Induksi Kalus Jeruk Siam Triploid dan Transformasi Genetik pada Jeruk Siam (Citrus nobilis L.).

INDUKSI KALUS JERUK SIAM TRIPLOID DAN
TRANSFORMASI GENETIK PADA JERUK SIAM
(Citrus nobilis L.)

DANU KUANSA

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul induksi kalus jeruk
siam triploid dan transformasi genetik pada jeruk siam (Citrus nobilis L.) adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2015
Danu Kuansa
NIM A24100048

ABSTRAK
DANU KUANSA. Induksi Kalus Jeruk Siam Triploid dan Transformasi Genetik pada
Jeruk Siam (Citrus nobilis L.). Dibimbing oleh AGUS PURWITO dan MIA
KOSMIATIN.
Penelitian bertujuan untuk mendapatkan komposisi media terbaik untuk induksi
kalus jeruk siam triploid dari beberapa jenis eksplan dan regenerasi kalus jeruk hasil
transformasi genetik. Penelitian dibagi menjadi 3 kegiatan. Kegiatan pertama ditujukan
untuk menginduksi kalus embriogenik jeruk triploid dengan eksplan buku, ruas, dan daun
yang diisolasi dari tunas in vitro jeruk siam triploid. Eksplan dikulturkan pada media MS
+ vitamin MW + EM 500 mgL-1 dengan penambahan BA 1; 2; dan 3 mgL-1. Kegiatan
kedua merupakan kegiatan transformasi untuk mengintegrasikan konstruk gen yang berisi
marka seleksi (gen gus dan antibiotik kanamisin) dengan vektor Agrobacterium
tumefaciens pada kalus embriogenik jeruk triploid. Kegiatan ketiga dilakukan untuk
meregenerasikan kalus embriogenik kandidat transforman pada beberapa formulasi media

regenerasi. Kalus hasil proses transformasi genetik ditumbuhkan pada media-media yang
mengandung vitamin MS dan MW dengan tambahan bahan organik EM 500 mgL-1 dan
air kelapa 10; 20; dan 30%. Kalus hasil proses transformasi genetik yang sudah melalui
proliferasi diregenerasikan pada media dasar MS dengan kombinasi ZPT IAA 0.01 mgL-1,
BA 0.01 mgL-1, TDZ 0.01 mgL-1 dan Kinetin 0.01 mgL-1. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa konsentrasi BA yang optimal untuk induksi kalus adalah 3 mgL-1, sedangkan
perbedaan jenis eksplan tidak memberikan hasil yang berbeda. Frekuensi pemberian
antibiotik untuk membersihkan kalus dari bakteri A. tumefaciens menunjukkan hasil
terbaik jika dilakukan setiap hari. Pertumbuhan terbaik kalus hasil transformasi genetik
terjadi pada media MS yang mengandung vitamin MW dengan penambahan bahan
organik EM 500 mgL-1. Kombinasi media yang digunakan untuk regenerasi kalus hasil
transformasi genetik belum dapat meregenerasikan kalus menjadi tanaman.
Kata kunci: Antibiotik, bahan organik, komposisi media, konsentrasi BA, vitamin.

ABSTRACT
DANU KUANSA. Callus Induction of Triploid Siam Tangerine and Genetic
Transformation of Siam Tangerine (Citrus nobilis L.). Supervised by AGUS PURWITO
and MIA KOSMIATIN.
This study aims to obtain the best medium composition for callus induction of
triploid tangerine from different kind of explant and regeneration of transformant citrus

callus. This study is divided into 3 activities. The first aimed to induce embryogenic callus
of triploid tangerine with explant from internodes, nodes, and leaves isolated from in
vitro triploid tangerine buds. The explants were cultured in medium MS + MW vitamins
+ EM 500 mgL-1suplemented with BA 1 mgL-1, 2 mgL-1 and 3 mgL-1. The second, to
introduce the gene constructs containing a selection marker (gus gene and kanamycin
antibiotic) vector A. tumefaciens to triploid tangerine embryogenic callus. The third, to
regenerate embryogenic callus transformant candidates in several formulations of
regeneration medium. Transformant callus grown on media containing MS vitamins and
MW with the addition of organic matter EM 500 mgL-1 and 10; 20; and 30% of coconut
milk. Transformant callus that have been through the proliferation is regenerated on MS
medium with a combination of Plant Growth Regulator:0.01 mgL-1IAA, 0.01 mgL-1 BA,
0.01 mgL-1 TDZ and 0.01 mgL-1 Kinetin. The results showed that the optimal
concentration of BA for callus induction was 3 mgL-1, while different types of explants not
give different results. Frequention of antibiotics application to sterilized the A.
tumefaciens bacteria from callus showed the best results when done everyday. The best

callus growth results of transformant callus occurs in medium MS containing vitamin
MW with the addition of organic material EM 500 mgL-1. The combination of medium
used for regeneration of transformant tangerine callus has not succesful yet in
regenerating callus into planlet.

Keywords: Antibiotics, BA concentration, medium composition, organic matter, vitamins.

INDUKSI KALUS JERUK SIAM TRIPLOID DAN
TRANSFORMASI GENETIK PADA JERUK SIAM
(Citrus nobilis L.)

DANU KUANSA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini adalah
Induksi Kalus Jeruk Siam Triploid dan Transformasi Genetik pada Jeruk Siam
(Citrus nobilis L.).
Terima kasih penulis ucapkan kepada:
1. Ayah, Ibu, Kakak, dan Adik yang telah memberikan dukungan, doa dan
kasih sayangnya yang tak terhingga.
2. Bapak Dr Ir Agus Purwito, MSc.Agr dan Ibu Dr Mia Kosmiatin, SSi MSi
selaku pembimbing yang telah banyak memberikan pengarahan, perhatian,
dan saran selama ini.
3. Bapak Prof. Dr. Ir.Memen Surahman, MSc.Agr selaku dosen pembimbing
akademik.
4. Ibu Dr Ir Diny Dinarti MSi selaku dosen penguji
5. Laboraturium in vitro Kelompok Peneliti Biologi Sel dan Jaringan, Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya
Genetik Pertanian (BB Biogen) sebagai tempat dilaksanakannya
penelitian.
6. Beasiswa POM-IPB dan Bidik Misi yang telah membantu kelancaran studi

saya di bidang keuangan.
7. Teman-teman Edelweiss AGH 47 khususnya Adi Sukmo, Budi Firman
Haryono, I Made Arisudana Putra, Iskandar Zulkarnaen, Listya Pramudita,
M. Prayogi, M. Taufiq Abdullah, Yogo Ardi Nugroho, Aisa Amanah, Erin
Puspita Rini, Mita Dianasari, dan lain-lain.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2015
Danu Kuansa

DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
Latar Belakang

1
1

Tujuan

3


Hipotesis

3

TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Jeruk

3
3

Kultur Jaringan

3

Media Tanam Kultur Jaringan

4

Induksi Kalus pada Jeruk


4

Transformasi Genetik Jeruk

5

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat

6
6

Bahan dan Alat Penelitian

6

Metode Percobaan

6


Pelaksanaan Percobaan

9

Pengamatan
HASIL DAN PEMBAHASAN
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

11
11
22
22
22
22

26
27

DAFTAR TABEL

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Persentase pengaruh asal eksplan dan konsentrasi BA terhadap
munculnya kalus pada minggu ke-8
Rekapitulasi sidik ragam pengaruh asal eksplan dan konsentrasi BA
Pengaruh konsentrasi BA terhadap diameter kalus yang terbentuk
Rekapitulasi sidik ragam pengaruh jenis vitamin dan konsentrasi EM
terhadap pertambahan berat kalus yang sudah ditransformasi
Pengaruh vitamin dan bahan organik terhadap pertambahan berat kalus
yang sudah ditransformasi

