Penilaian Erosi Berbasis Sub-Faset Lahan Di Daerah Aliran Sungai Cileungsi-Citeureup, Kabupaten Bogor

PENILAIAN EROSI BERBASIS SUB-FASET
LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI
CILEUNGSI-CITEUREUP, KABUPATEN BOGOR

ARROYAN

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penilaian Erosi Berbasis
Sub-Faset Lahan di Daerah Aliran Sungai Cileungsi-Citeureup, Kabupaten Bogor
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, April 2016
Arroyan
NIM A14110071

ABSTRAK
ARROYAN. Penilaian Erosi Berbasis Sub-Faset Lahan di Daerah Aliran Sungai
Cileungsi-Citeureup, Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh BOEDI TJAHJONO dan
NURWADJEDI.
Daerah Aliran Sungai Cileungsi-Citeureup tidak jauh dari pusat kegiatan
manusia, seperti Kota Bogor (jarak 9,3 km), Cibinong (Ibukota Kabupaten, jarak
8,3 km), dan bahkan di dalam DAS sendiri terdapat bagian dari pusat
pengembangan permukiman dan daerah wisata (Sentul City). Dengan
bertambahnya jumlah penduduk di sekitar DAS ini, maka secara cepat atau lambat
akan mengancam penggunaan lahan yang telah ada menjadi bentuk lain (konversi
lahan) di waktu yang akan datang. Untuk mengantisipasi penurunan kualitas
lingkungan (degradasi lahan), maka diperlukan suatu pengelolaan DAS yang baik.
Kajian pemetaan daerah rawan erosi di dalam DAS merupakan salah satu langkah
dasar yang diperlukan untuk pengelolaan DAS tersebut. Oleh karena itu, penelitian

ini bermaksud untuk menyediakan data dasar tersebut. Penelitian ini bertujuan
untuk (1) mengetahui persebaran spasial sub-faset lahan, (2) mengestimasi wilayah
rawan erosi dengan pendekatan sub-faset lahan, serta (3) merencanakan tindakan
pengelolaan lahan untuk menekan erosi di dalam DAS. Penentuan nilai erosi
dilakukan sesuai persamaan erosi USLE/RUSLE dari Wischmeier dan Smith
(1978) A=RKLSCP. Sub-faset lahan adalah bagian dari bentuklahan yang lebih
homogen karakternya, baik dari sisi morfologi maupun penutup lahannya, sehingga
sub-faset lahan digunakan sebagai satuan pemetaan pada skala semi-detil. Dari hasil
analisis didapatkan 151 jenis satuan sub-faset lahan untuk daerah penelitian.
Adapun hasil perhitungan erosivitas hujan untuk daerah penelitian didapatkan
antara 1.312,5 – 1.562,5; erodibilitas tanah antara 0,000 – 0,050; LS antara 0 –
11,548; C antara 0 – 0,6; serta P antara 0,25 – 1. Berdasarkan hasil perhitungan
RUSLE didapatkan bahwa nilai erosi aktual tertinggi di daerah penelitian adalah
sebesar 127,8 ton/ha/tahun atau setara dengan ketebalan 12,8 mm/tahun (dengan
asumsi berat jenis tanah = 1 gram/cm3) dan terendah sebesar 0 ton/ha/tahun. Arahan
pengelolaan lahan yang perlu dilakukan cukup bervariasi diantaranya pembuatan
teras dan strip cropping agar dapat menekan laju erosi sebesar 50-75%.
Kata kunci: Bogor, erosi tanah, faset lahan, DAS, RUSLE, SIG

ABSTRACT

ARROYAN. Estimation of Erosion Based on Sub-Land Facet in CileungsiCiteureup Watershed, Bogor. Supervised by BOEDI TJAHJONO and
NURWADJEDI.
Cileungsi-Citeureup watershed is located not far away from center of social
activity, such as the city of Bogor (distance 9,3 km), Cibinong (Capital District, a
distance of 8,3 km), and even within the watershed it self there are a part of a
residential development center and tourism area (Sentul City). With the increase of
population surrounding the watershed, the sooner or later it will threaten the
existing landuse (land conversion) in the future. For reducing the environmental

degradation, it needs a good watershed management. In this case, the study of
erosion hazard in the watershed is one of the basic steps required for the
management. The aims of this research were to (1) determine the spatial distribution
of sub-land facets, (2) estimate the erosion hazard area with sub-land facet
approach, and (3) plan land management for reducing soil erosion hazard. The value
determination of erosion carried out in accordance to erosion equation USLE /
RUSLE of Wischmeier and Smith (1978) i.e. A = RKLSCP. Sub-land facet is part
of the landforms with more homogeneous character, both in terms of morphology
and land cover. So the sub-land facets were used as a mapping unit on a semidetailed scale. The result shows that there were 151 sub-land facets unit for the
research area. According to analysis result, it shows that the rain erosivity value for
study area were between 1.312,5 to 1.562,5; soil erodibility between 0,000 to 0,050;

LS between 0 to 11,548; C between 0 to 0,6; and P between 0,25 to 1. Based on
RUSLE calculations, it showed that the actual value of the highest erosion in the
research area were 127,8 tons / ha / year, or equivalent to a thickness of 12,8 mm /
year (assuming that density = 1 gram soil / cm3) and the lowest at 0 tonnes / ha /
year. There are many types of recommendation for soil erosion hazard mitigation,
for example were terraces and strip cropping that capable to suppress erosion rate
of 50-75%.
Keywords: Bogor, GIS, land facets, RUSLE, soil erosion, watershed

PENILAIAN EROSI BERBASIS SUB-FASET
LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI
CILEUNGSI-CITEUREUP, KABUPATEN BOGOR

ARROYAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan


DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Judul Skripsi : Penilaian Erosi Berbasis Sub-Faset Lahan di Daerah Aliran Sungai
Cileungsi-Citeureup, Kabupaten Bogor
Nama
: Arroyan
NIM
: A14110071

Disetujui oleh

Dr. Boedi Tjahjono, MSc.
Pembimbing I

Dr. Ir. Nurwadjedi, MSc.

Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Baba Barus, MSc.
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas rahmat dan karuniaNya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Judul yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2015 sampai Desember 2015 ini
ialah Penilaian Erosi Berbasis Sub-Faset Lahan di Daerah Aliran Sungai CileungsiCiteureup, Kabupaten Bogor. Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan
karya ilmiah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu pada
kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1.

2.
3.


4.

5.

6.
7.

