Mekanisme Penyaluran Pembiayaan UMKM dan Kinerja Keuangan di Baitulmaal Muamalat

MEKANISME PENYALURAN PEMBIAYAAN UMKM DAN
KINERJA KEUANGAN DI BAITULMAAL MUAMALAT

TRIA LESTARI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

2

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Mekanisme Penyaluran
Pembiayaan UMKM dan Kinerja Keuangan di Baitulmaal Muamalat adalah benar
karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian

akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2014

TRIA LESTARI
NIM H34114052

*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

2

ABSTRAK
TRIA LESTARI. Mekanisme Penyaluran Pembiayaan UMKM dan Kinerja
Keuangan di Baitulmaal Muamalat. Dibimbing oleh LUKMAN M BAGA.
Masalah umum yang sering terjadi dalam mengembangkan UMKM adalah
modal. Selama ini UMKM dianggap bankable atau tidak layak untuk diberi
pinjaman oleh perbankan. Namun, saat ini Lembaga Amil Zakat (LAZ) berperan

dalam pemberian modal untuk UMKM dengan prinsip syariah. Penelitian ini
bertujuan mengetahui skim penyaluran dan pengembalian pembiayaan serta
realisasinya yang diterapkan oleh Baitulmaal Muamalat (BMM) terhadap
UMKM di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif
untuk mengetahui skim penyaluran dan pengembalian pembiayaan. Selain itu,
penelitian ini juga menggunakan analisis rasio kinerja fiskal, efisiensi program
dan kinerja investasi untuk menilai kinerja keuangan Baitulmaal Muamalat dalam
melakukan kegiatan sosial yang tidak berorientasi pada laba.
Tahap-tahap yang dilakukan BMM dalam pengguliran pembiayaan untuk
UMKM dalam program Komunitas Usaha Mikro Muamalat Berbasis Masjid
(KUM3) yaitu sosialisasi, survey calonpeserta, Traning wajib kelompok dan
pemberian pinjama modal usaha. Selain memberikan pinjaman modal untuk
peningkatan pendapatan UMKM, peserta juga diberikan fasilitas pendampingan
usaha, pembinaan agama, dan monitoring aktivitas usaha. Realisasi terhadap
monitoring ibadah, masih banyak peserta yang kurang berpartisipasi, sedangkan
realisasi aktivitas dan pendampingan usaha kemampuan pengembalian modal
pinjaman pada ditiap daerah masih belum stabil. Secara keseluruhan, kinerja
keuangan BMM baik dan terbuka, penyaluran dana yang terhimpun di Baitulmaal
Muamalat mengalami kenaikan ditiap tahunya. Tren peningkatan tersebut
menggambarkan penyaluran dana yang dimiliki oleh BMM telah terdistribusi

dengan baik.
Kata Kunci : Baitulmaal Muamalat, Pembiayaan, UMKM
ABSTRACT
TRIA LESTARI. Mechanism of financing for Small-Medium Enterprise (SME)
and Performance of Baitulmaal Muamalat. Supervised by LUKMAN M BAGA.
The Common problem related to SME expansion is capital issue. Until now,
SME is still consider as a unbankable or not suitable for financing aid by banking
industry. However, amil zakat institution plays a pivotal role to distribute the
capitas for SME, especially for SME with SME with sharia principles. The study
aims to observe the scheme of financing distribution and return. And also the
implementation which had been adapted by Baitulmall Muamalat for SME in
Indonesia. The study use analysis descriptive method to observe the scheme of
financing distribution and return. Beside that, this study use performance ratio
analysis to evaluate fiscal, efisiency program and investation performance to
evaluate Baitulmaal financial performance for social activities which is unprofit
orientation.

The phases had been done by BMM for distribute capital to SMEKomunitas Usaha Mikro Muamalat Berbasis Masjid (KUM3) program are
socialization, surveying canditate, compulsory training for group and distribute
the capital loan. Beside capital issue, the candidate also given a mentoring and

monitoring for bussines problem. And also given a fostering religous realization
for fostering religious, is still low participant, but for mentoring and monitoring
activities had a fluctuation in each region. This is also happen in the abiliity to
return the loan. In general, the financial performance of BMM is fair and
transparant. The distribution of capital also increase every year. The trend of
increament show the distribution of capital is welldone.
Keyword : Baitulmaal Muamalat, Financing, Small-Medium Enterprise (SME)

2

MEKANISME PENYALURAN PEMBIAYAAN UMKM DAN
KINERJA KEUANGAN DI BAITULMAAL MUAMALAT

TRIA LESTARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis


DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Mekanisme Penyaluran Pembiayaan UMKM dan Kinerja
Keuangan di Baitulmaal Muamalat.
Nama
: Tria Lestari
NIM
: H34114052

Disetujui oleh

Dr Ir Lukman M Baga, MA Ec
Pembimbing

Diketahui oleh


Dr Ir Nunung Kusnadi, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Judul Skripsi : Mekanisme Penyaluran Pembiayaan UMKM dan KineIja
Keuangan di Baitulmaal Muamalat.
: Tria Lestari
Nama
: H34114052
NIM

Disetujui oleh

Dr Ir Lukman M Baga, MA Ec
Pembimbing

Diketahui oleh


MS

Tanggal Lulus:

10

014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala,
karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2013
ini adalah pembiayaan, dengan judul Mekanisme Penyaluran Pembiayaan UMKM
dan Kinerja Keuangan di Baitulmaal Muamalat
Penyelesaian penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih secara tertulis
sebagai bentuk penghargaan kepada kedua orang tua yang telah memberikan
dukungan, doa, dan materi yang mengantarkan penulis pada satu titik menuju
masa depan, Dr Ir Lukman M Baga, MA Ec sebagai dosen pembimbing yang
telah meluangkan waktu untuk membimbing, mengarahkan, dan mendukung

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, Dr Ir Ratna Winandi, MS
sebagai dosen evaluator kolokium. Ir Popong Nurhayati, MM dan Arif
Karyadi,SP sebagi penguji dan evaluator saat sidang yang telah memberikan saran
dan masukan yang bermanfaat untuk memperbaiki penelitian lebih baik lagi,
teman-teman Alih Jenis 2 Agribisnis suka dukanya selama mengikuti kuliah, Nur
Fadhilah Umar atas bantuan dan dukungnya. Kepada staf di Baitulmaal Muamalat
terimakasih atas ilmu dan masukan yang diberikan serta semua pihak yang tidak
dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi
ini.Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2014

Tria Lestari

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan
Manfaat
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Penyaluran Pembiayaan di Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS)
Karakteristik Lembaga Baitulmaal Wat Tamwil
Faktor-faktor yangMempengaruhi Pengambilandan PengembalianPembiayaan
Kinerja Keuangan Organisasi Nirlaba
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Definisi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)

iv
iv
v
1
1
3

5
5
5
6
6
6
8
10
11
11
11

Produk dan Ketentuan Sistem Syariah

12

Pembiayaan Syariah Untuk UMKM

17


Laporan Keuangan Organisasi Nirlaba
Kerangka Pemikiran Operasional
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengumpulan Data
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Rasio KeuanganOrganisasi Nirlaba
Rasio Kinerja Fiskal

