Karakteristik Morfologi Dan Molekuler 18 Genotipe Cabai Hias (Capsicum Spp.)

KARAKTERISTIK MORFOLOGI DAN MOLEKULER
18 GENOTIPE CABAI HIAS (Capsicum spp.)

FITTIA ELTANTI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Morfologi
dan Molekuler 18 Genotipe Cabai Hias (Capsicum spp.) adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015
Fittia Eltanti
NIM A24110058

*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada kerja sama terkait.

ABSTRAK
FITTIA ELTANTI. Karakteristik Morfologi dan Molekuler 18 Genotipe Cabai
Hias (Capsicum spp.). Dibimbing oleh AWANG MAHARIJAYA dan
MUHAMAD SYUKUR.
Pengkajian mengenai cabai hias di Indonesia masih terbatas. Karakterisasi
berdasarkan morfologi dan penanda molekuler genotipe cabai hias (Capsicum spp.)
sebagai penelitian awal untuk program pemuliaan perlu dilakukan. Penelitian
menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) yang terdiri atas 18
genotipe cabai hias sebagai perlakuan dengan tiga ulangan. Terdapat tiga jenis
karakter yang diamati pada penelitian ini, yakni kuantitatif, kualitatif dan molekuler.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antar 18 genotipe cabai
hias berdasarkan karakter morfologi dan molekuler. Analisis molekuler
menunjukkan tingkat polimorfisme yang sangat tinggi sebesar 98.18%.

Berdasarkan analisis gerombol pada molekuler dengan koefisien kemiripan 54%
terbagi menjadi 4 kelompok yaitu (1) kelompok A meliputi IPB H1, IPB H10, IPB
H3, Triwarsana 1-5, IPB H4, IPB H2, IPB Ungara, dan IPB H6, (2) kelompok B
meliputi IPB H5, Triwarsana 1-3, IPB Seroja, IPB H13, Triwarsana 1-1, IPB H7,
IPB H12, dan IPB H9, (3) kelompok C adalah IPB H8, (4) kelompok D adalah IPB
H11, sedangkan berdasarkan karakter kualitatif dengan koefisien kemiripan sebesar
54% membentuk 5 kelompok yaitu (1) kelompok A meliputi IPB H1, IPB H3, IPB
H8, IPB Ungara, (2) kelompok B meliputi IPB H2 dan IPB H6, (3) kelompok C
meliputi IPB H4, Triwarsana 1-5, Triwarsana 1-1, IPB H13, IPB Seroja, Triwarsana
1-3, IPB H10, (4) kelompok D meliputi IPB H5, IPB H12, IPB H7, IPB H9, (5)
kelompok E adalah IPB H11.
Kata kunci: cabai hias, genotipe, karakterisasi, morfologi, RAPD

ABSTRACT
FITTIA ELTANTI. Morphology and Molecular Characterization of Ornamental
Pepper (Capsicum spp.). Supervised by AWANG MAHARIJAYA and
MUHAMAD SYUKUR.
Studies of ornamental pepper in Indonesia are still very limited.
Characterization of morphological characteristic and molecular of ornamental
pepper (Capsicum spp.) is an important step toward breeding program for

ornamental pepper was to study the genetic diversity of 18 genotypes of ornamental
pepper based on morphological characteristic and molecular by used Random
Amplified Polymorphic DNA (RAPD) The experimental design used was
Randomize Complete Block Design which is consist by 18 genotype with three
replications then obtained 54 units of the experiment. There are three variables
observed on this research, quantitative, qualitative and molecular. The results
showed that there are 18 genotypes of ornamental pepper showed diversity
morphologically and molecular. Molecular analysis showed a very high degree of
polymorphism of 98.18%. Based on the analysis of molecular clustering with 54%

similarity coefficient divided into 4 groups: (1) group A includes IPB H1, IPB H10,
IPB H3, Triwarsana 1-5, IPB H4, IPB H2, IPB Ungara and IPB H6, (2) group B
includes IPB H5, Triwarsana 1-3, IPB Seroja, IPB H13, Triwarsana 1-1, IPB H7,
IPB H12 and IPB H9, (3) group C is IPB H8, (4) group D is IPB H11, while based
on qualitative character similarity coefficient of 54% to form five groups: (1) group
A includes IPB H1, IPB H3, IPB H8, IPB Ungara, (2) group B includes IPB H2 and
IPB H6, (3) group C includes IPB H4, Triwarsana 1-5, Triwarsana 1-1, IPB H13,
IPB Seroja, Triwarsana 1-3, IPB H10, (4) group D includes IPB H5, IPB H12, IPB
H7, IPB H9, (5) the group E is IPB H11.
Keywords: characterization, genotype, morphology, ornamental pepper, RAPD


KARAKTERISTIK MORFOLOGI DAN MOLEKULER
18 GENOTIPE CABAI HIAS (Capsicum spp.)

FITTIA ELTANTI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia dan rahmat-Nya sehingga mampu menyelesaikan penulisan skripsi
dengan baik. Skripsi dengan judul Karakteristik Morfologi dan Molekuler 18
Genotipe Cabai Hias (Capsicum spp.) dilaksanakan untuk mempelajari keragaman
genetik yang dimiliki oleh 18 genotipe cabai hias berdasarkan karakter morfologi
dan molekuler dengan menggunakan marka Random Amplified Polymorphic DNA
(RAPD).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Awang Maharijaya, SP MSi, selaku
pembimbing pertama dan Prof Dr Muhamad Syukur, SP MSi selaku pembimbing
kedua yang senantiasa memberikan bimbingan, arahan, nasihat, dan dorongan
selama penyelesaian tugas akhir. Dr Faiza C Suwarno selaku pembimbing
akademik yang telah memberikan motivasi dan nasihat selama penulis menempuh
pendidikan di Departemen Agronomi dan Hortikultura. Seluruh staf pengajar
Departemen Agronomi dan Hortikultura yang telah banyak memberikan ilmunya.
Sutanto dan Elly Mariyanah selaku orang tua beserta seluruh keluarga, atas doa,
dukungan, dan kasih sayangnya. Teman-teman Dandelion AGH 48 yang telah
memberikan bantuan dan dukungan selama kegiatan penelitian.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak dan dapat menjadi referensi
untuk penelitian selanjutnya.

Bogor, September 2015

Fittia Eltanti

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Hipotesis
TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi, Botani dan Syarat Tumbuh Cabai
Cabai Sebagai Tanaman Hias
Kegiatan Karakterisasi dalam Pemuliaan Tanaman
Penanda Morfologi dan Penanda Molekuler
METODE
Tempat dan Waktu
Bahan dan Alat
Metode Percobaan
Prosedur Percobaan

Pengamatan
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Karakter Kualitatif
Analisis Sidik Ragam
Karakter Kuantitatif
Analisis Molekuler
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
v
1
1

