Kajian waktu panen dan pemupukan fosfor terhadap pertumbuhan dan produksi asiatikosida tanaman pegagan (Centella asiatica L Urban) di Dataran Tinggi

KAJIAN WAKTU PANEN DAN PEMUPUKAN FOSFOR
TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI
ASIATIKOSIDA TANAMAN
PEGAGAN (Centella asiatica L. Urban) DI DATARAN TINGGI

SUTARDI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

THE STUDY OF HARVESTING TIME AND PHOSPHORUS
FERTILIZATION TO THE GROWTH AND PRODUCTION
OF Centella asiatica L. Urban ASIATICOSIDE IN HIGH
ALTITUDE
ABSTRACT
Centella asiatica L. Urban is easily found in Indonesia and it has many
uses in traditional medicine (jamu). In assuring people consuming herbal
products of high standard and reliable yield and quality, a standardization process
was performed on an Indonesia herb namely pegagan Centella asiatica L. Urban

from Boyolali region accession on asiaticoside contents as it bioactive constituent.
This experiment was carried out at Gunung Putri experimental station, Cipanas
and Research Insitute for Spices Medicinal Crops and Aromatical Cimanggu,
Bogor Indonesia from June until December 2007. The research were aimed to
inverstigate P2O5 influence to the SPAD Clorophyll number (leaf greenness),
growth and production of Centella asiatica L. Urban asiaticoside. This experiment
was splitted into two successive experiments . The First experiment using single
factor with randomized complete block design with P2O5 fertilization 0, 36, 72
and 108 kg P2O5/ha, with three replications. The Second experiment using split
plot design. The main factor was harvesting time of 2 months-old (8 WAP) and 4
months-old (16 WAP/week after planting), while the subplot was fertilizing 0,
36, 72 and 108 kg P2O5/ha, with three replications. Asiaticoside contents were
determined by HPLC (High Performance Liquid Chromatography). The results
showed that P2O5 influencied insignificant affect on all growth components, but
significantly influenced SPAD chlorophyll number. The highest old and young
leaf SPAD chlorophyll number was found at 36 P2O5/ha (26.32 – 40.98 unit) and
42.75 unit. Harvesting time and P2O5 significantly influenced wet weight and dry
biomass production. An interaction between harvesting time 4 months-old and
P2O5 significantly to wet weight biomass and the dry weight and also followed by
production of asiaticoside. The highest wet weight and dry biomass was found at

108 kg P2O5/ha were 694.01 and 185.10 g, the highest asiaticoside content were
1.50 %.
Keyword : Harvesting Time, Phosphate, asiaticoside, Centella asiatica L. Urban

RINGKASAN
SUTARDI. Kajian Waktu Panen dan Pemupukan Fosfor Terhadap Pertumbuhan
dan Produksi Asiatikosida Tanaman Pegagan (Centella asiatica L. Urban) di
Dataran Tinggi. Dibimbing oleh MUNIF GHULAMAHDI DAN SANDRA
ARIFIN AZIZ.
Tanaman pegagan (Centella asiatica L. Urban) merupakan tanaman liar
yang banyak tumbuh di ladang, perkebunan, tepi jalan maupun di pekarangan
ditemukan di daerah dataran rendah sampai dengan dataran dengan ketinggian
2.500 meter dpl. Pegagan belum banyak dibudidayakan untuk mendapatkan
sentuhan teknologi, sehingga diperlukan perbaikan sistem budidaya yang baik dan
benar. Manfaat tanaman pegagan adalah sebagai obat kulit, memperbaiki
gangguan syaraf dan peredaran darah dan bahan simplisia. Secara empiris
pegagan mengandung senyawa asiatikosida yang banyak digunakan sebagai
bahan simplisia obat. Panen tanaman pegagan biasanya dilakukan pada umur 3
atau 4 bulan. Senyawa fosfat kaya energi dari metabolit penting untuk menjadi
perantara fosforilasi transfer energi dalam proses pertumbuhan organ tanaman

