Keanekaragaman Dan Tempat Bersarang Lebah Tak Bersengat (Hymenoptera: Apidae) Di Sulawesi Tengah.

1

KEANEKARAGAMAN DAN TEMPAT BERSARANG LEBAH
TAK BERSENGAT (HYMENOPTERA: APIDAE) DI
SULAWESI TENGAH

NELKY SURIAWANTO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

2

3

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Keanekaragaman
dan Tempat Bersarang Lebah Tak Bersengat (Hymenoptera: Apidae) di Sulawesi

Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2016

Nelky Suriawanto
NRP G352140111

4

RINGKASAN
NELKY SURIAWANTO. Keanekaragaman dan Tempat Bersarang Lebah Tak
Bersengat (Hymenoptera: Apidae) di Sulawesi Tengah. Dibimbing oleh TRI
ATMOWIDI dan SIH KAHONO.
Lebah tak bersengat termasuk dalam famili Apidae dan subfamili Apinae.
Lebah ini merupakan salah satu kelompok serangga eusosial yang hidup bersama

di dalam sarang. Dalam koloni lebah ini terdiri dari seekor lebah ratu, puluhan
jantan, dan ribuan lebah pekerja yang dapat mengembangkan komunikasi
kompleks dan mempertahankan sistem kasta. Lebah ini memiliki keanekaragaman
yang bervariasi antar pulau dan tipe lingkungan, misalnya hutan dan permukiman.
Pemukiman merupakan salah satu habitat lebah tak bersengat yang memiliki
kekhasan lingkungan.
Salah satu tipe lingkungan sebagai habitat bersarang lebah tak bersengat
adalah permukiman dan sarangnya dapat dijumpai di hampir semua bagian rumah
seperti dinding rumah, rongga atap dan rongga pintu. Penelitian keanekaragaman
lebah tak bersengat di lingkungan pedesaan di Sulawesi yang dikaitkan dengan
tempat bersarangnya dan kepadatan sarangnya belum pernah dilaporkan.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari keanekaragaman, sebaran, tempat
bersarang, dan kepadatan sarang lebah tak bersengat di Sulawesi Tengah.
Pulau Sulawesi yang terletak di sebelah timur garis Wallacea memiliki
keunikan dalam proses terbentuknya daratan dibandingkan pulau-pulau lainnya,
sehingga dikenal memiliki keunikan dan endemisitas flora dan fauna yang tinggi.
Penelitian ini dilakukan di daerah permukiman desa Watumaeta, kecamatan Lore
Utara, kabupaten Poso dengan ketinggian 1200 meter di atas permukaan laut
(mdpl), desa Pakuli, kecamatan Gumbasa, kabupaten Sigi (130 mdpl), dan desa
Purwosari, kecamtan Torue, kabupaten Parigi Moutong Sulawesi Tengah (10

mdpl). Pengamatan dilakukan pada bulan Juli 2015 – Januari 2016 menggunakan
metode jelajah. Keanekaragaman lebah tak bersengat dihitung berdasarkan jumlah
spesies dan sarang, sebaran sarang dipetakan menggunakan software ArcGis 10.1.
Karakter pintu masuk sarang yang diamati adalah diameter, panjang, dan
ketinggian dari permukaan tanah, warna pintu masuk sarang, dan teksturnya.
Identifikasi spesimen lebah berdasarkan karakter morfologi dan morfometri pada
lebah pekerja.
Sebanyak 170 sarang lebah tak bersengat ditemukan dalam penelitian ini
yang termasuk dalam 4 spesies, yaitu Tetragonula fuscobalteata, T. biroi, T.
sapiens, dan T. laeviceps. Pada penelitian ini, T. sapiens dan T. biroi merupakan
catatan baru (new record) di Pulau Sulawesi. Di desa Watumaeta ditemukan 3
sarang yang terdiri dari T. laeviceps (1 sarang) dan T. biroi (2 sarang), di desa
Pakuli ditemukan 93 sarang yang terdiri dari T. fuscobalteata (88 sarang) dan T.
sapiens (5 sarang), dan di desa Purwosari ditemukan 74 sarang terdiri dari T.
fuscobalteata (68 sarang) dan T. biroi (6 sarang). Jumlah sarang terbanyak yang
ditemukan pada spesies T. fuscobalteata (155 sarang) yang ditemukan di dinding
kayu (74 sarang), rongga batu pondasi (40 sarang), dinding batako (31 sarang),
bambu (6 sarang), rongga besi (4 sarang), dan batang pohon (1 sarang), diikuti
oleh T. biroi (7 sarang) yang ditemukan di dinding kayu (3 sarang), rongga batu
pondasi (2 sarang), dinding batako (2 sarang), dan batang pohon (1 sarang), T.


5

sapiens (5 sarang) seluruhnya ditemukan di rongga batu pondasi, dan T. laeviceps
(1 sarang) yang ditemukan di dinding kayu.
Diameter pintu masuk terlebar adalah pada T. sapiens (2.18 cm), diikuti T.
biroi (1.86 cm), dan T. fuscobalteata (1.24 cm). Pintu masuk terpanjang terjadi
pada T. fuscobalteta (3.70 cm), diikuti T. biroi (2.23), dan T. sapiens (1.88 cm).
Diameter dan panjang pintu masuk sarang T. laeviceps tidak teramati. Pintu
masuk sarang dari permukaan tanah yang tertinggi adalah T. laeviceps (321 cm),
diikuti oleh T. fuscobalteata (116.90 cm), T. biroi (56.64 cm), dan T. sapiens
(1.88 cm). Karateristik pintu masuk sarang pada setiap spesies Tetragonula
bervariasi. Pintu masuk sarang T. fuscobalteata berbentuk corong, berwarna
coklat dan coklat terang dengan tekstur lembek. Pintu masuk sarang T. biroi
berbentuk corong, berwarna coklat terang dan hitam dengan tekstur lembek, pada
T. sapiens berbentuk corong, berwarna hitam, tekstur lembek, sedangkan pada T.
laevieps berwarna coklat dan tekstur keras. Tempat bersarang dari lebah tak
bersengat ditemukan di rongga dinding batako, rongga dinding kayu, rongga batu
pondasi, rongga bambu, rongga besi, dan batang pohon.
Lebah pekerja T. fuscobalteata memiliki panjang tubuh 3.47 – 3.54 mm

dan warna coklat kehitaman. Lebah T. biroi memiliki panjang tubuh 4.00 - 4.17
mm, warna hitam, abdomen berwarna coklat pudar. Lebah T. sapiens memiliki
panjang tubuh 3.69 - 3.80 mm, warna hitam, metasoma coklat, tergum pertama
dan kedua coklat gelap, sedangkan tergum ujung hitam. Lebah T. laeviceps
memiliki panjang tubuh 3.40 - 3.43 mm, warna tubuh lebah pekerja hitam,
metasoma berwarna coklat, tergum pertama dan kedua berwarna pucat, sementara
tergum keempat dan kelima gelap.
Lebah T. fuscobalteata dan T. sapiens ditemukan di dataran rendah dengan
ketinggian 10 mdpl dan 130 mdpl. Lebah T. biroi ditemukan di dataran rendah
dan tinggi (10 mdpl dan 1200 mdpl), dan T. laeviceps ditemukan di dataran tinggi
(1200 mdpl). Empat spesies Tetragonula di Sulawesi hasil penelitian ini
mempunyai morfologi yang mirip dengan spesimen spesies yang sama dari daerah
lainnya. Morfometri dari empat spesies memiliki variasi ukuran tubuh
dibandingkan dengan spesies yang sama yang telah dilaporkan di daerah lain.
Kata kunci: Keanekaragaman, Lebah Tak Bersengat, Permukiman, Sulawesi
Tengah, Tempat bersarang.