Dr. Boedi Tjahjono, MSc. selaku pembimbing skripsi utama dan Dr. Ir.
Nurwadjedi, MSc. selaku pembimbing kedua yang telah meluangkan
waktunya untuk memberikan saran, arahan, dan bimbingannya kepada
penulis.
Dr. Dwi Putro Tejo Baskoro, MSc. selaku dosen penguji yang telah
memberikan saran dan masukan bagi penulis dalam penulisan skripsi ini.
Keluarga tercinta Emak, Bapak, Uwah, terima kasih atas doa, kasih sayang,
motivasi serta dukungan moral dan spiritual yang tak kunjung berhenti
kepada penulis.
Rere, Torong, Biju, Ade, Tepi, Mak Tua, Jumeh, Jahra, Wadam, Kak
Chacha, Kojis, Bang Ijal, Bang Ringgo, terima kasih atas motivasi, canda
tawa, serta dukungan moral maupun material yang telah diberikan selama
ini kepada penulis.

Saudara-saudara Tanah 48 dan teman seperjuangan di Divisi Penginderaan
Jauh dan Informasi Spasial, terima kasih atas canda tawa, masukan,
dukungan, dan kebersamaannya selama ini, senang bisa menjadi bagian
dari kalian.
PPJ 46, PPJ 47, dan PPJ 49, terima kasih atas semua saran dan masukan
bagi penulis selama penulisan skripsi ini.
Semua pihak yang telah membantu kegiatan penelitian dan penyusunan
karya ilmiah ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari penulisan karya ilmiah ini tidak luput dari kekurangan,
untuk itu penulis sangat berterima kasih bila ada kritik dan saran yang bersifat
membangun dari semua pihak demi kesempurnaan karya ilmiah ini. Akhir kata,
semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, April 2016
Arroyan

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian


2

TINJAUAN PUSTAKA

2

METODE

3

Lokasi dan Waktu Penelitian

3

Bahan dan Alat

4

Metode Penelitian


5

HASIL DAN PEMBAHASAN
Sub-Faset Lahan Daerah Penelitian

7
7

Estimasi Wilayah Rawan Erosi

11

Arahan Pengelolaan Lahan

21

SIMPULAN DAN SARAN

23

Simpulan

23

Saran

23

DAFTAR PUSTAKA

24

LAMPIRAN

26

RIWAYAT HIDUP

57

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Data Sekunder Penelitian
Luasan Penutupan/Penggunaan Lahan DAS Cileungsi-Citeureup
Luasan Kelas Kemiringan Lereng DAS Cileungsi-Citeureup
Curah Hujan dan Faktor Erosivitas Hujan (R)
Kelas Tekstur Tanah dan Faktor Erodibilitas Tanah (K)
Penggunaan Lahan dan Faktor Pengelolaan Tanaman (C)
Tindakan Konservasi dan Faktor Pengelolaan Tanah (P)
Kelas Rawan Erosi (RUSLE)
Kelas Rawan Erosi (Departemen Kehutanan)
Hubungan Penggunaan Lahan Berdasarkan Kelas Rawan Erosi dan Pola
Ruang
11 Sebaran Arahan Pengelolaan Lahan di DAS Cileungsi-Citeureup

4
9
11
13
14
15
17
20
21
21
22

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Peta Daerah Penelitian (Daerah Aliran Sungai Cileungsi-Citeureup)
Peta Elevasi DAS Cileungsi-Citeureup
Diagram Alir Penelitian
Peta Faset Lahan DAS Cileungsi-Citeureup
Peta Penutupan/Penggunaan Lahan DAS Cileungsi-Citeureup
Peta Kelas Kemiringan Lereng DAS Cileungsi-Citeureup
Peta Sub-Faset Lahan DAS Cileungsi-Citeureup
Peta Faktor Erosivitas Hujan (R) DAS Cileungsi-Citeureup
Peta Faktor Erodibilitas Tanah (K) DAS Cileungsi-Citeureup
Peta Faktor Panjang Lereng dan Kemiringan Lereng (LS) DAS
Cileungsi-Citeureup
Peta Faktor Pengelolaan Tanaman (C) DAS Cileungsi-Citeureup
Peta Faktor Pengelolaan Tanah (P) DAS Cileungsi-Citeureup
Peta Kelas Rawan Erosi Menurut Klasifikasi RUSLE di DAS
Cileungsi-Citeureup
Peta Kelas Rawan Erosi Menurut Klasifikasi Departemen Kehutanan
di DAS Cileungsi-Citeureup

4
5
7
8
10
10
12
13
14
16
17
18
19
20

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Nilai Faktor Erodibilitas Tanah (K) Berdasarkan Kelas Tekstur
Nilai Faktor Pengelolaan Tanaman (C)
Nilai Faktor Pengelolaan Tanah (P)
Peta RTRW Kabupaten Bogor 2009-2025
Luasan Pola Ruang RTRW Kabupaten Bogor 2009-2025
Peta Kelas Rawan Erosi Menurut Klasifikasi Morgan di DAS
Cileungsi Citeureup
7 Luasan Kelas Rawan Erosi Menurut Klasifikasi Morgan DAS
Cileungsi-Citeureup

27
27
28
28
29
29
30

8
9
10
11
12
13
14
15

Peta Titik Pengamatan Lapang
Luasan Ketebalan Solum
Peta Ketebalan Solum di DAS Cileungsi Citeureup
Kriteria Kelas Rawan Erosi Menurut Klasifikasi Departemen Kehutanan
Kode dan Luasan Sub-Faset Lahan DAS Cileungsi-Citeureup
Luasan Faset Lahan DAS Cileungsi-Citeureup
Sebaran Erosi di DAS Cileungsi-Citeureup
Peta Kelas Rawan Erosi Menurut Klasifikasi RUSLE di DAS
Cileungsi-Citeureup
16 Peta Kelas Rawan Erosi Menurut Klasifikasi Departemen Kehutanan di
DAS Cileungsi-Citeureup

