Analisis Pengaruh Variabel Mikroekonomi Dan Makroekonomi Terhadap Penyaluran Kredit Pertanian (Studi Kasus Pada Bank Umum Di Indonesia Periode 2007-2013).

ANALISIS PENGARUH VARIABEL KINERJA
MIKROEKONOMI DAN MAKROEKONOMI TERHADAP
PENYALURAN KREDIT PERTANIAN
(Studi Kasus pada Bank Umum di Indonesia Periode 2007-2013)

RIZKY AMANDA

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pengaruh
Variabel Kinerja Mikroekonomi dan Makroekonomi Terhadap Penyaluran Kredit
Pertanian (Studi Kasus pada Bank Umum di Indonesia Periode 2007-2013) adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Rizky Amanda
NIM H14100037

ABSTRAK
RIZKY AMANDA. Analisis Pengaruh Variabel Mikroekonomi dan
Makroekonomi Terhadap Penyaluran Kredit Pertanian (Studi Kasus pada Bank
Umum di Indonesia Periode 2007-2013). Dibimbing oleh DEDI BUDIMAN
HAKIM.
Bank Umum adalah lembaga keuangan yang berfungsi sebagai intermediasi.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh variabel kinerja
mikroekonomi Bank Umum dan makroekonomi Indonesia terhadap penyaluran
kredit pertanian Bank Umum serta perkembangannya untuk periode 2007 sampai
2013. Pengaruh variabel-variabel tersebut dianalisis secara deskriptif dan
kuantitatif, dengan metode VAR/VECM. Bentuk data yang digunakan pada
penelitian adalah time series bulanan dari tahun 2007 sampai 2013. Rata-rata

proporsi penyaluran kredit pertanian Bank Umum terhadap total kredit untuk
periode 2007 sampai 2013 sebesar 5.37%. Penyaluran kredit pertanian Bank
Umum dalam jangka panjang dipengaruhi secara negatif dan signifikan oleh
variabel DPK dan Suku Bunga BI, sedangkan variabel CAR, LDR, ROA, NPL
pertanian, dan inflasi memengaruhi secara positif. Guncangan CAR, LDR, ROA,
NPL pertanian, dan inflasi akan menyebabkan peningkatan, sedangkan guncangan
DPK dan suku bunga BI akan menyebabkan penurunan kredit pertanian dalam
jangka panjang. Variabel DPK, CAR, LDR, ROA, BI rate dan inflasi akan
memberikan perubahan bagi penyaluran kredit pertanian Bank Umum di masa
depan.
Kata Kunci : Bank Umum, kredit pertanian, makroekonomi, mikroekonomi,
VECM

ABSTRACT
RIZKY AMANDA. Influence Analysis of Microeconomic and Macroeconomic
Performance Variables on Agricultural Credit Distribution (Case Study on
Commercial Bank in Indonesia Period 2007-2013). Supervised by DEDI
BUDIMAN HAKIM.
Commercial Bank is a financial institution that serves as an intermediary.
This study analyzes the effect of microeconomic and macroeconomic

performances of Indonesia to agricultural credit supply of Commercial Bank and
its development for the period 2007 to 2013. Descriptive and quantitative methods
using VAR/VECM tools are elaborated to observed the effects. Monthly time
series data from 2007 until 2013 are utilized in this study. The result shows that
the average proportion of agricultural credit to total credit of Commercial Bank
for the period of 2007 to 2013 is 5.37 percent. Commercial Bank agricultural
credit disbursement negatively significantly in long-term affected by variables
DPK, and BI rate, while variables CAR, LDR, ROA, NPL agriculture, and
inflation disbursement negatively significantly. Shock CAR, LDR, ROA, NPL
agriculture, and inflation will increase, while shock DPK and BI rate will lower
Commercial Bank agricultural in the long run. DPK, CAR, LDR, ROA, BI rate
and inflation changes will provide for the distribution of agricultural credit
Commercial Bank in future.
Keywords:
agricultural
credit,
Commercial
Bank,
macroeconomic,
microeconomic, VECM.


ANALISIS PENGARUH VARIABEL KINERJA
MIKROEKONOMI DAN MAKROEKONOMI TERHADAP
PENYALURAN KREDIT PERTANIAN
(Studi Kasus pada Bank Umum di Indonesia Periode 2007-2013)

RIZKY AMANDA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


PRAKATA
Puji dan syukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Pengaruh
Variabel Kinerja Mikroekonomi dan Makroekonomi Terhadap Penyaluran Kredit
Pertanian (Studi Kasus pada Bank Umum di Indonesia Periode 2007-2013).
Ucapan terimakasih yang mendalam penulis ucapkan kepada :
1. Bapak Dr.Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec selaku dosen pembimbing
yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan dalam
menyelesaikan karya ilmiah ini.
2. Ibu Dr.Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si dan Ibu Laily Dwi Arsyianti, S.E,
M.Sc selaku dosen penguji, atas segala kritikan dan saran yang
membangun sehingga penulis mendapat pengetahuan baru serta dapat
mengetahui kelemahan dan kekurangan untuk perbaikan karya ilmiah
ini.
3. Ibunda tercinta almh. Nunung Suzana, Ayah Happy Librayanto serta
kakak-kakak dan adik yang selalu memberikan dukungan dalam segala
bidang, doa, motivasi, keuangan dan kasih sayangnya.
4. Keluarga Besar Solo yang tidak henti-hentinya memberikan nasehat dan
pelajaran hidup kepada penulis.
5. Keluarga Besar Ilmu Ekonomi (Dosen beserta staf) yang telah

memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis.
6. Rekan seperjuangan bimbingan skripsi, Annisa Karema, Arifin Darsono,
Pradila Maulida, Novia Triwulan.
7. Sahabat seperjuangan Putri Kusuma Liski dan Bagus Prakoso yang telah
banyak membantu dalam penyusunan karya ilmiah ini.
8. Teman-teman Ilmu Ekonomi 47, Kakak Kelas Ilmu Ekonomi (Tika),
Adik Kelas Ilmu Ekonomi (Sara) yang telah membantu selama
penyusunan skripsi serta memberikan dukungan dan semangatnya.
9. Teman-teman HMI (Aki dan Aziz) yang memberikan saran dan
pemikirannya kepada penulis dalam penyelesaian karya ilmiah ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014
Rizky Amanda

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi


DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

6


Tujuan Penelitian

6

Manfaat Penelitian

6

Ruang Lingkup Penelitian

7

TINJAUAN PUSTAKA

7

Definisi Bank secara Umum

7


Bank menurut UU No. 10 Tahun 1998

7

Bank Umum dan Pasal 6 UU No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Kegiatan
Usaha Bank Umum
8
Kredit

9

Dasar-Dasar Pemberian Kredit Bank

10

Teori Keynessian

11

Pentingnya Sektor Pertanian dan Lembaga Pembiayaanya


12

Variabel Mikroekonomi dan Makroekonomi Kredit

12

Penelitian Terdahulu

15

Kerangka Pemikiran

16

Hipotesis

18

METODOLOGI PENELITIAN


19

Jenis dan Sumber Data

19

Definisi Operasional

19

Metode Analisis Data

19

Analisis Vector Autoregression (VAR)

