Respon Pertumbuhan Beberapa Varietas Cabai Merah (Capsicum annum L.) Terhadap Beberapa Aplikasi Pupuk Dengan Sistem Hidroponik Vertikultur
RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA
VARIETAS CABAI MERAH (Capsicum annuum L.)
TERHADAP BEBERAPA APLIKASI PUPUK
DENGAN SISTEM HIDROPONIK
VERTIKULTUR
SKRIPSI
OLEH :
FITRI ANDRIANI 020307018 BDP – PET
PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
(2)
RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA
VARIETAS CABAI MERAH (Capsicum annuum L.)
TERHADAP BEBERAPA APLIKASI PUPUK
DENGAN SISTEM HIDROPONIK
VERTIKULTUR
SKRIPSI
OLEH :
FITRI ANDRIANI 020307018 BDP – PET
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan
Disetujui Oleh :
Komisi Pembimbing I Komisi Pembimbing II
Ir. Syafrudin Ilyas Ir. Eva Sartini Bayu, MP NIP : 131 639 805 NIP : 132 056 643
PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
(3)
ABSTRACT
Hydroponic was the cultivating system which the root grown in the liquid nutrition. Whereas the verticulture was the vertically or laddered cultivating system. The hydroponic verticulture was purpose to obtain the number of plants much higher in certain area by managing the nutrient applied.
The research was conducted at the green house of Faculty of Agriculture, North Sumatera University from May 2008 till October 2008. The randomized block design was used with 2 factor. The first factor were TM 999 F1, Lado F1, Pioneer, Laris; the second factor were Nutrisi Saputra and NPK fertilized + Complesal.
The result showed that the varieties significantly affected the plant height at 6 – 11 weeks planted, the time of flowering, the number of flowers/plant, the time of harvested, the number of fruits/plant, the percentage of fruit set and the fruit weight/plant. The fertilizer significantly affected the plant height at 11 week planted and the crown dry weight/plant. The TM 999 F1 was the best variety in growth and production. The application of NPK + Complesal showed the highest plant height at 11 weeks planted (32,59 cm) and the crown dry weight/plant (6,63 gram), but not yet had an effect on the production.
(4)
ABSTRAK
Hidroponik merupakan suatu sistem bercocok tanam dimana akar diletakkan pada cairan yang berisi nutrisi (pupuk). Sedangkan vertikultur adalah sistem budidaya pertanian yang dilakukan secara vertikal atau bertingkat. Jadi hidroponik vertikultur bertujuan untuk memperoleh jumlah tanaman yang lebih banyak per satuan luas tertentu dengan mengatur asupan hara yang diberikan.
Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, sejak bulan Mei hingga Oktober 2008. Rancangan Penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri atas 2 faktor yaitu : faktor pertama adalah varietas, terdiri atas 4 varietas yaitu : V1 = TM 999 F1; V2 = Lado F1;V3 = Pioneer dan V4 = Laris, faktor kedua adalah aplikasi pupuk yang terdiri atas 2 taraf, yaitu : P1 = Nutrisi Saputra dan P2 = Pupuk NPK + pupuk Complesal.
Hasil penelitian yang diuji menunjukkan bahwa varietas berbeda nyata pada parameter tinggi tanaman 6 – 11 MST, umur berbunga, jumlah bunga/tanaman, umur panen, jumlah buah/tanaman, persentase pembentukan buah, dan bobot buah/tanaman. Pemupukan berpengaruh nyata pada parameter tinggi tanaman 11 MST dan bobot kering tajuk/tanaman. Sedangkan interaksi antara varietas dan pemupukan belum berpengaruh nyata pada semua parameter amatan. Dari penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan varietas TM 999 F1 (V1) merupakan varietas yang paling baik pertumbuhan dan produksinya. Dan pemberian pupuk NPK + Compesal (P2) memberi hasil tertinggi pada tinggi tanaman 11 MST (32,59 cm) dan bobot kering tajuk/tanaman (6,63 gram), namun belum menunjukkan pengaruh nyata pada produksi.
Kata kunci : hidroponik, vertikultur, cabai merah, pemupukan,.
(5)
RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan anak pertama dari 3 bersaudara. Dilahirkan di Medan
pada tanggal 13 Juli 1983 dari pasangan S. Karo-karo dan S. Br. Tarigan.
Tahun 2002 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Medan dan pada tahun yang
sama lulus seleksi masuk USU melalui jalur SPMB. Penulis diterima di
Departemen Budidaya Pertanian Program Studi Pemuliaan Tanaman Fakultas
Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai pengurus Mushola
sejak tahun 2004-2006. Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL)
(6)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmad-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun judul dari skripsi ini adalah Respon Pertumbuhan Beberapa Varietas Cabai Merah (Capsicum annum L.) Terhadap Beberapa Aplikasi Pupuk Dengan Sistem Hidroponik Vertikultur.
Terima kasih penulis ucapkan kepada bapak Ir. Syafrudin Ilyas dan ibu Ir. Eva Sartini Bayu, MP. selaku komisi pembimbing yang telah banyak membimbing dan memberi saran kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.
Terima kasih yang tak terhingga penulis ucapkan untuk kedua orangtua tercinta yang telah dengan sabar menunggu terselesaikannya skripsi ini. Ananda harap skripsi yang agak terlambat ini dapat mengobati rasa lelah dan letih ayah dan bunda dalam mengurus dan mendidik ananda hingga saat ini.
Tidak lupa pula penulis ucapkan terima kasih kepada suami tercinta yang telah dengan setia membantu, menemani dan mendukung penulis dalam pelaksanaan penelitian hingga penulisan skripsi ini. Dan teruntuk anakku Muhammad Arifin, maafkan ibumu bila selama pelaksanaan penelitian hingga penulisan skripsi ini dirimu kurang mendapat perhatian yang utuh dari ibumu, semoga dengan sebab pengorbanan dirimu menjadikan engkau kelak menjadi anak yang sholeh. Amin. Dan terimakasih pula penulis ucapkan buat teman-teman yang banyak mendukung dan membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi. Akhir kata, semoga kiranya skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.
Medan, Desember 2008
(7)
DAFTAR ISI
Hal
ABSTRACT ... i
ABSTRAK ... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 3
Hipotesa Penelitian ... 4
Kegunaan Penelitian ... 4
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman ... 5
Syarat Tumbuh ... 7
Iklim ... 7
Tanah ... 8
Hidroponik Vertikultur ... 9
Aplikasi Pupuk ... 12
Varietas ... 16
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 19
Bahan dan Alat ... 19
Metode Penelitian ... 19
PELAKSANAAN PENELITIAN Pembuatan Rak Bambu ... 22
Perendaman Benih ... 22
Penyemaian Benih ... 22
Pembuatan Media Tanam ... 22
Penanaman Bibit ... 23
Menaikkan Bibit ke Rak ... 23
Pembuatan Pupuk/Nutrisi ... 23
Pemberian Pupuk/Nutrisi ... 24
Pemeliharaan Tanaman ... 24
Penyiraman ... 24
Penyiangan ... 25
Penyulaman ... 25
(8)
Pengendalian Hama dan Penyakit ... 25
Panen ... 25
Pengamatan Parameter ... 26
Tinggi Tanaman (cm) ... 26
Jumlah Cabang (cabang) ... 26
Umur Berbunga (hari) ... 26
Jumlah Bunga/Tanaman (bunga) ... 26
Persentase Pembentukan Buah (%) ... 26
Umur Panen (hari) ... 26
Jumlah Buah/Tanaman (buah) ... 27
Bobot Buah/Tanaman (g) ... 27
Bobot Kering Tajuk/Tanaman (g) ... 27
Bobot Kering Akar/Tanaman (g) ... 27
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 28
Tinggi Tanaman ... 28
Jumlah Cabang Primer (cabang) ... 31
Jumlah Cabang Sekunder (cabang) ... 32
Jumlah Cabang Tersier (cabang) ... 33
Umur Berbunga (HSPT) ... 33
Jumlah Bunga/Tanaman (bunga) ... 35
Umur Panen (HSPT) ... 36
Jumlah Buah/Tanaman (buah) ... 37
Persentase Pembentukan Buah (g) ... 39
Bobot Buah/ Tanaman (g) ... 40
Bobot Kering Tajuk/ Tanaman (g) ... 41
Bobot Kering Akar/ Tanaman (g) ... 43
Pembahasan ... 44
Pengaruh Varietas Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Cabai Merah ... 44
Pengaruh Pemupukan Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Cabai Merah ... 46
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 50
Saran ... 50
DAFTAR PUSTAKA
(9)
DAFTAR TABEL
Hal 1. Rataan Tinggi Tanaman Dari 6 MST - 12 MST (cm) ... 29
2. Rataan Jumlah Cabang Primer (cabang) Pada Perlakuan Varietas dan
Pemupukan ... 31
3. Rataan Jumlah Cabang Sekunder (cabang) Pada Perlakuan Varietas dan Pemupukan ... 32
4. Rataan Jumlah Cabang Tersier (cabang) Pada Perlakuan Varietas dan
Pemupukan ... 33
5. Rataan Umur Berbunga (HSPT) Pada Perlakuan Varietas dan
Pemupukan ... 34
6. Rataan Jumlah Bunga/Tanaman (bunga) Pada Perlakuan Varietas dan
Pemupukan ... 35
7. Rataan Umur Panen (HSPT) Pada Perlakuan Varietas dan
Pemupukan ... 36
8. Rataan Jumlah Buah/Tanaman (buah) Pada Perlakuan Varietas dan
Pemupukan ... 38
9. Rataan Persentase Pembentukan Buah (%) Pada Perlakuan
Varietas dan Pemupukan ... 39
10. Rataan Bobot Buah/Tanaman (g) Pada Perlakuan Varietas dan
Pemupukan ... 40
11. Rataan Bobot Kering Tajuk/Tanaman (g) Pada Perlakuan Varietas dan
Pemupukan ... 42
12. Rataan Bobot Kering Akar/Tanaman (g) Pada Perlakuan Varietas dan
(10)
DAFTAR GAMBAR
Hal
1. Histogram rataan tinggi tanaman dari 6 – 12 MST perlakuan varietas ... 29
2. Histogram rataan tinggi tanaman 11 MST pada perlakuan pemupukan ... 30
3. Grafik pertambahan tinggi tanaman dari 6 – 12 MST ... 30
4. Histogram rataan umur berbunga (HSPT) pada perlakuan varietas ... 34
5. Histogram rataan jumlah bunga/tanaman (bunga) pada perlakuan
varietas... 36
6. Histogram rataan umur panen (HSPT) pada perlakuan varietas ... 37
7. Histogram rataan jumlah buah/tanaman (buah) pada perlakuan
varietas ... 38
8. Histogram rataan persentase pembentukan buah (%) pada perlakuan
varietas ... 40
9. Histogram rataan bobot buah/tanaman (g) pada perlakuan varietas ... 41
10. Histogram rataan bobot kering tajuk/tanaman (g) pada perlakuan
(11)
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
1. Deskripsi Varietas TM 999 F1 ... 53
2. Deskripsi Varietas Lado F1 ... 54
3. Deskripsi Varietas Pioneer F1 ... 55
4. Deskripsi Varietas Laris ... 56
5. Bagan Penelitian ... 57
6. Jadwal Penelitian ... 58
7. Rak Penelitian ... 59
8. Rataan Tinggi Tanaman 6 MST (cm) ... 60
9. Tabel Sidik Ragam Tinggi Tanaman 6 MST (cm) ... 60
10. Rataan Tinggi Tanaman 7 MST (cm) ... 61
11. Tabel Sidik Ragam Tinggi Tanaman 7 MST (cm) ... 61
12. Rataan Tinggi Tanaman 8 MST (cm) ... 62
13. Tabel Sidik Ragam Tinggi Tanaman 8 MST (cm) ... 62
14. Rataan Tinggi Tanaman 9 MST (cm) ... 63
15. Tabel Sidik Ragam Tinggi Tanaman 9 MST (cm) ... 63
16. Rataan Tinggi Tanaman 10 MST (cm) ... 64
17. Tabel Sidik Ragam Tinggi Tanaman 10 MST (cm) ... 64
18. Rataan Tinggi Tanaman 11 MST (cm) ... 65
19. Tabel Sidik Ragam Tinggi Tanaman 11 MST (cm) ... 65
20. Rataan Tinggi Tanaman 12 MST (cm) ... 66
21. Tabel Sidik Ragam Tinggi Tanaman 12 MST (cm) ... 66
22. Rataan Jumlah Cabang Primer (cabang) ... 67
23. Tabel Sidik Ragam Jumlah Cabang Primer (cabang) ... 67
24. Rataan Jumlah Cabang Sekunder (cabang) ... 68
25. Tabel Sidik Ragam Jumlah Cabang Sekunder (cabang) ... 68
26. Rataan Jumlah Cabang Tersier (cabang) ... 69
27. Tabel Sidik Ragam Jumlah Cabang Tersier (cabang) ... 69
28. Rataan Umur Berbunga (HSPT) ... 70
(12)
30. Rataan Jumlah Bunga/Tanaman (bunga) ... 71
31. Tabel Sidik Ragam Jumlah Bunga/ Tanaman (bunga) ... 71
32. Rataan Umur Panen (HSPT) ... 72
33. Tabel Sidik Ragam Umur Panen (HSPT) ... 72
34. Rataan Jumlah Buah/ Tanaman (buah) ... 73
35. Tabel Sidik Ragam Jumlah Buah/ Tanaman (buah) ... 73
36. Rataan Persentase Pembentukan Buah (%) ... 74
37. Tabel Sidik Ragam Persentase Pembentukan Buah (%) ... 74
38. Rataan Bobot Buah/ Tanaman (g) ... 75
39. Tabel Sidik Ragam Bobot Buah/ Tanaman (g) ... 75
40. Rataan Bobot Kering Tajuk/ Tanaman (g) ... 76
41. Tabel Sidik Ragam Bobot Kering Tajuk/ Tanaman (g) ... 76
42. Rataan Bobot Kering Akar/ Tanaman (g) ... 77
43. Tabel Sidik Ragam Bobot Kering Akar/ Tanaman (g) ... 77
44. Rangkuman Parameter Pengamatan ... 78
(13)
ABSTRACT
Hydroponic was the cultivating system which the root grown in the liquid nutrition. Whereas the verticulture was the vertically or laddered cultivating system. The hydroponic verticulture was purpose to obtain the number of plants much higher in certain area by managing the nutrient applied.
