Aktivitas Mikrob Dan Amilase Di Dalam Tepung Terigu Dan Kedelai Pada Berbagai Durasi Kejut Medan Listrik.

AKTIVITAS MIKROB DAN AMILASE DI DALAM TEPUNG
TERIGU DAN KEDELAI PADA BERBAGAI
DURASI KEJUT MEDAN LISTRIK

CEPI ABISOID MAHJUM KUSWANDANI

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aktivitas Mikrob dan
Amilase di dalam Tepung Terigu dan Kedelai pada Berbagai Durasi Kejut Medan
Listrik adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015
Cepi Abisoid Mahjum Kuswandani
NIM G84110074

ABSTRAK
CEPI ABISOID MAHJUM KUSWANDANI. Aktivitas Mikrob dan Amilase di
dalam Tepung Terigu dan Kedelai pada Berbagai Durasi Kejut Medan Listrik.
Dibimbing oleh MEGA SAFITHRI dan I MADE SUDIANA.
Kejut medan listrik (Pulsed Electric Field, PEF) merupakan salah satu
metode nontermal dalam pengawetan makanan yang dapat menginaktivasi mikrob
dan enzim tanpa menimbulkan kerusakan pada bahan pangan. Studi dan aplikasi
kejut medan listrik hanya terbatas pada bahan pangan jenis cair. Efektivitas kejut
medan listrik dalam menginaktivasi mikrob dan enzim akan semakin meningkat
saat durasinya diperpanjang. Tujuan penelitian ini adalah mengukur aktivitas
mikrob dan amilase di dalam tepung terigu dan kedelai setelah diberikan perlakuan
kejut medan listrik pada berbagai macam durasi. Penelitian dilakukan dengan
mengukur aktivitas mikrob dengan metode hidrolisis fluorescein diasetat (FDA)
dan amilase dengan metode asam dinitrosalisilat (DNS) pada tepung terigu, tepung

terigu inokulasi Escherichia coli, tepung kedelai, dan tepung kedelai inokulasi
Aspergillus niger, yang telah diberikan perlakuan kejut medan listrik dengan
intensitas listrik 20 kV dan durasi yang beragam, yaitu 1, 2, 3, 4, dan 5 jam. Hasil
yang diperoleh menunjukkan data aktivitas mikrob dan amilase yang fluktuatif pada
masing-masing sampel seiring ditambahkannya waktu perlakuan. Intensitas listrik
dan durasi yang diberikan belum dapat menginaktivasi mikrob dan amilase pada
masing-masing sampel.
Kata kunci: amilase, inaktivasi mikrob, kejut medan listrik

ABSTRACT
CEPI ABISOID MAHJUM KUSWANDANI. Microbial and Amylase Activities of
Wheat and Soy Flours in Various Duration of Pulsed Electric Field. Supervised by
MEGA SAFITHRI and I MADE SUDIANA.
Pulsed electric field (PEF) is a nonthermal method of food preservation that
has an ability on microbial and enzyme inactivation with a minimum detrimental
effect on food quality attributes. A studies and applications of PEF were limited
around liquid foods only. An effectivity of PEF will increase with a longer treatment
time. The aim of this research is to measure microbial and amylase activities in
wheat and soy flours after PEF treatment in various duration. Research was done
by measured amylase and microbe activities with dinitrocalicilic acid (DNS) and

fluorescein diacetate (FDA) hydrolysis method respectively, in wheat flour,
Escherichia coli-inoculated wheat flour, soy flour, and Aspergillus niger-inoculated
soy flour, which had been treated by PEF with electrical intensitiy of 20 kV and
various durations, which was 1, 2, 3, 4, and 5 hours. Results showed a fluctuative
data on amylase and microbe activities in each sample along with an increment of
treatment time. Electrical field intensity and treatment time given have not yet
available to inactivate microbe and amylase activities in each sample.
Keywords: amylase, microbial inactivity, pulsed electric field

AKTIVITAS MIKROB DAN AMILASE DI DALAM TEPUNG
TERIGU DAN KEDELAI PADA BERBAGAI
DURASI KEJUT MEDAN LISTRIK

CEPI ABISOID MAHJUM KUSWANDANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Biokimia


DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga skripsi yang berjudul “Aktivitas Mikrob dan Amilase di dalam Tepung
Terigu dan Kedelai pada Berbagai Durasi Kejut Medan Listrik” dapat diselesaikan
dengan baik.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr Mega Safithri, MSi dan Prof Dr I
Made Sudiana, MSc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan saran,
kritik, dan bimbingannya selama penelitian hingga proses penyusunan skripsi ini.
Selain itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Dr Suprapedi MEng dari LIPI
Fisika, Mbak Senlie selaku analis laboratorium, dan rekan-rekan serta teknisi
laboratorium mikrobiologi-fisiologi LIPI Cibinong, yang telah banyak membantu
selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Umi,
Bapak, Kakak-kakak, seluruh keluarga, sahabat Biokimia 48, sahabat Q10, dan

pihak lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu, atas nasihat, kasih sayang
dukungan, doa, dan bantuannya.
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
saran dan kritik yang bersifat membangun akan penulis jadikan pelajaran untuk
perbaikan di masa mendatang. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, September 2015
Cepi Abisoid Mahjum Kuswandani

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN


1

METODE

2

Alat dan Bahan

2

Prosedur Penelitian

3

HASIL

4

Aktivitas Mikrob melalui Hidrolisis FDA


4

Aktivitas Amilase

5

PEMBAHASAN

6

Aktivitas Mikrob melalui Hidrolisis FDA

6

Aktivitas Amilase

9

SIMPULAN DAN SARAN


10

Simpulan

10

Saran

10

DAFTAR PUSTAKA

10

LAMPIRAN

14

RIWAYAT HIDUP


19

DAFTAR GAMBAR
1
2

Aktivitas mikrob pada berbagai durasi kejut medan listrik
Aktivitas amilase pada berbagai durasi kejut medan listrik

5
6

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6


Kurva standar fluorescein diasetat
14
Hidrolisis fluorescein diasetat
14
Kurva standar glukosa
15
Persentase inaktivasi mikrob pada berbagai durasi kejut medan listrik 15
Persentase inaktivasi amilase pada berbagai durasi kejut medan listrik 16
Aktivitas amilase
17

PENDAHULUAN
Permintaan masyarakat yang semakin tinggi terhadap produk pangan segar
dan aman secara mikrobiologis membuat produsen dan penggiat di bidang pangan
mengembangkan teknik pemrosesan dan pengawetan baru. Proses pengawetan
bahan pangan umumya dilakukan dengan cara pemanasan yang dapat membuat
kandungan zat gizi dalam pangan berubah. Oleh karena itu, dewasa ini telah banyak
dikembangkan teknik pengawetan tanpa pemanasan salah satunya adalah teknik
kejut medan listrik (Estiasih dan Ahmadi 2009).
Kejut medan listrik atau lebih dikenal dengan istilah pulsed electric field

