produk akhir.
Definisi rantai nilai berdasarkan pendekatan yang luas yaitu melihat berbagai kegiatan kompleks yang dilakukan oleh berbagai pelaku (produsen utama,
pengolah, pedagang, penyedia jasa) untuk membawa bahan baku melalui suatu
rantai hingga menjadi produk akhir yang dijual. Rantai nilai yang „luas‟ ini
dimulai dari sistem produksi bahan baku yang akan terus terkait dengan kegiatan
usaha lainnya dalam perdagangan, perakitan, pengolahan, dan lain-lain. Pende-

9
katan luas ini tidak hanya melihat pada kegiatan yang dilakukan oleh satu usaha.
Pendekatan ini justru mencakup semua hubungan baik yang bergerak maju
ataupun mundur, sampai ketika bahan baku produksi tersebut akhirnya terhubung
dengan konsumen akhir (Kusumawardani 2012).
Dalam pelaksanaan analisis rantai nilai, perlu memahami tahapan analisis
rantai nilai yaitu: (1) memilih dan memprioritaskan rantai nilai: sub sektor, produk
dan komoditas, (2) menganalisis rantai nilai yang dipilih, (3) merumuskan dan
meningkatkan strategi rantai nilai yang dipilih, (4) menerapkan strategi peningkatan rantai nilai, (5) monitoring dan evaluasi (UNIDO 2009).
Rantai nilai memberikan wahana mengidentifikasi cara untuk menciptakan
diferensiasi melalui pengembangan nilai (Raras 2009). Konsep rantai nilai fokus
utama terletak pada keuntungan yang ditambahkan kepada konsumen, proses
saling tergantung yang dapat menghasilkan nilai dan permintaan yang dihasilkan
serta arus dana yang dibuat (Feller et al. 2006).
Porter (2001) membedakan dua elemen penting dari analisis rantai nilai
yaitu:
1. Aktivitas primer, yaitu merupakan aktivitas yang terlibat dalam menciptakan
fisik produk dan penjualannya serta transfer ke pembeli dan juga bantuan
purna jual (perpindahan produk kepada pembeli) serta bantuan pasca
penjualan. Altivitas primer meliputi:
a. Inbound logistic: semua aktivitas yang diperlukan untuk menerima,
menyimpan, dan mendistribusikan masukan-masukan termasuk hubungan
dengan para pemasok (suppliers)
b. Operasi: semua aktivitas yang diperlukan untuk mentrasformasikan semua
masukan menjadi keluaran (produk atau jasa)
c. Outbound logistics: semua aktivitas yang diperlukan untuk mengumpulkan,
menyimpan dan mendistribusikan keluaran (produk atau jasa).
d. Pemasaran dan penjualan: semua kegiatan mulai dari menginformasikan
kepada para calon pembeli mengenai produk atau jasa, mempengaruhi
mereka agar membelinya dan memfasilitasi pembelian mereka.
e. Pelayanan: semua aktivitas yang diperlukan agar produk atau jasa yang
telah dibeli oleh konsumen tetap berfungsi dengan baik setelah produk
atau jasa tersebut terjual dan sampai di tangan konsumen.
2. Aktivitas pendukung merupakan aktivitas yang mendukung aktivitas primer
dan satu sama lain memberikan input pembelian, teknologi, sumberdaya
manusia dan fungsi berbagai perusahaan secara luas. Aktivitas pendukung
meliputi:
a. Pembelian: pembelian lebih ke arah fungsi pembelian masukan yang
digunakan dalam value chain perusahaan, bukan kepada masukan yang
dibeli sendiri.
b. Pengembangan teknologi: jajaran aktivitas yang dapat dikelompokkan
secara luas ke dalam upaya-upaya untuk memperbaiki produk dan prosesnya.
c. Manajemen sumber daya manusia: aktivitas yang terlibat dalam perekrutan,
pengangkatan, pelatihan, pengembangan, dan kompensasi untuk semua
jenis personel serta mendukung, baik aktivitas primer maupun aktivitas
pendukung dan keseluruhan rantai nilai.

10
d. Infratruktur perusahaan: beberapa aktivitas termasuk manajemen umum,
perencanaan, keuangan, akuntansi, hukum, urusan pemerintah, dan
manajemen mutu.