The research was conducted at the green house of Faculty of Agriculture, North Sumatera University from May 2008 till October 2008. The randomized block design was used with 2 factor. The first factor were TM 999 F1, Lado F1, Pioneer, Laris; the second factor were Nutrisi Saputra and NPK fertilized + Complesal.
The result showed that the varieties significantly affected the plant height at 6 – 11 weeks planted, the time of flowering, the number of flowers/plant, the time of harvested, the number of fruits/plant, the percentage of fruit set and the fruit weight/plant. The fertilizer significantly affected the plant height at 11 week planted and the crown dry weight/plant. The TM 999 F1 was the best variety in growth and production. The application of NPK + Complesal showed the highest plant height at 11 weeks planted (32,59 cm) and the crown dry weight/plant (6,63 gram), but not yet had an effect on the production.
(14)
ABSTRAK
Hidroponik merupakan suatu sistem bercocok tanam dimana akar diletakkan pada cairan yang berisi nutrisi (pupuk). Sedangkan vertikultur adalah sistem budidaya pertanian yang dilakukan secara vertikal atau bertingkat. Jadi hidroponik vertikultur bertujuan untuk memperoleh jumlah tanaman yang lebih banyak per satuan luas tertentu dengan mengatur asupan hara yang diberikan.
Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, sejak bulan Mei hingga Oktober 2008. Rancangan Penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri atas 2 faktor yaitu : faktor pertama adalah varietas, terdiri atas 4 varietas yaitu : V1 = TM 999 F1; V2 = Lado F1;V3 = Pioneer dan V4 = Laris, faktor kedua adalah aplikasi pupuk yang terdiri atas 2 taraf, yaitu : P1 = Nutrisi Saputra dan P2 = Pupuk NPK + pupuk Complesal.
Hasil penelitian yang diuji menunjukkan bahwa varietas berbeda nyata pada parameter tinggi tanaman 6 – 11 MST, umur berbunga, jumlah bunga/tanaman, umur panen, jumlah buah/tanaman, persentase pembentukan buah, dan bobot buah/tanaman. Pemupukan berpengaruh nyata pada parameter tinggi tanaman 11 MST dan bobot kering tajuk/tanaman. Sedangkan interaksi antara varietas dan pemupukan belum berpengaruh nyata pada semua parameter amatan. Dari penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan varietas TM 999 F1 (V1) merupakan varietas yang paling baik pertumbuhan dan produksinya. Dan pemberian pupuk NPK + Compesal (P2) memberi hasil tertinggi pada tinggi tanaman 11 MST (32,59 cm) dan bobot kering tajuk/tanaman (6,63 gram), namun belum menunjukkan pengaruh nyata pada produksi.
Kata kunci : hidroponik, vertikultur, cabai merah, pemupukan,.
(15)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae). Keluarga ini diduga memiliki sekitar 90 genus dan sekitar 2.000 spesies yang
terdiri dari tumbuhan herba, semak, dan tumbuhan kerdil lainnya. Kebanyakan
dari spesies tanaman cabai berasal dari daerah tropis. Namun, yang dapat
dimanfaatkan baru beberapa spesies saja (Redaksi Trubus, 2005).
Manfaat utama dari cabai merah adalah sebagai bahan makanan,
khususnya bumbu atau pelengkap masakan tertentu yang populer di Indonesia. Di
samping memberi rasa pedas yang digemari masyarakat timur termasuk
Indonesia, cabai merah pun memiliki kandungan gizi yang penting. Di samping
itu, warna merah pada cabai merah dapat digunakan sebagai pewarna alami
(Andoko, 2004).
Hidroponik adalah sebuah istilah yang menaungi banyak macam metoda.
Prinsip-prinsip dasar hidroponik dapat diterapkan dalam macam-macam cara,
yang dapat disesuaikan dengan persyaratan-persyaratan finansial maupun
keterbatasan ruang pada tiap orang yang ingin mengerjakannya (Nicholls, 1996).
Istilah vertikultur diserap dari bahasa Inggris yang berasal dari kata
vertical dan culture yang artinya teknik budidaya tanaman secara vertikal sehingga penanamannya menggunakan sistem bertingkat. Teknik ini berawal dari
gagasan vertical garden yang dilontarkan sebuah perusahaan benih Swiss sekitar tahun 1945 lalu. Tujuan utama penerapan teknik vertikultur adalah memanfaatkan
(16)
lahan sempit seoptimal mungkin. Dengan penerapan teknik vertikultur ini maka
peningkatan jumlah tanaman pada suatu areal tertentu dapat berlipat 3 – 10 kali,
tergantung model yang digunakan (Andoko, 2004).
Adapun jenis tanaman yang cocok untuk dibudidayakan secara vertikultur
adalah jenis tanaman semusim yang tingginya tidak melebihi satu meter.
Contohnya adalah cabai, tomat, terong, kubis, sawi, seledri, bawang, dan
sebagainya. Selain jenis tanaman semusim tanaman hias seperti anggrek, kaktus,
bonsai, tanaman hias daun dan aneka tanaman hias bunga dari berbagai jenis dapat
ditanam secara vertikultur. Pendek kata vertikultur dapat dilakukan dengan tujuan
konsumsi (dimakan) maupun untuk estetika (keindahan) serta kombinasi dari
keduanya (Widarto, 1996).
Di Indonesia menurut catatan terakhir tersedia lahan yang cocok untuk
tanaman cabai seluas 7.570.600 ha. Dari jumlah tersebut yang telah di manfaatkan
162.283 ha (1991) dan sampai akhir tahun 1995 menjadi 173.161 ha, meningkat
sebesar 12,5 %. Peningkatan luas tanaman ini tidak di ikuti oleh peningkatan luas
panen, sehingga jika diukur dari rata-rata luas panen cabai selama kurun 1991
sampai 1995, maka dari total luas lahan yang cocok untuk cabai, baru terolah
sebanyak 167.772 ha atau hanya sekitar 0,45%
‘’Penggunaannya irit bila menggunakan pupuk 1 ha lahan butuh 700 kg,
dengan nutrisi saputra hanya perlu 10 kg,” jelas Jaya. Misalnya luas tanah 2000
meter hanya diperlukan 2 botol (2 liter) nutrisi saputra. Biasanya, petani
(17)
saputra, cukup dengan Rp 360 ribu per hektar
(http://fenomena-koranpakoles2007.blogspot.com/2008/01/nutri-saputra.html).
Thomas dan Heilman (1964) menemukan, bahwa pemupukan dengan N
menambah kandungan N pada jaringan daun dewasa muda, dan meningkatkan
hasil panen buah Capsicum. Studi akumulasi unsur hara makro pada Capsicum
menunjukkan bahwa N dan kalium (K) diserap dalam jumlah yang besar,
sementara itu kalsium (Ca), magnesium (Mg) dan fosfor (P) dibutuhkan dalam
jumlah yang sedikit. Menurut Perrenound (1997), penggunaan N yang sangat
besar menyebabkan kekurangan keseimbangan unsur hara, padahal di dalam
konteks kesehatan tanaman keseimbangan yang tepat khususnya antara N dan K
dirasakan sangat penting (Vos, 1994).
Berdasarkan penjelasan tersebut di atas penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Respon Pertumbuhan Beberapa Varietas Cabai
Merah Terhadap Beberapa Aplikasi Pupuk Dengan Sistem Hidroponik Vertikultur”.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui respon pertumbuhan dan produksi beberapa varietas
cabai merah (Capsicum annuum L.) terhadap beberapa aplikasi pupuk dengan sistem hidroponik vertikultur.
(18)
Hipotesa Penelitian
1. Ada pengaruh varietas terhadap pertumbuhan dan produksi cabai merah
yang ditanam dengan sistem hidroponik vertikultur.
2. Ada pengaruh aplikasi pupuk terhadap pertumbuhan dan produksi cabai
merah yang ditanam dengan sistem hidroponik vertikultur.
3. Ada interaksi antara varietas dengan aplikasi pupuk terhadap pertumbuhan
dan produksi cabai merah yang ditanam dengan sistem hidroponik
vertikultur.
Kegunaan Penelitian
1. Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
(19)
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Menurut Nawangsih dkk (2001) sistematika tanaman cabai dalam botani tanaman dapat dilihat pada sistematika berikut ini.
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub-divisio : Angiospermae
Class : Dycotyledonae
Sub-class : Metachlamydeae
Famili : Solanaceae
Genus : Capsicum
Spesies : Capsicum annuum L.
Batang dibedakan menjadi dua : batang utama dan percabangan (batang
sekunder). Batang utama berwarna cokelat hijau, berkayu, panjang antara 20 – 28
cm, dan diameter 1,5 – 2,5 cm. Percabangan berwarna hijau dengan panjang
antara 5 – 7 cm. Diameter percabangan lebih kecil dari batang utama berkisar
antara 0,5 – 1 cm. Cabang yang terletak dekat batang utama diameternya lebih
besar dibandingkan dengan bagian atasnya. Sifat percabangan adalah dikotom
atau menggarpu. Cabang setiap waktu membentuk cabang baru yang berpasangan.