20

Metode Granger Causality

21

Impuls Response Function (IRF)

21

Forecast Error Variance Decomposition (FEVD)

21

Analisis Vector Error Correlation Model (VECM)

22

Pengolahan Data

22

Model Penelitian

23

GAMBARAN UMUM

24

Peran Pertanian di Indonesia

24

Pembanguanan Pertanian di Indonesia

25

Permasalahan Pertanian di Indonesia

26

HASIL DAN PEMBAHASAN
Perkembangan Kredit Pertanian

27
27

Hubungan Variabel Mikroekonomi Bank Umum dan Makroekonomi Indonesia
terhadap Penyaluran Kredit Pertanian oleh Bank Umum
28
Hasil Uji Unit Root Test

28

Hasil Uji Lag Optimum

29

Hasil Uji Stabilitas VAR

30

Hasil Uji Kointegrasi

30

Hasil Uji Granger Causality

31

Hasil Estimasi VECM

31

Hasil Impuls Respons Function (IRF)

34

Hasil Forecasting Error Variance Decomposition (FEVD)

36

Penjelasan Secara Keseluruhan

37

SIMPULAN DAN SARAN

40

Simpulan

40

Saran

40

DAFTAR PUSTAKA

41

LAMPIRAN

43

RIWAYAT HIDUP

63

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6

Hasil Uji Stasioneritas
Hasil Uji Lag Optimum
Hasil Uji Stabilitas
Hasil Uji Kointegrasi
Hasil Uji Granger Causality
Hasil Estimasi VECM

29
29
30
31
31
31

DAFTAR GAMBAR
1 Tren Total DPK, Aktiva Produktif dan Jumlah Kredit
2 Penyaluran KUR menurut Sektor Ekonomi oleh Tujuh Bank Penyalur
KUR di Indonesia
3 Penyaluran Kredit Bank Umum menurut Sektor Ekonomi
4 Kurva Permintaan dan Penawaran Kredit
5 Kerangka Pemikiran
6 Penyaluran Kredit Pertanian Bank Umum Tahun 2007 sampai 2013
7 Respon Kredit Pertanian akibat Guncangan DPK dan CAR
8 Respon Kredit Pertanian akibat Guncangan LDR dan ROA
9 Respon Kredit Pertanian akibat Guncangan NPL dan Suku Bunga BI
10 Respon Kredit Pertanian akibat Guncangan Inflasi
11 Variance Decomposition Kredit Pertanian
12 Komposisi Tabungan, Deposito dan Giro pada Bank Umum
13 Tren Total Kredit, Kredit Pertanian dan DPK

3
4
5
12
18
28
34
35
35
36
37
38
39

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Data yang Digunakan
Uji Stasioneritas
Uji Granger Causality
Uji Kointegrasi
Uji Lag Optimum
Uji Stabilitas VAR
Estmasi VECM Jangka Panjang dan Jangka Pendek
Impuls Respon
FEVD

43
45
52
52
53
54
55
58
60

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu tolak ukur pembangunan nasional adalah pembangunan ekonomi
dimana sektor ekonomi selalu menjadi fokus pemerintah dalam melaksanakan
pembangunan baik jangka pendek maupun jangka panjang. Kini setelah masa
krisis terlewati, perbaikan sektor ekonomi tetap menjadi prioritas utama.
Pembangunan ekonomi tidak dapat terlepas dari perkembangan berbagai macam
lembaga keuangan. Salah satu di antara lembaga-lembaga keuangan tersebut yang
nampaknya paling besar peranannya dalam pembangunan ekonomi adalah
lembaga keuangan bank, yang lazimnya disebut bank (Santosa 2012).
Bank adalah lembaga keuangan (financial institution) yang berfungsi
sebagai perantara keuangan (financial intermediary) antara pihak yang kelebihan
dana (surplus unit) dan pihak yang kekurangan dana (deficit unit). Melalui bank,
kelebihan dana tersebut dapat disalurkan kepada pihak–pihak yang memerlukan
dan memberikan manfaat bagi kedua belah pihak. Bank menerima simpanan uang
dari masyarakat (Dana Pihak Ketiga) dan kemudian menyalurkannya kembali
dalam bentuk kredit (Pratama 2010) atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak.
Menurut Kasmir (2008), pembangunan ekonomi di suatu negara sangat
bergantung pada perkembangan dinamis dan kontribusi nyata dari sektor
perbankan. Ketika sektor perbankan terpuruk perekonomian nasional juga ikut
terpuruk. Demikian pula sebaliknya, ketika perekonomian mengalami stagnasi
sektor perbankan juga terkena imbasnya dimana fungsi intermediasi tidak berjalan
normal.
Sektor pertanian sangat strategis kedudukannya daripada subsektor lainnya.
Indonesia dengan luas areal tanah pertanian yang begitu luas, strategi
pembangunan ekonomi pada sektor pertanian dan industri pertanian harus menjadi
lokomotif pembangunan. Indonesia sebagai negara agraris, pembangunan
ekonomi dan industri berbasis pertanian adalah pilihan yang sangat tepat, karena
tersedianya sumber daya alam yang melimpah, sumber daya manusia yang banyak,
dan tradisi bertani yang mendarah daging dengan sendirinya. Hal itu digunakan
untuk membangun infrastruktur yang memadai, teknologi dan industri yang tepat
guna serta pemasaran hasil pertanian yang kompetitif.
Bank merupakan lembaga yang dapat menyalurkan modal bagi petani pada
sektor pertanian. Sebagai lembaga intermediasi antara unit surplus dengan unit
defisit dan sumber utama dana bank berasal dari masyarakat sehingga secara
moral mereka harus menyalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit.
Dalam hal ini peran bank dapat membantu petani untuk mendorong meningkatkan
produktivitas sektor pertanian di Indonesia.
Kredit pertanian merupakan salah satu kebutuhan penting bagi mayoritas
petani di sejumlah negara, terutama di negara berkembang yang berbasiskan
pertanian. Menurut Darmawanto (2008), kebijakan di bidang perkreditan yang
ditempuh pemerintah sebagai bagian integral dari kebijakan pembangunan
ekonomi nasional bersifat pragmatis dan senantiasa disesuaikan dengan
perkembangan permasalahan pokok yang dihadapi perekonomian nasional. Dalam

