Pola hubungan Bank Muamalat Indonesia dengan BMT shar-E dalam penyaluran pembiayaan mikro (penelitian di Bank Muamalat Indonesia dan LKMS BMT Shar-E)
POLA HUBUNGAN BANK MUAMALAT INDONESIA
DENGAN BMT SHAR-E DALAM PENYALURAN
PEMBIAYAAN MIKRO
(Penelitian di Bank Muamalat Indonesia dan LKMS BMT Shar-E)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy.)
Oleh:
SATRIA LAKSONO
NIM : 106046103539KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
(2)
POLA HUBUNGAN BANK MUAMALAT INDONESIA
DENGAN BMT SHAR-E DALAM PENYALURAN
PEMBIAYAAN MIKRO
(Penelitian di Bank Muamalat Indonesia dan LKMS BMT Shar-E) Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy.)
Oleh :
SATRIA LAKSONO NIM : 106046103539
Dibawah Bimbingan :
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Hendra Kholid, MA M. Maksum S.Ag., MA NIP : 197807152003121007
KONSENTARSI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
(3)
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul POLA HUBUNGAN BANK MUAMALAT INDONESIA DENGAN BMT SHAR-E DALAM PENYALURAN PEMBIAYAAN MIKRO telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 1 Februari 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy.) pada Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam).
Jakarta, 1 Februari 2011 Mengesahkan,
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum,
Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM NIP. 195505051982031012
Panitia Ujian Munaqasyah
Ketua : Dr. Euis Amalia, M. Ag (...) NIP. 197107011998032002
Sekretaris : Mu’min Roup, S. Ag., MH (...) NIP. 150281979
Pembimbing I : Dr. Hendra Kholid, MA (...)
Pembimbing I : M. Maksum S.Ag., MA (...) NIP : 197807152003121007
Penguji I : Dr. Euis Amalia, M. Ag (...) NIP. 197107011998032002
Penguji II : Nahrowi, SH, M.H (...) NIP. 197302151999031002
(4)
LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana strata 1 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayaullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau merupakan hasil jiplakan dari orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 1 Februari 2011
(5)
i ABSTRAK
“Pola Hubungan Bank Muamalat Indonesia dengan BMT Shar-E dalam
Penyaluran Pembiayaan Mikro” Oleh Satria Laksono, 106046103539 Beberapa permasalahan yang dihadapi oleh lembaga keuangan (Bank dan LKMS) menyebabkan masih rendahnya kapasitas pembiayaan yang diberikan perbankan maupun LKMS kepada UMKM dan masyarakat. Untuk itu, kemitraan antara lembaga keuangan menjadi salah satu solusi bagi lembaga keuangan yang ada dalam mengatasi permasalahan rendahnya kapasitas pembiayaan kepada UMKM dan masyarakat sehingga memiliki fungsi intermediasi yang optimimal.
Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Teknik penelitian yang dilakukan penulis yaitu penelitian kepustakaan (library research) dari beberapa literatur tertulis. Selain itu, penulis juga menggunakan penelitian lapangan (field research), dimana penulis melakukan penelitian secara langsung ke objek penelitian.
Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kemitraan yang terjalin antara BMI dengan LKMS BMT Shar-E ini terjadi dalam beberapa pola hubungan yang strategis bagi kemajuan dan perkembangan kedua belah pihak. Hal ini tercermin dalam beberapa pola hubungan yakni pola hubungan kelembagaan, operasional serta pola hubungan dalam penyaluran pembiayaan linkage program kepada BMT. Kemitraan ini menurut penulis menjadi sinergi yang positif dengan beberapa pengaruh yang positif pula bagi BMT dalam penguatan, pengembangan serta peningkatan peran BMT bagi masyarakat.
(6)
ii KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirrahim
Alhamdulillahirabbil ‘alamin, hanyalah ucapan syukur yang mampu terucap atas segala nikmat, karunia, dan rahmat-Nya. Tiada daya dan upaya melainkan atas kehendak-Nya, begitupun dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Kemudahan dan pertolongan Allah senantiasa penulis rasakan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skiripsi dengan judul “Pola Hubungan Bank Muamalat Indonesia dengan BMT Shar-E dalam Penyaluran Pembiayaan Mikro”
Penulisan skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat kelulusan Strata Satu (S1) Konsentrasi Perbankan Syariah Program Studi Muamalat Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syariah Hidayatullah Jakarta.
Shalawat serta salam penulis hadiahkan kepada penghuni surga, yang telah membawa umatnya kepada zaman pengetahuan ilmu dunia dan akhirat, kepada baginda terbesar yang ada dimuka bumi ini yaitu Habibina wa syafina wa maulana Muhammad SAW. Yang memberikan inspirasi pada penulis dalam mencapai kegigihan dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih atas segala bantuan dan bimbingan yang diberikan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan, kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Muhammad Amin Suma, S.H, M.A, M.M, selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Dr. Euis Amalia, M.Ag, selaku Ketua Jurusan Muamalat, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
(7)
iii 3. Bapak Mu’min Roup, M.A selaku Sekretaris Jurusan Muamalat, Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Dr. Hendra Kholid, MA selaku Dosen Pembimbing I Skripsi yang telah berkenan meluangkan waktu, mencurahkan segenap perhatian untuk memberikan pencerahan dan pengarahan yang begitu berharga bagi penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak. M. Maksum M. Ag selaku Dosen Pembimbing II Skripsi yang juga telah berkenan meluangkan waktu, mencurahkan segenap perhatian untuk memberikan pencerahan dan pengarahan yang begitu berharga bagi penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
6. Para Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang dengan ikhlas telah memberikan ilmunya kepada penulis selama masa kuliah.
7. Staf Karyawan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum dan Perpustakaan Utama serta Staf TU UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah berbaik hati memberikan reference kepada penulis dan kemudahan dalam surat menyurat. 8. Orang Tua saya yang teristimewa dan sangat berjasa dalam hidup saya, yaitu
Sardianto dan Welas Asih, terima kasih atas segalanya yang tidak pernah henti-hentinya mendoakan penulis dalam menuntaskan studi demi meraih cita-cita.
9. Adik Unggul R.N, Rino Samiaji dan Tyas Nur Safitri yang senantiasa memberi semangat dan motivasi kepada penulis.
(8)
iv 10. Bapak Agus Khalifatullah (Manager LKMS BMI), Ibu Emma S dan Ibu Rika (Pengelola BMT El Wahida), Ibu Ria (Pengelola BMT El Qayyum), Bapak Eko dan Dadan.S (Pengelola BMT El Muchtar), terima kasih atas kesediaannya meluangkan waktu dan memberikan data bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
11. Sahabat-sahabat seperjuangan, keluarga besar penghuni PS A angkatan 2006 khususnya Muhammad Nasir, Ahmad Fauzi, Ahmad Zamahsari dan Hasanudin yang telah memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis. 12. Teman-teman Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang selalu ceria terima kasih untuk
doa dan motivasinya hingga penulis bisa bangkit menyelesaikan skripsi ini.
Penulis dengan segala keterbatasan yang ada tidak akan mampu membalas segala budi baik semua pihak yang telah diutarakan diatas. Dengan tulus penulis memohon kehadirat Allah SWT kiranya berkenan dalam memberikan ganjaran yang berlipat ganda kepada semua pihak yang telah berkenan berpartisipasi.
(9)
v DAFTAR ISI
ABSTRAK i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 10
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 11
D. Metode Penelitian 12
E. Review Studi Terdahulu 15
F. Sistematika Penulisan 19
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Konsep Kerjasama Pembiayaan dalam Islam 21
1. Pengertian 21
2. Manfaat 23
3. Pola kerjasama pembiayaan usaha dalam Islam 24
B. Konsep Penyaluran Pembiayaan Melalui Linkage Program 37
1. Pengertian linkage program 37
2. Bentuk linkage program 42
(10)
vi
BAB III PENERAPAN LINKAGE PROGRAM PADA BANK MUAMALAT
INDONESIA
A Sejarah Visi, Misi, serta Tujuan Bank Muamalat Indonesia 58 B. Struktur Organisasi, Produk-produk dan jasa Bank Muamalat
Indonesia 60
C. Profil BMT Jayakarta El Qayyum 63
D. Profil BMT El Wahida 65
E. Profil BMT El Muchtar 69
F. Mekanisme pola hubungan Bank Muamalat Indonesia dengan
LKMS BMT Shar-E dalam penyaluran pembiayaan mikro 71
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Analisis pola hubungan Bank Muamalat Indonesia dengan LKMS
BMT Shar-E dalam penyaluran pembiayaan mikro 73
B. Analisis manfaat penerapan linkage program BMI terhadap LKMS
BMT Shar-E 122
BAB V PENUTUP 129 A. Kesimpulan 129
B. Saran 130
(11)
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Sektor UMKM memiliki peranan yang penting bagi perekonomian Indonesia. Pemberdayaan, pengembangan serta penguatan UMKM akan memperkokoh struktur perekonomian Indonesia. Tak hanya sampai disini, ternyata UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) memiliki potensi yang besar dalam peningkatan taraf hidup rakyat banyak.
Peran UMKM yang sangat besar ini ditunjukkan oleh kontribusinya terhadap 3 hal yakni ; produksi nasional, jumlah unit usaha dan pengusaha, serta penyerapan tenaga kerja.1 Berdasarkan data yang bersumber dari Kementerian Negara Koperasi dan UKM Republik Indonesia, Bagian Data-Biro Perencanaan bahwa dari segi kontribusi UMKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional pada tahun 2008, kontribusi UMKM terhadap PDB nasional menurut harga yang berlaku tercatat sebesar Rp. 2.609,37 Triliun atau 55,56% dari total PDB Nasional, terdiri dari kontribusi skala usaha mikro sebesar Rp. 1.505,31 Triliun (32,05%), skala usaha kecil sebesar Rp. 473,27 Triliun (10,08%), dan skala usaha menengah sebesar Rp. 630,79
1
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009, (Jakarta : CV. Eko Jaya 2001), Cet pertama, hal. 279.
(12)
2
Triliun (13,43%). Sisanya kontribusi skala usaha besar yakni Rp. 2.087,12 Triliun (44,44%).