(PEF) merupakan salah satu metode nontermal dalam pengawetan makanan.
Metode ini melibatkan kejut (pulsa) elektrik pendek untuk inaktivasi mikrob dan
menyebabkan efek kerusakan minimal pada kualitas kandungan makanan, atau
dengan kata lain menjaga kesegaran dan keaslian makanan (Mohamed dan Eissa
2012). Menurut Ramaswamy et al. (2009) teknologi kejut medan listrik lebih
menguntungkan dibandingkan dengan perlakuan panas karena dapat membunuh
mikroorganisme dengan tetap menjaga warna, rasa, dan tekstur asli serta nilai
nutrisi dari makanan yang belum diproses (unprocessed food). Selain inaktivasi
mikrob, kejut medan listrik juga telah terbukti dapat menginaktivasi enzim seperti,
pektin metil esterase (Giner et al. 2005), polifenol oksidase (Yang et al. 2004b),
poligalakturonase (Giner et al. 2003), peroksidase (Zhong et al. 2005),
lipoksigenase (Loey et al. 2002), alkalin fosfatase (Castro et al. 2001b), protease
(Bendicho et al. 2003), lipase (Ho et al. 1997), dan pepsin (Yang et al. 2004a).
Studi mengenai pengaruh kejut medan listrik maupun aplikasinya dalam
pengawetan pangan telah banyak dilakukan dalam beberapa dekade terakhir, akan
tetapi hal ini hanya terbatas pada bahan pangan jenis cair seperti susu dan jus buah.
Berlawanan dengan hal tersebut, studi mengenai pengaruh kejut medan listrik pada
pangan padat masih sangat terbatas (Doevenspeck 1961; Sitzmann dan Munch
1988; Hafsteinsson et al. 2000; Barsotti et al. 2001; Gudmundsson dan
Hafsteinsson 2001; Toepfl et al. 2006) sehingga informasi mengenai potensi kejut
medan listrik sebagai teknik pengawetan untuk bahan padat masih belum dapat
disimpulkan secara pasti.
Umumnya teknik pengawetan nontermal yang digunakan untuk bahan
pangan padat adalah dengan iradiasi, namun teknik ini belum diterima secara
menyeluruh karena memiliki isu keamanan. Selain itu menurut badan pengawas
obat dan makananan Amerika, iradiasi dikategorikan sebagai zat aditif atau bahan
tambahan dan bukan suatu proses (Estiasih dan Ahmadi 2009). Oleh karena itu,
akan sangat baik jika teknik kejut medan listrik dapat digunakan sebagai teknik
pengawetan bahan pangan padat karena teknik ini relatif lebih aman (Estiasih dan
Ahmadi 2009; Matser et al. 2007).
Penggunaan kejut medan listrik hanya terbatas pada bahan cair karena
bahan padat tidak dapat dipompa dalam sistem kejut medan listrik dan distribusi
listriknya tidak merata (Estiasih dan Ahmadi 2009). Bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah tepung terigu dan kedelai yang memiliki aktivitas air yang
rendah sehingga daya hantar terhadap listriknya pun kecil (isolator). Meskipun
demikian, isolator seperti tepung terigu dan kedelai memiliki tegangan tembus,
yaitu kemampuan untuk mengisolasi tegangan listrik. Tegangan listrik yang

2
melebihi ambang batas tegangan tembusnya akan menghilangkan sifat isolator
suatu bahan. Dengan kata lain, jika tegangan listrik yang diberikan kepada tepung
terigu dan kedelai cukup tinggi untuk melewati ambang batasnya maka kejut medan
listrik akan efektif dalam menginaktivasi mikrob dan enzim pada kedua bahan
tersebut (Suprapedi 24 Agustus 2015, komunikasi pribadi). Mekanisme inaktivasi
mikrob oleh perlakuan kejut medan listrik terjadi karena adanya pembentukan pori
atau elekroporasi pada membran sel (Weaver 2003), sedangkan inaktivasi enzim
terjadi karena adanya denaturasi enzim (Castro et al. 2001a).
Salah satu faktor utama yang mempengaruhi efektivitas kejut medan listrik
adalah durasi perlakuan (Wouters et al. 2001). Penelitian ini bertujuan menganalisis
aktivitas mikrob dan amilase di dalam tepung terigu dan kedelai setelah diberikan
perlakuan kejut medan listrik pada berbagai macam durasi. Penelitian dilakukan
dengan memberikan perlakuan kejut medan listrik pada tepung terigu (K1), tepung
terigu inokulasi Escherichia coli (T2), tepung kedelai (K1), dan tepung kedelai
inokulasi Aspergillus niger (K2) dengan intensitas 20 kV dan durasi perlakuan yang
berbeda, yaitu 1, 2, 3, 4, dan 5 jam. Hipotesis dari penelitian adalah aktivitas amilase
dan mikrob pada tepung terigu dan kedelai akan menurun seiring ditambahkannya
durasi perlakuan. Luaran yang diharapkan pada penelitian ini adalah bertambahnya
informasi mengenai potensi kejut medan listrik sebagai metode pengawetan bahan
pangan padat.

METODE
Alat dan Bahan
Alat utama yang digunakan adalah satu unit alat kejut medan listrik 20
kV/1Hz. Alat yang digunakan dalam preparasi dan inkubasi antara lain otoklaf
Tomy 5x-500, laminar air flow cabinet Hitachi Clear Bench, cawan petri, dan
inkubator Central Kagaku Corp CB-5, CB-L 30 oC dan 35 oC. Peralatan untuk
analisis yaitu sentrifugasi KOKUSAN H-15FR Pupick Fled, botol beling, peralatan
gelas Pyrex, spektrofotometer UV-Vis MAPADA V-1100D, magnetic stirer,
kapas, plastik, alumunium foil, cawan, spatula, tusuk sate, vortex SIBATA TTM-1,
tusuk gigi, tabung ependorf, pipet mikro 5000 µL dan 200 µL, tip 5000 µL dan 200
µL.
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung terigu dan
kedelai. Kultur murni E. coli dan A. niger yang diperoleh dari Indonesian Culture
Collection (InaCC) Biologi Cibinong. Bahan yang digunakan sebagai media adalah
media nutrient agar (NA), potato dextrose agar (PDA) dan akuades. Bahan yang
digunakan untuk keperluan analisis antara lain, akuades, reagen fluorescein diasetat
(FDA), larutan metanol:kloroform (2:1 v/v), bufer potassium fosfat pH 7.6, reagen
asam dinitrosalisilat (DNS), dan substrat amilum 1 % (b/v) dalam bufer asetat pH
5.2.