2
rangka meningkatkan produksi pangan untuk mendukung swasembada pangan
guna meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke
arah peningkatan kesejahteraan rakyat, pemerintah berupaya memberikan bantuan
modal dana murah melalui kredit perbankan yang bersifat masal antara lain
dengan mengeluarkan kebijakan kredit di sektor pertanian berupa Kredit Usaha
Tani (KUT). KUT ini merupakan kredit program merujuk pada ekonomi
kerakyatan yang bertujuan untuk meningkatkan hasil dan mutu pertanian sehingga
pendapatan dan sekaligus taraf hidup petani dapat meningkat, yaitu dengan
memberikan kredit secara masal pada para petani. Oleh karena itu, pemberian
kredit program biasanya sejalan atau dijadikan sebagai unsur pelancar bagi
program pembangunan pertanian lainnya.
Kegiatan Direktorat Pembiayaan Tahun Anggaran 2011 adalah Kredit Usaha
Rakyat (KUR), Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE), Pengembangan
Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP), Bantuan Penanggulangan Padi Puso (BP3).
Dari empat kegiatan tersebut, PUAP dan BP3 merupakan kegiatan Bantuan Sosial
yang pendanaannya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian. Sementara untuk
kegiatan KUR dan KKPE, Direktorat Pembiayaan berperan sebagai regulator
untuk kredit sektor pertanian dengan menyusun pedoman umum atau pedoman
teknis KUR dan KKPE. Program KKPE dapat dijabarkan berdasarkan komoditas
dan jenis usaha. Terhitung sejak 2008 hingga 2012, bank-bank pelaksana KKPE
telah berhasil menyalurkan pinjaman sebesar Rp10 045 Miliar, dengan proporsi
83.05% di Pulau Jawa dan 16.95% di Luar Pulau Jawa. Sementara untuk KUR
telah berhasil mengembangkan jumlah debiturnya dari tahun ke tahun terhitung
sejak 2009 hingga 2011. Sebanyak 11,908,460 debitur terjaring sepanjang tahun
tersebut dalam program KUR sektor pertanian dengan kredit terserap sejumlah
Rp114 870 Miliar (Kementerian Pertanian 2012).
Perusahaan perbankan yang beroperasi di Indonesia meliputi beberapa jenis
dan dalam penelitian ini, bank yang digunakan adalah Bank Umum. Bank Umum
adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dan dapat
menciptakan uang giral serta menyalurkan dana tersebut kepada masyarakat
dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya. Termasuk dalam pengertian bank
umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan
atau berdasarkan prinsip syariah. Bank umum dikelompokkan menjadi Bank
Persero, Bank Pemerintah Daerah, Bank Swasta Nasional, Bank Asing dan Bank
Campuran (Bank Indonesia 2009).
Gambar 1 menunjukkan kinerja Bank Umum yang mengalami pertumbuhan
dalam tujuh tahun terakhir. Terlihat pada dana pihak ketiga (DPK), total aktiva
produktif dan jumlah kredit yang disalurkan semakin bertambah dari tahun ke
tahun.

Miliar Rupiah

3
4,500,000
4,000,000
3,500,000
3,000,000
2,500,000
2,000,000
1,500,000
1,000,000
500,000
0
Tahun

DPK

2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
1,510,834 1,753,292 1,973,042 2,338,824 2,784,912 3,225,198 3,663,968

Total Aktiva Produktif 1,851,990 2,242,282 2,464,256 2,831,871 3,426,350 3,616,989 4,115,372
Total Kredit

1,002,012 1,307,688 1,437,930 1,765,845 2,200,094 2,707,862 3,292,874

Sumber: Bank Indonesia, 2013

Gambar 1. Tren Total DPK, Aktiva Produktif dan Jumlah Kredit
Gambar 1 selain menjelaskan tentang peningkatan kinerja Bank Umum
periode 2007 sampai 2013, sebenarnya juga menunjukkan kendala. Dari sisi
ketersediaan dana, secara teoritis sebetulnya lembaga perbankan formal memiliki
potensi besar untuk pembiayaan permodalan. Namun demikian, perbankan yang
mempunyai legalitas dalam menghimpun dana masyarakat dalam jumlah sangat
besar, ternyata belum maksimal dalam penyaluran kredit. Pada gambar 1, terlihat
total aktiva produktif yang lebih besar daripada jumlah total kredit yang
dikucurkan, menunjukkan adanya dana mengendap yang belum disalurkan Bank
Umum dalam menjalankan kegiatan usahanya. Setidaknya hal ini dapat diketahui
dari proporsi kredit yang disalurkan oleh Bank Umum yang masih relatif rendah.
Menurut Kementerian Koodinator Bidang Perekonomian (2013), Bank-bank
yang ditunjuk oleh Kementerian Keuangan untuk menyalurkan program KKPE
dan KUR adalah Bank BNI, Mandiri, BRI, BTN, Bukopin, Bank Syariah Mandiri,
Bank Nagari, Bank DKI, Bank Jabar Banten, Bank Jateng, BPD DIY, Bank Jatim,
Bank NTB, Bank Kalbar, Bank Kalteng, Bank Kalsel, Bank Sulut, Bank Maluku,
dan Bank Papua.
Gambar 2 menunjukkan penyaluran KUR berdasarkan sektor ekonomi dan
terlihat sektor pertanian bukan merupakan fokus utama dalam penyaluran kredit.
Pada penelitian ini penulis memfokuskan topik terhadap penyaluran kredit untuk
sektor pertanian karena sektor pertanian dapat menjadi modal besar dalam
pembangunan ekonomi Indonesia. Menurut Departemen Tenaga Kerja (2008),
peran penting sektor ini adalah mampu menyerap tenaga kerja sebesar 44%. Peran
lain dari sektor pertanian adalah menjaga ketersediaan pangan di Indonesia
(Kementrian Pertanian 2012).

4
dalam juta rupiah
Pertanian
24,689,731
Pertambangan 111,689
Perdagangan, Restoran&Hotel
Pengangkutan,Pergudangan&Komunikasi 1,916,672
Listrik,Gas&Air 71,528
3,834,545
Industri Pengolahan
Konstruksi 2,038,193
Jasa dunia usaha
6,148,077
Jasa Kemasyarakatan
4,189,272
Lainnya
17,302,145
Sumber: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2013