Sedangkan pada tahun 2007, kontribusi UMKM terhadap PDB Nasional menurut harga yang berlaku tercatat sebesar Rp. 2.105,13 Triliun atau 56,23% dari total PDB Nasional. Sedangkan kontribusi usaha besar sebesar Rp. 1.638,84 Triliun (43,77%).2
Dari segi perkembangan jumlah UMKM, pada tahun 2008 jumlah UMKM yang ada sebesar 51.257.537 unit usaha atau 99,99% dari jumlah seluruh unit usaha, yang terdiri dari usaha mikro sebesar 50.697.659 unit (98,90% pangsa usaha), jumlah usaha kecil sebesar 520.221 unit (1,01% pangsa usaha), dan usaha menengah sebesar 39.657 unit (0,08% pangsa usaha). Sedangkan posisi jumlah usaha besar sebesar 4.372 unit (0,01% dari seluruh jumlah pangsa usaha). Jumlah UMKM ini mengalami peningkatan/perkembangan yakni sebesar 1.433.414 unit atau 2,88% dari jumlah UMKM pada tahun 2007 yang hanya sebesar 49.824.123 unit. Sedangkan posisi jumlah usaha besar sebesar 4.463 unit (,01% dari pangsa usaha yang ada).3
Dari segi kontribusi UMKM dalam penyerapan tenaga kerja nasional, pada tahun 2008 UMKM hanya mampu menyerap tenaga kerja sebesar 90.896.270 orang atau 97,04% dari total penyerapan tenaga kerja yang ada, dengan komposisi penyerapan tenaga kerja yang terdiri dari usaha mikro sebesar 83.647.711 orang
2
Kementerian Koperasi dan UMKM, “Leaflet Kinerja Usaha Mikro Kecil dan Menengah
(UMKM) tahun 2007-2008”, diakses pada tanggal 5 feb 2010 jam 16:41 dari
http://www.depkop.go.id/statistik-ukm/cat_view/35-statistik/37-statistik-ukm/212-statistikukm2009/ 224-leaflet-data-kumkm 2009.html, hal. 2.
3
(13)
3
(89,30%), usaha kecil sebesar 3.992.371 orang (4,26%), dan usaha menengah sebesar 3.256.118 orang (3,48%). Sedangkan usaha besar pada tahun 2008 hanya mampu menyerap tenaga kerja sebesar 2.776.214 orang (2,96%). Jumlah penyerapan tenaga kerja ini meningkat sebesar 2.156.526 orang atau 2,43% dibandingkan dengan tahun 2007.
Pada tahun 2007, UMKM hanya mampu menyerap tenaga kerja sebesar 88.739.744 orang atau 96,95% dari total penyerapan tenaga kerja yang ada. Sedangkan usaha besar pada tahun 2007 hanya mampu menyerap tenaga kerja sebesar 2.788.518 orang (3,05%).4
Dari semua potensi serta implikasi positif lainnya yang dimiliki oleh UMKM, ternyata UMKM memiliki permasalahan-permasalahan serius yang harus diatasi agar tidak mengganggu dan menghambat perkembangan UMKM.
Permasalahan yang dialami UMKM tersebut diantaranya adalah 1. rendahnya produktivitas, 2. terbatasnya akses UMKM kepada sumber daya produktif terutama terhadap akses permodalan, teknologi, informasi dan pasar. 3. kurang kondusifnya iklim usaha5
Terkait dengan permasalahan terbatasnya akses UMKM kepada sumber daya produktif, bisa kita lihat bahwa dalam hal pendanaan, produk jasa lembaga keuangan
4
Kementerian Koperasi dan UMKM, “Buku Statistik Usaha Mikro Kecil dan Menengah
(UMKM) tahun 2007-2008”, diakses pada tanggal 5 feb 2010 jam 16:41 dari
http://www.depkop.go.id/statistik-ukm/cat_view/35-statistik/37-statistik-ukm/212-statistik-ukm-2009/216-buku-statistik-ukm-2009.html, hal. 48.
5
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009, Cet pertama, hal. 279-280.
(14)
4
sebagian besar masih berupa kredit modal kerja, sedangkan untuk kredit investasi sangat terbatas. Keadaan ini bagi UMKM dinilai sulit untuk meningkatkan kapasitas usaha ataupun pengembangan produk-produk yang bersaing. Permasalahan lainnya adalah persyaratan pinjaman/pembiayaan yang tidak mudah untuk dipenuhi bagi UMKM. Meskipun usahanya dinilai layak tetapi jumlah jaminan yang ada harus memadai dan cukup menurut penilaian bank. Disamping itu, dunia perbankan yang merupakan sumber pendanaan terbesar masih memandang UMKM sebagai kegiatan yang beresiko tinggi sehingga perbankan cenderung untuk berhati-hati dalam pemberian pembiayaan/pinjaman kepada UMKM.6
Dalam mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut, maka optimalisasi peran perbankan menjadi sangat penting karena fungsi utama perbankan di Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat serta bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional kearah peningkatan taraf hidup rakyat banyak.7 Disamping itu, perbankan juga berperan sebagai lembaga yang menjalankan fungsi intermediasi antara penyimpan dan peminjam dana.8
6
Ibid., hal. 280.
7Bank Indonesia, “Institusi Perbankan Indonesia”, diakses pada tanggal 15 April 2010 jam
10.32 dari http:www.bi.go.id/web/id/Publikasi/Perbankan+dan+Stabilitas+Keuangan/Arsitektur+Per bankan+Indonesia/api2.htm.
8
A. Riawan Amin, Perbankan Syariah Sebagai Solusi Perekonomian Nasional Pidato
Penganugerahan Gelar Doktor Honoris Causa dalam Bidang Perbankan Syariah, Sidang Senat Terbuka UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Sabtu 11 Juli 2009.
(15)
5
Peran sebagai lembaga intermediasi harus dijalankan secara baik dan maksimal oleh perbankan. Hal ini bertujuan agar permasalahan-permasalahan yang dihadapi sektor UMKM bisa berkurang dan terselesaikan. Bila fungsi intermediasi perbankan baik dan maksimal maka akses sektor riil UMKM terhadap permodalan/pendanaan bisa terpenuhi dan hal ini berimplikasi pada perkembangan sektor riil UMKM kearah yang semakin baik. Namun sebaliknya, bila fungsi intermediasi perbankan tidak berjalan dengan baik dan maksimal maka akses sektor riil UMKM terhadap permodalan/pendanaan tidak bisa terpenuhi dan hal ini akan berimplikasi pada terhambatnya perkembangan sektor riil UMKM.
Namun faktanya, sampai saat ini fungsi intermediasi yang dilakukan oleh perbankan nasional masih kurang maksimal. Berdasarkan data Bank Indonesia, dari jumlah bank secara keseluruhan per Januari 2010 yakni 121 bank - terdiri dari 4 Bank Persero (State Owned Banks), 35 BUSN Devisa (Foreign Exchange Commercial Banks), 30 BUSN Non Devisa (Non-Foreign Exchange Commercial Banks), 26 BPD (Regional Development Banks), 16 Bank Campuran (Joint Venture Banks), 10 Bank Asing (Foreign Owned Banks)9 - tingkat LDR (Loan to Deposit Ratio) bank umum yang lebih dari sama dengan 50% hanya 108 bank. Sedangkan sisanya 13 bank memliki LDR (Loan to Deposit Ratio) kurang dari 50%. Kinerja LDR Bank Umum secara keseluruhan per Januari 2010 hanya sebesar 72,13%, kredit yang disalurkan
9Bank Indonesia, “Statistika P
erbankan Indonesia Januari 2010 : Tabel 1.85 Perkembangan
Jumlah Bank dan Kantor Bank Umum (Growth of Total Banks and Bank Offices)”, di akses pada
tanggal 15 April 2010 jam 10.40 dari http://www.bi.go.id/web/id/Statistik/Statistik+Perbankan/Sta tistik+Perbankan+Indonesia/spi_0110.htm hal. 88.
(16)
6
hanya sebesar Rp. 1.405.640 Miliar dari Rp. 1.948.890 Miliar dana pihak ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun. Non Performing Loan (Nominal) Bank Umum per Januari 2010 sebesar Rp.48.830 Miliar atau sekitar 3,47%.10
Dibandingkan dengan bank umum, fungsi intermediasi perbankan syariah menunjukan kinerja yang mengagumkan. Ini bisa dilihat dari tahun ke tahun besarnya fungsi intermediasi bank syariah mendekati 100 persen, bahkan pernah melampauinya. Dengan kata lain, hampir 100 persen dana pihak ketiga yang ada di bank syariah disalurkan kembali kepada masyarakat. Sementara bank konvensional paling tinggi mendekati angka 70 persen.11 Per Januari 2010, dari 6 bank umum syariah dan 25 unit usaha syariah yang ada, tercatat bahwa pembiayaan (financing) bank umum syariah dan unit usaha syariah sebesar Rp. 47.140 Miliar dengan Non Performing Financing (Nominal) Rp. 2.053 Miliar atau sekitar 4,36 %. Tingkat FDR (Financing to Deposit Ratio) sebesar 88.67%. Dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun per Januari 2010 sebesar Rp. 50.109 Miliar.12 Fakta ini menunjukkan, bank syariah lebih pro dalam pengembangan sektor riil.
Dalam rangka meningkatkan fungsi intermediasi perbankan dan memperluas penyaluran pembiayaan/kredit oleh perbankan, maka Bank Indonesia membuat
10Bank Indonesia, “Statistika P
erbankan Indonesia Januari 2010 : Tabel 1.22 Kinerja Bank
Umum (Commercial Banks Performance)”, diakses pada tanggal 15 April 2010 jam 10.40 dari
http://www.bi.go.id/web/id/Statistik/Statistik+Perbankan/Statistik+Perbankan+Indonesia/spi_0110.htm , hal. 25.
11
A. Riawan Amin, Buku Perbankan Syariah Sebagai Solusi Perekonomian Nasional Pidato Penganugerahan Gelar Doktor Honoris Causa dalam Bidang Perbankan Syariah , hal. 77.
12Bank Indonesia, ”Statistika P
erbankan Indonesia Januari 2010 : Tabel 2.5 Aktiva Produktif
Perbankan Syariah (Earning Assets of Syariah Banks)”, diakses pada 15 April 2010 jam 10.40 dari
http://www.bi.go.id/web/id/Statistik/Statistik+Perbankan/Statistik+Perbankan+Indonesia/spi_0110.htm , hal. 96.