30
31
31
32
33
39
41
55
56

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Erosi tanah di Jawa pada tahun 1990an diperkirakan menelan kerugian
US$400 juta per tahun (Magrath & Arens, 1989). Nilai tersebut bisa jadi meningkat
untuk periode sekarang ini. Adapun dampak erosi dapat dilihat dari dua sisi, yaitu
dampak on-site dan off-site. Dampak on-site adalah dampak yang diakibatkan oleh
proses pemecahan struktur tanah, penurunan bahan organik, pengurangan
kedalaman tanah, dan penurunan kesuburan tanah, sedangkan dampak off-site
adalah dampak yang diakibatkan oleh proses sedimentasi di hilir, sehingga berefek
pada pengurangan kapasitas sungai serta saluran drainase dalam menampung air,
meningkatkan risiko banjir, dan memperpendek umur waduk. Namun demikian dari
sisi pertanian, efek utama dari erosi adalah menurunkan produktivitas, membatasi
jenis tanaman yang dapat dibudidayakan, dan meningkatkan biaya produksi.
Turunnya produktivitas akibat hilangnya kesuburan tanah akan mendorong
ditinggalkannya lahan oleh petani, dan dapat mengancam produksi pangan serta
keamanan pangan wilayah.
Penilaian mengenai besar laju erosi memerlukan suatu model yang tidak
hanya sederhana dan cepat tetapi juga harus akurat. RUSLE (Revised Universal Soil
Loss Equation) merupakan salah satu metode yang sering digunakan untuk menilai
besarnya laju erosi. Selain sederhana, RUSLE merupakan model erosi yang dapat
digunakan meskipun dengan data minimum dibandingkan dengan model-model
penilai erosi lainnya. Dalam pemetaan erosi, sub-faset lahan dapat digunakan
sebagai pendekatan untuk menentukan titik-titik pengamatan lapangan, karena subfaset lahan merupakan bagian dari bentuklahan yang lebih homogen terkait elemenelemen bawah permukaan tanah dan dekat permukaan pada skala semi detil.
Untuk analisis dan pemetaan erosi tanah, Daerah Aliran Sungai (DAS)
sebagai unit dari sistem hidrologis, adalah paling baik digunakan sebagai daerah
kajian erosi tanah, sedangkan Sistem Informasi Geografis (SIG) dapat digunakan
sebagai alat bantu untuk kajian tersebut. Integrasi SIG dengan RUSLE merupakan
kombinasi yang sangat membantu dalam hal akurasi data terutama untuk data-data
yang memiliki keragaman spasial seperti data kelerengan (As-syakur, 2008).
DAS Cileungsi-Citeureup tidak jauh dari pusat kegiatan manusia, seperti
Kota Bogor (jarak 9,3 km), Cibinong (Ibukota Kabupaten, jarak 8,3 km), dan
bahkan di dalam DAS sendiri terdapat bagian dari pusat pengembangan
permukiman dan daerah wisata (Sentul City). Dengan bertambahnya jumlah
penduduk di sekitar DAS ini, maka secara cepat atau lambat akan mengancam
penggunaan lahan yang telah ada menjadi bentuk lain (konversi lahan) di waktu
yang akan datang. Untuk mengantisipasi penurunan kualitas lingkungan (degradasi
lahan), maka diperlukan suatu pengelolaan DAS yang baik. Kajian pemetaan
daerah rawan erosi di dalam DAS merupakan salah satu langkah dasar yang
diperlukan untuk pengelolaan DAS tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini
bermaksud untuk menyediakan data dasar tersebut.

2

Tujuan Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi di DAS Cileungsi-Citeureup, Kabupaten
Bogor, dan bertujuan untuk :
1. Mengetahui persebaran spasial sub-faset lahan
2. Mengestimasi wilayah rawan erosi dengan pendekatan sub-faset lahan
3. Merencanakan tindakan pengelolaan lahan untuk menekan erosi di dalam DAS.

TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Asdak (1995) Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu
wilayah daratan yang secara topografik dibatasi oleh punggung-punggung gunung
yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke
laut melalui sungai utama. Adapun menurut Seyhan (1990) DAS dapat dipandang
sebagai suatu sistem hidrologi yang dipengaruhi oleh presipitasi (hujan) sebagai
masukan ke dalam sistem. DAS memiliki karakteristik yang spesifik yang berkaitan
erat dengan unsur-unsur utamanya seperti jenis tanah, topografi, geologi,
geomorfologi, vegetasi, dan tata guna lahan.
Pengelolaan DAS diartikan sebagai proses formulasi dan implementasi
program yang bersifat manipulasi sumber daya alam dan manusia yang terdapat di
dalam DAS untuk memperoleh manfaat produksi dan jasa tanpa menyebabkan
terjadinya kerusakan sumber daya air dan tanah (Asdak, 1995). Dewasa ini dalam
pelaksanaan pengelolaan DAS telah banyak dibantu oleh berbagai kemajuan
teknologi spasial. Penginderaan jauh adalah teknologi yang saat ini terus
berkembang dan banyak dimanfaatkan untuk kajian atau pemetaan objek di
permukaan bumi, seperti bentuklahan (landform), penutup lahan (land cover)
hingga studi proses alam seperti erosi tanah (Hughes et al. 2001; Tagore et al. 2012).
Erosi tanah adalah proses terlepasnya butir tanah oleh agen geomorfik seperti air
yang ditransport ke tempat lain. Menurut Arsyad (2007), erosi merupakan peristiwa
pindah atau terangkutnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat ke
tempat lain oleh media alami.
Kerusakan yang ditimbulkan oleh peristiwa erosi dapat terjadi di dua tempat,
yaitu pada tanah tempat erosi terjadi dan pada tempat tujuan akhir tanah yang
terangkut diendapkan (Arsyad, 2007). Dalam proses erosi terdapat beberapa faktor
yang mempengaruhinya, yaitu curah hujan, tanah, lereng, vegetasi, dan manusia
(Hardjowigeno 2007).
USLE (Universal Soil Loss Equation) merupakan persamaan prediksi erosi
yang paling luas diadaptasikan di Indonesia (Sinukaban 1989 dalam Nugroho 2000).
Untuk menyempurnakan USLE, Wall (2002) merevisi USLE menjadi RUSLE
(Revised Universal Soil Loss Equation). RUSLE mengkombinasikan faktor-faktor
utama penyebab erosi dan hubungan kuantitatifnya untuk memprediksi kehilangan
tanah dari erosi lembar dan alur yang diakibatkan oleh hujan dan aliran permukaan
dari suatu areal tertentu. Erosi yang diprediksi melalui persamaan ini sangat
membantu dalam menentukan perencanaan teknik konservasi yang diperlukan pada
suatu usahatani (Sinukaban 1980 dalam Nugroho 2000).