17
18
21
21
21
21
22
23
23

Rasio Kinerja Investasi

23

Rasio Efisiensi Program

23

HASIL DAN PEMBAHASAN
Sejarah dan Perkembangan Baitulmaal Muamalat
Struktur Organisasi Baitulmaal Muamalat
Mekanisme Penyaluran Pembiayaan UMKM di Baitulmaal Muamalat

24
24
27
29

Penyaluran dan Pengembalian Pembiayaan UMKM

35

Analisis Laporan dan Kinerja Keuangan Baitulmaal Muamalat

38

Kondisi Keuangan Baitulmaal Muamalat

38

Iktisar kebijakan akuntansi

39

Rasio Kinerja Fiskal

41

Rasio Efisiensi Program

42

Rasio Kinerja Investasi

42

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA

43
43
44
45

LAMPIRAN

47

DAFTAR TABEL

1

Perkembangan nilai Produk Domestik Bruto (PDB) menurut skala usaha Tahun
2010 – 2011 atas dasar harga berlaku

2

2

Metode pengolahan dan analisis data

22

3

Analisis rasio keuanganorganisasi nirlaba

24

4

Target program KUM3 dalam pemberdayaan UMKM di Indonesia

31

5

Realisasi penyerapan program KUM3 dalam pemberdayaan UMKM di Indonesia 32

6

Karakteristik UMKM pada program KUM3 di Baitulmaal Muamalat

33

7

Target pencapaian partisipasi ibadah peserta

34

8

Realisasi kehadiran ibadah peserta KUM3

35

9

Pengajuan dan pencairan pembiayaan peserta UMKM pada program KUM3 di
Baitulmaal Muamalat

36

10 Pencairan dan angsuran pengembalian pembiayaan UMKM pada program KUM3 37
11 Rasio kinerja fiskal Baitulmaal Muamalat Tahun 2008 – 2011

41

12 Rasio efisiensi program Baitulmaal Muamalat Tahun 2008-2011

42

13 Rasio kinerja investasi Baitulmaal Muamalat Tahun 2008-2011

42

DAFTAR GAMBAR

1 Perkembangan kemiskinan di Indonesia, 2004-2012

1

2 Jenis-jenis pembiayaan

9

3 Skim Al mudlorobah

13

4 Skim Al musyarakah

14

5 Skim Murabahah

14

6 Skim Al – ijarah

16

7 Skim Al- Qardh

16

8

Kerangka Pemikiran Operasional Mekanisme PenyaluranPembiayaan UMKM
dan Kinerja Keuangan di Baitulmaal Muamalat
20

9

Struktur organisasi Baitulmaal Muamalat

28

10 Tahap-tahap penyaluran pembiayaan untuk UMKM

29

11 Skim penyaluran pembiayaan di Baitulmaal Muamalat

36

12 Grafik presentase kemampuan peserta KUM3 dalam pengembalian
pembiayaan

38

13 Grafik penyaluran dana yang terhimpun di Baitulmaal Muamalat

43

DAFTAR LAMPIRAN

1 Scoring board Program KUM3

47

2 Hasil perhitungan analisis rasio dan perhitungan dana terhimpun

48

3 Perhitungan penyaluran dana terhimpun

49

4 Laporan Keuangan Baitulmaal Muamalat 2008-2011

50

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia sebagai salah satu negara berkembang dengan kekayaan alam
yang melimpah, tidak terlepas dari permasalahan kemiskinan dan pengangguran.
Kemiskinan merupakan suatu kondisi kekurangan dari kehidupan, khususnya dari
aspek konsumsi, pendapatan, dan kebutuhan sosial. Sedangkan pengangguran
adalah banyaknya usia produktif yang tidak mendapatkan pekerjaan atau tidak
memiliki pekerjaan.
Kemiskinan dan pengangguran merupakan permasalahan semua pihak baik
dari pemerintahan sampai kepada tiap individu masyarakat. Perkembangan tingkat
kemiskinan dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2012 dijelaskan pada Gambar 1:

Sumber : BPS, 2012

Gambar 1 Perkembangan kemiskinan di Indonesia, 2004-2012
Gambar 1 memperlihatkan bahwa jumlah dan persentase penduduk miskin
menurun dari tahun 2004 ke tahun 2005.Namun, pada tahun 2006 jumlah
penduduk miskin mengalami kenaikan karena harga barang-barang kebutuhan
pokok saat itu naik tinggi yang digambarkan oleh inflasi umum sebesar 17.95%.
Namun pada tahun 2007 sampai 2012 jumlah maupun persentase penduduk
miskin terus mengalami penurunan.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Indonesia pada Februari 2013
mencapai 5.92%, mengalami penurunan dibandingkan TPT Agustus 2012 sebesar
6.32%. Selama setahun terakhir (Februari 2012 sampai dengan Februari 2013),
jumlah penduduk yang bekerja mengalami kenaikan terutama disektor
perdagangan sebanyak 790 ribu orang (3.29%), sektor konstruksi sebanyak 790
ribu orang (12.59%), serta sektor industri sebanyak 570 ribu orang (4.01%) 1 .
Berdasarkan data statistik tersebut maka pemerintah perlu meningkatkan
1

Berita Resmi Statistik keadaan ketenagakerjaan (www.bps.go.id) diakses 27 Mei 2013.

2

pembangunan ekonomi pada sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Selain dapat mengurangi tingkat pengangguran dan kemiskinan Sektor ini lebih
produktif dalam pemerataan pendapatan, memperkokoh struktur perekonomian
nasional dan berkontribusi dalam peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB).
Perkembangan nilai Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku
Tahun 2010 sampai dengan tahun 2011 dijelaskan pada Tabel 1 :
Tabel 1 Perkembangan nilai Produk Domestik Bruto (PDB) menurut skala usaha
Tahun 2010 – 2011 atas dasar harga berlakua
Tahun 2010*)

Tahun 2011**)

Perkembangan

Skala Usaha
Nilaib
Usaha Mikro Kecil
dan Menengah
(UMKM)
a.

b.

c.