Pengaruh interaksi antara vitamin dan bahan organik terhadap
pertambahan berat kalus yang sudah ditransformasi pada 2 minggu
pertama

11
12
12
17
17

18

DAFTAR GAMBAR

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Kalus yang terbentuk pada minggu ke-2dan minggu ke-8 setelah kultur
Pengaruh konsentrasi BA terhadap diameter kalus yang terbentuk pada
eksplan daun jeruk siam yang diregenerasikan dari jaringan endosperma
Pengaruh konsentrasi BA terhadap diameter kalus yang terbentuk pada
eksplan ruas jeruk siam yang diregenerasikan dari jaringan endosperma
Pengaruh konsentrasi BA terhadap diameter kalus yang terbentuk pada
eksplan buku jeruk siam yang diregenerasikan dari jaringan endosperma
Persentase kalus berwarna putih kekuningan yang terbentuk saat
induksi kalus
Persentase kalus putatif transforman bersih/steril setelah perlakuan
antibiotik dengan frekuensi pemberian antibiotik yang berbeda
Keragaan kalus saat transformasi genetik
Proliferasi kalus bagian 1 pada minggu ke-4
Pengaruh bahan organik terhadap pertambahan berat kalus yang sudah
ditransformasi

10. Proliferasi kalus bagian 2 pada minggu ke-4
11. Regenerasi kalus tahap 1 pada minggu pertama dan minggu ke-6
12. Regenerasi kalus tahap 2 pada minggu pertama dan minggu ke-6

13
14
14
14
15
15
16
19
19

20
21
22

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jeruk merupakan salah satu komoditas tanaman buah yang sangat digemari
di Indonesia. Buah jeruk selalu tersedia sepanjang tahun meskipun berasal dari
berbagai daerah dan impor. Harga jeruk yang terjangkau juga menjadi salah satu
alasan mengapa buah ini digemari.
Indonesia merupakan negara tropis, berbagai jenis jeruk banyak dijumpai
dan dibudidayakan mulai dari dataran rendah hingga dataran tinggi. Bahkan
beberapa jenis jeruk tersebut telah menjadi unggulan daerah maupun nasional,
salah satunya di Sumatera Utara yaitu jeruk siam madu (Martasari dan Mulyanto
2008). Jeruk siam (Citrus nobilis lour var. microcorva) menjadi salah satu
komoditi tanaman hortikultura yang mempunyai prospek baik dan termasuk
tanaman unggulan nasional karena dibutuhkan oleh penduduk baik dalam negeri
maupun luar negeri, kaya vitamin c dan zat penting lainnya untuk kesehatan
manusia (Ditjen Hortikultura 2006). Tantangan untuk masa yang akan datang
dalam mengantisipasi permintaan pasar adalah menciptakan tehnologi yang
mampu meningkatkan produksi pertanian, baik kualitas maupun kuantitasnya,
menciptakan nilai tambah serta meningkatkan efesiensi pemanfaatan sumberdaya
(Nurasa dan Hidayat 2008)
Menurut Husni (2010) kebutuhan pasar dunia terhadap buah jeruk yang
dikonsumsi segar saat ini perlu memenuhi kategori buah yang tidak berbiji
(seedless), mudah dikupas, dan penampilan yang menarik. Perbaikan mutu buah
melalui pemuliaan perlu segera dilakukan untuk memenuhi trend kebutuhan pasar
dunia. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mendapatkan jeruk tanpa biji
adalah dengan perbanyakan melalui kultur endosperma sehingga diperoleh
tanaman triploid yang secara alami akan sulit membentuk biji (Kosmiatin 2013).
Periode Juvenil jeruk relatif lama, 3-15 tahun bergantung pada jenis,
menjadi salah satu masalah penting dalam upaya pemuliaan jeruk. Perbaikan
genetik tanaman jeruk bisa memakan waktu yang sangat lama jika tidak
diupayakan percepatan fase reproduksi jeruk. Akibat dari lamanya masa vegetatif
jeruk membuat proses pemuliaan secara konvensional dapat berlangsung cukup
lama. Hal ini juga mempengaruhi nilai produksi buah jeruk karena lamanya waktu
sampai tanaman jeruk dapat menghasilkan (Khan 2007).
Masalah lain yang dihadapi pada tanaman jeruk antara lain ketahanan
terhadap penyakit, ketahanan terhadap stress/cekaman abiotik, dan lamanya waktu
berbunga tanaman jeruk. Upaya dalam mengatasi masalah- masalah di atas dapat
dilakukan melalui pemuliaan secara konvensional maupun non-konvensional.
Pengusahaan tanaman transgenik dapat dilakukan untuk mengatasi masalah
tersebut dengan menggunakan gen yang mampu mengatasi masalah-masalah
tersebut (Khan 2007). Transformasi genetik juga dapat dimanfaatkan untuk
mengembangkan tanaman sehingga memiliki keunggulan-keunggulan lainnya
seperti produksi yang tinggi, serta rasa dan penampilan yang lebih baik, namun
dalam prosesnya masih perlu dilakukan penelitian untuk mencari metode
transformasi yang tepat.

2
Penggunaan kalus embriogenik pada transformasi genetik diharapkan
mampu memberikan hasil yang lebih baik karena dari kalus embriogenik dapat
diregenerasikan 1 sel menjadi tanaman lengkap, sehingga perubahan pada sel
tersebut dapat terekspresi pada seluruh bagian tanaman.Tanaman yang dihasilkan
diharapkan mampu mengekspresikan perubahannya (Kosmiatin et al. 2013).
Kemampuan kalus untuk tumbuh pasca transformasi genetik perlu
diketahui karena kalus yang mengalami proses transformasi genetik akan
mengalami stress sehingga kemampuan regenerasinya akan mengalami penurunan.
Kemampuan tumbuh kalus dapat dilihat dari kemampuannya untuk berproliferasi.
Proliferasi pada kalus dilakukan untuk memperbanyak kalus hasil transformasi.
Kemampuan kalus untuk tumbuh atau berproliferasi dapat dilihat dari
bertambahnya berat kalus dan diameter kalus (Wulansari et al. 2015).
Transformasi genetik akan dilakukan pada kalus yang diinduksi dari tunas
jeruk siam triploid, sehingga tanaman transforman yang dihasilkan juga bersifat
triploid. Kualitas buah tanaman triploid meningkat karena tidak berbiji, lebih
besar, dan lebih produktif. Tanaman triploid lebih bernilai ekonomi karena dapat
memperbaiki mutu dan kualitas buahnya (Kosmiatin 2013). Sifat tanaman triploid
yang sulit untuk membentuk biji (embrio tidak fertil) juga dapat dimanfaatkan
dalam transformasi genetik untuk mencegah terjadinya gene flow.
Pada jeruk, umumnya induksi kalus dilakukan dengan menambahkan BA
pada media induksi kalusnya (Khan et al. 2009). Induksi kalus dari embrio nuselar
dan zigotik jeruk Siam berhasil dilakukan dengan baik pada media MS modifikasi
dengan penambahan BA 3 mgL-1 (Husni et al. 2010). Penggunaan komposisi
media yang sama diharapkan mampu memberikan hasil yang sama baiknya pada
tanaman triploid jeruk.
Beberapa variasi dan kombinasi dari Zat Pengatur Tumbuh (ZPT)
digunakan untuk menentukan respon terbaik pada induksi kalus dari berbagai
jenis eksplan. Jenis eksplan yang digunakan meliputi daun, batang/ruas, kotiledon,
dan akar (Ali dan Mirza 2006).
Eksplan tanaman yang ditransformasi genetik dengan menggunakan
Agrobacterium tumefaciens akan mengalami infeksi oleh bakteri tersebut. Eksplan
yang telah ditransformasi dipindahkan pada medium disinfeksi yang mengandung
Sefotaksim selama 6 hari untuk mengeliminasi bakteri (Tangapo et al. 2012).
Eliminasi bakteri dapat dilakukan dengan menggunakan teknik lain yaitu dengan
meneteskan antibiotik secara langsung pada eksplan, namun efektivitas dari teknik
ini masih perlu diketahui.
Dalam pemuliaan non-konvensional, kemampuan sel tanaman yang telah
dimanipulasi baik dengan transformasi maupun mutasi untuk beregenerasi sangat
penting, sehingga sel tanaman tersebut mampu diregenerasikan menjadi tanaman
lengkap. Metode regenerasi tanaman jeruk telah banyak dilakukan untuk
mendapatkan tanaman yang lebih baik (Ali dan Mirza 2006). Metode regenerasi
tanaman melalui Embriogenesis Somatik (ES) dengan keberhasilan yang tinggi
dapat membantu dalam mendapatkan varietas atau genotipe unggul melalui
pemuliaan non-konvensional. Tahapan dalam proses embriogenesis somatik
adalah induksi kalus embriogenik, pendewasaan, perkecambahan, pembentukan
kotiledon, dan bibit somatik. Pada tiap tahapan membutuhkan kombinasi ZPT
yang berbeda.