sebagai perantara penghasil metabolit sekunder. Peningkatan ketersedian P di
tanah Andisols dapat diusahakan dengan beberapa metode yaitu dengan
pemberian pupuk organik, pupuk P2O5 dan pengapuran terutama pada pH masam
akibat curah hujan tinggi di dataran tinggi. Persyaratan untuk simplisia
kandungan asiatikosidanya tidak boleh kurang dari 0.9 %. Waktu panen dan
pemupukan fosfor yang tepat, diharapkan dapat meningkatan produksi
asiatikosida menjadi sangat penting diketahui.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh respon fisiologi,
pertumbuhan dan produksi biomas, kandungan fitokimia (kualitatif) dan
asiatikosida secara kuantitatif tanaman pegagan umur waktu panen dan
pemupukan fosfor yang tepat. Percobaan menggunakan rancangan petak terpisah.
Model pengolahan data terdiri dari 1. Rancangan Acak Kelompok untuk
pengamatan pertumbuhan dan 2. Rancangan Petak Terpisah untuk pengamatan
saat panen. Data yang diperoleh dari hasil pengamatan dianalisis menggunakan
analisis ragam (uji F) pada taraf 5 %. Jika terdapat pengaruh yang nyata maka
dilanjutkan dengan melakukan uji jarak berganda Duncan (Duncan’s multiple
range test) dan pola hubungan persamaan regresi. Analisis data dilakukan dengan
bantuan program SAS versi 9.1 dan program excel 2005. Penelitian dilakukan
mulai bulan Juni sampai Desember 2007. Tempat penelitian di Kebun Percobaan
Gunung Putri Cipanas, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat kebun

milik BALITTRO Bogor, pada jenis tanah Andisols dan memiliki ketinggian
tempat 1300 meter di atas permukaan laut. Analisis tanah, jaringan dan bioaktif
dilaksanakan di laboratorium fitokimia BALITTRO Bogor. Penelitian di lapang
menggunakan Rancangan Petak Terbagi (Split Plot Design) dengan petak utama
perlakuan umur waktu panen 2 dan 4 bulan, perlakuan anak petak tingkat
pemupukan P2O5 yang terdiri atas 4 taraf yaitu 0, 36, 72 dan 108 kg P2O5/ha
diulang 3 kali.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemupukan fosfor tidak
mempengaruhi semua peubah pertumbuhan tanaman pegagan, kecuali terhadap
nilai SPDA klorofil meter pada daun tua. Total serapan P jaringan, jumlah daun

induk, panjang daun, jumlah sulur primer, panjang sulur, panjang daun dan lebar
daun, jumlah bunga induk, bobot biomas basah dan kering serta produksi
asiatikosida mempengaruhi nyata lebih tinggi dibandingkan dengan umur waktu
panen 2 bulan. Sedangkan pada pertumbuhan nilai SPAD klorofil meter daun
muda dan tua, bobot akar induk, kandungan P jaringan, diameter tangkai daun,
luas daun dan jumlah daun pertanaman dan kandungan asiatikosida waktu panen
tidak mempengaruhinya. Pemupukan P2O5 tidak berpengaruh nyata terhadap
semua komponen pertumbuhan, akan tetapi berbeda nyata terhadap nilai SPAD
klorofil meter daun muda dan tua lebih baik (42.75) terbaik dibandingkan dengan

tanpa pupuk P2O5 (34.99 - 35.65) terendah. Perlakuan pemupukan P2O5
berpengaruh nyata terhadap bobot akar induk, bobot biomas basah dan kering
serta produksi asiatikosida. Produksi bobot biomas basah dan kering serta
produksi asiatikosida tertinggi pada waktu panen 4 bulan pada dosis pupuk 108
kg P2O5/ha adalah 694.01 dan 185 g, hal yang sama perlakuan tersebut diperoleh
untuk produksi kandungan asiatikosida tertinggi mencapai 1.50 %.