Usaha
Mikro
(Umi)
Usaha
Kecil
(UK)
Usaha
Menengah
(UM)

Usaha Besar (UB)

Pangsac

Nilaid

Pangsae

Nilaif

(%)

3 466 393.3

57.12

4 303 571.5

57.94

837 178.2

24.15

2 051 878.0

33.81

2 579 388.4

34.73

527 510.4

25.71

9.72

124 242.6

20.78

597 770.2

9.85

722 012.8

816 745.1

13.46

1002170.3

13.49

185 425.1

22.70

2 602 369.5

42.88

3 123 514.6

42.06

521 145.1

20.03

1 358 323.3

22.38

Total
6 068 762.8
7 427 086.1
(UMKM+UB)
a
Sumber : www.depkop.go.id, 2012 ; b,d,e Miliar; c,f Persentase (%)
Keterangan : *) Angka Sementara
**) Angka Sangat Sementara

Pada Tabel 1 menunjukkan jika UMKM memiliki perkembangan nilai PDB
lebih besar yaitu 24.15% dibandingkan usaha besar yaitu 22.38% hal ini
menunjukkan jika UMKM berkontribusi dalam penigkatan perekonomian di
Indonesia. Oleh karena itu, salah satu alternatif untuk mengembangkan
perekonomian adalah melalui pengembangan UMKM. Aspek permodalan
pembiayaan UMKM tetap menjadi salah satu kebutuhan penting. Kebutuhan
penyediaan permodalan bagi pelaku UMKM berkaitan dengan kebutuhan
menjalankan usahanya untuk kebutuhan modal maupun untuk mengembangkan
usaha melalui kegiatan investasi.
Seiring berkembangnya perekonomian di Indonesia, prinsip syariah mulai
diterapkan oleh lembaga keuangan perbankan dan non perbankan. Lembaga
Keuangan Syariah (LKS) mulai diperbincangkan banyak orang ketika menyikapi
semaraknya pertumbuhan baitulmaal wattamwil di Indonesia. Baitulmaal
wattamwil yang dikenal dengan sebutan BMT dimotori pertama kalinya oleh
BMT Insan Kamil tahun 1992 di Jakarta, ternyata mampu memberi alternatif

3

pilihan bagi pengusaha mikro. Pengusaha mikro menjadi lebih leluasa bergerak
karena tidak terbebani akan adanya beban bunga yang terus bertambah.
Salah satu lembaga keuangan yang memfasilitasi dalam penambahan modal
usaha, investasi maupun jasa simpanan dengan prinsip syariah adalah Bank
Muamalat. Bank Muamalat sebagai bank syariah pertama dan terkemuka di
Indonesia, pada tanggal 16 Juni 2000 Bank Muamalat Indonesia mendirikan
Baitulmaal Muamalat (BMM). BMM merupakan lembaga non perbankan yang
memberikan kontribusi kepada masyarakat miskin melalui kegiatan sosial yang
meliputi santunan, zakat, infaq, sedekah, bantuan bencana dan kegiatan sosial
lainya. Selain kegiatan sosial, BMM juga berperan dalam pengembangan ekonomi
mikro yang mencakup pemberian modal pendampingan, dan pelatihan yang
berpihak kepada rakyat kecil. Melalui lembaga keuangan dari bank maupun non
bank diharapkan dapat memfasilitasi masyarakat dalam penambahan modal usaha
mikro sehingga dapat mengembangkan usahanya menjadi lebih besar, membantu
memperluas kesempatan kerja serta mendukung upaya pengentasan kemiskinan.

Perumusan Masalah

Perkembangan jumlah UMKM tahun 2010 sampai dengan tahun 2011
mengalami peningkatan sebesar 2.57% yaitu dari 53 823 732 unit pada tahun
2010 menjadi 55 206 444 unit pada tahun 2011. UMKM merupakan pelaku usaha
terbesar dengan persentasenya sebesar 99.99% dari total pelaku usaha nasional
pada tahun 2011. Berdasarkan data statistik UMKM dari Kementrian Koperasi
dan Usaha Kecil Menengah Tahun 2010-2011, dijelaskan jika pada tahun 2011,
UMKM mampu menyerap tenaga kerja sebesar 101 722 458 orang atau 97.24%
dari total penyerapan tenaga kerja yang ada, jumlah ini meningkat sebesar 2.33%
atau 2 320 683 orang dibandingkan tahun 2010. Kontribusi Usaha Mikro (UMi)
tercatat sebanyak 94 957 797 orang atau 90.77% dan Usaha Kecil (UK) sebanyak
3 919 992 orang atau 3.75%. Pada Usaha Mikro (UMi) sektor Pertanian,
Peternakan, Perhutanan dan Perikanan tercatat memiliki peran terbesar dalam
penyerapan tenaga kerja yaitu sebanyak 42 543 128 orang atau 44.80% dari total
tenaga kerja yang di serap. Jumlah tersebut meningkat sebesar 280 262 orang atau
0,66% dari tahun sebelumnya. Untuk sektor ekonomi yang memiliki penyerapan
tenaga kerja terbesar pada UK adalah sektor industri pengolahan yaitu sebanyak 1
162 195 orang atau 29.65%. Sedangkan yang memiliki penyerapan tenaga kerja
terbesar pada Usaha Menengah (UM) adalah sektor Industri Pengolahan yaitu
sebanyak 1231298 orang atau 43.28%
Mengingat UMKM mempunyai peranan yang sangat penting bagi
perekonomian di Indonesia dan penyerapan tenaga kerja untuk mengurangi
kemiskinan, maka ketersediaan modal untuk mengembangkan UMKM adalah
salah satu unsur yang harus dipenuhi. Akan tetapi, akses UMKM yang terbatas
terhadap kredit perbankan menghambat potensi kredit, sehingga tidak semua
UMKM mendapatkan fasilitas kredit. Keterbatasan akses tersebut disebabkan
anggapan pihak perbankan jika UMKM tidak bankable atau tidak layak diberikan

4

kredit. Selama ini UMKM sangat sulit untuk memanfaatkan mekanisme
pembiayaan usaha. Permasalahannya antara lain sebagai berikut (Eriyanto 2005) :
1. Belum berkembangnya konsolidasi usaha yang memiliki jaringan usaha
terpadu baik di sekor produksi maupun pemasaran.
2. Masih rendahnya kredibilitas usaha dan sudut analisis perbankan.
3. Persyaratan administrasi dan prosedur pengajuan pembiayaan yang rumit.
4. Adanya persyaratan kesediaan jaminan berupa agunan yang sulit untuk
dipenuhi.
5. Infonnasi yang kurang merata tentang layanan perbankan dan lembaga
keuangan yang dapat dimanfaatkan.
Oleh karena itu, diperlukan pembiayaan alternatif yang sesuai dan kebijakan
operasional yang efektif dalam membangun hubungan antara lembaga keuangan
atau pembiayaan non bank. Lembaga keuangan yang mampu memberikan
pelayanan untuk UMKM adalah lembaga keuangan syariah. Lembaga ini pada
dasarnya menerapkan konsep berdasarkan perjanjian bagi hasil, yaitu kedua belah
pihak sama-sama menanggung resiko proyek yang dijalankan, jika untung mereka
sama-sama memperoleh keuntungan dengan cara pembagian yang disetujui
danjika rugi sama-sama menanggung kerugian. Dibandingkan dengan lembaga
keuangan konvensional, lembaga keuangan syariah dicirikan oleh investasi yang
halal, tidak mengunakan sistem bunga, tetapi menggunakan sistem bagi hasil, jual
beli atau sewa, berorientasi kepada keuntungan dan kesejahteraan, menerapkan
hubungan kemitraan, dan seluruh kegiatan berada di bawah pengawasan dewan
syariah
Perkembangan pembiayaan dengan sistem syariah selama beberapa tahun
terakhir peningkatannya terlihat cukup pesat, tidak hanya pada jumlah bank yang
beroperasi dengan prinsip syariah, tetapi juga dalam mobilisasi dana pihak ketiga
dan pembiayaan yang disalurkan. Menurut kategori Bank Indonesia, Lembaga
Keuangan Syariah (LKS) terdiri atas bank dan non bank. Contoh dari LKS non
bank adalah koperasi pondok pesantren (koppontren), koperasi syariah (kopsar),
baitulmal wattanwil (BMT) dan BaitulTanwil Muhammadiyan (BTM). Selain itu,
pada kenyataanya Lembaga Amil Zakat (LAZ) turut berperan dalam pemberian
fasilitas penambah modal untuk UMKM dengan prinsip syariah.
Salah satu LAZ sebagai lembaga penunjang untuk memfasilitasi UMKM
dalam pemenuhan modal usaha adalah Baitulmaal Muamalat (BMM). BMM
merupakan anak perusahaan dari Bank Muamalat Indonesia yang beridiri sejak
tahun 1994. Unit yang awalnya didirikan atas dasar tanggung jawab Bank
Muamalat terhadap pemberdayaan ekonomi mikro, pada tanggal 16 Juni 2000
diresmikan sebagai Lembaga Amil Zakat Nasional (LAZNAS) oleh Menteri
Agama RI.
Baitulmaal Muamalat (BMM) semakin mengkokohkan positioningnya
sebagai mediator lembaga pemberdayaan sosial dan keuangan mikro Indonesia.
Hal ini terlihat dari program kerja yang menitik beratkan pada pemberdayaan
usaha mikro melalui program Komunitas Usaha Mikro Muamalat berbasis Masjid
(KUM3). Program KUM3 merupakan program yang dibentuk BMM untuk
membantu usaha mikro khususnya dalam penambahan modal usaha dan
menjadikan masjid sebagai medianya. Sebagai lembaga yang non profit, maka
dalam penelitian ini akan membahas mengenai sistem penyaluran dan pembiayaan
untuk UMKM dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat miskin dan menilai