(17)
7
kebijakan linkage program. Linkage program merupakan perluasan pola pembiayaan perbankan dengan membangun kerjasama kemitraan dengan lembaga keuangan lainnya, baik BPR/S, BMT, Koperasi, Koperasi Syariah, dan lembaga keuangan lainnya. Linkage Program yang dicanangkan semenjak tahun 2002 merupakan kerjasama antara bank umum dan BPR/S yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas penyaluran kredit BPR/S dan efisiensi pelaksanaan skim kredit bank umum, terutama untuk pembiayaan usaha mikro dan kecil (UMK).13 Beberapa pola linkage
yang bisa dilakukan oleh perbankan yakni executing, channeling, dan joint financing. Daftar Bank Umum pelaku penandatangan Linkage Program pada Rabu, 1 April 2009, tercatat sebanyak 19 bank umum diantaranya adalah PT. Bank Muamalat Indonesia sebesar Rp. 66.586.747.138 (mitra program BPRS dan BMT), PT. Bank Syariah Mandiri sebesar Rp. 27.000.000.000 (mitra program BPR dan BPRS ), PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk sebesar Rp. 512.000.000.000 (mitra program BPR dan Koperasi), dan PT. Bank Mega Tbk sebesar Rp. 15.000.000.000 (mitra program BPR). Total plafon kredit linkage program (BPR/S) periode Juli 08 – Maret 09 (16 Bank Umum) sebesar Rp. 1.538.000.000.000, sedangkan total plafon kredit
linkage program (Koperasi, BMT) periode Juli 08 – Maret 09 (12 Bank Umum) sebesar Rp. 1.928.000.000.000.14
13
Bank Indonesia, “Lampiran Siaran Pers No.11/11/PSHM/Humas : Daftar Bank Umum
Pelaku Penandatangan Linkage Program pada Rabu, 1 April 2009”, diakses pada tanggal 15 April
10.45 dari http://www.bi.go.id/web/id/Ruang+Media/ Siaran+Pers/sp_1111109.htm, hal .1.
14
(18)
8
Menurut Direktur Pengaturan dan Penelitian Perbankan BI Halim Alamsyah, penyaluran kredit linkage program mencapai Rp 6 Triliun pada 2008 dari Rp 2,8 Triliun pada 2006. Sedangkan per Februari 2009 mencapai Rp.6,4 Triliun.15
Salah satu bank umum syariah yang melakukan linkage program dalam pembiayaan mikro adalah Bank Muamalat Indonesia. Dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi, yakni memperluas pembiayaannya kepada sektor-sektor ekonomis dan UMKM, maka disamping melakukan pembiayaannya sendiri, Bank Muamalat Indonesia juga menjalankan kerjasama linkage program dengan mitra program BPRS dan LKMS BMT.
Per Februari 2010, Bank Muamalat memiliki jaringan kantor individual perbankan syariah (Individual Islamic Banking Network) terluas yakni 1 kantor pusat, 75 kantor cabang, 35 kantor cabang pembantu, dan 92 kantor kas.16 Kinerja keuangan Bank Muamalat pun dari tahun ke tahun terlihat baik. Pada tahun 2009, Bank Muamalat Indonesia memiliki total aktiva sebesar RP. 16.027,18 Miliar, total dana pihak ketiga (DPK) sebesar Rp. 13.316,90 Miliar, dan total pembiayaan yang disalurkan sebesar Rp. 11.428,01 Miliar. Sementara itu, Tingkat FDR pembiayaan (Dana Pihak III) BMI sebesar 85,82 %, dan tingkat rasio pembiayaan bermasalah (Bersih)/ NPF sebesar 4,10 %.17
17
Media Center Koperasi dan UKM, “Perkuat Kinerja BPR dan UMKM”, diakses pada
tanggal 18 April 2010 jam 14.10 dari http://www.depkop.go.id/detail-berita.php.htm.
16
Bank Indonesia, Statistik Perbankan Syariah Februari 2010, (Jakarta : Direktorat Perbankan Syariah), hal. 2.
17
(19)
9
Dalam penyaluran pembiayaan melalui linkage program, per 1 April 2009 Bank Muamalat Indonesia telah melakukan penandatangan linkage program dengan menyalurkan pembiayaan kemitraan kepada mitra program BPRS dan BMT dengan plafon pembiayaan sebesar Rp. 66.586.747.138.18
Disamping itu, dalam rangka mendukung pengembangan usaha mikro maka Bank Muamalat juga bekerjasama dengan Pusat Inkubasi Usaha Kecil (PINBUK) dengan cara membuat dan mengembangkan BMT Shar-E. Bank Muamalat bersama dengan PINBUK menargetkan memberi dukungan pengembangan 500 BMT dengan layanan Shar-E di seluruh Indonesia. Hingga saat ini baru terdapat sebanyak 349 BMT Shar-E. Dan sisanya dapat beroperasi di semester kedua tahun ini tahun 2009.19 Dalam kemitraan tersebut, BMT memiliki modal Rp 100 juta, sekitar Rp 15 juta dari Bank Muamalat, Rp 10 juta dari PINBUK dan Rp 75 juta dari swadaya masyarakat. Dari porsi tersebut Bank Muamalat berkomitmen menyiapkan dukungan hardware, standarisasi counter, warkat administrasi, penyelenggaraan pelatihan, biaya pendampingan, dan fasilitasi EDC dan PC Banking. Sementara PINBUK mempunyai peran mendorong swadaya masyarakat pada pendirian BMT Shar-E, menyiapkan standar prosedur manajemen dan standar prosedur operasional, software aplikasi BMT Online, fasilitasi pelatihan pengurus dan pengelola dan pendampingan BMT.20
18Bank Indonesia, “
Lampiran Siaran Pers No.11/11/PSHM/Humas : Daftar Bank Umum
Pelaku Penandatangan Linkage Program pada Rabu, 1 April 2009”, hal. 1.
19
Republika Newsroom, “Bank Muamalat Dukung Pengembangan BMT Share-E”, diakses
pada tanggal 28 Juli 2010 jam 10:15 dari www.republika.co.id
20
(20)
10
Berdasarkan penjelasan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk membahas permasalahan ini dengan judul “Pola Hubungan Bank Muamalat Indonesia dengan BMT Shar-E dalam Penyaluran Pembiayaan Mikro”
B. PEMBATASAN DAN PERUMUSAN MASALAH A.Pembatasan Masalah
Mengingat pembahasan permasalahan ini memiliki cakupan yang sangat luas dan kompleks, maka penulis merasa perlu untuk memberikan batasan dan perumusan masalah terhadap objek yang dikaji yaitu “Pola Hubungan Bank Muamalat Indonesia dengan BMT Shar-E dalam Penyaluran Pembiayaan Mikro”
B. Perumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan penulis kembangkan dalam penyusunan skripsi ini antara lain:
1. Bagaimana pola hubungan Bank Muamalat Indonesia dengan BMT Shar-E dalam penyaluran pembiayaan mikro ?
(21)
11 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan dan manfaat penelitian adalah sebagai berikut : 1. Tujuan penelitian
a. Mengetahui dan memahami pola hubungan Bank Muamalat Indonesia dengan BMT Shar-E dalam penyaluran pembiayaan mikro
b. Mengetahui dan menganalisis manfaat penerapan kemitraan ini terhadap LKMS BMT Shar-E
2. Manfaat/Kegunaan Penelitian a. Bagi Penulis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan, pemahaman dan pengalaman aplikatif penulis tentang pola hubungan kemitraan perbankan syariah dengan lembaga keuangan mikro syariah terutama Bank Muamalat Indonesia dengan BMT Shar-E dalam penyaluran pembiayaan mikro kepada UMKM.
b. Bagi Perusahaan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi saran masukan yang positif dan bermanfaat dalam mengembangkan pola hubungan linkage program Bank Muamalat Indonesia dengan BMT Shar-E ke arah yang lebih baik. Dengan hal tersebut diharapkan BMT Shar-E dapat memberikan kemanfaatan optimal yang lebih baik bagi UMKM.
(22)
12 c. Bagi Akademisi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah literatur ilmu pengetahuan ekonomi Islam yang informatif sebagai referensi dan bahan bacaan yang berkaitan tentang masalah tersebut.
D. METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah kualitatif, karena sifat penelitiannya adalah deskriptif yang menjelaskan data-data yang diperoleh apa adanya secara sistematis.
Teknik penelitian yang dilakukan yaitu dengan cara penelitian kepustakaan (library research), yakni penulis mengkaji dan memahami secara lebih mendalam literatur tertulis yang ada serta berkaitan dengan masalah yang penulis teliti baik berupa dokumen dan data yang diperoleh dari objek penelitian, buku, catatan, jurnal, artikel, maupun laporan hasil penelitian terdahulu. Tujuan dilakukan penelitian kepustakaan ini adalah sebagai referensi, sumber informasi serta kekayaan literatur yang dapat membantu penulis dalam melakukan penelitian.
Selain itu, dilakukan pula teknik penelitian lapangan (field research), dimana penulis melakukan penelitian secara langsung ke objek penelitian yakni pada Bank Muamalat Indonesia dan LKMS BMT Shar-E .
(23)
13 2. Sumber Data
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan dua jenis data, yaitu : a. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen-dokumen, literatur-literatur kepustakaan seperti buku-buku serta sumber data-data lainnya yang berkaitan dengan materi penulisan skripsi.
b. Data primer
Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari hasil pertanyaan, diskusi dan wawancara yang berkaitan dengan masalah yang diteliti pada Bank Muamalat Indonesia dan LKMS BMT Shar-E.
3. Teknik Pengumpulan Data
Sesuai dengan permasalahan yang diteliti, maka dalam pengumpulan data skripsi ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
a. Dokumentasi yaitu mengumpulkan data berdasarkan laporan yang diterima dari perusahaan yang diteliti dan laporan lainnya yang berkaitan dengan masalah penelitian ini.
b. Wawancara (Interview), yaitu dengan melakukan wawancara terhadap pihak-pihak yang terkait dalam penelitian, yaitu kepada :
Manager LKMS Bank Muamalat Indonesia dan Manager BMT Shar-E beserta pegawainya yang dianggap perlu bagi penulis untuk mendukung dan melengkapi data serta informasi yang dibutuhkan terkait materi skripsi ini.
(24)
14
c. Observasi/Pengamatan Objek yaitu metode pengumpulan data dengan cara peneliti mengamati secara langsung objek penelitian yang diteliti (Bank Muamalat Indonesia dan BMT Shar-E). Kemudian setiap gejala yang bisa memberikan informasi dari pengamatan tersebut dicatat sesuai dengan yang disaksikan selama penelitian.
4. Teknik Analisis Data
Seluruh data yang diperoleh penulis dari wawancara terhadap Manager LKMS Bank Muamalat Indonesia yang terkait dengan materi skripsi dan Pimpinan LKMS BMT Shar-E beserta pegawai lainnya, dan dokumentasi data-data yang telah didapatkan dari LKMS BMT dan data-data-data-data lainnya, serta data-data informasi yang diperoleh dari hasil observasi/pengamatan kemudian diolah dengan pendekatan deskriptif analisis.
Pendekatan deskriptif analisis yaitu data penelitian yang berupa kata-kata, dan uraian kalimat baik; wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi. Setelah itu data dikumpulkan, diolah, dan dijelaskan sesuai apa adanya.
