Analisis Pengaruh Variabel Kinerja Mikroekonomi dan Makroekonomi terhadap Penyaluran Kredit Pertanian (Studi Kasus Bank Pembangunan Daerah di Indonesia).

ANALISIS PENGARUH VARIABEL KINERJA
MIKROEKONOMI DAN MAKROEKONOMI TERHADAP
PENYALURAN KREDIT PERTANIAN
(Studi Kasus Bank Pembangunan Daerah di Indonesia)

MAYDA TYASTIKA

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

ABSTRAK
MAYDA TYASTIKA. Analisis Pengaruh Variabel Kinerja Mikroekonomi dan
Makroekonomi terhadap Penyaluran Kredit Pertanian (Studi Kasus Bank
Pembangunan Daerah di Indonesia). Dibimbing oleh TANTI NOVIANTI.
Bank Pembangunan Daerah (BPD) didirikan salah satunya untuk menopang
pembangunan pertanian melalui penyaluran kreditnya. Penelitian ini menganalisis
pengaruh variabel kinerja mikroekonomi BPD dan makroekonomi Indonesia
terhadap penyaluran kredit pertanian BPD serta perkembangannya untuk periode

2005 sampai 2011. Pengaruh variabel-variabel tersebut dianalisis secara diskriptif
dan kuantitatif, dengan metode VAR/VECM. Proporsi penyaluran kredit pertanian
BPD terhadap total kreditnya untuk periode 2005 sampai 2011 sangat kecil
dengan rata-rata sebesar 3,33 persen. Penyaluran kredit pertanian BPD signifikan
negatif pada jangka pendek dipengaruhi oleh variabel LDR, CAR dan DPK.
Penyaluran kredit pertanian BPD signifikan positif pada jangka panjang
dipengaruhi oleh variabel suku bunga kredit investasi dan ROA, serta negatif oleh
variabel LDR, DPK suku bunga kredit modal kerja, dan suku bunga SBI.
Guncangan DPK, LDR, suku bunga kredit investasi dan suku bunga kredit modal
kerja akan meningkatkan penyaluran kredit pertanian BPD dalam jangka panjang.
Guncangan CAR, NPL, ROA, inflasi dan suku bunga SBI akan menurunkan
penyaluran kredit pertanian BPD dalam jangka panjang. CAR, LDR, DPK dan
ROA akan memberikan pengaruh perubahan bagi penyaluran kredit pertanian
BPD di masa depan.
Kata kunci: kredit pertanian, BPD, kinerja mikroekonomi, makroekonomi, VECM

ABSTRACT
MAYDA TYASTIKA. Influence Analysis of Microeconomic and Macroeconomic
Performance Variables on Agricultural Credit Distribution (Case Study of
Regional Development Banks in Indonesia). Supervised by TANTI NOVIANTI.

Regional Development Bank (BPD) was established in part to sustain
agricultural development through credit. This study analyzes the effect of
variables BPD microeconomics performance and Indonesia macroeconomics to
BPD agricultural credit and its development for the period 2005 to 2011.
Influence of these variables were analyzed with descriptive and quantitative,
methods VAR / VECM. The proportion of agricultural credit to total credit BPD
for the period 2005 to 2011 is very small with an average of 3.33 percent.
Agricultural credit disbursement of BPD significantly negatively in short-term
affected by variables LDR, CAR and DPK. Agricultural credit disbursement of
BPD significantly positively in long-term affected by variable interest rate of
investment and ROA, significantly negatively by the variable LDR, DPK, interest
rate of working capital, and interest rates of SBI. Shocks DPK, LDR, interest rate
of investment and working capital will increase agricultural credit BPD in the
long run. Shocks CAR, NPL, ROA, inflation and interest rates of SBI will lower
agricultural credit BPD in the long run. CAR, LDR, DPK and ROA will give
effect to the change in the distribution of agricultural credit BPD in the future.
Keywords: agricultural, credit, BPD, microeconomics, macroeconomics, VECM

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pengaruh
Variabel Kinerja Mikroekonomi dan Makroekonomi terhadap Penyaluran Kredit

Pertanian (Studi Kasus Bank Pembangunan Daerah di Indonesia) adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2013
Mayda Tyastika
NIM H14090082

ANALISIS PENGARUH VARIABEL KINERJA
MIKROEKONOMI DAN MAKROEKONOMI TERHADAP
PENYALURAN KREDIT PERTANIAN
(Studi Kasus Bank Pembangunan Daerah di Indonesia)

MAYDA TYASTIKA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Variabel Kinerja Mikroekonomi dan
Makroekonomi terhadap Penyaluran Kredit Pertanian (Studi Kasus
Bank Pembangunan Daerah di Indonesia).
Nama
: Mayda Tyastika
NIM
: H14090082

Disetujui oleh


Tanti Novianti, M.Si
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur kepada Kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
segala rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul Analisis Pengaruh Variabel Kinerja Mikroekonomi dan
Makroekonomi Terhadap Penyaluran Kredit Pertanian (Studi Kasus Bank
Pembangunan Daerah di Indonesia).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Tanti Novianti, M.Si selaku
pembimbing,, Dr. Sri Mulatsih dan Dr. Wiwiek Rindayati selaku penguji skripsi.
Penulis mengucapkan terima kasih pula kepada Ibunda tercinta Siti Kusumawati,
Papa Primantya E.A, Keluarga Besar Budi Kuncahyo, Keluarga Besar Setiabudi

dan Keluarga Besar Sulawesi, Keluarga Besar Ilmu Ekonomi (Dosen beserta
staff), Sahabat seperjuangan (Alfi, Syifa, Desy, Aryanti, Anindita), Teman-teman
Ilmu Ekonomi 46, Kakak Kelas Ilmu Ekonomi, Tommy Indaryanto, Boogie
Hendra Gunawan, terakhir Indra Marosa.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2013
Mayda Tyastika

RINGKASAN
Bank Pembangunan Daerah (BPD) didirikan salah satunya untuk menopang
pembangunan pertanian melalui penyaluran kreditnya. Penelitian ini menganalisis
pengaruh variabel kinerja mikroekonomi BPD dan makroekonomi Indonesia
terhadap penyaluran kredit pertanian BPD serta perkembangannya untuk periode
2005 sampai 2011. Pengaruh variabel-variabel tersebut dianalisis secara diskriptif
dan kuantitatif, dengan metode VAR/VECM. Proporsi penyaluran kredit pertanian
BPD terhadap total kreditnya untuk periode 2005 sampai 2011 sangat kecil
dengan rata-rata sebesar 3,33 persen. Penyaluran kredit pertanian BPD signifikan
negatif pada jangka pendek dipengaruhi oleh variabel LDR, CAR dan DPK.
Penyaluran kredit pertanian BPD signifikan positif pada jangka panjang

dipengaruhi oleh variabel suku bunga kredit investasi dan ROA, serta negatif oleh
variabel LDR, DPK suku bunga kredit modal kerja, dan suku bunga SBI.
Guncangan DPK, LDR, suku bunga kredit investasi dan suku bunga kredit modal
kerja akan meningkatkan penyaluran kredit pertanian BPD dalam jangka panjang.
Guncangan CAR, NPL, ROA, inflasi dan suku bunga SBI akan menurunkan
penyaluran kredit pertanian BPD dalam jangka panjang. CAR, LDR, DPK dan
ROA akan memberikan pengaruh perubahan bagi penyaluran kredit pertanian
BPD di masa depan.