Antara batang utama dengan cabang pertama membentuk sudut 1350 sehingga
(20)
tumbuh dan berkembang beraturan secara berkesinambungan (Nawangsih, dkk, 2001).
Daun terdiri atas tangkai, tulang dan helaian daun. Panjang tangkai daun
antara 2 – 5 cm, berwarna hijau. Tangkai daun berkembang sekaligus sebagai ibu
tulang daun. Tulang daun berbentuk menyurip dilengkapi urat daun. Helaian daun
bagian bawah berwarna hijau terang sedangkan permukaan atasnya berwarna
hijau tua. Daun mencapai panjang 10 – 15 cm, lebar 4 – 5 cm. Bagian ujung dan
pangkal daun meruncing dengan tepi rata (Nawangsih, dkk, 2001).
Bunga cabai berkelamin dua (hemafrodit), dalam satu bunga terdapat
perlengkapan alat kelamin jantan dan kelamin betina. Bunga tersusun atas tangkai
bunga, dasar bunga, kelopak bunga, mahkota bunga, alat kelamin jantan dan alat
kelamin betina. Karena itu sering disebut bunga sempurna. Letak bunga
menggantung. Panjang bunga 1 – 1,5 cm pada saat diameter mencapai 2 cm.
Panjang tangkai bunga 1 – 2 cm. Mahkota bunga berwarna putih dan memiliki 6
kelopak bunga. Mahkota bunga akan gugur pada waktu buah mulai terbentuk,
kelopak bunga tertinggal dan melekat di pangkal calon buah. Bakal buah (ovari)
berwarna kelabu. Tangkai putik berwarna bening, panjang 0,5 cm. Benang sari
terdiri atas tangkai sari berwarna putih, panjang 0,5 cm. Kepala sari yang masak
berwarna biru hingga ungu gelap. Benang sari berjumlah 6 buah dan bakal buah
hanya satu tiap bunga (Nawangsih, dkk, 2001).
Buah cabai merupakan buah sejati tunggal terdiri dari satu bunga dengan
satu bakal buah. Buah ini terdiri atas bagian tangkai buah, kelopak daun dan buah.
Panjang buah berkisar antara 9 – 15 cm, diameter 1 – 1,75 cm, dan bobot
(21)
hijau tua. Buah menggantung, terletak di percabangan dan atau sekitar ketiak
daun. Jumlah buah per pohon berkisar antara 150 – 200 buah (Nawangsih, dkk, 2001).
Syarat Tumbuh Iklim
Jenis cabai besar atau cabai merah lebih sesuai bila ditanam di daerah
kering dan berhawa panas meskipun daerah tersebut merupakan daerah
pegunungan. Di Bobotsari (Purbalingga, Jawa Tengah) dan Batu (Malang, Jawa
Timur) misalnya, cabai dapat tumbuh dengan baik walaupun ketinggian daerah
tersebut rata-rata mencapai 900 m dpl (Setiadi, 1997).
Cabai merah merupakan tanaman yang dapat tumbuh dimana saja karena
daya adaptasinya luas. Cabai merah dapat ditanam mulai dari dataran rendah
hingga dataran tinggi sampai ketinggian 2.000 m dpl. Cabai merah akan tumbuh
baik bila ditanam di tempat yang berkelembaban sedang sampai tinggi dan
bersuhu 18 – 300. Sama seperti jenis cabai lainnya, cabai merah menghendaki
curah hujan tahunan 600 – 1.250 mm. Cabai merah pun membutuhkan sinar
matahari penuh sepanjang hari selama hidupnya. (Andoko, 2004).
Intensitas cahaya merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi untuk
berlangsungnya proses kehidupan tanaman terutama diperlukan untuk proses
fotosintesis. Peristiwa fisiologis lain yang dikendalikan oleh intensitas cahaya
adalah masa pembungaan dan pematangan buah. Masa pembungaan dan
pematangan buah merupakan bagian dari aktivitas fisiologi. (Nawangsih, dkk, 2001).
(22)
Tanah
Kondisi tanah yang baik untuk pertumbuhan cabai adalah yang subur,
remah, kaya bahan organik, dan berdrainase baik. Tanah yang berdrainase jelek
cenderung becek, kondisi ini dapat mengakibatkan gugur daun dan tanaman
mudah terserang penyakit layu. Sementara keasaman tanah yang disukainya
adalah pH 5,5 – 6,8 (Andoko, 2004).
Tanah dengan tingkat keasaman rendah (lebih kecil dari 5 skala pH) akan
mempengaruhi ketersediaan hara bagi tanaman. Meskipun jumlah unsur hara di
dalam tanah melimpah, tetapi karena pH terlalu rendah, maka unsur tersebut
menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Dalam batas tertentu bahkan dapat
menimbulkan zat beracun yang merugikan pertumbuhan tanaman secara
keseluruhan. Karena itu, maka harus dilakukan pengapuran untuk menaikkan
skala pH tanah agar memenuhi persyaratan (Nawangsih, dkk, 2001).
Tanah-tanah basah merupakan lingkungan yang sangat tidak disukai oleh
tanaman-tanaman tingkat tinggi. Akar-akarnya tidak hanya dihadapkan pada
oksigen yang sangat rendah dan tingkat karbon dioksida yang tinggi, tetapi juga
terhadap keadaan racun anorganik dan racun yang berkisaran luas. Bilamana tanah
tempat tumbuhnya tanaman itu tergenang, rantai sitokrom di dalam sel akar
berhenti berfungsi karena tidak adanya molekul oksigen dan ini menyebabkan
terjadinya akumulasi NADH2 dan tertekannya siklus Krebs. Akibatnya terjadi
penimbunan metabolik toksik yang cepat dan akhirnya akan terjadi kematian akar
(23)
Tanaman hanya dapat subur pertumbuhannya apabila perakarannya baik.
Perkembangan akar yang baik tergantung pada keadaan tanah itu sendiri,
misalnya: profil tanahnya dalam atau dangkal; tanah itu subur atau tidak. Dengan
singkat dapat dikatakan, apakah akar tanaman itu dapat menembus dan
berkembang pada lapisan tanah dengan mudah atau tidak. Tanah memberikan
unsur-unsur makanan pada tanaman. Akar-akar tanaman mengambil zat-zat
makanan di dalam tanah yang digunakan untuk pertumbuhan tanaman.
Kebanyakan unsur-unsur makanan itu terdapat di dalam bunga tanah dan liat tanah dalam bagian tanah (Aksi Agraris Kanisius, 1992).
Media tanam adalah tempat tumbuh dan berkembangnya sistem perakaran
tanaman. Unsur-unsur mineral dan bahan-bahan organik yang diperlukan oleh
tanaman harus tersedia bagi tanaman dan dapat diserap oeh akar. Oleh karena itu
media tanam yang digunakan untuk budidaya secara vertikultur organik harus
gembur, agak lembab, serta kandungan unsur hara mineral dan bahan organik
berupa humus dan kompos cukup sehingga pertukaran air dan udara di dalamnya
berjalan lancar (Andoko, 2004).
Hidroponik Vertikultur
Budidaya hidroponik adalah cara bercocok tanam pada larutan hara,
dengan atau tanpa menggunakan media padat sebagai penopang tanaman. Ada
tiga metode hidroponik, yaitu:
1. Metode Kultur Air, yaitu metode menumbuhkan tanaman dengan air.
(24)
kaca atau wadah lainnya. Ke dalam air ini dicampurkan larutan pupuk
untuk mensuplai kebutuhan tanaman.
2. Metode Kultur Agregat, yaitu metode hidroponik yang mana tanaman
berada pada media padat seperti pasir, kerikil, pecahan genteng. Media
yang digunakan harus disterilkan terlebih dahulu. Pada pasir ditancapkan
tanaman, sementara makanannya berupa pupuk disiramkan setelah
dilarutkan dengan air.
3. Nutrient Flow Technique (NFT), yaitu metode hidroponik yang
menggunakan larutan hara bersirkulasi terus menerus. Larutan hara akan
mengalir membasahi tanaman.
(Lingga, 1999).
Penanaman cabai secara hidroponik adalah penanaman cabai dalam
larutan hara/nutrisi dengan media tumbuh bukan tanah. Sebagai media tumbuh
dapat digunakan berbagai jenis bahan seperti pasir, kerikil, perlit, vermienlit, rock woll, kuntang (arang sekam padi), dan lain-lain, yang disebut kultur agregat hidroponik (Jensen, 1997 dalam Sumarni dan Rosliani, 2001).
Kunci keberhasilan budidaya hortikultura sistem hidroponik adalah pada
pemberian komposisi pupuk yang tepat, sesuai dengan jenis dan umur tanaman.
Selain itu, perlakuan khusus seperti pemangkasan dahan yang tak berguna, atau
pembuatan tali rambatan perlu dilakukan secara teliti. Komposisi pupuk yang
diberikan kepada tanaman dibedakan antara masa pembibitan, masa pertumbuhan
(25)
Vertikultur adalah istilah Indonesia yang diambil dari istilah verticulture
dalam bahasa Inggris. Istilah ini berasal dari dua kata yaitu vertical dan culture. Makna vertikultur adalah sistem budidaya pertanian yang dilakukan secara
vertikal dan bertingkat. Sistem ini sangat cocok diterapkan khususnya bagi para
petani atau pengusaha yang memiliki lahan sempit. Vertikultur dapat pula
diterapkan pada bangunan-bangunan bertingkat, perumahan umum, atau bahkan
pada pemukiman di daerah padat yang tidak punya halaman sama sekali. Dengan
metode vertikultur ini, kita dapat memanfaatkan lahan semaksimal mungkin
(Widarto, 1997).
Ada beberapa kelebihan dan kelemahan dari teknik vertikultur, adapun
kelebihannya diantaranya sebagai berikut : a) populasi tanaman per satuan luas
lebih banyak karena tanaman disusun ke atas dengan tingkat kerapatan yang dapat
diatur sesuai keperluan, b) media tanam yang disterilisasi meminimalkan resiko
serangan hama dan penyakit sehingga mengurangi biaya untuk pengendalian
hama dan penyakit, c) kehilangan pupuk oleh guyuran air hujan dapat dikurangi
karena jumlah media tanam yang sudah ditentukan hanya berada di sekitar
perakaran tanaman di dalam wadah terbatas, d) perlakuan penyiangan gulma
sangat berkurang atau bahkan tidak ada sama sekali karena sedikit media tanam
terbuka yang memungkinkan media tanam tersebut ditumbuhi gulma, e) berbagai
bahan di sekitar rumah seperti karung bekas, batang bambu, pipa paralon, dan
bekas air mineral dapat dimanfaatkan sebagai wadah budidaya vertikultur, f)
tempat dibangunnya bangunan vertikultur menampilkan nilai estetika, atau dapat
dikataka sebagai tanaman hias, g) bangunan vertikultur dapat dipindah-tempatkan
(26)
dapat dipindah-pindahkan. Di samping kelebihannya, budidaya vertikultur pun
memiliki beberapa kelemahan diantaranya : a) investasi biaya awal yang
diperlukan cukup tinggi karena harus membuat struktur bangunan khusus dan
penyiapan media tanama, b) oleh karena jarak tanamnya rapat, tercipta suatu
kondisi kelembaban udara yang tinggi. Hal ini menyebabkan tanaman rentan
terhadap serangan penyakit akibat cendawan (Andoko, 2004).