2
2
2
2
3
3
4
5
5
5
5
6
8
10
11
11
12
17
19
20

23
23
23
23
25
34

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11


Daftar primer random amplified polymorphism DNA (RAPD)
yang digunakan untuk amplifikasi PCR
Penampilan karakter kualitatif habitus tanaman, bentuk batang,
dan warna batang pada 18 genotipe cabai hias yang diuji
Penampilan karakter kualitatif bentuk daun dan warna daun
pada 18 genotipe cabai hias yang diuji
Penampilan karakter kualitatif posisi bunga dan warna mahkota
bunga pada 18 genotipe cabai hias yang diuji
Penampilan karakter kualitatif bentuk buah dan pedicel
pada 18 genotipe cabai hias yang diuji
Penampilan karakter kualitatif bentuk blossom end dan
penampang melintang pada 18 genotipe cabai hias yang diuji
Penampilan karakter kualitatif warna buah muda, buah
intermediate, dan buah matang pada 18 genotipe yang diuji
Rekapitulasi sidik ragam terhadap karakter yang diamati
Nilai tengah karakter tinggi tanaman, tinggi dikotomus,
dan diameter batang yang diuji pada setiap genotipe
Nilai tengah karakter lebar kanopi, panjang buah, dan
diameter buah, dan bobot buah yang diuji pada setiap genotipe
Jumlah pita hasil amplifikasi DNA cabai hias dengan 11 primer


7
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Habitus tanaman
Bentuk daun
Kedudukan bunga
Bentuk pangkal buah
Bentuk penampang melintang buah
Bentuk buah blossom-end
Bentuk buah cabai
Warna mahkota bunga
Bentuk buah 18 genotipe cabai hias
Pengamatan pada perubahan warna buah cabai hias
dari muda hingga matang
Karakter pola pita DNA 18 genotipe cabai hias pada
primer OPA 4
Analisis gerombol 18 genotipe cabai hias (Capsicum spp.)
berdasarkan molekuler
Analisis gerombol 18 genotipe cabai hias (Capsicum spp.)
berdasarkan karakter kualitatif

8
8
9
9
9
10
10
14
15
17
21
22
22

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18

Deskripsi genotipe IPB H1
Deskripsi genotipe IPB H2
Deskripsi genotipe IPB H3
Deskripsi genotipe IPB H4
Deskripsi genotipe IPB H5
Deskripsi genotipe IPB H6
Deskripsi genotipe IPB H7
Deskripsi genotipe IPB H8
Deskripsi genotipe IPB H9
Deskripsi genotipe IPB H10
Deskripsi genotipe IPB H11
Deskripsi genotipe IPB H12
Deskripsi genotipe IPB H13
Deskripsi genotipe Triwarsana 1-1
Deskripsi genotipe Triwarsana 1-3
Deskripsi genotipe Triwarsana 1-5
Deskripsi genotipe Seroja
Deskripsi genotipe Ungara

25
25
26
26
27
27
28
28
29
29
30
30
31
31
32
32
33
33

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Cabai (Capsicum spp.) tidak hanya dimanfaatkan sebagai sayuran untuk
dikonsumsi atau bahan pelengkap masakan, namun juga dimanfaatkan sebagai
tanaman hias yang menarik untuk dibudidayakan. Penanaman cabai sebagai
tanaman hias mempunyai tujuan menambah keindahan, berbeda dengan
penanaman untuk tujuan produksi. Hessayon (1993) menyatakan bahwa tanaman
cabai hias dapat dinikmati segi estetikanya baik dari daun, bunga maupun buahnya.
Cabai sebagai tanaman hias harus memenuhi kualifikasi dan kualitas sebagai
tanaman hias, yakni selain dapat memproduksi buah juga dapat menambah
keindahan baik di dalam maupun di luar ruangan. Munculnya tipe-tipe cabai hias
baru diharapkan nantinya dapat memenuhi selera konsumen dan menarik minat
petani untuk lebih mengembangkan cabai hias (Wirasti 2013).
Tanaman cabai hias populer di Eropa dan Amerika Serikat (Bosland dan
Votava 1999), sedangkan di Indonesia pemanfaatan cabai sebagai tanaman hias
belum dikenal oleh masyarakat umum secara luas. Masih terbatasnya varietas cabai
hias di Indonesia menjadi salah satu indikator belum berkembangnya pemanfaatan
cabai sebagai tanaman hias. Usaha untuk mengembangkan varietas cabai hias salah
satunya dapat dilakukan dengan kegiatan pemuliaan tanaman. Pemuliaan tanaman
merupakan suatu usaha untuk memperbaiki bentuk dan sifat tanaman yang lebih
cepat dibandingkan dengan perbaikan melalui seleksi alam. Pembentukan populasi
dasar dengan keragaman yang tinggi serta dilanjutkan dengan kegiatan
karakterisasi merupakan langkah awal dalam pemuliaan tanaman karena dengan
adanya pengetahuan mengenai keragaman genetik dapat memberikan bahan seleksi
genotipe yang dikehendaki. Informasi keragaman genetik antar bahan pemuliaan
penting diketahui sebagai dasar untuk memilih tetua yang akan disilangkan (Brown
et al. 2000).
Karakterisasi dapat dilakukan secara morfologi maupun molekuler. Karakter
morfologi mudah diamati, namun memiliki kelemahan karena dapat dipengaruhi
oleh kondisi lingkungan, dengan demikian analisis molekuler perlu dilakukan
karena tidak dipengaruhi oleh lingkungan. Keragaman genetik plasma nutfah dapat
dianalisis secara cepat dengan penanda molekuler pada tingkat DNA (Staub et al.
1996). Analisis dengan penanda molekuler hanya berdasarkan polimorfisme
ukuran nukleotida saja, sehingga jumlahnya banyak, konsisten tidak dipengaruhi
oleh lingkungan dan tingkat pertumbuhan tanaman (Wink 1999).
Penggunaan marka genetik melalui analisis RAPD merupakan teknik yang
lebih cepat dan mudah dilakukan. Hasil reaksi PCR (Polymerase Chain Reaction)
berupa potongan DNA yang dengan mudah dapat dipisahkan melalui teknik
elektroforesis dan dapat dilihat dalam bentuk berbagai ukuran pita DNA (Henry
1997). Pengetahuan tentang perbedaan pada tingkat molekuler dan didukung oleh
data morfologi, memungkinkan untuk memberikan penanda spesifik pada genotipe
tanaman.

2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari keragaman genetik 18 genotipe
cabai hias berdasarkan karakter morfologi dan molekuler dengan menggunakan
marka Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD).
Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat keragaman
morfologi dan molekuler 18 genotipe cabai hias.

TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi, Botani dan Syarat Tumbuh Cabai
Tanaman cabai tergolong divisi Magnoliophyta, kelas Magnolipsida, ordo
Solanales, famili Solanaceae dan genus Capsicum. Selain C. annuum spesies lain
yang telah dibudidayakan adalah C. frutescens, C. baccatum, C. pubescens, dan C.
chinense (Berke 2000).
Tong dan Bosland (1999) menyatakan bahwa dari lima spesies yang telah
dibudidayakan tersebut, C. annuum L. merupakan tanaman sayuran sangat penting
di banyak kota Asia, diperkirakan mempunyai pusat asal di Meksiko, kemudian
menyebar ke daerah Amerika Selatan, Amerika Tengah, dan Eropa. Kini spesies
tersebut tersebar luas di daerah tropis dan subtropis (Rubatzky dan Yamaguchi
1999). Cabai rawit atau C. frutenscens adalah spesies semidomestikasi yang
ditemukan di dataran rendah tropika Amerika. Selain itu, Asia Tenggara dikenal
sebagai daerah pusat keragaman sekunder. Beberapa varietas ditanam luas di
wilayah panas iklim sedang maupun wilayah tropika (Greenleaf 1986).
Domestikasi Capsicum chinense tersebar luas di wilayah tropika Amerika dan
spesies ini sering ditanam luas di wilayah Amazon. Sebagian besar Capsicum
baccatum terbatas di wilayah tengah Amerika Selatan (Bolivia). Capsicum
pubescens ditanam di Amerika Tengah dan dataran tinggi pegunungan Andes. Tipe
moyang liarnya tidak dikethui, tetapi spesies ini berkerabat dengan spesies liar lain
dari Amerika Selatan, seperti C. eximium dan C. cardenasii (Greenleaf 1986).
Tanaman cabai termasuk tanaman semusim berbentuk perdu, bercabang
banyak, batang utama tegak, dengan daun berbentuk hati dan perakaran mencapai
25-35 cm. Tanaman cabai mempunyai bunga sempurna, berdiri tegak atau
berkelompok pada ketiak daun, mahkota bunga bewarna putih dan mempunyai
lima benang sari serta sebuah putik yang dapat melakukan penyerbukan sendiri
atau penyerbukan silang (Edmond et al. 1983). Sebagian besar spesies Capsicum
bersifat menyerbuk sendiri (self pollination) tetapi penyerbukan silang (cross
pollination) secara alami dapat terjadi dengan bantuan lebah dengan persentase
pesilangan berkisar 7.6-36.8%.
Tanaman cabai secara umum mempunyai daya adaptasi yang luas, dapat
tumbuh di dataran rendah sampai dataran tinggi, baik di lahan sawah maupun lahan
kering, Namun, untuk dapat tumbuh dan menghasilkan secara optimum, tanaman
cabai menghendaki persyaratan tumbuh antara lain tanah gembur dan banyak

3
mengandung humus, tidak tergenang, memiliki kandungan pH 5.5-6.8. Cabai dapat
tumbuh baik pada curah hujan 600-1 200 mm per tahun, dan daerah penanaman
bukan daerah endemik layu fusarium dan layu bakteri (Moekasan et al. 2014).
Penyinaran matahari langsung dapat menyebabkan sun scald dan menyebabkan
tidak suburnya serbuk sari, sehingga menurunkan pembentukan buah (Tindall
1983). Kombinasi perlakuan yang memiliki pertumbuhan cabai hias dalam polybag
secara vegetatif dan generatif terbaik terdapat pada kombinasi perlakuan tanpa GA3
dan 1.5 NPK/polybag (Sari 2010).
Cabai Sebagai Tanaman Hias
Cabai (Capsicum spp.), disamping bernilai komersial juga menarik bila
dijadikan sebagai tanaman hias. Tanaman cabai merupakan salah satu tanaman hias
buah yang biasa ditanam dalam pot, dan dapat berfungsi baik sebagai tanaman hias
dalam ruang dan di luar ruangan (Setiadi 2002).
Selain C. annuum L., spesies lain yang dibudidayakan adalah C. frutescens,
C. baccatum, C. pubescens, dan C. chinense (Berke 2000). Jenis cabai yang
berpotensi sebagai tanaman hias adalah C. chinense dan C. pubescens, karena C.
chinense memiliki bentuk buah yang beragam dan variasi buah yang menarik,
sedangkan C. pubescens memiliki bunga dan buah yang bewarna ungu
(Djarwaningsih 2005).

Kegiatan Karakterisasi dalam Pemuliaan Tanaman
Pemuliaan tanaman merupakan usaha untuk memperbaiki bentuk dan sifat
tanaman yang lebih cepat dibandingkan dengan perbaikan melalui seleksi alam.
Pemuliaan tanaman merupakan kegiatan yang dinamis dan berkelanjutan.
Kedinamisannya dicerminkan dari adanya tantangan dan kondisi lingkungan yang
cenderung berubah, selera ataupun preferensi konsumen terhadap pangan yang juga
berkembang, oleh karenanya kegiatan pemuliaan pun akan berpacu sejalan dengan
perubahan tersebut. Sedangkan keberlanjutannya dapat dilihat dari kegiatannya
yang sinambung, berlanjut dari satu tahapan menuju tahapan berikutnya. Kegiatan
pemuliaan tanaman dilihat dari metode yang digunakan, dibagi menjadi dua:
pendekatan pemuliaan konvensional (contohnya melalui persilangan, seleksi dan
mutasi) dan inkonvesional (contohnya kloning gen, marka molekuler dan transfer
gen) (Carsono 2008).
Program pemuliaan tanaman pada dasarnya mengikuti beberapa tahapan.
Langkah awal bagi setiap program pemuliaan tanaman adalah koleksi beberapa
plasma nutfah atau genotipe. Setelah dilakukan koleksi, tanaman-tanaman tersebut
dikarakterisasi dan dilakukan seleksi sesuai dengan karakter-karakter yang
diinginkan. Selanjutnya melakukan perluasan keragaman genetik yang pada
umumnya dilakukan dengan cara hibridisasi (persilangan) dan mutasi. Tahapan
selanjutnya adalah melakukan seleksi setelah perluasan keragaman genetik dengan
menggunakan metode seleksi yang sangat tergantung dari tipe penyerbukan, yakni
tipe tanaman menyerbuk sendiri dan tanaman menyerbuk silang. Setelah seleksi
dilakukan maka tahap berikutnya adalah evaluasi dan pengujian, baik uji daya hasil
pendahuluan, uji daya hasil lanjutan dan uji multilokasi. Tahapan pemuliaan
tanaman yang terakhir adalah pelepasan dan perbanyakan (Syukur et al. 2015).

4
Identifikasi karakter tanaman merupakan salah satu upaya untuk
mendapatkan informasi mengenai keragaman genetik. Adanya keragaman genetik
tanaman dan kemampuan mengidentifikasinya merupakan kunci keberhasilan
dalam pemuliaan tanaman. Keragaman genetik dapat terjadi karena adanya
perubahan susunan sejumlah rantai nukleotida DNA. Perubahan itu mungkin dapat
mempengaruhi fenotipe suatu organisme yang dapat dipantau dengan kasat mata
atau mempengaruhi reaksi individu terhadap lingkungan tertentu (Darmono 1996).
Penanda Morfologi dan Penanda Molekuler
Penanda morfologi merupakan suatu penanda yang berdasarkan bentuk
organ-organ tanaman yang mudah diamati. Penanda morfologi yang digunakan
dalam deskripsi taksonomi karena lebih mudah, sederhana dan lebih murah.
Penanda morfologi dipergunakan sebagai cara cepat untuk mengidentifikasi
varietas dan diharapkan dapat digunakan untuk menilai kekerabatan antar genotipe
sehingga lebih bermanfaat dalam progam pemuliaan tanaman.
Keunggulan dari penanda molekuler adalah kemampuan membedakan setiap
spesies tanaman atau genotipe tanaman tanpa dipengaruhi lingkungan dan
memerlukan waktu relatif singkat dikarenakan dapat mengidentifikasi tanaman
pada stadia awal pertumbuhan. Umumnya sifat kuantitatif tanaman dikendalikan
oleh banyak gen (poligen) dan dipengaruhi faktor lingkungan, sehingga perbedaan
antar klon atau spesies berkerabat dekat sulit untuk diamati. Sejalan dengan
semakin berkembangnya bidang molekuler permasalahan diatas telah terbukti
mampu diatasi (Darmono 1996). Penggunaan penanda molekuler sangat
bermanfaat untuk membandingkan berbagai klasifikasi baik berdasarkan analisis
RAPD mupun dengan analisis berdasarkan pada penanda lainnya seperti SSR,
RFLP dan AFLP, sehingga hasil klasifikasi lebih akurat.
Penanda molekuler DNA lebih unggul dari penanda morfologi dan isoenzim
karena: 1) akurat dan tidak dipengaruhi lingkungan yang mempengaruhi ekspresi
dari gen tersebut, 2) dapat diuji pada semua tingkat perkembangan tanaman, 3)
pada pengujian ketahanan hama dan penyakit tidak tergantung pada organisme
pengganggu, dan 4) seleksi pada tingkat genotipe dapat mempercepat proses
seleksi dan hemat pada pengujian selanjutnya di lapang.
Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD)
Surahman (2002) menyatakan bahwa dalam tanaman yang paling banyak
digunakan adalah penanda RFLP (restriction fragment length polymorphisms).
RFLP mempunyai beberapa kelemahan, sehinga para peneliti sekarang banyak
bergeser kepada penanda RAPD. Selain lebih murah penggunaan penanda ini juga
lebih sederhana dan tidak memerlukan informasi urutan DNA sebelumnya serta
hanya memerlukan 10% DNA per individu dibandingkan RFLP (Paterson 1996).
Teknik RAPD merupakan metode analisis DNA genom dengan cara melihat
pola pita DNA yang dihasilkan setelah DNA genom diamplifikasi menggunakan
primer acak. RAPD menggunakan primer tunggal atau sekuen nukleotida pendek
(10 sampai 20 pasang basa) yang susunan basanya dibuat secara acak. Primer ini
banyak kelebihan, diantaranya tidak dipengaruhi lingkungan, membutuhkan sedikit
DNA dengan tingkat kemurnian tidak terlalu tinggi, prosedur sederhana tanpa