3
Prosedur Penelitian
Hidrolisis Flourescein Diasetat (FDA) (modifikasi Adam & Duncan 2001)
Hidrolisis FDA proporsional dengan aktivitas mikrob di dalam suatu sampel.
Semakin tinggi konsentrasi FDA yang terhidrolisis maka aktivitas mikrob dalam
sampel juga semakin tinggi. Penentuan hidrolisis FDA dilakukan dengan
menambahkan sampel sebanyak 100 mg dengan bufer kalium fosfat pH 7.6
sebanyak 750 µL pada tabung ependorf. Sebanyak 10 µL FDA ditambahkan ke
dalam tabung. Setelah itu, larutan dihomogenisasi dengan vortex dan diinkubasi
selama 20 menit. Setelah inkubasi dengan segera tambahkan 750 µL larutan
metanol:kloroform (2:1 v/v) ke dalam tabung untuk menghentikan reaksi. Tabung
kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 2000 rpm selama 3 menit. Supernatan
diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 490 nm.
Hasil positif menunjukkan sampel berwarna kuning kehijauan, semakin pekat
warna semakin tinggi konsentrasi FDA yang terhidrolisis.
Standar FDA dibuat dengan melarutkan garam natrium fluorescein dengan
bufer kalium fosfat 60 mM pH 7.6 dengan konsentrasi 20 µg/mL, kemudian larutan
standar FDA 20 µg/mL diencerkan sesuai kebutuhan dengan bufer kalium fosfat 60
mM pH 7.6 dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 490 nm.
Fermentasi fase padat (modifikasi Singh dan Gupta 2014)
Fermentasi fase padat dilakukan untuk sampel T2 dan K2. Sebanyak 20 g
tepung kedelai dan terigu disterilisasi menggunakan otoklaf pada suhu 121 oC
selama 15 menit di dalam plastik tahan panas. Setelah itu, ke dalam substrat
ditambahkan akuades steril dan diinokulasikan dengan isolat A. Niger untuk tepung
kedelai, dan E. coli untuk tepung terigu. Campuran tersebut kemudian
dihomogenkan. Plastik dilubangi dengan tusuk gigi, kemudian sampel diinkubasi
dalam inkubator 35 oC selama 4 hari. Setelah masa inkubasi, sampel disimpan
dalam lemari pendingin dengan suhu -4 oC untuk menghentikan proses fermentasi.
Ekstraksi enzim kasar (modifikasi Singh dan Gupta 2014)
Sebanyak 200 mg substrat hasil fermentasi fase padat dicampurkan dalam 5
mL akuades steril. Setelah itu dikocok selama 15 menit dan disentrifugasi pada
kecepatan 6000 rpm, 4 oC, selama 5 menit. Supernatan yang dihasilkan digunakan
dalam uji aktivitas amilase.
Penentuan aktivitas Amilase (modifikasi Singh dan Gupta 2014)
Penentuan aktivitas amilase dihitung berdasarkan jumlah glukosa yang
dihasilkan dari aktivitas amilase memecah substrat amilum. Sebanyak 125 µL
amilase kasar dicampurkan dengan 125 µL substrat amilum 1 % (b/v) dalam bufer
asetat pH 5.2, kemudian diinkubasi dalam inkubator dengan suhu 30 oC selama 10
menit. Setelah inkubasi, dilakukan penambahan DNS sebanyak 250 µL dan
dipanaskan dalam penangas air dengan suhu 100 oC selama 5 menit. Absorbansi
diukur pada panjang gelombang 540 nm. Pada blanko, enzim yang digunakan
terlebih dahulu dipanaskan dalam penangas air dengan suhu 100 oC selama 10 menit.
Aktivitas amilase sebanding dengan jumlah gula pereduksi berupa glukosa yang
dihidrolisis dari substrat amilum. Penentuan konsentrasi glukosa dilakukan dengan
membandingkan nilai absorbansi pada sampel dengan kurva standar glukosa.

4
Adapun kurva standar glukosa dibuat dari larutan glukosa dengan konsentrasi 50,
100, 200, 300, 400, dan 500 ppm. Satu unit amilase didefinisikan sebagai jumlah
enzim yang dibutuhkan untuk melepaskan 1 µmol glukosa per menit dalam kondisi
pengujian (pH 5.2 dan suhu 30 oC). Aktivitas amilase dinyatakan dalam unit per
gram substrat (U/g).
Aktivitas amilase (U/g) =
[glukosa]

µg
1 µmol Volume ekstrak (mL) Volume larutan (mL)
1
x
x
x
x
mL BM µg
Bobot substrat (g)
Volume enzim (mL) t (menit)

HASIL
Aktivitas Mikrob melalui Hidrolisis FDA
Hidrolisis senyawa FDA melibatkan tiga jenis enzim utama yaitu lipase,
protease, dan esterase nonspesifik serta enzim-enzim ekstraselular lainnya.
Aktivitas mikrob dalam tepung terigu (T1), tepung terigu inokulasi E. coli (T2),
tepung kedelai (K1), dan tepung kedelai inokulasi A. niger (K2) diukur dari
banyaknya enzim ekstraseluler dari masing-masing sampel tersebut dalam
menghidrolisis senyawa fluorescein diasetat (FDA), sehingga banyaknya senyawa
FDA yang terhidrolisis setara dengan aktivitas mikrob dari masing-masing sampel.
Semakin sedikit FDA yang terhidrolisis menunjukkan semakin rendahnya aktivitas
mikrob dan mengindikasikan semakin efektifnya perlakuan kejut medan listrik.
Gambar 1 menunjukkan grafik persentase inaktivasi mikrob, dilihat dari
banyaknya senyawa FDA terhidrolisis di dalam masing-masing sampel yang
terukur pada panjang gelombang 490 nm. Persentase didapatkan dengan
membandingkan masing-masing sampel pada berbagai durasi kejut medan listrik
dengan sampel yang tidak diberikan perlakuan kejut medan listrik, sehingga
semakin besar persen inaktivasi mikrob yang tertera dalam grafik maka semakin
optimum pula durasi kejut medan listrik yang diberikan terhadap sampel. Secara
teoritis, semakin bertambahnya durasi perlakuan kejut medan listrik yang diberikan
pada suatu sampel, maka akan semakin tinggi pula inaktivasi mikrob pada sampel
tersebut. Akan tetapi, hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin bertambahnya
durasi perlakuan kejut medan listrik yang diberikan pada keempat jenis sampel (T1,
T2, K1, dan K2) tidak selalu meningkatkan persen inaktivasi mikrob. Dengan kata
lain, inaktivasi mikrob pada penelitian ini tidak berhubungan linier dengan lamanya
durasi perlakuan kejut medan listrik yang diterapkan.
Masing-masing sampel menunjukkan bahwa kondisi optimum dicapai pada
durasi tertentu. Sampel T1 memiliki inaktivasi mikrob optimum setelah diberikan
perlakuan kejut medan listrik selama 5 jam dengan persentase sebesar 10 %. Pada
sampel T2, inaktivasi mikrob optimum diperoleh pada durasi 3 jam dengan
persentase sebesar 55 %. Inaktivasi mikrob optimum pada sampel K1 diperoleh
pada durasi kejut medan listrik selama 4 jam dengan persentase sebesar 17 %.

5

Persen inaktivasi mikrob (%)

60
50
40
30
20
10
0
1
-10

2

3

4

5

Durasi kejut medan listrik (Jam)
T1

T2

K1

K2

Gambar 1 Aktivitas mikrob pada berbagai durasi kejut medan listrik

Selanjutnya untuk sampel K2 inaktivasi mikrob optimum diperoleh pada
durasi 5 jam dengan persen inaktivasi sebesar 43 %. Selain inaktivasi mikrob,
terdapat beberapa sampel yang menunjukkan aktivasi mikrob (persentase inaktivasi
mikrob menunjukkan nilai negatif dalam grafik) setelah diberikan perlakuan kejut
medan listrik. Hal tersebut terjadi pada sampel T1 dan K1 yang masing-masing
mengalami aktivasi mikrob sebesar 2 % dan 1 % setelah diberikan perlakuan kejut
medan listrik selama 1 jam (Gambar 1).