3
Tujuan
Tujuan percobaan ini adalah untuk mempelajari pengaruh konsentrasi BA
dan jenis eksplan jeruk siam triploid terhadap induksi kalus, pengaruh frekuensi
pemberian antibiotik pasca kokultivasi bakteri dalam proses transformasi genetik
dan mempelajari kemampuan tumbuh dan regenerasi dari kalus hasil transformasi
genetik.
Hipotesis
1. Terdapat konsentrasi BA optimum dan asal eksplan terbaik dari tunasin
vitro jeruk triploid dalam induksi kalus.
2. Terdapat frekuensi optimum untuk sterilisasi kalus hasil transformasi
genetik dengan menggunakan sefotaksim 400 mgL-1.
3. Terdapat komposisi media terbaik untuk proliferasi dan regenerasi kalus
jeruk hasil transformasi genetik

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Jeruk
Tanaman jeruk (Citrus sp.) merupakan tanaman buah tahunan yang berasal
dari Asia. China dipercaya sebagai tempat jeruk pertama kali tumbuh. Tanaman
jeruk telah tumbuh di Indonesia baik secara alami atau dibudidayakan semenjak
ratusan tahun yang lalu. Tanaman jeruk di Indonesia merupakan peninggalan
orang Belanda yang mendatangkan jeruk manis dan jeruk keprok dari Amerika
dan Itali ke Indonesia (Menegristek 2000).
Jeruk memiliki biji yang bersifat poliembrionik dan berwarna sedikit
kekuning-kuningan. Tanaman ini memiliki buah yang mengandung vitamin C dan
flavonoid yang cukup tinggi. Jeruk juga mengandung vitamin lain yang tidak
kalah penting yaitu vitamin A, tiamin niasin, riboflavin, asam pentonenat, biotin,
asam folat, inotisol, dan tokoferol (BB-Pascapanen 2009). Jeruk Siam memiliki
jumlah biji yang relatif banyak dalam setiap buahnya (15-23 biji per buah)
sehingga kalah bersaing dengan buah jeruk impor (Husni et al. 2010)
Kultur Jaringan
Kultur jaringan adalah metode penanaman secara aseptik dari bagian sel,
jaringan, organ atau seluruh tanaman bagian dalam media nutrisi yang lengkap
dan lingkungan yang dikendalikan. Keadaan lingkungan yang dikendalikan dibuat
untuk menciptakan kondisi yang baik bagi pertumbuhan dan perkembangan
eksplan (Leva dan Rinaldi 2012). Perbanyakan melalui kultur in vitro dapat
dilakukan melalui 3 cara, yaitu pembentukan tunas adventif, proliferasi tunas
lateral, dan embriogenesis somatik. Tingkat perbanyakan dengan teknik kultur in
vitro jauh lebih tinggi dari cara konvensional (Mariska dan Sukmadjaja 2003).

4
Teknologi kultur jaringan juga dapat lebih menjamin keseragaman, bebas dari
penyakit, serta biaya pengangkutan yang lebih murah.
Banyak metode dalam teknik kultur jaringan, selain untuk tujuan
perbanyakan dalam jumlah besar dan cepat juga menjadi metode untuk tujuan
pemuliaan tanaman, menghasilkan jenis tanaman yang baru yang memiliki sifatsifat unggul yang diinginkan. Kultur jaringan juga menjadi sarana dalam
pemuliaan non-konvensional seperti rekayasa genetika, mutagenesis in vitro,
seleksi in vitro, kultur antera, memanipulasi jumlah kromosom dengan mutagen
kimia, meregenerasikan jaringan tertentu seperti endosperma dengan kromosom
2n=3�, hibridasi somatik melalui fusi protoplas (Pierik 1997).
Media Tanam Kultur Jaringan
Media tanam sangat penting untuk pertumbuhan dan produksi tanaman
yang optimal. Kondisi media tanaman yang sesuai bisa didapatkan dari kombinasi
antara bahan-bahan organik maupun anorganik (Hartmann et al. 1990). Dalam
pertumbuhan dan perkembangan tanaman secara in vitro, terdapat 4 faktor yang
mempengaruhi, faktor-faktor tersebut adalah genetik, nutrisi, lingkungan dan
bahan organik (Pierik 1997). Nutrisi dan bahan organik pada kultur jaringan
disediakan dalam media yang digunakan, karena itu media memiliki peran yang
penting dalam keberhasilan kultur jaringan.
Media kultur jaringan secara umum terdiri dari nutrisi makro, nutrisi
mikro, karbon, vitamin, asam amino, dengan tambahan zat pengatur tumbuh
(ZPT) dan bahan organik lainnya. Formulasi media Murashige Skoog (MS)
merupakan formulasi yang paling sering digunakan karena mengandung unsurunsur yang cukup lengkap untuk mendukung pertumbuhan tanaman (Evans et al.
1981). Media merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan perbanyakan
tanaman secara kultur jaringan. Media kultur secara fisik dapat berbentuk cair
atau padat (Yusnita 2003). Penambahan ZPT pada media kultur merupakan kunci
keberhasilan regenerasi tanaman secara in vitro.
Zat pengatur tumbuh (ZPT) berperan besar dalam mengarahkan
pertumbuhan dan perkembangan sel tanaman. Kombinasi ZPT yang tepat akan
menghasilkan pertumbuhan sel yang optimal (Wattimena 1992). Auksin (NAA,
IBA, IAA, 2,4D) biasa digunakan untuk menginduksi pembentukan kalus, kultur
suspensi, dan akar, dengan memacu pemanjangan dan pembelahan sel di dalam
jaringan kambium (Pierik 1997). Sitokinin (BA, Kinetin, Zeatin) digunakan untuk
pembentukan tunas. Zat penghambat seperti ABA berfungsi sebagai penghambat
perkecambahan dini embrio somatik sehingga pendewasaan embrio somatik
terjadi dengan normal dan ABA juga berperan sebagai inhibitor tanaman.
Induksi Kalus dan Embriogenesis Somatik pada Jeruk
Semua tipe organ seperti akar, daun, bunga, dan jaringan dapat digunakan
sebagai bahan awal induksi kalus (Pierik 1997). Jenis media dasar dan komposisi
media yang digunakan dalam kultur in vitro sangat mempengaruhi kecepatan
terjadinya induksi kalus dari jaringan yang digunakan. Selain itu, adanya ZPT
dalam media kultur juga merupakan faktor yang sangat menentukan dalam
keberhasilan induksi kalus dari jaringan eksplan yang dikulturkan. Setelah