6

SUMMARY

NELKY SURIAWANTO. Diversity and Nesting Sites of Stingless Bees
(Hymenoptera: Apidae) in Central Sulawesi. Supervised by TRI ATMOWIDI and
SIH KAHONO.
Stingless bees belonging to family Apidae and subfamily Apinae.
Stingless bee is a group eusocial insect that live together in a nest. Nest of
stingless bees consist of a queen, males, and workers that develop complex
communication and maintain a division of caste. Diversity of stingless bees varied
greatly between island and type of environments, such as forests and settlements.
Settlement area is a habitat of stingless bees that has typical environment.
In the settlement areas, the nests of stingless bees can be found in almost
parts of the house, such as the walls of the house, a roof cavity, and the cavity of
door. The study of diversity of stingless bees in settlement areas in Sulawesi
associated with nesting sites and nests density have not been reported. The aims of
the study were to determine the diversity, distribution, nesting sites, and nests
density of stingless bees in Central Sulawesi.
Sulawesi Island located in east of the Wallace line has unique process of
formation of the land than the other islands. The island have high levels of
endemicity of flora and fauna. This research was carried out in settlement areas in
Watumaeta village, Lore Utara Sub-distric, Poso Regency located in 1200 meters
above sea level (masl), Pakuli village, Gumbasa Sub-distric, Sigi Regency (130

masl), and Purwosari village, Torue Sub-distric, Parigi Moutong Regency (10
masl) in Central Sulawesi. Observations were carried out in July 2015 to January
2016 using cruising method. Diversity of stingless bees were analysed base on
the number of species and colonies. Distribution of stingless bees nests ware
mapped by ArcGIS software 10.1. Nest characters observed were diameter,
length, and height from ground surface, entrance color and texture. Identification
of specimen stingless bees based on morphological and morphometric characters.
A total of 170 nests of stingless bees belong to four species (Tetragonula
fuscobalteata, T. biroi, T. sapiens, dan T. laeviceps) were found. In this study, T.
biroi and T. sapiens are new record for Sulawesi islands. In Watumaeta village
was found three nests belong to T. laeviceps (1 nest) and T. biroi (2 nests), in
Pakuli village was found, 93 colonies belong to T. fuscobalteata (88 nests) and T.
sapiens (5 nests), and in Purwosari village was found 74 colonies, belong to T.
fuscobalteata (68 nests) and T. biroi (6 nests). The most number colonies found
were T. fuscobalteata (155 nests) that found in wood walls (74 nests), stone cavity
(40 nests), brick walls (30 nests), bamboos (6 nests), red brick walls (1 nest), iron
cavity (4 nests), and trunk (1 nests), followed by T. biroi (7 nests) that found in
the wood walls (3 nests), stone cavity (2 nests), red brick wall (1 nest), brick wall
(1 nest) and trunk (1 nest), T. sapiens (5 nests) that found in stone cavity, and T.
laeviceps (1 nest) that found in wood wall (1 nests).

The widest diameter of nests entrance were found in T. sapiens (2.18 cm),
followed by T. biroi (1.86 cm), and T. fuscobalteata (1.24 cm). The longest nests
entrance was occurred in T. fuscobalteta (3.70 cm), followed by T. biroi (2.23),
and T. sapiens (1.88 cm). The diameter and length of the nest entrance of T.
laeviceps was unobserved. The highest nest entrance from the ground was

7

occurred in T. laeviceps (321 cm), followed by T. fuscobalteata (116.90 cm), T.
biroi (56.64 cm), and T. sapiens (1.88 cm). Characteristic of the nests entrance of
each species Tetragonula varied. Nests entrance of T. fuscobalteata are funnel
shape, brown and light brown, and soft texture. Nests entrance of T. biroi are
funnel shape, light brown and dark, and soft texture. Nests entrance of T. sapiens
are funnel shape, black, and soft texture. Nest entrance of T. laevieps are funnel
shape, brown and hard texture. Nesting sites of stingless bees were found in cavity
brick walls, wooden wall cavity, the cavity foundation stone, bamboo cavity, the
iron cavity, and tree trunks.
The workers of T. fuscobalteata has body length 3.47 – 3.54 mm, with
color of blackish brown. Species T. biroi has body length 4.00 – 4.17 mm, black
color, abdomen brown pale. Species T. sapiens has body length of 3.69 - 3.80

mm, color black, metasoma brown, first and second tergum are dark brown, while
tip of tergum black. Species T. laeviceps has body length 3.40 – 3.43 mm, body
color black, metasoma brown, first and second tergum pale while the fourth and
fifth tergum are dark.
Stingless bees, T. fuscobalteata and T. sapiens were found in the lowlands
with a height of 10 (masl) and 130 (masl). Species T. biroi was found in lowland
and highland (10 masl and 1200 masl), and T. laeviceps was found in the highland
(1200 masl). Four species of Tetragonula found in Sulawesi have similar
morphology with others specimens from other areas. Morphometry of the four
species have variations in body size compared to the same species reported in
other areas.
Key words : Central Sulawesi, diversity, nesting sites, settlement area, stingless
bees

8

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

9

KEANEKARAGAMAN DAN TEMPAT BERSARANG LEBAH
TAK BERSENGAT (HYMENOPTERA: APIDAE) DI
SULAWESI TENGAH

NELKY SURIAWANTO

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Biosains Hewan


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

10

Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Purnama Hidyat, M.Sc

11

Judul Tesis
Nama
NIM
Mayor

: Keanekaragaman dan Tempat Bersarang Lebah Tak Bersengat
(Hymenoptera: Apidae) di Sulawesi Tengah
: Nelky Suriawanto
: G352140111
: Biosains Hewan

Disetujui Oleh
Komisi Pembimbing

Dr. Tri Atmowidi, M.Si
Ketua

Dr. Sih Kahono
Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Biosains Hewan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. R.R. Dyah Perwitasari M.Sc

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.ScAgr.

Tanggal ujian : 15 Juni 2016

Tanggal lulus :

12

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
karuniaNya. Sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini
berjudul “Keanekaragaman dan Tempat Bersarang Lebah Tak Bersengat
(Hymenoptera: Apidae) di Sulawesi Tengah” yang dilaksanakan sejak bulan Juli
2015 sampai Januari 2016. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Tri
Atmowidi, M.Si dan Dr. Sih Kahono yang telah memberikan bimbingan dan
arahan selama penelitian. Di samping itu terima kasih juga disampaikan kepada
Dr. Clause Rasmussen dan Anne E. Dollin, Ph.D. yang telah membantu
memberikan pustaka dan saran saat identifikasi, Lembaga Pengelolaan Dana
Pendidikan (LPDP) yang telah membiayai penelitian ini dan Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang telah membantu dalam proses identifikasi dan
verifikasi spesimen. Penghargaan juga penulis sampaikan kepada Ibu Suhartini
selaku laboran Fungsi dan Perilaku Hewan FMIPA IPB. Ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada kedua orang tua atas doa, dukungan, dan perhatiannya
yang tak terhingga, serta kepada keluarga, sahabat yang membantu di lapangan,
dan teman-teman seperjuangan Biosains Hewan IPB 2014 dan teman-teman
Asrama SULTENG atas segala doa dan dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor,

Juni 2016

Nelky Suriawanto

13

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Peneltian

vi
vi
1
1
2
2
2

TINJAUAN PUSTAKA
Biologi Lebah Tak Bersengat
Distribusi Lebah Tak Bersengat
Peranan Lebah Tak Bersengat
Struktur Sarang Lebah Tak Bersengat
Lokasi Persarangan
Morfometri

3
3
3
4
4
5
6

METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Pengamatan Tempat Bersarang Lebah Tak Bersengat
Koleksi dan Mounting Spesimen Lebah
Identifikasi Spesimen Lebah
Pengamatan dan Karakter Pintu dan Tempat Bersarang
Analisis Data