5

kinerja keuangan yang selama ini dijalankan oleh BMM. Saat ini dengan potensi
jaringan yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia, BMM mengoptimalkan
sumber daya penghimpunan danauntuk dikelola kedalam program-program
pemberdayaan yang secara nyata membantu kehidupan masyarakat yang
memerlukan bantuan dan secara efektif dapat mewujudkan pencapaian visi BMM.
Berdasarkan uraian di atas, maka masalah yang akan dibahas dalam
penelitian ini adalah :
1. Bagaimana penyaluran dan pengembalian pembiayaan yang diterapkan oleh
Baitulmaal Muamalat terhadap UMKM di Indonesia?
2. Bagaimanakah kinerja keuangan Baitulmaal Muamalat pada 4 tahun terakhir?
Tujuan
Tujuan dari penelitian yang dapat dikaji adalah :
1. Mengetahui skim penyaluran dan pengembalian pembiayaan serta realisasinya
terhadap UMKM di Indonesia.
2. Menilai kinerja keuangan Baitulmaal Muamalat dalam melakukan kegiatan
sosial yang tidak berorientasi pada laba.

Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dan bermanfaat bagi:
1. Bagi Penulis :
Dengan melakukan penelitian ini penulis memperoleh pengalaman dan ilmu
pengetahuan baru mengenai pembiayaan syariah.
2. Bagi Baitulmaal Muamalat :
Sebagai bahan informasi dan untuk menentukan kebijakan yang tepat dalam
memberikan penyaluran dan pengembalian pada UMKM.
3. Bagi Pembaca :
Dapat dijadikan sumber informasi untuk dijadikan acuan dan referensi untuk
penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Baitulmaal Muamalat. Berlokasi di ruko
Cipulir Plaza Jalan Ciledug Raya No.18 Jakarta Selatan 12230. Untuk
mengidentifikasi penyaluran dan pengembalian pembiayaan UMKM di Indonesia
serta realisasinya menggunakan analisis deskriptif.
Selanjutnya menganalisis kinerja keuangan Baitulmaal Muamalat dengan
perhitungan rasio kinerja fiskal, rasio efisiensi program, dan rasio kinerja investasi
menggunakan laporan keuangan Baitulmaal Muamalat pada 4 tahun terakhir yaitu
tahun 2008, 2009, 2010 dan 2011.

6

TINJAUAN PUSTAKA

Penyaluran Pembiayaan di Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS)

Definisi Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) adalah lembaga
keuangan yang kegiatanya menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat yang
bersifat profit atau lembaga keuangan syariah non perbankan yang sifatnya
informal. Disebut informal karena lembaga ini didirikan oleh kelompok swadaya
masyarakat yang berbeda dengan lembaga keuangan perbankan dan lembaga
keuangan lainnya. Oleh karena itu, LKMS adalah sebuah lembaga ekonomi rakyat
yang berupaya mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam
meningkatkan ekonomi pengusaha kecil berdasarkan prinsip syariah dan prinsip
koperasi.
Penelitian yang dilakukan Saadah (2011) dalam menganalisis penyaluran
pembiayaan untuk UMKM di empat LKMS kasus KBMT dan BPRS di Bogor
menyebutkan jika Proses penyaluran kredit antara keempat lembaga yaitu KBMT
Wasilah, KBMT Tadbiirul Ummah, BPRS Bina Rahmah dan BPRS Rif’atul
Ummah tidak jauh berbeda, yaitu nasabah datang untuk mengajukan kredit atau
pembiayaan setelah itu mengisi aplikasi yang diberikan oleh pihak lembaga,
wawancara. Setelah itu pihak lembaga melakukan survey ke lokasi baik lokasi
usaha maupun tempat tinggal nasabah, setelah itu pihak lembaga rapat untuk
memastikan apakah disetujui atau ditolak. Syarat agunan yang dipergunakan
adalah barang yang berharga atau yang mempunyai nilai tinggi minimal bernilai
satu juta misalkan kendaraan bermotor, tanah bangunan dan lain-lain. Dalam hal
ini BPRS lebih cepat yaitu antara tiga sampai lima hari sedangkan di KBMT
membutuhkan waktu lima sampai tujuh hari.