Aktivitas Amilase
Aktivitas amilase diukur berdasarkan reaksi antara substrat amilum yang
dihidrolisis oleh amilase dengan larutan DNS sebagai indikator. Semakin pekat
warna yang dihasilkan oleh DNS, maka semakin tinggi pula aktivitas amilase dalam
menghidrolisis amilum. Seperti hal nya aktivitas mikrob, hasil aktivitas amilase
disajikan dalam bentuk persentase yang menggambarkan perbandingan aktivitas
amilase antara sampel yang diberikan perlakuan kejut medan listrik pada berbagai
durasi dengan sampel yang tidak diberikan perlakuan kejut medan listrik. Semakin
besar persentase inaktivasi amilase maka semakin efektif pula perlakuan kejut
medan listrik.
Gambar 2 menunjukkan grafik aktivitas amilase masing-masing sampel
pada berbagai durasi kejut medan listrik. Dalam rentang durasi perlakuan kejut
medan listrik 1 jam sampai 4 jam, baik inaktivasi maupun aktivasi amilase
ditunjukkan oleh masing-masing sampel. Sampel T1 mengalami aktivasi pada
durasi perlakuan kejut medan listrik 1 jam dan 2 jam, dengan persentase masingmasing sebesar 12 % dan 18 %. Sampel T2 mengalami aktivasi amilase pada durasi
kejut medan listrik selama 2 jam dengan persentase sebesar 5 %.

6

Persen inaktivasi amilase (%)

100
80
60
40
20
0
-20

1

2

3

4

5

-40
-60

Durasi kejut medan listrik (Jam)
T1

T2

K1

K2

Gambar 2 Aktivitas amilase pada berbagai durasi kejut medan listrik

Selanjutnya untuk sampel K1, aktivasi terjadi setelah sampel diberikan kejut
medan listrik selama 1, 3, dan 4 jam, dengan masing-masing persentase aktivasi
sebesar 46 %, 9 %, dan 6 %. Seperti hal nya sampel T2, sampel K2 mengalami
aktivasi amilase hanya pada satu titik durasi kejut medan listrik, yaitu pada durasi
4 jam dengan persentase aktivasi amilase sebesar 12 %. Berlawanan dengan
fenomena yang terjadi pada rentang durasi 1 jam hingga 4 jam, pada durasi kejut
medan listrik 5 jam, semua sampel mengalami inaktivasi. Selain itu, ketiga jenis
sampel yaitu T1, T2, dan K1 juga memiliki inaktivasi amilase optimum pada durasi
5 jam. Besarnya persentase inaktivasi amilase pada masing-masing sampel tersebut
adalah 37 %, 33 %, dan 73 %. Berlainan dengan ketiga sampel yang telah
disebutkan, sampel K2 mencapai inaktivasi amilase secara optimum setelah
diberikan kejut medan listrik selama 3 jam dengan persentase sebesar 82 %.

PEMBAHASAN
Aktivitas Mikrob melalui Hidrolisis FDA
Prinsip pengukuran aktivitas mikrob menggunakan hidrolisis FDA adalah
dengan mengukur jumlah senyawa FDA yang terhidrolisis oleh enzim-enzim di
dalam suatu sampel, baik enzim bebas maupun enzim terikat membran, dengan
melihat kepekatan warna yang dihasilkan dari reaksi antara sampel dan senyawa
FDA untuk kemudian diukur secara kuantitatif menggunakan spektrofotometer
(Adam dan Duncan 2001). Kemampuan untuk menghidrolis FDA ditemukan pada
banyak jenis mikrob terutama bakteri dan fungi karena pada umumnya jenis-jenis
mikrob ini menghasilkan atau memiliki kelompok enzim yang bertanggung jawab
dalam menghidrolisis FDA, yaitu protease, lipase, dan esterase nonspesifik (Adam

7
dan Duncan 2001). Pada penelitian ini, dihipotesiskan bahwa semakin lamanya
proses paparan kejut medan listrik pada suatu sampel maka akan semakin tinggi
pula inaktivasi mikrob pada sampel tersebut, sehingga dapat ditarik kesimpulan
bahwa semakin lamanya proses perlakuan kejut medan listrik akan membuat nilai
absorbansi senyawa FDA yang terhidrolisis semakin rendah, karena mikrob-mikrob
yang menghasilkan enzim-enzim untuk menghidrolisis FDA telah terinaktivasi.
Di dalam bab Hasil telah dipaparkan data hasil penelitian dan dapat ditarik
kesimpulan bahwa inaktivasi mikrob pada penelitian ini tidak berhubungan linier
terhadap lamanya durasi kejut medan listrik yang diberikan. Hal ini berlawanan
dengan teori yang telah banyak dikemukakan terkait pengaruh durasi kejut medan
listrik terhadap inaktivasi mikrob (Hulsheger et al. 1983; Grahl dan Markl 1996;
Reina et al. 1998; Rivas et al. 2006) bahwasanya peningkatan durasi perlakuan
kejut medan listrik mengacu pada peningkatan inaktivasi mikrob.
Penyebab hasil penelitian yang tidak sesuai dengan teori akan dijelaskan
dengan beberapa pendekatan berikut. Pendekatan pertama dilakukan dengan
melihat media perlakuan atau jenis sampel yang digunakan. Pada penelitian ini
digunakan dua jenis sampel, yaitu tepung terigu (T1) dan tepung kedelai (K1). Jika
dilihat dari tren data yang dihasilkan antara T1 dan K1, maka dapat disimpulkan
bahwa T1 memiliki sensitivitas terhadap durasi kejut medan listrik yang lebih tinggi
dibandingakan dengan K1, karena pada sampel T1 inaktivasi mikrob dengan nilai
yang relatif tinggi diperoleh pada durasi perlakuan yang lebih lama, yaitu pada
durasi 3 jam sampai durasi 5 jam (Gambar 1). Berlawanan dengan hal tersebut,
sampel K1 memiliki durasi kejut medan listrik yang optimum pada durasi 4 jam,
kemudian persen inaktivasi mikrob pada sampel K1 menurun pada durasi yang
lebih lama (5 jam). Hal ini mengindikasikan sampel yang berbeda akan
menunjukkan sensitivitas yang berbeda pula terhadap durasi kejut medan listrik.
Menurut Cueva (2009) perbedaan jenis sampel adalah salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi efektifitas inaktivasi mikrob oleh kejut medan listrik. Walaupun hal
ini tidak dapat disimpulkan secara pasti karena pada sampel T1 terdapat fluktuasi
yang sama, yang terjadi antara durasi 2 jam yang memiliki persen inaktivasi lebih
besar dibandingkan dengan durasi 3 jam.
Pendekatan selanjutnya dilihat dari perbedaan jenis mikrob yang digunakan,
yaitu antara sampel T2 dengan K2. Perlu diperhatikan bahwa berdasarkan hasil
yang telah dipaparkan, inaktivasi mikrob yang cukup linier dengan durasi perlakuan
hanya terjadi pada sampel K2, yaitu kedelai yang telah diinokukulasi A. niger. Jika
dibandingkan dengan sampel T2 (tepung terigu inokulasi E. coli) yang
menunjukkan penurunan inaktivasi mikrob pada perlakuan 4 dan 5 jam, jelas
terlihat bahwa perbedaan jenis mikrob sangat berpengaruh pada efektivitas
inaktivasi oleh kejut medan listrik. Barbosa-Canovas et al. (2006) menyatakan
bahwa sel kapang lebih sensitif dibandingkan dengan sel bakteri terhadap perlakuan
kejut medan listrik karena memiliki ukuran yang lebih besar. Sel dengan ukuran
yang lebih besar memiliki potensial transmembran yang lebih tinggi sehingga akan
lebih sensitif terhadap perlakuan kejut medan listrik (Ortega-Rivas 2011).
Tepung terigu dan kedelai merupakan bahan pangan dengan aktivitas air
(water activity, Aw) yang rendah sehingga tidak dapat mendukung pertumbuhan
bakteri seperti E.coli (Blessington et al. 2013). Akan tetapi, dalam beberapa kasus
di Eropa ditemukan adanya kontaminasi E.coli pada beberapa komoditas pangan
dengan Aw rendah seperti beras, kacang-kacangan, dan biji-bijian (seeds) (EFSA