Data-data yang telah terkumpul diperiksa kembali (editing) mengenai kelengkapan jawaban yang diterima, kejelasannya, konsistensi jawaban serta kebenaran dan relevansi dari informasi dan data yang diperoleh.
Kemudian dilakukan analisis terhadap semua data yang ada untuk menarik suatu kesimpulan terkait penelitian yang dilakukan. Dalam hal ini yang penulis analisis adalah pola hubungan Bank Muamalat Indonesia dengan LKMS BMT
(25)
15
Shar-E. Dan menganalisis manfaat positif kemitraan yang dilakukan BMI terhadap LKMS BMT Shar-E.
5. Teknik Penulisan
Teknik penulisan ini merujuk pada pedoman penulisan skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2007.
E. REVIEW STUDI TERDAHULU
Adapun review studi terdahulu yang digunakan dari penulisan ini adalah:
N0 Judul Skripsi Pembahasan dan kesimpulan
1. Skripsi pada tahun 2009 atas nama Jubaedah dengan judul “Peran Strategis Linkage Program Bank Syariah terhadap
Penguatan Lembaga
Keuangan Mikro Syariah”
(Studi Pada Bank
Muamalat Indonesia).
Skripsi tersebut membahas tentang implementasi linkage program yang dilakukan oleh BMI terhadap BPRS, mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi BMI dalam pelaksanaan linkage program, serta strategi BMI dalam menyelesaikan permasalahan yang muncul dalam linkage program kepada BPRS.
Hasil Penelitian : BMI melakukan kerjasama dengan 43 BPRS. Hubungan BMI dengan BPRS tersebut mulai dari hanya menempatkan dana dalam bentuk deposito hingga ikut dalam
(26)
16
penyertaan modal. Pola kerjasama linkage BMI dengan BPRS umumnya dilakukan dalam bentuk
executing dimana keputusan pembiayaan ada di tangan BPRS. Namun BMI berhak mengecek calon nasabah.
Dalam hal ini juga dijelaskan peluang, tantangan, kekuatan dan kelemahan dari program linkage yang dilakukan Bank Muamalat.
2. Skripsi pada tahun 2009 atas nama A. Fauzan dengan judul “Alokasi
Penyaluran Dana
Pembiayaan pada UKM
oleh Bank Rakyat
Indonesia (BRI) Syariah
Cabang Tangerang”
Kebijakan Bank berkenaan dengan alokasi dana pembiayaan pada UKM yang dilakukan oleh BRI Syariah cabang Tangerang yakni dalam bentuk, A. Penggunaan dana PKBL (Pembiayaan Kemitraan dan Bina Lingkungan) B. Linkage program
dengan lembaga keuangan mikro, yakni perluasan pembiayaan syariah melalui pola kemitraan dengan lembaga terkait misalnya lembaga keuangan mikro seperti BPRS, BMT, Koperasi. Pola yang dilakukan yakni executing, channeling,
joint financing. C. Asset Buy yakni pembelian asset bank berupa pembiayaan oleh bank lain, transaksi ini disebabkan bank kelebihan likuiditas
(27)
17
atau karena sebuah kebijakan tertentu untuk menyalurkan dananya. D. Model penjaminan cash collateral
3 Penelitian lembaga yang dilakukan oleh lembaga
penelitian (LP3I)
Universitas Padjajaran (2007) yang berjudul
Dampak Pelaksanaan
Linkage Program terhadap Peningkatan Penyaluran Kredit Perbankan kepada Usaha Mikro dan Kecil (UMK) dan terhadap peningkatan kinerja BPR.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola dan pelaksanaan linkage program serta menganalisis dampak pelaksanaan linkage program terhadap penyaluran kredit perbankan kepada UMK dan peningkatan kinerja BPR.
Hasil penelitian terlihat bahwa kebijakan kerjasama linkage belum berdampak pada perbaikan kinerja BPR. Efek kerjasama hanya signifikan terhadap peningkatan portofolio penyaluran kredit BPR. Efek terhadap kinerja BPR tampaknya belum dapat dibuktikan, karena jumlah pinjaman linkage yang masih relatife kecil sehingga efeknya memerlukan kurun waktu tertentu.21
21
Jubaedah, Skripsi berjudul “Peran Strategis Linkage Program Bank Syariah terhadap
Penguatan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (Studi Pada Bank Muamalat Indonesia)”, (Skripsi S1
(28)
18
Perbedaan dengan judul skripsi yang penulis teliti yaitu skripsi pertama diatas membahas tentang implementasi linkage program Bank Muamalat dengan beberapa pola linkage yang dilakukan baik pola executing, channeling, dan joint financing. Serta kelebihan dan kekurangan dari berbagai bentuk pola tersebut. Kemudian skripsi kedua membahas kebijakan BRI Syariah berkenaan dengan alokasi dana pembiayaan pada UKM dilakukakan dengan beberapa bentuk salah satunya disinggung sedikit tentang linkage program. Sedangkan penelitian yang dilakukan diataas menganalisis dampak pelaksanaan linkage program terhadap penyaluran kredit perbankan kepada UMK dan peningkatan kinerja BPR. Model Panel Logit digunakan untuk menguji apakah benar linkage program menguntungkan bagi bank umum dan BPR.
Perbedaannya dengan skripsi penulis yakni dalam skripsi ini, penulis membahas pola luas linkage bank syariah dengan LKMS BMT, yakni pola hubungan
linkage Bank Muamalat Indonesia dengan LKMS BMT yang bernama BMT Shar-E. Serta implikasi penerapan pola hubungan linkage program ini terhadap LKMS BMT. Dalam skripsi ini penulis mendeskripsikan pola hubungan kemitraan yang terjadi dari 2 sisi, yakni BMI dan LKMS BMT Shar-E sehingga hasil penelitian yang dilakukan diharapkan memberikan kondisi gambaran yang menyeluruh dari implementasi pola hubungan tersebut.
(29)
19 F. SISTEMATIKA PENULISAN
Penulis dalam penyusunan skripsi ini membagi sistematika penulisan kedalam 5 bab dan setiap bab terdiri dari sub bab dengan sistematika pembahasan sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Berisi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan kegunaan/manfaat penelitian, metode penelitian, review studi terdahulu dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN TEORI
Membahas mengenai konsep kerjasama pembiayaan dalam Islam, (meliputi : Pengertian, Manfaat, dan Pola pembiayaan dalam Islam), Konsep penyaluran pembiayaan melalui linkage program, meliputi : (Pengertian linkage program, Bentuk linkage program, dan Ketentuan
linkage program)
BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN
Membahas mengenai sejarah Bank Muamalat Indonesia dan LKMS BMT , Visi Misi Tujuan Bank Muamalat Indonesia dan LKMS BMT, Struktur Organisasi Bank Muamalat Indonesia dan BMT Shar-E, Produk-produk serta jasa Bank Muamalat Indonesia dan LKMS BMT
(30)
20
Shar-E, Mekanisme pola hubungan Bank Muamalat Indonesia dengan LKMS BMT Shar-E dalam penyaluran pembiayaan mikro
BAB IV HASIL PENELITIAN
Membahas analisis pola hubungan Bank Muamalat Indonesia dengan LKMS BMT Shar-E dalam kerjasama penyaluran pembiayaan mikro, pengaruh penerapan linkage program BMI terhadap LKMS BMT Shar-E
BAB V PENUTUP
(31)
21
BAB II
KONSEP KERJASAMA PEMBIAYAAN DALAM ISLAM A. Konsep Kerjasama Pembiayaan dalam Islam
1. Pengertian
Untuk mendefinisikan pengertian kerjasama pembiayaan dalam Islam secara tepat, maka terlebih dahulu kita harus mengetahui definisi dari masing-masing kata pembentuknya, yakni definisi kerjasama, pembiayaan, dan Islam.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan Nasional edisi ketiga tahun 2005 yang dimaksud kerjasama adalah kegiatan atau usaha yang dilakukan oleh beberapa orang (lembaga, pemerintah, dan sebagainya) untuk mencapai tujuan bersama.22
Pembiayaan atau financing adalah pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga.23
Sedangkan definisi Islam menurut Prof. Dr. KH. Didin Hafidudin adalah kepatuhan terhadap kehendak dan ketentuan Allah SWT serta taat kepada hukum dan aturannya.24
Jadi dari ketiga definisi masing-masing kata pembentuknya, maka dapat dipahami bahwa kerjasama pembiayaan Islam adalah kegiatan atau usaha yang
22
Kamus Besar Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan Nasional Edisi Ketiga Tahun 2005
23
Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, (Yogyakarta : Akademi Manajemen
Perusahaan YKPN, 2005), hal. 17.
24
M. Nadratuzzaman Hosen dkk, Dasar-dasar Ekonomi Islam, (Jakarta : PKES Publising,
(32)
22
dilakukan oleh beberapa orang, lembaga, pemerintah dan sebagainya terkait pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak tersebut kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan demi mencapai tujuan bersama berdasarkan ketentuan dan aturan syariah yang ditetapkan oleh Allah SWT.
Dalam pelaksanaan kerjasama pembiayaan dalam Islam, maka harus memenuhi beberapa aspek berikut, yakni :25
1. Aspek syar’i
Bahwa dalam setiap realisasi kerjasama pembiayaan kepada pihak lain harus tetap berpedoman pada syariat Islam antara lain tidak mengandung unsur maisir, gharar, tadlis dan riba serta bidang usaha yang dilakukan harus halal.
2. Aspek ekonomi
Bahwa dalam setiap realisasi kerjasama pembiayaan kepada pihak lain, disamping mempertimbangkan hal-hal syariah, kerjasama pembiayaan juga harus tetap mempertimbangkan perolehan keuntungan baik bagi pemberi pembiayaan maupun bagi penerima pembiayaan.
3. Aspek sosial
Bahwa dalam setiap realisasi kerjasama pembiayaan juga harus mempertimbangkan dan memenuhi aspek sosial bagi pihak lain, antara lain tolong menolong, kemanfaatan, kesejahteraan, kemaslahatan serta membantu pemenuhan jaminan sosial.
25
(33)
23
Konsep kerjasama pembiayaan dalam Islam haruslah berdasarkan hal-hal yang diperbolehkan dalam syariah dan dilaksanakan dengan mengandung prinsip keadilan, kesejajaran, kejujuran, amanah, tanggung jawab, keterbukaan, kemanfaatan dan tolong menolong diantara para pihak yang bekerjasama.