5
radiaktif. Primer tersebut akan berpasangan dengan utas tunggal DNA genom yang
satu dan pada utas DNA pasangannya dengan orientasi yang berlawanan. Jumlah
dan kualitas fragmen DNA yang dihasilkan bergantung pada panjang dan
komposisi nukleotida penyusun primer, konsentrasi dan kemurnian DNA cetakan,
dan suhu penempelan pada reaksi PCR.

METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2014 hingga Juni 2015.
Penyemaian dan kegiatan pasca panen dilakukan di Laboratorium Pendidikan
Pemuliaan Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian
Bogor (IPB). Penanaman dan kegiatan karakterisasi morfologi dilaksanakan di
Screen House Kebun Percobaan Leuwikopo, IPB. Kegiatan analisis molekuler
dilaksanakan di Laboratorium Molekuler Pusat Kajian Hortikultura Tropika
(PKHT), IPB Baranangsiang, Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah 18 genotipe cabai
hias. Genotipe-genotipe tersebut adalah IPB H1, IPB H2, IPB H3, IPB H4, IPB H5,
IPB H6, IPB H7, IPB H8, IPB H9, IPB H10, IPB H11, IPB H12, IPB H13,
Triwarsana 1-1, Triwarsana 1-3, Triwarsana 1-5, IPB Ungara, dan IPB Seroja.
Bahan yang digunakan untuk media tanam berupa campuran tanah dan pupuk
kandang dengan perbandingan 2:1 (v/v), pupuk daun, NPK, akarisida, insektisida,
dan fungisida. Bahan untuk kegiatan analisis molekuler adalah daun muda cabai
hias setiap genotipe, polyvinilpoly-pyrolidone (PPVP), pasir kuarsa, larutan buffer
ekstrasi, larutan kloroform:isoamil alkohol (24:1), isopropanol dingin, alkohol 70%,
air bebas ion, gel agarosa, nuclease-free water, loading dye, GoTaq Green Master
Mix, 11 primer OPA (1, 2, 3, 4, 7, 8, 9, 12, 13, 16 dan 18), DNA ladder 1 kb, buffer
TAE (tris base, asam asetat, EDTA), ethidium bromide 1%, dan akuades.
Peralatan yang digunakan adalah tray persemaian, polybag dengan diameter
30 cm, ajir bambu, tali rafia, hand sprayer, label, serta peralatan budidaya secara
umum. Pengamatan karakter morfologi menggunakan penggaris, meteran, jangka
sorong digital, timbangan analitik, serta kamera. Peralatan saat analisis molekuler
adalah mortar, tabung erlenmenyer, micro tube, pipet tips, pipet mikro, cetakan gel
agarose, water bath, vortex, centrifuge, freezer, microwave, PCR, elektroforesis,
dan UV transilluminator.
Metode Percobaan
Karakterisasi morfologi menghasilkan data kuantitatif dan kualitatif. Data
kuantitatif akan menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT).
Penelitian menggunakan 18 genotipe cabai hias dan setiap genotipe diulang dalam
tiga kelompok, dengan demikian terdapat 54 satuan percobaan dan masing-masing
satuan percobaan terdapat 5 tanaman. Jumlah bahan tanam adalah 270 tanaman

6
dengan seluruh tanaman menjadi satuan pengamatan. Pengacakan perlakuan
dilakukan pada masing-masing kelompok percobaan.
Model rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut,
Yij
= μ + αi + βj + εij
i
= 1,2,..., 18 dan j=1,2,...,3
Yij
= nilai hasil pengamatan pada genotipe cabai hias ke-i dan kelompok
ke-j
μ
= rataan umum
αi
= pengaruh genotipe cabai ke-i
βj
= pengaruh kelompok ke-j
εij
= galat percobaan pada genotipe cabai ke-i dan kelompok ke-j
Pengamatan data kualitatif akan menggunakan satu tanaman sampel pada
setiap genotipe sehingga akan ada 18 tanaman yang menjadi satuan pengamatan.
Prosedur Percobaan
Persemaian dan Penanaman
Persemaian benih dilakukan dengan menggunakan bak semai (tray). Media
tanam yang digunakan pada saat persemaian adalah campuran media tanam dan
pupuk kandang dengan perbandingan 2:1 (v/v). Benih direndam terlebih dahulu
dalam air hangat suam-suam kuku selama setengah jam sebelum disemai. Pupuk
NPK 16:16:16 (2 g L-1) disiramkan pada persemaian yang telah mempunyai 2 daun
sampai umur 4 minggu dengan interval 1 minggu.
Penanaman dilakukan dengan memasukkan bibit cabai berumur 6 minggu
ke dalam polybag yang telah berisi campuran media tanam dengan pupuk kandang
dengan perbandingan 2:1 (v/v) yang sebelumnya disiapkan satu minggu sebelum
pindah tanam. Pengajiran dilakukan pada saat penanaman dengan mengikatkan
tanaman cabai pada ajir bambu dengan menggunakan tali rafia yang diikat
membentuk angka 8. Pada saat penanaman diberikan insektisida Furadan 3G
dengan aplikasi melingkar pada tanaman dan insektisida yang berbahan aktif
propineb.
Pemeliharaan dan Pemanenan
Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman, penyiangan, pemupukan,
pengendalian hama dan penyakit, dan penambahan media tanam. Penyiraman
dilakukan setiap hari pada saat pagi hari. Penyiangan dilakukan secara manual
dengan membuang gulma yang tumbuh di media polybag.
Pemupukan dilakukan setiap seminggu sekali yang diberikan dalam bentuk
larutan NPK (16:16:16) 10 g L-1 sebanyak 250 ml per tanaman dan pupuk daun.
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan satu minggu sekali dengan
menggunakan fungisida propineb dengan konsentrasi 2 g L-1 dan insektisida
prefonovos dengan konsentrasi 2 ml L-1. Pengendalian penyakit lebih diintensifkan
ketika tanaman cabai terserang hama thrips, aphid, dan tungau. Pada umur ± 4 MST
dilakukan penambahan kompos dan media tanam dengan perbandingan 1:1 (v/v).
Pemanenan dilakukan ketika 50% buah dalam satu populasi telah memasuki fase
matang.