5
terbentuk kalus embriogenik peran ZPT selanjutnya adalah mendewasakan serta
mengecambahkan embrio somatik tersebut menjadi planlet (tanaman lengkap)
(Merigo 2011).
Media MS banyak digunakan untuk menginduksi kalus jaringan tanaman
Jeruk (Dominguez et al. 2000). Media MS juga dapat digunakan sebagai media
dasar untuk menginduksi pembentukan kalus dari jaringan daun, batang dan
kotiledon dari kecambah jeruk lemon (C. jambhiri Lush.) dengan keberhasilan 1692% pada media dasar tersebut ditambahkan kombinasi ZPT 2,4-D, BA, dan
NAA (Ali dan Mirza 2006).
Sutjahjo (1994) menjelaskan bahwa terdapat dua macam kalus yang
terbentuk dalam kultur in vitro suatu tanaman, yaitu kalus embriogenik dan kalus
non embriogenik. Kalus embriogenik adalah kalus yang mempunyai potensi untuk
beregenerasi menjadi tanaman melalui organogenesis atau embriogenesis.
Sedangkan kalus non embriogenik adalah kalus yang mempunyai kemampuan
sedikit atau tidak mempunyai kemampuan untuk beregenerasi menjadi tanaman.
Embriogenesis somatik adalah proses berkembangnya sel-sel somatik
(haploid mapun diploid) membentuk tanaman baru melalui tahapan
perkembangan embrio yang spesifik tanpa melalui fusi gamet (Purnamaningsih
2002). Perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan melalui embriogenesis
somatik dapat dikatakan berhasil bila persentase kalus embriogenik yang
diperoleh cukup tinggi (Lizawati 2012). Yuwono (2008) menyatakan bahwa
tahapan yang dilalui terdiri dari pembentukan kalus embriogenik, pendewasaan,
dan tahap pengecambahan.
Keberhasilan embriogenesis somatik yang diinduksi ditentukan oleh
beberapa faktor, antara lain tahap perkembangan jaringan dan formulasi media.
Sifat embriogenik dari kalus yang dihasilkan terkait dengan asal eksplan yang
digunakan. Kalus yang terbentuk dari jaringan nuselus mempunyai sifat
embriogenik sehingga mudah membentuk embrio (Wulansari et al. 2015).
Jaringan ini bersifat meristematis dan lebih responsif terhadap medium in vitro
dibandingkan dengan jaringan yang lebih dewasa (Devy et al. 2012).
Transformasi Genetik Jeruk
Perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya bidang biologi molekuler,
mengenalkan teknik transformasi genetika sebagai suatu metode dalam upaya
perbaikan tanaman. Teknik transformasi genetika digunakan sebagai metode
untuk menciptakan varietas baru dengan sifat-sifat unggul. Transformasi gen
melalui bakteri Agrobacterium tumefaciens merupakan cara yang relatif murah
dan lebih alami dibandingkan dengan penggunaan particle bombardment dan
micro injection. Selain itu gen yang ditransformasi dengan A. tumefaciens
terintegrasi lebih stabil di dalam genom tanaman target (Tangapo et al 2012).
Deteksi awal terjadinya transformasi genetik dibutuhkan sebagai bagian
dari optimasi transformasi genetik. Cara mendeteksi awal yang biasa dilakukan
untuk mengetahui terjadinya transformasi adalah dengan menyeleksi seluruh
sel/jaringan tanaman yang telah ditransformasi untuk ekspresi gen pelapor. Gen
pelapor yang dimaksud antara lain gen gusA yang mengkode enzim ßglukuronidase (GUS) (Tangapo et al. 2012).

6
Seleksi terhadap sel-sel transforman merupakan faktor kunci dalam
keberhasilan metode yang dikembangkan untuk transformasi genetik. Gen-gen
penyebab tumor yang berasosiasi dengan A. tumefaciens (Hernalsteens et al.
1980) dapat digunakan sebagai penanda seleksi. Beberapa faktor mempengaruhi
kemampuan atau efektifitas bahan kimia yang digunakan untuk seleksi. Bahanbahan penyeleksi tersebut bersifat toksik untuk sel tanaman. Jadi toksin yang
paling efektif adalah toksin yang menghambat pertumbuhan atau mematikan selsel non-transforman secara perlahan-lahan. Antibiotik kanamisin, G418 dan
higromisin adalah antibiotik yang saat inisecara luas digunakan sebagai bahan
penyeleksi. Tekanan seleksi akan optimal apabila menggunakan konsentrasi
toksin yang paling rendah yang mampu mematikan jaringan yang tidak
tertransformasi dan tetap mempertahankan pertumbuhan sel-sel transforman
(Gatehouse et al.,1992).

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Jalan Tentara
Pelajar, Cimanggu, Bogor. Percobaan ini dilaksanakan pada bulan Februari 2014
sampai dengan bulan Februari 2015.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan tanaman yang digunakan sebagai bahan eksplan adalah tunas in
vitro jeruk siam (Citrus nobilis L.) triploid yang diregenerasikan dari jaringan
endosperma. Media tumbuh yang digunakan sebagai media dasar adalah Murshige
Skoog (MS) dengan tambahan formulasi vitamin MS, vitamin Morel Wetmore
(MW), dan vitamin Murashige Tucker (MT). Tambahan bahan organik berupa
Ekstrak Malt (EM) dan air kelapa. Zat pengatur tumbuh Benzil Adenin (BA),
Indole Acetic Acid (IAA), Thidiazuron (TDZ), dan Abscisic Acid (ABA). Suspensi
A. tumefaciens dan antibiotik (sefotaksim, kanamisin).
Peralatan yang digunakan di laboraturium yaitu otoklaf, laminar air flow
cabinet, timbangan analitik, labu takar, gelas ukur, hot plate, stirrer, pH meter,
labu erlenmeyer, botol kultur, cawan petri, gunting, pinset, scalpel, sprayer, pipet,
rak kultur, label, penggaris, bunsen, kertas tissue, dan kamera.
Metode Percobaan
Percobaan I (Pengaruh jenis eksplan dan konsentrasi BA dalam induksi
kalus)
Percobaan dilakukan dengan menggunakan media dasar MS + vitamin MW.
Rancangan yang digunakan pada percobaan adalah rancangan acak lengkap
(RAL) faktorial 2 faktor. Faktor pertama adalah jenis eksplan yang terdiri atas 3
jenis eksplan (daun, ruas dan buku) dari tanaman in vitro, dan faktor kedua adalah
konsentrasi BA, terdiri atas 3 taraf konsentrasi (1 mgL-1, 2 mgL-1, dan 3 mgL-1).