78,247,537

Gambar 2 Penyaluran KUR menurut Sekor Ekonomi oleh Tujuh Bank Penyalur
KUR di Indonesia
Sampai bulan Desember 2013, bank nasional yang menyalurkan KUR
sebanyak 7 (tujuh) bank yaitu Bank Nasional Indonesia (BNI), Bank Rakyat
Indonesia (BRI), Bank Mandiri, Bank Tabungan Negara (BTN), Bank Bukopin,
Bank Syariah Mandiri (BSM) dan Bank Negara Indonesia Syariah (BNI Syariah).
Dilihat dari sisi sektor ekonomi, penyaluran KUR oleh Bank Pelaksana masih
didominasi oleh sektor perdagangan. Penyaluran di sektor ini mencapai Rp 78.24
triliun. Sektor pertanian menjadi sektor kedua yang terbesar menyerap KUR dari
bank pelaksana yaitu sebesar Rp 24.7 triliun.
Menurut Wicaksono (2007), kondisi tidak memadainya penyaluran kredit
untuk sektor pertanian karena risiko ketidakpastian, menuntut campur tangan
pemerintah. Peningkatan peran sektor pertanian tidak bisa terlepas dari kebutuhan
dana yang cukup besar. Dana yang diberikan dapat berupa pembiayaan atau kredit
yang salah satu sumbernya dari perbankan.
Meskipun sektor pertanian tidak mendapat proporsi utama dalam
pembiayaan tetapi Bank Umum tetap memberikan perhatiannya pada sektor
pertanian. Menurut Hutagaol et al (2009), sebuah perusahaan akan dapat
meningkatkan outputnya melalui investasi dari dana kredit. Artinya, sumber
pembiayaan dunia usaha termasuk pertanian tergantung pada kredit perbankan.
Kebutuhan pembiayaan pertanian khususnya pangan terdapat pada tahap pra
panen (pembibitan dan penanaman), masa panen dan pasca panen. Peningkatan
produksi pangan menjadi suatu kebijakan yang harus ditempuh agar ketersediaan
produk pertanian tercukupi. Petani yang pada dasarnya tidak mempunyai
likuiditas dan dianggap tidak bankable, selayaknya terus digiring untuk berupaya
dalam peningkatan produksi pangan melalui pemberian dukungan kredit.
Pemberian dukungan kredit dipandang sebagai suatu insentif agar petani lebih
produktif dalam menjalankan kegiatan pertanian (Tyastika 2013).
Gambar 3 menunjukkan peran Bank Umum dalam mengembangkan sektor
pertanian melalui penyaluran kreditnya. Kredit pertanian yang disalurkan Bank
Umum mencakup aspek pertanian itu sendiri, perburuan dan sarana pertanian.
Cakupan aspek tersebut sebenarnya sudah meliputi kebutuhan pembiayaan pada
pertanian. Proporsi kredit pertanian diketahui tetap jauh lebih kecil jika
dibandingkan dengan proporsi kredit lain-lain, industri pengolahan, perdagangan,
restoran dan hotel serta konstruksi.

5
5%

Pertanian, Perburuan dan Kehutanan

4%

Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan

34%

Listrik, gas dan air

18%

Konstruksi

2%

Perdagangan, restoran, hotel
Pengangkutan, pergudangan, komunikasi

4%
20%

2%
6%

5%

Jasa dunia usaha
Jasa sosial/masyarakat
Lain-lain

Sumber: Bank Indonesia, 2013.

Gambar 3 Penyaluran Kredit Bank Umum menurut Sektor Ekonomi
Keberadaan bank-bank yang termasuk di dalam Bank Umum telah tersebar
di seluruh wilayah Indonesia dan berperan dalam memajukan perekonomian
negara memiliki peluang untuk mengembangkan sektor pertanian. Akses publikasi
yang mudah diterima oleh masyarakat, membuat masyarakat mengetahui dimana
dapat menyalurkan dananya atau meminjam dana sebagai modal usaha. Kondisi
wilayah Indonesia yang sebagian besar daratannya adalah lahan pertanian dapat
dipandang sebagai suatu potensi. Asumsinya bahwa Bank Umum yang hadir di
setiap daerah mengenal betul kondisi setempat, sehingga perhitungan risiko-imbal
hasil cukup akurat.
Berdasarkan gambaran pertanian Indonesia dan masalah permodalan bagi
petani tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh dari kinerja
mikroekonomi Bank Umum dan makroekonomi Indonesia tehadap penyaluran
kredit pertanian.
Perilaku penawaran kredit perbankan bukan hanya dipengaruhi dana yang
bersumber dari Dana Pihak Ketiga (DPK) tetapi dapat juga dipengaruhi dari faktor
internal atau variabel mikroekonomi Bank Umum seperti Loan to Deposit Ratio
(LDR) untuk melihat seberapa besar tingkat likuiditas dalam menentukan
kemampuannya untuk membayar kewajiban jangka pendek, Capital Adequacy
Ratio (CAR) yang dilihat dari seberapa besar kecukupan modal yang dimiliki
perbankan, Non Performing Loan (NPL) dalam perbankan ketika debitur tidak
dapat membayarkan peminjaman kredit, Return on Assets (ROA) yang dilihat dari
kesehatan perbankannya ketika mendapatkan laba, sedangkan dalam faktor
eksternal atau makroekonomi terdapat suku bunga Bank Indonesia (BI rate) dan
inflasi.
Pendekatan dari sisi kinerja digunakan dalam penelitan ini karena kinerja
merupakan cerminan kemampuan bank dalam mengelola dan mengalokasikan
sumber dananya. Kinerja yang semakin baik seharusnya memengaruhi penyaluran
kredit yang semakin besar pula.

6
Perumusan Masalah
Berbekalkan perjalanan pembangunan sektor pertanian Indonesia hingga
saat ini masih belum dapat menunjukkan hasil yang maksimal jika dilihat dari
tingkat kesejahteraan petani dan kontribusinya pada pendapatan nasional. Meski
demikian sektor ini merupakan sektor yang sangat banyak menampung luapan
tenaga kerja dan sebagian besar penduduk yang tergantung padanya. Kelangkaan
kredit pertanian dapat berpengaruh terhadap produktivitas dan pendapatan petani
khususnya bagi petani skala kecil.
Data Bank Indonesia menunjukkan penyaluran kredit untuk sektor pertanian
oleh Bank Umum masih sangat kecil. Proporsi kredit untuk sektor pertanian lebih
kecil atau tidak sebanding dengan total kredit yang disalurkan oleh Bank Umum
pada kinerja Bank Umum dalam menghimpun dana pihak ketiga dan total aktiva
produktif yang dimiliki. Mengingat Indonesia adalah negara yang memiliki
wilayah pertanian yang luas. Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang
akan dibahas dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana perkembangan penyaluran kredit pertanian oleh Bank Umum
periode 2007 sampai 2013?
2. Bagaimana pengaruh variabel kinerja mikroekonomi Bank Umum (DPK,
CAR, LDR, ROA dan NPL) dan variabel makroekonomi Indonesia (suku
bunga Bank Indonesia dan inflasi) terhadap penyaluran kredit pertanian Bank
Umum?terhadap penyaluran kredit pertanian Bank Umum?

Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini terkait dengan
permasalahan yang telah dijelaskan sebelumnya adalah :
1. Menganalisis perkembangan penyaluran kredit pertanian oleh Bank Umum
periode 2007 sampai 2013.
2. Menganalisis pengaruh variabel kinerja mikroekonomi Bank Umum dan
variabel makroekonomi Indonesia terhadap penyaluran kredit untuk sektor
pertanian oleh Bank Umum.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan kegunaan bagi
pihak yang berkepentingan diantaranya bank-bank yang masuk dalam kelompok
Bank Umum, Bank Indonesia, dan juga akademisi. Manfaat tersebut yaitu:
1. Bagi Bank Umum dapat dijadikan masukan dalam menentukan kebijakan
dalam hal penyaluran kredit untuk sektor pertanian.
2. Bagi Bank Indonesia dan pemerintah untuk menjadi bahan pertimbangan
pengambilan kebijakan terkait keberadaan dan peran Bank Umum di
Indonesia yang mempunyai karakteristik yang berbeda satu sama lain.
Sekaligus bahan pertimbangan dalam hal yang berkaitan dengan kebijakan
penyaluran kredit pertanian.