Aplikasi Pupuk
Jenis pupuk an-organik yang digunakan untuk budidaya tanaman meliputi:
1. pupuk hara makro primer yaitu pupuk yang mengandung unsur hara
utama N, P atau K baik tunggal maupun majemuk seperti Urea, TSP,
SP-36, ZA, KCl, Phospat Alam, NP, NK, PK dan NPK;
2. pupuk hara makro sekunder, yaitu pupuk yang mengandung unsur
Calsium (Ca), Magnesium (Mg) dan Belerang (S) seperti Dolomit,
Kiserit;
3. pupuk hara makro campuran yaitu pupuk yang mempunyai kandungan
hara utama N, P dan K yang dilengkapi unsur-unsur hara mikro seperti
Seng (Zn), Boron (B), Tembaga (Cu), Cobalt (Co), Mangan (Mn),
Molibdenum (Mo). Pupuk hara campuran tersebut dapat berbentuk
padat atau cair.
4. pupuk hara mikro yaitu pupuk yang mempunyai kandungan hara mikro
Zn, B, Cu, Co, Mn dan Mo;
5. pupuk an-organik lainnya.
(27)
Nutrisi saputra adalah pupuk yang mengandung nutrisi dan dibuat dengan
teknologi Saputra. Di dalamnya mengandung frecursor (trigger) yaitu zat yang dapat mengakibatkan makhluk hidup akan mampu membentuk nutrisi esensialnya
secara maksimal. Penggunaan nutrisi Saputra ini bisa sekaligus menggantikan
fungsi pupuk dalam tanaman, dan telah terbukti hasil produksinya lebih besar
(PT. Saputra Inheritance, 2007).
Menggunakan Nutrisi Saputra (NS), tanaman padi para petani tumbuh
demikian subur, sehingga produksi padi mereka meningkat, namun biaya
produksinya rendah, karena untuk setiap hektar tanaman padi, para petani cukup
menggunakan Nutrisi Saputra (bentuknya bubuk dan cair) antara 10-12 kilogram.
Tidak perlu pupuk. "Tapi kalau ragu, silakan gunakan pupuk NPK 50 persen
saja," kata Saputra. Mengagumkan! Nutrisi Saputra telah diujicoba di sejumlah
daerah dengan hasil yang benar-benar mengagumkan. Tanpa Nutrisi Saputra, satu
hektar areal sawah milik petani hanya mampu menghasilkan padi 5-6 ton. Setelah
menggunakan NS, produksi padi petani bisa meningkat menjadi 8-10 ton per
hektar.Nutrisi Saputra bakal benar-benar merevolusi pangan tidak saja di
Indonesia, tapi dunia (Syahreza, 2006).
Pupuk telah senantiasa berada di lini depan dalam usaha untuk
meningkatkan produksi pangan dunia dan mungkin lebih daripada jenis input
yang lain, secara luas bertanggung jawab bagi keberhasilan yang telah dicapai.
Hanya tanah-tanah yang subur yang merupakan tanah produktif. Apabila hara
tanaman kahat, produktivitas dan hasil tanaman rendah. Jadi dengan memasok
hara tanaman yang esensial bagi produksi tanaman yang tinggi, pupuk telah
(28)
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sumiati (2007) pemberian NPK
pada tanaman kentang diperoleh hasil bahwa bobot umbi kentang nyata
meningkat sebesar 72,94% oleh aplikasi pupuk NPK 15-15-15 dosis 1 t/ha
dikombinasikan dengan ppc konsentrasi 4,5 ml/l dibandingkan dengan hanya
menggunakan pupuk NPK 15-15-15 dosis 1 t/ha. Namun, konsentrasi optimum
ppc adalah 5,5 ml/l pada kombinasi aplikasi pupuk NPK 15-15-15 dosis 1 t/ha
(Sumiati, 2007).
Pupuk-pupuk mudah larut yang berlapis dapat dicirikan oleh laju
pelepasan komponen mudah larutnya ke dalam larutan tanah. Bahan-bahan
anorganik yang relatif tidak mudah larut air, seperti magnesium, ammonium
fosfat, dapat dicirikan dengan cara serupa. Bahan-bahan lambat tersedia organik
dapat dikelompokkan menurut cara terjadinya mineralisasi dalam tanah. Biasanya,
kelarutan bukanlah suatu kriteria yang berguna untuk klasifikasinya. Kebanyakan
pupuk N lambat tersedia organik relatif tidak mudah larut air, dengan
perkecualian guaniluera dan polimer-polimer urea-formaldehida rantai pendek.
Pelepasan N berhubungan dengan laju pelarutan dalam tanah yang pada gilirannya
sangat bergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhi penyingkiran
bahan-bahan terlarutkan dari permukaan partikel. Penyingkiran terjadi melalui degradasi
bahan atau pergerakannya dari permukaan partikel oleh difusi atau aliran masa
(Engelstad, 1997).
Dalam hasil penelitian karangan Vos (1994) diperoleh bahwa secara
umum, pertumbuhan tanaman dirangsang oleh pupuk nitrogen. Waktu
(29)
kandungan N dalam buah tinggi dan kandungan P dalam daun rendah. Namun
hasil-hasil percobaan memberi kesimpulan, bahwa waktu pembentukan buah
pertengahan tidak dipengaruhi oleh dosis N. Hasil panen meningkat dengan
pemupukan N, dalam percobaan perlakuan 150 kg N/ha memberikan hasil panen
paling tinggi, sementara itu dalam percobaan perlakuan 300 kg N/ha memberikan
hasil panen buah sehat paling baik. Perlakuan 500 kg N/ha tidak mengakibatkan
produksi yang lebih baik secara signifikan, bila dibandingkan dengan dosis N
yang sedang, hasil panen sehat tidak mempunyai korelasi dengan kandungan N
dalam daun, tetapi ditemukan berkorelasi negatif dengan kandungan P dalam daun
dan buah (Vos, 1994).
Sebuah penelitian mengenai pemakaian pupuk yang dilakukan di Vietnam
mengungkapkan bahwa walaupun hampir setiap penanaman bibit unggul oleh
petani padi yang diwawancarai telah menggunakan pupuk, waktu dan rata-rata
pemakaian berbeda-beda. Kesalahpahaman para petani tentang pemupukan padi
dapat dikelompokkan sebagai berikut: ketidaktepatan aplikasi waktu, penggunaan
metode yang kurang tepat, jumlah pupuk yang salah, aplikasi pupuk yang tidak
tepat dan praktek pembibitan yang tidak diinginkan (Padmo, 2000).
Tanaman tidak dapat membedakan dan tidak bisa memilih unsur hara yang
diserap berasal dari pupuk organik atau pupuk kimia. Tanaman menyerap unsur
hara (N, P, K, dan sebagainya) melalui mekanisme pertukaran ion, dan dalam
bentuk ion-ion anorganik. Agar dapat diserap tanaman, pupuk organik harus
(30)
ion-ion anorganik/kimia. Jadi yang diserap tanaman pada akhirnya tetap saja berupa
ion-ion anorganik/kimia (Widodo, 2006).
Akar-akar tanaman di dalam tanah mengabsorbsi ion dari media yang
kompleks, yang mengandung tidak hanya selusin atau lebih ion hara yang
esensial, tetapi juga sejumlah ion non-esensial dan senyawa organik. Apabila
terjadi ketidakseimbangan yang berat dalam suplai ini, tanaman mungkin tidak
mampu mengambil hara secara efisien, baik karena pengaruh langsung ion-ion
toksik pada metabolisme atau fungsi akar, atau semata-mata oleh kompetisi atau
interaksi dengan ion-ion hara. Hasilnya, ion-ion esensial bahkan dapat menjadi
toksik (Fitter dan Hay, 1991).
Varietas
Genotipa, varietas atau kultivar adalah sekumpulan individu tanaman yang
dapat dibedakan oleh sifat (morfologi, fisiologi, sitologi, kimia atau lain-lain)
yang nyata untuk maksud-maksud pertanian, dan yang bila diproduksi kembali
akan menunjukkan sifat-sifat yang dapat dibedakan dari lainnya ( Sutopo, 1998).
Varietas cabai hibrida selama ini umumnya didatangkan (diintroduksi) dari
luar negeri. Semua varietas cabai hibrida memiliki sifat dan keunggulan tersendiri
antara lain mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan tropis Indonesia
(Rukmana, 1996).
Penggunaan varietas unggul (hibrida) merupakan langkah awal dalam
uaha budidaya cabai secara intensif. Cabai hibrida merupakan hasil persilangan
(31)
hibrida tidak akan diturunkan 100% kepada keturunannya (F2). Pada umumnya
cabai hibrida memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
a. pertumbuhan sangat cepat
b. sangat tanggap terhadap pemupukan dosis tinggi
c. kualitas buah lebih bagus dan bobot buah lebih berat disbanding dengan
cabai lokal
d. produksi per tanaman dan per satuan luas jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan cabai lokal dengan tindakan budidaya yang sama
e. lebih peka terhadap serangan hama dan penyakit tanaman
f. apabila keturunannya (F2) ditanam, maka kualitas dan kuantitas produksi
menyimpang jauh dari tanaman induk (F1) (Janick, 2006).
Suatu sifat karakter individu adalah merupakan kerjasama antara faktor
genetik dan lingkungan. Faktor genetik tanaman dan adaptasi terhadap lingkungan
tidak sama sehingga menghasilkan pertumbuhan yang berbeda. Setiap terjadinya
perubahan kondisi faktor lingkungan di sekitar tanaman akan menyebabkan reaksi
atau respon genetik yang berbeda untuk setiap varietas tanaman. Akan tetapi
keadaan ini tergantung pada derajat perubahan fisik lingkungan, terutama pada
periode-periode pertumbuhan kritis tanaman (Hartmann, dkk,, 2001).
Seperti gen berinteraksi dengan sesamanya, gen juga berinteraksi dengan
lingkungan. Interaksi genotipa dengan lingkungan telah terbukti karena genotipa
tertentu dapat ditampakkan dalam suatu lingkungan tertentu. Lingkungan sangat
penting untuk mengekspresikan gen-gen karena dengan lingkungan dapat
(32)
ditimbulkan dalam suatu populasi merupakan kombinasi dari genotip dan
pengaruh lingkungan (Hartwell, dkk, 2004).
Untuk berhasilnya pertanaman, perlu dipilih varietas-varietas yang mampu
beradaptasi dengan kondisi lingkungan. Lingkungan yang sering mempengaruhi
tanaman adalah lingkungan yang terdapat di sekitar tanaman. Faktor ini dapat
bervariasi untuk setiap tumbuhan sehingga memberi pengaruh yang berbeda pada
(33)
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di lahan Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 meter dpl. Penelitian
dilaksanakan dari bulan Mei sampai Oktober 2008.
Bahan dan Alat
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih
cabai varietas TM 999 F1, Lado F1, Pioneer dan Laris, tanah, pasir, kompos,
sekam, pupuk Nutrisi Saputra, pupuk NPK (15:15:15), pupuk Complesal Hijau
dan Merah, Pestisida Antracol, insektisida Curacron 2,5 EC, Fungisida Morel,
gelas plastik ukuran 250 ml dan botol air mineral 1500 ml yang dibagi dua.
Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul,
gembor, handsprayer, meteran, bambu, paku, pacak sampel, papan nama, tali
plastik, kawat serta alat tulis.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang
terdiri dari dua (2) faktorial yaitu :
Faktor 1 : Varietas, terdiri atas 4 varietas yaitu :
V1 = TM 999 F1 V3 = Pioneer
(34)
Faktor 2 : Aplikasi pupuk yang terdiri atas 2 taraf, yaitu :
P1 = Nutrisi Saputra (padat = 2 g/liter air ; cair = 3 ml/liter air)
P2= Pupuk NPK (pada tanaman muda = 0,5 g/liter air ; tanaman
dewasa = 1 g/liter air) + pupuk Complesal (2 g/liter air).