ABSTRAK
SUTARDI. Kajian Waktu Panen dan Pemupukan Fosfor (P2O5) Yang Berbeda
di Tanah Andisols Dataran Tinggi Terhadap Kandungan Asiaticosida Tanaman
Pegagan (Centella asiatica L. Urban). Dibimbing oleh MUNIF GHULAMAHDI
DAN SANDRA ARIFIN AZIZ.
Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari respon fisiologi,
pertumbuhan, produksi biomas, kandungan fitokimia secara kualitatif dan
asiaticosida secara kuantitatif tanaman Pegagan (Centella asiatica L. Urban)
terhadap perlakuan waktu panen dan pemupukan P2O5 yang berbeda. Penelitian
di lapang dilakukan pada bulan Juli sampai Desember 2007 di Kebun Percobaan
BALITTRO yang terletak Gunung Putri, Desa Pacet, Kecamatan Cipanas,
Kabupaten Cianjur, Jawa Barat dan analisis tanah, jaringan dan biokatif
dilaksanakan di laborotoriom fitokimia BOLITTRO Bogor. Percobaan memakai

dua pengamatan dari 2 sampai 16 MST (minggu setelah tanam) menggunakan
rancangan acak kelompok lengkap ((randomize complete block design). Dosis
pupuk P2O5 terdiri dari empat dosis yang meliputi tanpa pupuk 0, 35, 72 dan 108
kg P2O5/ha. Percobaan diulang 3 kali digunakan untuk mengetahui respon
fisiologi dan pertumbuhan adapun alasannya bahwa sebelum waktu panen belum
dipengaruhui oleh perlakuan waktu panen. Percobaan dilanjutkan untuk
mengetahui pengaruh waktu panen dan pupuk P2O5 menggunakan rancangan
petak terbagi (split plot design). Petak utama waktu panen terdiri dari dua yaitu
2 dan 4 bulan, sedangkan anak petak yaitu 4 dosis pupuk P2O5 yang meliputi
tanpa pupuk 0, 36, 72 dan 106 kg P2O5 /ha. Percobaan diulang tiga kali untuk
mengetahui pengaruh komponen fisiologi, pertumbuhan, produksi biomas dan
kandungan fitokimia serta asiaticosida. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pemupukan P2O5 tidak berpengaruh nyata terhadap semua komponen
pertumbuhan, akan tetapi berbeda nyata terhadap nilai SPAD klorofil meter daun
muda dan tua lebih baik (42.75) terbaik dibandingkan dengan tanpa pupuk P2O5
(34.99 - 35.65) terendah. Perlakuan pemupukan P2O5 berpengaruh nyata terhadap
bobot akar induk, bobot biomas basah dan kering serta produksi asiaticosida.
Produksi bobot biomas basah dan kering serta produksi asiaticosida tertinggi pada
waktu panen 4 bulan pada dosis pupuk 108 kg P2O5/ha adalah 694.01 dan 185 g,
hal yang sama kandungan asiaticosida tertinggi mencapai 1.50 %.


© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruhnya karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik
atau tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruhnya
karya tulis dalam bentuk apapun tanpa ijin IPB.

SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan sebenarnya bahwa tesis yang berjudul
Kajian Waktu Panen dan Pemupukan Fosfor Terhadap Pertumbuhan dan
Produksi Asiatikosida Tanaman Pegagan (Centella asiatica L. Urban) di
Dataran Tinggi merupakan gagasan dan karya saya berserta komisi pembimbing
yang belum pernah dipublikasikan dalam bentuk apapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan oleh penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.


Bogor,

2008

Sutardi
A 151060291

KAJIAN WAKTU PANEN DAN PEMUPUKAN FOSFOR
TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI
ASIATIKOSIDA TANAMAN
PEGAGAN (Centella asiatica L. Urban) DI DATARAN TINGGI

SUTARDI

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Agronomi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

Judul tesis

:

Kajian Waktu Panen dan Pemupukan Fosfor Terhadap
Pertumbuhan dan Produksi Asiatikosida Tanaman
Pegagan (Centella asiatica L. Urban) di Dataran Tinggi

Nama

:

Sutardi

NIM


:

A 151 060 291

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Munif Ghulamahdi, MS

Dr. Ir. Sandra Arifin Aziz, MS

Ketua

Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Agronomi


Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr.Ir. Munif Ghulamahdi, MS

Dr. Ir. Naresworo Nugroho, M.Si

Tanggal Ujian : 4 Juni

Tanggal Lulus :

2008

Juni 2008

Penguji Luar Komisi Pembimbing : Dr.Ir. Maya Melati, MS

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dengan judul
Kajian Umur Waktu Panen dan Pemupukan Fosfor Terhadap Pertumbuhan dan
Produksi Asiatikosida Tanaman Pegagan (Centella asiatica L. Urban) di Dataran
Tinggi berhasil diselesaikan.
Dalam menyelesaikan tulisan ini, penulis banyak memperoleh bantuan dan
informasi baik secara langsung dan tidak langsung dari berbagai pihak. Oleh
karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr.Ir. Munif Ghulamahdi,
MS selaku

ketua komisi pembimbing atas bimbingan dan arahan selama

melaksanakan penelitian, Dr. Ir. Sandra Arifin Aziz, MS selaku anggota komisi
pembimbing atas dorongan moril, motivasi bimbingan yang sangat intensif,
masukan dan diskusi selama penyusunan, pelaksanaan penelitian, dan penulisan
tesis. Terima kasih penulis ucapkan pada Dr.Ir. Munif Ghulamahdi, MS selaku
Ketua Program Studi Agronomi yang telah memberikan saran-saran dan arahan
sejak penulis diterima sebagai mahasiswa sekolah pascasarjana IPB Program
Studi Agronomi hingga selesai
Terima kasih penulis ucapkan kepada Badan Litbang Pertanian dan
KKP3T yang telah berkenan memberikan kesempatan, dana dan kerjasama
sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian dengan baik. Terima kasih juga
kepada Bapak Ir. Bambang Sudaryanto, MS kepala BPTP Yogyakarta yang telah
memberikan dorongan dan pengarahan serta berkenan memberikan kesempatan
dalam melanjutkan studi S2 di IPB ini.
Penghargaan dan ungkapan terima kasih yang sedalam-dalamnya
disampaikan kepada Bapak dan Ibu Marto Dikroma, Suradiyanto, Sutarno, Nyono
serta seluruh kelurga, atas segala pengorbanan, semangat dan doanya.
Semoga Allah SWT mencatat kebaikan dari semua pihak dan memberikan
balasan serta hidayah kepada kita sekalian. Akhirnya penulis berharap semoga
karya kecil ini dapat memberikan manfaat dalam memperkaya khasanah ilmu
pengetahuan.
Bogor,

2008.
Sutardi.

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 25 Agustus 1965 di Sragen, Jawa Tengah
dari ayah yang bernama Marto Dikromo dan Ibu Daliyem. Penulis merupakan
putra keempat dari tujuh bersaudara.
Tahun 1985 penulis lulus dari SMT Pertanian Jurusan Budi Daya
Tanaman, tahun yang sama diterima bekerja sebagai Asisten Lapang di P3HTA
DAS JRATUNSELUNA di Salatiga. Penulis sambil bekerja melanjutkan Studi
pada jenjang D3 di APP Boyolali lulus tahun 1989. Tahun 1991 penulis
melanjutkan studi S1 di Universitas Islam Batik Surakarta lulus tahun 1994.
Selama kuliah penulis sebagai pegawai negeri sipil di Badan Litbang Pertanian.
Penulis selama ini sebagai peneliti di Badan Litbang Pertanian sejak tahun
1994 pada BPTP D.I. Yogyakarta. Jenjang fungsional dan pangkat golongan pada
kepegawaian pada Peneliti Madya/gol IVa di bidang Agronomi. Tahun 2006
berkesempatan melanjutkan studi di Sekolah Pascasarjana IPB program studi
Agronomi.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI……………………………………………………………….
xi
DAFTAR TABEL …………………………………………………………

xii

DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………...