3

Persamaan RUSLE dirumuskan sebagai berikut (Wall, 2002) :
A=RxKxLxSxCxP
Dimana :
A : prediksi erosi tahunan rata-rata (ton/ha/tahun)
R : faktor erosivitas hujan
K : faktor erodibilitas tanah
L : faktor panjang lereng
S : faktor kemiringan lereng
C : faktor tanaman dan pengelolaannya
P : faktor tindakan konservasi tanah
Secara spasial studi erosi tanah dan pemetaan hasilnya dapat didekati dengan
satuan lahan (land unit) sebagai satuan analisis. Menurut Zonneveld (1989) satuan
lahan merupakan satuan ekologis dari suatu bentanglahan yang dicirikan oleh
bentuklahan, tanah, dan vegetasi. Ketiga atribut lahan tersebut dapat dipetakan dan
mempunyai kaitan yang erat dengan proses erosi tanah. Bentuklahan (landform)
adalah hasil dari kegiatan berbagai “proses geomorfik” pada berbagai batuan atau
bahan induk dalam berbagai periode waktu. Keadaan iklim yang mendukung proses
tersebut pada masa yang lalu bisa tercermin oleh bentuklahan yang ada saat ini.
Oxford-MEXE dalam Van Zuidam (1985) mengklasifikasikan bentuklahan pada
skala ≥ 1 : 50.000 dengan nama faset lahan (land facet), sehingga faset lahan
menggambarkan satuan bentuklahan pada skala semi-detil.

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di DAS Cileungsi-Citeureup yang tercakup dalam
wilayah Kecamatan-kecamatan Cileungsi, Citeureup, Klapanunggal, Jonggol,
Sukamakmur, dan Babakan Madang di Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat
(Gambar 1). DAS ini mengalirkan dua sungai, yaitu Sungai Cileungsi dan Sungai
Citeureup pada masing-masing sub-DASnya dan secara total mempunyai luas
wilayah 18.234,6 ha. Secara astronomis, DAS Cileungsi-Citeureup terletak pada
koordinat 106050’30” – 106059’16” Bujur Timur dan 6028’31” – 6038’8” Lintang
Selatan.
Penelitian ini dimulai pada bulan Februari 2015 sampai dengan Desember
2015, dimana pengolahan dan analisis data dilakukan di Divisi Penginderaan Jauh
dan Informasi Spasial, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sementara itu, pengumpulan data primer
dilakukan di lapangan.
Secara geografis, lokasi penelitian terletak pada ketinggian 100 meter sampai
dengan 1.550 meter di atas permukaan air laut. Lokasi ini mempunyai relief yang
bervariasi, dari dataran rendah di bagian Utara hingga perbukitan dan pegunungan
di bagian Selatan. Untuk elevasi 100-200 mdpl terletak di sebelah Utara daerah
penelitian yang meliput 23,3 % dari total luas daerah penelitian; untuk elevasi 200500 mdpl meliput 54,4 % terletak di bagian tengah; untuk elevasi 500-700 mdpl
meliput 9,0 %; untuk elevasi 700-1.000 mdpl meliput 7,6 %; dan untuk elevasi

4

1.000-1.200 mdpl meliput 3,7 %. Adapun untuk elevasi >1.200 mdpl meliput 1,9 %
terletak di bagian ujung Selatan (Gambar 2). Secara klimatologis, wilayah
penelitian mempunyai iklim tropis “sangat basah” di bagian Barat dan iklim tropis
“basah” di bagian Timur dengan rata-rata curah hujan tahunan 2.500 – 3.250
mm/tahun (BMKG, 2015).

Gambar 1. Peta Daerah Penelitian (Daerah Aliran Sungai Cileungsi-Citeureup)
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dari data survey di lapangan (tekstur tanah top soil
dan sub soil) dan data sekunder yang terdiri dari peta dan citra seperti yang disajikan
pada Tabel 1.
Tabel 1. Data Sekunder Penelitian
No. Nama Bahan
1.
2.
3.
4.
5.

Citra satelit SRTM resolusi 30 m
Citra IKONOS Tahun 2013
Peta rata-rata curah hujan tahunan
Peta RTRW Kabupaten Bogor tahun 2009-2025
Peta Faset Lahan (bentuklahan)

Spesifikasi
Skala

1 : 250.000
1 : 50.000
1 : 50.000

Alat yang digunakan saat survey lapang terdiri dari formulir isian lapang, bor
tanah, meteran, GPS, kamera digital, dan alat tulis. Untuk proses pengolahan data

5

spasial diperlukan berbagai alat antara lain seperangkat komputer dengan piranti
lunak Microsoft Word 2013, Microsoft Excel 2013, ArcGIS v.9.3, Global Mapper
13, dan SAGA 2.1.4.

Gambar 2. Peta Elevasi DAS Cileungsi-Citeureup
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui lima tahapan, setiap tahapan akan diuraikan
secara ringkas seperti uraian berikut ini :
Tahap Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan selain literatur dan hasil-hasil penelitian, juga data
sekunder lain, seperti citra Ikonos Kabupaten Bogor tahun 2013, data SRTM
resolusi 30m, peta rata-rata curah hujan tahunan, peta geologi, peta administrasi,
peta RTRW, peta jalan, dan peta sungai. Adapun data faset lahan diambil dari hasil
penelitian Lukman (2015).
Tahap Analisis dan Interpretasi Data Awal
Salah satu analisis dan interpretasi data yang dilakukan adalah untuk
membuat peta penutupan/penggunaan lahan DAS Cileungsi-Citeureup dari citra
Ikonos tahun 2013. Analisis yang lain dilakukan meliputi pembuatan peta kelas
kemiringan lereng dari data SRTM resolusi 30m dan peta sub-faset lahan sebagai
satuan pemetaan (mapping unit). Yang terakhir ini dihasilkan dari analisis tumpang
tindih (overlay) antara peta faset lahan, peta penutupan/penggunaan lahan, dan peta