7
Analisis Molekuler
Analisis molekuler dengan menggunakan marka RAPD meliputi beberapa
tahapan yang dilakukan. Tahapan pertama adalah isolasi DNA dengan
menggunakan metode CTAB Doyle dan Doyle 1987 yang sudah dimodifikasi
(Drabkoba et al. 2002). Bahan Isolasi DNA yang dipakai adalah daun muda pada
setiap genotipe cabai hias. Sampel daun bersama polyvinilpoly-pyrolidone (PVPP)
dan pasir kuarsa digerus sampai halus pada mortar. Hasil gerusan ditambahkan
dengan buffer ekstrak, kemudian hasil penggerusan tersebut dimasukkan ke dalam
microtube yang selanjutnya diinkubasi dalam waterbath pada suhu 65 0C selama
60 menit. Setelah inkubasi, ditambahkan larutan kloroform:isoamil alkohol/CIAA
(24:1) dan dikocok kuat-kuat dengan alat vortex hingga larutan tercampur.
Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan 11 000 rpm dengan
tujuan untuk memisahkan bagian DNA dan bahan-bahan lainnya. Supernatan
dipipet ke microube lain dan ditambahkan isopropanol dingin, dikocok perlahan,
lalu disimpan di freezer selama 24 jam. Setelah itu cairan dibuang dengan hatihati, sehingga endapan (pelet DNA) di bawah tabung tidak ikut terbuang. Pelet
DNA dicuci dengan alkohol 70%, kemudian disentrifugasi selama 10 menit pada
kecepatan 11 000 rpm. Bagian cairan dibuang, sementara pelet DNA dikeringanginkan, lalu ditambahkan buffer TE 100 ml dan dijadikan stok DNA.
Ada atau tidaknya DNA di dalam hasil isolasi dilakukan pengujian dengan
cara mencampurkan DNA sebanyak 5 μ L diambil dari setiap sampel dengan
loading dye sebanyak 2 μ L pada parafilm. Campuran dipipet pada lubang sumur
pada gel agarose (0.8%), selanjutnya dielektroforesis dalam larutan buffer TAE
selama 15 menit. Gel direndam pada ethidium bromide 1% 15 menit, dibilas dengan
akuades. Hasil visualisasi dapat dilihat pada UV Transilluminator.
Pengamplifikasian DNA dengan teknik PCR (1 μ L) ditambahkan primer
OPA (Tabel 1) sebanyak 1 μ L, nuclease-free water (5 μ L), dan GoTaq Green
Master Mix (6 μ L). Amplifikasi menggunakan mesin PCR dan kemudian
dielektroforesis dalam larutan buffer TAE selama 47 menit pada tegangan 50 volt
bersama DNA ladder 1 kb pada gel agarosa. Gel direndam dalam ethidium bromida
1% selama 15 menit dan dibilas dengan akuades. Pola pita hasil amplifikasi
kemudian didokumentasi menggunakan UV Transilluminator.
Tabel 1 Daftar primer random amplified polymorphism DNA (RAPD) yang
digunakan untuk amplifikasi PCR
No
Primer
Suhu annealing (°C)
5’-3’
1
OPA1
37
CAG GCC CTT C
2
OPA2
37
TGC CGA GCT G
3
OPA3
37
AGT CAG CCA C
4
OPA4
37
AAT CGG GCT G
5
OPA7
37
GAA ACG GGT G
6
OPA8
37
GGG TAA CGC C
7
OPA9
37
CAA TCG CCG T
8
OPA12
37
CAG CAC CCA C
9
OPA13
37
TTC CGA ACC C
10
OPA16
37
GAC CGC TTG T
11
OPA18
37
AGG TGA CCG T

8
Pengamatan
Pengamatan karakter kualitatif dan kuantitatif dengan mengacu pada Pedoman
Descriptors for Capsicum (Capsicum spp.) oleh IPGRI (International Plant
Genetic Resources Institute) tahun 1995. Karakter-karakter yang diamati antara
lain:
a. Tinggi tanaman: 85. Diukur dari permukaan tanah
sampai pucuk tanaman tertinggi ketika pada panen kedua.
b. Tinggi dikotomus, diukur dari permukaan tanah sampai percabangan pertama
pada panen kedua.
c. Karakter batang:
1. Bentuk batang: Cylindrical, Angled, and Flattened, diamati pada saat panen
kedua.
2. Warna batang: hijau tua, hijau, hijau kekuningan, hjau dengan garis ungu,
ungu dan lainnya yang diamati saat tanaman sebelum dilakukan
transplanting.
3. Diameter batang, diukur pada saat panen kedua.
d. Habitus tanaman: menyamping, kompak dan tegak, diamati ketika 50% populasi
tanaman telah mempunyai buah matang

Gambar 1 Habitus tanaman. 3)Menyamping, 5)Kompak, 7)Tegak
e. Karakter daun:
1. Bentuk daun: delta, oval, dan lanset, yang diamati ketika 50% populasi
tanaman telah mempunyai buah matang. Rata-rata dari 10 daun dewasa.

Gambar 2 Bentuk daun. 1)Deltoid, 2)Oval, 3)Lanceolate

9
2. Warna daun: kuning, hijau muda, hijau, hijau tua, ungu tua, ungu muda,
ungu, variegata, dan warna yang lainnya. Diamati ketika 50% populasi
tanaman telah mempunyai buah matang. Rata-rata dari 10 daun dewasa.
f. Karakter bunga dan buah:
1. Warna mahkota bunga: putih, kuning terang, kuning, ungu dengan dasar
putih, putih dengan dasar ungu, putih dengan pinggiran ungu, ungu, dan
lainnya. Diamati setelah bunga pertama membuka sempurna.
2. Perubahan warna buah, diamati pada saat buah muda hingga buah matang.
3. Kedudukan bunga: pendant, intermediate, dan erect.

Gambar 3 Kedudukan bunga. 3)pendant, 5)intermediate, 7)erect
4. Bobot buah (g) ditimbang bobot 10 buah cabai matang yang diambil dari
panen kedua.
5. Panjang buah (cm) diukur dari pangkal sampai ujung buah pada 10 buah
yang sama dengan pengamatan bobot buah.
6. Diameter buah (mm) diukur pada tiga bagian buah yaitu: pangkal, tengah,
dan ujung pada 10 buah yang sama dengan pengamatan bobot buah.
7. Bentuk pangkal buah: acute, obtuse, truncate, cordate, lobate yang diamati
pada saat panen kedua

Gambar 4 Bentuk pangkal buah. 1)acute, 2)obtuse, 3)truncate, 4)cordate,
5)lobate
8. Penampang melintang buah: pointed, blunt, sunken, sunken & pointed,
lainnya yang diamati pada saat panen kedua.

Gambar 5 Bentuk penampang melintang buah. 3)corrugated,
5)intermediate, 7)slightly corrugated

10
9. Bentuk buah-blossom end:

Gambar 6 Bentuk buah-blossom end. 1)pointed, 2)blunt, 3)sunken, 4)
sunken and pointed
10. Bentuk buah: elongate, almost round, triangular, campanulate, blocky,
lainnya yang diamati pada saat panen kedua.