Sehingga diperoleh 8 kombinasi perlakuan :
V1P1 V2P1 V3P1 V4P1
V1P2 V2P2 V3P2 V4P2
Jumlah ulangan : 3 ulangan
Jumlah plot : 24 plot
Jumlah tanaman/plot : 4 tanaman
Jumlah sampel/plot : 4 tanaman
Jumlah tanaman sampel seluruhnya = jumlah populasi : 96 tanaman
Dari hasil penelitian dianalisa dengan menggunakan sidik ragam
berdasarkan model linier sebagai berikut :
Yijk = μ + ρi + αj + βk + (αβ)jk + εijk
Dimana :
Yijk = Hasil pengamatan pada blok ke-i pada varietas ke-j dan pemberian pupuk
pada taraf ke-k
μ = nilai tengah
ρi = pengaruh blok ke-i
αj = pengaruh varietas pada jenis ke-j
βk = pengaruh pemberian pupuk pada taraf ke-k
(αβ)jk = pengaruh interaksi varietas pada jenis ke-j terhadap pemberian pupuk
(35)
εijk = pengaruh galat pada blok ke-i, varietas pada jenis ke-j dan pemberian
pupuk pada taraf ke-k
Bila data yang diperoleh berbeda nyata maka dilanjutkan dengan Uji
(36)
PELAKSANAAN PENELITIAN
Pembuatan Rak Bambu
Rak bambu dibuat dengan ukuran 320 cm x 150 cm dengan bentuk
persegi panjang. Di sisi dalam, dibagi atas kisi-kisi bambu dengan ukuran 50 x 40
cm. Rak kemudian disusun menghadap ke arah timur agar tanaman mendapat
sinar matahari yang cukup.
Perendaman Benih
Benih direndam dengan menggunakan air hangat-hangat kuku (± 40 0C)
selama 5 jam. Perendaman benih bertujuan untuk mempercepat pemecahan
dormansi sehingga benih cepat tumbuh.
Penyemaian Benih
Benih disemai terlebih dahulu pada media kompos + sekam dengan
perbandingan 1:1. Setelah muncul 5-6 helai daun atau sekitar 4-6 minggu bibit
dipindah ke media tanam.
Pembuatan Media Tanam
Gelas plastik yang berukuran 250 ml disayat berbentuk lubang
memanjang, Demikian pula pada bagian samping diberi lubang sebanyak 4
lubang. Pemberian lubang pada bagian bawah dan samping ini bertujuan sebagai
tempat keluarnya akar dan untuk memberi jalan bagi nutrisi ke akar tanaman.
Gelas plastik kemudian diisi dengan media tanam berupa campuran tanah, pasir
(37)
plastik kedua yang berukuran 500 ml di bawahnya. Caranya dengan
menghubungkan gelas pertama dan kedua dengan menggunakan kawat sehingga
saling berkaitan pada rak bambu. Gelas kedua ini berfungsi sebagai tempat nutrisi
tanaman yang diberikan.
Penanaman Bibit
Bibit yang telah tumbuh kemudian dipindah tanam pada gelas pertama
yang telah diisi media tanam.
Menaikkan Bibit ke Rak
Gelas pertama yang telah berisi bibit cabai dinaikkan pada rak yang
telah dililiti kawat berbentuk melingkar terlebih dahulu. Setelah itu gelas kedua
dikaitkan pada gelas pertama dengan menggunakan kawat juga.
Pembuatan Pupuk/Nutrisi
Untuk Nutrisi Saputra terbagi atas dua jenis yaitu bentuk bubuk (plant powder) dan cair (plant liquid). Keduanya dicampur terlebih dahulu. Sesuai dosis yang dianjurkan, untuk 100 m2 s/d 200 m2 luas tanam diperlukan 1 sendok makan
bubuk : 3 sendok makan cair : 5 liter air. Semuanya kemudian diaduk dalam
ember lalu siap disemprotkan pada tanaman.
Menurut Nurbaeti (tanpa tahun) cara pembuatan larutan hara NPK
adalah sebagai berikut :
g. pada tanaman muda (0-30 HST): 6,25 g NPK dilarutkan dalam 125 liter air
(0,5 g NPK/liter).
b. pada tanaman dewasa (31-210 HST): 125 g NPK dilarutkan dalam 125 liter air
(38)
Pemberian Pupuk/ Nutrisi
Untuk pemberian Nutrisi Saputra terbagi dua (2) tahap yaitu pra tanam
dan pasca tanam. Untuk pra tanam disemprot pada media 1-2 hari pra tanam
sebanyak 1x dan untuk pasca tanam dilakukan seminggu sekali. Banyaknya
nutrisi yang diberikan pada tanaman ± 151 cc per gelas tanaman.
Untuk frekuensi penyiraman pupuk NPK adalah sebagai berikut :
Larutan pupuk diberikan/digantikan pada gelas kedua seminggu sekali.
Takaran larutan yang diberikan ke tanaman disesuaikan dengan pertumbuhan tanaman.
Pada tanaman muda sebanyak 50 cc per tanaman setiap kali pemberian.
Volume pemberian nutrisi meningkat sejalan dengan peningkatan umur tanaman, sampai mencapai sebanyak 100 cc per tanaman setiap kali
pemberian.
Selain pupuk NPK diberikan juga pupuk Complesal yang diberikan pada
daun. Pada fase vegetatif diberikan pupuk complesal hijau dengan dosis 2 gr/l dan
pada fase generatif diberikan pupuk complesal merah dengan dosis yang sama.
Pemeliharaan Tanaman
Penyiraman
Penyiraman dilakukan setiap hari atau disesuaikan dengan kondisi di
lapangan. Bila kondisi tanah kering maka dilakukan penyiraman tetapi bila
kondisi tanah yang lembab karena hari mendung penyiraman ditiadakan karena
(39)
Penyiangan
Penyiangan dilakukan dengan cara mencabut gulma-gulma yang ada di
sekitar pertanaman untuk mengurangi terjadinya persaingan unsur hara dengan
tanaman utama.
Penyulaman
Penyulaman dilakukan apabila ada tanaman cabai yang mati. Tanaman
diambil dari tanaman cadangan yang ditanam bersamaan dengan tanaman utama.
Perempelan
Perempelan dilakukan dengan cara memetik tunas-tunas menyamping
pada tanaman yang belum berbunga, bunga pertama yang muncul serta daun-daun
di bawah cabang utama. Hal ini bertujuan agar tanaman tidak membentuk tajuk
yang tidak boboturan serta tidak menghasilkan bunga sebelum tanaman cukup
umur dan cukup kuat untuk berproduksi.
Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan berdasarkan konsep PHT,
pemantauan dilakukan 2 kali seminggu. Bila ada serangan hama/penyakit di atas
ambang pengendalian baru digunakan pestisida. Adapun pestisida yang digunakan
adalah Decis 2,5 EC dengan dosis 2 cc/ltr air dan Dithane M-45 2 cc/ltr air,
dengan interval satu minggu sekali atau disesuaikan dengan kondisi di lapangan.
Panen
Panen dilakukan tergantung varietas. Panen dilakukan 2 kali seminggu,
(40)
Pengamatan Parameter
Tinggi Tanaman (cm)
Tinggi tanaman diukur 6 minggu setelah tanam (MST) sampai tanaman
menjelang berbuah, tanaman diukur dari leher akar sampai titik tumbuh tanaman.
Interval pengukuran 1 minggu sekali.
Jumlah Cabang (cabang)
Jumlah cabang yang dihitung adalah semua cabang primer, sekunder dan
tersier pada tanaman sampel.
Umur Berbunga (hari)
Umur berbunga dihitung dari tanggal penanaman hingga tanaman 75%
berbunga.
Jumlah Bunga (bunga)
Jumlah bunga yang terbentuk dihitung dari seluruh tanaman sampel pada
setiap plot.
Persentase Pembentukan Buah (%)
Persentase pembentukan buah dihitung berdasarkan jumlah bunga yang
terbentuk dengan jumlah buah.
Persentase Pembentukan Buah = Jumlah buah x 100%
Jumlah bunga seluruhnya
Umur Panen (hari)
Umur panen dihitung dari tanggal persemaian hingga tanggal pemanenan
(41)
Jumlah Buah / Tanaman (buah)
Jumlah buah dihitung dengan menghitung banyak buah tiap plot setiap
pemanenan kemudian dirata-ratakan mulai dari pemanenan pertama hingga
pemanenan ke-5.
Bobot Buah / Tanaman (g)
Bobot buah ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik mulai dari
pemanenan pertama hingga pemanenan ke-5. Bobot dari tiap pemanenan
dirata-ratakan, kemudian dijumlahkan bobot dari pemanenan pertama hingga ke-5.
Bobot Kering Tajuk/Tanaman (g)
Bobot kering tajuk dilakukan dengan mengering ovenkan tanaman cabai
pada suhu 600C terlebih dahulu lalu memotong bagian akar dan tajuk tanaman.
Tajuk kemudian ditimbang dengan timbangan analitik.
Bobot Kering Akar/Tanaman (g)
Sama halnya dengan bobot kering tajuk, bobot kering akar dilakukan
dengan menimbang bagian akar tanaman yang telah dikering ovenkan dengan
(42)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hasil pengujian yang telah dilakukan terhadap seluruh parameter
pengamatan menunjukkan bahwa varietas berbeda nyata pada parameter tinggi
tanaman 6 – 11 MST, umur berbunga, jumlah bunga/tanaman, umur panen,
jumlah buah/tanaman, persentase pembentukan buah dan bobot buah/tanaman
Pemupukan berpengaruh nyata pada parameter tinggi tanaman 11 MST dan bobot
kering tajuk/plot. Sedangkan interaksi antara varietas dan pemupukan belum
berpengaruh nyata.
Tinggi Tanaman (cm)
Data rataan tinggi tanaman dan tabel sidik ragam pada 6 MST hingga 12
MST disajikan pada Lampiran 8 – 21.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa varietas berbeda nyata terhadap
tinggi tanaman pada 6 MST hingga 11 MST. Dan pemupukan berpengaruh nyata
terhadap tinggi tanaman 11 MST.
Rataan tinggi tanaman beberapa varietas cabai merah terhadap
(43)
Tabel 1. Rataan Tinggi Tanaman Dari 6 MST – 12 MST (cm).
PERLAKUAN Minggu ke-
6 7 8 9 10 11 12
VARIETAS
V1 6,42 c 8,43 c 11,62 c 15,85 c 22,49 c 29,68 b 35,02
V2 8,42 a 11,80 a 16,78 a 21,57 a 30,33 a 34,78 a 37,78
V3 6,77 b 9,99 a 14,02 a 18,83 a 25,63 b 30,44 a 31,82
V4 7,09 a 9,82 a 12,80 a 16,98 b 23,70 b 29,13 b 33,57
PEMUPUKAN
P1 7,17 9,92 13,57 17,90 24,63 29,43 b 33,34
P2 7,17 10,10 14,04 18,71 26,44 32,59 a 35,75
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.