8
2009). Berlawanan dengan hal tersebut, kapang dapat tumbuh pada bahan pangan
dengan Aw rendah. Rezazadeh et al. (2013) melaporkan bahwa A. niger
mendominasi pertumbuhan pada sampel tepung terigu yang diinokulasi dengan
beberapa jenis kapang. Selain itu, menurut Piotrowska et al. (2013) A. niger dapat
mengkontaminasi baik tepung terigu maupun kacang kedelai. Kontaminasi fungi
pada tepung terigu dapat merusak kualitas tepung dan menyebabkan efek
proteolisis, lipolisis, dan sakarolisis sehingga mengurangi kandungan nutrisi tepung
terigu seperti gluten (Rezazadeh et al. 2013).
Pembaruan dalam penelitian ini adalah digunakannya bahan padat dalam
proses kejut medan listrik, sehingga sangat dimungkinkan bahwa hasil penelitian
yang tidak sensitif terhadap durasi perlakuan disebabkan oleh kondisi bahan padat
yang berbeda dari bahan cair. Pada dasarnya kejut medan listrik tidak digunakan
dalam pengawetan bahan padat karena distribusi listrik tidak merata pada bahan
padat (Estiasih dan Ahmadi 2009). Menurut Bosch (2007) media atau sampel yang
tidak homogen, partikel yang relatif besar, adanya kandungan lemak, dan partikelpartikel yang berkoagulasi di dalam sampel atau media perlakuan dapat
menyebabkan berkurangnya kekuatan medan listrik pada bagian-bagian tertentu di
dalam sampel sehingga melindungi mikrob dari paparan kejut medan listrik.
Lamanya proses perlakuan atau durasi perlakuan kejut medan listrik mengacu
pada lebar pulsa dan jumlah pulsa, sehingga peningkatan durasi perlakuan
(treatment time) dapat dilakuan dengan melebarkan pulsa dan/atau menambah
jumlah pulsa (Cueva 2009). Pada penelitian ini peningkatan durasi perlakuan
dicapai dengan menambah jumlah pulsa. Akan tetapi, karena keterbatasan alat kejut
medan listrik yang digunakan, yaitu alat yang digunakan hanya mampu
mengahantarkan 1 pulsa per detik, maka penambahan jumlah pulsa dicapai dengan
memanjangkan lamanya paparan kejut medan listrik dengan ragam waktu 1, 2, 3,
4, dan 5 jam sehingga dapat dikatakan bahwa durasi yang digunakan dalam
penelitian ini beragam antara 3600-18000 pulsa. Keterbatasan alat kejut medan
listrik yang digunakan atau tidak standarnya alat juga perlu diperhitungkan sebagai
penyebab hasil yang tidak sesuai dengan teori.
Alat kejut medan listrik yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari satu
sumber energi dengan voltase maksimal 20 kV, pengatur jumlah pulsa, ruang
perlakuan berbentuk tabung kaca dengan diameter 10 mm, dan elektroda dari baja.
Hasil penelitian yang fluktuatif dan tidak sensitif terhadap durasi perlakuan dapat
juga disebabkan oleh tidak meratanya distribusi listrik saat proses kejutan dilakukan
karena penggunaan kaca sebagai ruang perlakuan. Umumnya bahan yang
digunakan sebagai ruang perlakuan adalah bahan logam (Estiasih dan Ahmadi
2009) karena memiliki konduktivitas listrik yang tinggi. Penggunaan kaca sebagai
ruang perlakuan juga pernah diujicobakan oleh Mazurek (1995) yang melaporkan
bahwa ruang perlakuan rusak di sekitar elektroda dan energi yang dilepaskan di
dalam ruang perlakuan sangat kecil, meskipun inaktivasi mikrob tetap terjadi.
Alasan lain yang mungkin menyebabkan fluktuasi data hasil penelitian adalah
adanya pengaruh dari ketiga jenis enzim yang bertanggung jawab dalam hidrolisis
FDA yaitu lipase, protease, dan esterase. Respon enzim terhadap pengaruh kejut
medan listrik berbeda dari mikrob dan akan dijelaskan lebih lanjut pada subbab
berikutnya mengenai aktivitas amilase.