6

kelas kemiringan lereng. Dengan demikian peta sub-faset lahan adalah peta turunan
faset lahan (bentuklahan) yang mempunyai sifat dan kondisi lahan lebih homogen.
Oleh karena itu, peta ini digunakan sebagai satuan pemetaan. Analisis yang lain
adalah analisis matematis untuk pembuatan peta erosivitas hujan (nilai R) yang
dihasilkan dari peta rata-rata curah hujan tahunan (BMKG, 2015). Menurut Morgan
(2005) faktor erosivitas hujan didapat dari rata-rata curah hujan tahunan dikali 0,5.
Untuk peta panjang lereng dan kemiringan lereng (nilai LS) dihasilkan dari data
SRTM resolusi 30m yang dianalisis dengan piranti lunak SAGA 2.1.4. Nilai hasil
analisis kemudian distandardisasi di piranti lunak ArcGIS v.9.3 untuk memperoleh
nilai LS. Adapun nilai LS ini didapatkan dari nilai rata-rata 3x3 piksel pada masingmasing titik pengamatan lapang yang mewakili sub-faset lahan.
Tahap Survey Lapang
Proses kerja lapang dimulai terlebih dahulu dengan menentukan titik
pengamatan lapang (Lampiran 8) selama kerja di laboratorium. Kemudian pada saat
kerja lapang data tekstur tanah yang diambil meliputi tekstur tanah lapisan tanah
bagian atas dan bagian bawah (top soil dan sub soil). Data tekstur selanjutnya
digunakan untuk mengukur erodibilitas tanah (nilai K), sedangkan metode
penentuan tekstur tanah dilakukan secara kualitatif di lapang di setiap satuan
pemetaan. Untuk survey penggunaan lahan (nilai C) dan tindakan konservasi tanah
(nilai P) ditentukan sesuai jenis sub-faset lahan. Dalam penelitian ini jumlah titik
pengecekan lapang direncanakan sejumlah 151 titik dengan teknik Stratified
Random Sampling. Data survey lapang dalam penelitian ini dilengkapi dengan
dokumentasi pengamatan lapangan.
Tahap Analisis Data Akhir
Analisis data akhir meliputi konversi data, seperti data kelas tekstur tanah (top
soil dan sub soil), penggunaan lahan, dan tindakan konservasi lahan, menjadi faktor
erosi. Untuk konversi data tersebut, penelitian ini mengacu pada beberapa referensi
penilai erosi seperti Wall (2002), Rasool (2014), Ayalew (2015), Bakosurtanal
(1987), dan Departemen Kehutanan (2009) seperti yang terlampir pada Lampiran
1, Lampiran 2, dan Lampiran 3. Penentuan nilai erosi dilakukan sesuai persamaan
erosi USLE/RUSLE dari Wischmeier dan Smith (1978) A=RKLSCP. Informasi
sebaran erosi dihasilkan dari analisis overlay peta-peta erosivitas hujan, erodibilitas
tanah, panjang lereng dan kemiringan lereng, pengelolaan tanaman, dan konservasi
tanah. Dari analisis data atribut hasil overlay diperoleh nilai besarnya erosi, nilai
luasan, dan pola persebarannya, sehingga informasi sebaran erosi selanjutnya dapat
dikelaskan. Analisis berikutnya adalah penilaian kelas erosi untuk mengetahui kelas
rawan erosi.
Tahap Analisis Arahan Pengelolaan Lahan
Analisis untuk menghasilkan arahan pengelolaan lahan dilakukan melalui proses
overlay dengan mengacu pada peta RTRW Kabupaten Bogor dan peta rawan erosi.
Arahan pengelolaan lahan ditentukan berdasarkan hasil skenario yang mampu
menekan nilai erosi sampai di bawah nilai erosi yang dapat ditoleransi. Secara
singkat rangkaian dari seluruh penelitian ini disajikan dalam bentuk diagram alir
seperti yang terlihat pada Gambar 3.

7

Gambar 3. Diagram Alir Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN
Sub-Faset Lahan Daerah Penelitian
Faset Lahan
Faset lahan (land facet) adalah nama lain dari bentuklahan yang
diklasifikasikan oleh Oxford-MEXE (dalam Van Zuidam, 1985) pada skala ≥ 1 :
50.000. Dari hasil analisis Lukman (2015) daerah penelitian dapat dipilahkan
menjadi 25 jenis satuan faset lahan yang persebaran spasialnya disajikan pada
Gambar 4 (luasan disajikan pada Lampiran 13). Faset lahan yang memiliki
penyebaran paling luas adalah perbukitan denudasional claystone berumur Miosen
tertoreh kuat yang meliput 22,9% dari total luas DAS Cileungsi-Citeureup.
Sementara itu, faset lahan yang memiliki penyebaran paling kecil adalah perbukitan

8

karst limestone berumur Miosen tertoreh ringan yang meliput 0,1% dari total luas
DAS Cileungsi-Citeureup.

Gambar 4. Peta Faset Lahan DAS Cileungsi-Citeureup

9

Penutupan/Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan (land use) menurut Lillesand dan Kiefer (1979), berkaitan
dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu, sedangkan penutup lahan
(land cover) berkaitan dengan jenis kenampakan yang ada di permukaan bumi.
Informasi tentang penutupan lahan pada umumnya dapat dikenali dengan mudah
pada citra penginderaan jauh. Untuk menafsir penggunaan lahan pada citra
penginderaan jauh dapat didasarkan pada informasi penutup lahannya (Fakultas
Geografi UGM-Bakosurtanal, 2000). Berdasarkan hasil analisis interpretasi dari
citra Ikonos dan survey lapang, jenis penutupan/penggunaan lahan di daerah
penelitian dapat klasifikasikan menjadi 11 jenis, yaitu Badan Air, Lahan Terbangun,
Hutan, Kebun Campuran, Perkebunan, Pertambangan, Sawah, Sawah Tadah Hujan,
Semak/Belukar, Tanah Terbuka, dan Tegalan. Berdasarkan luasnya, hutan
tergolong yang paling luas atau dominan (30,0%) sedangkan yang terkecil adalah
sawah tadah hujan (0,1%). Luas kebun campuran, sawah, dan tegalan tampak
hampir sama sekitar 5% - 7% (Tabel 2). Berdasarkan persebarannya, hutan tampak
menyatu di bagian Tenggara dan Selatan DAS Cileungsi-Citeureup, sedangkan
lahan terbangun secara dominan tersebar di bagian Barat Laut dan Barat.
Perkebunan dan kebun campuran tersebar di bagian tengah DAS CileungsiCiteureup (Gambar 5).
Tabel 2. Luasan Penutupan/Penggunaan Lahan DAS Cileungsi-Citeureup
Penutupan/Penggunaan Lahan Luas (ha)
Persentase (%)
Badan Air
115,7
0,6
Lahan Terbangun
3.883,9
21,3
Hutan
5.468,7
30,0
Kebun Campuran
937,1
5,1
Perkebunan
4.942,1
27,1
Pertambangan
161,2
0,9
Sawah
1.231,7
6,7
Sawah Tadah Hujan
3,1
0,1
Semak/Belukar
207,3
1,1
Tanah Terbuka
49,8
0,3
Tegalan
1.233,9
6,8
Total
18.234,6
100,0
Kelas Kemiringan Lereng
Lereng dapat difahami sebagai suatu permukaan tanah yang miring dan yang
membentuk sudut tertentu terhadap suatu bidang horisontal (Das, 1985). Secara spasial,
kemiringan lereng lebih mudah dibaca setelah dikelaskan. Dalam penelitian ini,
klasifikasi kemiringan lereng mengacu pada hasil klasifikasi Wall (2002). Berdasarkan
hasil analisis kemiringan lereng, DAS Cileungsi-Citeureup didominasi oleh kelas
kemiringan lereng berombak (kemiringan lereng 8%-15%) dan landai (kemiringan
lereng 3%-8%) dengan masing-masing persentase 31,8% dan 31,0% dari total luas
DAS Cileungsi-Citeureup. Sementara itu, kelas kemiringan lereng sangat curam
(kemiringan lereng >45%) memiliki luas yang paling kecil, yaitu 0,2 % dari total luas
DAS Cileungsi-Citeureup. Sebaran spasial dan luasan kelas kemiringan lereng DAS
Cileungsi-Citeureup disajikan dalam Gambar 6 dan Tabel 3.