Histogram rataan tinggi tanaman 6 – 12 MST pada perlakuan varietas
disajikan pada Gambar 1, histogram rataan tinggi tanaman 11 MST pada
perlakuan pemupukan pada Gambar 2 dan grafik pertambahan tinggi tanaman dari
6 – 12 MST disajikan pada Gambar 3.
c c c c c b a a a a a a b a a a b a a a a b b b 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00
6 7 8 9 10 11 12
Minggu Pengamatan T in g g i T a n a m a n ( c m ) V1=TM 999 V2=Lado V3=Pioneer V4=Laris
Gambar 1. Histogram rataan tinggi tanaman dari 6 – 12 MST pada perlakuan varietas
(44)
a b
a
a a
b b b
0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 40,00
P1 (Nutrisi Saputra) P2 (NPK+Complesal)
Pemupukan T in g g i T an am an ( cm )
V1= TM 999 V2=Lado V3=Pioneer V4=Laris
Gambar 2. Histogram rataan tinggi tanaman 11 MST pada perlakuan varietas pemupukan
0,00
10,00
20,00
30,00
40,00
6
7
8
9
10 11 12
Minggu Pengamatan T inggi T ana m an ( cm )
V1 = TM 999 V2 = Lado V3 = Pioneer V4 = Laris
(45)
Jumlah Cabang Primer (cabang)
Data rataan jumlah cabang primer dan tabel sidik ragam disajikan pada
Lampiran 22 dan 23.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa varietas, pemupukan ataupun
interaksi antara varietas dan pemupukan tidak berbeda nyata terhadap jumlah
cabang primer.
Rataan jumlah cabang primer beberapa varietas cabai merah terhadap
pemupukan disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Rataan Jumlah Cabang Primer (cabang) pada perlakuan varietas dan pemupukan.
PEMUPUKAN VARIETAS RATAAN
V1 V2 V3 V4
P1 2,08 2,08 2,08 2,17 2,10
P2 2,33 2,17 2,33 2,17 2,25
RATAAN 2,21 2,13 2,21 2,17
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.
Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa jumlah cabang primer terbanyak
adalah pada varietas TM 999 F1 (V1) dan Pioneer (V3) dengan rataan jumlah
cabang 2,21 cabang dan jumlah cabang primer paling sedikit pada varietas TM
999 F1 (V1) dan Lado F1 (V2) dengan rataan jumlah cabang 2,13 cabang, tetapi
menurut analisis statistika tidak berbeda nyata.
(46)
Jumlah Cabang Sekunder (cabang)
Data rataan jumlah cabang sekunder dan tabel sidik ragam disajikan
pada Lampiran 24 dan 25.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa varietas, pemupukan ataupun
interaksi antara varietas dan pemupukan tidak berbeda nyata terhadap jumlah
cabang sekunder.
Rataan jumlah cabang sekunder beberapa varietas cabai merah terhadap
pemupukan disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Rataan Jumlah Cabang Sekunder (cabang) pada perlakuan varietas dan pemupukan.
PEMUPUKAN VARIETAS RATAAN
V1 V2 V3 V4
P1 4,25 4,08 4,08 4,67 4,27
P2 4,83 4,50 4,58 4,33 4,56
RATAAN 4,54 4,29 4,33 4,50
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.
Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa jumlah cabang sekunder terbanyak
adalah pada varietas TM 999 F1 (V1) dengan rataan jumlah cabang 4,54 cabang
dan jumlah cabang sekunder paling sedikit terdapat pada varietas Lado F1 (V2)
dan Pioneer (V3) dengan rataan jumlah cabang 4,29 cabang, tetapi menurut
(47)
Jumlah Cabang Tersier (cabang)
Data rataan jumlah cabang sekunder dan tabel sidik ragam disajikan
pada Lampiran 26 dan 27.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa varietas, pemupukan ataupun
interaksi antara varietas dan pemupukan tidak berbeda nyata terhadap jumlah
cabang tersier.
Rataan jumlah cabang tersier beberapa varietas cabai merah terhadap
pemupukan disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Rataan Jumlah Cabang Tersier (cabang) pada perlakuan varietas dan pemupukan.
PEMUPUKAN VARIETAS RATAAN
V1 V2 V3 V4
P1 10,08 9,33 11,00 10,67 10,27
P2 9,17 9,67 11,75 12,17 10,69
RATAAN 9,63 9,50 11,38 11,42
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.
Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa jumlah cabang tersier terbanyak adalah
pada varietas Laris (V4) dengan rataan jumlah cabang 11,42 cabang dan jumlah
cabang tersier paling sedikit terdapat pada varietas TM 999 F1 (V1) dengan rataan
jumlah cabang 9,50 cabang, tetapi menurut analisis statistika tidak berbeda nyata.
Umur Berbunga (HSPT)
Data rataan umur berbunga dan tabel sidik ragam disajikan pada
Lampiran 28 dan 29.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa varietas berbeda nyata terhadap
(48)
Rataan umur berbunga beberapa varietas cabai merah terhadap
pemupukan disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Rataan Umur Berbunga (HSPT) pada perlakuan varietas dan pemupukan.
PEMUPUKAN VARIETAS RATAAN
V1 V2 V3 V4
P1 60,92 65,83 92,42 66,92 71,52
P2 63,17 64,17 93,08 65,17 71,40
RATAAN 62,05 c 65,00 b 92,75 a 66,05 b
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.
Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa umur berbunga paling cepat adalah
pada varietas TM 999 F1 (V1) dengan umur berbunga 62,05 hari dan umur
berbunga paling lama terdapat pada varietas Pioneer F1 (V3) dengan umur
berbunga 92,75 hari.
Histogram rataan umur berbunga (HSPT) pada perlakuan varietas
disajikan pada gambar berikut.
b a b c 0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00
V1 (TM 999) V2 (Lado) V3 (Pioneer) V4 (Laris) Varietas U m ur B er bunga ( H S P T
(49)
Jumlah Bunga/Tanaman (bunga)
Data rataan jumlah bunga/tanaman dan tabel sidik ragam disajikan pada
Lampiran 30 dan 31.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa varietas berbeda nyata terhadap
parameter jumlah bunga/tanaman (bunga).
Rataan jumlah bunga/tanaman beberapa varietas cabai merah terhadap
pemupukan disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Rataan Jumlah Bunga/Tanaman (bunga) pada perlakuan varietas dan pemupukan.
PEMUPUKAN VARIETAS RATAAN
V1 V2 V3 V4
P1 32,92 31,42 13,25 32,33 27,48
P2 37,00 29,83 10,17 32,25 27,31
RATAAN 34,96 a 30,63 b 11,71 c 32,29 a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.
Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa jumlah bunga paling banyak adalah
pada varietas TM 999 F1 (V1) dengan jumlah bunga 34,96 bunga dan jumlah
bunga paling sedikit terdapat pada varietas Pioneer F1 (V3) dengan jumlah bunga
11,71 bunga.
Histogram rataan jumlah bunga/tanaman (bunga) pada perlakuan
(50)
a c b a 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00
V1 (TM 999) V2 (Lado) V3 (Pioneer) V4 (Laris) Varietas Jum la h B unga /T ana m a (B unga ) Gambar 5. Histogram rataan jumlah bunga/tanaman pada perlakuan varietas
Umur Panen (HSPT)
Data rataan umur panen dan tabel sidik ragam disajikan pada Lampiran
32 dan 33.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa varietas berbeda nyata terhadap
parameter umur panen (HSPT).
Rataan umur panen beberapa varietas cabai merah terhadap pemupukan
disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Rataan Umur Panen (HSPT) pada perlakuan varietas dan pemupukan.
PEMUPUKAN VARIETAS RATAAN
V1 V2 V3 V4
P1 115,00 115,58 163,33 117,00 127,73
P2 116,00 118,67 164,00 116,00 128,67
RATAAN 115,50 b 117,13 b 163,67 a 116,50 b
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.
(51)
Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa umur panen paling cepat adalah pada
varietas TM 999 F1 (V1) dengan umur panen 115,50 hari dan umur panen paling
lama terdapat pada varietas Pioneer F1 (V3) dengan umur panen 163,67 hari.
Histogram rataan umur panen pada perlakuan varietas disajikan pada
gambar berikut.
b a
b b
0,00 50,00 100,00 150,00 200,00
V1 (TM 999) V2 (Lado) V3 (Pioneer) V4 (Laris) Varietas
U
m
ur
P
ane
n (
H
S
P
T
)
Gambar 6. Histogram rataan umur panen pada perlakuan varietas
Jumlah Buah/Tanaman (buah)
Data rataan jumlah buah dan tabel sidik ragam disajikan pada Lampiran
34 dan 35.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa varietas berbeda nyata terhadap
parameter jumlah buah/tanaman (buah).
Rataan jumlah buah/tanaman beberapa varietas cabai merah terhadap
(52)
Tabel 8. Rataan Jumlah Buah/Tanaman (buah) pada perlakuan varietas dan pemupukan.
PEMUPUKAN VARIETAS RATAAN
V1 V2 V3 V4
P1 24,75 19,33 6,25 21,67 18,00
P2 23,92 20,33 5,33 23,08 18,44
RATAAN 24,34 a 19,83 b 5,79 c 22,38 a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.
Pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa jumlah buah paling banyak adalah
pada varietas TM 999 F1 (V1) dengan jumlah buah 24,34 buah dan jumlah buah
paling sedikit terdapat pada varietas Pioneer F1 (V3) dengan jumlah buah 5,79
buah.
Histogram rataan jumlah buah/tanaman (buah) pada perlakuan varietas
dan pemupukan disajikan pada gambar berikut.
a c b a 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00
V1 (TM 999) V2 (Lado) V3 (Pioneer) V4 (Laris) Varietas Jum la h B ua h/ T ana m a (B ua h)
(53)
Persentase Pembentukan Buah (%)
Data rataan persentase pembentukan buah dan tabel sidik ragam
disajikan pada Lampiran 36 dan 37.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa varietas berbeda nyata terhadap
parameter persentase pembentukan buah (%).
Rataan persentase pembentukan buah beberapa varietas cabai merah
terhadap pemupukan disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9. Rataan Persentase Pembentukan Buah (%) pada perlakuan varietas dan pemupukan.
PEMUPUKAN VARIETAS RATAAN
V1 V2 V3 V4
P1 75,84 61,56 48,75 67,44 63,40
P2 65,38 67,51 53,50 71,97 64,59
RATAAN 70,61 a 64,54 a 51,13 b 69,71 a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.
Pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa persentase pembentukan buah paling
banyak adalah pada varietas TM 999 F1 (V1) dengan persentase pembentukan
buah 70,61% dan persentase pembentukan buah paling sedikit terdapat pada
varietas Pioneer F1 (V3) dengan persentase pembentukan buah 51,13 %.
Histogram rataan persentase pembentukan buah (%) pada perlakuan
(54)
a b a a 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00
V1 (TM 999) V2 (Lado) V3 (Pioneer) V4 (Laris) Varietas P er se n ta se P em b en tu k an B u ah ( % )
Gambar 8. Histogram rataan persentase pembentukan buah (%) pada perlakuan varietas
Bobot Buah/Tanaman (g)
Data rataan bobot buah/tanaman dan tabel sidik ragam disajikan pada
Lampiran 38 dan 39.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa varietas berbeda nyata terhadap
parameter bobot buah/tanaman (g).
Rataan bobot buah/tanaman (g) beberapa varietas cabai merah terhadap
pemupukan disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10. Rataan Bobot Buah/Tanaman (g) pada perlakuan varietas dan pemupukan.
PEMUPUKAN VARIETAS RATAAN
V1 V2 V3 V4
P1 41,81 32,48 6,81 36,29 29,35
P2 38,42 36,59 6,43 39,59 30,26
RATAAN 40,12 a 34,54 b 6,62 c 37,94 a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.
(55)
Pada Tabel 10 dapat dilihat bahwa bobot buah paling besar adalah pada
varietas TM 999 F1 (V1) dengan bobot buah 40,12 gram, dan bobot buah paling
kecil terdapat pada varietas Pioneer F1 (V3) dengan bobot buah 6,62 gram.