9
Aktivitas Amilase
Seperti hal nya inaktivasi mikrob, inaktivasi enzim oleh kejut medan listrik
juga dipengaruhi oleh faktor perlakuan. Selain itu, enzim (jenis, sumber,
konsentrasi) dan media tempat enzim disuspensikan juga berpengaruh terhadap
inaktivasi (Martin-Belloso et al. 2005). Kajian mengenai pengaruh kejut medan
listrik terhadap enzim amilase telah banyak dilakukan, salah satunya oleh Ho et al.
(1997) yang membuktikan bahwa enzim amilase sensitif terhadap perlakuan kejut
medan listrik pada berbagai kekuatan medan listrik.
Hasil penelitian mengindikasikan bahwa jenis sampel yang sama (T1 dengan
T2 dan K1 dengan K2) menunjukkan tren data yang serupa (Gambar 2). Sampel T1
(tepung terigu) dan T2 (tepung terigu inokulasi bakteri E.coli) memiliki tren data
yang cenderung menurun sedangkan sampel K1 (tepung kedelai) dan K2 (tepung
kedelai inokulasi A.niger) memiliki tren data yang fluktuatif. Hal ini menunjukkan
bahwa aktivitas enzim amilase pada penelitian ini dipengaruhi oleh media enzim
atau jenis sampel yang digunakan seperti hal nya faktor ini mempengaruhi
inaktivasi mikrob. Selain itu, kedelai merupakan sumber protein nabati dengan
kandungan protein per bobot basah sebesar 36 % (Kusnandar 2010) sehingga
diperlukan pengukuran protease karena sangat dimungkinkan bahwa
mikroorganisme kontaminan pada kedelai lebih aktif dalam mensekresikan enzim
tersebut.
Mekanisme mengenai inaktivasi kejut medan listrik dipercaya terjadi karena
adanya denaturasi enzim yang kemungkinan disebabkan oleh perubahan
konformasi walaupun hal ini belum dipahami secara menyeluruh. Berbagai teori
telah dikemukakan, diantaranya berdasarkan penelitian Castro et al. (2001a) dan
Perez dan Pilosof (2004) dapat dinyatakan bahwa inaktivasi enzim disebabkan oleh:
(i) polarisasi dari molekul protein, (ii) disosiasi subunit protein yang terikat secara
nonkovalen pada struktur kuartener, (iii) perubahan dalam konformasi sehingga
mengendapkan asam amino hidrofobik atau melepaskan gugus sulfidril, (iv)
penarikan struktruk terpolarisasi oleh gaya elektrostatik, (v) interaksi hidrofobik
ataupun kovalen yang menimbulkan agregat.
Mengacu pada teori yang telah dikemukakan dalam tulisan ini, perlu
ditekankan bahwa teori-teori tersebut berasal dari penelitian dengan menggunakan
medium cair sehingga dapat diterima bahwa teori-teori tersebut tidak berlaku pada
medium padat seperti yang dilakukan penelitian ini. Selain itu belum dapat
disimpulkan apakah fenomena yang terjadi pada penelitian ini akan berlaku pada
bahan padat lainnya mengingat terdapat perbedaan struktur maupun kandungan
yang dapat mempengaruhi efektivitas kejut medan listrik. Seperti dilaporkan oleh
Castro et al. (2001b) dan Bendicho et al. (2003) yang mengemukakan bahwa
kandungan lemak dalam medium dapat mempengaruhi inaktivasi enzim oleh kejut
medan listrik. Vega-Mercado et al. (2001) melaporkan bahwa adanya kasein dalam
medium memberikan efek protektif terhadap inaktivasi enzim oleh kejut medan
listrik sedangkan hal berlainan diungkapkan Bendicho et al. (2002) yang
melaporkan bahwa adanya protein dalam medium meningkatkan efektivitas
inaktivasi enzim oleh kejut medan listrik.
Mekanisme inaktivasi enzim belum sepenuhnya dipahami. Peningkatan
kekuatan medan listrik dan durasi perlakuan tidak selalu mengacu pada peningkatan
inaktivasi enzim. Hal tersebut dijelaskan Ho et al. (1997) yang melaporkan adanya

10
fluktuasi data pada aktivitas enzim glukosa oksidase, lisoenzim, dan pepsin yang
diberi perlakuan kejut medan listrik dengan kekuatan medan listik yang berbeda.
Ho melaporkan bahwa perlakuan kekuatan medan listrik sebesar 15 kV
meningkatkan persentase inaktivasi relatif pepsin menjadi 250 % sedangkan pada
kekuatan medan listrik yang lebih besar yaitu 20 kV, inaktivasi relatif pepsin hanya
sebesar 150 %.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil penelitian menunjukkan data yang fluktuatif. Kejut medan listrik
dengan intensitas 20 kV dan ragam durasi yang dilakukan belum cukup untuk
menginaktivasi mikrob dan amilase pada tepung terigu dan kedelai.

Saran
Penelitian lanjutan dapat dilakukan dengan durasi yang lebih singkat
mengacu pada hasil penelitian yang menunjukkan bahwa lamanya durasi perlakuan
tidak selalu meningkatkankan derajat inaktivasi. Selain itu perlu juga dilakukan
variasi intensitas medan listrik yang digunakan. Pengukuran protease diperlukan
untuk bahan pangan sumber protein seperti tepung kedelai.

DAFTAR PUSTAKA
Adam G, Duncan H. 2001. Development of a sensitive and rapid method for the
measurement of total microbial activity using fluorescein diacetate (FDA) in a
range of soils. Soil Biol Biochem. 33: 943-951.
Barbosa-Canovas GV, Altunakar B. 2006. Pulsed electric fields processing of
foods: An overview. Di dalam: Raso J, Heinz V, editor. Food Pulsed Electric
Fields Technology for the Food Industry. Fundamentals and Applications. New
York (US): Springer. hlm 3-26.
Barsotti L, Dumay E, Mu TH, Fernandez D, Cheftel JC. 2001. Effects of high
voltage electric pulses on protein-based food constituents and structure. Food
Sci Technol. 12: 136-144.
Bendicho S, Barbosa-Canovas GV, Martin O. 2002. Reduction of protease activity
in simulated milk ultrafiltrate by high instensity pulsed electric field. Institute of
Food Technologies Annual Meeting. Aneheim (US): 91E-19.
Bendicho S, Barbosa-Canovas GV, Martin O. 2003. Reduction of protease activity
in milk by continuous flow high-intensity pulsed electric field treatment. J Dairy
Sci. 86: 697-703.
Blessington T, Theofel CG, Harris LJ. 2013. A dry-inoculation method of nut
kernels. Food Microbiol. 33: 292-297.

11
van den Bosch HFM. 2007. Chamber design and process conditions for pulsed
electric field treatment of food. Di dalam: Lelieveld HLM, Notermans S, de
Haan SWH, editor. Food Preservation by Pulsed Electric Field from Research
to Application. Cambridge (UK): Woodhead Publishing Ltd. hlm: 70-93
Castro AJ, Swansson BG, Barbosa-Canovas GV, Dunker AK. 2001a. Pulsed
electric field denaturation of bovine alkaline phosphatase. Di dalam: BarbosaCanovas GV, Zhang QH, editor. Pulsed Electric Field in Food Processing.
Fundamental Aspects and Application. Lancaster (US): Technomic Publishing
Inc. hlm 83-103.
Castro AJ, Swansson BG, Barbosa-Canovas GV, Zhang QH. 2001b. pulsed electric
field modification of milk alkaline phosphatase activity. Di dalam: BarbosaCanovas GV, Zhang QH, editor. Pulsed Electric Field in Food Processing.
Fundamental Aspects and Application. Lancaster (US): Technomic Publishing
Inc. hlm 65-82.
Cueva OA. 2009. Pulsed electric field influences on acid tolerance, bile tolerance,
protease activity and growth characteristics of Lactobacillus acidophilus LA-K.
[Tesis]. Graduate Faculty of the Louisiana State University and Agricultural and
Mechanical College.
Doevenspeck H. 1961. Influencing cells and cells walls by electrostatic impulses.
Fleischwirtschaft. 13 (12): 968-987.
[EFSA] European Food Safety Authority. 2009. The community summary report
on food-borne outbreaks in The European Union in 2007. EFSA J. 7: 217.
Estiasih T, Kgs Ahmadi. 2009. Teknologi Pengolahan Pangan. Malang (ID):
Penerbit Bumi Aksara.
Giner J, Gimeno V, Palomes M, Barbosa-Canovas GV, Martin O. 2003. Lessening
polygalacturonase activity in a comercial enzyme preparationby exposure to
pulsed electric fields. Eur Food Res Technol. 217: 43-48.
Giner J, Grouberman P, GimenoV, Martin O. 2005. Reduction of pectin esterase
activity in a commercial enzyme preparation by pulsed electric field:
Comparison of inactivation kinetic model. J Sci Food Agric. 85:1613-1621.
Grahl T, Markl H. 1996. Killing of microorganisms by pulsed electric field. Appl
Microbiol Biotechnol. 45:148-157.
Gudmundsson M, Haffsteinsson H. 2001. Effect of electric field pulses on
microstructure of muscle food and roes. Food Sci Technol. 12: 122-128.
Hafsteinsson H, Gudmundsson M, Arnarson GO, Jonsson A, Siguroardottir MS.
2000. High electric pulses: Food safety quality, and critical parameters.
Technoligal Institute of Iceland (IceTec).
Ho SY, Mittal GS, Cross JD. 1997. Effects of high field electric pulses on the
activity of selected enzymes. J Food Eng. 31: 69-84.
Hulsheger H, Potel G, Niemann EG. 1983. Electric field effect on bacteria and yeast
cells. Radiat Environ Biophys. 22:149-162.
Kusnandar F. 2010. Kimia Pangan: Komponen Makromolekul. Jakarta (ID): Dian
Rakyat.
van Loey A, Verachter B, Hendrickx M. 2002. Effects of high electric field pulses
on enzymes. Trends Food Sci Technol. 12: 94-102.
Martin-Belloso O, Elez-Martinez P. 2005. Enzymatic inactivation by pulsed
electric field. Di dalam: Sun DW, editor. Emerging Technologies for Food
Processing. London (UK): Elsevier. hlm 155-181.