Gambar 7 Bentuk buah cabai. 1) elongate, 2) almost round, 3) triangular,
4) campanulate dan 5) blocky
Analisis Data
Data kualitatif hasil pengamatan karakter morfologi dianalisis sederhana
dengan membandingkan karakter morfologi antar genotipe, sedangkan data
kuantitatif hasil pengamatan karakter agronomi dianalisis menggunakan uji F
dengan taraf 5%. Jika uji F menunjukkan nilai berbeda nyata, diuji lanjut
menggunakan uji DMRT pada taraf 5% untuk mempelajari perbedaan karakter
antar genotipe. Software yang digunakan adalah SAS (Statistical Analysis System).
Analisis molekuler menggunakan ulangan biologis dan ulangan teknis. Ulangan
biologis diambil 3 sampel pada genotipe yang sama, sedangkan ulangan teknis
yakni pada tanaman yang sama.
Data hasil RAPD dianalisis menggunakan Sequantial, Agglomerative,
Hierarchical and Nested (SAHN)-UPGMA (Unweighted Pair-Group Method
Arithmatic Average) pada program NTSYSpc (Numerical Taxonomy and
Multivariate Analysis) untuk melihat tingkat kemiripan antar genotipe cabai hias.
Hasil analisis disajikan dalam bentuk dendogram.

11

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Tanaman cabai hias pada persemaian tumbuh dengan baik pada mulanya
akan tetapi pertumbuhan bibit mulai terhambat ketika bibit berumur 21 hari setelah
semai (HSS). Terhambatnya pertumbuhan bibit tersebut disebabkan oleh media
tanam yang kurang baik sehingga bibit tidak mendapat suplai hara yang cukup serta
pertumbuhan akar tidak maksimal. Cabai hias dipupuk menggunakan
pengaplikasian pupuk daun 1 g L-1 satu kali seminggu dengan cara fertigasi. Bibit
cabai hias dipindahtanamkan ketika berumur 67 HSS. Hama yang banyak
menyerang di persemaian adalah kutu daun.
Tanaman cabai hias dipindahtanam ke dalam screen house. Bibit cabai
ditanam dalam polybag, dimana antar polybag memiliki jarak hingga 20 cm.
Kendala yang dialami pada awal pindahtanam adalah terdapat daun pada beberapa
genotipe yang terbakar, hal ini dikarenakan suhu didalam screen house yang tinggi.
Suhu siang rata-rata didalam screen house berkisar 24-32 °C. Menurut Rubatzky
dan Yamaguchi (1999), suhu siang rata-rata 20-25 °C adalah suhu yang ideal untuk
pertumbuhan tanaman, maka suhu yang terukur masih terlalu tinggi untuk
pertumbuhan optimum tanaman cabai.
Desain dari screen house yang memungkinkan terdapat celah yang lebar
antara atap dan dinding menyebabkan hama dapat memasuki screenhouse.
Belalang (Valanga nigricornis dan Oxya chinensis L.) merupakan hama yang
menyerang tanaman cabai hias pada awal dilakukannya transplanting sampai
dengan panen, hama tersebut menyerang daun tanaman cabai. Hama yang
menyerang tanaman cabai hias dan menyebabkan perubahan keragaan tanaman
cabai serta penurunan jumlah produksi adalah serangan hama tungau (Tetranycus
spp.), thrips (Thrips parvispinus) dan kutu daun (Myzus persicae). Hama tungau
dan thrips mulai menyerang tanaman cabai hias pada minggu 2 setelah
transplanting (MST). Thrips menyebabkan pada daun bagian bawah bewarna
keperak-perakan, kemudian daun mengeriting atau keriput. Thrips juga menyukai
serbuk sari/pollen sehingga menyebabkan tanaman tidak mampu menghasilkan
buah cabai. Pada 4 MST kutu daun mulai menyerang pada tanaman cabai hias,
hama ini sangat sulit untuk dikendalikan karena pertumbuhannya sangat cepat.
Kutu daun ini menyebabkan kerusakan yang cukup serius pada tanaman cabai hias
yang ditanam. Daun yang diserang akan mengerut, mengeriting, mengering dan
akhirnya mati. Aphid atau kutu daun juga dapat berperan sebagai vektor virus.
Penyakit yang menyerang tanaman cabai di dalam screen house adalah
gemini viruses disebabkan oleh Phytophtora infestans, menyerang pertanaman
cabai pada 10 MSP. Penyakit virus gemini menyebabkan daun menguning dan
tanaman menjadi kerdil. Cucumber Mosaic Virus (CMV) juga menyerang pada
beberapa tanaman cabai hias, gejala penyakit ini beragam dan umumnya penyakit
ini menyebabkan tanaman menjadi kerdil, tidak berbuah karena bunga akan gugur,
lembaran daun menyempit dan berubah menjadi kuning. Beberapa tanaman dari 2
genotipe yang terkena penyakit virus segera dikeluarkan dari screen house agar
tidak menular pada tanaman yang lainnya. Tobacco Mosaic Virus (TMV)
menyebabkan daun tanaman cabai bewarna mosaik, kadang terjadi perubahan

12
warna mrnjadi kuning, berbelang hijau dan kadang tidak, virus ini bersifat terbawa
benih dan dapat ditularkan melalui hama pembawa (kutu daun/aphid), mekanik
atau perlukaan.
Karakter Kualitatif
Sifat kualitatif merupakan sifat yang kelasnya dapat dibedakan dengan jelas
karena dipengaruhi oleh beberapa gen (monogenik atau digenik) (Murti et al. 2004).
Karakter kualitatif dikendalikan oleh gen sederhana (satu atau dua gen) dan sedikit
sekali dipengaruhi faktor lingkungan, sehingga tanaman akan memiliki
kecenderungan ciri yang sama walaupun ditanam di lingkungan atau tempat yang
berbeda (Syukur et al. 2012). Hasil pengamatan terhadap karakter kualitatif
tanaman disajikan pada tabel 2-5. Tabel 2 menunjukkan hasil pengamatan terhadap
habitus tanaman, bentuk batang dan warna batang tanaman. Genotipe yang diuji
menunjukkan bentuk habitus tanaman yaitu: kompak, menyamping, dan tegak.
Genotipe IPB H3, IPB H4 dan IPB Seroja memiliki habitus tanaman kompak. Pada
genotipe IPB H10, Triwarsana 1-1, Triwarsana 1-3 dan Triwarsana 1-5 memiliki
habitus menyamping, sedangkan tanaman bertipe tegak dimiliki oleh genotipe
lainnya. Peubah bentuk batang yang diamati terdapat dua bentuk yakni angled dan
silindris. Genotipe yang diuji terdapat beberapa genotipe yang memiliki bentuk
batang angled yakni pada IPB H3, IPB H8, dan IPB H11, sedangkan genotipe
lainnya memiliki bentuk batang yang silindris. Pengamatan pada warna batang,
dimana pada pengamatan ini dilakukan sesaat sebelum dilakukannya transplanting,
menunjukkan terdapat 4 genotipe bewarna ungu pada batangnya, yakni pada IPB
H1, IPB H3, IPB H8, dan IPB Ungara, sedangkan genotipe lainnya bewarna hijau.
Tabel 2 Penampilan karakter kualitatif habitus tanaman, bentuk batang, dan warna
batang pada 18 genotipe cabai hias yang diuji
Genotipe
Habitus tanaman
Bentuk batang
Warna batang
IPB H1
Tegak
Silindris
Ungu
IPB H2
Tegak
Silindris
Hijau
IPB H3
Kompak
Angled
Ungu
IPB H4
Kompak
Silindris
Hijau
IPB H5
Tegak
Silindris
Hijau
IPB H6
Tegak
Silindris
Hijau
IPB H7
Tegak
Silindris
Hijau
IPB H8
Tegak
Angled
Ungu
IPB H9
Tegak
Silindris
Hijau
IPB H10
Menyamping
Silindris
Hijau
IPB H11
Tegak
Angled
Hijau
IPB H12
Tegak
Silindris
Hijau
IPB H13
Kompak
Silindris
Hijau
Triwarsana 1-1
Menyamping
Silindris
Hijau
Triwarsana 1-3
Menyamping
Silindris
Hijau
Triwarsana 1-5
Menyamping
Silindris
Hijau
IPB Seroja
Kompak
Silindris
Hijau
IPB Ungara
Tegak
Silindris
Ungu