Histogram rataan bobot buah/tanaman (g) pada perlakuan varietas
disajikan pada gambar berikut.
a
c b
a
0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00
V1 (TM 999) V2 (Lado) V3 (Pioneer) V4 (Laris) Varietas
B
obot
B
ua
h/
T
ana
m
an (
g
Gambar 9. Histogram rataan bobot buah/tanaman (g) pada perlakuan varietas
Bobot Kering Tajuk/Tanaman (g)
Data rataan bobot kering tajuk dan tabel sidik ragam disajikan pada
lLampiran 40 dan 41.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa pemupukan berpengaruh nyata
terhadap parameter bobot kering tajuk/tanaman (g).
Rataan bobot kering tajuk beberapa varietas cabai merah terhadap
(56)
Tabel 11. Rataan Bobot Kering Tajuk/Tanaman (g) pada perlakuan varietas dan pemupukan
PEMUPUKAN VARIETAS RATAAN
V1 V2 V3 V4
P1 4,31 4,30 3,88 4,06 4,14 b
P2 5,46 7,01 6,66 7,40 6,63 a
RATAAN 4,89 5,66 5,27 5,73
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.
Pada Tabel 11 dapat dilihat bahwa bobot kering tajuk tertinggi adalah
pada varietas Laris (V4) dengan bobot kering tajuk 5,73 gram dan bobot kering
tajuk terendah terdapat pada varietas TM 999 F1 (V1) dengan bobot kering tajuk
4,89 gram.
Histogram rataan bobot kering tajuk (g) pada perlakuan pemupukan
disajikan pada gambar berikut.
a b 0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00
P1 (Nutrisi Saputra) P2 (NPK+Complesal) Pemupukan B obot K er ing T aj uk ( g)
(57)
Bobot Kering Akar/Tanaman (g)
Data rataan bobot kering akar/tanaman dan tabel sidik ragam disajikan
pada Lampiran 42 dan 43.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa baik varietas, pemupukan
ataupun interaksi antara keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap parameter
bobot kering akar (g).
Rataan bobot kering akar/tanaman beberapa varietas cabai merah
terhadap pemupukan disajikan pada Tabel 12.
Tabel 12. Rataan Bobot Kering Akar/Tanaman (g) pada perlakuan varietas dan pemupukan
PEMUPUKAN VARIETAS RATAAN
V1 V2 V3 V4
P1 1,49 1,12 1,35 1,37 1,33
P2 2,21 1,71 1,83 1,86 1,90
RATAAN 1,85 1,42 1,59 1,62
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.
Pada Tabel 12 dapat dilihat bahwa bobot kering akar tertinggi adalah
pada varietas TM 999 F1 (V1) dengan bobot kering akar 1,85 gram dan bobot
kering akar terendah terdapat pada varietas Lado F1 (V2) dengan bobot kering
(58)
Pembahasan
Pengaruh Varietas Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Cabai Merah
Berdasarkan pengamatan terhadap penelitian serta analisis data yang
dilakukan, diperoleh bahwa varietas berbeda nyata terhadap pertumbuhan dan
produksi cabai merah. Terhadap pertumbuhan cabai merah, varietas berbeda nyata
pada parameter tinggi tanaman 6 – 11 MST dengan tanaman tertinggi terdapat
pada varietas Lado (37,78 cm) dan terhadap produksi cabai merah varietas
berbeda nyata pada parameter umur berbunga, jumlah bunga/tanaman, umur
panen, jumlah buah/tanaman, persentase pembentukan buah dan bobot
buah/tanaman. Umur berbunga paling cepat pada varietas TM 999 F1 (V1)
dengan umur berbunga 62,05 hari, jumlah bunga/tanaman paling banyak pada
varietas TM 999 F1 (V1) dengan jumlah bunga 34,96 bunga, umur panen paling
cepat pada varietas TM 999 F1 (V1) dengan umur panen 115,50 hari, jumlah
buah/tanaman paling banyak pada varietas TM 999 F1 (V1) dengan jumlah buah
24,34 buah, persentase pembentukan buah paling tinggi pada varietas TM 999 F1
(V1) dengan persentase pembentukan buah 70,61% dan bobot buah/tanaman
paling besar pada varietas TM 999 F1 (V1) dengan bobot buah 40,12 gram.
Varietas berbeda nyata terhadap pertumbuhan dan produksi cabai merah
diduga disebabkan oleh faktor genetik dari tanaman cabai merah yang diteliti
dimana varietas yang digunakan adalah jenis hibrida F1 kecuali varietas Laris
yang merupakan varietas lokal. Varietas hibrida merupakan varietas yang unggul
(59)
Janick (2006) bahwa penggunaan varietas unggul (hibrida) merupakan langkah
awal dalam usaha budidaya cabai secara intensif. Cabai hibrida merupakan hasil
persilangan antara dua induk cabai yang memiliki sifat-sifat unggul. Hal ini juga
didukung oleh pernyataan Rukmana (2006) bahwa semua varietas cabai hibrida
memiliki sifat dan keunggulan tersendiri antara lain mampu menyesuaikan diri
dengan lingkungan tropis Indonesia. Dari analisis data yang diperoleh dapat
disimpulkan bahwa varietas TM 999 F1 merupakan varietas yang paling baik dari
segi produksi. Namun produksi yang diperoleh dalam penelitian ini masih jauh
dari produksi cabai pada umumnya, dimana menurut Nawangsih, dkk (2001) bahwa bobot cabai bervariasi dari 7,5 – 15 g/buah dan jumlah buah per pohon
berkisar antara 150 – 200 buah. Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan data
rataan bobot buah hanya berkisar 1,7 g/buah. Diduga hal ini berhubungan dengan
lingkungan tumbuh tanaman cabai yang kurang mendukung pertumbuhan dan
produksi cabai. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hartmann, dkk,, (2001) bahwa suatu sifat karakter individu adalah merupakan kerjasama antara faktor genetik
dan lingkungan. Faktor genetik tanaman dan adaptasi terhadap lingkungan tidak
sama sehingga menghasilkan pertumbuhan yang berbeda. Setiap terjadinya
perubahan kondisi faktor lingkungan di sekitar tanaman akan menyebabkan reaksi
atau respon genetik yang berbeda untuk setiap varietas tanaman. Dalam penelitian
ini tanaman cabai ditanam pada gelas plastik yang diberi lubang sebagai tempat
keluar akar untuk kemudian menyerap nutrisi yang ada pada wadah kedua.
Namun, walaupun akar dapat menyerap nutrisi, akar tidak dapat menyebar dan
berkembang. Perkembangan akar yang terhambat akan berpengaruh pada
(60)
pada derajat perubahan fisik lingkungan, terutama pada periode-periode
pertumbuhan kritis tanaman.
Pengaruh Pemupukan Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Cabai Merah
Berdasarkan analisis data yang dilakukan, diperoleh bahwa pemupukan
hanya berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan cabai merah yaitu pada parameter
tinggi tanaman 11 MST dan bobot kering tajuk/tanaman. Sedangkan terhadap
produksi cabai merah pemupukan tidak berpengaruh nyata. Untuk pengamatan
parameter tinggi tanaman (Gambar 2) diperoleh bahwa pemberian pupuk Nutrisi
saputra (P1) berbeda nyata antara varietas TM 999 (V1) dengan varietas Lado
(V2), tetapi tidak berbeda nyata terhadap varietas Pioneer (V3) dan Laris (V4).
Sedangkan untuk pupuk NPK + Complesal (P2), varietas TM 999 (V1) berbeda
nyata terhadap varietas Laris (V4) tetapi tidak berbeda nyata terhadap varietas
Lado (V2) dan Pioneer (V3). Dari data diperoleh bahwa tinggi tanaman tertinggi
terdapat pada pemberian pupuk NPK + Complesal (P2) dengan tinggi 32,59 cm
dan terendah pada pupuk Nutrisi Saputra (P1) dengan tinggi 29,43 cm. Sedangkan
untuk bobot kering tajuk (Gambar 10) diperoleh bahwa pemberian pupuk NPK +
Complesal (P2) menghasilkan bobot kering tajuk tertinggi dengan tinggi 6,63
gram dan terendah pada pemberian pupuk Nutrisi Saputra (P1) dengan bobot
kering tajuk 4,14 gram. Sedangkan masing-masing pemberian pupuk tidak
berbeda nyata antara tiap varietas.
Dari pengamatan penelitian di lapangan diduga bahwa perlakuan
pemupukan berpengaruh nyata hanya pada parameter pertumbuhan tetapi tidak
(61)
hidroponik vertikultur yang dilakukan, dimana pada sistem yang dilakukan
perkembangan akar mengalami hambatan. Menurut Aksi Agrari Kanisius (1992)
bahwasanya tanaman hanya dapat subur pertumbuhannya apabila perakarannya
baik. Perkembangan akar yang baik tergantung pada keadaan tanah itu sendiri,
misalnya: profil tanahnya dalam atau dangkal; tanah itu subur atau tidak. Dengan
singkat dapat dikatakan, apakah akar tanaman itu dapat menembus dan
berkembang pada lapisan tanah dengan mudah atau tidak. Tanah memberikan
unsur-unsur makanan pada tanaman. Akar-akar tanaman mengambil zat-zat
makanan di dalam tanah yang digunakan untuk pertumbuhan tanaman. Pada
penelitian yang dilakukan, cabai ditanam pada gelas plastik ukuran 250 ml yang
berisi media tanam berupa tanah, pasir dan kompos. Tanah disini berfungsi
sebagai penopang tanaman, dan gelas plastik yang merupakan wadah tanam
disayat atau diberi lubang sebagai tempat keluar akar untuk mengambil nutrisi
pada wadah kedua yang ada di bawahnya. Dari sini dapat diketahui bahwa dengan
ukuran wadah yang sedemikian rupa akar tidak dapat berkembang dengan baik
walaupun dapat menyerap nutrisi yang ada di bawahnya. Diketahui bahwa
pertumbuhan dan perkembangan dari akar sejalan dengan pertumbuhan dan
perkembangan dari tajuk tanaman, namun pada wadah yang digunakan
pertumbuhan dan perkembangan dari tajuk tanaman tidak sesuai dengan
pertumbuhan dan perkembangan akar sehingga akar tidak dapat menopang
pertumbuhan tajuk dan akhirnya tanaman mudah rebah walau diberi ajir
sekalipun.
Dari penelitian yang dilakukan juga dapat dilihat bahwa untuk mengambil
(62)
senantiasa tergenang pada wadah kedua. Kondisi ini ternyata menyebabkan tanah
senantiasa basah dan lembab. Tanah yang senantiasa basah ini akan menyebabkan
pori-pori tanah berkurang sehingga akar yang ada pada tanah kekurangan oksigen.
Kekurangan oksigen ini akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi
dari cabai itu sendiri. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fitter dan Hay (1991).
Tanah-tanah basah merupakan lingkungan yang sangat tidak disukai oleh
tanaman-tanaman tingkat tinggi. Akar-akarnya tidak hanya dihadapkan pada
oksigen yang sangat rendah dan tingkat karbon dioksida yang tinggi, tetapi juga
terhadap keadaan racun anorganik dan racun yang berkisaran luas. Bilamana tanah
tempat tumbuhnya tanaman itu tergenang, rantai sitokrom di dalam sel akar
berhenti berfungsi karena tidak adanya molekul oksigen dan ini menyebabkan
terjadinya akumulasi NADH2 dan tertekannya siklus Krebs. Akibatnya terjadi
penimbunan metabolik toksik yang cepat dan akhirnya akan terjadi kematian akar
dan pucuk jika anoksia berlangsung lama. Dalam penelitian hal ini ditandai
dengan pertumbuhan cabai yang mengalami layu.