7
7
7
8
8
9
9

HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
Keanekaragaman dan Tempat Bersarang Lebah Tak bersengat
Karakteristik Pintu Masuk Sarang
Karakter Morfologi dan Morfometri Tetragonula
PEMBAHASAN
Keanekaragaman dan Tempat Bersarang
Karakteristik Pintu Masuk Sarang
Morfologi dan Morfometri Tetragonula

10
10
10
13
14
23
23
23
24

SIMPULAN
Simpulan

25
25

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

26
29

14

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6

Jumlah sarang Tetragonula yang ditemukan di lokasi penelitian
Karakteristik pintu masuk sarang pada setiap spesies
Karakter morfometri lebah pekerja T. fuscobalteata
Karakter morfometri lebah pekerja T. biroi
Karater morfometri lebah pekerja T. sapiens
Karater morfometri lebah pekerja T. laeviceps

12
13
16
18
20
22

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Bagan rumusan masalah
2
Sketsa struktur sarang lebah tak bersengat
5
Sketsa morfometri beberapa bagian karakter tubuh lebah tak bersengat 6
Peta lokasi penelitian
7
Koleksi dan mounting lebah tak bersengat
8
Pintu masuk sarang lebah tak bersengat
9
Morfologi lebah tak bersengat
10
Peta distribusi lebah tak bersengat di desa Watumaeta
11
Peta distribusi lebah tak bersengat di desa Pakuli
11
Peta distribusi lebah tak bersengat di desa Purwosari
12
Tempat bersarang 4 spesies lebah tak bersengat
13
Karateristik pintu masuk sarang lebah tak bersengat
14
Karakteristik morfologi T. fuscobalteata
15
Karakteristik morfologi T. biroi
17
Karakteristik morfologi T. sapiens
19
Karakteristik morfologi T. laeviceps
21

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Lebah tak bersengat berperan penting dalam membantu proses penyerbukan
tanaman (Inoue et al. 1985), penghasil madu, dan propolis (Lourino et al. 2006;
Kumar et al. 2012). Walaupun lebah tak bersengat dapat menghasilkan bahan
penting bagi manusia dan hidup bersama di sekitar perumahan, namun banyak
yang tidak mengenalnya.
Indonesia memiliki banyak spesies lebah tak bersengat yang tersebar luas
hampir di seluruh pulau. Keanekaragaman lebah tak bersengat bervariasi di
ekosistem hutan dan permukiman (Boontop et al. 2008; Salim et al. 2012; Kelly
et al. 2014; Syafrizal et al. 2014; Rahman et al. 2015). Di permukiman, sarang
lebah tak bersengat dapat dijumpai di hampir semua bagian rumah, seperti dinding
rumah, rongga atap, dan rongga pintu (Erniwati 2013).
Sulawesi merupakan pulau dengan tingkat endemisitas yang tinggi. Pulau
Sulawesi terbentuk dari proses geologi dan ekologi yang panjang, membentuk
bentang pulau yang unik dengan keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi.
Spesies dan subspesies lebah madu endemik yang ditemukan di Sulawesi, yaitu
Apis nigrocincta dan A. dorsata binghami (Hadisoesilo 2001; Engel 2012).
Spesies lebah tak bersengat yang endemik di Sulawesi adalah Geniotrigona incisa
yang ditemukan di hutan Sulawesi pada ketinggian 900 meter di atas permukaan
laut (mdpl) (Sakagami dan Inoue 1989). Dengan eksplorasi dan kegiatan
identifikasi lebah tak bersengat yang lebih banyak masih dimungkinkan
ditemukan jenis baru atau catatan baru di Sulawesi.
Sulawesi Tengah merupakan salah satu provinsi di pulau Sulawesi, yang
memiliki banyak lahan perkebunan, pertanian, hutan sekunder, hutan primer, dan
permukiman. Daerah ini terdapat tanaman tropis dari berbagai jenis yang dapat
mendukung kehidupan lebah tak bersengat. Informasi dan publikasi tentang
keberadaan lebah tak bersengat di Sulawesi Tengah masih sangat kurang,
disebabkan oleh sedikitnya penelitian yang dilakukan. Masyarakat di Sulawesi
Tengah pada umumnya kurang menyukai ternak lebah tak bersengat daripada
ternak lebah Apis, karena lebah Apis pada umumnya dapat menghasilkan lebih
banyak madu. Namun data terkini yang diperoleh dari beberapa daerah di
Sulawesi dan Indonesia secara umum menunjukkan bahwa minat beternak lebah
tak bersengat semakin meningkat karena lebih menguntungkan dibandingkan
dengan ternak lebah Apis.
Beberapa spesies lebah tak bersengat memiliki habitat di permukiman
penduduk. Lebah ini berinteraksi dengan tanaman berbunga di lingkungan
pemukiman. Keberadaan lebah tak bersengat dibutuhkan manusia karena
peranannya yang sangat penting dalam mendukung produksi tanaman budidaya
yang ditanam di pemukiman serta peranannya dalam menghasilkan madu dan
produk perlebahan lainnya. Penelitian keanekaragaman, sebaran, dan tempat
bersarang lebah tak bersengat di daerah pemukiman di Sulawesi Tengah perlu
dilakukan untuk memperoleh pengetahuan dasar dalam pemanfaatan dan
perlindungan spesies dan habitatnya.

2

Perumusan Masalah
Kurangnya pengetahuan masyarakat di Sulawesi Tengah tentang peranan
lebah tak bersengat sebagai salah satu serangga penghasil madu, propolis dan jasa
polinasi menyebabkan keanekaragaman dan peranannya belum sepenuhnya
diketahui. Selain itu, masyarakat beranggapan lebah tak bersengat merupakan
serangga perusak komponen rumah. Pemahaman yang keliru tersebut bisa
mengancam keberadaan lebah tak bersengat di ekosistem (Gambar 1).
Penghasil
propolis,
polinasi

dan

madu,
jasa

Lebah tak
bersengat
(Stingless bees)

Kerusakan
habitat
dan lingkungan

Keanekaragaman, tempat persarangan,
karakter pintu masuk sarang, morfologi
dan morfometrik

Pengetahuan dasar untuk pemanfaatan
(peternakan) dan perlindungan spesies dari
habitatnya di area permukiman di Sulawesi
Tengah
Gambar 1 Bagan rumusan masalah

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
a.
Mengukur keanekaragaman dan sebaran lebah tak bersengat di daerah
permukiman desa Watumaeta (1200 mdpl), Pakuli (130 mdpl), dan
Purwosari (10 mdpl) di Sulawesi Tengah.
b.
Mendeskripsikan karakter morfologi, morfometri, pintu masuk sarang, dan
tempat bersarang spesies lebah tak bersengat yang ditemukan.
Manfaat Penelitian
Data keanekaragaman dan sebaran spesies yang ditemukan diharapkan dapat
dijadikan pengetahuan dasar untuk pemanfaatan dan perlindungan spesies dan
habitatnya di Sulawesi Tengah. Data karakter pintu masuk sarang dan tempat
bersarang dapat dijadikan sebagai data dasar untuk budidaya lebah tak bersengat
di lingkungan perumahan di Sulawesi Tengah.