xiv

DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………

xv

PENDAHULUAN…………………………………………………………

1

Latar Belakang ………………………………………………….....
Tujuan Penelitian ……………………………………………….....
Hipotesis Penelitian …………………………………………….....
TINJAUAN PUSTAKA

1
4
4

Tanaman pegagan (Centella asiatica L. Urban)…………………..
Hara Fosfor (P) dan Tanah Andisols di Dataran Tinggi…………..
Metabolit Sekunder Tanaman, Pemupukan dan Waktu Panen…....
Mekanisme Fosfor dalam Meningkatkan Kandungan Bioaktif …..
BAHAN DAN METODE

5
8
12
14

Waktu dan Tempat ………………………………………………. .
Bahan dan Alat ……………………………………………………
Metode Penelitian ………………………………………………….
Pengamatan …………………………………………………….......
Analisis Data ……………………………………………………....
HASIL DAN PEMBAHASAN

17
17
18
20
22

Kondisi Umum Percobaan ………………………………………...
Sifat Fisik dan Kimia Tanah Andisols ..……………………….......
Kajian P2O5 Terhadap Nilai SPAD Klorofil
Meter Daun dan Pertumbuhan Pegagan Umur 2 sampai 16 MST…
Nilai SPAD Klorofil Meter Daun …………………………………..
Komponen Pertumbuhan …………………………………………...
Kajian Umur Waktu Panen dan dan Pupuk P2O5 Terhadap Nilai
SPAD Klorofil Meter Daun, Pertumbuhan dan Produksi
Asiatikosida Pegagan……………………………………………….
Nilai SPAD Klorofil Meter Daun, Kandungan P Jaringan, Total
Serapan P dan Bobot Akar………………………………………….
Komponen Pertumbuhan …………………………………. ………
Komponen Produksi ……………………………………… ………
Analisis Usaha Budidaya Tanaman Pegagan ……………………...
PEMBAHASAN

23
24
26
28
30

37
38
42
47
57

Tanah Andisols dan Upaya Pengelolaannya ……………………....
Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Pegagan ……………………
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan dan Saran………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA..………………………………………………….....

60
65
66
67

LAMPIRAN......…………………………………………………………....

74

DAFTAR TABEL
Halaman
1 Jenis fitokimia, fungsi dan golongan. ……………………………….... .. 15
2 Kriteria penilaian kandungan bioaktif dengan uji fitokimia ......................

22

3 Rerata suhu udara bulanan di Desa Sukatani, Kecamatan Pacet,
Kabupaten Cianjur Tahun 2007.................................................................

24

4 Hasil analisis pendahuluan karakteristik tanah Andisols
di Gunung Putri, Cipanas, Cianjur 2007…………………………………

25

5 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh pemberian pupuk P2O5 terhadap
komponen nilai SPAD klorofil meter daun dan pertumbuhan (RAK)……

26

6 Nilai SPAD klorofil meter daun muda dan daun tua…………………….

28

7 Pengaruh pemupukan P2O5 terhadap jumlah daun induk ………………

30

8 Pengaruh pemupukan P2O5 terhadap panjang tangkai daun……………

31

9 Pengaruh pemupukan P2O5 terhadap diameter tangkai daun……………

32

10 Pengaruh pupuk P2O5 terhadap jumlah sulur primer……………………

32

11 Pengaruh pemupukan P2O5 terhadap panjang daun…………………….

34

12 Pengaruh pemupukan P2O5 terhadap lebar daun……………………… .

34

13 Pengaruh pemupukan P2O5 terhadap jumlah bunga induk ……………..

35

14 Pengaruh pemupukan P2O5 terhadap panjang sulur tamaman induk.....

35

15 Pengaruh pemupukan P2O5 terhadap jumlah buku tamaman induk…….

36

16 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh waktu panen dan pupuk P2O5
terhadap komponen pertumbuhan, produksi dan fisiologi
(Split Plot Design) ……………………………………………………….

37

17 Pengaruh waktu panen dan pupuk P2O5 terhadap nilai SPAD klorofil
meter daun, kandungan P, total serapan P dan bobot akar ……...............