Pemberian pupuk yang benar merupakan syarat mutlak dalam keberhasilan
budidaya hidroponik. Hal ini sesuai dengan pernyataan dalam
adalah pada pemberian komposisi pupuk yang tepat, sesuai dengan jenis dan umur
tanaman. Dalam hal ini diduga terjadi akumulasi pupuk yang diberikan, dimana
pemberian pupuk berikutnya tanpa pembuangan sisa pupuk sebelumnya sehingga
pupuk tetap menumpuk pada wadah. Jumlah pupuk yang berlebihan ini akan
menyebabkan terjadinya keracunan pada tanaman. Hal ini sesuai dengan
(63)
mengabsorbsi ion dari media yang kompleks, yang mengandung tidak hanya
selusin atau lebih ion hara yang esensial, tetapi juga sejumlah ion non-esensial dan
senyawa organik. Apabila terjadi ketidakseimbangan yang berat dalam suplai ini,
tanaman mungkin tidak mampu mengambil hara secara efisien, baik karena
pengaruh langsung ion-ion toksik pada metabolisme atau fungsi akar, atau
semata-mata oleh kompetisi atau interaksi dengan ion-ion hara. Hasilnya, ion-ion esensial
bahkan dapat menjadi toksik.
(64)
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Varietas berbeda nyata pada parameter tinggi tanaman 6 – 11 MST, umur
berbunga, jumlah bunga/tanaman, umur panen, jumlah buah/tanaman,
persentase pembentukan buah, dan bobot buah/tanaman.
2. Dari segi produksi varietas yang paling baik adalah TM 999 F1 (V1)
dengan jumlah buah 24,75 buah, bobot buah 41,81 gram dan persentase
pembentukan buah 70,61%.
3. Pemupukan berpengaruh nyata pada tinggi tanaman 11 MST dan bobot
kering tajuk/tanaman dimana tinggi tanaman tertinggi pada pemupukan
NPK+ Complesal (P2) dengan tinggi 32,59 cm, bobot kering tajuk
tertinggi pada pemupukan NPK + Complesal (P2) dengan bobot 6,63
gram.
4. Pemberian pupuk NPK + Complesal (P2) memberikan hasil yang lebih
baik dibanding pupuk Nutrisi Saputra (P1) terhadap pertumbuhan cabai
merah namun belum memberi pengaruh nyata terhadap produksi.
Saran
Agar dalam penelitian hidroponik vertikultur berikutnya menggunakan
(65)
DAFTAR PUSTAKA
Aksi Agraris Kanisius, 1992. Petunjuk Praktis Bertanam Sayuran. Kanisius, Yogyakarta. Hlm. 20, 23.
Andoko, A., 2004. Budidaya Cabai Merah Secara Vertikultur Organik. Penebar Swadaya, Jakarta. Hlm. 4 – 13, dan 17.
Engelstad, O.P., 1997. Teknologi dan Penggunaan Pupuk. Terjemahan D.H. Goenadi. UGM Press, Yogyakarta. Hlm. 2, 363.
Fitter, A.H., dan R.K.M. Hay, 1991. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Terjemahan S. Andani dan E.D. Purbayanti. UGM Press, Yogyakarta. Hlm. 248, 280, 281.
Hartmann, H.T., Kester, D.E., Davies, F.T., and Geneve, R.L., 2001. Plant Propagation Principle and Practice. 7th edition. Prentice-Hall Inc., New Jersey, USA. p. 880.
Hartwell, L.H., Hood, L., Golberg, M.L., Reynolds, A.E., Silver, L.M., and Veres, R.C., 2004. Genetics: From Genes to Genomes. 2 nd edition. Mc Graw Hill New York, USA. p. 865.
Keputusan
Menteri Pertanian No. 238/Kpts/OT.210/4/2003 Tentang Pedoman Pengunaan Pupuk An-Organik.Dikutip tanggal 3 September 2007.
Desember 2008.
Janick, J., 2006. Horticultural Sciences. 9th edition. W.H. Freeman and Co, USA. p. 355.
Jensen, M.H. and W.L. Collins. 1985. Hydroponic Vegetable Production. Hort. Review 7:483-458
Lingga, P., 1999. Hidroponik Bercocok Tanam Tanpa Tanah. Penebar Swadaya, Jakarta. Hlm. 122.
Nawangsih, A.A., H.P. Imdad, dan A. Wahyudi, 2001. Cabai Hot Beauty. Penebar Swadaya, Jakarta. Hlm. 8-15.
Nicholls, R.E., 1996. Hidroponik Tanaman Tanpa Tanah. Dahara Prize, Semarang. Hlm. 22-23.
(66)
Nurbaeti, B., Tanpa tahun. Teknik Budidaya Cabe Merah Pada Sistem Semi Hidroponik.
Padmo, S., 2000. Pupuk dan Petani, Studi Kasus Adopsi Pupuk Oleh Petani Calauan, Laguna, Filipina. Media Pressindo, Yogyakarta. Hlm 2.
PT. Saputra Inheritance, 2007. Nutrisi Saputra: Solusi Masalah Pangan dan Pertanian Indonesia. Area Manager, Wilayah Sumatera Utara.
Redaksi Trubus, 2005. Bertanam Cabai Dalam Pot. Penebar Swadaya, Jakarta. Hlm. 5,8.
Setiadi, 1997. Bertanam Cabai. Penebar Swadaya, Jakarta. Hlm. 5, 22.
Sumarni, N. dan R. Rosliani, 2001. Media Tumbuh dan Waktu Aplikasi Larutan Hara Untuk Penanaman Cabai Secara Hidroponik. Jurnal Hortikultura. Hlm. 237-238.
Sumiati, E., 2007. Indonesian Vegetables Research Institute (IVeqRI). http://www.balitsa.org/research.php?batas=10. Dikutip tanggal 3 September 2007
Syahreza, M., 2006. [EMAIL PROTECTED] Nutrisi Saputra Untuk Revolusi
Pangan.
Dikutip tanggal 20 Juni 2007.
Sutopo, L., 1998. Teknologi Benih. Raja Grafindo Perkasa, Jakarta. Hlm. 135.
Vos, J.G.M., 1994. Pengelolaan Tanaman Terpadu Pada Cabai (Capsicum spp.) di Dataran Rendah. Terjemahan Ch. Lilies S. dan E. van de Fliert. Universitas Wageningen, Belanda. Hlm. 137, 153-155.
Widarto, L., 1996. Vertikultur Bercocok Tanam Secara Bertingkat. Penebar Swadaya, Jakarta. Hlm. 3.
Widodo, T., 2006. PUPUK: Kontroversi Seputar Pupuk & Pemupukan Tanaman.
Wulandari, I., 2007. Revolusi Biru Temuan Putra Indonesia.
(67)
Lampiran 1. Deskripsi Varietas TM 999 F1
Golongan : hibrida
Bentuk tanaman : tegak
Tinggi tanaman : 110-140 cm
Umur tanaman : mulai berbunga 65 hari
mulai panen 90 hari
Bentuk kanopi : bulat
Warna batang : hijau
Warna kelopak bunga : hijau
Warna tangkai bunga : hijau
Warna mahkota bunga : putih
Warna kotak sari : ungu
Jumlah kotak sari : 5-6
Warna kepala putik : putih
Jumlah helai daun : 5-6
Bentuk buah : ramping, ujung buah runcing
Kulit buah : agak mengkilat
Tebal kulit buah : 1 mm
Warna buah muda : hijau tua
Warna buah tua : merah
Ukuran buah : panjang 12,5 cm, diameter 0,8 cm
Rasa buah : pedas
Keterangan : untuk daerah dataran rendah
Ketahanan terhadap penyakit : antraknose
Pengusul/peneliti : HUNG NONG, KOREA
(68)
Lampiran 2. Deskripsi Varietas Lado F1
Golongan : hibrida
Bentuk tanaman : tegak
Tinggi tanaman : 110-140 cm
Umur tanaman : mulai berbunga 65 hari
mulai panen 115-120 hari
Bentuk kanopi : bulat
Warna batang : hijau
Warna kelopak bunga : hijau
Warna tangkai bunga : hijau
Warna mahkota bunga : putih
Warna kotak sari : ungu
Jumlah kotak sari : 5-6
Warna kepala putik : putih
Jumlah helai daun : 5-6
Bentuk buah : ramping, ujung buah runcing
Kulit buah : agak mengkilat
Tebal kulit buah : 1 mm
Warna buah muda : hijau tua
Warna buah tua : merah
Ukuran buah : panjang 14,5 cm – 17 cm, diameter 1,0 cm
Rasa buah : pedas
Keterangan : untuk daerah dataran rendah sampai tinggi
Ketahanan terhadap penyakit : layu bakteri dan antraknose
Pengusul/peneliti : PT. EAST WEST SEED INDONESIA
Sumber :PT. EAST WEST SEED INDONESIA
(1)
Lampiran 42. Rataan Bobot Kering Akar/Tanaman (g)
PERLAKUAN BLOK TOTAL RATAAN
I II III
V1P1 1,57 1,90 1,00 4,47 1,49
V1P2 1. 80 2,75 1,67 4,42 2,21
V2P1 1,17 0,87 1,32 3,36 1,12
V2P2 1,57 1,40 2,17 5,14 1,71
V3P1 1,80 1,22 1,02 4,04 1,35
V3P2 2,10 1,67 1,72 5,49 1,83
V4P1 1,35 1,35 1,42 4,12 1,37
V4P2 1,50 1,57 2,52 5,59 1,86
TOTAL 11,06 12,73 12,84 36,63
RATAAN 1,58 1,59 1,61 1,59
Lampiran 43. Tabel Sidik Ragam Bobot Kering Akar/Tanaman (g) SUMBER
KERAGAMAN db JK KT Fh F.05
ULANGAN 2 0,249 0,124 0,31 3,74
PERLAKUAN 7 1,397 0,200 0,51 2,77 VARIETAS (V) 3 0,158 0,053 0,13 3,34 PEMUPUKAN (P) 1 0,901 0,901 2,28 4,60 INTERAKSI (VXP) 3 0,338 0,113 0,29 3,34
ERROR 14 5,529 0,395
TOTAL 23 7,175
FK = 55,91 KK = 39,46 * = nyata
(2)
Lampiran 44. Rangkuman Parameter Pengamatan
Keterangan Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.
Keterangan :
1. Tinggi Tanaman 11 MST (cm) 2. Jumlah Cabang Sekunder (cabang) 3. Umur Berbunga (HSPT)
Perlakuan Parameter Pengamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Varietas
V1 29,68 b 9,63 62,05 c 34,96 a 115,50 b 24,34 a 70,61 a 40,12 a 4,89 1,85 V2 34,78 a 9,50 65,00 b 30,63 b 117,13 b 19,83 b 64,54 a 34,54 b 5,66 1,42 V3 30,44 a 11,38 92,75 a 11,71 c 163,67 a 5,79 c 51,13 b 6,62 c 5,27 1,59 V4 29,13 b 11,42 66,05 b 32,29 a 116,50 b 22,38 a 69,71 a 37,94 a 5,73 1,62 Pemupukan
P1 29,43 b 10,27 71,52 27,48 127,73 18,00 63,40 29,35 4,14 b 1,33 P2 32,59 a 10,69 71,40 27,31 128,67 18,44 64,59 30,26 6,63 a 1,90
(3)
(4)
Lampiran 45. Gambar Tanaman Cabai di Rumah Kaca
(5)
(6)