ABSTRACT
MAYDA TYASTIKA. Influence Analysis of Microeconomic and Macroeconomic
Performance Variables on Agricultural Credit Distribution (Case Study of
Regional Development Banks in Indonesia). Supervised by TANTI NOVIANTI.

Regional Development Bank (BPD) was established in part to sustain
agricultural development through credit. This study analyzes the effect of
variables BPD microeconomics performance and Indonesia macroeconomics to
BPD agricultural credit and its development for the period 2005 to 2011.
Influence of these variables were analyzed with descriptive and quantitative,
methods VAR / VECM. The proportion of agricultural credit to total credit BPD

for the period 2005 to 2011 is very small with an average of 3.33 percent.
Agricultural credit disbursement of BPD significantly negatively in short-term
affected by variables LDR, CAR and DPK. Agricultural credit disbursement of
BPD significantly positively in long-term affected by variable interest rate of
investment and ROA, significantly negatively by the variable LDR, DPK, interest
rate of working capital, and interest rates of SBI. Shocks DPK, LDR, interest rate
of investment and working capital will increase agricultural credit BPD in the
long run. Shocks CAR, NPL, ROA, inflation and interest rates of SBI will lower
agricultural credit BPD in the long run. CAR, LDR, DPK and ROA will give
effect to the change in the distribution of agricultural credit BPD in the future.
Keywords: agricultural, credit, BPD, microeconomics, macroeconomics, VECM

i

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Bank Umum Mishkin
Bank menurut UU no.10 Tahun 1998
Bank Pembangunan Daerah menurut UU no.13 Tahun 1962
Kredit
Pentingnya Sektor Pertanian dan Lembaga Pembiayaannya
Perilaku Penawaran Kredit Perbankan
Pandangan Keynessian
Variabel Mikroekonomi dan Makroekonomi Kredit
Penelitian Terdahulu
Kerangka Pemikiran
Hipotesis
METODE
Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Definisi Operasional
Metode Analisis
Vector Autoregression (VAR)
Granger Causality
Vector Error Correction Model (VECM)
Uji Stasioneritas Data
Pemilihan Lag Optimum
Uji Stabilitas VAR
Uji Kointegrasi
Impulse Respons Function (IRF)
Forecasting Error Variance Decomposition (FEVD)
Model Penelitian

i
iii
iii
iii
1
1
5

5
6
6
6
6
7
7
7
9
9
12
12
15
17
18
19
19
19
19
20
21
21
21
22
22
22
23
23
23

ii

GAMBARAN UMUM
Peran Pertanian di Indonesia
Pembangunan Pertanian di Indonesia
Permasalahan Pertanian di Indonesia
Perkembangan Kredit Pertanian
BPD Penyalur KUR, KKP-E, KKPEN-RP dan KUPS
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Uji Unit Root Test
Hasil Uji Lag Optimum
Hasil Uji Stabilitas VAR
Hasil Uji Kointegrasi
Hasil Uji Granger Causality
Hubungan Variabel Kinerja Mikroekonomi BPD dan Makroekonomi
Indonesia terhadap Penyaluran Kredit Pertanian oleh BPD
Hasil Impuls Respons Function
Hasil Forecasting Error Variance Decomposition (FEVD)
Penjelasan Keseluruhan
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

24
24
25
25
26
27
30
30
31
31
31
32
32
35
38
39
42
42
43
44
46
64

iii

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7

Penelitian Terdahulu
Skim Kredit Program KUR, KKP-E, KPEN-RP dan KUPS oleh BPD
Hasil Uji Stasioneritas
Hasil Uji Lag Optimum
Hasil Uji Kointegrasi
Hasil Uji Granger Causality
Hasil Estimasi VECM

15
28
30
31
31
32
33

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Tren Total DPK, Aktiva Produktif dan Jumlah Kredit
Penyaluran KUR menurut Sektor Ekonomi oleh Tujuh Bank
Penyalur KUR di Indonesia
Penyaluran Kredit BPD menurut Sektor Ekonomi
Permintaan Uang
Kerangka Pemikiran
Penyaluran Kredit Pertanian BPD Tahun 2005 sampai 2011
Respon Kredit Pertanian akibat Guncangan Suku Bunga Kredit
Investasi dan Suku Bunga Kredit Modal Kerja
Respon Kredit Pertanian akibat Guncangan DPK dan Suku NPL
Respon Kredit Pertanian Akibat Guncangan LDR dan inflasi
Respon Kredit Pertanian Akibat Guncangan CAR dan ROA
Respon Kredit Pertanian Akibat Guncangan Suku Bunga SBI
Variance Decomposition Kredit Pertanian
Komposisi Giro, Deposito dan Tabungan pada BPD
Tren SBI BPD, Total Kredit, Kredit Pertanian dan DPK

2
3
4
12
18
29
36
36
37
37
38
39
40
41

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8

Uji Stasioneritas
Uji Granger Causality
Uji Kointegrasi
Uji Lag Optimum
Uji Stabilitas VAR
Estimasi VECM Jangka Panjang dan Jangka Pendek
Impuls Respon
FEVD

46
53
54
54
55
56
60
63

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Fungsi utama perbankan di Indonesia sebagai lembaga intermediasi adalah
menghimpun dan menyalurkan dana kepada masyarakat. Dana yang dihimpun
dari masyarakat dapat berupa tabungan, deposito dan giro, yang selanjutnya akan
disalurkan dalam bentuk kredit. Penyaluran dana dalam bentuk kredit ditekankan
untuk menggerakkan sektor riil. Kegiatan perbankan tersebut bertujuan untuk
menunjang pelaksanaan pemerataan pembangunan, pertumbuhan ekonomi dan
stabilitas nasional, sehingga kesejahteraan umum tercapai (Bank Indonesia, 2012).
Pembangunan ekonomi di Indonesia sangat bergantung kepada
perkembangan dan kontribusi sektor perbankan. Sektor perbankan yang memiliki
modal lebih besar dibanding lembaga keuangan lain, kinerja dan perputaran
uangnya cepat, relatif dipilih masyarakat untuk mengatasi kesulitan modal. Sektor
perbankan yang mengalami keterpurukan akan diikuti pula oleh terpuruknya
perekonomian nasional. Ketika perbankan berada dalam kondisi tersebut, itulah
indikasi dimana fungsi intermediasi tidak berjalan normal (Pratama, 2010).
Bank termasuk lembaga yang menyediakan modal bagi petani. Bank sebagai
lembaga intermediasi, diharapkan dapat membantu petani untuk meningkatkan
produktivitas sektor pertanian di Indonesia. Peran bank untuk mendorong
peningkatan produktivitas sektor pertanian adalah melalui penyaluran kreditnya.
Kredit pertanian akan meningkatkan produktivitas pertanian didukung dengan
penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Penelitan oleh Khandker dan
Faruqee (2003) menyatakan bahwa kredit pertanian memberikan dampak
signifikan tidak hanya terhadap produksi pertanian, tetapi juga terhadap konsumsi
dan kesejahteraan petani. Penelitian oleh Nuryartono, Zeller dan Schwarze dalam
Ritonga et al (2008) menyatakan bahwa tambahan pinjaman bagi petani yang
digunakan untuk aktivitas pertanian dapat meningkatkan produksi hasil padi di
Sulawesi Tengah.
Bank memiliki keunggulan dalam menyalurkan kredit dibandingkan dengan
lembaga keuangan lain. Lembaga keuangan bukan bank seperti koperasi, pada
umumnya tidak memiliki modal sebesar bank, sehingga volume kredit yang
disalurkan tidak lebih besar daripada bank. Hal lain yang menjadi keunggulan
perbankan adalah kemampuannya mengantisipasi risiko gagal bayar oleh nasabah
melalui data riwayat peminjam dan pembinaan penggunaan kredit (Wicaksono,
2007).
Pemerintah sebagai regulator telah menetapkan adanya subsidi bunga dalam
kredit pertanian dari program Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E).
Tingkat bunga bank pelaksana KKP-E ditetapkan 13,25 persen, subsidi bunga
8,25 persen, maka tingkat bunga yang ditanggung peserta KKP-E sebesar 5 persen
(diberlakukan mulai tanggal 1 Oktober 2011 sampai 31 Maret 2012). Hal tersebut
dapat dipandang sebagai peluang bagi petani untuk menyelesaikan masalah
permodalan yang selama ini menghambat usahanya untuk berkembang
(Kementrian Pertanian, 2012).