39

18 Nilai SPAD klorofil meter daun tua pada berbagai interaksi perlakuan
waktu panen dan dosis pupuk P2O5..........................................................

41

19 Pertambahan jumlah daun induk tanaman pegagan pada berbagai
interaksi perlakuan waktu panen dan dosis pupuk P2O5 .........................

42

20 Pengaruh waktu panen dan pupuk P2O5 terhadap panjang
tangkai daun terpanjang, diameter tangkai daun terpanjang, jumlah
sulur primer, panjang sulur, panjang daun, lebar daun dan jumlah bunga

44

21 Pengaruh waktu panen dan pupuk P2O5 terhadap jumlah dan luas daun
pertanaman ………...……………………………………………………

46

22 Pengaruh waktu penen dan pemupukan P2O5 terhadap kandungan
asiotikosida……………………………………………………………...

49

23 Bobot biomas basah dan kering pegagan pada berbagai interaksi
perlakuan waktu panen dan dosis pupuk P2O5.........................................

48

24 Pertambahan produksi asiatikosida pegagan pada berbagai interaksi
perlakuan waktu panen dan dosis pupuk P2O5.........................................

54

27 Hasil uji fitokimia tanaman pegagan pada umur panen 2 dan 4 bulan….

55

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Lintasan biosintesis metabolit di dalam tanaman
(Vickery dan Vickery 1981)..........................................................................

12

2 Biosintesis senyawa terpenoid (Hess 1986)..................................................

13

3 Nilai SPAD klorofil meter daun muda..........................................................

29

4 Interaksi antara pengaruh waktu panen dan dosis P2O5 terhadap
nilai SPAD klorofil meter daun tua...............................................................

41

5 Pertambahan jumlah daun induk tanaman pegagan pada berbagai
interaksi perlakuan waktu panen dan dosis pupuk P2O5.............................

43

6 Pertambahan produksi bobot bimas basah tanaman pegagan
akibat perlakuan interaksi perlakuan waktu panen dan dosis
pupuk P2O5..................................................................................................

48

7 Pertambahan produksi bobot biomas kering tanaman pegagan
pada berbagai interaksi perlakuan waktu panen dan dosis
pupuk P2O5 ................................................................................................

49

8 Pertambahan produksi asiatikosida tanaman pegagan pada
berbagai dosis pupuk P2O5…………………………………………... ..

51

9 Pertambahan serapan P dan asiatikosida tanaman pegagan pada
berbagai dosis pupuk P2O5.......................................................................

53

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Denah percobaan……………………………………………………….
75
2. Prosedur uji fitokimia……………………………………………….....

76

3. Prosedur analisa kadar asiaticosida …………………………………...

77

4. Prosedur analisa kadar P jaringan……………………………………..

78

5. Bagan alir penelitian. ………………………………………………….

79

6. Cara pengukuran nilai SPAD klorofil daun muda, tua dan senecence ..

80

7. Hasil fungsi penduga respon P2O5 kedua macam kadar P2O5 pada
produksi maksimum dan kadar P2O5 dengan keuntungan maksimum…

81

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman pegagan (Centella asiatica L. Urban) merupakan tanaman liar
yang banyak tumbuh di ladang, perkebunan, tepi jalan maupun di pekarangan.
Pegagan ini berasal dari Asia tropik, menyukai tanah yang agak lembab, cukup
sinar atau agak terlindung serta dapat ditemukan di daerah dataran rendah sampai
dengan dataran dengan ketinggian 2.500 meter dpl (Hyene 1987; Dalimartha
2000; Januwati dan Yusron 2004). Tanaman ini sering dianggap sebagai gulma
yang kurang diperhatikan manfaatnya. Padahal sebenarnya sudah banyak pula
masyarakat yang telah memanfaatkan pegagan sebagai bahan obat. Sejak jaman
dahulu, pegagan telah dipergunakan sebagai obat kulit, memperbaiki gangguan
syaraf dan peredaran darah. Di daerah Jawa Barat, tanaman pegagan bagian
daunnya juga dikenal sebagai lalapan yang dikonsumsi dalam bentuk segar
maupun direbus (Van Steenis 1997), bahkan ada juga yang mencampurkannya
dalam asinan. Lalapan segar mempunyai khasiat yaitu untuk membersihkan darah
dan memperbaiki gangguan pencernaan (Wijayakusuma et al. 1994). Tanaman
pegagan, pengolahan atau penggunaannya pun tidak terbatas untuk dikonsumsi
secara segar, akan tetapi telah diambil ekstraknya atau diolah menjadi kapsul,
krem dan salep (Lasmadiwati et al. 2002).
Secara empiris pegagan mengandung senyawa asiatikosida yang banyak
digunakan sebagai bahan simplisia obat.