13
Tabel 3 menunjukkan hasil pengamatan untuk peubah bentuk daun dan warna
daun. Bentuk daun yang teramati terdapat tiga jenis yaitu ovate pada genotipe IPB
H1, IPB H3, IPB H5, IPB H6, IPB H7, IPB H8, IPB H9, IPB H10, IPB Ungara,
dan jenis deltoid pada genotipe IPB H11, IPB H12, serta lanceolate pada 7 genotipe
lainnya. Pengamatan warna daun terdapat beberapa jenis warna yakni hijau muda,
hijau, ungu dan variegata. Warna daun ungu dimiliki oleh genotipe IPB H1 dan
IPB H3, warna hijau muda hanya dimiliki oleh IPB H2. Pada tanaman IPB H8
memiliki dua jenis warna daun yakni hijau dan variegata. Variegata merupakan
warna yang muncul pada daun yang menunjukkan 3 warna yang berbeda antara
lain putih, hijau tua, dan hijau muda. Genotipe cabai hias yang diuji lainnya
memiliki warna daun hijau.
Tabel 3 Penampilan karakter kualitatif bentuk daun dan warna daun pada 18
genotipe cabai hias yang diuji
Genotipe
Bentuk daun
Warna daun
IPB H1
Ovate
Ungu
IPB H2
Lanceolate
Hijau muda
IPB H3
Ovate
Ungu
IPB H4
Lanceolate
Hijau
IPB H5
Ovate
Hijau
IPB H6
Ovate
Hijau
IPB H7
Ovate
Hijau
IPB H8
Ovate
Variegata dan hijau
IPB H9
Ovate
Hijau
IPB H10
Ovate
Hijau
IPB H11
Deltoid
Hijau
IPB H12
Deltoid
Hijau
IPB H13
Lanceolate
Hijau
Triwarsana 1-1
Lanceolate
Hijau
Triwarsana 1-3
Lanceolate
Hijau
Triwarsana 1-5
Lanceolate
Hijau
IPB Seroja
Lanceolate
Hijau
IPB Ungara
Ovate
Hijau
Pada tabel 4 menunjukkan terdapat 3 jenis posisi bunga yakni: erect, pendant,
dan intermediate. Posisi bunga akan menandakan arah buah yang terbentuk. Tipe
posisi bunga pendant pada genotipe IPB H2 dan IPB H6, tipe posisi bunga
intermediate dimiliki oleh genotipe IPB H5, IPB H7, IPB H8, IPB H9, IPB H11,
IPB H12. Sedangkan tanaman bertipe bunga erect yakni pada 10 genotipe lainnya.
Peubah warna mahkota bunga yang diamati pada 18 genotipe cabai hias
menunjukkan terdapat 3 jenis warna mahkota bunga yakni: ungu dengan dasar
putih, putih dan kuning kehijauan. Warna putih pada mahkota bunga ditemukan
pada tanaman IPB H2, Triwarsana 1-3, dan IPB Seroja. Pada tanaman IPB H5, IPB
H9, IPB H11, IPB H12 memiliki warna mahkota bungan kuning kehijauan,
sedangkan genotipe yang memiliki warna mahkota bunga ungu dengan dasar putih

14
adalah genotipe IPB H1, IPB H3, IPB H4, IPB H6, IPB H8, IPB H10, Triwarsana
1-1, Triwarsana 1-5, dan IPB Ungara.
Tabel 4 Penampilan karakter kualitatif posisi bunga dan warna mahkota bunga
pada 18 genotipe cabai hias yang diuji
Genotipe
Posisi bunga
Warna mahkota bunga
IPB H1
Erect
Ungu dengan dasar putih
IPB H2
Pendant
Putih
IPB H3
Erect
Ungu dengan dasar putih
IPB H4
Erect
Ungu dengan dasar putih
IPB H5
Intermediate
Kuning kehijauan
IPB H6
Pendant
Ungu dengan dasar putih
IPB H7
Intermediate
Kuning kehijauan
IPB H8
Intermediate
Ungu dengan dasar putih
IPB H9
Intermediate
Kuning kehijauan
IPB H10
Erect
Ungu dengan dasar putih
IPB H11
Intermediate
Kuning kehijauan
IPB H12
Intermediate
Kuning kehijauan
IPB H13
Erect
Putih
Triwarsana 1-1
Erect
Ungu dengan dasar putih
Triwarsana 1-3
Erect
Putih
Triwarsana 1-5
Erect
Ungu dengan dasar putih
IPB Seroja
Erect
Putih
IPB Ungara
Erect
Ungu dengan dasar putih

1

2

3

Gambar 8 Warna mahkota bunga. 1) kuning kehijauan, 2) ungu dengan dasar putih,
3)putih
Tabel 5 menunjukkan hasil pengamatan karakter bentuk buah dan bentuk
pedicel. Peubah bentuk buah yang teramati terdapat 4 jenis yakni elongate, almost
round, campanulate dan triangular. Bentuk buah elongate dimiliki genotipe IPB
H2, IPB H4, IPB H6, IPB H8, dan Triwarsana 1-5. Genotipe IPB H1, IPB H3, dan
IPB H10 memiliki bentuk buah almost round serta bentuk buah campanulate
dimiliki genotipe IPB H7, IPB H9 dan IPB 11, sedangkan 7 genotipe lainnya
memiliki bentuk buah triangular. Peubah bentuk pedicel terdapat 3 jenis yakni
acute, cordate dan obtuse. Bentuk pedicel acute ditemukan pada genotipe IPB H5,
IPB H6, IPB H7, IPB H11, IPB H12, bentuk pedicel cordate pada IPB H9 dan H10,
sedangkan bentuk pedicel obtuse pada genotipe IPB H1, IPB H2, IPB H3, IPB H4,
IPB H8, IPB H13, Triwarsana 1-1, Triwarsana 1-3, Triwarsana 1-5, IPB Seroja dan
IPB Ungara.