10

Gambar 5. Peta Penutupan/Penggunaan Lahan DAS Cileungsi-Citeureup

Gambar 6. Peta Kelas Kemiringan Lereng DAS Cileungsi-Citeureup

11

Tabel 3. Luasan Kelas Kemiringan Lereng DAS Cileungsi-Citeureup
Kelas Kemiringan
Kode Kelas
Luas Persentase
Keterangan
Lereng
Lereng
(ha)
(%)
Datar
A
0%-3%
2.743,5
15,0
Landai
B
3%-8%
5.649,8
31,0
Berombak
C
8%-15%
5.783,2
31,7
Agak
Curam
D
15%-30%
3.492,8
19,1
Curam
E
30%-45%
530,0
2,9
Sangat Curam
F
>45%
35,1
0,2
Total
18.234,6
100,0
Sub-Faset Lahan
Sub-faset lahan adalah bagian dari bentuklahan yang mempunyai karakter
lebih homogen, baik dari sisi morfologi maupun penutup lahannya, sehingga subfaset lahan digunakan sebagai satuan pemetaan. Peta ini dihasilkan dari analisis
overlay antara peta-peta faset lahan, penutupan/penggunaan lahan, dan kelas
kemiringan lereng. Dari hasil analisis didapatkan 151 jenis satuan sub-faset lahan
untuk daerah penelitian. Berdasarkan luasannya (Lampiran 12), sub-faset lahan
yang memiliki luasan tertinggi adalah Pegunungan Denudasional Vulkanik dengan
Penggunaan Lahan Hutan pada Kelas Lereng D (11,1%), Perbukitan Denudasional
dengan Penggunaan Lahan Perkebunan pada Kelas Lereng C (10,8%), dan Dataran
Fluvial Vulkanik dengan Penggunaan Lahan Lahan Terbangun pada Kelas Lereng
A (8,0%). Sementara itu, sub-faset lahan yang memiliki luasan terkecil adalah
Perbukitan Denudasional dengan Penggunaan Lahan Tanah Terbuka pada Kelas
Lereng D (0,1%). Gambar berikut merupakan persebaran spasial sub-faset lahan
DAS Cileungsi-Citeureup yang disajikan pada Gambar 7.
Estimasi Wilayah Rawan Erosi
Rawan bencana menurut Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis,
hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi
pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan
mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk
menanggapi dampak buruk bahaya tertentu. Dalam penelitian ini, yang dimaksud
dengan rawan erosi adalah estimasi terjadinya erosi tanah dalam waktu dekat
dengan asumsi bahwa kondisi penutup lahan dan pengelolaan lahan relatif tidak
berubah. Estimasi ini dinilai dari faktor-faktor erosivitas hujan, erodibilitas tanah,
kemiringan dan panjang lereng, serta pengelolaan tanaman dan tanah. Adapun hasil
penilaian dari masing-masing faktor tersebut diuraikan seperti berikut.

12

Gambar 7. Peta Sub-Faset Lahan DAS Cileungsi-Citeureup
Faktor Erosivitas Hujan (R)
Erosivitas hujan adalah daya erosi dari hujan pada suatu tempat (Arsyad 1989
dalam As-syakur 2008). Adapun nilai faktor erosivitas hujan adalah dihasilkan dari
rata-rata curah hujan tahunan. Menurut Morgan (2005) faktor erosivitas hujan bisa
didapat dari nilai rata-rata curah hujan tahunan dikali 0,5. Dari hasil analisis ini
didapatkan bahwa nilai rata-rata curah hujan di daerah penelitian sebesar 2.875
mm/tahun yang meliput 84,9% dari total luas DAS Cileungsi-Citeureup. Angka
tersebut setara dengan nilai faktor erosivitas hujan sebesar 1.437,5 MJ mm ha-1 h-1
(Tabel 4 dan Gambar 8).

13

Tabel 4. Curah Hujan dan Faktor Erosivitas Hujan (R)
Rata-rata
Erosivitas
Curah Hujan
Curah
Persentase
Hujan (MJ Luas (ha)
(mm/tahun)
(%)
Hujan
mm ha-1 h-1)
(mm/tahun)
2.500-2.750
2.625
1.312,5
1.948,3
10,7
2.750-3.000
2.875
1.437,5
15.476,8
84,9
3.000-3.250
3.125
1.562,5
809,5
4,4
Total
18.234,6
100,0

Gambar 8. Peta Faktor Erosivitas Hujan (R) DAS Cileungsi-Citeureup
Faktor Erodibilitas Tanah (K)
Menurut Arsyad (1989) dalam As-syakur (2008) erodibilitas tanah adalah
sifat mudah tidaknya tanah mengalami erosi yang ditentukan oleh berbagai sifat
fisik dan kimia tanah. Faktor tanah yang paling dominan pengaruhnya terhadap
erosi adalah struktur dan tekstur tanah serta bahan organik (Suripin, 2001). Wall
(2002) mengestimasi faktor erodibilitas tanah hanya dengan kelas tekstur tanah
apabila bahan organik tanah tidak diketahui. Dalam penelitian ini, faktor
erodibilitas tanah (K) dihitung berdasarkan azas keterwakilan dari setiap sub-faset
lahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelas tekstur tanah yang
penyebarannya paling luas di daerah penelitian adalah liat berdebu yang meliput
36,1% dari total luas DAS Cileungsi-Citeureup (Tabel 5 dan Gambar 9).