2

Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang didirikan berdasarkan UU Nomor 13
Tahun 1962, bertujuan untuk menyediakan pembiayaan bagi pelaksanaan usahausaha pembangunan daerah. Usaha-usaha tersebut meliputi pinjaman untuk
keperluan investasi, perluasan, rehabilitasi dan modal kerja yang dapat menunjang
laju ekonomi daerah baik oleh pemerintah maupun swasta. Menurut Sunarsip
(2008), BPD diarahkan untuk menopang pembangunan infrastruktur, UMKM,
pertanian dan kegiatan ekonomi lain dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat.
Kinerja BPD mengalami pertumbuhan dalam tujuh tahun terakhir.
Pertumbuhan kinerja tersebut ditunjukkan pada Gambar 1, dimana dana pihak
ketiga (DPK), total aktiva produktif dan penyaluran kredit bertambah jumlahnya
dari tahun ke tahun. Menurut Sunarsip (2008), indikasi kinerja BPD yang semakin
baik adalah dengan meningkatnya kepercayaan masyarakat untuk menempatkan
dananya di BPD. Adapun komposisi DPK BPD terdiri dari giro, simpanan
masyarakat dan sebagian besar lainnya adalah dana milik pemerintah, khususnya
Pemerintah Daerah (Pemda).

300,000
250,000

Miliar Rupiah

200,000
150,000
100,000
50,000
0
DPK

Tahun

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

85,283

129,141 134,287 143,262 152,251 183,624 235,625

Total Aktiva Produktif

85,078

131,845 140,981 166,823 181,225 209,002 253,121

Jumlah Kredit

44,931

55,955

71,881

96,385

120,754 143,797 175,702

Gambar 1 Tren Total DPK, Aktiva Produktif dan Jumlah Kredit.
Sumber: Bank Indonesia, 2011.
Gambar 1 selain menjelaskan tentang peningkatan kinerja BPD dalam kurun
waktu tujuh tahun terakhir, sebenarnya menunjukkan kendala. Total aktiva
produktif yang lebih besar daripada penyaluran kredit, menunjukkan adanya dana
mengendap yang belum disalurkan BPD dalam menjalankan kegiatan usahanya.
BPD mempunyai karakteristik yang berbeda dari bank umum lain, yaitu DPK
BPD didominasi oleh dana Pemda. Hal tersebut juga masih dipertanyakan
dampaknya, apakah dengan link yang tercipta dengan Pemda akan memengaruhi
kebijakan BPD. Kebijakan BPD yang dimaksud adalah BPD akan lebih banyak
menyalurkan kreditnya untuk keperluan pembangunan daerah, sehingga
perekonomian daerah mengalami pertumbuhan.

3

Menurut Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian (2012), BPD
merupakan salah satu bank pelaksana Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang termasuk
di dalamnya adalah KKP-E. BPD bersama ketujuh bank lain yaitu BRI (KUR dan
Ritel), BNI, BNI Syariah, BTN, Mandiri, Syariah Mandiri dan Bukopin tercatat
sebagai bank-bank yang fokus terhadap pertumbuhan sektor riil melalui
penyaluran KUR. Perkembangan penyaluran KUR sampai pertengahan tahun
2012 menunjukkan BPD yang telah menyalurkan KUR sebanyak 26 bank. Bankbank tersebut adalah Bank Nagari, DKI, Jabar, Jateng, DIY, Jatim, NTB, Kalbar,
Kalteng, Kalsel, Sulut, Maluku, Papua, Aceh, Sumut, Riau, Jambi, Sumsel Babel,
Bengkulu, Lampung, Bali, NTT, Kaltim, Sulteng, Sultra dan Sulselbar.
Gambar 2 menunjukkan bahwa penyaluran KUR berdasarkan sektor ekonomi
salah satunya disalurkan ke sektor pertanian. Penulis memfokuskan topik
penelitian terhadap penyaluran kredit untuk sektor pertanian karena sektor
tersebut memiliki peran penting dalam perekonomian. Menurut Departemen
Tenaga Kerja (2008), peran penting sektor ini adalah mampu menyerap tenaga
kerja sebesar 44 persen. Peran lain dari sektor pertanian adalah dalam menjaga
ketersediaan pangan di Indonesia (Kementrian Pertanian, 2012).

dalam juta rupiah
Pertanian
Pertambangan
Perdagangan, Restoran&Hotel
Pengangkutan,Pergudangan&Komunikasi
Listrik,Gas&Air
Industri Pengolahan
Konstruksi
Jasa dunia usaha
Jasa Kemasyarakatan
Lainnya

13,822,862
57,371
1,360,614
35,124
2,074,928

47,588,093

1,514,979
661,632
189,987
11,080,769

Gambar 2 Penyaluran KUR menurut Sektor Ekonomi oleh Tujuh Bank Penyalur
KUR di Indonesia.
Sumber: Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian, 2012.
Sektor pertanian menempati posisi kedua dalam penyaluran KUR setelah
sektor perdagangan, restoran dan hotel. KUR yang diberikan pada sektor
pertanian tidak lebih dari sepertiga dari KUR yang diberikan kepada sektor yang
menempati posisi pertama. Peran sektor pertanian yang begitu penting tidak
didukung dengan pemberian pembiayaan yang memadai. Menurut Supriatna
(2009), rendahnya minat penyaluran kredit ke sektor pertanian merupakan salah
satu indikasi tidak menariknya sektor ini dari profil risiko-imbal hasil.