2. Manfaat Kerjasama Pembiayaan Islam
Secara umum manfaat kerjasama pembiayaan Islam dapat dibedakan menjadi 2 kelompok, yakni manfaat pembiayaan untuk tingkat makro dan manfaat pembiayaan untuk tingkat mikro.
Secara makro kerjasama pembiayaan mempunyai manfaat, yakni :26 1. Peningkatan ekonomi umat
2. Tersedianya dana bagi peningkatan usaha 3. Meningkatkan produktifitas
4. Membuka lapangan kerja baru 5. Terjadinya distribusi pendapatan
Adapun secara mikro, kerjasama pembiayaan memiliki manfaat, yakni :27 1. Upaya memaksimalkan laba
1. Upaya meminimalisir risiko 2. Pendayagunaan sumber ekonomi 3. Penyaluran kelebihan dana
26
Ibid., hal. 17-18.
27
(34)
24
3. Pola Kerjasama Pembiayaan Usaha dalam Islam Kerjasama pembiayaan usaha dalam Islam ada 2, yakni :
a. Pembiayaan Musyarakah 1). Pengertian
Secara etimologi, asy-syirkah berarti al-ikhtilath (percampuran), yakni bercampurnya satu harta dengan harta yang lain sehingga tidak bisa dibedakan antara keduanya.28
Secara terminologi ada beberapa definisi syirkah yang dikemukakan oleh para ulama fiqh, diantaranya :29Menurut ulama Malikiyah, as-syirkah
adalah suatu keizinan untuk bertindak secara hukum bagi dua orang yang bekerjasama terhadap harta mereka. Menurut ulama Syafi’iyah dan Hanabilah, as-syirkah adalah hak bertindak hukum bagi dua orang atau lebih pada sesuatu yang mereka sepakati. Menurut ulama Hanafiyah, as-syirkah
adalah akad yang dilakukan oleh orang-orang yang bekerjasama dalam modal dan keuntungan.
Berdasarkan definisi syirkah yang dikemukakan diatas, maka dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan syirkah adalah ikatan kerjasama yang dilakukan antara dua orang atau lebih dalam berusaha, yang keuntungan dan kerugiannya ditanggung bersama.
28
Wahbah Zuhaili, Fiqhul Islam Wa Adillatuha, (Damaskus : Dar Al-Fikr, 2004)
29
(35)
25
Pembiayaan musyarakah adalah penyediaan atau penanaman dana dari dua atau lebih pemilik dana dan atau barang untuk menjalankan usaha tertentu sesuai syariah dengan pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang disepakati sedangkan pembagian kerugian berdasarkan proporsi modal masing-masing.30
2). Dasar Hukum Syirkah
Akad asy-syirkah dibolehkan, menurut ulama fiqh berdasarkan kepada firman Allah dalam surat an-Nisa 4 :12 yang berbunyi :
…
Artinya : .... tetapi jika Saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun”.
30
Bank Indonesia, Kodifikasi Produk Perbankan Syariah, (Jakarta : Direktorat Perbankan
(36)
26
Dalam surat Shaad, 38 : 24, yang berbunyi :
...
Artinya : ... dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan amat sedikitlah mereka ini". dan Daud mengetahui bahwa kami mengujinya; Maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat”.
Disamping ayat-ayat diatas, dijumpai pula sabda Rasulullah yang membolehkan akad asy-syirkah. Dalam sebuah hadist qudsi Rasulullah SAW mengatakan :
ع
اق ْع ها يضر رْير يبا ْ
:
ها ْ سر اق
اق مَس ْي ع ها َ ص
:
ها
حاص ا حأ ْ ي ْم ام ْي يرَّ ا ث اث ا أ ى اعت
,
اخ ا إف
حاص
ْ م تْجرخ
ا ْيب
(
ا با ا ر
مكاح ا
)
Artinya; “Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. Beliau berkata bahwasanya Rasulullah saw. bersabda Allah berfirman: Aku pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah satu dari keduannya tidak mengkhianati temannya, maka apabila dia mengkhianati temannya maka Aku keluar dari antara mereka berdua”.(HR. Abu Daud dan Hakim)
31
Abi Daud Sulaiman As-Sajastani, Sunan Abu Daud, (Beirut : Darul Fikr, 1994) jilid 3,
(37)
27
Dalam musyarakah/syirkah dapat ditemukan aplikasi ajaran Islam
tentang ta’awun (gotong royong), ukhuwah (persaudaraan) dan keadilan. Keadilan sangat terasa ketika penentuan nisbah untuk pembagian keuntungan yang bisa saja berbeda dari porsi modal karena disesuaikan oleh faktor lain selain modal misalnya keahlian, pengalaman, ketersediaan waktu dan sebagainya. Selain itu, keuntungan yang dibagikan kepada pemilik modal merupakan keuntungan riil, bukan merupakan nominal yang telah ditetapkan sebelumnya seperti bunga/riba. Prinsip keadilan juga terasa ketika orang yang punya modal lebih besar akan menaggung resiko
financial yang juga lebih besar.32
Dimensi keadilan yang terwujud dalam syirkah selaras dengan tuntutan untuk berlaku adil yang terdapat dalam surat QS. Al-Maidah (5) ayat 8 yang berbunyi 33 :
Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) Karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. berlaku adillah, Karena
32
Sri Nurhayati dan Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta : Salemba Empat,
2008), hal. 135.
33
Euis Amalia, Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam: Penguatan Peran LKM dan
(38)
28
adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah,
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Maidah (5) ayat 8)
3). Bentuk-Bentuk Syirkah :34
Syirkah secara umum terbagi dalam tiga bentuk, yaitu :
A. Syirkah ibahah, yaitu persekuatuan hak semua orang untuk dibolehkan menikmati manfaat sesuatu yang belum ada di bawah kekuasaan seseorang.
B. Syirkah amlak (perserikatan dalam pemilikan)35, adalah dua orang atau lebih yang memiliki harta bersama tanpa melalui atau didahului oleh akad syirkah. Secara garis besar syirkah dalam katagori ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu :
1. Syirkatu Al-Milk yaitu hak milik. Dalam kitab perundang-undangan biasa disebut syarikah ijbariyah (paksaan).36 Syarikah ijbariyah
adalah sesuatu yang ditetapkan menjadi milik dua orang atau lebih tanpa kehendak. Artinya perserikatan tersebut terjadi secara terpaksa bukan atas keinginan orang yang berserikat. Contohnya menerima warisan dari orang yang meninggal dunia.37
34
Gemala Dewi dkk, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, (Jakarta : Prenada Media
Kencana, 2005), hal. 118-119.
35
Sofiniyah Ghufron (Penyunting), Cara Mudah Memahami Akad-Akad Syariah, (Jakarta :
Renaisan, 2005), hal. 44.
36
Wahbah Zuhaili, Fiqhul Islam Wa Adillatuha (Damaskus : Dar Al-Fikr, 2004), hal. 3877.
37
(39)
29
2. Transaksi, dalam kitab perundang-undangan biasa disebut dengan
syarikah ikhtiyariyah (pilihan).38Syarikah ikhtiyariyah adalah perserikatan yang muncul akibat tindakan hukum orang yang berserikat, seperti dua orang yang bersepakat membeli suatu barang, atau mereka menerima hibah, wasiat atau wakaf dari orang lain. Dimana mereka menerima pemberian hibah, waqaf ataupun wasiat tersebut dan menjadi milik mereka secara berserikat.39
C. Syirkah akad, yaitu persekutuan antara dua orang atau lebih yang timbul dengan adanya perjanjian.
Syirkah akad terbagi tiga, yaitu :
1. Syirkah Amwal, yaitu persekutuan antara dua orang atau lebih dalam modal/harta. Syirkah Amwal terbagi menjadi dua yaitu :
a. Syirkah al‟Inan, adalah kontrak antara dua orang atau lebih. Setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja. Kedua belah pihak berbagi keuntungan dan kerugian sebagaimana yang disepakati diantara mereka. Namun porsi masing-masing pihak, baik dalam dana maupun
38
Wahbah Zuhaili, Fiqhul Islam Wa Adillatuha, hal. 3877.
39
(40)
30
kerja atau bagi hasil, berbeda sesuai dengan kesepakatan mereka.40
b. Syirkah al-Mufawadhah adalah persekutuan antara dua orang atau lebih dalam modal dan keuntungannya, dengan syarat besar modal masing-masing yang disertakan harus sama, hak melakukan tindakan hukum terhadap harta syirkah harus sama dan setiap anggota adalah penanggung dan wakil dari anggota lainnya.
2. Syirkah ‟Amal/abdan (persekutuan kerja/fisik), yaitu perjanjian persekutuan antara dua orang atau lebih untuk menerima pekerjaan dari pihak ketiga yang akan dikerjakan bersama dengan ketentuan upah dibagi diantara para anggotanya sesuai dengan kesepakatan mereka.
3. Syirkah Wujuh, yaitu persekutuan antara dua orang atau lebih dengan modal harta dari pihak luar untuk mengelola modal bersama-sama tersebut dengan membagi keuntungan sesuai dengan kesepakatan. Syirkah ini berdasarkan kepercayaan yang bersifat kredibilitas.41
40
Ibid., hal. 45.
41
(41)
31
4). Penetapan Nisbah dalam Akad Musyarakah
Penetapan nisbah dalam akad musyarakah dapat ditentukan melalui 2 cara, yaitu 42:
A. Pembagian keuntungan proporsional sesuai modal
Keuntungan harus dibagi diantara para mitra secara proporsional sesuai modal yang disetor tanpa memandang apakah jumlah pekerjaan yang dilaksanakan oleh para mitra sama atau tidak. Ini adalah pandangan mazhab Maliki dan Syafi’i. Menurut mereka keuntungan adalah hasil modal. Karenanya, pembagian keuntungan itu harus proposional.43
B. Pembagian keuntungan tidak proporsional dengan modal
Dengan cara ini, penentuan nisbah yang dipertimbangkan bukan hanya didasarkan atas modal yang disetorkan, tetapi juga didasarkan atas tanggung jawab, pengalaman, kompetensi, atau waktu kerja yang lebih panjang.
Mahzab Hanafi dan Mazhab Hanabilah menyetujui pembagian keuntungan yang tidak proposional terhadap modal bila para mitra membuat syarat-syarat tertentu dalam kontrak. Argumen ini didasarkan pada pandangan bahwa keuntungan adalah bukan hasil modal saja, melainkan hasil interaksi antara modal dan kerja. Bila
42
Ibid., hal. 141.