14

Tabel 5. Kelas Tekstur Tanah dan Faktor Erodibilitas Tanah (K)
Erodibilitas
Luas Persentase
Kelas Tekstur Tanah
Tanah
(ha)
(%)
(t h MJ-1 mm-1)
Lempung Berdebu
0,050
72,7
0,4
Lempung Berpasir
0,017
198,0
1,1
Lempung Berpasir Halus
0,024
5.201,4
28,5
Lempung Berpasir Kasar
0,009
2.712,8
14,9
Lempung Liat Berpasir
0,026
1.189,5
6,5
Lempung, Liat Berlempung
0,040
187,8
1,0
Liat
0,029
1.970,7
10,8
Liat Berdebu
0,034
6.578,3
36,1
No Data
0,000
115,7
0,6
Pasir Berlempung
0,005
7,9
0,1
Total
18.234,6
100,0

Gambar 9. Peta Faktor Erodibilitas Tanah (K) DAS Cileungsi-Citeureup
Faktor Panjang Lereng dan Kemiringan Lereng (LS)
Menurut Arsyad (1989) dalam As-syakur (2008) faktor panjang lereng
menggambarkan nisbah antara besarnya erosi tanah dengan panjang lereng tertentu
dibandingkan dengan erosi tanah pada panjang lereng 72,6 kaki (22,1 m) di bawah
keadaan yang identik. Sementara itu, faktor kemiringan lereng menggambarkan
nisbah antara besarnya erosi tanah dengan kemiringan lereng tertentu dibandingkan
dengan besarnya erosi tanah pada lereng 9% di bawah keadaan yang identik. Dalam

15

kaitannya dengan proses erosi, faktor lereng banyak berpengaruh terhadap kekuatan
aliran air. Aliran permukaan yang terakumulasi cenderung semakin banyak apabila
panjang lereng semakin bertambah (Suripin 2001). Hal tersebut menunjukkan
bahwa peningkatan laju erosi tanah akan semakin besar apabila panjang lereng
semakin bertambah. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai LS di wilayah
penelitian berkisar antara 0 – 11,548, sedangkan nilai LS yang memiliki luasan
terbesar adalah 3,203 yang meliput 11,1% dari total luas daerah penelitian. Hasil
pemetaan panjang lereng dan kemiringan lereng untuk DAS Cileungsi-Citeureup
disajikan pada Gambar 10.
Faktor Pengelolaan Tanaman (C)
Faktor pengelolaan tanaman menggambarkan nisbah antara besarnya erosi
dari suatu areal yang bervegetasi (ditanami) dan dikelola terhadap besarnya erosi
tanah yang identik dan tanpa tanaman (Arsyad 1989 dalam As-syakur 2008). Dalam
kaitannya dengan erosi, vegetasi sangat efektif mengontrol laju erosi melalui
modifikasi besaran faktor penyebab erosi (Chang, 2007). Efektivitas vegetasi dalam
mengontrol laju erosi ditentukan oleh karakteristiknya, seperti jenis, kerapatan,
tinggi rendah tajuk, dan kandungan serasah.
Nilai C berkisar antara 0 – 1, semakin besar nilai C maka aliran permukaan
semakin besar. Dari hasil analisis didapatkan bahwa nilai C terkecil untuk DAS
Cileungsi-Citeureup adalah 0,001 (hutan) dan nilai terbesar adalah 0,6 (tanah
terbuka). Hutan memiliki nilai C yang kecil karena memiliki kondisi lahan yang
baik dengan banyak kandungan unsur organik, struktur tanah yang baik, tajuk,
batang, ranting, serta serasah yang mampu mengurangi jumlah air hujan yang
sampai ke tanah. Sementara itu, tanah terbuka memiliki nilai C yang paling besar
karena tidak mampu mengurangi jumlah air hujan yang sampai ke tanah. Jenis
penggunaan lahan beserta nilai C untuk DAS Cileungsi-Citeureup disajikan pada
Tabel 6 dan Gambar 11.
Tabel 6. Penggunaan Lahan dan Faktor Pengelolaan Tanaman (C)
Penggunaan Lahan
Nilai C
Luas (ha)
Persentase (%)
Badan air
0,000
115,7
0,6
Bangunan
0,024
3.883,9
21,3
Hutan
0,001
5.468,7
30,0
Kebun Campuran
0,580
937,1
5,1
Perkebunan
0,580
4.942,1
27,1
Pertambangan
0,034
161,2
0,9
Sawah
0,010
1.231,7
6,7
Sawah Tadah Hujan
0,210
3,1
0,1
Semak/Belukar
0,550
207,3
1,1
Tanah Terbuka
0,600
49,8
0,3
Tegalan
0,580
1.233,9
6,8
Total
18.234,6
100,0

16

Gambar 10. Peta Faktor Panjang Lereng dan Kemiringan Lereng (LS) DAS
Cileungsi-Citeureup
Faktor Pengelolaan Tanah (P)
Faktor pengelolaan tanah merupakan nisbah dari tanah dengan tindakan
konservasi tertentu terhadap besarnya erosi dari tanah yang tidak diolah (Arsyad,
2007). Dari hasil kerja lapang didapatkan bahwa wilayah tanpa tindakan konservasi
merupakan wilayah yang paling dominan (96,4%) di DAS Cileungsi-Citeureup.
Angka tersebut menghasilkan nilai faktor pengelolaan tanah (nilai P) sebesar 1.
Banyaknya lahan dengan tanpa tindakan konservasi di daerah penelitian

17

dikarenakan biaya konservasi yang relatif mahal di kawasan budidaya (seperti
pembuatan teras), sehingga petani enggan untuk melakukan tindakan konservasi di
DAS Cileungsi-Citeureup. Jenis tindakan konservasi dan nilai P untuk DAS
Cileungsi-Citeureup disajikan pada Tabel 7 dan Gambar 12.

Gambar 11. Peta Faktor Pengelolaan Tanaman (C) DAS Cileungsi-Citeureup
Tabel 7. Tindakan Konservasi dan Faktor Pengelolaan Tanah
Tindakan Konservasi
Nilai P Luas (ha)
Persentase (%)
Penanaman dalam strip
0,25
99,9
0,5
Penanaman memotong lereng
0,75
183,7
1,0
Tanpa tindakan konservasi
1 17.574,2
96,4
Teras
0,5
376,8
2,1
Total
18.234,6
100,0
Kerawanan Erosi di DAS Cileungsi-Citeureup
Erosi aktual merupakan nilai erosi yang terjadi pada sebidang lahan dengan
sistem pengelolaan tanaman dan tanah tertentu. Nilai erosi dihitung dengan
rumusan A=RKLSCP dan berdasarkan hasil perhitungan didapatkan bahwa nilai
erosi aktual tertinggi di daerah penelitian adalah sebesar 127,8 ton/ha/tahun atau
setara dengan ketebalan 12,8 mm/tahun (dengan asumsi berat jenis tanah = 1
gram/cm3). Persebaran nilai erosi tertinggi tersebut terjadi pada sub-faset lahan
perbukitan denudasional yang memiliki penggunaan lahan tanah terbuka serta
kemiringan lereng 15-30%. Sebaliknya, erosi terendah, yaitu sebesar 0 ton/ha/tahun
atau setara dengan ketebalan 0 mm/tahun (dengan asumsi berat jenis tanah = 1

18

gram/cm3) tersebar pada sub-faset lahan dataran fluvial yang memiliki penggunaan
lahan sawah serta kemiringan lereng 0-3%.