4

Kondisi tidak memadainya penyaluran kredit untuk sektor pertanian karena
risiko ketidakpastian, menuntut campur tangan pemerintah. Peningkatan peran
sektor pertanian tidak bisa terlepas dari kebutuhan dana yang cukup besar. Dana
yang diberikan dapat berupa pembiayaan atau kredit yang salah satu sumbernya
dari perbankan (Wicaksono, 2007).
Keterbatasan pemerintah dalam anggaran setidaknya dapat ditransformasi
dalam bentuk regulasi yang berpihak pada sektor pertanian. BPD yang fokus
dalam usaha pembangunan daerah, berdasar UU nomor 13 tahun 1962, memiliki
karakteristik paling sesuai sebagai tonggak pembiayaan sektor pertanian. Menurut
Hutagaol et al (2009), sebuah perusahaan akan dapat meningkatkan outputnya
melalui investasi dari dana kredit. Artinya, sumber pembiayaan dunia usaha
termasuk pertanian tergantung pada kredit perbankan.
Kebutuhan pembiayaan pertanian khususnya pangan terdapat pada tahap pra
panen (pembibitan dan penanaman), masa panen dan pasca panen. Peningkatan
produksi pangan menjadi suatu kebijakan yang harus ditempuh agar ketersediaan
produk pertanian tercukupi. Petani yang pada dasarnya tidak mempunyai
likuiditas dan dianggap tidak bankable, selayaknya terus digiring untuk berupaya
dalam peningkatan produksi pangan melalui pemberian dukungan kredit (Ritonga
et al, 2008). Pemberian dukungan kredit dipandang sebagai suatu insentif agar
petani lebih produktif dalam menjalankan kegiatan pertanian.
Peran BPD dalam mengembangkan sektor pertanian melalui penyaluran
kreditnya dapat dilihat dari Gambar 3. Kredit pertanian yang disalurkan BPD
mencakup aspek pertanian itu sendiri, perburuan dan sarana pertanian. Cakupan
aspek tersebut sebenarnya sudah meliputi kebutuhan pembiayaan pada pertanian.
Proporsi kredit pertanian diketahui jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan
proporsi kredit lain-lain, perdagangan, restoran dan hotel serta konstruksi.

3% 1%

Pertanian, perburuan,sarana pertanian

2%

1%

Pertambangan
Perindustrian

6%

Listrik,gas,air

12%

68%

Konstruksi

2%
2%
3%

Perdagangan,restoran,hotel
Pengangkutan,pergudangan,komunikasi
Jasa dunia usaha
Jasa sosial/masyarakat
Lain-lain

Gambar 3 Penyaluran Kredit BPD menurut Sektor Ekonomi
Sumber: Bank Indonesia, 2011.

5

BPD yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia dan berperan dalam
memajukan perekonomian daerah, memiliki peluang untuk mengembangkan
sektor pertanian. Kondisi wilayah Indonesia yang sebagian besar daratannya
adalah lahan pertanian dapat dipandang sebagai suatu potensi. Asumsinya bahwa
BPD yang hadir di daerah mengenal betul kondisi setempat, sehingga perhitungan
risiko-imbal hasil cukup akurat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh dari variabel kinerja
mikroekonomi BPD dan makroekonomi Indonesia terhadap penyaluran kredit
pertanian. Menurut Kasmir (2008) variabel kinerja mikroekonomi BPD ditinjau
dari rasio likuiditas (LDR), solvabilitas (CAR), profitabilitas (ROA), NPL
pertanian dan DPK. Variabel makroekonomi Indonesia ditinjau dari variabel
inflasi, tingkat suku bunga SBI, suku bunga kredit investasi dan suku bunga kredit
modal kerja (Budiarti, 2012).
Pendekatan dari sisi kinerja digunakan dalam penelitan ini karena kinerja
merupakan cerminan kemampuan bank dalam mengelola dan mengalokasikan
sumber dananya. Kinerja yang semakin baik seharusnya memengaruhi penyaluran
kredit yang semakin besar pula.

Perumusan Masalah
Penyaluran kredit untuk pengembangan sektor pertanian menjadi penting
karena peran strategisnya dalam menyerap tenaga kerja dan menyediakan pangan.
Data Bank Indonesia menunjukkan penyaluran kredit untuk sektor pertanian oleh
BPD sangat kecil. Proporsi kredit untuk sektor pertanian yang hanya 3 persen,
belum menunjukkan arah BPD sebagai agen pembangun pertanian, walaupun
sebenarnya BPD diarahkan salah satunya untuk mengembangkan sektor tersebut.
Rumusan masalah dari pemaparan di atas adalah:
1. Bagaimana perkembangan penyaluran kredit pertanian oleh BPD periode
2005 sampai 2011?
2. Bagaimana pengaruh variabel kinerja mikroekonomi BPD (DPK, CAR, LDR,
ROA dan NPL) terhadap penyaluran kredit pertanian BPD?
3. Bagaimana pengaruh variabel makroekonomi Indonesia (suku bunga SBI,
suku bunga kredit investasi, suku bunga kredit modal kerja dan inflasi)
terhadap penyaluran kredit pertanian BPD?

Tujuan Penelitian

1.
2.
3.

Tujuan penelitian ini adalah:
Menganalisis perkembangan penyaluran kredit pertanian oleh BPD periode
2005 sampai 2011.
Menganalisis pengaruh variabel kinerja mikroekonomi BPD terhadap
penyaluran kredit untuk sektor pertanian oleh BPD.
Menganalisis pengaruh variabel makroekonomi Indonesia terhadap
penyaluran kredit untuk sektor pertanian oleh BPD.

6

Manfaat Penelitian
Penelitan ini diharapkan bermanfaat untuk pihak-pihak terkait diantaranya
BPD, Pemda, akademisi maupun Bank Indonesia. Manfaat tersebut antara lain:
1. Bagi BPD merupakan suatu informasi mengenai pengaruh variabel kinerja
mikroekonomi BPD dan makroekonomi Indonesia terhadap penyaluran kredit
pertanian BPD itu sendiri, sekaligus bahan pertimbangan dalam hal yang
berkaitan dengan kebijakan penyaluran kredit pertanian.
2. Bagi Pemda sebagai pemegang saham dapat mengetahui hal-hal yang
berkaitan dengan penyaluran kredit oleh BPD.
3. Bagi Bank Indonesia dan pemerintah untuk menjadi bahan pertimbangan
pengambilan kebijakan terkait keberadaan dan peran BPD di Indonesia yang
mempunyai karakteristik yang berbeda dari bank pada umumnya.
4. Bagi akademisi dapat dijadikan bahan penelitian berikutnya khususnya dalam
permasalahan penyaluran kredit untuk sektor pertanian.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh melalui situs resmi
Bank Indonesia. Penelitian ini menganalisis perkembangan penyaluran kredit
pertanian oleh BPD periode 2005 sampai 2011. Penelitan ini juga menganalisis
pengaruh variabel kinerja mikroekonomi BPD dan makroekonomi Indonesia
terhadap penyaluran kredit pertanian oleh BPD.
Penelitian ini memiliki keterbatasan diantaranya adalah data BPD yang
digunakan merupakan data BPD akumulatif dari BPD di seluruh Indonesia. Hal
tersebut belum menunjukkan karakteristik BPD secara individual, sehingga hasil
dan kesimpulan yang didapat merupakan generalisasi BPD secara umum.