43
(42)
32
salah satu mitra lebih berpengalaman, ahli dan teliti dari yang lain, dibolehkan baginya untuk mensyaratkan bagi dirinya sendiri suatu bagian tambahan dari keuntungan sebagai pengganti dari sumbangan kerja yang lebih banyak.44
Ibnu Qudamah mengatakan : ” pilihan dalam keuntungan
dibolehkan dengan adanya kerja, karena seseorang dari mereka mungkin lebih ahli dalam bisnis dari yang lain dan ia mungkin lebih kuat ketimbang yang lainnya dalam melaksanakan pekerjaan. Karenanya ia diizinkan untuk menuntut lebih bagian keuntungannya.45
5). Pembagian Kerugian
Sedangkan tentang pembagian kerugian para ulama sepakat bahwa kerugian harus dibagi diantara para mitra secara proposional terhadap saham masing-masing dalam modal. Mereka mendukung pendapat ini dengan perkataan Ali bin Abi Thalib ra :”Keuntungan harus sesuai dengan yang mereka tentukan, sedangkan kerugian harus proposional dengan modal
mereka”46
44
Ibid., hal. 53.
45
Sri Nurhayati dan Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, hal. 141
46
(43)
33 b. Pembiayaan Mudharabah
1). Pengertian Mudharabah
Mudharabah berasal dari kata al-dharb yang berarti secara bahasa adalah bepergian atau berjalan. Selain al-dharb, disebut juga qiradh yang berasal dari al-qardhu yang berarti al-qath‟u (potongan), karena pemilik memotong sebagian hartanya untuk diperdagangkan dan memperoleh sebagian keuntungannya.47
Jadi menurut bahasa, mudharabah atau qiradh berarti al-qath‟u
(potongan), berjalan dan atau berpergian.
Sedangkan menurut istilah, mudharabah atau qiradh yang dikemukakan oleh para ulama sebagai berikut:48
Menurut para Fuqaha, mudharabah adalah akad antara dua pihak (orang) saling menanggung, salah satu pihak menyerahkan hartanya kepada pihak lain untuk diperdagangkan dengan bagian yang telah ditentukan dari keuntungan, seperti setengah atau sepertiga dengan syarat-syarat yang telah ditentukan.
Menurut ulama Hanafiyah, mudharabah adalah memandang tujuan dua pihak yang berakad dan berserikat dalam keuntungan (laba), karena harta diserahkan kepada yang lain dan yang lain punya jasa mengelola harta tersebut.
47
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2002), hal. 135.
48
(44)
34
Menurut Malikiyah, mudharabah adalah akad perwakilan, dimana pemilik harta mengeluarkan hartanya kepada yang lain untuk diperdagangkan dengan pembayaran yang ditentukan.
Menurut Syafi’iyah, mudharabah adalah akad yang menentukan seseorang menyerahkan hartanya kepada yang lain untuk ditijarahkan.
Menurut Hanabilah, mudharabah adalah ibarat pemilik harta menyerahkan hartanya dengan ukuran tertentu kepada orang yang berdagang dengan bagian dari keuntungan yang diketahui.
Menurut Wahbah Zuhaili, mudharabah adalah pemilik modal menyerahkan hartanya kepada pekerja (amil) untuk diperdagangkan dan mereka berkongsi keuntungan dengan syarat-syarat yang telah mereka sepakati bersama. Adapun kerugian dijamin sendirian oleh pemilik modal. Dan mudharib (orang yang diberi modal) tidak menanggung atau menjamin kerugian tetapi ia rugi tenaga dan fikiran.49
Menurut Sayyid Sabiq, mudharabah adalah akad antara dua belah pihak untuk salah satu pihak mengelurkan sejumlah uang untuk diperdagangkan, dengan syarat keuntungan dibagi sesuai dengan perjanjian.50 Setelah mengetahui beberapa pengertian yang dijelaskan oleh para ulama diatas, maka dapat didefinisikan bahwa mudharabah atau qiradh adalah akad antara pemilik modal (harta) dengan pengelola modal tersebut dengan
49
Wahbah Zuhaili, Fiqhul Islam Wa Adillatuha, hal. 3875-3964.
50
(45)
35
syarat bahwa keuntungan yang diperoleh dua belah pihak dibagi sesuai dengan jumlah kesepakatan.51
Pembiayaan mudharabah adalah transaksi penanaman dana dari pemilik dana (shahibul maal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu yang sesuai syariah, dengan pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.52
2). Dasar Hukum
Alasan yang dikemukakan para ulama fiqh tentang kebolehan bentuk kerjasama mudharabah ini adalah firman Allah dalam surat al-Muzzammil, 73:20 yang berbunyi :
... ...
Artinya :”.... dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah, Maka Bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran ....”.
51
Ibid., hal. 138.
52
(46)
36 Dalam QS. Al-baqarah (2),198 :
Artinya: ” Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu Telah bertolak dari 'Arafat, berdzikirlah kepada Allah di Masy'arilharam. Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan Sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat”. (QS. Al-baqarah (2), 198)
Kemudian dalam riwayat lain Rasulullah SAW bersabda :
مَس ْي ع ها يَص ها سر ق ، ق يبا ع بي ص ْب ح اص ع
كر ا َ يف ثاث
:
تْي ْ ريعّ اب ِر ا ط اْخإ ضراق ا جا ي ا عي ا
عْي ْ ا
(
جام با ا ر
)
Artinya : “Dari Shalih bin Suhaib, Rasulullah SAW bersabda : Tiga hal yang didalamnya terdapat keberkatan : jual beli secara tangguh, muqhradhah (mudharabah) dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah bukan untuk dijual”. (HR. Ibn Majah)
53
Al-Hafizh Abi Abdullah Muhammad Ibnu Yazid Al-qazwini, Sunan Ibnu Majah, (Beirut :
(47)
37 3). Bentuk-Bentuk Mudharabah
Bentuk mudharabah ada 2 jenis, yakni :54
A. Mudharabah muthlaqah, yaitu mudharabah untuk kegiatan usaha yang cakupannya tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis sesuai permintaan pemilik dana.
B. Mudharabah muqayyadah, yaitu mudharabah untuk kegiatan usaha yang cakupannya dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis sesuai permintaan pemilik dana.
B. KONSEP PENYALURAN PEMBIAYAAN MELALUI LINKAGE
PROGRAM
1. Pengertian linkage program
Linkage program adalah kerjasama penyaluran dana dari bank umum kepada atau melalui BPR/BPRS dalam rangka pembiayaan kepada nasabah mikro dan kecil.55 Linkage tidak dikenal didalam literatur Islam, namun jika dilihat dari maknanya yaitu mengaitkan dua atau lebih pihak untuk mencapai tujuan dengan cara
sharing resource, maka linkage memiliki kedekatan dengan pengertian ukhuwah yang artinya persaudaraan sebagai lawan dari khushuwah atau permusuhan.56
54
Bank Indonesia, Kodifikasi Produk Perbankan Syariah, hal. B-1.
55
Euis Amalia, Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam: Penguatan Peran LKM dan
UKM, hal. 309.
56
(48)
38
Sebagaimana dalam surat al-Hujuraat (49) ayat 10 :
Artinya : ”Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah
terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.”
Linkage program yang dicanangkan semenjak tahun 2002 merupakan kerjasama antara bank umum dan BPR/S yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas penyaluran kredit BPR/S dan efisiensi pelaksanaan skim kredit bank umum, terutama untuk pembiayaan usaha mikro dan kecil (UMK). Dengan linkage program ini, maka pembiayaan bank umum kepada UMK diharapkan lebih optimal karena BPR/BPRS memiliki keahlian dan pengalaman dalam menangani pembiayaan UKM. Dan juga, diharapkan bisa menjadi sinergi berkesinambungan antara bank umum dan BPR/BPRS untuk menggerakkan sektor riil.57
Selain Linkage Program antara Bank Umum dengan BPR, Bank Indonesia juga telah memfasilitasi penandatanganan SP3K antara Bank Umum dengan Koperasi dan Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) sejak bulan Agustus 2007. Melalui Linkage Program, keterbatasan jaringan yang dialami oleh bank umum dalam menyalurkan kreditnya dapat diatasi. Sedangkan keterbatasan pembiayaan yang dirasakan oleh BPR/S, Koperasi, BMT dan lembaga keuangan lainnya dapat pula teratasi melalui
57
Bank Indonesia, “Lampiran Siaran Pers No.11/11/PSHM/Humas : Daftar Bank Umum
(49)
39
program ini, sehingga melalui Linkage Program dapat tercipta sinergi yang akhirnya mampu mengoptimalkan fungsi intermediasi perbankan dan mengembangkan potensi UMK. 58
Linkage program BUS dengan koperasi ini dilatarbelakangi oleh kendala yang dihadapi UMKM dalam menjalankan dan mengembangkan usaha yakni masalah permodalan baik keterbatasan kepemilikan modal maupun kesulitan dalam mengakses sumber pembiayaan yang sampai saat ini masih merupakan kendala bagi Usaha Mikro dan Kecil (UMK) dalam menjalankan dan mengembangkan usahanya.
Permasalahan lain yang dihadapi oleh UMK di bidang pembiayaan antara lain: a). Masih rendahnya kredibilitas UMK dari sudut analisis perbankan; b). Persyaratan administrasi dan prosedur pengajuan usulan pembiayaan yang rumit dan birokratis; c). Adanya persyaratan kesediaan jaminan berupa agunan yang sulit untuk dipenuhi oleh UMK; d). Informasi yang kurang merata (asimetri) tentang layanan perbankan dan lembaga keuangan yang dapat dimanfaatkan oleh UMK, serta e) keterbatasan jangkauan pelayanan dari lembaga keuangan, khususnya perbankan.59
Untuk mengatasi kendala di bidang pembiayaan tersebut, maka perlu dilakukan upaya peningkatkan dan perluasan akses kepada sumber-sumber pembiayaan, dengan mensinergikan lembaga keuangan bank termasuk bank umum peserta Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan Koperasi, melalui Linkage Program
58
Ibid.,
59
Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia. Nomor : 03/Per/M.KUKM/III/2009 Tentang : Pedoman Umum Linkage Program Antara Bank Umum Dengan Koperasi, hal. 1.
(50)
40
antara Bank Umum dengan Koperasi, khususnya Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam Koperasi (KSP/USP-Koperasi) dan Koperasi Jasa Keuangan Syariah/Unit Jasa Keuangan Syariah Koperasi (KJKS/UJKS-Koperasi), yang saling mendukung, memperkuat serta menguntungkan, baik dengan pola konvensional maupun pola syariah.60
Tujuan dari linkage program bank umum dengan koperasi ini adalah :61
1. Memperluas dan meningkatkan akses UMK terhadap fasilitas kredit/pembiayaan modal kerja dan atau investasi melalui Linkage Program antara bank umum dengan koperasi;
2. Mengembangkan kerjasama antara bank umum termasuk bank umum peserta KUR dengan koperasi;
3. Meningkatkan peran KSP/USP-Koperasi dan KJKS/UJKS-Koperasi sebagai lembaga keuangan mikro yang mampu melayani UMK dalam mendukung upaya perluasan kesempatan kerja dan pengentasan kemiskinan, terutama untuk daerah-daerah yang jauh dari layanan perbankan.