15

Tabel 5 Penampilan karakter kualitatif bentuk buah dan pedicel pada 18 genotipe
cabai hias yang diuji
Genotipe
Bentuk buah
Pedicel
IPB H1
Almost round
Obtuse
IPB H2
Elongate
Obtuse
IPB H3
Almost round
Obtuse
IPB H4
Elongate
Obtuse
IPB H5
Triangular
Acute
IPB H6
Elongate
Acute
IPB H7
Campanulate
Acute
IPB H8
Elongate
Obtuse
IPB H9
Campanulate
Cordate
IPB H10
Almost round
Cordate
IPB H11
Campanulate
Acute
IPB H12
Triangular
Acute
IPB H13
Triangular
Obtuse
Triwarsana 1-1
Triangular
Obtuse
Triwarsana 1-3
Triangular
Obtuse
Triwarsana 1-5
Elongate
Obtuse
IPB Seroja
Triangular
Obtuse
IPB Ungara
Triangular
Obtuse

Gambar 9 Bentuk buah 18 genotipe cabai hias. 1=IPB H1, 2=IPB H2, 3=IPB H3,
4=IPB H4, 5=IPB H5, 6=IPB H6, 7=IPB H7, 8=IPB H8, 9=IPB H9,
10=IPB H10, 11=IPB H11, 12=IPB H12, 13=IPB H13, 14=Triwarsana
1-1, 15=Triwarsana 1-3, 16=Triwarsana 1-5, 17=IPB Seroja, 18=IPB
Ungara
Pengamatan bentuk blossom end pada buah (Tabel 6) didapatkan beberapa
bentuk yakni: pointed, sunken, blunt, serta sunken and pointed. IPB H1, IPB H3,
IPB H5, IPB H8, IPB H10 merupakan tanaman yang memiliki bentuk blossom end
jenis blunt. Bentuk sunken ditemukan hanya pada IPB H2. Jenis sunken dan pointed
dimiliki oleh genotipe IPB H9, sedangkan genotipe lainnya memiliki bentuk

16
pointed. Pengamatan bentuk penampang melintang pada buah cabai ditemukan 3
jenis yang berbeda, yakni corrugated, intermediate, dan slightly corrugated. Jenis
corrugated hanya ditemui pada genotipe IPB H12 dan bentuk intermediate pada
IPB H5, IPB H9, dan IPB H11, sedangkan genotipe lainnya memiliki bentuk
slightly corrugated.
Penampilan karakter kualitatif bentuk blossom end dan penampang
melintang pada 18 genotipe cabai hias yang diuji
Genotipe
Blossom end
Penampang melintang
IPB H1
Blunt
Slightly corrugated
IPB H2
Sunken
Slightly corrugated
IPB H3
Blunt
Slightly corrugated
IPB H4
Pointed
Slightly corrugated
IPB H5
Blunt
Intermediate
IPB H6
Pointed
Slightly corrugated
IPB H7
Pointed
Slightly corrugated
IPB H8
Blunt
Slightly corrugated
IPB H9
Sunken dan pointed
Intermediate
IPB H10
Blunt
Slightly corrugated
IPB H11
Pointed
Intermediate
IPB H12
Pointed
Corrugated
IPB H13
Pointed
Slightly corruugated
Triwarsana 1-1
Pointed
Slightly corrugated
Triwarsana 1-3
Pointed
Slightly corrugated
Triwarsana 1-5
Pointed
Slightly corrugated
IPB Seroja
Pointed
Slightly corrugated
IPB Ungara
Pointed
Slightly corrugated

Tabel 6

Hasil pengamatan perubahan warna buah dari muda sampai matang disajikan
pada Tabel 7. Penampilan karakter kualitatif warna buah muda IPB H1, IPB H4,
IPB H10, IPB H11, Triwarsana 1-1, Triwarsana 1-5, IPB Ungara bewarna ungu,
warna buah hitam pada genotipe IPB H3, IPB H6, IPB H8, sedangkan warna buah
muda hijau pada genotipe IPB H2, IPB H5, IPB H7, IPB H9, IPB H12, IPB H13,
Triwarsana 1-3, dan IPB Seroja. Warna buah intermediate pada genotipe IPB H2,
IPB H3, IPB H6, IPB H8 bewarna hijau. Genotipe yang memiliki warna buah
oranye antara lain IPB H7, IPB H9, IPB H10, Triwarsana 1-3, Triwarsana 1-5 dan
IPB Seroja. Genotipe IPB H1 memiliki buah intermediate warna kuning dan oranye,
buah intermediate genotipe IPB H4 bewarna hijau dan oranye, buah intermediate
genotipe IPB H5 bewarna kuning pucat. Warna hitam pada H12 dan H13,
sedangkan warna buah ungu pada genotipe IPB Ungara, dan Triwarsana 1-1.
Peubah warna buah matang seluruhnya bewarna merah kecuali pada beberapa
genotipe yang memiliki warna buah matang yang berbeda yakni genotipe IPB H5
warna buah putih, genotipe IPB H11 warna buah ungu muda, genotipe IPB H12
warna buah oranye cerah, dan Triwarsana 1-1 warna buah oranye muda. Perubahan
warna buah muda, buah intermediate dan buah matang cabai hias dapat dilihat pada
Gambar 10.

17

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

17

18

Gambar 10 Pengamatan pada perubahan warna buah cabai hias dari muda hingga
matang. 1=IPB H1, 2=IPB H2, 3=IPB H3, 4=IPB H4, 5=IPB H5,
6=IPB H6, 7=IPB H7, 8=IPB H8, 9=IPB H9, 10=IPB H10, 11=IPB
H11, 12=IPB H12, 13=IPB H13, 14=Triwarsana 1-1, 15=Triwarsana
1-3, 16= Triwarsana 1-5, 17=Seroja, 18=Ungara.

18
Tabel 7 Penampilan karakter kualitatif warna buah muda, buah intermediate, dan
buah matang pada 18 genotipe cabai hias yang diuji
Perubahan warna (muda-matang)
Genotipe
Muda
Intermediate
Matang
IPB H1
Ungu
Kuning-oranye
Merah
IPB H2
Hijau muda
Hijau
Merah
IPB H3
Hitam
Hijau
Merah
IPB H4
Ungu
Hijau-oranye
Merah
IPB H5
Hijau
Kuning pucat
Putih
IPB H6
Hitam
Hijau
Merah
IPB H7
Hijau
Oranye
Merah
IPB H8
Hitam
Hijau
Merah
IPB H9
Hijau
Oranye
Merah
IPB H10
Ungu
Oranye
Merah
IPB H11
Ungu
Ungu
Ungu muda
IPB H12
Hijau
Hitam
Oranye cerah
IPB H13
Hijau
Hitam
Merah
Triwarsana 1-1
Ungu
Ungu muda
Oranye muda
Triwarsana 1-3
Hijau
Oranye
Merah
Triwarsana 1-5
Ungu
Oranye
Merah
IPB Seroja
Hijau
Oranye
Merah
IPB Ungara
Ungu
Ungu kehijauan
Merah
Analisis Sidik Ragam
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat
nyata diantara genotipe-genotipe cabai hias yang diuji pada seluruh karakter
kuantitatif yang diamati, yaitu karakter tinggi tanaman, tinggi dikotomus, diameter
batang, lebar kanopi, panjang buah, diameter buah, dan bobot buah per buah.
Pengelompokkan yang dilakukan dalam percobaan tidak berpengaruh nyata
terhadap 7 karakter kuantitatif yang diamati. Koefisien keragaman (KK) pada
seluruh karakter kuantitatif yang diamati berkisar antara 10.23-17.26% (Tabel 8).
Tabel 8 Rekapitulasi sidik ragam terhadap karakter yang diamati
F hitung
F hitung
KK
Karakter
Pr>F
Pr>F
genotipe
kelompok
(%)
**
tn
Tinggi tanaman (cm)
34.50