Karakteristik Lembaga Baitulmaal Wat Tamwil

Baitulmaal wat Tamwil (BMT) adalah suatu gerakan swadaya masyarakat
dibidang ekonomi yang sejak awal kehadirannya fokus untuk melayani kebutuhan
finansial usaha mikro dan kecil. Kegiatan baitul tamwil adalah mengembangkan
usaha–usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan
ekonomi pengusaha kecil, antara lain mendorong kegiatan menabung dan
menunjang pembiayaan kegiatan ekonomi. Sedangkan baitulmaal adalah lembaga
sosial yang didirikan untuk menerima dana ZIS (Zakat, Infaq dan Shadaqah) dari
masyarakat untuk disalurkan kepada masyarakat yang sesuai dengan aturan Islam
(Rodoni 2008).
Penghimpunan dana BMT diperoleh melalui simpanan pihak ketiga dan
penyalurannya dilakukan dalam bentuk pembiayaan atau investasi yang
dijalankan berdasarkan syariat. Terdapat tiga jenis aktivitas yang dijalankan BMT
(Widodo et al 1999) yaitu:

7

1. Jasa Keuangan
Kegiatan Jasa keuangan yang dikembangkan oleh BMT berupa penghimpunan
dan penyalurannya melalui kegiatan pembiayaan dari dan untuk anggota atau
non anggota. Kegiatan ini dapat disamakan secaraoperasional dengan kegiatan
simpan pinjam dalam koperasi atau kegiatan perbankan secara umum.
a. Penghimpunan Dana
Penghimpunan dana oleh BMT diperoleh melalui simpanan, yaitu dana
yang dipercayakan oleh nasabah kepada BMT untuk disalurkan kesektor
produktif dalam bentuk pembiayaan.
b. Penyaluran Dana
Penyaluran dana BMT kepada nasabah terdiri dari dua jenis. Pertama,
pembiayaan dengan bagi hasil sebagai alternatif pengganti bunga. Didalam
operasinya merupakan sistem kebersamaan dalam menanggung resiko
usaha nasabahnya dan berbagi keuntungan dan kerugian secara adil antara
pihak BMT dan nasabah. Kedua adalah jualbeli dengan pembiayaan
ditangguhkan, yaitu penjualan barang dari BMT kepada nasabah, dengan
harga ditetapkan sebesar biaya perolehan barang ditambah margin
keuntungan yang disepakati untuk keuntungan BMT. Bentuknya dapat
berupa ba’i bitsaman ajil (pembiayaan dilakukan secara angsuran) dan
mudharabah (pembiayaan dilakukan di akhir pembayaran).
2. Sektor Riil
Pada dasarnya kegiatan sektor riil merupakan bentuk penyaluran dana BMT.
Namun berbeda dengan kegiatan sektor jasa keuangan yang penyalurannya
berjangka waktu tertentu. Penyaluran dana pada sektor riil bersifat permanen
atau jangka panjang dan terdapat unsur kepemilikan didalamnya. Penyaluran
dana ini selanjutnya disebut investasi atau penyertaan. Investasi yang dilakukan
BMT dapat dengan mendirikan usaha baru atau dengan masuk ke usaha yang
sudah ada dengan cara membeli saham. Akad yang sesuai dengan prinsip ini
adalah al mudharabah.
3. Sosial (zakat, infaq dan sedekah)
Kegiatan pada sektor ini adalah pengelolaan zakat, infaq dan sedekah. Sektor
ini merupakan salah satu kekuatan BMT karena berperan dalam pembiayaan
agama bagi para nasabah sektor jasa keuangan BMT. Dengan demikian
pembiayaan yang dilakukan BMT tidak terbatas pada sisi ekonomi, tetapi juga
dalam hal agama. Zakat, Infaq, dan Sedekah (ZIS) yang telah disalurkan oleh
nasabah kepada BMT akan disalurkan dalam bentuk qordul hasan, dimana
dalam produk ini pihak BMT tidak mengharapkan imbalan. Oleh karena itu
para nasabah BMT tersebut diharapkan dapat turun memperkuat sektor sosial
dengan menyalurkan ZISnya kepada BMT.
Peran BMT dalam penyaluran pembiayaan usaha mikro dapat berjalan
dengan efektif apabila pelaku usaha mampu mengelola pinjaman yang diberikan
dengan baik, sehingga memberikan keuntungan yang baik pula untuk pelaku
usaha mikro. Penelitian yang dilakukan Pratomo (2007) dalam strategi LKMS
untuk mengembangkan usaha mikro menyebutkan jika BMT memberikan peluang
dengan memberikan pembiayaan kepada para anggotanya untuk bisa membuka
usaha baru dengan konsep bagi hasil yang adil dan menguntungkan. Selain itu,
dari aspek pendapatan total sebelum bergabung dengan BMT didapatkan bahwa
mayoritas berpendapatan kurang dari Rp 200 000 (40%). Setelah bergabung

8

dengan BMT mayoritas pelaku usaha mikro memiliki kenaikan pendapatan antara
Rp 200 000 sampai dengan Rp 2 999 999 (96%). Peningkatan yang cukup nyata
ini menunjukkan bahwa modal kerja yang diberikan oleh BMT benar-benar
dimanfaatkan oleh nasabah.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengambilan dan Pengembalian
Pembiayaan

Adanya Undang-undang No 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
maka kredit pun diatur dengan menggunakan istilah pembiayaan. Pembiayaan
adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa :
1. Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah;
2. Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk
ijarah muntahiya bittamlik;
3. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang mudharabah, salam dan istishna;
4. Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan
5. Transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa.
Berdasarkan persetujuan atau kepakatan antara bank syariah dan atau UUS dan
pihak yang dibiayai dan atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana
tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan,
atau bagi hasil.
Sifat penggunaan pembiayaan dapat dibagi menjadi dua (Antonio 2001),
yaitu:
1. Pembiayaan produktif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha
produksi, perdagangan maupun investasi.
2. Pembiayaan konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan.
Menurut keperluannya, pembiayaan produktif dapat dibagi menjadi dua:
1. Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan
a. Peningkatan produksi, baik secara kuantitatif, yaitu jumlah hasil produksi,
maupun secara kualitatif, yaitu peningkatan kualitas atau mutu hasil
produksi.
b. Untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu
barang,
2. Pembiayaan investasi, yaitu untuk memenuhi kebutuhan barang-barang modal
atau capital goods serta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan investasi.

9

Pembiayaan

Konsumtif

Produktif

Modal Kerja

Investasi

Sumber : Antonio 2001

Gambar 2 Jenis-jenis pembiayaan

Permintaan pembiayaan yang umumnya dilakukan nasabah pada lembaga
keuangan non bank adalah pengalaman usaha dan besarnya angsuran. Hasil
penelitian yang dilakukan Himmati (2010) menjelaskan faktor-faktor yang
mempengaruhi permintaan pembiayaan diantaranya adalah bagi hasil, pendapatan
usaha keluarga, pengalaman usaha, frekuensi pinjaman, jangka waktu angsuran,
jumlah tanggungan keluarga, besar angsuran dan tingkat pendidikan. Diantara
faktor-faktor tersebut yang berpengaruh nyata terhadap permintaan pembiayaan
adalah faktor bagi hasil, pengalaman usaha, frekuensi pinjaman dan besar
angsuran. Faktor yang lain meski tidak berpengaruh secara nyata namun memiliki
pengaruh yang positif terhadap permintaan pembiayaan.
Adanya keterbatasan modal yang dialami oleh UMKM merupakan sebuah
tantangan besar yang harus ditangani oleh Lembaga Keuangan Syariah (LKS).
Oleh karena itu, dibutuhkan pembiayaan yang dilakukan oleh LKS terhadap
UMKM. Akan tetapi, pembiayaan yang diberikan oleh LKS terhadap usaha kecil
ternyata dipengaruhi oleh beberapa hal. Kinerja LKS dapat dikatakan baik apabila
kinerja setiap bagian pada LKS juga baik khususnya kinerja LKS dalam hal
penyaluran dan pengembalian pembiayaan. Penelitan yang dilakukan Jauhari
(2011) dalam menganalisis faktor-faktor pembiayaan yang mempengaruhi
pembiayaan bermasalah pada program Komunitas Usaha Mikro Muamalat Berbasis
Masjid (KUM3) di Baitulmaal Muamalat dengan faktor faktor character yang terdiri
dari social value, theoretical value, economical value, religious value dan faktor
capacity yang terdiri dari pemasaran, financial, manajerial, dan teknis, yang
mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap pembiayaan bermasalah pada
program KUM3 di Baitul Maal Muamalat (BMM) hanya faktor social value dan
economic value. Sehingga BMM perlu memperhatikan dua faktor tersebut agar
penyaluran pembiayaan dapat berjalan dengan baik dan seimbang antara jiwa sosial
dan usaha yang dijalankan pelaku usaha.
Prinsip pembiayaan syariah yang mendasar adalah Bank Indonesia (2007) :
1. Keadilan, pembiayaan saling menguntungkan baik pihak yang menggunakan
dana maupun pihak yang menyediakan dana.
2. Kepercayaan, merupakan landasan dalam menentukan persetujuan pembiayaan
maupun dalam menghitung margin keuntungan maupun bagi hasil yang
menyertai pembiayaan tersebut.