7
3. Bagi akademisi dapat dijadikan referensi atau bahan penelitian berikutnya.
Dikarenakan masih sedikitnya penelitian yang mengangkat khususnya dalam
permasalahan penyaluran kredit sektor pertanian.

Ruang Lingkup Penelitian
Mengingat banyaknya jumlah bank di Indonesia, maka penulis dalam
penelitian ini memiliki batasan yaitu data Bank Umum yang digunakan
merupakan akumulatif dari bank-bank yang masuk dalam kelompok Bank Umum
(Bank Persero, Bank Pemerintah Daerah, Bank Swasta Nasional, Bank Asing dan
Bank Campuran) di seluruh Indonesia.
Pada penelitian ini penulis menggunakan data sekunder yang diperoleh dari
situs resmi Bank Indonesia dan lembaga-lembaga terkait. Penelitian ini
menganalisis perkembangan penyaluran kredit pertanian oleh Bank Umum
periode 2007 sampai 2013. Lingkup penelitian ini juga menganalisis pengaruh
kinerja mikroekonomi Bank Umum dan variabel makroekonomi Indonesia
terhadap penyaluran kredit pertanian oleh Bank Umum.

TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Bank secara Umum
Pustaka Bank adalah lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi orang
perseorangan, badan-badan usaha swasta, badan-badan usaha milik negara,
bahkan lembaga-lembaga pemerintahan menyimpan dana-dana yang dimilikinya.
Melalui kegiatan perkreditan dan berbagai jasa yang diberikan, bank melayani
kebutuhan pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi
semua sektor perekonomian (Hermansyah 2005).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bank adalah usaha di bidang
keuangan yang menarik dan mengeluarkan uang di masyarakat, terutama
memberikan kredit dan jasa di lalu lintas pembayaran dan peredaran uang. Prof.
G.M. Verryn Stuart dalam bukunya Bank Politik, berpendapat bahwa bank adalah
suatu badan yang bertujuan yang memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan alatalat pembayarannya sendiri atau dengan uang yang diperolehnya dari orang lain,
maupun dengan jalan mengedarkan alat-alat penukar baru berupa uang giral.
Berdasarkan dari beberapa pengertian di atas dapat dikatakan bahwa bank
adalah badan usaha yang menjalankan kegiatan menghimpun dana dari
masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada pihak-pihak yang membutuhkan
dalam bentuk kredit dan memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Bank menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah
diubah dengan Pasal 1 butir 2 Undang-Undang No.10 Tahun 1998 merumuskan:
“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam

8
bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak.”
Bank Umum dan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan, Kegiatan Usaha Bank Umum
Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvesional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank Umum terdiri dari bank
devisa nasional baik pemerintah maupun swasta, bank nondevisa swasta nasional
dan bank asing atau campuran. Kegiatan utama bank umum, kecuali bank umum
nondevisa adalah menghimpun dana masyarakat dalam bentuk giro, deposito
berjangka dan tabungan, memberi kredit untuk tujuan modal kerja maupun
investasi, serta melakukan transaksi perdagangan luar negeri (Hermansyah 2005).
Menurut ketentuan Pasal 6 UU No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan, kegiatan
usaha yang dapat dilakukan oleh bank umum adalah sebagai berikut:
1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro,
deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan bentuk lainnya.
2. Memberikan kredit.
3. Menerbitkan surat pengakuan utang.
4. Membeli, menjual, atau menjamin atas resiko sendiri maupun untuk
kepentingan dan atas perintah nasabahnya.
5. Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun kepentingan
nasabah.
6. Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjam dana kepada
bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun
dengan wesel unjuk, cek, atau sarana lainnya.
7. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan
perhitungan dengan antar pihak ketiga.
8. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga.
9. Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu
kontrak.
10. Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam
bentuk surat berharga yang tidak tercatat bursa efek.
11. Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit, dan kegiatan wali
amanat.
12. Menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan
prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak
bertentangan dengan undang-undang dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

9
Kredit
Dalam Pasal 1 butir 11 UU No.10 Tahun 1998 dirumuskan bahwa kredit
adalah “Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan
pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi hutangnya setelah jangka
waktu tertentu dengan pemberian bunga”. Berdasarkan undang-undang tersebut
menunjukkan bahwa prestasi yang wajib dilakukan oleh debitur atas kredit yang
diberikan kepadanya adalah tidak semata-mata melunasi utangnya tetapi juga
disertai dengan bunga sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati sebelumnya.
Kata kredit sebenarnya berasal dari Bahasa Yunani, yaitu “Credere” yang
berarti kepercayaan atau “Credo” yang artinya saya percaya. Dengan demikian
dasar pemberian kredit adalah kepercayaan dan keyakinan. Kepercayaan dan
keyakinan bahwa debitur akan dapat melunasi hutangnya sesuai dengan perjanjian
atau tepat waktu.
Perilaku dalam pemberian kredit berdasarkan sosial ekonomi adalah kriteria
penilaian kredit dipusatkan kepada faktor-faktor yang tidak hanya penerima kredit
sebagai pihak yang menikmati hasil kredit namun juga masyarakat sekitarnya.
Bank dalam memberikan kredit melihat pula dari aspek kebutuhan masyarakat,
sehingga kemakmuran masyarakat meningkat. Bank tidak hanya berorientasi
mencari keuntungan saja dalam menyalurkan kreditnya (Simorangkir, 2004).
Pada dasarnya fungsi pokok dari kredit adalah untuk pemenuhan jasa
pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat (to Service the Society) dalam rangka
mendorong dan melancarkan perdagangan, produksi dan jasa-jasa yang
kesemuanya ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Sinungan (2000) dalam Tyastika (2013) menjelaskan bahwa pemberian
kredit adalah minimal akan memberikan manfaat pada:
1. Bagi bank, kredit diharapkan dapat menjadi sumber utama pendapatan bank
yang berguna bagi kelangsungan hidup bank tersebut.
2. Bagi debitur, pemberian kredit oleh bank dapat digunakan untuk
memperlancar usaha dan selanjutnya meningkatkan gairah usaha sehingga
terjadi kontinuitas perusahaan.
3. Bagi Masyarakat (Negara), pemberian kredit oleh bank akan meningkatkan
kegiatan ekonomi masyarakat, menyerap tenaga kerja dan mensejahterakan
masyarakat.
Peran kredit sangat dibutuhkan dalam melaksanakan pembangunan ekonomi.
Dalam pembangunan ekonomi terdapat tiga komponen penting, yaitu
pertumbuhan, perubahan struktur ekonomi, dan pengurangan jumlah kemiskinan.
Pertumbuhan ekonomi yang baik dapat ditunjukkan dari adanya peningkatan
produksi (output). Dimana peningkatan produksi (output) tersebut hanya dapat
dicapai dengan cara menambahkan jumlah input atau adanya penerapan teknologi
yang baru. Dan untuk penerapan teknologi baru tersebut, maka akan dibutuhkan
modal pula. Dengan kata lain, bahwa untuk melaksanakan pembangunan
dibutuhkan peningkatan penggunaan modal pula. Modal dapat bersumber dari
modal sendiri ataupun dari pinjaman (kredit). Namun mengingat modal sendiri
umumnya kurang mencukupi untuk penggunaan modal, maka kebutuhan akan
kredit yang tepat waktu akan sangat diperlukan (Hutagaol 2009).