7
Masing-masing perlakuan memiliki 22 ulangan pada setiap perlakuan sehingga
terdapat 198 satuan percobaan (eksplan).
Yijk
= μ + αi + ßj + (αß)ij+ εijk
Yijk
= respon pengaruh bahan eksplan ke-i, konsentrasi BA ke-j, ulangan ke-k
μ
= rataan umum
αi
= pengaruh perlakuan bahan eksplan ke-i
ßj
= pengaruh perlakuan konsentrasi BA ke-j
(αß)ij = pengaruh interaksi antara bahan eksplan ke-i dan konsentrasi BA ke-j
εijk
= galat percobaan
i = 1, 2, 3
j = 1, 2, 3
k = 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, ......., 22
Percobaan II (Pengaruh intensitas pemberian antibiotik terhadap sterilitas
kalus hasil transformasi genetik)
Media dasar yang digunakan pada percobaan ini adalah MS + vitamin
MW + EM 500 mgL-1. Rancangan yang digunakan pada percobaan ini adalah
RAL 1 faktor yaitu frekuensi pemberian antibiotik sefotaksim. Terdapat 3 taraf
pemberian antibiotik yang digunakan yaitu 1 hari, 3 hari dan 5 hari sekali.
Konsentrasi antibiotik yang digunakan adalah 400 mgL-1. Masing-masing taraf
perlakuan diulang sebanyak 9 kali sehinggga diperoleh 27 satuan percobaan.
Yik
= μ + αi + εik
Yik
= respon pengaruh lama perendaman taraf ke-i pada ulangan ke-k
μ
= rataan umum
αi
= pengaruh lama perendaman taraf ke-i
εik
= galat percobaan.
i = 1,2,3
k = 1,2,3, ..., 9
Percobaan III (Proliferasi Kalus Kandidat Transforman)
Percobaan ini dibagi menjadi 2 bagian berdasarkan kandungan media yang
digunakan. Bagian pertama yaitu membandingkan formulasi vitamin MS dan
vitamin MW dengan dan tanpa tambahan EM. Bagian kedua yaitu penambahan
kandungan bahan organik EM dan air kelapa (10%, 20%, dan 30%). Bahan
tanaman yang digunakan adalah kalus jeruk yang sudah ditransformasi dan
terseleksi antibiotik
III. A. Pengaruh jenis formulasi vitamin dan konsentrasi EM dalam proliferasi
kalus
Media dasar yang digunakan adalah media dasar MS. Rancangan yang
digunakan pada percobaan adalah RAL faktorial 2 faktor. Faktor pertama adalah
penambahan formulasi vitamin yang terdiri atas 2 jenis (MS dan MW), dan faktor
kedua adalah konsentrasi EM yang terdiri atas 2 taraf konsentrasi (0 mgL-1 dan
500 mgL-1). Masing-masing taraf perlakuan memiliki 5 ulangan sehingga terdapat
20 satuan percobaan.
Yijk
= μ + αi + ßj + (αß)ij+ εijk
Yijk
= respon pengaruh bahan eksplan ke-i, konsentrasi BA ke-j, ulangan ke-k
μ
= rataan umum

8
αi
ßj
(αß)ij
εijk

= pengaruh perlakuan bahan eksplan ke-i
= pengaruh perlakuan konsentrasi BA ke-j
= pengaruh interaksi antara bahan eksplan ke-i dan konsentrasi BA ke-j
= galat percobaan
i = 1, 2
j = 1, 2
k = 1, 2, 3, 4, 5

III. B. Pengaruh air kelapa dalam proliferasi kalus
Media dasar yang digunakan pada percobaan ini adalah media MS + vitamin
MW. Rancangan yang digunakan dalam percobaan ini adalah RAL 1 faktor, yaitu
bahan organik. Terdapat 4 taraf bahan organik yaitu, EM 500 mgL-1 (kontrol), air
kelapa 10%, 20%, dan 30%. Masing-masing taraf perlakuan memiliki 5 ulangan
sehingga terdapat 20 satuan percobaan.
Yik
= μ + αi + εik
Yik
= respon pengaruh lama perendaman taraf ke-i pada ulangan ke-k
μ
= rataan umum
αi
= pengaruh lama perendaman taraf ke-i
εik
= galat percobaan.
i = 1,2,3,4
k = 1,2,3,4,5
Percobaan IV (Regenerasi Kalus Kandidat Transforman)
Percobaan ini dibagi menjadi 2 tahap berdasarkan kandungan media yang
digunakan. Tahap pertama yaitu menggunakan berbagai Zat Pengatur Tumbuh
(ZPT). Tahap kedua yaitu perbandingan antara vitamin dengan tambahan ABA
serta melihat pengaruh interaksi antara tahap 1 dan 2. Bahan tanaman yang
digunakan adalah kalus hasil proliferasi pada percobaan sebelumnya.
IV. A. Pengaruh penambahan ZPT dalam regenerasi kalus
Percobaan ini menggunakan media dasar MS + vitamin MW. Rancangan
yang digunakan dalam percobaan ini adalah RAL 1 faktor dengan ZPT sebagai
faktornya.Terdapat 4 jenis ZPT yaitu, IAA 0.01 mgL-1, BA 0.01mgL-1, TDZ 0.01
mgL-1, dan Kinetin 0.01 mgL-1. Masing-masing taraf perlakuan memiliki 5
ulangan sehingga terdapat 20 satuan percobaan.
Yik
= μ + αi + εik
Yik
= respon pengaruh lama perendaman taraf ke-i pada ulangan ke-k
μ
= rataan umum
αi
= pengaruh lama perendaman taraf ke-i
εik
= galat percobaan.
i = 1,2,3,4
k = 1,2,3,4,5
IV. B. Pengaruh penambahan formulasi vitamin dalam regenerasi kalus
Percobaan ini menggunakan media dasar MS dengan tambahan zat
pengatur tumbuh ABA 0.5 mgL-1. Rancangan yang digunakan dalam percobaan
ini adalah RAL 2 faktor dengan faktor pertama adalah perlakuan pada tahap 1,
faktor kedua adalah vitamin. Terdapat 3 formulasi vitamin (MS, MW, dan MT).

9
Masing-masing perlakuan memiliki 3 ulangan sehingga diperoleh 36 satuan
percobaan.
Yik
= μ + αi + ßj + (αß)ij+ εijk
Yijk
= respon pengaruh bahan eksplan ke-i, konsentrasi BA ke-j, ulangan ke-k
μ
= rataan umum
αi
= pengaruh perlakuan bahan eksplan ke-i
ßj
= pengaruh perlakuan konsentrasi BA ke-j
(αß)ij = pengaruh interaksi antara bahan eksplan ke-i dan konsentrasi BA ke-j
εijk
= galat percobaan
i = 1, 2, 3, 4
j = 1, 2, 3
k = 1, 2, 3
Pelaksanaan Percobaan
Sterilisasi Botol dan Alat Tanam
Botol yang akan digunakan, sebelumnya dicuci bersih dengan menggunakan
air bersih kemudian disterilkan dalam otoklaf pada temperatur 121°C dengan
tekanan 17.5 Psi selama 1 jam. Perhitungan waktu pemanasan dimulai setelah
suhu yang diinginkan tercapai. Alat-alat tanam yang akan digunakan disimpan
dalam oven dengan suhu 150oC
Pembuatan Media Tanam
Pembuatan media MS dilakukan dengan mengambil larutan dari setiap
larutan stok media (makro, mikro, FE-EDTA, myoinositol) yang telah dibuat
sesuai dengan volume yang diperlukan serta ditambah bahan perlakuan (vitamin,
ZPT, bahan organik) sesuai dengan perlakuan masing-masing. Setelah semua
larutan dimasukkan ke dalam labu takar ditambahkan gula sebanyak 30 g/l.
Setelah itu dilakukan pengukuran pH dengan pH meter, pH media yang
dibutuhkan adalah 5.8. Larutan media yang pH-nya telah diukur ditambahkan
aquades hingga batas tera yang dibutuhkan. Larutan media yang telah siap
ditambahkan agar phytagel sebanyak 2.5 g/l lalu dimasak. Larutan media yang
sedang dimasak diaduk agar larutan tercampur merata. Kemudian larutan media
dituang ke dalam botol kultur sebanyak 25 ml/botol. Lalu botol ditutup dengan
aluminium foil. Semua media disterilkan dalam otoklaf pada suhu 121°C dengan
tekanan 17.5 Psi selama 15 menit. Media yang telah dibuat disimpan di dalam
ruang kultur.
I.