Sedangkan sasaran yang ingin dicapai dalam linkage program bank umum dengan koperasi ini yakni :62
1. Tersalurnya kredit/pembiayaan untuk modal kerja dan atau investasi dari bank umum termasuk bank umum peserta KUR kepada UMK melalui Linkage Program antara bank umum dengan koperasi;
2. Terwujudnya kerjasama antara bank umum termasuk bank umum peserta KUR dengan koperasi;
3. Terwujudnya peningkatan modal kerja dan atau investasi bagi UMK yang disalurkan melalui koperasi;
4. Terwujudnya peningkatan produktivitas koperasi, usaha mikro dan kecil anggota koperasi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraannya.
60
Ibid., hal. 1.
61
Ibid., hal. 2
62
(51)
41 2. Manfaat Linkage Program
Ada dua implikasi manfaat dalam pelaksanaan linkage program ini, yakni : a. Manfaat bagi bank umum63
Program linkage ini tidak saja memberikan manfaat bagi pengguna jasanya, tetapi juga memberikan manfaat bagi bank umum itu sendiri, yaitu:
1). Diversifikasi portofolio kredit (jenis kredit, sektor ekonomi, wilayah)
2). Profitable, karena pinjaman diberikan dengan suku bunga pasar untuk konvensional dan bagi hasil untuk bank syariah
3). Potensi pasar cukup besar dan nasabah UKM dapat naik kelas menjadi nasabah baru bank umum
4). Overhead dan handling cost relatif rendah
5). Salah satu alternatif merealisasikan bussiness plan untuk pembiayaan usaha mikro
b.Manfaat bagi BPR/BPRS, Koperasi/Koperasi Syariah dan BMT
Manfaat linkage program bagi BPR/S, Koperasi/Koperasi Syariah dan BMT diantaranya :
1). Meningkatkan kapasitas penyaluran kredit/pembiayaan BPR/BPRS, Koperasi/Koperasi Syariah dan BMT dan lembaga keuangan mikro lainnya dalam pembiayaan usaha mikro dan kecil (UMK)
2). Teratasinya keterbatasan pembiayaan yang dirasakan oleh BPR/BPRS, Koperasi/Koperasi Syariah dan BMT dan lembaga keuangan mikro lainnya64
63
Euis Amalia, Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam: Penguatan Peran LKM dan
UKM, hal. 308.
64 Bank Indonesia, “
Lampiran Siaran Pers No.11/11/PSHM/Humas : Daftar Bank Umum
(52)
42 3. Bentuk Linkage Program
Modal linkage program yang dilakukan antara bank umum dengan koperasi/ KJKS sama dengan model linkage program yang dilakukan antara BUS dengan BPRS. Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia. Nomor : 03/Per/M.KUKM/III/2009 Tentang :
Pedoman Umum Linkage Program Antara Bank Umum Dengan Koperasi, model linkage program yang dilakukan ada 3 bentuk, yakni : Executing, Channeling dan
Joint Financing
Model-Model Linkage Program BUS/UUS-Koperasi65 Executing Channeling Joint Financining BUS/UUS BUS/UUS BUS/UUS KOP/KJKS/BMT
KOP/KJKS/BMT KOP/KJKS/BMT
UMK UMK UMK
Berikut adalah penjelasan dari masing-masing pola linkage program : a. Executing
Executing adalah pembiayaan yang diberikan oleh bank umum kepada koperasi dalam rangka pinjaman/pembiayaan untuk disalurkan kepada anggota
65
Bank Indonesia, Generic Model Linkage Program, (Jakarta : Direktorat Penelitian dan
(53)
43
koperasi dimana Koperasi/KJKS/BMT memiliki kewenangan memutus pembiayaan ke UMK. Pencatatan di Bank Umum sebagai pembiayaan kepada koperasi, sedangkan pencatatan di koperasi sebagai pinjaman kepada anggota koperasi.66
Aqad yang terjadi antara BUS dengan KJKS/BMT adalah mudharabah sedangkan aqad antara KJKS/BMT dengan UMK disesuaikan dengan kebutuhan UMK. Dalam hal resiko pembiayaan, apabila kegagalan pembiayaan karena kerugian bisnis secara normal (normal business loss), maka risiko ditanggung oleh KJKS/UJKS-Koperasi.67
Bentuk executing ini relatif paling banyak dipilih oleh bank yang menyediakan dana dengan pertimbangan untuk mengurangi resiko yang disebabkan yakni adanya pembiayaan bermasalah. Mengingat resiko menjadi beban bagi bank penyalur, maka bank penyalur harus bekerja keras agar pembiayaan yang disalurkan tidak macet. Meskipun tidak selalu terjadi, namun pola executing menempatkan bank penyedia dana lebih tinggi posisi tawar menawarnya dibandingkan bank penyalur.68
66
Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia. Nomor : 03/Per/M.KUKM/III/2009 Tentang : Pedoman Umum Linkage Program Antara Bank Umum Dengan Koperasi, hal. 8.
67
Ibid., hal. 11.
68
(54)
44
Model Linkage Program antara BUS dan KJKS/BMT dengan pola Executing69
Laporan
Bank Umum Syariah Bank Indonesia
Supervisi KJKS/BMT
UMK
Perjanjian pembiayaan Bank Umum & KJKS/BMT Pembukuan pembiayaan BUS : pembiayaan ke KJKS/BMT
KOP/KJKS/BMT: Pembiayaan kepada anggota
Risiko KJKS/BMT KJKS/BMT
b. Channeling
Channeling adalah pinjaman/pembiayaan yang diberikan oleh bank umum kepada anggota koperasi melalui koperasi yang bertindak sebagai agen dan tidak mempunyai kewenangan memutus pembiayan kecuali mendapat surat kuasa dari Bank Umum. Pencatatan di Bank Umum sebagai pinjaman/pembiayan kepada anggota koperasi, sedangkan pencatatan di koperasi pada off balance sheet.70
69
Euis Amalia, Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam: Penguatan Peran LKM dan
UKM, hal. 309.
70
Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia. Nomor : 03/Per/M.KUKM/III/2009 Tentang : Pedoman Umum Linkage Program Antara Bank Umum Dengan Koperasi, Hal. 8.
(1)
136
J: Model linkage program yang dilakukan bisa dengan pola executing, channeling, maupun joint financing.
11. P : Dari semua model yang dilakukan, mana model linkage yang paling banyak dilakukan? Alasannya apa?
J : Pola yang paling sering digunakan kebanyakan dengan pola executing, alasannya pertama, analisis pembiayaannya lebih menguntungkan dibandingkan dengan pola lainnya, kedua, resiko pembiayaan yang lebi rendah karena langsung berhadapan dengan BMT sedangkan BMT berhadapan langsung dengan nasabah BMT.
12. P : Bagaimana Skema dari executing, channeling, dan joint financing yang dilakukan antara BMI dengan BMT Shar-E ?
J : Lihat dalam lampiran
13.P : Bagaimana mekanisme/prosedur pengajuan dan pemberian dana linkage BMI kepada BMT ?
J : Lihat dalam lampiran
14.P : Berapa jumlah BMT Shar-E yang ada sekarang ?
J : Per April 2010, jumlah BMT Shar-E yang existing ada 245 BMT diseluruh Indonesia. Dengan klasifikasi sangat baik ada 34 BMT, katagori cukup ada 82 BMT, katagori pembinaan lebih lanjut ada 106 BMT dan yang dalam katagori kurang ada 23 BMT.
15.P : Berapa banyak penyaluran pembiayaan yang telah dilakukan?
J : Pembiayaan yang telah dilakukan BMI kepada BMT Shar-E sampai bulan April 2010 sebesar Rp. 4,299 Miliar.
16. P : Persyaratan apa saja yang harus dipenuhi BMT untuk bisa bekerjasama dengan BMI dalam linkage program ?
J : Lihat dalam lampiran
17.P : Bagaimana kebijakan pembiayaan BMI kepada BMT Shar-E ? J : Lihat dalam lampiran
18. P : Dalam struktur kerjasama, posisi/kedudukan BMT seperti apa? Dan apa alasan BMI ikut serta dalam kepengurusan BMT Shar-E ?
(2)
137
J : Posisi kedudukan BMI dalam kepengurusan BMT Shar-E adalah sebagai Bendahara, tujuan ikut serta dalam kepengurusan adalah agar BMT Shar-E bisa lebih mudah terpantau, termonitoring oleh BMI dalam proses pemdirian dan perkembangannya.
19. P : Siapa orang yang ditunjuk oleh BMI untuk menempati posisi bendahara di BMI ?
J : Orang yang dipercaya oleh BMI, bisa merupakan personel yang selama ini sudah bekerjasama baik dengan BMI contohnya Da’I Muamalat, BMM atau internal BMI seperti account officer atau marketing yang ditunjuk
20.P : Apa perbedaan linkage program BMI- BMT Shar-E dibandingkan dengan BMT biasa ?
J : Konsep kemitraan yang terjalin antara BMI dengan BMT Shar-E ini memiliki perbedaan dengan bank-bank lainnya. Dalam melakukan penyalurkan pembiayaan mikro, bank lain melakukannya secara organik yakni membuat unit atau divisi pembiayaan mikro yang merupakan bagian dari struktur usaha bank. Cara seperti ini contohnya dilakukan oleh Bank Danamon dengan Danamon Simpan Pinjamnya (DSP), Bank Syariah Mega Indonesia dengan Mega Mitra Syariahnya dan lain-lain. Disamping itu, bank-bank lain tersebut juga menyalurkan pembiayaan mikro secara langsung kepada LKMS seperti BMT/Koperasi yang telah mandiri.
Dalam penyaluran pembiayaan mikro kepada UMKM serta menumbuh kembangkan lembaga keuangan mikro syariah di masyarakat, maka BMI melakukannya dengan konsep non-organik yakni menginisiasi pendirian BMT Shar-E dengan ikut serta didalam kepengurusan BMT Shar-E. Tak hanya itu, BMI juga mensupport fasilitas insfrastruktur operasional BMT serta berkomitmen dalam pemberian fasilitas pembiayaan linkage program kepada BMT Shar-E. Dengan kata lain, konsep pendirian BMT Shar-E ini didirikan oleh masyarakat dan untuk masyarakat secara alamiah, sedangkan BMI dalam hal ini hanya menstimulir/menginisiasi pertumbuhan BMT Shar-E.