Asiatikosida merupakan glikosida

triterpen, derivat alfa amarin dengan molekul gula, terdiri atas 2 glukosa dan 1
rhamnosa (Talalaj dan Czeehowics 1989). Menurut Dalimartha (2000) bahwa
senyawa glikosida triterpenoid yang disebut asiatikosida berperan dalam berbagai
aktivitas penyembuhan penyakit. Salah satu bahan alami yang banyak mengadung
asiatikosida terdapat di tanaman pegagan. Berdasarkan berbagai kajian empiris
khasiat tanaman pegagan mengandung fitokimia terpenoid dengan zat aktif
asiatikosida (Pramono dan Ajiastuti 2004 dan Kristijarti et al. 2004). Asiatikosida
sendiri mempunyai khasiat untuk meningkatkan vitalitas dan daya ingat serta
mengatasi pikun berkaitan erat dengan asam nukleat sebagai dasar penyusunnya
diperkirakan dari sumber fosfor. Secara oral ekstrak pegagan digunakan untuk

2

pengobatan usus lambung (Karnig 1988) serta untuk memperlancar peredaran
darah otak karena dapat meluruhkan sumbatan aterosklerosis pada mikrosirkulasi
pembuluh darah otak (Duke 2003). Guna melindungi masyarakat pengguna obat
alami pada tanaman pegagan perlu persyaratan mutu yang baku berdasarkan hasil
penelitian tentang kandungan asiatikosida.
Faktor yang menentukan tinggi rendahnya kuantitas dan kualitas produksi
secara umum adalah penentuan waktu panen yang tepat. Hal yang sama Pantastico
(1986) dan Wibowo (1990) melaporkan bahwa penentuan tingkat kemasakan yang
tepat pada saat umur panen merupakan salah satu aspek agronomi penting untuk
memperoleh produk yang berkualitas tinggi. Umur panen tanaman pegagan
biasanya dilakukan pada umur 3 atau 4 bulan. Selang pemanenan dengan panen
selanjutnya sekitar dua bulan. Hasil produksi total dapat mencapai sekitar 15 – 20
ton/ha segar atau setara 1.5 - 2.5 ton/ha kering (Januwati dan Yusron 2005).
Berdasarkan hasil kajian umur panen 3 – 4 bulan baru dapat menjawab tentang
persyaratan mutu simplisia. Berdasarkan persyaratan yang ditentukan oleh MMI
tahun 1989 adalah kadar abu (tidak lebih 19 %), kadar abu tak larut dalam asam (5
%), kadar sari yang larut dalam air (tidak kurang 6 %) dan kadar sari larut dalam
etanol

(tidak

kurang

9.0

%),

namun

belum

mensyaratan

kandungan

asiotikosidanya. Persyaratan untuk simplisia yang dikeluarkan oleh Badan
Pengawas Obat dan Makanan R I (2004) yaitu kandungan asiatikosidanya tidak
boleh kurang dari 0.9 %, sehingga diperlukan penelitian untuk menentukan umur
waktu panen yang tepat. Peningkatan kandungan asiatikosida menjadi sangat
penting diketahui, dan diduga dipengaruhi oleh umur waktu panen.
Hara fosfor berperan penting dalam metabolisme energi karena
keberadaannya dalam ATP, ADP, AMP dan pirofosfat (PPi). Fosfor juga
merupakan komponen struktural dari sejumlah senyawa penting untuk molekul
pentransfer energi ADP dan ATP. Senyawa fosfat kaya energi dari metabolit
penting untuk