TINJAUAN PUSTAKA
Bank Umum Mishkin
Bank (banks) adalah lembaga keuangan yang menerima simpanan dan
membuat pinjaman. Termasuk di dalam terminologi, bank adalah perusahaan
seperti bank komersial, asosiasi tabungan dan pinjaman, bank tabungan bersama,
dan koperasi perkreditan. Bank adalah lembaga perantara keuangan di mana ratarata orang sering berinteraksi. Seseorang yang membutuhkan pinjaman biasanya
memperoleh pinjaman tersebut dari bank setempat. Oleh karena bank adalah
lembaga perantara keuangan terbesar dalam perekonomian, maka perlu dipelajari
secara cermat (Mishkin, 2010).

7

Bank menurut UU no.10 Tahun 1998
Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 menjelaskan: “Bank adalah badan
usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.”

Bank Pemerintah Daerah (BPD) dan UU Nomor 13 Tahun 1962
BAB II tentang Maksud dan Usaha BPD
BPD adalah bank-bank yang sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah
(Pemda). BPD didirikan berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 1962. Pasal 4: “Bank
didirikan dengan maksud khusus untuk menyediakan pembiayaan bagi
pelaksanaan usaha-usaha pembangunan daerah dalam rangka Pembangunan
Nasional Semesta Berencana.” Penjelasan lebih lanjut dari pasal tersebut adalah
BPD akan memberikan pinjaman untuk keperluan investasi, perluasan dan
pembaruan proyek-proyek pembangunan di daerah yang bersangkutan. Keperluan
tersebut mencakup pada program yang diselenggarakan oleh Pemda dan
perusahaan-perusahaan campuran antara Pemda dan swasta.
BPD memiliki relasi yang tidak dapat dipisahkan dengan perekonomian
daerah dimana BPD tersebut berdiri. Selain menjalankan kegiatan umum, BPD
juga berfungsi sebagai kasir Pemda seperti dana realisasi APBD. BPD memiliki
karakteristik yang berbeda dengan kelompok bank lainnya (BUMN, swasta, asing
dan campuran) yakni sebagian DPK merupakan dana milik pemerintah khususnya
Pemda. Pendirian BPD adalah untuk mendorong pembangunan di daerah. BPD
diarahkan untuk menopang pembangunan infrastruktur, UMKM, pertanian, dan
kegiatan ekonomi lain dalam rangka pembangunan daerah (Sunarsip 2008).
BPD yang merupakan bagian dari sistem keuangan dituntut untuk
menjalankan fungsi intermediasinya secara optimal dan beroperasi secara efisien
untuk mendukung penguatan stabilitas sistem keuangan. Sebagai bank yang
dimiliki oleh Pemda, BPD bisa berperan lebih besar dalam menggerakkan
pembangunan ekonomi daerah melalui penyaluran kreditnya (Endri, 2009).

Kredit
Pengertian kredit menurut undang-undang perbankan nomor 10 tahun 1998
adalah “Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi hutangnya setelah
jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.” Berdasarkan undang-undang
tersebut, dapat dijelaskan bahwa kredit dapat berbentuk uang atau tagihan
lainnya. Adapun nilai dari pemberian kredit dapat diukur dengan uang. Terdapat
sebuah perjanjian kredit antara peminjam dan pemberi pinjaman mengenai bunga,
jangka waktu kredit dan sanksi jika terjadi pelanggaran perjanjian.

8

Kredit disebut ”credere” yang artinya percaya. Kepercayaan yang dimaksud
adalah kepercayaan diantara pemberi dan penerima kredit. “Kredit adalah
pemberian prestasi (uang dan barang) dengan balas prestasi yang akan terjadi
pada waktu mendatang.” Kredit bersifat kooperatif. Kreditor dan debitor samasama mendapatkan keuntungan dan menanggung risiko dari adanya kredit
tersebut (Simorangkir, 2004).
Perilaku dalam pemberian kredit berdasarkan sosial ekonomi adalah kriteria
penilaian kredit dipusatkan kepada faktor-faktor yang tidak hanya penerima kredit
sebagai pihak yang menikmati hasil kredit namun juga masyarakat sekitarnya.
Bank dalam memberikan kredit melihat pula dari aspek kebutuhan masyarakat,
sehingga kemakmuran masyarakat meningkat. Bank tidak hanya berorientasi
mencari keuntungan saja dalam menyalurkan kreditnya (Simorangkir, 2004).
Tujuan kredit tidak semata-mata mencari keuntungan melainkan disesuaikan
dengan tujuan negara. Tercapainya masyarakat yang adil dan makmur
berdasarkan pancasila adalah dasar tujuannya. Tujuan kredit yang diberikan oleh
suatu bank khususnya bank pemerintah lebih mengacu kepada tugasnya sebagai
agent of development. Tugas-tugas tersebut diantaranya:
1. Turut menyukseskan program pemerintah di bidang ekonomi dan
pembangunan.
2. Meningkatkan aktivitas perusahaan agar dapat menjalankan fungsinya guna
menjamin kebutuhan masyarakat.
3. Memperoleh laba agar kelangsungan hidup perusahaan terjamin dan dapat
memperluas usahanya.
Sinungan (2000) menjelaskan bahwa pemberian kredit adalah minimal akan
memberikan manfaat pada:
1. Bagi bank, kredit diharapkan dapat menjadi sumber utama pendapatan bank
yang berguna bagi kelangsungan hidup bank tersebut.
2. Bagi debitur, pemberian kredit oleh bank dapat digunakan untuk
memperlancar usaha dan selanjutnya meningkatkan gairah usaha sehingga
terjadi kontinuitas perusahaan.
3. Bagi Masyarakat (Negara), pemberian kredit oleh bank akan meningkatkan
kegiatan ekonomi masyarakat, menyerap tenaga kerja dan mensejahterakan
masyarakat.
Peran kredit dibutuhkan dalam melaksanakan pembangunan ekonomi.
Kebutuhan tambahan modal dapat terpenuhi bagi masyarakat dengan adanya
kredit. Terdapat tiga komponen penting dalam pembangunan ekonomi yaitu
pertumbuhan, perubahan struktur ekonomi, dan pengurangan jumlah kemiskinan.
Pertumbuhan ekonomi yang dapat ditunjukkan dari adanya peningkatan
produksi (output). Adapun peningkatan produksi (output) tersebut hanya dapat
dicapai dengan cara menambahkan jumlah input atau adanya penerapan teknologi
baru. Modal dibutuhkan untuk penerapan teknologi baru. Modal dapat bersumber
dari modal sendiri atau dari pinjaman (kredit). Kebutuhan akan kredit yang tepat
waktu akan sangat diperlukan melihat modal sendiri pada umumnya kurang
mencukupi (Hutagaol, 2009).
Menurut Kasmir (2008), unsur-unsur yang terkandung dalam pemberian
suatu fasilitas kredit adalah sebagai berikut:

9

1.

2.

3.

4.

5.