12
Matser AM, Schuten HJ, Mastwijk HC. 2007. Toxicological aspects of preservation
of food by pulsed electric field. Di dalam: Lelieveld HLM, Notermans S, de
Haan SWH, editor. Food Preservation by Pulsed Electric Field from Research
to Application. Cambridge (UK): Woodhead Publishing Ltd. hlm: 201-210.
Mazurek B, Lubicki P, Staroniewicz Z. 1995. Effect of short high voltage pulses on
bacteria and fungi. IEEE T Dielect El In. 2(3): 418-425.
Mohamed MAE, Eissa AHA. 2012. Pulsed Elctric Field for Food Processing
Technology. Di dalam: Structure and Function of Food Engineering. Intech. hlm
275-306.
Ortega-Rivas E. 2011. Critical issues pertaining to application of pulsed electric
fields in microbial control and quality of processed fruit juices. Food Bioproc
Technol. 4: 631-645.
Perez OE, Pilosof AMR. 2004. Pulsed electric field effects on the molecular
structure and gelation of B-lactoglobulin concentrate and egg white. Food Res
Int. 37: 102-110.
Piotrowska M, Slizewska K, Biernasiak J. 2013. Mycotoxins in Cereal and
Soybean-Based Food and Feed. Intech. 185-230. doi: 10.5772/54470.
Ramaswamy R, Jin ZT, Balasubramaniam VM, Zhang H. 2009. Pulsed Electric
Processing. Fact Sheet for Food Processors. Departement of Food Science and
Technology. The Ohio State University.
Reina LD, Jin ZT, Zhang QH, Yousef AE. 1998. Inactivation of Listeria
monocytogenes in milk by pulsed electric field. J Food Protect. 61:1203-1206.
Rezazadeh A, Pirzeh L, Hosseini M, Razavieh SV. 2013. Evaluation of fungal
contaminations and humidity percent of consumed flour in the bakeries of Tabriz
city. J Paramed Sci. 4: 83-87.
Rivas A, Sampedro F, Rodrigo D, Martínez A. 2006. Nature of the inactivation of
Escherichia coli suspended in an orange juice and milk beverage. Eur Food Res
Technol. 223: 541-54.
Singh S, Gupta A. 2014. Comparative fermentation studies on amylase production
by Aspergillus flavus TF-8 using Sal (Shorea robusta) deoiled cake as natural
substrate: Characterization for potential application in detergency. Ind Crops
Prod. 57:158–165.
Sitzmann W, Munch EW. 1988. Das ELCRACK verfahren: ein neues verfahren zur
verarbeitung tierischer rohstoffe. Fleischmehlindustrie. 40 (2): 22-28.
Toepfl S, Zunke M, Heinz V, Knorr D. 2006. Pulsed electric field processing of
meat. Food Factory of the Future 3. Gothnburg, Sweden June 6-9.
Vega-Mercado H, Powers JR, Barbosa-Cánovas GV, Leudecke L, Swanson BG.
2001. Change in susceptibility of proteins to proteolysis and the inactivation of
an extracellular protease from Pseudomonas fluorescens M3/6 when exposed to
pulsed electric field. Di dalam: Barbosa-Canovas GV, Zhang QH, editor. Pulsed
Electric Field in Food Processing. Fundamental Aspects and Application.
Lancaster (US): Technomic Publishing Inc. hlm 105-120.
Weaver JC. 2003. Electroporation of biological membranes for multicellular to
nanoscales. IEEE T Dielect El In. 10 (5): 754-768.
Wouters PC, Alavarez I, Angersbach A, Knorr D. 2001. Critical factors determining
inactivation kinetics by pulsed electric field food processing. Food Sci Technol.
12: 112-121.

13
Yang RJ, Li SQ, Zhang QH. 2004a. Effects of pulsed electric fields on the activity
of enzymes in aqueous solution. J Food Sci. 69 (4): 241-248.
Yang RJ, Li S Q, Zhang QH. 2004b. Effect of pulsed electric fields on the activity
and structure of pepsin. J Agric Food Chem. 52(24): 7400-7406.
Zhong K, Hu X, Zhao G, Chen F, Liao X. 2005. Inactivation and conformational
change of horseradish peroxidase induced by pulsed electric field. Food Chem.
92: 473-479.

14
Lampiran 1 Kurva standar fluorescein diasetat

Absorbansi (A)

3
2,5
y = 0,1997x + 0,076
R² = 0,99

2
1,5
1
0,5
0
0

2

4

6

8

10

12

14

Konsentrasi fluorescein (µg/mL)

Lampiran 2 Hidrolisis fluorescein diasetat

Sampel
Tepung
terigu

Tepung
kedelai

Tepung
terigu +
E.coli

Tepung
kedelai+
A. niger

Durasi
(jam)
0
1
2
3
4
5
0
1
2
3
4
5
0
1
2
3
4
5
0
1
2
3
4
5

Absorbansi (A)
Ulangan 1

Ulangan 2

1.365
1.404
1.326
1.305
1.282
1.261
1.445
1.490
1.466
1.275
1.181
1.324
1.496
0.932
0.842
0.632
1.487
1.186
1.232
1.157
1.215
1.070
1.286
0.750

1.379
1.404
1.227
1.300
1.221
1.219
1.398
1.377
1.357
1.376
1.202
1.315
1.352
0.816
0.887
0.721
1.328
1.154
1.297
1.175
1.256
1.180
0.844
0.749

rerata
1.372
1.404
1.277
1.303
1.252
1.240
1.422
1.434
1.412
1.326
1.192
1.320
1.424
0.874
0.865
0.677
1.408
1.170
1.265
1.166
1.236
1.125
1.065
0.750

Konsentrasi
fluorescein
terhidrolisis
(µg/mL)
6.490
6.650
6.012
6.142
5.886
5.829
6.738
6.798
6.688
6.257
5.586
6.227
6.750
3.996
3.948
3.007
6.668
5.478
5.951
5.458
5.806
5.253
4.952
3.373

15
contoh perhitungan konsentrasi fluorescein terhidrolisis pada tepung terigu 0 jam:
y = . 99 x+ .