3

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Lebah Tak Bersengat
Lebah tak bersengat termasuk dalam famili Apidae dan subfamili Apinae.
Lebah tak bersengat merupakan salah satu serangga eusosial yang hidup bersama
di dalam sarang. Sarang lebah tak bersengat terdiri dari seekor lebah ratu, puluhan
lebah jantan, dan ribuan lebah pekerja yang mengembangkan komunikasi
kompleks dan mempertahankan sistem kasta (Michener 2007). Ratu dan pejantan
adalah lebah produktif, sedangkan lebah pekerja adalah lebah betina steril. Lebah
ratu berperan penting dalam mengatur sistem kerja di dalam sarang (Roopa et al.
2015), menghasilkan anakan baru, pejantan, dan pekerja. Lebah pekerja memiliki
fungsi mengumpulkan bahan makanan berupa polen dan nektar, serta resin
sebagai bahan untuk membangun sarang (Michener 2013).
Di Indonesia, lebah tak bersengat memiliki nama yang berbeda-beda, antara
lain klanceng (Jawa), teuwel (Sunda), galo-galo (Minang) (Syafrizal et al. 2014),
dan Tannese (Kaili-Sulawesi Tengah). Indonesia memiliki beberapa spesies lebah
tak bersengat yaitu dari genus Tetragonula (T. iridipennis, T. laeviceps, T.
fuscobalteata, T. minagkabau, T. canifrons, T. clypearis, T. drescheri, T. melina,
T. reepeni, dan T. sapiens), Tetrigona (T. apicalis dan T. vidua), Geniotrigona (G.
incisa dan G. thoracica), Heterotrigona (H. itama), Homotrigona (H. aliceae dan
H. fimbriata), Lepidotrigona (L. javanica, L. nitidiventris, L. terminate, L.
trochanterica, dan L. ventralis), Lisotrigona (L. cacciae), Lophotrigona (L.
canifrons), Priotrigona (P. pendleburyi). Sundatrigona (S. lieftincki dan S.
moorei), dan Tetragonilla (T. atripes, T. collina, dan T. fuscibasis) (Sakagami et
al. 1990; Dollin et al. 1997; Rasmussen; 2008; Smith 2012; Erniwati 2013).
Secara umum pekerja dari lebah tak bersengat memiliki ukuran tubuh 2 - 8 mm
(Erniwati 2013). Tubuh terdiri dari kepala, thorak, abdomen, sepasang sayap
dengan 3 pasang tungkai dan warna tubuh bervariasi antar spesies.
Distribusi Lebah Tak Bersengat
Lebah tak bersengat memiliki distribusi yang luas dari daerah neotropis
Amerika (Meksiko – Argentina) sampai tropis. Di Neotropis dilaporkan beberapa
genus lebah tak bersengat, yaitu Cephalotrigona, Lestrimelitta, Eomelipona,
Melikerria, Melipona, Michmelia, Meliwillea, Nannotrigona, Nogueirapis,
Oxytrigona, Aparatrigona, Paratrigona, Parapartamona, Partamona, Friesella,
Mourella, Plebeia, Scaura, Schwarziana, Schwarzula, Sakagamilla,
Scaptotrigona, Trichotrigona, Camargoia, Frieseomelitta, Geotrigona,
Ptilotrigona, Tetragona, Tetragonisca, Trigona, Celetrigona, Dolichotrigona,
Leurotrigona, dan Trigonisca (Rasmussen dan Cameron 2007; Gonzalez dan
Engel 2012). Di daerah tropis, distribusi lebah tak bersengat meliputi IndoMalayan terdiri (India, Sri Lanka, sebagian Asia tenggara, Indonesia bagian
barat), dan Australian (Indonesia bagian timur dan Australia sampai kepulauan
Solomon). Di Indo-Malayan, dapat dijumpai genus Pariotrigona, Heterotrigona,
Homotrigona, Lepidotrigona, Lophotrigona, Odontotrigona, Platytrigona,
Sundatrigona, Tetragonilla, Tetragonula dan Tetrigona. Di kawasan Australian

4

ditemukan genus Austroplebeia, Platytrigona, dan Tetragonula. Kawasan
Indonesia bagian tengah merupakan wilayah distribusi campuran antara IndoMalayan dan Australian, terdistribusi genus Geniotrigona dan Tetragonula
(Rasmussen dan Cameron 2007; Rasmussen 2008).
Di daerah tropis, lebah ini dilaporkan 8 spesies di India (Rasmussen 2013),
19 spesies di Siam, satu spesies di Burma termasuk Tenasserim, 26 spesies di
Malaysia, 5 spesies di kepulauan Fillipina, satu spesies di Taiwan (Formosa), 32
spesies di Thailand (Schwarz 1939; Sakagami et al. 1985; Michener dan Boongird
2004; dan Klakasikorn et al. 2005), dan 12 spesies di Australia (Dollin et al.
1997; Dollin et al. 2015).
Peranan Lebah Tak Bersengat
Lebah tak bersengat merupakan salah satu lebah penghasil madu dan
propolis (Michener 2007). Di beberapa negara, peternakan lebah tak bersengat
untuk tujuan komersil telah lama dilakukan, yaitu untuk mendapatkan madu,
propolis, dan membantu proses penyerbukan tanaman (Erniwati 2013). Tubuh
lebah tak bersengat memiliki rambut-rambut yang bercabang yang dapat
menempelkan serbuk sari pada saat lebah berkunjung di bunga. Selain rambut
ditubuhnya, terdapat tempat penyimpanan khusus serbuk sari dibagian tungkai
belakang yang disebut corbicula (pollen basket).
Di Indonesia, lebah tak bersengat telah dilaporkan oleh beberapa peneliti.
Spesies T. laeviceps dapat meningkatkan dalam produksi biji kailan (Brassica
oleraceae var. Alboglabra) sebesar 231% jumlah polong per tanaman, 48%
jumlah biji per polong, 204% bobot biji per tanaman, 24% perkecambahan
biji, dan 80.8% viabilitas polen (Wulandari et al. 2015). Selain sebagai penyerbuk
tanaman pertanian yang memiliki nilai ekonomi tinggi, lebah tak bersengat
berperan dalam penyerbukan tumbuhan di hutan primer dan hutan skunder
sehingga membantu regenerasi hutan tersebut (Erniwati 2013). Kahono et al.
(2012) melaporkan T. laeviceps dan T. melina mempunyai potensi tinggi
sebagai penyerbuk kelapa sawit pada bagian permukaaan bunga. Di
Australia, lebah tak bersengat merupakan lebah penyerbuk yang paling efisien
pada tanaman Mangifera indica, karena banyaknya serbuk sari yang menempel di
tubuhnya setelah mengunjugi bunga (Anderson et al. 1982).
Struktur Sarang Lebah Tak Bersengat
Struktur sarang lebah tak bersengat terdiri dari pintu masuk, saluran bagian
dalam, sel-sel polen, sel-sel madu, dan lapisan batumen yang berfungsi sebagai
pelindung dari sinar matahari langsung dan serangan predator. Sel-sel polen
berfungsi untuk tempat penyimpanan serbuk sari, brood cell merupakan tempat
penyimpanan anakan, dan sel-sel madu merupakan tempat penyimpanan madu.
Lapisan batumen berfungsi untuk melindungi komponen-komponen di dalam
sarang (Gambar 2) (Sakagami et al.1983; Starr dan Sakagami 1987; Boongird
2011; Erniwati 2013; Michener 2013).