Kepercayaan. Yaitu suatu keyakinan pemberi kredit bahwa kredit yang
diberikan akan benar-benar diterima kembali di masa tertentu di masa yang
akan datang. Kepercayaan ini diberikan oleh bank, dimana sebelumnya sudah
dilakukan penelitian penyelidikan tentang nasabah baik secara internal
maupun eksternal. Penelitian dan penyelidikan tentang kondisi masa lalu dan
sekarang terhadap nasabah pemohon kredit.
Kesepakatan. Yaitu adanya kesepakatan antara pemberi kredit dan penerima
kredit. Kesepakatan ini dituangkan dalam suatu perjanjian dimana masingmasing pihak menandatangani hak dan kewajibannya.
Jangka Waktu. Setiap kredit yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu.
Jangka waktu mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati.
Jangka waktu tersebut bisa berbentuk jangka pendek, menengah atau panjang.
Risiko. Adanya suatu tenggang waktu pengembalian akan menyebabkan
suatu risiko tidak tertagih atau macetnya pemberian kredit. Kredit yang
berjangka waktu lama risikonya semakin besar, demikian pula sebaliknya.
Risiko yang disengaja oleh nasabah yang lalai maupun yang tidak disengaja
menjadi tanggungan bank.
Balas Jasa. Yaitu keuntungan atas pemberian suatu kredit atau jasa, yang
dikenal dengan istilah bunga. Balas jasa dalam bentuk bunga dan biaya
administrasi kredit ini merupakan keuntungan bank.

Pentingnya Sektor Pertanian dan Lembaga Pembiayaannya
Sektor pertanian dan pedesaan memiliki peran strategis dalam pembangunan
nasional yaitu sebagai sumber mata pencaharian sebagian besar penduduk,
penyumbang PDRB, berkontribusi terhadap ekspor (devisa) dan penyedia pangan
serta gizi. Pembangunan pertanian mengalami permasalahan kompleks salah
satunya ketersediaan sumber pembiayaan yang murah, mudah dan cepat. Kredit
merupakan bagian dari usaha tani. Lembaga kredit produksi merupakan faktor
pelancar pembangunan pertanian. Artinya, untuk meningkatkan produksi, petani
perlu memiliki modal lebih banyak untuk membeli bibit unggul, obat-obatan,
pupuk, dan alat pertanian (Supriatna, 2009).

Perilaku Penawaran Kredit Perbankan
Retnadi (2006), menjelakan bahwa kemampuan bank menyalurkan kredit
dapat ditinjau dari sisi internal (penghimpunan dana masyarakat dan tingkat suku
bunga SBI) dan dari sisi eksternal (kondisi ekonomi, peraturan pemerintah, dan
lain-lain). Menurut Kasmir (2008) perbankan menggunakan prinsip 5C dalam
menyalurkan kreditnya. Prinsip-prinsip tersebut diantaranya adalah:
1. Character (Karakter). Pemberian kredit harus memiliki sifat saling percaya
diantara kreditor dan debitor. Pemberi pinjaman harus melihat karater
peminjam, sehingga tujuan kredit yang diharapkan dapat tercapai. Kejujuran,
integritas dan tekad baik dari peminjam akan dinilai sebelum kredit diberikan;

10

2.

Capital (Modal). Penilaian terhadap capital yang dimaksudkan adalah
penilaian terhadap jumlah dana atau modal yang dimiliki calon peminjam
sehingga akan dapat diketahui bagaimana kondisi keuangannya;
3. Capacity (Kapasitas). Penilaian yang diberikan kepada calon peminjam
mengenai kemampuan dalam melunasi kewajibannya, dapat dilihat dari
kegiatan usaha yang akan diberikan tambahan kredit dari bank. Pihak bank
akan dapat mengukur sampai sejauh mana calon peminjam mampu
mengembangkan usahanya dari tambahan modal yang akan diberikan pihak
bank nantinya dan juga untuk mengetahui kemampuan penerima pinjaman
dalam membayar kembali kewajibannya sebagai peminjam;
4. Collateral (Jaminan). Collateral merupakan jaminan yang diserahkan oleh
peminjam sebagai jaminan atas kreditnya. Jaminan penerima kredit juga
dinilai agar pihak pemberi kredit merasa aman, dimana apabila sewaktuwaktu kredit yang dipinjam tidak dikembalikan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku, maka pihak pemberi kredit dapat menggunakan jaminan peminjam
untuk digadaikan;
5. Condition of Economic (Kondisi Ekonomi). Condition berarti kondisi-kondisi
yang dapat mempengaruhi usaha tersebut baik yang akan mendukung usaha
atau juga kondisi-kondisi tersebut dapat berupa kondisi ekonomi, politik,
bahkan kondisi internal rumah tangga yang akan mempengaruhi prospek
usaha tersebut ke depannya.
Menurut Sinungan (2000), pada umumnya dalam penentuan kebijakan
perkreditan beberapa faktor penting harus diperhatikan, yaitu :
1. Keadaan keuangan bank saat ini. Manajemen melihatnya dari kekuatan
keuangan bank, antara lain jumlah deposito, tabungan, giro, dan jumlah
kredit;
2. Pengalaman bank dalam beberapa tahun, terutama yang berhubungan dengan
dana dan perkreditan. Diperhatikan bagaimana fluktuasinya, terutama
mengenai jumlah dan lama pengendapan, kelancaran kredit yang diberikan
dan sebagainya;
3. Keadaan perekonomian, harus dipelajari dengan seksama dan dihubungkan
dengan pengalaman serta kestabilan bank-bank dimasa-masa yang lalu serta
perkiraan keadaan yang akan datang;
4. Kemampuan dan pengalaman organisasi perkreditan bank. Apakah dalam
pengelolaan kredit bank tetap survive dan bahkan meningkat terus atau tidak.
Apakah organisasi kredit efektif dan dalam pelaksanaannya terdapat efisiensi
dan melihat pula SDM kredit qualified dan mempunyai skill yang baik atau
tidak;
5. Bagaimana hubungan yang dijalin dengan bank-bank lain yang sejenis.
Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi keputusan bank untuk
menyalurkan kredit kepada masyarakat. Lebih lanjut Melitz dan Pardue (1973)
dalam Insukindro (1995) dalam Meydianawathi (2006) merumuskan model
penawaran kredit oleh sistem perbankan sebagai berikut:
SK = g (S, ic, ib, BD)