absorbansi = 0.1997(Konsentrasi fluorescein terhidrolisis)+ 0.076
Konsentrasi fluorescein terhidrolisis µg/mL =

Absorbansi- 0.076
0.1997

Konsentrasi fluorescein terhidrolisis µg/mL =

1.372- 0.076
=6.490
0.1997

Absorbasni (A)

Lampiran 3 Kurva standar glukosa
1,000
0,900
0,800
0,700
0,600
0,500
0,400
0,300
0,200
0,100
0,000

y = 0,1673x - 0,0995
R² = 0,996

0

1

2

3

4

5

6

7

Konsentrasi glukosa (ppm)

Lampiran 3 Persentase inaktivasi mikrob pada berbagai durasi kejut medan listrik
Sampel (%)
Durasi
perlakuan
(Jam)

Tepung terigu

1
-2
2
7
3
5
4
9
5
10
Keterangan : (−) terjadi aktivasi mikrob
Contoh Persentase aktivitas mikrob 1 jam
Persentase 1 jam =

Tepung
kedelai
-1
1
7
17
8

Tepung
terigu +
E.coli
41
42
55
1
19

(Perlakuan 1 jam - perlakuan 0 jam

perlakuan 0 jam
(6.650 - 6.490
=
×−
%
6.490
= -2%

×−

Tepung
kedelai +
A. niger
8
2
12
17
43

%

16
Lampiran 4 Persentase inaktivasi amilase pada berbagai durasi kejut medan listrik
Sampel (%)
Durasi
perlakuan
(Jam)

Tepung terigu

Tepung kedelai

1
-12
-46
2
-18
50
3
5
-9
4
20
-6
5
37
73
Keterangan : (−) terjadi aktivasi amilase
Contoh Persentase aktivitas amilase 1 jam
Persentase 1 jam =

Tepung
terigu +
E.coli
5
-5
2
7
33

(Perlakuan 1 jam - perlakuan 0 jam

perlakuan 0 jam
(0.240 - 0.215
=
×−
%
0.215
= -12%

×−

Tepung
kedelai +
A. niger
70
43
82
-12
48

%

Lampiran 5 Aktivitas amilase

Durasi

18
17

Absorbansi blanko (A)

Absorbansi sampel (A)

A terkoreksi

[glukosa] (ppm)

Aktivitas amilase
(unit/g)

0.693

0.547

3.864

0.215

0.862

0.855

0.623

4.316

0.240

0.817

0.820

0.662

4.549

0.253

0.696

0.588

0.642

0.514

3.667

0.204

0.189

0.539

0.679

0.609

0.421

3.108

0.173

0.240

0.240

0.588

0.501

0.545

0.305

2.418

0.134

0.727

0.756

1.158

1.183

1.171

0.415

3.075

0.171

0.441

0.391

0.416

0.996

1.141

1.069

0.653

4.495

0.250

2

0.788

0.771

0.780

0.952

0.920

0.936

0.157

1.530

0.085

3

0.598

0.664

0.631

1.105

1.082

1.094

0.463

3.359

0.187

4

0.564

0.508

0.536

1.020

0.942

0.981

0.445

3.255

0.181

5

0.500

0.510

0.505

0.605

0.485

0.545

0.040

0.834

0.046

0

0.085

0.087

0.086

0.086

0.082

0.084

-0.002

0.583

0.032

1

0.083

0.079

0.081

0.075

0.074

0.075

-0.007

0.556

0.031

2

0.062

0.057

0.060

0.061

0.063

0.062

0.003

0.610

0.034

3

0.065

0.065

0.065

0.059

0.064

0.062

-0.004

0.574

0.032

4

0.048

0.044

0.046

0.04

0.035

0.0375

-0.0085

0.544

0.030

5

0.030

0.077

0.054

0.018

0.020

0.019

-0.035

0.389

0.022

0

0.330

0.340

0.335

0.784

0.825

0.805

0.470

3.401

0.189

1

0.518

0.624

0.571

0.640

0.644

0.642

0.071

1.019

0.057

Sampel

(jam)

Ulangan 1

Ulangan 2

rerata

Ulangan 1

Ulangan 2

rerata

Tepung
terigu

0

0.158

0.134

0.146

0.691

0.695

1

0.223

0.242

0.233

0.848

2

0.196

0.120

0.158

0.822

3

0.135

0.121

0.128

4

0.178

0.199

5

0.239

0

0.784

1

Tepung
kedelai

Tepung
terigu +
E.coli

Tepung
kedelai+
A. niger

17

2

0.375

0.340

0.358

0.657

0.503

0.580

0.223

1.925

3

0.215

0.086

0.151

0.201

0.105

0.153

0.003

0.610

0.034

0.107

Lampiran 5 Aktivitas amilase (lanjutan):
4

0.322

0.332

0.327

0.876

0.848

0.862

0.535

3.793

0.211

5

0.170

0.157

0.164

0.331

0.391

0.361

0.198

1.775

0.099

contoh perhitungan konsentrasi amilase pada tepung terigu 0 jam:
Absorbansi terkoreksi = Absorbansi rerata sampel + Absorbasi rerata blanko
= 0.693- 0.146 = 0.547
Konsentrasi glukosa (ppm): y = 0.1673x - 0.0995
absorbansi = 0.1673 Konsentrasi fluorescein terhidrolisis) - 0.0995
Konsentrasi amilase =

Absorbansi + 0.0995
0.1637

Konsentrasi amilase =

0.547 + 0.0995
= 3.864
0.1637

Aktivitas amilase (U/g) = [glukosa]
= 3.864

µg
mL

µg
mL

x

x

1 µmol
BM µg

1 µmol
180 µg

x

x

volume ekstrak (mL)
bobot substrat (g)

5 mL enzim
0.2 g substrat

x

x

volume larutan (mL)
volume enzim (mL)

.5 mL enzim

0.125 mL enzim

x

1
10 menit

x

1
t(menit)

= 0.215

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 8 Juni 1993 dari ayah bernama
Rosid dan ibu bernama Uum. Penulis merupakan anak terakhir dari delapan
bersaudara. Tahun 2011 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah
Atas di SMA Negeri 5 Bogor, Jawa Barat dan pada tahun yang sama penulis
melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor (IPB). Di IPB penulis menempuh
pendidikan mayor Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Pada tahun 2014, penulis melaksanakan praktik lapangan di Laboratorium Ekologi
dan Fisiologi, Puslit Biologi LIPI Cibinong, dengan judul “Produksi
Polyhydroxyalkanoate (PHA) Menggunakan Limbah Cair Kelapa Sawit”. Selama
masa perkuliahan penulis aktif di berbagai organisasi, antara lain menjadi anggota
divisi Comunication and Information Center (CIC) dalam organisasi Community of
Research and Education in Biochemistry (CREBs) periode 2012-2013 dan anggota
kementrian Komunikasi dan Informasi dalam organisasi Badan Eksekutif
Mahasiswa Keluarga Mahasiswa IPB (BEM-KM IPB) periode 2013-2014. Selain
itu, penulis juga pernah mengikuti beberapa kepanitian seperti Pesta Sains Nasional
2013, Journalistic Fair 2014, dan Metro TV on Campus pada tahun 2014.