5

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

(a)

Gambar 2 Sketsa struktur sarang lebah tak bersengat: pintu masuk sarang (a),
pollen cells (b), saluran masuk bagian dalam (c), brood cells (d),
honey cells (e), dan lapisan-lapisa batument (f) (Michener 2013).
Lokasi Persarangan
Sarang lebah tak bersengat umumnya dapat ditemukan di hutan dan area
permukiman (Erniwati 2013). Sarang lebah tak bersengat sebagian besar
ditemukan di daerah terbuka yang memiliki suhu udara yang cukup tinggi dan
memudahkan untuk mencapai sumber makanan (Nagamitsu dan Inoue, 1998; Eltz
2001; Michener 2007). Di hutan, sarang lebah tak bersengat dapat ditemukan
antara lain di pohon Ficus religiosa, Diospyros rhodocalyx, Irvingia malayana,
Dipterocarpus alatus, Homalium grandiflorum, Hevea brasiliensis, Tectona
grandis, dan Eusideroxylon zwageri (Klakasikorn et al. 2005; Syafrizal et al.
2014). Di permukiman penduduk sarang lebah tak bersengat dapat ditemukan di
rongga atap, rongga pintu, dan rongga jendela (Erniwati 2013).
Pada saat di dalam sarang lebah tak bersengat terdapat calon ratu baru,
beberapa lebah pekerja akan pergi mencari tempat baru dengan membawa bahan
dari sarang lama. Karateristik bentuk pintu masuk sarang selalu dibangun pertama
kali. Setelah sarang baru jadi, ratu muda akan terbang menuju sarang baru dengan
membawa sebagian lebah jantan dan pekerjanya. Untuk beberapa waktu (minggu
atau bahkan bulan), pekerja terus terbang bolak-balik membawa bahan dari sarang
lama ke sarang baru, sampai akhirnya kontak tersebut berhenti dan sarang baru
menjadi independen (Michener 2013).
Morfometri
Morfometri adalah suatu metode untuk mengidentifikasi spesies dengan
mendeskripsikan melalui pengukuran, penghitungan atau pemberian nilai (skor).
Morfometri dapat diaplikasikan untuk mengetahui kekerabatan suatu spesies,
diferensiasi dari berbagai spesies, dan variasi spesies (Bookstein dan Strauss
1982).
Dalam morfometri, deskripsi bisa berupa deskripsi kualitatif atau kuantitatif.
Deskripsi kualitatif, misalnya bentuk tubuh lebih kecil dibandingkan dengan

6

spesies lainnya. Deskriptif kualitatif dianggap belum memadai, sehingga
diperlukan ekspresi kuantitatif dengan mengambil berbagai ukuran dari individuindividu dan dinyatakan dengan nilai statistik seperti rata-rata, kisaran, ragam dan
korelasi (Bookstein dan Strauss 1982). Strauss dan Bond (1990) menyatakan studi
morfometri secara kuantitatif dapat membedakan individu antar jenis kelamin atau
spesiesnya, menggambarkan keragaman pola-pola morfometri antar populasi atau
spesies dan dapat mengklarifikasi hubungan filogenetik.
Lebah tak bersengat merupakan serangga yang memiliki ukuran tubuh
kecil (2 – 8 mm). Dalam proses identifikasi, morfologi tubuh dan warna sangat
sulit untuk menentukan ke level spesies, meskipun dapat dilakukan pada level
genus. Namun, untuk genus yang berukuran sangat kecil, seperti Tetragonula,
diperlukan pengukuran karakter tubuh, seperti panjang tubuh, panjang sayap
depan dari tegula, lebar maximum kepala, jarak antara percabangan M-Cu dan
ujung dasar marginall cell, dan jarak antara dasar atas sampai ujung bawah hind
tibia (Sakagami 1978; Sung et al. 2004) (Gambar 3).

BL

(a)

(b)

Gambar 3 Sketsa ukuran morfometri dibebrapa bagian karakter tubuh lebah tak
bersengat: lebar maximum kepala (HW), panjang maximum kepala
(HH), lebar mata majemuk (EW), lebar gena (GW), panjang tubuh
(BL), jarak antara percabangan M-Cu dan ujung dasar marginall cell
(WD), panjang hind tibia (HTL), dan lebar hind tibia (HTW) (Sung et
al. 2004).

7

METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2015 – Januari 2016. Pengambilan
sampel dilakukan pada bulan Juli – September 2015 di tiga desa yaitu, desa
Watumaeta, Kecamatan Lore Utara, Kabupaten Poso (1.200 mdpl), desa Pakuli
Kecamatan Gumbasa, Kabupaten Sigi (130 mdpl), dan desa Purwosari,
Kecamatan Torue, Kabupaten Parigi Moutong (10 mdpl) (Gambar 4). Luas lokasi
permukiman di desa Watumaeta, Pakuli, dan Purwosari berturut-turut adalah
20.000 ha, 502 ha, dan 94 ha.

Gambar 4 Peta lokasi penelitian: desa Watumaeta
desa Purwosari ( )

desa

Pakuli

Pengamatan Tempat Bersarang Lebah Tak Bersengat
Pengamatan tempat bersarangan lebah tak bersengat dilaksanakan pada
bulan Juli – September 2015 menggunakan metode jelajah (Bookhout 1996).
Survei tempat bersarang disetiap desa dilakukan dengan berjalan di area
permukiman penduduk dan mencari informasi keberadaan sarang kepada
masyarakat di setiap desa. Sarang yang ditemukan diambil titik kordinat
menggunakan Global Positioning System (GPS) model Garmin etrex 20.

8

Koleksi dan Mounting Spesimen Lebah
Lebah tak bersengat dikoleksi dari pintu masuk sarang (Gambar 5a)
menggunakan jaring serangga dari setiap sarang yang ditemukan. Sepuluh
individu lebah pekerja lebah tak bersengat (Gambar 5b) dari setiap sarang
dimasukan ke dalam botol berisikan ethanol 90% (Gambar 5c), 7 individu untuk
keperluan identifikasi dan 3 individu untuk keperluan morfometri.
Sebelum diidentifikasi, spesimen lebah dilakukan proses mounting (Gambar
5d) agar karakter-karakter yang penting pada tubuh lebah mudah diamati. Proses
mounting dilakukan degan cara menusukkan jarum serangga di bagian toraks dan
merapikan semua bagian tubuhnya. Selanjutnya, spesimen lebah dioven pada suhu
35oC selama satu minggu dan setelah itu spesimen dimasukan dalam freezer pada
suhu -15oC selama satu minggu.

(a)

(b)

(c)
(d)
Gambar 5 Koleksi dan mounting lebah tak bersengat: koleksi lebah di pintu masuk
sarang (a), lebah pekerja (b), spesimen dalam botol sampel dengan
ethanol 90% (c), dan spesimen yang telah di mounting (d).
Identifikasi Spesimen Lebah
Spesimen lebah diidentifikasi berdasarkan karakter morfologi dan verifikasi
menggunakan spesimen di Museum Zoologicum Bogoriense (MZB), Bidang
Zoologi, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
Cibinong. Identifikasi spesimen berdasarkan karakter morfometri dilakukan di
Laboratorium Biosistematika dan Ekologi Hewan, Departemen Biologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor (IPB)
Dramaga.
Identifikasi lebah berdasarkan karakter morfologi dan morfometri
mengikuti Sakagami (1978), Sakagami dan Inoue (1987), Dollin et al. (1997),

9

Sakagami et al. (1990), dan Smith (2012). Karakter morfometrik diamati
menggunakan Mikroskop stereo model Nikon C-LEDS yang dilengkapi dengan
kamera, software Optilab viewer, dan Image Raster. Karakter morfometri yang
diukur adalah panjang tubuh (BL), lebar kepala (LK), panjang dan lebar mata
(PM dan LM), jarak maximum dan minimum interorbital (JMI dan LOD), jarak
interocellar atas (JIA), jarak interocellar bawah (IOD), jarak ocellocular (JO),
lebar gena (LG), panjang malar (PML), panjang dan lebar flagellomere IV (PF
dan LF), panjang sayap depan dari tegula (WL1), panjang jarak antara venasi MCu (WL2), panjang tibia belakang (PTB), lebar tibia belakang (LTB), lebar dan
panjang basitarsus (LBB dan PBB) (Sakagami 1978). Selain itu, pengukuran
dilakukan untuk panjang kepala (PK), panjang clypeus (PC), jarak terpanjang dan
terdekat interocular (JIB dan JIA), jarak interantennal (JI), antennocellar (JA),
antennocular (JO) (Michener 2007), panjang dan lebar mandibula (PM dan LM),
panjang dan lebar mesoscutum (PMS dan LMS) (Rasmussen 2013), panjang dan
lebar sayap depan (PSD dan LSD), panjang dan lebar sayap belakang (PSB dan
LSB), jumlah hamuli (JH), panjang femur (PJB), lebar dan panjang basitarsus
(LBB dan PBB) (Klakasikorn et al. 2005) (Lampiran 1).
Pengamatan Karakteristik Pintu dan Tempat Bersarang
Karakteristik pintu masuk sarang dideskripsi secara kualitatif dan
kuantitatif. Karakter kuantitatif yang diukur yaitu ketinggian dari permukaan
tanah, panjang dan diameter pintu masuk sarang (Gambar 6). Karakter kualitatif
pintu masuk sarang yang diamati mengikuti Kelly et al. (2014), yaitu warna
(coklat, coklat terang, atau hitam), dan tekstur (lembek atau keras). Tempat
bersarang lebah tak bersengat pada bagian rumah, juga diamati jumlah sarang dari
setiap spesies yang ditemukan dimasing-masing lokasi juga dihitung.