10
Menurut Kasmir (2008), mengemukakan bahwa unsur-unsur kredit terdiri
atas:
1. Kepercayaan, yaitu suatu keyakinan pemberi kredit bahwa kredit yang
diberikan akan benar-benar diterima kembali di masa tertentu di masa yang
akan datang. Kepercayaan ini diberikan oleh bank, dimana sebelumnya sudah
dilakukan penelitian penyelidikan tentang nasabah baik secara internal
maupun eksternal. Penelitian dan penyelidikan tentang kondisi masa lalu dan
sekarang terhadap nasabah pemohon kredit.
2. Kesepakatan, yaitu adanya kesepakatan antara pemberi kredit dan penerima
kredit. Kesepakatan ini dituangkan dalam suatu perjanjian dimana
masingmasing pihak menandatangani hak dan kewajibannya.
3. Jangka Waktu. Setiap kredit yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu.
Jangka waktu mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati.
Jangka waktu tersebut bisa berbentuk jangka pendek, menengah atau panjang.
4. Risiko. Adanya suatu tenggang waktu pengembalian akan menyebabkan suatu
risiko tidak tertagih atau macetnya pemberian kredit. Kredit yang berjangka
waktu lama risikonya semakin besar, demikian pula sebaliknya. Risiko yang
disengaja oleh nasabah yang lalai maupun yang tidak disengaja menjadi
tanggungan bank.
5. Balas Jasa, yaitu keuntungan atas pemberian suatu kredit atau jasa, yang
dikenal dengan istilah bunga. Balas jasa dalam bentuk bunga dan biaya
administrasi kredit ini merupakan keuntungan bank.

Dasar-Dasar Pemberian Kredit Bank
Menurut Hermansyah (2005), untuk mencegah terjadi kredit bermasalah,
penilaian suatu bank untuk memberikan suatu persetujuan terhadap permohonan
kredit dilakukan dengan berpedoman kepada Formula 4P dan Formula 5C.
Formula 4P dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Personality. Pihak bank mencari data secara lengkap mengenai kepribadian
pemohon kredit, antara lain riwayat hidup, pengalaman berusaha, pergaulan
dalam masyarakat, dan lain-lain.
2. Purpose. Selain mengenai kepribadian dari pemohon kredit, bank juga harus
mencari data tentang tujuan penggunaan kredit tersebut sesuai line of business
kredit bank yang bersangkutan.
3. Prospect. Dalam hal ini bank harus melakukan analisis dengan cermat dan
mendalam tentang bentuk usaha yang dilakukan oleh pemohon kredit.
4. Payment. Bahwa dalam penyaluran kredit, bank harus mengetahui dengan
jelas mengenai kemampuan dari pemohon kredit untuk melunasi utang kredit
dalam jumlah dan jangka waktu yank ditentukan.
Mengenai Formula 5C bias diuraikan sebagai berikut:
1. Character (Karakter). Pemberian kredit harus memiliki sifat saling percaya
diantara kreditor dan debitor. Pemberi pinjaman harus melihat karakter
peminjam, sehingga tujuan kredit yang diharapkan dapat tercapai. Kejujuran,
integritas dan tekad baik dari peminjam akan dinilai sebelum kredit diberikan;

11
2. Capital (Modal). Penilaian terhadap capital yang dimaksudkan adalah
penilaian terhadap jumlah dana atau modal yang dimiliki calon peminjam
sehingga akan dapat diketahui bagaimana kondisi keuangannya;
3. Capacity (Kapasitas). Penilaian yang diberikan kepada calon peminjam
mengenai kemampuan dalam melunasi kewajibannya, dapat dilihat dari
kegiatan usaha yang akan diberikan tambahan kredit dari bank. Pihak bank
akan dapat mengukur sampai sejauh mana calon peminjam mampu
mengembangkan usahanya dari tambahan modal yang akan diberikan pihak
bank nantinya dan juga untuk mengetahui kemampuan penerima pinjaman
dalam membayar kembali kewajibannya sebagai peminjam;
4. Collateral (Jaminan). Collateral merupakan jaminan yang diserahkan oleh
peminjam sebagai jaminan atas kreditnya. Jaminan penerima kredit juga
dinilai agar pihak pemberi kredit merasa aman, dimana apabila sewaktuwaktu
kredit yang dipinjam tidak dikembalikan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku, maka pihak pemberi kredit dapat menggunakan jaminan peminjam
untuk digadaikan;
5. Condition of Economic (Kondisi Ekonomi). Condition berarti kondisi-kondisi
yang dapat mempengaruhi usaha tersebut baik yang akan mendukung usaha
atau juga kondisi-kondisi tersebut dapat berupa kondisi ekonomi, politik,
bahkan kondisi internal rumah tangga yang akan mempengaruhi prospek
usaha tersebut ke depannya.

Teori Keynessian
Keynes mengatakan bahwa tingkat bunga adalah balas jasa yang diterima
seseorang karena orang tersebut tidak menimbun uang atau balas jasa yang
diterima seseorang karena mengorbankan preferensi likuiditasnya. Menurut
Keynes, semakin besar liquidity preference seseorang, semakin besar keinginan
orang tersebut untuk menahan uang tunai, maka semakin besar pula tingkat bunga
yang diterima orang tersebut bilamana ia meminjamkan uang tersebut kepada
orang lain. Pendapat Keynes ini sangat berbeda dengan pendapat aliran klasik,
dimana tingkat bunga menurut teori klasik adalah premi yang diterima karena
menunda konsumsinya pada masa yang akan datang.
Permintaan uang mempunyai hubungan yang negatif dengan tingkat bunga.
Hubungan negatif antara permintaan uang dengan tingkat bunga ini dapat
diterangkan oleh Keynes. Dia mengatakan bahwa masyarakat mempunyai
pendapat tentang adanya tingkat bunga nominal. Bilamana tingkat bunga turun
dari tingkat bunga normal, dalam masyarakat ada suatu keyakinan akan naik suku
bunga masa yang akan datang. Bila masyarakat memegang obligasi (surat
berharga) pada saat suku bunga naik, pemegang obligasi tersebut akan mengalami
kerugian (Purnamahadi 2011).
Menurut Stiglitz dan Greenwald (2003) dalam Wibowo (2008), Teori
Keynesian menyatakan bahwa suku bunga kredit berhubungan positif dengan
jumlah penawaran kredit, dan sebaliknya berhubungan negatif dengan jumlah
permintaan kredit, yang artinya peningkatan suku bunga kredit dapat
meningkatkan jumlah penawaran kredit, namun sebaliknya peningkatan suku
bunga tersebut dapat menurunkan jumlah permintaan kredit