11

Keterangan:
SK = jumlah kredit yang ditawarkan oleh bank
S = kendala-kendala yang dihadapi bank seperti tingkat cadangan bank atau
ketentuan mengenai nisbah cadangan wajib
ic = tingkat suku bunga kredit bank
ib = biaya oportunitas meminjamkan uang
BD = biaya deposito bank
Warjiyo (2004) memaparkan bahwa mekanisme transmisi kebijakan moneter
melalui saluran uang secara implisit beranggapan bahwa semua dana yang
dimobilisasi perbankan dari masyarakat dalam bentuk uang beredar (M1, M2)
digunakan untuk pendanaan aktivitas sektor riil melalui penyaluran kredit
perbankan. Selain dana yang tersedia (DPK), perilaku penawaran kredit
perbankan juga dipengaruhi oleh persepsi bank terhadap prospek usaha debitor
dan kondisi perbankan itu sendiri, seperti permodalan (CAR), jumlah kredit macet
(NPL), dan Loan to Deposit Ratio (LDR). Dengan demikian, dapat dinyatakan
dalam suatu bentuk hubungan fungsi sebagai berikut:
KS = f (DPK, prospek usaha debitor, kondisi perbankan itu sendiri)
= f (DPK, prospek usaha debitor, CAR, NPL, LDR)
Selain faktor-faktor tersebut, faktor rentabilitas atau tingkat keuntungan yang
tercermin dalam Return on Assets (ROA) juga berpengaruh terhadap keputusan
bank untuk menyalurkan kredit kepada debitor (Meydianawathi, 2006).
Menurut Wicaksono (2007), fungsi penawaran kredit dirumuskan dengan
model sebagai berikut:
L
= f (GDP, NPL, SBI)
Keterangan:
L
= Loan atau penawaran kredit
GDP = Gross Domestic Product
SBI = Suku bunga SBI
Kinerja merupakan hal penting yang harus dicapai oleh setiap bank. Kinerja
merupakan cerminan kemampuan bank dalam mengelola dan mengalokasikan
sumber dananya. Dalam menilai kinerja bank, rasio yang digunakan adalah rasio
likuiditas, solvabilitas dan profitabilitas rentabilitas (Kasmir, 2008).
Rasio likuiditas merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan
perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek. Likuiditas perusahaan
perbankan salah satunya dapat dihitung dengan menggunakan Loan to Deposit
Ratio (LDR).
Rasio solvabilitas bank merupakan ukuran kemampuan bank dalam mencari
sumber dana untuk membiayai kegiatannya. Rasio ini juga merupakan alat ukur
untuk mengukur kekayaan bank untuk melihat efisiensi bagi pihak manajemen
bank tersebut. Rasio ini salah satunya dapat dikur dengan Capital Adequacy Ratio
(CAR).
Rasio profitabilitas adalah sekelompok rasio yang menunjukan gabungan dari
efek-efek likuiditas, manajemen aktiva dan utang pada hasil-hasil operasi.
Profitabilitas perbankan salah satunya diketahui dengan menggunakan Return on
Asset (ROA).

12

Pandangan Keynessian
Kelompok Keynesian berpendapat bahwa uang memegaruhi kegiatan
ekonomi riil di samping pengaruhnya terhadap inflasi. Implikasinya bahwa
kebijakan moneter dapat digunakan sebagai salah satu instrumen yang
memengaruhi
naik turunnya kegiatan ekonomi riil. Kebijakan moneter
dilonggarkan apabila kegiatan ekonomi riil dirasakan lesu, begitu sebaliknya
(Warjiyo, 2004).
Keynessian memandang bahwa uang dapat lebih bermanfaat jika digunakan
untuk kegiatan spekulasi. Hal tersebut didorong karena anggapan bahwa orang
lebih senang memegang dana likuid karena dapat digunakan segera untuk
kegiatan rutin maupun mendadak. Kegiatan spekulatif bertujuan untuk
memproduktifkan uang yang dimiliki. Dorongan spekulasi timbul karena uang
dapat ditukar dengan surat berharga yang akan memberikan penghasilan lebih
besar di masa yang akan datang. Spekulan berani membayar harga penggunaan
dana likuid sepanjang harga tersebut lebih kecil daripada expected income di masa
yang akan datang. Harga yang dimaksud adalah tingkat bunga yang ditawarkan,
sehingga tingkat bunga akan menentukan permintaan dana likuid di masyarakat
(Judisseno, 2002).
Suku bunga

Jumlah uang
Gambar 4 Permintaan Uang
Sumber: Judisseno (2002)

Variabel Mikroekonomi dan Makroekonomi Kredit
Berdasarkan tinjauan pandangan Keynessian dan perilaku penawaran kredit,
maka penelitian ini menggunakan beberapa variabel bebas seperti DPK, CAR,
LDR, NPL pertanian dan ROA sebagai indikator kinerja mikroekonomi BPD.
Sedangkan untuk indikator kondisi makroekonomi Indonesia menggunakan
variabel suku bunga kredit investasi, suku bunga kredit modal kerja, suku bunga
SBI dan inflasi. Variabel-variabel tersebut diuraikan dalam penjelasan berikut.
Dana Pihak Ketiga (DPK) adalah seluruh dana yang berhasil dihimpun
sebuah bank yang bersumber dari masyarakat luas (Kasmir, 2008). DPK
merupakan sumber dana terbesar yang paling diandalkan oleh bank (bisa
mencapai 80 persen sampai 90 persen dari seluruh dana yang dikelola oleh bank)

13

(Dendawijaya, 2005). Dalam UU Perbankan No. 10, Tahun1998 dana yang
dihimpun bank umum dari masyarakat tersebut biasanya berbentuk simpanan giro
(demand deposit), simpanan tabungan (saving deposit) dan simpanan deposito
(time deposit).
Kegiatan bank setelah menghimpun dana dari masyarakat luas dalam bentuk
simpanan giro, tabungan, dan deposito adalah menyalurkan kembali dana tersebut
kepada masyarakat yang membutuhkannya. Kegiatan penyaluran dana ini dikenal
juga dengan istilah alokasi dana. Pengalokasian dana dapat diwujudkan dalam
bentuk pinjaman atau lebih dikenal dengan kredit (Kasmir, 2008). Pemberian
kredit merupakan aktivitas bank yang paling utama dalam menghasilkan
keuntungan (Dendawijaya, 2005). DPK diharapkan berkorelasi positif dengan
penawaran kredit.
Permodalan merupakan hal pokok bagi sebuah bank. Selain sebagai
penyangga kegiatan operasional, modal juga sebagai penyangga terhadap
kemungkinan terjadinya kerugian. Modal terkait juga dengan aktivitas perbankan
dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi atas dana yang
diterima nasabah. Dengan terjaganya modal, bank mampu mendapatkan
kepercayaan dari masyarakat. Hal tersebut penting karena bank dapat
menghimpun dana untuk keperluan operasional selanjutnya (Sinungan, 2000).
Capital Adequacy Ratio (CAR) yaitu rasio yang memperlihatkan seberapa
jauh seluruh aktiva bank yang mengandung risiko ikut dibiayai dari dana modal
sendiri bank, di samping dana-dana dari sumber-sumber di luar bank. Rasio ini
digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam membayar kembali simpanan
nasabah pada saat ditarik. Semakin tinggi rasio ini semakin tinggi pula
kemampuan likuiditas bank. Semakin tinggi likuiditas bank, maka tingkat
penyaluran kreditnya akan semakin tinggi pula. CAR dirumuskan sebagai berikut
(Dendawijaya, 2005):
CAR =

Modal Bank
Aktiva Tertimbang menurut Risiko

x100%

Non Performing Loan (NPL) merupakan rasio yang dipergunakan untuk
mengukur kemampuan bank dalam meng-cover risiko kegagalan pengembalian
kredit oleh debitur. NPL mencerminkan risiko kredit, semakin tinggi tingkat NPL
maka semakin besar pula risiko kredit yang ditanggung oleh pihak bank. Akibat
tingginya NPL perbankan harus menyediakan pencadangan yang lebih besar,
sehingga pada akhirnya modal bank ikut terkikis. NPL mempunyai hubungan
negatif dengan penyaluran kredit (Meydianawathi, 2006).
Besarnya NPL menjadi salah satu penyebab sulitnya perbankan dalam
menyalurkan kredit (Latumerissa, 2010). Non Performing Loan (NPL) yang
dianggap bermasalah dapat mengganggu kegiatan operasional. NPL merupakan
rasio kredit bermasalah dengan kriteria kurang lancar, diragukan dan macet
terhadap total kredit yang disalurkan). Rasio NPL dirumuskan sebagai berikut :
NPL =