3 METODE PENELITIAN

Kerangka Pemikiran
Pemahaman tentang perilaku serta keputusan konsumen untuk membeli
produk olahan cabai merah kering dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam
menentukan produk yang diinginkan dan untuk menyusun strategi pemasaran bagi
industri. Pemahaman tentang perilaku konsumen tersebut juga digunakan untuk
penanganan pascapanen dan perencanaan pengembangan teknologi.
Value Chain Analysis (VCA) atau Analisis Rantai Nilai dari produk olahan cabai merah kering adalah suatu pendekatan dengan melakukan satu atau
beberapa kegiatan tambahan, kegiatan produktif atau penerapan teknologi dalam
sebuah lembaga/aktor yang dapat memperoleh nilai lebih, sehingga diperoleh
nilai tambah yang maksimal.
Selain aliran produk cabai merah segar dan perubahan bentuk menjadi
produk cabai merah kering, setiap pelaku di sepanjang rantai nilai juga memberikan nilai tambah pada setiap prosesnya. Nilai yang diperoleh dari masing-masing
aktor yang terlibat di dalam rantai nilai produk olahan cabai merah kering ini
diharapkan sesuai dengan korbanan/biaya yang dikeluarkan.
Analisis pascapanen dan teknologi proses juga diidentifikasi pada penelitian.
Analisis ini terkait dengan ketersediaan bahan baku yang memenuhi dan sesuai
dengan yang diharapkan industri. Adapun prosedur penelitian yang dilakukan
terhadap preferensi konsumen dan rantai nilai produk olahan cabai merah kering,
seperti terlihat pada Gambar 3.

11

Gambar 3 Prosedur penelitian preferensi konsumen dan rantai nilai produk
olahan cabai merah kering

Tempat dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dilakukannya preferensi konsumen dan rantai nilai produk
olahan cabai merah kering adalah wilayah Bogor dan sekitarnya. Adapun waktu
penelitian dilaksanakan pada bulan November 2013 sampai Februari 2014.

12
Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dan survei berdasarkan kuisioner. Kuisioner dibuat dalam bentuk pertanyaan terbuka untuk mendapatkan
informasi lebih detail dari responden, antara lain meliputi identitas masyarakat
responden (ibu rumah tangga, warung makan dan industri pengguna cabai merah
kering), produk cabai merah kering pilihan konsumen, atribut-atribut penting dari
produk pilihan konsumen, data pembelian dan penjualan produk serta asal
pembelian bahan baku (Lampiran 1, 2 dan 3).
Rantai nilai untuk produk olahan cabai merah kering termasuk kedalam
kategori buyer driven. Berdasarkan asumsi ini, maka penelitian dilakukan dengan
cara Backward yaitu keterkaitannya ke belakang. Pengambilan sampel dilakukan
dengan metode snowball, dimana aktor-aktor yang menjadi responden dalam
penelitian ini adalah :
1. Masyarakat sebagai konsumen yang mengkonsumsi produk olahan cabai merah kering (ibu rumah tangga, warung makan dan industri kecil lainnya yang
menggunakan produk olahan cabai merah kering).
2. Usaha pengolahan (Industri/UKM) cabai merah kering.
3. Pedagang pengecer (retailer) yang menjual produk cabai merah kering.
4. Pedagang pengumpul.
5. Petani sebagai produsen primer yang menanam dan menangani pascapanen
cabai merah sebagai bahan baku untuk industri produk olahan cabai merah
kering.
Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling. Metode purposive sampling adalah suatu teknik penentuan sampel yang dilakukan secara
sengaja berdasarkan pertimbangan tertentu (Sugiyono 2007). Pertimbangan tersebut didasarkan pada karakteristik tiap sampel yang akan diambil. Seseorang atau
sesuatu diambil sebagai sampel karena peneliti menganggap bahwa seseorang atau
sesuatu tersebut memiliki informasi yang diperlukan bagi penelitiannya. Pada
penelitian ini responden berjumlah 73 orang yang terdiri dari 35 orang masyarakat sebagai konsumen yang mengkonsumsi cabai merah kering (penelitian
pendahuluan/preferensi awal), 30 orang konsumen (10 orang konsumen ibu rumah
tangga, 10 jenis warung makan dan 10 jenis industri pengguna cabai merah
kering) pada penelitian preferensi konsumen lanjutan, 2 jenis usaha pengolah
cabai merah kering (industri dan UKM), 3 orang pedagang pengecer dan 3 orang
pedagang pengumpul.
Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data volume
dan nilai penjualan produk cabai merah serta data usaha pengolahan produk cabai
merah kering di daerah Bogor yang dilakukan dengan cara pencatatan. Data
sekunder dan informasi yang diperlukan tersebut diperoleh dari instansi yang
terkait antara lain: Dinas Perindustrian, Balai Besar Industri Agro (BBIA), dan
Biro Pusat Statistik (BPS).