12
r (suku bunga)

Kurva penawaran kredit
r*
Kurva permintaan kredit
L*

L (jumlah kredit)

Sumber: Stiglitz dan Greenwald (2003)

Gambar 4 Kurva Permintaan dan Penawaran Kredit

Pentingnya Sektor Pertanian dan Lembaga Pembiayaanya
Menurut Supriatna (2009) dalam Tyastika (2013) menjelaskan sektor
pertanian dan pedesaan memiliki peran strategis dalam pembangunan nasional
yaitu sebagai sumber mata pencaharian sebagian besar penduduk, penyumbang
PDRB, berkontribusi terhadap ekspor (devisa) dan penyedia pangan serta gizi.
Pembangunan pertanian mengalami permasalahan kompleks salah satunya
ketersediaan sumber pembiayaan yang murah, mudah dan cepat. Kredit
merupakan bagian dari usaha tani. Lembaga kredit produksi merupakan faktor
pelancar pembangunan pertanian. Artinya, untuk meningkatkan produksi, petani
perlu memiliki modal lebih banyak untuk membeli bibit unggul, obat-obatan,
pupuk, dan alat pertanian.
Masalah seputar penyediaan modal dan sulitnya akses ke perbankan umum
adalah kendala yang sering dilontarkan oleh para petani, baik petani tradisionil,
pedagang maupun pengumpul hingga industri rumah tangga yang berbasis
pertanian. Kredit sektor pertanian termasuk kredit produktif yang menghasilkan
barang berupa bahan makanan utama rakyat Indonesia, membicarakan kredit
sektor pertanian dengan sendirinya tidak akan terlepas dari pola tata hidup
pertanian yang selalu terkait dengan keadaan alam, luas tanah garapan, pola tanam,
dan musim.

Variabel Mikroekonomi dan Makroekonomi Kredit
Berdasarkan tinjauan teori Keynessian dan dasar-dasar pemberian kredit,
maka dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa variabel bebas seperti
DPK, CAR, LDR, NPL pertanian dan ROA sebagai indikator kinerja
mikroekonomi Bank Umum. Sedangkan untuk indikator kondisi makroekonomi
Indonesia menggunakan variabel suku bunga BI dan inflasi. Variabel-variabel
tersebut diuraikan dalam penjelasan berikut.
Sumber dana pihak ketiga atau dana masyarakat adalah dana-dana yang
berasal dari masyarakat, baik perorangan maupun badan usaha, yang diperoleh
bank dengan menggunakan berbagai instrumen produk simpanan yang dimiliki
oleh bank. Dana masyarakat adalah dana terbesar yang dimiliki oleh bank dan

13
sesuai dengan fungsi bank sebagai penghimpun dana dari pihak-pihak yang
kelebihan dana dalam masyarakat (Kuntjoro 2002). Dalam UU Perbankan No. 10,
Tahun 1998 dana yang dihimpun bank umum dari masyarakat tersebut biasanya
berbentuk simpanan giro (demand deposit), simpanan tabungan (saving deposit),
dan simpanan deposito (time deposit).
Dana-dana yang dihimpun dari masyarakat (DPK) ternyata merupakan
sumber dana terbesar yang paling diandalkan oleh bank (bisa mencapai 80% 90% dari seluruh dana yang dikelola oleh bank) (Dendawijaya 2005). Kegiatan
bank setelah menghimpun dana dari masyarakat luas dalam bentuk simpanan giro,
tabungan, dan deposito adalah menyalurkan kembali dana tersebut kepada
masyarakat yang membutuhkannya. Kegiatan penyaluran dana ini dikenal juga
dengan istilah alokasi dana. Pengalokasian dana dapat diwujudkan dalam bentuk
pinjaman atau lebih dikenal dengan kredit (Kasmir 2008). DPK ini yang
selanjutnya digunakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui
penyaluran kredit dan DPK diharapkan berkorelasi positif dengan penawaran
kredit.
Capital Adequacy Ratio (CAR) yaitu rasio yang memperlihatkan seberapa
jauh seluruh aktiva bank yang mengandung risiko ikut dibiayai dari dana modal
sendiri bank, di samping dana yang bersumber dari luar bank. Rasio ini digunakan
untuk mengukur kemampuan bank dalam membayar kembali simpanan nasabah
pada saat ditarik. Semakin tinggi rasio ini semakin tinggi pula kemampuan
likuiditas bank. Semakin tinggi likuiditas bank, maka tingkat penyaluran kreditnya
akan semakin tinggi pula. CAR dirumuskan sebagai berikut (Dendawijaya 2005):
CAR =

Modal Bank
Aktiva Tertimbang menurut Risiko

x 100% ……………….. (1)

Tingkat kolektibilitas kredit yang dianggap bermasalah dan dapat
mengganggu kegiatan operasional adalah kredit macet atau dikenal dengan Non
Performing Loan (NPL) yang mana merupakan persentase kredit bermasalah
(dengan kriteria kurang lancar, diragukan dan macet terhadap total kredit yang
disalurkan). NPL ini dapat juga diartikan sebagai pinjaman yang mengalami
kesulitan pelunasan baik akibat faktor kesengajaan yang dilakukan oleh debitur
maupun faktor ketidaksengajaan yang berasal dari faktor luar (Meydianawathi
2007).
Setiap bank harus dapat menjaga NPL-nya dibawah 5%, hal ini sejalan
dengan ketentuan Bank Indonesia. Jika pada suatu bank memiliki jumlah NPL
yang terlalu tinggi maka bank tersebut harus menyediakan pencadangan yang
lebih besar sehingga modal bank dapat ikut terkikis. Padahal, besarnya modal
sangat mempengaruhi besarnya ekspansi kredit. Jumlah NPL yang besar membuat
perbankan sulit untuk menyalurkan kreditnya kepada masyarakat (Yuwono 2012).
Rasio NPL dirumuskan sebagai berikut:
NPL =

Kredit yang Bermasalah
Kredit yang disalurkan

x 100% ……………………….. (2)

Profitabilitas di sini biasanya menggunakan rasio ROA (Return On Asset)
yaitu tingkat laba yang diperoleh bank. Dengan kredit sebagai salah satu sumber