P
T
D

Gambar 6 Pintu masuk sarang lebah tak bersengat: ketinggian dari permukaan
tanah (T), panjang pintu masuk (P), dan diameter pintu masuk sarang
(D).
Analisis Data
Keanekaragaman spesies lebah tak bersengat disetiap desa pengamatan
ditampilkan dalam tabel. Sebaran sarang ditampilkan dalam peta distribusi spasial
menggunakan menggunakan software ArcGis 10.1. Karakter pintu masuk sarang
dan tempat bersarang dideskripsikan. Karakter morfologi dan morfometri
dideskripsikan.

10

HASIL
Keanekaragaman dan Tempat Bersarang Lebah Tak Bersengat
Total 170 sarang ditemukan dipenelitian ini yang terdiri dari 4 spesies,
yaitu Tetragonula fuscobalteata (Cameron, 1908), T. biroi (Friese, 1898), T.
sapiens (Cockerell, 1911), dan T. laeviceps (Smith, 1857) (Gambar 7). Di desa
Watumaeta ditemukan 2 spesies, yaitu T. laeviceps (1 sarang) dan T. biroi (2
sarang). Di desa Pakuli ditemukan 2 spesies, yaitu T. fuscobalteata (88 sarang)
dan T. sapiens (5 sarang), sedangkan di desa Purwosari ditemukan T.
fuscobalteata (68 sarang) dan T. biroi (6 sarang) (Gambar 8, 9, dan 10). Titik
kordinat tempat ditemukan sarang lebah tak bersengat terdapat di lampiran 2.

(a)

(b)

(c)
(d)
Gambar 7 Morfologi lebah tak bersengat: Tetragonula fuscobalteata (a), T. biroi
(b), T. sapiens (c), T. laeviceps (d).

11

Gambar 8 Peta distribusi lebah tak bersengat di desa Watumaeta: T. biroi (
dan T. laeviceps (
)

)

Gambar 9 Peta distribusi lebah tak bersengat di desa Pakuli: T. fuscobalteata (
dan T. sapiens ( )

)

12

Gambar 10 Peta distribusi lebah tak bersengat di desa Purwosari: T. fuscobalteta (
) dan T. biroi ( )
Jumlah sarang tertinggi yang ditemukan adalah T. fuscobalteata (156
sarang), diikuti T. biroi (8 sarang), T. sapiens (5 sarang), dan T. laeviceps (1
sarang) (Tabel 1).
Tabel 1 Jumlah sarang Tetragonula yang ditemukan di lokasi penelitian
Spesies
T. fuscobalteata
T. laeviceps
T. biroi
T. sapiens
Jumlah

Watumaeta
0
1
2
0

Jumlah Sarang
Pakuli
Purwosari
88
68
0
0
0
6
5
0

Jumlah
156
1
8
5
170

Persentase
(%)
92
1
4
3
100

Sarang spesies Tetragonula tersebut ditemukan di rongga batu pondasi,
rongga batako, rongga dinding kayu, rongga bambu, rongga besi dan batang
pohon. Sarang T. fuscobalteata terbanyak ditemukan di dinding kayu (74 sarang),
diikuti oleh rongga batu pondasi (40 sarang), dinding batako (31 sarang), bambu
(6 sarang), rongga besi (4 sarang), dan batang pohon (1 sarang). Sarang T. biroi
ditemukan di dinding kayu (3 sarang), rongga batu pondasi (2 sarang), dinding
batako (2 sarang), dan batang pohon (1 sarang). Sarang T. sapiens ditemukan di
rongga batu pondasi (5 sarang). Tempat bersarang T. laeviceps ditemukan di
dinding kayu (1 sarang) (Gambar 11).

13

80
70

Jumlah koloni

60
50
T. biroi

40

T. laeviceps

30

T. sapiens

20

T. fuscobalteata

10
0
DB

BP

DK
RB
Tempat Bersarang

BS

BP

Gambar 11 Tempat bersarang 4 spesies lebah tak bersengat: di rongga dinding
batako (DB), rongga batu pondasi (BP), rongga dinding kayu (DK),
rongga bambu (RB), rongga besi (BS), dan batang pohon (BP).
Karakteristik Pintu Masuk Sarang
Lebah T. fuscobalteata memiliki tinggi pintu masuk sarang dari
permukaan tanah rata-rata 116.90 cm, panjang pintu masuk sarang 3.70 cm, dan
diameter 1.24 cm. Lebah T. biroi memiliki tinggi pintu masuk sarang dari
permukaan tanah rata-rata 56.64 cm, panjang pintu masuk sarang 2.23 cm, dan
diameter 1.86 cm. Lebah T. sapiens memiliki tinggi pintu masuk sarang dari
permukaan tanah rata-rata 23.80 cm, panjang pintu masuk sarang 1.88 cm, dan
diameter 2.18 cm. Lebah T. laeviceps mempunyai pintu masuk sarang tertinggi
dengan ketinggian dari permukaan tanah yaitu 321 cm (Tabel 2).
Tabel 2. Karakteristik pintu masuk sarang pada setiap spesies
Pintu Masuk Sarang
Tinggi dari
Spesies
Peermukaan Tanah
Panjang (cm)
(cm)
T. fuscobalteata
116.90 (0.9 - 300
3.70 (0.1 – 25)
T. biroi
56.64 (20 – 130)
2.23 (0.1 – 7.0)
T. sapiens
23. 80 (18 – 31)
1.88 (0.5 – 3.0)
T. laeviceps
321
-

Keterangan : Rata-rata (minimum – maximum)
(-) tidak diukur

Diameter (cm)
1.24 (0.1 – 3.6)
1.86 (0.1 - 3.6)
2.18 (0.9 - 4.2)
-

Warna dan tekstur pintu masuk sarang pada setiap spesies bervaiasi. Pintu
masuk sarang T. fuscobalteata memiliki warna coklat dan coklat terang, tekstur
lembek (Gambar 12a-c). Pintu masuk sarang T. biroi memiliki warna coklat
terang dan hitam, tekstur lembek (Gambar 12d-f). Pintu masuk sarang T. sapiens
memiliki warna hitam dan tekstur lembek (Gambar 12g-h). Pada T. laevieps

14

bentuk tidak dapat diamati karena telah patah dan berwarna coklat dengan tekstur
keras (Gambar 12i).

(a)

(d)

(b)

(c)

(e)

(f)

(g)
(h)
(i)
Gambar 12 Karakteristik pintu masuk sarang lebah tak bersengat: T. fuscobalteata
(a-c), T. biroi (d-f), T. sapiens (g-h), dan T. laeviceps (i).
Karakter Morfologi dan Morfometri Tetragonula
Keempat spesies yang ditemukan dari hasil penelitian ini termasuk dalam
genus Tetragonula. Karakter morfologi genus Tetragonula adalah memiliki dua
gigi kecil, malar space lebih pendek dari lebar segmen antena, gena lebih pendek
dari mata majemuk bila dilihat dari samping, mesoscutellum menonjol ke
abdomen hampir menutupi seluruh propodeum, daerah propodeum berambut
halus dan mengkilap, sayap belakang terdapat 5 hamuli, bagian pinggir tungkai
belakang terdapat rambut pendek dan sebagian besar plumose, basitarsus lebih
sempit dari lebar tungkai belakang dan bagian belakang dari basitarsus terdapat
disc.