Induksi Kalus
Eksplan yang telah diisolasi dari tunas in vitro ditanam berdasarkan jenis
eksplan (daun, ruas, buku) dalam media dengan perlakuan BA sesuai dengan
metode percobaan. Media dasar yang digunakan adalah media MS modifikasi
vitamin MW dengan tambahan EM 500 mgL-1. Pada setiap botol ditanam 2-3
eksplan. Setiap eksplan merupakan 1 ulangan, terdapat 22 ulang pada setiap
perlakuan.
Waktu munculnya kalus dilihat setiap minggu selama 8 minggu setelah
tanam. Setelah itu tanaman disub-kultur pada media baru untuk melihat
pertumbuhan kalus setiap minggu selama 8 minggu setelah sub-kultur.

10
II.

Transformasi
Transformasi gen dilakukan dengan metode kokultivasi kalus jeruk siam
dengan A. tumefaciens. Inokulasi kalus dengan suspensi bakteri A. tumefaciens
dilakukan dengan cara ditambahkan pada botol media yang telah berisi kalus lalu
botol ditutup dan disegel selama 15 menit. Selanjutnya, kalus yang telah
diinokulasi dipindahkan ke kertas saring steril pada cawan petri untuk menyerap
kelebihan cairan dan suspensi bakteri.
Kokultivasi kalus dengan Agrobacterium dilakukan dengan menanam kalus
tersebut dalam botol tanpa antibiotik. Botol disegel dan diinkubasi dalam ruang
gelap selama 3 hari.
Kalus yang telah melewati proses kokultivasi diberikan perlakuan antibiotik
menggunakan sefotaksim 400 mgL-1 sebanyak 3 mL pada masing masing botol
perlakuan. Pemberian antibiotik dilakukan sesuai dengan intensitas waktu yang
telah ditentukan sebagai perlakuan yaitu 1, 3, dan 5 hari sekali.
Seleksi terhadap transforman dilakukan dengan selectable marker
kanamisin. Kalus ditumbuhkan pada media yang mengandung antibiotik
kanamisin yang biasa digunakan sebagai bahan penyeleksi. Media yang
digunakan mengandung kanamisin dengan konsentrasi 300 mgL-1.

III.

Proliferasi kalus kandidat/putatif transforman
Eksplan yang digunakan pada tahap percobaan ini adalah eksplan kalus
yang telah mengalami proses transformasi dan sudah terseleksi antibiotik
kanamisin. Penanaman dilakukan dalam laminar air flow cabinet. Setiap botol
berisi 1 kumpulan kalus dengan berat ± 0.6 g. Pengamatan dilakukan terhadap
berat kalus pada masing-masing botol. Semua kultur disimpan dalam ruang kultur
dengan suhu 25oC dan penyinaran selama 16 jam per hari. Perbanyakan kalus
dilakukan selama 4 minggu pada tahap pengaruh vitamin dan bahan organik EM,
dan 4 minggu pada tahap pengaruh bahan organik EM dan air kelapa dengan
pengamatan pada berat kalus dilakukan setiap 2 minggu dengan melakukan
penggantian media.
Proses proliferasi kalus dibagi menjadi 2 tahap kegiatan. Kegiatan pertama
adalah mempelajari pengaruh vitamin, bahan organik EM, serta interaksi antara
keduanya terhadap proliferasi kalus. Kegiatan kedua adalah mempelajari pengaruh
bahan organik terhadap proliferasi kalus. Kumpulan kalus ditanam pada media
masing-masing sesuai dengan perlakuan.
IV.
Regenerasi
Percobaan dibagi menjadi 2 tahap berdasarkan kandungan media yang
digunakan. Tahap pertama yaitu pengaruh berbagai Zat Pengatur Tumbuh (ZPT)
dalam regenerasi. Tahap kedua, pengaruh vitamin dengan tambahan ABA.
Eksplan yang digunakan pada tahap percobaan ini adalah kalus hasil proliferasi.
Kalus ditanam pada media sesuai dengan perlakuan yang digunakan. Pengamatan
dilakukan terhadap eksplan kalus yang menunjukkan munculnya embriogenesis
somatik fase globular.

11
Pengamatan
Pengamatan terdiri dari beberapa parameter. Pada percobaan pertama
pengamatan dilakukan dengan mengamati awal munculnya kalus, warna kalus,
diameter kalus. Pada percobaan kedua diamati kondisi kalus terhadap kontaminasi
bakteri. Pada percobaan ketiga pengamatan proliferasi dilakukan dengan
mengukur pertambahan berat kalus yang terbentuk setiap 2 minggu. Pengamatan
regenerasi dilakukan dengan mengamati waktu munculnya kalus globular, dan
jumlah globular yang terbentuk.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Induksi Kalus
Pengaruh Jenis Eksplan dan Konsentrasi BA dalam Induksi kalus
Induksi kalus merupakan salah satu metode kultur jaringan yang dilakukan
dengan jalan memacu pembelahan sel secara terus menerus dari bagian tanaman
tertentu seperti daun, akar, batang, dan sebagainya dengan menggunakan zat
pengatur tumbuh hingga terbentuk massa sel. Massa sel (kalus) tersebut
selanjutnya akan beregenerasi melalui organogenesis ataupun embryogenesis
somatik hingga menjadi tanaman lengkap (Bustami 2011).
Kemampuan eksplan untuk membentuk kalus dipengaruhi oleh berbagai
macam faktor. Asal bahan eksplan dan kandungan ZPT pada media tumbuh
merupakan 2 faktor yang dapat mempengaruhinya. Tabel 1 menunjukan hasil
persentase munculnya kalus pada minggu ke-8.
Tabel 1 Persentase pengaruh asal eksplan dan konsentrasi BA terhadap
munculnya kalus pada minggu ke-8
Konsentrasi BA (mgL-1)
Perlakuan
1.0
2.0
3.0
Daun
Ruas
Buku

50%
55%
55%

41%
41%
45%

73%
82%
73%

Ketiga asal eksplan yang digunakan tidak menunjukkan perbedaan yang
signifikan pada hasil persentase munculnya kalus pada minggu ke-8. Konsentrasi
BA yang sama memberikan pengaruh yang sama pada setiap sumber eksplan.
Hasil ini menunjukkan bahwa ketiga sumber eksplan yang digunakan tidak
mempengaruhi waktu munculnya kalus. Hal ini terjadi dapat dikarenakan ketiga
sumber eksplan berasal dari tunas in vitro yang sama. Hasil yang didapat dari
penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Ali dan Mirza (2006) yang
melaporkan bahwa persentase kalus yang terbentuk pada media dasar MS +
vitamin MW + EM 500 mgL-1 memberikan perbedaan respon induksi kalus yang
berbeda apabila menggunakan eksplan yang berbeda, eksplan batang/ruas

12
menunjukkan persentase pembentukan kalus yang lebih baik dibandingkan
dengan eksplan daun.
Perbedaan konsentrasi BA yang digunakan dalam penelitian ini
memberikan hasil yang cukup signifikan. Konsentrasi BA 3 mgL-1 memberikan
hasil pada munculnya kalus minggu ke-8 dengan nilai persentase tertinggi pada
setiap sumber eksplan. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan Kosmiatin (2013)
media terbaik untuk induksi kalus embriogenik dari jaringan endosperma jeruk
Siam Simadu adalah media MS modifikasi dengan penambahan 3 mgL-1 BA dan
500 mgL-1 EM.
Tabel 2 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh asal eksplan dan konsentrasi BA
Minggu
Perlakuan
2
4
6
tn
tn
tn
Asal eksplan
**
**
**
Konsentrasi BA
tn
tn
tn
Interaksi

8
tn
**
tn

Keterangan: **: berpengaruh nyata pada taraf 1%. tn: tidak berpengaruh nyata.