14
pemasukan terbesar bagi bank, maka bank harus bijak dalam menentukan tingkat
suku bunga yang ditetapkan baik untuk tingkat suku bunga pendanaan maupun
suku bunga simpanan. Jangan sampai suku bunga simpanan lebih besar
dibandingkan suku bunga kredit yang mengakibatkan tingkat laba yang diperoleh
akan semakin kecil dikarenakan bank menggunakan keuntungannya untuk
membayar bunga kepada deposan. Selain itu, tingkat keuntungan yang dihasilkan
oleh bank akan terkait dengan keseimbangan jumlah dana yang mampu dihimpun
dan jumlah dana yang mampu disalurkan (Triasdini 2010).
Apabila rentabilitas yang dimiliki bank umum meningkat maka jumlah
kredit yang mampu disalurkan juga akan ikut meningkat. Hal itu sejalan dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Meydianawathi (2006), jumlah kredit
investasi dan kredit modal kerja yang yang disalurkan bank umum kepada sektor
UMKM akan bertambah apabila rentabilitas bank umum terus meningkat. ROA
dirumuskan sebagai berikut:
ROA =

Laba sebelum Pajak
Total Aset

x 100% ……………...………….. (γ)

Loan to Deposit ratio (LDR) adalah rasio keuangan perusahaan perbankan
yang berhubungan dengan aspek solvabilitas. LDR sendiri merupakan indikator
dalam pengukuran fungsi intermediasi perbankan di Indonesia. Sesuai dengan
Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004, rasio LDR
dihitung dari pembagian kredit yang diberikan kepada pihak ketiga (tidak
termasuk antarbank) dengan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang mencakup giro,
tabungan, dan deposito (tidak termasuk antarbank). Semakin tinggi LDR
menunjukkan semakin besar pula DPK yang dipergunakan untuk penyaluran
kredit, yang berarti bank telah mampu menjalankan fungsi intermediasinya
dengan baik. Disisi lain LDR yang terlampau tinggi dapat menimbulkan risiko
likuiditas bagi bank (Pratama 2010). Tujuan perhitungan LDR untuk mengetahui
serta menilai sampai berapa jauh bank memiliki kondisi sehat dalam menjalankan
kegiatan usahanya. LDR adalah indikator kerawanan suatu bank. LDR
dirumuskan sebagai berikut:
LDR =

Kredit Tersalur
Jumlah DPK

x 100% ……………………………… (4)

Secara sederhana inflasi diartikan sebagai meningkatnya harga-harga secara
umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak
dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan
kenaikan harga) pada barang lainnya. Kebalikan dari inflasi disebut deflasi.
Tingkat inflasi ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran
terhadap barang dan jasa yang mencerminkan perilaku para pelaku pasar atau
masyarakat. Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku masyarakat tersebut
adalah ekspektasi terhadap inflasi di masa yang akan datang. Ekspektasi inflasi
yang tinggi akan mendorong masyarakat untuk mengalihkan aset finansial yang
dimilikinya menjadi asset riil, seperti tanah, rumah, dan barang-barang konsumsi
lainnya. Begitu juga sebaliknya ekspektasi inflasi yang rendah akan memberikan

15
insentif terhadap masyarakat untuk menabung serta melakukan investasi pada
sektor-sektor produktif (Hutagalung 2012).
BI Rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance
kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada
publik. BI Rate diumumkan oleh Dewan Gubernur Bank Indonesia setiap Rapat
Dewan Gubernur bulanan dan diimplementasikan pada operasi moneter yang
dilakukan Bank Indonesia melalui pengelolaan likuiditas (liquidity management)
di pasar uang untuk mencapai sasaran operasional kebijakan moneter. Sasaran
operasional kebijakan moneter dicerminkan pada perkembangan suku bunga Pasar
Uang Antar Bank Overnight (PUAB O/N). Pergerakan di suku bunga PUAB ini
diharapkan akan diikuti oleh perkembangan di suku bunga deposito, dan pada
gilirannya suku bunga kredit perbankan.
Dengan mempertimbangkan pula faktor-faktor lain dalam perekonomian,
Bank Indonesia pada umumnya akan menaikkan BI Rate apabila inflasi ke depan
diperkirakan melampaui sasaran yang telah ditetapkan, sebaliknya Bank Indonesia
akan menurunkan BI Rate apabila inflasi ke depan diperkirakan berada di bawah
sasaran yang telah ditetapkan (Bank Indonesia 2014).

Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian Mayda Tyastika (2013) yang dianalisis menggunakan
metode VAR/VECM menunjukkan bahwa penyaluran kredit pertanian BPD
signifikan negatif pada jangka pendek dipengaruhi variabel LDR, CAR dan DPK.
Penyaluran kredit pertanian BPD signifikan positif pada jangka panjang
dipengaruhi variabel suku bunga kredit investasi dan ROA, serta negatif oleh
variabel LDR, DPK suku bunga kredit modal kerja, dan suku bunga SBI.
Pratama (2010) dengan judul Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Kebijakan Penyaluran Kredit Perbankan (Bank Umum di Indonesia Periode 20052009) menunjukkan bahwa DPK berpengaruh positif dan signifikan. CAR dan
NPL berpengaruh negatif signifikan. Suku bunga SBI berpengaruh positif tetapi
tidak signifikan terhadap penyaluran kredit perbankan. Estimasi model
menggunakan metode ordinary least square (OLS) dengan regresi linear berganda.
Hasil penelitian Hutagaol (2009) yang berjudul Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Pencairan Pinjaman Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Sektor
Agribisnis (BRI Cigombong-Bogor) dengan menggunakan metode purposive
sampling dengan analisis regresi linear berganda, menunjukkan lama usaha
berjalan, pendapatan bersih rumah tangga per tahun, tingkat pendidikan nasabah,
nilai agunan, jarak usaha dengan BRI tidak berpengaruh nyata terhadap pencairan
kredit.
Wicaksono (2007) dengan judul Analisis Faktor- Faktor yang
Mempengaruhi Penyaluran Kredit Pertanian oleh Bank BRI di Indonesia. Hasil
penelitiannya menunjukkan penyaluran kredit pertanian oleh BRI antara tahun
2002 -2006 secara marjinal selalu mengalami peningkatan. Faktor-faktor yang
mempengaruhinya adalah GDP sektor pertanian dan NPL. NPL adalah faktor
yang paling berpengaruh. Metode yang digunakan metode ordinary least square
(OLS) dengan regresi linear berganda.

16
Hasil penelitian Rusdiana (2012) menunjukkan variabel bebas CAR, LDR,
dan DPK tidak berpengaruh secara signifikan terhadap ROA karena nilai
signifikansinya berada diatas 0.05, sementara itu variabel bebas NIM, NPL, dan
BOPO berpengaruh secara signifikan terhadap ROA karena nilai signifikansinya
kurang dari 0.05. Dari keenam variabel bebas atau independen diatas yang
hipotesisnya ditolak yaitu LDR. Estimasi model menggunakan metode purposive
sampling dengan analisis regresi linear berganda.
Darmawanto (2008) dengan judul Pengembangan Kredit Sektor Pertanian
(Tinjauan Pada PT. BPD Jawa Tengah) menggunakan metode purposive sampling
dengan analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kebijakan-kebijakan tersebut ada yang tidak sinkr