15

Tetragonula fuscobalteata
Tubuh pekerja T. fuscobalteata berwarna coklat kehitaman, mesoscutum
terdiri dari 6 rambut longitudinal dan masing-masing dipisahkan oleh 5 glabrous
yang mencolok, clypeus pucat, anterior tungkai belakang terdapat rambut bagian
pinggir berwarna abu-abu keperakan dan warna abdomen pucat serta tergit gelap
kecoklatan (Gambar 13).

(a)

(b)

(c)
(d)
Gambar 13 Karakter morfologi T. fuscobalteata: lebah pekerja (a), mesoscutum
terdiri dari 6 rambut longitudinal (b), clypeus pucat (c), dan abdomen
terdiri dari tergit hitam kecoklatan (d).
Karakter morfometrik dari lebah pekerja T. fuscobalteata adalah: panjang
tubuh (3.47 – 3.54 mm), panjang sayap depan dari tegula (WL1) 3.36 – 3.54 mm,
lebar kepala 1.51 – 1.54 mm, panjang jarak antara venasi M-Cu (WL2) 0.96 –
1.00 mm, panjang tungkai belakang 1.33 – 1.58 mm, panjang malar space lebih
pendek daripada lebar flagellum antena IV (0.05 + 0.01) dan 0.12 + 0.02 mm,
panjang sayap depan 3.11 - 3.36 mm, lebar sayap depan 0.65 - 1.17, warna stigma
di sayap depan coklat tua, panjang hind basitarsus 0.41 - 0.57 mm, lebar hind
basitarsus 0.19 - 0.26 mm (Tabel 3).

16

Tabel 3 Karakter morfometri lebah pekerja T. fuscobalteata
Panjang (mm)
No
Karakter
Rata-rata
Standar
(Minimum – Maximum) deviasi
3.52 (3.47 - 3.54)
0.04
1 Panjang Tubuh (BL)
1.13 (1.11 - 1.14)
0.02
2 Panjang Kepala (PK)
1.52 (1.51 - 1.54)
0.02
3 Lebar Kepala (LK)
0.54 (0.53 - 0.56)
0.02
4 Panjang Mandibula (PM)
0.17 (0.15 - 0.18)
0.02
5 Lebar Mandibula (LM)
0.40 (0.38 - 0.43)
0.03
6 Panjang Clypeus (PC)
0.74 (0.73 - 0.75)
0.01
7 Jarak Interocular Bawah (JIB)
0.87 (0.84 - 0.92)
0.04
8 Jarak Interocular Atas (JIA)
0.38 (0.31 - 0.43)
0.06
9 Lebar Mata (LM)
1.00 (0.98 - 1.04)
0.03
10 Panjang Mata (PM)
1.01 (1.00 - 1.04)
0.02
11 Jarak Maximum Interorbital (JMI)
0.74 (074 - 0.75)
0.01
12 Jarak Minimum Interorbital (LOD)
0.16 (0.14 - 0.18)
0.02
13 Jarak Interantennal (JI)
0.15 (0.12 - 0.20)
0.04
14 Jarak Interocellar (IOD)
0.18 (0.13 - 0.21)
0.04
15 Jarak Ocellocular (JO)
0.56 (0.53 - 0.62)
0.05
16 Jarak Antennocellar (JA)
0.27 (0.24 - 0.32)
0.05
17 Jarak Antennocular (JAO)
0.25 (0.19 - 0.28)
0.05
18 Lebar Gena (LG)
0.11 (0.10 - 0.12)
0.01
19 Panjang Flagellomere IV (PF)
0.12 (0.10 - 0.13)
0.02
20 Lebar Flagellomere IV (LF)
0.05 (0.05 - 0.6)
0.01
21 Panjang Malar (PML)
0.65 (0.64 - 0.67)
0.01
22 Panjang Mesoscutum (PMS)
0.91 (0.87 - 0.97)
0.05
23 Lebar Mesoscutum (LMS)
3.42 (3.36 - 3.54)
0.10
24 WL1
0.98 (0.96 - 1.00)
0.02
25 WL2
3.24 (3.11 - 3.36)
0.13
26 Panjang Sayap Depan (PSD)
0.93 (0.65 - 1.17)
0.26
27 Lebar Sayap Depan (LSD)
2.01 (1.73 - 2.16)
0.24
28 Panjang Sayap Belakang (PSB)
0.42 (0.40 - 0.46)
0.03
29 Lebar Sayap Belakang (LSB)
5
30 Jumlah Hamuli (JH)
0.98 (0.93 - 1.05)
0.06
31 Panjang Femur Belakang (PJB)
0.46
(0.40
0.52)
0.06
32 Lebar Tibia Belakang (LTB)
1.44 (1.33 - 1.58)
0.13
33 Panjang Tibia belakang (PTB)
0.23 (0.19 - 0.26)
0.04
34 Lebar Basitarsus Belakang (LBB)
0.48 (0.41 - 0.57)
0.08
35 Panjang Basitarsus belakang (PBB)

17

Tetragonula biroi
Lebah pekerja T. biroi berwarna hitam, abdomen berwarna coklat
kehitaman, clypeus dan tegula gelap, mesoscutum dan mesoscutellum terdapat
rambut yang berdiri berwarna hitam, malar space tereduksi tetapi jelas
memisahkan mandibula dengan mata majemuk (Gambar 14).

(a)

(b)

(c)
(d)
Gambar 14 Karakter morfologi T. biroi: lebah pekerja berwarna hitam (a),
abdomen kecoklatan (b), mesoscutum dan mesoscutellum terdiri dari
rambut hitam yang berdiri (c), dan malar space tereduksi (d).
Morfometri lebah pekerja T. biroi adalah: panjang tubuh 4.00 - 4.17 mm,
panjang sayap depan dari tegula (WL1) 4.09 - 4.20 mm, panjang jarak antara
venasi M-Cu (WL2) 0.93 - 1.16 mm, panjang hind tibia 1.48 - 1.60 mm, panjang
malar lebih pendek dari lebar antennal flagellum IV (0.04 + 0.01 dan 0.14 + 0.01
mm), panjang sayap depan 3.70 - 3.85 mm, lebar sayap depan 1.07 - 1.31 mm,
panjang hind basitarsus 0.51 - 0.60 mm, dan lebar hind basitarsus 0.25 - 0.35 mm
(Tabel 4).

18

Tabel 4 Karakter morfometri lebah pekerja T. biroi
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35

Karakter
Panjang Tubuh (BL)
Panjang Kepala (PK)
Lebar Kepala (LK)
Panjang Mandibula (PM)
Lebar Mandibula (LM)
Panjang Clypeus (PC)
Jarak Interocular Bawah (JIB)
Jarak Interocular Atas (JIA)
Lebar Mata (LM)
Panjang Mata (PM)
Jarak Maximum Interorbital (JMI)
Jarak Minimum Interorbital (LOD)
Jarak Interantennal (JI)
Jarak Interocellar (IOD)
Jarak Ocellocular (JO)
Jarak Antennocellar (JA)
Jarak Antennocular (JAO)
Lebar Gena (LG)
Panjang Flagellomere IV (PF)
Lebar Flagellomere IV (LF)
Panjang Malar (ML)
Panjang Mesoscutum (PMS)
Lebar Mesoscutum (LMS)
WL1
WL2
Panjang Sayap Depan (PSD)
Lebar Sayap Depan (LSD)
Panjang Sayap Belakang (PSB)
Lebar Sayap Belakang (LSB)
Jumlah Hamuli (JH)
Panjang Femur Belakang (PJB)
Lebar Tibia Belakang (LTB)
Panjang Tibia belakang (PTB)
Lebar Basitarsus Belakang (LBB)
Panjang Basitarsus belakang (PBB)