10

Untuk mendukung prinsip–prinsip tersebut agar dapat berjalan jauh dari
prasangka, manipulasi, korupsi dan kolusi maka dibutuhkan informasi
yangmemadai. Informasi ini menjadi data pendukung yang dapat digunakan untuk
mengambil keputusan yang proporsional. Jenis informasi yang dimaksud antara
lain:
1. Informasi dasar nasabah
2. Informasi data penjualan atau pembelian dan penyewaan riil
3. Proyeksi laporan keuangan
4. Akad pembiayaan.
Kinerja Keuangan Organisasi Nirlaba

Kinerja keuangan suatu lembaga merupakan prestasi yang diperlihatkan
oleh lembaga tersebut dari hasil usahanya yang tercermin dalam laporan
keuangan. Untuk memperoleh gambaran tentang kinerja keuangan suatu lembaga
perlu dilakukan analisis terhadap laporan keuangan dari lembaga yang
bersangkutan. Pada organisasi nirlaba, kinerja keuangan lebih memperhatikan
jumlah kas dan jumlah saldo investasi bukan memperhatikan laba yang biasa
diterapkan usaha bisnis pada umumnya. Dalam melakukan analisis terhadap
laporan keuangan diperlukan suatu ukuran tertentu. Bentuk ukuran tersebut
bervariasi sesuai dengan kebutuhan dan pemakaianya, seperti analisis rasio yaitu
suatu ukuran yang sering digunakan, analisis trend, analisis presentase per
komponen dan analisis Du Point, dan analisis terhadap laporan keuangan dapat
diketahui beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja keuangan suatu lembaga
atau organisasi.
Tujuan utama organisasi nirlaba adalah menyediakan jasa kepada
masyarakat untuk mendukung atau terlibat dalam aktivitas publik tanpa
berorientasi untuk mencari keuntungan moneter maupun komersil. Organisasi
nirlaba mencakup beberapa bidang antara lain agama, isu-isu sosial, derma-derma,
pelayanan kesehatan publik, politik, kesenian, riset, olahraga, dan beberapa para
petugas pemerintah dan bukan memaksimumkan kemakmuran pemegang saham.
Faktor-faktor yang secara langsung mempengaruhi kinerja keuangan organisasi
nirlaba berdasarkan rumus yang dibuat oleh Ritchie dan Kolodinsky (2003) yaitu
pos-pos pada laporan keuangan yang menyusun rasio-rasio kinerja fiskal, efisiensi
program dan kinerja investasi. Besar kecilnya komponen-komponen yang terdapat
dalam laporan neraca, dan laporan arus kas untuk jangka waktu periode tertentu
akan memperlihatkan kondisi kinerja lembaga tersebut dalam mengelola aset dan
dana yang dimilikinya. Dengan metode rasio dapat dianalisis hubungan antar
akun, perbandingan dari tahun ke tahun dan perbandingan dengan instansi
eksternal. Metode rasio pada umumnya digunakan organisasi bisnis, untuk
organisasi nirlaba perlu dilakukan beberapa penyesuaian.
Pada organisasi nirlaba, penerimaan dana yang diterima digunakan untuk
melakukan program-program yang dilakukan oleh organisasi tersebut, maka
organisasi nirlaba harus membuat laporan keuangan secara detail dan terbuka
dalam melakukan penyaluran biaya tersebut serta program yang dijalankan jelas
adanya dan terbukti berjalan dengan baik. Hal ini dilakukan agar loyalitas donatur
terjaga untuk menyalurkan dananya pada organisasi tersebut maupun untuk

11

menarik calon donatur yang baru, karena bertahanya organisasi nirlaba ditentukan
oleh donatur yang bersedia untuk menyalurkan dananya. Banyak organisasi
nirlaba yang belum dapat mengefisienkan dana untuk programnya. Penelitian
yang dilakukan Eiodia (2012) dalam menganalisis kinerja keuangan organisasi
nirlaba Yayasan Sion di Jawa Tengah Utara mengacu pada rumus analisis rasio
untuk organisasi nirlaba yang dibuat Ritchie dan Kolodinsky (2003) menjelaskan
jika kinerja keuangan Yayasan Sion dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2009
tidak baik. Hal ini terlihat dari hasil perhitungan analisis rasio kinerja fiskal,
kinerja investasi, efisiensi program dan rasio dukungan publik tiap tiap nilai rasio
tersebut mengalami penurunan setiap tahunya bahkan ada yang sampai minus.
Sebab penurunanya masih kurang efektif dalam mencari donator untuk
membiayai program yang dimiliki yayasan tersebut selain itu, pengeluaran untuk
membiayai program lebih besar dibandingkan penerimaan yang ada.

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Definisi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)
Pemberdayaan dan pengembangan UMKM merupakan upaya yang
ditempuh pemerintah untuk mengatasi masalah pengangguran dan kemiskinan.
UMKM merupakan salah satu sektor usaha yang banyak memiliki keterbatasan
dibandingkan dengan perusahaan besar. Perbedaan yang paling mendasar jika
dibandingkan dengan perusahaan besar adalah dalam hal skala usaha. Hal tersebut
menunjukkan bahwa ruang lingkup usaha UMKM sangat terbatas. Rudjito (2003)
usaha mikro adalah usaha yang dimiliki dan dijalankan oleh penduduk miskin
atau mendekati miskin. Usaha mikro sering disebut dengan usaha rumah tangga.
Besarnya kredit yang dapat diterima oleh usaha ini adalah Rp 50 juta. Usaha
mikro ini adalah usaha produktif secara individu atau tergabung dalam koperasi
dengan hasil penjualan Rp 100 juta.
Ciri-ciri usaha kecil, diantaranya (Suharto 2008) :
a. Jenis barang atau komoditi yang diusahakan umumnya sudah tetap tidak
gampang berubah;
b. Lokasi atau tempat usaha umumnya sudah menetap tidak berpindah-pindah;
c. Pada umumnya sudah melakukan administrasi keuangan walau masih
sederhana, keuangan perusahaan sudah mulai dipisahkan dengan keuangan
keluarga, sudah membuat neraca usaha;
Usaha Menengah adalah usaha produktif yang berdiri sendiri, dilakukan
oleh perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau
cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung
maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah
kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagai berikut:
1. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500 juta sampai dengan paling
banyak Rp 10 miliar tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
2. Memiliki hasil penjualan tahunan dari Rp 2.5 miliar sampai dengan paling
banyak Rp 50 miliar.