Gambar 12. Peta Faktor Pengelolaan Tanah (P) DAS Cileungsi-Citeureup
Tingginya angka erosi pada lahan-lahan terbuka disebabkan pula oleh
letaknya yang berada pada kelerengan yang curam atau dengan nilai LS yang tinggi.
Lahan dengan kemiringan lereng yang curam memiliki pengaruh gaya berat (gravity)
yang lebih besar dibandingkan dengan lahan dengan kemiringan lereng datar. Hal ini
disebabkan gaya berat berbanding lurus dengan kemiringan permukaan tanah
(Wiradisastra 2002 dalam Afwilla 2015). Adapun kerapatan vegetasi yang rendah
pada lahan-lahan ini berpengaruh pada besarnya jumlah air hujan yang sampai ke
permukaan tanah. Jika kerapatan vegetasi tinggi maka akan terjadi sebaliknya, air
hujan jauh lebih sedikit sampai ke permukaan tanah. Hal ini senada dengan
pendapat Chang (2007) bahwa efektivitas vegetasi dalam mengurangi jumlah air
hujan untuk sampai ke permukaan tanah ditentukan oleh stratifikasi tajuk, kerapatan
vegetasi, tumbuhan penutup tanah, serta kandungan unsur organik dari vegetasi
tersebut. Adapun erosi yang rendah pada lahan-lahan sawah lebih disebabkan oleh
letaknya yang berada pada lereng datar dan dengan tumbuhan penutup tanah (padi)
yang baik.
Informasi sebaran erosi dalam penelitian ini dikelaskan berdasarkan metode
klasifikasi RUSLE dan Departemen Kehutanan. Hal ini disebabkan metode dari
Departemen Kehutanan cukup banyak digunakan di Indonesia. Dalam hal ini, kelas
rawan erosi menurut klasifikasi RUSLE mengkelaskan tingkat kerawanan
berdasarkan hasil penilaian erosi aktual, sedangkan kelas rawan erosi menurut
Departemen Kehutanan selain mempertimbangkan hasil penilaian erosi aktual juga

19

mempertimbangkan ketebalan solum tanah (Lampiran 11). Dengan demikian,
semakin tinggi nilai erosi dan semakin tipis solum tanah, maka semakin tinggi
tingkat kerawanannya, dan demikian pada sebaliknya. Informasi sebaran ketebalan
solum dalam penelitian ini mengacu pada hasil penelitian Anhar (2016) dan
dilampirkan pada Lampiran 9 dan Lampiran 10.
Berdasarkan metode RUSLE, kelas rawan erosi sangat rendah (33
ton/ha/tahun)

Kawasan
Perkebunan

Perubahan
sawah/tegalan
cropping/teras
Perubahan
sawah/tegalan
cropping/teras
Perubahan
sawah/tegalan
cropping/teras

Luas
(Ha)

penggunaan
lahan
menjadi
dengan pengelolaan tanah strip

10,6

penggunaan
lahan
menjadi
dengan pengelolaan tanah strip

4,0

penggunaan
lahan
menjadi
dengan pengelolaan tanah strip

7,1

Tegalan

Pengelolaan tanah strip cropping/teras/serasah

91,5

Kebun campuran

Pengelolaan tanah strip cropping/teras/serasah

5,9

Pengelolaan tanah strip cropping/teras/serasah

39,4

Pengelolaan tanah strip cropping/teras/serasah

273,7

Kebun campuran

Pengelolaan tanah strip cropping/teras/serasah

23,1

Perkebunan
(pisang)

Pengelolaan tanah strip cropping/teras/serasah

466,4

Semak/belukar

Perubahan
penggunaan
lahan
menjadi
sawah/tegalan dengan pengelolaan tanah strip
cropping/teras

5,7

Kebun campuran

Pengelolaan tanah strip cropping/teras/serasah

3,6

Perkebunan
(pisang)

Pengelolaan tanah strip cropping/teras/serasah

193,5

Semak/belukar

Perubahan
penggunaan
lahan
perkebunan/kebun
campuran/hutan
pengelolaan tanah strip cropping/teras

Perkebunan
(pisang)

Pengelolaan tanah strip cropping/teras/serasah

225,6

Tegalan

Pengelolaan tanah strip cropping/teras/serasah

5,5

Kebun campuran

Pengelolaan tanah strip cropping/teras/serasah

14,2

Perkebunan
(pisang)
Perkebunan
(pisang)

menjadi
dengan

8,2

23

Perkebunan
(pisang)
Kawasan
Pertanian
Lahan
Kering

Kawasan
Tanaman
Tahunan

Pertambangan

Semak/belukar

Pengelolaan tanah strip cropping/teras/serasah
Perubahan
sawah/tegalan
cropping/teras
Perubahan
sawah/tegalan
cropping/teras

548,5

penggunaan
lahan
menjadi
dengan pengelolaan tanah strip

4,6

penggunaan
lahan
menjadi
dengan pengelolaan tanah strip

25,2

Tegalan

Pengelolaan tanah strip cropping/teras/serasah

160,2

Kebun campuran

Pengelolaan tanah strip cropping/teras/serasah

4,5

Perkebunan
(pisang)

Pengelolaan tanah strip cropping/teras/serasah

107,9

Semak/belukar

Tanah terbuka
Tegalan

Perubahan
penggunaan
lahan
perkebunan/kebun
campuran/hutan
pengelolaan tanah strip cropping/teras
Perubahan
penggunaan
lahan
perkebunan/kebun
campuran/hutan
pengelolaan tanah strip cropping/teras

menjadi
dengan

13,4

menjadi
dengan

2,5

Pengelolaan tanah strip cropping/teras/serasah

Total

5,1
2.384,4

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis antara peta faset lahan dengan peta
penutupan/penggunaan lahan dan peta kemiringan lereng didapatkan jumlah subfaset lahan sebanyak 151 unit di daerah penelitian.
Dari hasil analisis erosi tanah dengan metode RUSLE didapatkan bahwa
daerah penelitian dicirikan secara dominan oleh faktor erosivitas hujan (R) sebesar
1.437,5 MJ mm ha-1 h-1 (84,9%), faktor erodibilitas tanah (K) sebesar 0,034 t h MJ1
mm-1 (36,1%), faktor panjang lereng dan kemiringan lereng (LS) sebesar 3,203
(11,1%), faktor pengelolaan tanaman (C) sebesar 0,001 (30,0%), dan faktor
pengelolaan tanah (P) sebesar 1 (96,4%). Oleh sebab itu, tingkat erosi dominan di
wilayah penelitian tergolong sangat rendah (