Panjang (mm)
Rata-rata
(Minimum – Maximum)
3.92 (4.00 - 4.17)
1.47 (1.46 - 1.49)
1.83 (1.82 - 1.85)
0.59 (0.56 - 0.62)
0.25 (0.23 - 0.26)
0.49 (0.48 - 0.50)
0.93 (0.92 - 0.95)
1.07 (1.05 - 1.09)
0.49 (0.41 - 0.53)
1.27 (1.21 - 1.31)
1.23 (1.23 - 1.24)
0.94 (0.92 - 0.96)
0.18 (0.17 - 0.19)
0.20 (0.17 - 0.24)
0.23 (0.22 - 0.26)
0.68 (0.65 - 0.70)
0.29 (0.27 - 0.31)
0.24 (0.21 - 0.26)
0.13 (0.12 - 0.14)
0.14 (0.13 - 0.15)
0.04 (0.03 - 0.05)
0.88 (0.81 - 0.97)
1.18 (1.09 - 1.24)
4.13 (4.09 - 4.20)
1.08 (0.93 - 1.16)
3.76 (3.70 - 3.85)
1.17 (1.07 - 1.31)
2.56 (2.37 - 2.69)
0.59 (0.47 - 0.73)
5
1.12 (1.10 - 1.17)
0.52 (0.50 - 0.54)
1.57 (1.48 - 1.60)
0.30 (0.25 - 0.35)
0.55 (0.51 - 0.60)

Standar
deviasi
0.09
0.02
0.02
0.03
0.02
0.01
0.02
0.02
0.07
0.05
0.01
0.02
0.01
0.04
0.02
0.25
0.02
0.01
0.01
0.01
0.01
0.08
0.08
0.06
0.13
0.08
0.12
0.17
0.13
0.04
0.02
0.08
0.05
0.05

19

Tetragonula sapiens
Tubuh pekerja T. sapiens berwarna hitam, metasoma coklat, tergum pertama
dan kedua coklat gelap sedangkan tergum ujung hitam, mesoscutum terdiri dari
glabrous hampir bisa dilihat, clypeus berwarna hitam, rambut bagian pinggir
anterior tungkai belakang gelap sampai hitam kecoklatan sedangkan bagian
posterior kuning kecoklatan (Gambar 15).

(a)

(b)

(c)
(d)
Gambar 15 Karakter morfologi T. sapiens: lebah pekerja berwarna hitam (a),
abdomen coklat gelap (b), mesoscutum terdiri dari glabrous hampir
bisa dilihat (c), clypeus coklat gelap (d).
Morfometri lebah pekerja T. sapiens adalah: panjang tubuh 3.69 - 3.80
mm, panjang sayap depan dari tegula (WL1) 4.16 - 4.19 mm, panjang jarak antara
venasi M-Cu (WL2) 1.18 - 1.19 mm, panjang hind tibia 1.69 - 1.74 mm, panjang
malar lebih pendek dari lebar flagellum antena IV (0.06 + 0.01 dan 0.14 + 0.01
mm), panjang sayap depan 3.85 - 3.94 mm, lebar sayap depan 1.33 - 1.39 mm,
warna stigma sayap depan coklat tua, panjang hind basitarsus 0.65 - 0.72 mm,
dan lebar hind basitarsus 0.31 - 0.33 mm (Tabel 5).

20

Tabel 5 Karakter morfometri lebah pekerja T. sapiens
No

Karakter

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35

Panjang Tubuh (BL)
Panjang Kepala (PK)
Lebar Kepala (LK)
Panjang Mandibula (PM)
Lebar Mandibula (LM)
Panjang Clypeus (PC)
Jarak Interocular Bawah (JIB)
Jarak Interocular Atas (JIA)
Lebar Mata (LM)
Panjang Mata (PM)
Jarak Maximum Interorbital (JMI)
Jarak Minimum Interorbital (LOD)
Jarak Interantennal (JI)
Jarak Interocellar (IOD)
Jarak Ocellocular (JO)
Jarak Antennocellar (JA)
Jarak Antennocular (JAO)
Lebar Gena (LG)
Panjang Flagellomere IV (PF)
Lebar Flagellomere IV (LF)
Panjang Malar (PML)
Panjang Mesoscutum (PMS)
Lebar Mesoscutum (LMS)
WL1
WL2
Panjang Sayap Depan (PSD)
Lebar Sayap Depan (LSD)
Panjang Sayap Belakang (PSB)
Lebar Sayap Belakang (LSB)
Jumlah Hamuli (JH)
Panjang Femur Belakang (PJB)
Lebar Tibia Belakang (LTB)
Panjang Tibia belakang (PTB)
Lebar Basitarsus Belakang (LBB)
Panjang Basitarsus belakang (PBB)

Panjang (mm)
Rata-rata
(Minimum – Maximum)
3.75 (3.69 - 3.80)
1.52 (1.48 - 1.59)
1.81 (1.74 - 1.84)
0.68 (0.68 - 0.68)
0.24 (0.24 - 0.25)
0.48 (0.44 - 0.50)
0.99 (0.95 - 1.05)
1.15 (1.05 - 1.09)
0.49 (0.47 - 0.54)
1.25 (1.23 - 1.28)
1.27 (1.24 - 1.29)
0.99 (0.97 - 1.02)
0.18 (0.16 - 0.19)
0.21 (0.20 - 0.22)
0.26 (0.25 - 0.27)
0.73 (0.71 - 0.75)
0.30 (0.30 - 0.30)
0.24 (0.20 - 0.26)
0.14 (0.13 - 0.15)
0.14 (0.13 - 0.14)
0.06 (0.05 - 0.06)
0.91 (0.86 - 0.97)
1.28 (1.25 - 1.32)
4.18 (4.16 - 4.19)
1.18 (1.18 - 1.19)
3.91 (3.85 - 3.94)
1.37 (1.33 - 1.39)
2.73 (2.63 - 2.79)
0.64 (0.57 - 0.68)
5
1.15 (1.14 - 1.18)
0.51 (0.46 - 0.54)
1.72 (1.69 - 1.74)
0.32 (0.31 - 0.33)
0.67 (0.65 - 0.72)

Standar
deviasi
0.06
0.06
0.06
0.00
0.01
0.03
0.05
0.02
0.04
0.03
0.03
0.02
0.02
0.01
0.01
0.26
0.00
0.01
0.01
0.01
0.01
0.06
0.04
0.02
0.01
0.05
0.03
0.09
0.06
0.02
0.05
0.03
0.01
0.04

21

Tetragonula laeviceps
Tubuh lebah pekerja T. laeviceps berwarna hitam, metasoma berwarna
coklat, tergum pertama dan kedua berwarna pucat sementara tergum keempat dan
kelima gelap, permukaan atas dari pedicel kehitaman, segmen antena (flagella)
kehitaman, mesoscutum bagian atas terdapat rambut hitam dan tidak ada globarus,
rambut anterior tugkai belakang kehitaman (Gambar 16).

(a)

(b)

(c)
(d)
Gambar 16 Karakter morfologi T. laeviceps: lebah pekerja berwarna hitam (a),
abdomen hitam kecoklatan (b), mesoscutum bagian atas terdiri dari
rambut hitam (c), dan segmen antena (flagella) kehitaman (d).
Morfometri lebah pekerja T. laeviceps adalah: panjang tubuh 3.40 - 3.43
mm, panjang sayap depan dari tegula (WL1) 3.60 - 3.76 mm, panjang jarak antara
venasi M-Cu (WL2) 1.10 - 1.16 mm, panjang tungkai belakang 1.35 - 1.41 mm,
panjang malar lebih pendek daripada lebar segmen