13
Pengolahan dan Analisis Data
Analisis Preferensi Konsumen
Analisis preferensi konsumen dilakukan dengan menganalisa faktor-faktor
perilaku konsumen dalam membeli produk olahan cabai merah kering. Menurut
Adiyoga (2011) terdapat model dalam pengambilan keputusan konsumen dengan
menguraikan perilaku dan pengambilan keputusan ke dalam tahapan-tahapan: (1)
identifikasi kebutuhan, (2) pencarian informasi produk, (3) evaluasi terhadap
berbagai alternatif yang tersedia, (4) keputusan pembelian dan (5) evaluasi pasca
pembelian.
Preferensi konsumen dianalisis dengan menggunakan analisis konjoin,
dimana analisis konjoin ini menurut Adiyoga dan Nurmalinda (2012) merupakan
alat statistika multivarian yang banyak digunakan dalam melakukan kuantifikasi
preferensi konsumen buah dan sayuran.
Menurut Mennecke et al. (2007), analisis konjoin dapat membantu melakukan kuantifikasi utilitas bagi konsumen potensial yang akan membeli berdasarkan
atribut-atribut produk tertentu. Melalui kuantifikasi utilitas atribut produk, maka
utilitas optimal dari atribut dapat diidentifikasi dan digunakan untuk merancang
produk dengan atribut-atribut yang paling disukai konsumen.
Analisis konjoin ini digunakan untuk membantu mendapatkan kombinasi
atau komposisi faktor-faktor berupa atribut suatu produk atau jasa yang paling
disukai konsumen. Dengan kata lain, metode ini dapat mengetahui persepsi dan
preferensi seseorang terhadap suatu objek yang terdiri atas satu atau banyak
bagian dan level. Metode ini juga mampu mengurangi jumlah kombinasi atribut
yang harus dievaluasi responden (Dwipurwani dan Cahyawati 2011).
Berikut ini adalah tahapan yang umum dilakukan dalam merancang dan
melaksanakan analisis konjoin (Malhotra 2004):
1. Pemilihan Atribut dan Taraf Atribut
Pada tahap ini ditentukan atribut dan taraf atribut yang akan digunakan
dalam merancang stimuli. Atribut adalah bentuk umum dari suatu produk atau
jasa seperti harga, warna, bau dan lain-lain. Di dalam perancangan percobaan, istilah atribut identik dengan istilah faktor. Masing-masing atribut memiliki taraf
spesifik yang menyertainya.
Dari sisi teori, disarankan atribut dan taraf terpilih memiliki peran dalam
mempengaruhi preferensi konsumen dalam memilih produk atau jasa. Pada
umumnya cara yang sering ditempuh untuk mendapatkan atribut dan taraf yang
berperan adalah dengan melakukan diskusi pakar, eksplorasi data sekunder atau
melakukan penelitian pendahuluan.
2. Perancangan Stimuli
Stimuli atau profil produk adalah kombinasi dari taraf atribut yang satu
dengan taraf atribut lainnya. Pada perancangan percobaan, stimuli identik dengan
perlakuan. Terdapat 2 pendekatan yang umum digunakan dalam merancang stimuli.
a. Pairwise combination
Pendekatan ini disebut juga evaluasi 2 faktor, dimana responden mengevaluasi
2 atribut secara bersamaan sampai semua kemungkinan kombinasi 2 atribut

14
terevaluasi. Bila ada sejumlah P atribut berarti jumlah pasangan yang dievaluasi ada P (P-1)/2 pasangan.
b. Full profile
Pendekatan ini disebut evaluasi banyak faktor karena penyusunan profil produk melibatkan seluruh atribut. Jika sebelumnya telah terpilih sebanyak P
buah atribut dengan masing-masing atribut mempunyai 2 taraf, maka akan ada
sebanyak 2p kombinasi taraf atribut yang harus dievaluasi responden.
Pendekatan full profile direkomendasikan untuk jumlah atribut kurang dari 6.
Semakin banyak atribut dan taraf maka semakin banyak stimuli yang akan
terbentuk, sehingga menjadi tidak efisien dalam proses evaluasi. Untuk itu
diperlukan metode pereduksian stimuli menggunakan suatu prosedur ortogonal
pada SPSS. Prosedur ortogonal SPSS digunakan untuk membantu menciptakan
kombinasi stimuli agar tidak semua kombinasi harus dianalisis lebih lanjut.
3. Penentuan Jenis Data
Dalam analisis konjoin data yang diperlukan dapat berupa nonmetrik
(nominal dan ordinal) maupun metrik (berskala interval atau rasio).
a. Data nonmetrik.
Responden diminta untuk membuat ranking atau mengurutkan stimuli
yang telah dibuat pada tahap sebelumnya. Nilai rangking (paling disukai
hingga paling tidak disukai) ini dipercayakan mencerminkan perilaku
konsumen dalam situasi nyata. Untuk rangking paling disukai diberi
rangking mulai dari 1 dan seterusnya hingga rangking terakhir bagi stimuli
yang paling tidak disukai.
b. Data metr