Kredit yang Bermasalah
Kredit yang disalurkan

x100%

14

Return on asset (ROA) adalah tingkat laba yang diperoleh oleh bank. Rasio
ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh
keuntungan atau laba keseluruhan. Semakin besar nilai ROA suatu bank, semakin
besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula
posisi bank tersebut dari penggunaan aset. Alasan dari pencapaian laba perbankan
tersebut dapat berupa kecukupan dalam pemenuhan dalam memenuhi kewajiban
terhadap pemegang saham, penilaian atas kinerja pimpinan dan meningkatkan
daya tarik investor untuk menanamkan modalnya. Laba yang tinggi membuat
bank mendapat kepercayaan dari masyarakat yang memungkinkan bank untuk
menghimpun modal yang lebih banyak sehingga bank memperoleh kesempatan
meminjamkan dengan lebih luas (Simorangkir, 2004). ROA dirumuskan sebagai
berikut:
ROA =

Laba sebelum Pajak
Total Aset

x 100%

Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah rasio keuangan perusahaan perbankan
yang berhubungan dengan aspek solvabilitas. LDR adalah suatu pengukuran
tradisional yang menunjukkan deposito berjangka, giro, tabungan dan lain-lain
yang digunakan dalam memenuhi permohonan pinjaman nasabahnya. Semakin
besar penyaluran dana dalam bentuk kredit dibandingkan deposit atau simpanan
masyarakat maka risiko yang ditanggung bank semakin besar atau relatif tidak
likuid (Latumerissa, 2010). Sumber pendapatan utama bank berasal dari kegiatan
ini. Tujuan perhitungan LDR untuk mengetahui serta menilai sampai berapa jauh
bank memiliki kondisi sehat dalam menjalankan kegiatan usahanya. LDR adalah
indikator kerawanan suatu bank. LDR dirumuskan sebagai berikut:
LDR =

Kredit Tersalur
Jumlah DPK

x 100%

Kebijaksanaan pengenaan suku bunga yang nilai riilnya tercermin dalam
tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), diberikan oleh Bank
Indonesia sebagai pedoman untuk Bank-bank Umum Pemerintah dan landasan
bagi Bank-bank Swasta (termasuk Bank Swasta Nasional Devisa). Penetapan
tingkat suku bunga ini disebut sebagai tingkat suku bunga dasar atau tingkat suku
bunga acuan (Sinungan, 2000).
Menurut PBI No. 4/10/PBI/2002 SBI adalah surat berharga dalam mata uang
rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang jangka
pendek. SBI diterbitkan BI sebagai salah satu piranti Operasi Pasar Terbuka,
kegiatan transaksi pasar uang oleh BI dengan bank dan pihak lain dalam rangka
pengendalian moneter. Tingkat suku bunga ditentukan oleh mekanisme pasar
berdasarkan sistem lelang. SBI merupakan instrumen yang menawarkan return
yang cukup kompetitif serta bebas risiko gagal bayar. Banyak institusi keuangan
sudah menganggap SBI sebagai salah satu instrumen investasi yang menarik.
Suku bunga SBI yang terlalu tinggi membuat perbankan betah menempatkan
dananya di SBI daripada menyalurkan kredit (Habibi, 2004).

15

Inflasi adalah kecenderungan kenaikan harga barang dan jasa dalam suatu
periode. Umumnya inflasi diukur dengan perubahan harga sekelompok barang
dan jasa yang dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat. Inflasi yang tinggi
biasanya dikaitkan dengan kondisi ekonomi yang terlalu panas, artinya kondisi
ekonomi mengalami permintaan atas produk yang melebihi kapasitas penawaran
produk tersebut. Kondisi seperti ini juga disebut sebagai kondisi ekonomi over
heated. Kondisi seperti ini akan menurunkan daya beli uang (purchasing power of
money) dan mengurangi tingkat pendapatan riil yang diperoleh investor dari
investasinya (Budiarti, 2012).
Tingkat laju inflasi sangat berpengaruh pada kondisi perekonomian,
khususnya kegiatan perbankan. Kondisi laju inflasi yang tinggi menyebabkan
pemerintah (BI) mengeluarkan regulasi untuk menaikkan suku bunga simpanan
bank-bank di Indonesia. Hal tersebut dilakukan agar inflasi dapat terkendali.
Akibatnya, bank-bank terpaksa menaikkan suku bunga kredit supaya tidak
mengalami negative spread. Negative spread adalah kondisi dimana suku bunga
simpanan lebih tinggi daripada suku bunga kredit. Bank-bank akan kesulitan
menjalankan aktivitasnya apabila hal ini terjadi.
Suku bunga kredit investasi adalah tingkat pengembalian dari kredit
berjangka menengah atau panjang (lebih dari satu tahun) yang diberikan kepada
debitur untuk membiayai barang-barang modal dalam rangka rehabilitasi,
modernisasi, perluasan, ataupun pendirian proyek baru. Misalnya pembelian
mesin, bangunan, tanah, yang pelunasannya dari hasil usaha dengan barang modal
yang dibiayai.
Suku bunga kredit modal kerja adalah tingkat pengembalian dari kredit yang
diberikan untuk membiayai kegiatan usahanya atau perputaran modal misalnya
pembelian barang dagangan. Kredit modal kerja diberikan dalam bentuk rupiah
maupun valuta asing untuk memenuhi modal kerja yang habis dalam satu siklus
usaha dengan jangka waktu maksimal satu tahun.

Penelitian Terdahulu
Tabel 1 Penelitian Terdahulu
Judul/Penulis

Latar Belakang

Analisis
Perilaku
Penawaran
Kredit
Perbankan
kepada Sektor
UMKM di
Indonesia/
Meydianawathi
(2006)

UMKM salah satu
penggerak ekonomi
di Indonesia.
Penelitian mengkaji
pengaruh beberapa
variabel terhadap
penawaran kredit
investasi dan modal
kerja bank umum
untuk UMKM

Metode
ordinary
least
square

Hasil
DPK, CAR dan ROA
secara parsial berpengaruh
positif dan signifikan dan
secara serempak oleh
DPK,CAR, ROA dan
NPLs berpengaruh
terhadap penawaran kredit
investasi dan modal kerja
bank umum kepada sektor
UMKM di Indonesia

16

Analisis FaktorFaktor yang
Mempengaruhi
Penyaluran
Kredit Pertanian
oleh Bank BRI
di Indonesia/
Wicaksono
(2007)

BRI adalah bank
Regresi
yang fokus terhadap linear
sektor pertanian.
berganda.
Penelitan mengkaji
keragaan volume
kredit pertanian di
BRI 2002-2006 dan
pengaruh GDP
pertanian, suku
bunga SBI dan NPL
terhadap penyaluran
kredit pertanian BRI.

Penyaluran kredit
pertanian oleh BRI antara
tahun 2002-2006 secara
marjinal selalu mengalami
peningkatan. Faktor-faktor
yang mempengaruhinya
adalah GDP sektor
pertanian dan NPL. NPL
adalah faktor yang paling
berpengaruh

Peranan Bank
Mendukung
Kredit Pangan
dan Energi di
Sumatra Utara/
Ritonga,
Pratomo, Lubis,
Hidayat (2008)

Kebutuhan
pembiayaan pangan
terdapat pada taha