Hasil analisis data secara statistik (Tabel 2) menunjukkan bahwa asal
eksplan tidak memberikan pengaruh yang nyata pada setiap 2 minggu pengamatan.
Sumber eksplan yang digunakan (daun, ruas, dan buku) memberikan pengaruh
yang tidak signifikan pada diameter hasil kalus yang terbentuk. Konsentrasi BA
sangat berpengaruh terhadap diameter kalus yang terbentuk pada setiap 2 minggu
pengamatan yang dilakukan. Interaksi antara asal eksplan dan konsentrasi BA
yang digunakan tidak memberikan perubahan yang terlihat pada hasil diameter
kalus yang terbentuk. Pada umumnya untuk eksplan yang mempunyai kambium
tidak perlu penambahan ZPT untuk menginduksi terbentuknya kalus karena secara
alamiah pada jaringan berkambium yang mengalami luka akan tumbuh kalus
untuk menutupi luka yang terbuka. Namun menurut Dodds dan Robert (1985)
keberadaan kambium di dalam eksplan tertentu dapat menghambat pertumbuhan
kalus bila tanpa penambahan zat pengatur tumbuh eksogen.
Tabel 3 Pengaruh konsentrasi BA terhadap diameter kalus yang terbentuk
Diameter (mm)
BA
Minggu
(mgL-1)
2
4
6
8
0.92b
1.71b
2.24b
2.71b
1.0
0.88b
1.58b
2.20b
2.61b
2.0
1.21a
2.02a
2.65a
3.21a
3.0
Keterangan: aAngka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan hasil
yang berbeda nyata berdasarkan uji selang berganda Duncan pada taraf ɑ=5%

Kalus yang terbentuk pada media dengan tambahan konsentrasi BA 3 mgL-1
memiliki diameter paling besar dibandingkan dengan 2 konsentrasi BA lainnya.
Tabel 3 menunjukkan konsentrasi BA 3 mgL-1 pada minggu ke-2 menghasilkan
rata-rata diameter kalus sebesar 1.21 mm, memiliki perbedaan yang cukup
signifikan dengan konsentrasi BA 2 mgL-1 yang hanya mencapai 0.88 mm dan
konsentrasi BA 1 mgL-1 dengan 0.92 mm. Konsentrasi BA 3 mgL-1 masih

13
menunjukkan hasil tertinggi pada minggu-minggu berikutnya, keadaan ini
berlanjut hingga akhir pengamatan di minggu ke-8. Minggu ke-4, rata-rata
diameter konsentrasi BA 3 mgL-1 mencapai 2.02 mm, 2.65 mm pada minggu ke-6,
dan 3.21 mm pada minggu ke-8. Diameter kalus yang terbentuk dari media
dengan tambahan konsentrasi BA 3 mgL-1 menunjukkan perbedaan yang
signifikan dengan konsentrasi BA 2 mgL-1 dan konsentrasi BA 1 mgL-1 yang
berturut-turut mencapai rata-rata diameter 1.58 mm dan 1.71 mm pada minggu
ke-4, 2.20 mm dan 2.24 mm pada minggu ke-6 serta 2.61 mm dan 2.71 mm pada
minggu ke-8. Konsentrasi BA 2 mgL-1 memiliki hasil diameter paling kecil
dibandingkan dengan 2 perlakuan lainnya, namun BA 1 mgL-1 dan BA 2 mgL-1
menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata.

A

C

E

B
D
F
Gambar 1 Kalus yang terbentuk pada minggu ke-2 (atas) dan minggu ke-8
(bawah) setelah kultur. A-B: induksi kalus dari daun, C-D: induksi
kalus dari ruas, E-F: induksi kalus dari buku
Kalus yang berhasil diinduksi dari eksplan menunjukkan performa yang
hampir sama (Gambar 1) dimana pada awal pembentukan kalus, kalus yang
terbentuk belum friable (remah). Pembentukan kalus friable baru terlihat jelas
pada minggu ke-8 setelah kultur/penanaman. Green et al. (1983) menyatakan
bahwa kalus embriogenik memiliki ciri-ciri friable (remah), kurang kompak,
pertumbuhannya cepat dengan bentuk embriosomatik lebih jelas pada permukaan
kalus, dan kalus berwarna putih sampai kuning.
Grafik pengaruh konsentrasi BA terhadap diameter kalus pada masingmasing sumber eksplan dapat dilihat pada Gambar 2, Gambar 3 dan Gambar 4.
Terlihat bahwa konsentrasi BA 3 mgL-1 pada setiap sumber eksplan memiliki nilai
yang lebih tinggi dibanding konsentrasi BA 2 mgL-1 dan BA 1 mgL-1. Terutama
pada kalus yang terbentuk dari eksplan yang berasal dari buku tunas, terlihat
bahwa konsentrasi BA 3 mgL-1 memiliki grafik yang selalu berada di atas 2 grafik
lainnya. Grafik yang dibentuk dari nilai kalus yang terbentuk dari daun
menunjukkan konsentrasi BA 3 mgL-1 berada dekat dengan 2 grafik lainnya,
namun berdasarkan hasil statistika nilai yang dihasilkan konsentrasi BA 3 mgL-1
masih berbeda sangat nyata dengan 2 perlakuan konsentrasi lainnya.Pemberian
ZPT sitokinin dimaksudkan untuk merangsang proliferasi sel dan pertumbuhan
kalus dari eksplan yang ditanam (Wardani et al. 2003).

Diameter (mm)

14
4
3
2

Daun BA 1 mgL-1

1

Daun BA 2 mgL-1
Daun BA 3 mgL-1

0
1

2

3
4
5
6
Waktu (minggu)

7

8

Diameter (mm)

Gambar 2 Pengaruh konsentrasi BA terhadap diameter kalus yang terbentuk pada
eksplan daun jeruk siam yang diregenerasikan dari jaringan endosperma.
4
3
1

Ruas BA 1 mgL-1
-1
Ruas BA 2 mgL

0

-1
Ruas BA 3 mgL

2

1

2

3
4
5
6
Waktu (minggu)

7

8

Diameter (mm)

Gambar 3 Pengaruh konsentrasi BA terhadap diameter kalus yang terbentuk pada
eksplan ruas jeruk siam yang diregenerasikan dari jaringan endosperma.
4
3
2

Buku BA 1 mgL-1

1

Buku BA 2 mgL-1
-1
Buku BA 3 mgL

0
1

2

3
4
5
6
Waktu (minggu)

7

8

Gambar 4 Pengaruh konsentrasi BA terhadap diameter kalus yang terbentuk pada
eksplan buku jeruk siam yang diregenerasikan dari jaringan endosperma.
Gambar 5 menunjukkan persentase kalus berwarna putih yang terbentuk
paling tinggi diperoleh dari eksplan buku dengan media yang mengandung
konsentrasi BA 3 mgL-1 yaitu sebesar 86%. Persentase terendah diperoleh dari
eksplan ruas dan buku dengan media yang mengandung konsentrasi BA 2 mgL-1.
Nadeak et al. (2012) menyatakan tidak ditemukan pengaruh pemberian banyaknya
konsentrasi zat pengatur tumbuh pada warna kalus.