21.P : Apa saja Kelemahan dan kendala yang dihadapi dalam linkage program dengan BMT shar-E ini?
J : Kendala yang dialami yakni : Paradigma BMT terkait kerjasama ini yang dalam pendiriannya biasanya ingin dibiayai oleh BMI. Sedangkan BMI memberikan pembiayaan jika sesuai dengan juknis/syarat-syarat yang dibuat. Sehingga kemudian ada kesan sulit bagi BMT Shar-E dalam mengajukan dan mendapatkan pembiayaan BMI.
(3)
138
Pedoman Wawancara
A. Profil Narasumber 1. Nama : Bpk Eko
2. Jabatan : Manager BMT El Muchtar
3. Alamat : Jln. KH. Muchtar Tabrani, Bekasi Utara Kerjasama BMT Shar-E dengan BMI 1. P : Apa latar belakang BMT Shar-E ini didirikan?
J : Latar belakang BMT Shar-E ini didirikan yaitu ingin membantu perekonomian masyarakat kecil, membantu menyalurkan permodalan kepada usaha kecil, kemudian profit oriented (keuntungan) bagi BMT. Selain itu, juga dilatarbelakangi oleh keinginan social.
2. P : Kenapa BMT ini bekerjasama dengan BMI? Kenapa tidak mendirikan BMT ini sendiri?
J : Ada beberapa alasan BMT Shar-E bekerjasama dengan BMI, diantaranya yakni : 1. Dari segi modal pendirian BMT akan lebih ringan karena permodalan BMT dihimpun dari berbagai pihak yakni masyarakat pendiri, PINBUK, dan BMI. 2. Dari segi legalitas badan hukum BMT lebih mudah, karena legalitas dapat diurus oleh PINBUK dengan proses yang cepat yakni dalam jangka waktu kurang lebih 3 bulan dibandingkan dengan mengurus badan hokum sendiri yang memerlukan waktu yang lebih lama. 3. Dari segi pengadaan fasilitas infrastruktur lebih mudah. 4. Komitmen BMI untuk menyalurkan pembiayaan linkage program kepada BMT Shar-E.
Kenapa tidak mendirikan BMT sendiri tetapi bekerjasama karena dengan kerjasama ini akan lebih terarah baik hak dan juga kewajibannya.
3. P : Dalam pendirian BMT, hal-hal apa saja yang disediakan oleh BMT ?dan hal-hal apa saja yang disediakan oleh BMI?
J : Yang disediakan oleh masyarakat pendiri (pihak BMT) hanyalah membentuk susunan kepengurusan dan menghimpun dana dari masyarakat untuk berpartisipasi menanamkan modal serta menentukan lokasi dan biayanya. Kemudian mencari pengelola yang siap dan tepat untuk dilatih dalam pengelolaan BMT .
Sedangkan hal-hal yang disediakan oleh BMI dan PINBUK adalah menyediakan fasilitas BMT. BMI memiliki peranan untuk menyiapkan dukungan hardware, standarisasi counter, warkat-warkat administrasi, menyelenggarakan pelatihan (akomodasi dan konsumsi), biaya pendampingan, fasilitas EDC dan PC Banking,
(4)
139
support pembiayaan BMT Shar-E, sehingga BMT Shar-E segera memiliki kinerja kantor yang layak dan memperoleh kepercayaan dari masyarakat.
PINBUK memiliki peranan untuk menggalang swadaya masyarakat pada pendirian BMT Shar-E, menyiapkan Standar Operasional Manajemen (SOM), Standar Operasional Prosedur (SOP), software aplikasi BMT online, fasilitas pelatihan untuk pengurus dan pengelola serta pendampingan (selamanya) BMT Shar-E, sehingga BMT Shar-E tumbuh dan berkembang sesuai target, dengan dukungan teknologi modern dan mencapai tingkat pelayanan yang berjangkauan luas, didukung oleh sumber daya insani yang terampil di bidang penyelenggaraan jasa keuangan mikro syariah sehingga dapat memberikan manfaat bagi masyarakat.
4. P : Apa tujuan dari kerjasama BMT-BMI?
J : Meningkatkan kesejahteraan masyarakat kecil sesuai dengan fungsi BMT dengan lebih modern dan menjalankan BMT dengan lebih syariah. Perangkat dalam mensosialisasikan ekonomi syariah dalam perekonomian masyarakat. 5. P : Dalam hal apa saja kerjasama dilakukan antara BMT dengan BMI?
J : Sejauh ini kerjasama yang dilakukan baru dalam hal permodalan yakni dalam pendirian BMT Shar-E modal BMT berasal dari masyarakat pendiri, PINBUK dan BMI. Kerjasama yang dilakukan tidak hanya sebatas pada pendirian BMT, tetapi kerjasama juga dilakukan secara berkelanjutan (continue) dalam operasional BMT kedepan seperti dalam hal pemberian pembiayaan linkage bagi permodalan BMT. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa kerjasama BMI-BMT bisa dilakukan dalam bentuk lain.
6. P : Pola hubungan BMT dan BMI yang terjadi seperti apa ?
J : Pola hubungan yang tejadi antara BMI dengan BMT Shar-E ada 2 posisi. Pertama, dalam kerjasama usaha BMI dan BMT sebagai mitra aliansi. Kedua, dalam hal pemberian pembiayaan linkage program, BMI dalam hal ini sebagai shahibul maal (pemilik dana) dan BMT sebagai Mudharib (pengelola dana). Secara Fungsional kepengurusan, BMI menempatkan wakilnya sebagai bendahara BMT Shar-E, PINBUK menempatkan wakilnya sebagai sekretaris dan masyarakat pendiri menenpatkan wakilnya sebagai ketua BMT Shar-E.
7. P ; Bagaimanakah Fungsi dan kewenangan masing-masing pihak dalam kerjasama ini?
J : Fungsi dan kewenangan masing-masing pihak dalam kepengurusan BMT sesuai dengan job description jabatan dari masing-masing pihak.
(5)
140
8. P : Bagaimanakan Kebijakan BMT dalam penguatan dan pengembangan kerjasama antara BMT dengan BMI seperti apa?
J : Penguatan dan pengembangan kerjasama antara BMI dengan BMT Shar-E dilakukan dengan adanya pertemuan/ agenda penguatan solidalitas, baik dalam bentuk pertemuan arahan maupun kajian. Bagi sesama BMT Shar-E penguatan dan pengembangan juga dilakukan dengan membentuk BMT link, yakni pertemuan antar BMT-BMT Shar-E yang berada dalam pendampingan PINBUK (pertemuan pihak PINBUK dengan pengurus-pengurus BMT)
Linkage Program BMT-BMI
1. P : Dalam linkage program antara BMT-BMI, bahwa BMT hanya menyalurkan linkage program dari Bank Muamalat. Apa alasannya? Dan seperti apa pendapat BMT mengenai hal tersebut?
J : Alasannya sudah merupakan ketentuan dan tertuang dalam MOU perjanjian antara BMI dengan BMT Shar-E. pendapat kami, tidak masalah.
2. P : Persyaratan apa saja yang harus dipenuhi BMT dalam linkage program?
J : 1. Data-data keuangan neraca, laba rugi yakni dalam keadaan sehat (tidak rugi). NPF kurang lebih 4 % diatas itu dalam BMT berkatagori bermasalah. 2. Profil BMT Shar-E, 3. Data-data anggota yang dibiayai, 4. Legalitas BMT seperti NPWP, SIUP, TDP.
3. P : Pola linkage program apa saja yang digunakan? Akad apa saja yang digunakan kepada nasabah linkage?
J : Bisa Executing, channeling, atau joint financing. Akad yang digunakan antara BMI dengan BMT Shar-E adalah mudharabah. Sedangkan BMT Shar-E kepada nasabah disesuaikan dengan kebutuhan.
4. P : Berapa besarnya dana linkage yang diperoleh dari BMI untuk BMT ini? Dan berapa banyak dana linkage yang telah disalurkan? Dana tersebut digunakan untuk apa saja?
J : Dana linkage yang diperoleh oleh BMT El Muchtar ini yakni sebesar 250 juta selama 3 tahun. Pemberian pembiayaan dilakukan dalam 2 tahap periode yaitu pada bulan Mei sebesar Rp. 140 juta dan bulan Juni 2010 sebesar Rp. 110 juta. Dari dana yang diperoleh tersebut semua digunakan untuk pembiayaan modal
(6)
141
kerja dan konsumtif kepada nasabah BMT dengan akad murabahah dan ijarah (multijasa). Nisbah bagi hasil dari pembiayaan linkage program ini adalah 60,66% BMI sedangkan 39,34% BMT. Angsuran dibayar setiap bulan dengan sisitem angsuran bertahap yakni pembayaran angsuran besar diawal kemudian mangalami penurunan. Dalam pembiayaan linkage ini, BMT diharuskan mengirimkan laporan setiap bulannya kepada BMI. Apabila BMT dinilai baik dan bagus oleh BMI maka belum selesai masa pembiayaan BMT dapat mengajukan pembiayaan kembali dengan catatan kondisi keuangan baik dan memiliki kolektivitas lancar.
5. P : Tanggapan BMT terhadap adanya kerjasama linkage program ini seperti apa?
J : Bagus, karena hal ini bias menjadi pengauatan modal bagi BMT. Dan juga dalam akses memperoleh pembiayaan ini mudah karena sudah ada komitmen diawal perjanjian. Jika BMT lainnya akses untuk memperoleh pembiayaannya tidak mudah, karena tidak ada penjaminnya (tidak adanya unsur bank didalam kepengurusan seperti halnya BMT Shar-E sehingga kepercayaan bank kurang). 6. P : Pengaruh dari kerjasama antara BMT dengan BMI bagi penguatan dan
pengembangan BMT seperti apa?
J : Keuangan : menjadi accountable dan dapat dipertanggungjawabkan, Manajemen: tersusun rapi, karena mengharuskan adanya laporan kepada BMI setiap bulan, SDM : diupgrade pengetahuan dan skill nya serta adanya pendampingan dalam operasional awal BMT, Insfrastruktur : menjadi lebih modern dan memadai.
7. P : Apa saja permasalahan yang dihadapi BMT dalam mengajukan pembiayaan kepada BMI?
J : Kendalan intern BMT sendiri yakni belum memiliki legalitas badan hokum dan juga kondisi keuangan BMT yang kurang baik. Dari pihak BMI sendiri pemberian pembiayaan kepada BMT terkadang tidak cepat (lama) karena harus melalui prosedur yang telah ditetapkan.