12

Produk dan Ketentuan Sistem Syariah
Padalembaga keuangan syariah hubungan antara lembaga dan nasabahnya
atau anggota, bukan hubungan debitur dengan kreditur, melainkan hubungan
kemitraan (partnership) antara penyandang dana (shohibul maal) dengan
pengelola dana (mudlarib). Oleh karena itu, tingkat laba lembaga, tidak hanya
berpengaruh terhadap tingkat bagi hasil untuk pemegang saham, tetapi juga
berpengaruh pada bagi hasil yang diberikan kepada nasabah atau anggota
penyimpan dana.
Adapun operasionalisasi untuk memenuhi kebutuhan permodalan dan
memberikan pembiayaan, lembaga menggunakan piranti atau perangkat syariah
sebagai berikut (Jumanto et al 2007) :
a) Sistem Bagi Hasil
Sistem bagi hasil menggunakan perangkat syariah yang disebut Al Mudlorobah
dan Al Musyarakah
1. Al Mudlorobah yaitu sistem kerja sama antara dua belah pihak yang terdiri dari
pemilik modal (shohibul maal) dengan pengelola (mudlorib) baik bersifat
keuangan atau institusi (lembaga) dengan ketentuan bagi hasil yang telah
disepakati oleh kedua belah pihak pada waktu transaksi (akad), apabila
mendapat hasil atau keuntungan. Sedangkan jika rugi, ditanggung oleh pemilik
modal, selama bukan akibat kelalaian pengelola. Namun, apabila kelalaian
tersebut disebabkan oleh pengelola, maka pengelola harus bertanggung jawab
atas kelalaian tersebut. Dengan kata lain dalam mudlorobah, pengelola hanya
sebagai wakil (wakalah) dari pemilik modal, untuk mengusahakan modalnya
dengan mendapat bagian dari sebagian keuntungan (hasil) yang telah
disepakati bersama. Skim Al Mudlorobah dijelaskan pada Gambar 3.
Ketentuan-ketentuan yangharus ada pada mudlorobah (BMT Network 2002):
a. Adanya kedua belah pihak yaitu shohibul maal dan mudlorib. Keduanya
disyaratkan harus cakap hukum artinya secara hukum pantas melakukan
transaksi (akad) tersebut.
b. Adanya akad, yaitu ikatan kerja atau kesepakatan bersama antara dua belah
pihak dengan ketentuan secara eksplisit menunjukkan tujuan akad dan semua
kesepakatan dilakukan saat membuat kontrak.
c. Adanya modal dengan ketentuan jelas jumlahnya, bentuk uang atau barang
yang dinilai secara tunai bukan piutang.
d. Adanya usaha. usaha hak eksklusif pengelola (mudlorib) dan yang sesuai
syariah, bukan usaha yang diharamkan.
e. Keuntungan, apabila mendapat keuntungan dibagi untuk kedua belah pihak
sesuai dengan bagian masing-masing (nisbah) yang telah disepakati bersama
waktu akad. Sedang apabila ada kerugian karena usaha ditanggung pemilik
dana.

13

1. Negosiasi
2. Akad Mudlorobah
Anggota/calon anggota

LKMS
Usaha/proyek

Skill/usaha

Modal
Keuntungan dibagi sesuai
kesepakatan

Modal
Sumber : Jumanto et al 2007

Gambar 3 Skim Al mudlorobah
2. Al Musyarakah atau syirkah, yaitu sistem kerja sama antara dua belah pihak
atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak
memberikan kontribusi dana, dengan ketentuan bahwa keuntungan dan resiko
akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Skim sistem Al
Musyarakah dijelaskan pada Gambar 4.
Ketentuan-ketentuan Al Musyarakah:
a. Adanya pihak-pihak yang melakukan kontrak dengan syarat cakap hukum bagi
yang melakukan kontrak.
b. Adanya akad (ikatan kerja sama) antara pihak akad secara eksplisit
menunjukkan tujuan kontrak. Kesepakatan-kesepakatan dilakukan saat kontrak.
c. Modal dengan jumlah yang jelas, bentuk uang atau barang yang dinilai. Modal
dapat terdiri dari aset perdagangan seperti barang-barang properti. Jika modal
berbentuk aset harus terlebih dulu dinilai dengan tunai dan disepakati oleh para
mitra (anggota).
d. Adanya kerja. Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar
musyarakah atas nama pribadi dan wakil mitranya. Kedudukan masing-masing
dalam organisasi kerja harus dijelaskan dalam kontrak.
e. Keuntungan dan kerugian dibagikan secara proporsional sesuai dengan
besarnya modal dan kontribusi masing-masing sesuai dengan kesepakatan.
f. Biaya operasional dibebankan pada modal bersama.

14

1. Negosiasi
2. Akad Musyarakah
LKMS

Anggota/calon anggota
Usaha/Proyek

3. Negosiasi
4. Akad Musyarakah
Sumber : Jumanto et al 2007

Gambar 4 Skim Al musyarakah
b) Sistem Jual Beli
Sistem jual beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan
kepemilikan barang. Keuntungan yang didapat oleh lembaga keuangan ditentukan
didepan dan menjadi bagian dari harga barang yang dijual, dalam sistem ini
lembaga menggunakan perangkat syariah yang disebut Ba’i murabahah.
Ba’i murabahah yaitu jual beli barang dengan menyebutkan harga asal
ditambah keuntungan yang disepakati antara kedua belah pihak yaitu antara
lembaga dengan anggota. Skim sistem murabahah dijelaskan pada Gambar 5.
Ketentuan umum ba’i murabahah (BMT Network 2002):
a. Akad atau transaksi bebas dari riba
b. Barang yang dijualbelikan tidak barang haram
c. Lembaga keuangan membeli barang atas nama lembaga dengan sah bebas riba
d. Lembaga keuangan harus jujur tentang harga pokok pembelian
e. Anggota membayar harga yang telah disepakati dan dalam waktu yang telah
disepakati pula
f. Boleh mengadakan perjanjian khusus misalnya meminta jaminan dan lain
sebagainya
1. Negosiasi
2. Akad Ba’i Murabahah