Kalus Berwarna Putih
Kekuningan (%)

15
100.0
80.0
60.0
40.0
20.0
0.0

BA 1 mgL-1
BA 2 mgL-1
BA 3 mgL-1
Daun

Ruas
Jenis Eksplan

Buku

Gambar 5 Persentase kalus berwarna putih kekuningan yang terbentuk saat
induksi kalus

Transformasi Genetik

Kalus Bersih (%)

Pengaruh Intensitas Pemberian Antibiotik terhadap Sterilitas Kalus saat
Transformasi Genetik
Kalus yang mengalami transformasi genetik dengan menggunakan A.
tumefaciens akan mengalami kontaminasi oleh bakteri tersebut. Perlakuan dengan
menggunakan sefotaksim 400 mgL-1 diberikan untuk mengeliminasi bakteri yang
ada. Penggunaan sefotaksim pada penelitian ini karena antibiotik sefotaksim dan
karbenisilin menunjukkan hasil yang paling efektif dalam mengeliminasi
Agrobacterium diantara 7 antibiotik yang diuji yaitu karbenisilin, sefotaksim,
kanamisin, tetrasiklin, streptomisin, kloramfenikol, dan higromisin B (Silva dan
Fukai 2001). Menurut Tangapo et al. (2012) hasil uji sensitivitas A. tumefaciens
terhadap sefotaksim menunjukkan bahwa bakteri masih tetap dapat tumbuh pada
pemberian sefotaksim 100-200 mgL-1, pertumbuhan A. tumefaciens terhambat
pada konsentrasi sefotaksim 400 mgL-1.
100
80
60
40
20
0

88.89
66.67

1 hari

55.56

3 hari
5 hari
Intensitas Pemberian Antibiotik

Gambar 6 Persentase kalus putatif transforman bersih/steril setelah perlakuan
antibiotik dengan frekuensi pemberian antibiotik yang berbeda
Perlakuan antibiotik yang dilakukan dengan intensitas 1 hari sekali
menunjukkan hasil kalus steril paling tinggi jika dibandingkan dengan 2 perlakuan
lainnya (Gambar 6). Perlakuan 1 hari sekali memberikan hasil sebesar 88.89%
kalus bersih. Pemberian sefotaksim dengan intensitas 3 hari sekali memberikan
hasil 66.67% kalus steril sedangkan perlakuan dengan intensitas 5 hari sekali

16
memberikan hasil paling rendah dibandingkan 2 perlakuan lainnya dengan hasil
55.56% kalus bersih. Pemberian kalus dengan intensitas 1 hari sekali memberikan
hasil terbaik pada penelitian ini karena dengan perlakuan yang lebih intensif
sehingga tibak memberikan waktu bagi bakteri untuk tumbuh dan berkembang.
Hasil dari percobaan (Gambar 7) menunjukkan bahwa kalus yang mengalami
kontaminasi berhasil menjadi kalus yang steril.

Gambar 7

A

C

E

B

D

F

Keragaan kalus saat transformasi genetik A-B: kalus sebelum
transformasi, C-D: kalus saat terinfeksi, E-F: kalus setelah
eliminasi bakteri

Proliferasi
Kalus hasil transformasi genetik biasanya mengalami penghambatan
pertumbuhan, bahkan sebagian eksplan akan mengalami kematian. Kematian
eksplan karena proses transformasi genetik menggunakan Agrobacterium
tumefaciens, diakibatkan kalus mengalami kontaminasi sehingga hanya sebagian
kecil kalus yang mampu melewati tahap ini dan bertahan hidup. Untuk
meningkatkan keberhasilan perolehan regeneran transforman, perlu dilakukan
proses proliferasi untuk menambah jumlah kalus putatif transforman.
Pengaruh Jenis Formulasi Vitamin dan Konsentrasi Ekstrak Malt dalam
Proliferasi Kalus
Berdasarkan Tabel 4, dapat diketahui bahwa penggunaan jenis vitamin dan
konsentrasi bahan organik memberikan pengaruh yang nyata. Pada 2 minggu
pertama setelah kultur, terlihat bahwa perbedaan jenis vitamin memberikan
pengaruh yang berbeda nyata terhadap pertambahan berat kalus. Terjadi interaksi
antara perlakuan vitamin dan konsentrasi EM yang memberikan pengaruh yang
sangat nyata terhadap pertambahan berat kalus yang terbentuk meskipun
perlakuan konsentrasi EM sendiri tidak memberikan pengaruh yang nyata pada 2
minggu pertama. Pengaruh konsentrasi EM mulai terlihat setelah 2 minggu kedua,
hal ini dikarenakan EM merupakan tambahan bahan organik eksternal sehingga
penyerapan terhadap bahan organik ini memerlukan waktu.

17

Tabel 4 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh jenis vitamin dan konsentrasi EM
terhadap pertambahan berat kalus yang sudah ditransformasi
2 minggu pertama
2 minggu kedua Total pertambahan
Perlakuan
**
**
**
Vitamin
tn
*
**
Konsentrasi EM
**
tn
tn
Interaksi
Keterangan:

**: berpengaruh nyata pada taraf 1%. *: berpengaruh nyata pada taraf 5%
tn: tidak berpengaruh nyata.

Pengamatan yang dilakukan setelah 2 minggu kedua menunjukkan bahwa
jenis vitamin yang digunakan masih berpengaruh sangat nyata terhadap
pertambahan berat kalus, pada minggu ini konsentrasi EM mulai menunjukkan
pengaruh yang nyata terhadap parameter. Interaksi antara jenis vitamin dan
konsentrasi EM pada 2 minggu kedua tidak memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap pertambahan berat kalus.
Bila dilihat secara langsung selama 4 minggu pengamatan, perlakuan jenis
vitamin dan konsentrasi EM memberikan hasil pengaruh yang sangat nyata
terhadap pertambahan berat kalus, namun interaksi antara jenis vitamin dan
konsentrasi EM tidak memberikan pengaruh yang nyata. Kalus pada media
perlakuan mengalami pertambahan volume karena terjadi pembelahan sel. Pada
umumnya jumlah kalus bertambah dari semula, yang ditunjukkan dengan
peningkatan berat basah kalus akhir menjadi 2 kali berat basah kalus awal.
Tabel 5 Pengaruh vitamin dan EM terhadap pertambahan berat kalus yang sudah
ditransformasi
Rata-rata pertambahan berat kalus (g)
Perlakuan
2 minggu pertama
2 minggu kedua
Total
Vitamin
Vitamin MS
0.243b
0.314b
0.557b
Vitamin MW
0.383a
0.547a
0.930a
Bahan Organik
EM 0 mgL-1

0.292a

0.369b

0.661b

EM 500 mgL-1

0.334a

0.492a

0.826a

Keterangan: aAngka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan hasil
yang berbeda nyata berdasarkan uji selang berganda Duncan pada taraf ɑ=5%.

Penambahan formulasi vitamin MS dan vitamin MW memberikan hasil
pertambahan kalus yang berbeda nyata pada setiap pengamatan (Tabel 5). Vitamin
MW menghasilkan rata-rata pertambahan kalus sebesar 0.383 g pada 2 minggu
pertama dan 0.547 g pada 2 minggu kedua sehingga menghasilkan rata-rata total
0.930 g pertambahan kalus selama 4 minggu percobaan. Hasil ini