5. Bayar
LKMS

Anggota/Calon anggota

4.Terima Barang
3. Beli barang

Modal usaha
toko/produsen

Sumber : Jumanto et al 2007

Gambar 5 Skim Murabahah

15

c) Sewa Menyewa
Kegiatan sewa menyewa dalam syariah menggunakan akad Al-ijarah. Al
Ijarah adalah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat suatu barang dengan
jalan penggantian. Beberapa contoh kontrak ijarah (pemilikan manfaat) seperti
manfaat yang berasal dari aset seperti rumah untuk ditempati, atau mobil untuk
dikendarai, manfaat yang berasal karya seperti hasil karya seorang insinyur
bangunan, tukang tenun, tukang pewarna, penjahit, dan lain sebagainya. Skim
sistem Ijarah dijelaskan pada Gambar 6. Dalam Hukum Islam ada dua jenis
ijarah, yaitu :
a. Ijarah yang berhubungan dengan sewa jasa, yaitu mempekerjakan jasa
seseorang dengan upah sebagai imbalan jasa yang disewa. Pihak yang
mempekerjakan disebut mustajir, pihak pekerja disebut ajir dan upah yang
dibayarkan disebut ujrah.
b. Ijarah yang berhubungan dengan sewa aset atau properti, yaitu
memindahkan hak untuk memakai dari aset atau properti tertentu kepada
orang lain dengan imbalan biaya sewa. Bentuk ijarah ini mirip dengan
leasing (sewa) pada bisnis konvensional. Pihak yang menyewa (lessee)
disebut mustajir, pihak yang menyewakan (lessor) disebutmu’jir/muajir
dan biaya sewa disebut ujrah.
Ketentuan-ketentuan akad Al-ijarah diantaranya adalah :
Ketentuan Obyek Ijarah:
1. Obyek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan atau jasa.
2. Manfaat barang atau jasa harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam
kontrak.
3. Manfaat barang atau jasa harus yang bersifat dibolehkan (tidak diharamkan).
4. Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syari’ah.
5. Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk menghilangkan
jahalah (ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan sengketa.
6. Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka
waktunya. Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik.
7. Sewa atau upah adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada
LKS sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga dalam
jual beli dapat pula dijadikan sewa atau upah dalam Ijarah.
8. Pembayaran sewa atau upah boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis
yang sama dengan obyek kontrak.
9. Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa atau upah dapat diwujudkan
dalam ukuran waktu, tempat dan jarak.
Kewajiban pemberi manfaat barang atau jasa:
1. Menyediakan barang yang disewakan atau jasa yang diberikan
2. Menanggung biaya pemeliharaan barang.
3. Menjamin bila terdapat cacat pada barang yang disewakan.
Kewajiban penerima manfaat barang atau jasa:
1. Membayar sewa atau upah dan bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan
barang serta menggunakannya sesuai akad (kontrak).
2. Menanggung biaya pemeliharaan barang yang sifatnya ringan (tidak materil).
3. Jika barang yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dari penggunaan
yang dibolehkan, juga bukan karena kelalaian pihak penerima manfaat dalam
menjaganya, ia tidak bertanggung jawab atas kerusakan tersebut.

16

B. Milik
Penjual Suplier

Objek Sewa

Nasabah

1. Sewa beli
2.Beli objek sewa

A. Milik

1. Pesan objek sewa
LKMS

Sumber : Antonio 2001

Gambar 6 Skim Al – ijarah
d) Jasa
Kegiatan jasa dalam sistem syariah, salah satunya menggunakan akad AlQardh. Al-Qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih
atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan
imbalan. Dalam literatur fiqih klasik, qardh dikategorikan dalam aqd tathawwui
atau akad saling membantu dan bukan transaksi komersial. Skim AlQardh dijelaskan pada Gambar 7. Ketentuan umum Al-Qardh :
1. Pinjaman diberikan kepada nasabah yang memerlukan.
2. Wajib mengembalikan jumlah pokok yang diterima pada waktu yang telah
disepakati.
3. LKS dapat meminta jaminan kepada nasabah bila dipandang perlu.
4. Nasabah dapat memberikan tambahan (sumbangan) dengan sukarela kepada
LKS sepanjang tidak diperjanjikan dalam akad.
5. Jika nasabah tidak dapat mengembalikan sebagian atau seluruh kewajibannya
saat yang telah disepakati dan LKS telah memastikan ketidakmampuannya,
maka LKS dapat memperpanjang jangka waktu pengembalian atau
menghapus sebagian seluruh kewajibannya.
Perjanjian Qardh

Nasabah

100%

Tenaga
Kerja

Modal
100%

Proyek Usaha

LKMS

Kembali
modal

Keuntungan
Sumber : Antonio 2001

Gambar 7 Skim Al- Qardh

17

Pembiayaan Syariah Untuk UMKM
Program pembiayaan syariah untuk UMKM merupakan suatu program
pembiayaan yang bertujuan untuk mengayomi dan mengangkat kaum usaha mikro
untuk menjadi lebih baik dalam melakukan usahanya. Dengan demikian, kriteria
efisiensi dalam pengertian ekonomis tidak sepenuhnya dapat diterapkan dalam
mengevaluasi program pembiayaan sejenis ini. Kriteria efektivitas dirasakan lebih
tepat dibandingkan dengan kriteria efisiensi, dalam arti sejauh mana program
pembiayaan tersebut dapat dengan cepat dan luas menjangkau sasaran mereka.
Penilaian yang dilakukan terhadap permohonan pembiayaan, pemberian dana
harus memperhatikan beberapa prinsip utama yang berkaitan dengan kondisi
secara keseluruhan calon peminjam. Prinsip ini dikenal dengan prinsip 5C, yaitu:
1) Character yaitu penilaian terhadap karakter atau kepribadian calon peminjam
dengan tujuan untuk memperkirakan kemungkinan bahwa peminjam dapat
memenuhi kewajibannya.
2) Capacity yaitu penilaian secara subjektif tentang kemampuan peminjam
untuk melakukan pembayaran. Kemampuan diukur dengan catatan prestasi
peminjam di masa lalu yang didukung dengan pengamatan dilapangan atas
sarana usahanya.
3) Capital yaitu penilaian terhadap kemampuan modal yang dimiliki oleh calon
peminjam, yang diukur dengan posisi perusahaan secara keseluruhan yang
ditunjukkan oleh rasio finansialnya dan penekanan pada komposisi modalnya
4) Collateral yaitu jaminan yang dimiliki calon peminjam. Penilaian ini
bertujuan untuk lebih meyakinkan jika suatu risiko kegagalan pembayaran
terjadi, maka jaminan dapat dipakai sebagai pengganti dari kewajibannya.
5) Conditions yaitu pihak pemberi dana melihat kondisi ekonomi yang terjadi di
masyarakat dan secara spesifik melihat adanya keterkaitan dengan jenis usaha
yang dilakukan oleh calon peminjam. Hal tersebut dilakukan karena kondisi
eksternal berperan besar dalam proses berjalannya usaha calon peminjam.
Laporan Keuangan Organisasi Nirlaba
Pada dasarnya, praktek akuntansi untuk organisasi nirlaba tidak jauh
berbeda dengan organisasi bisnis. Hal ini terlihat jelas bahwa aturan akuntansi
organisasi nirlaba diatur sebagai bagian dari Standar Akuntansi Keuangan (SAK)
tepatny