menjadi perantara fosforilasi transfer energi dalam

proses

pertumbuhan organ tanaman (Salisbury dan Ross 1995). ATP adalah salah satu
contoh nukleotida asam nukleat bebas yang berperan sebagai energi (Toha 2001).
Awal dari kekahatan P signal awal cekaman secara umum meliputi Ribo
regulator faktor transkipsi dan tanggap umum. Komponen morfologi terjadi

3

perubahan hormonal, nisbah akar/tajuk meningkat, perbanyakan akar rambut dan
pembentukan akar lateral lebih baik. Kedua terjadi perubahan metabolisme atau
pengalihan

pada metabolisme sekunder. Sedangkan tanggap fisiologi terjadi

penyerapan P meningkat modifikasi rizhosfer, mobilisasi P internal, perubahan P
internal dan daur ulang P internal (Sopandie 2006).
Peningkatan ketersedian P dapat diusahakan dengan beberapa metode
yaitu dengan pemberian pupuk organik, pupuk P2O5 dan pengapuran terutama
pada pH masam seperti tanah Andisols di daerah dataran tinggi. Pengelolaan
tanah Andisols perlu ditambahkan dalam bentuk pupuk anorganik seperti TSP,
SP-36 dan P-alam serta asam humit dalam bentuk pupuk organik (Santoso dan
Sofyan 2005). Eksudasi asam organik (malat, sitrat dan oksalat) adalah
mekanisme lain tanaman untuk meningkatkan ketersediaan P dari tanah. Asam
organik dapat meningkatkan ketersedian P melalui mekanisme pelarutan senyawa
P sukar larut (Al-P dan Fe-P) dengan penurunan pH atau desorbsi P dari jerapan
dengan pertukaran anion Crowley dan Rengel (2000) dalam Sopandie (2006).
Anion asam organik dapat membentuk komleks dengan Al atau Fe sehingga dapat
melepaskan ion fosfat atau mencegah ion fosfat bereaksi dengan ion Al atau Fe
(Sopandie 2006). Hal ini dapat meningkatkan serapan P pada tanah-tanah masam
seperti tanah Andisols yang mempunyai kandungan P tersedia sangat rendah.
Kandungan P tersedia sangat rendah diperkirakan sama seperti luas tanah andisols
di Indonesia kurang lebih 6.5 juta hektar atau 3.4 % dari total daratan Indonesia
(Arifin 1994). Pengguaan pupuk anorganik seperti pupuk SP-36 diharapkan cukup
baik, karena mudah larut dalam kondisi masam serta dapat melepaskan fosfat
secara lambat (slow released). Agustina (1990) menyatakan bahwa hubungan
dosis pupuk dengan hasil tanaman mengikuti pola kuadratik, artinya pemberian
pupuk tertentu dapat meningkatkan hasil tanaman

sebaliknya dosis yang

berlebihan akan mengakibatkan menurunnya hasil tanamam.
Berdasarkan latar belakang di atas sangat menarik untuk mengevaluasi
pengaruh waktu panen dan pemberian pupuk P2O5 terhadap pertumbuhan dan
produksi asiatikosida tanaman pegagan di dataran tinggi.

4

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mempelajari respon pertumbuhan dan produksi serta kandungan asiatikosida
tanaman pegagan terhadap umur waktu panen dua dan empat bulan.
2. Mempelajari respon pertumbuhan dan produksi serta kandungan bahan
asiatikosida tanaman pegagan terhadap tingkatan pemupukan fosfor yang
berbeda.
3. Mempelajari interaksi pertumbuhan dan produksi asiatikosida tanaman
pegagan terhadap beberapa tingkatan umur waktu panen dan pemupukan
fosfor yang berbeda.

Hipotesis Penelitian
Hipotesis dari penelitian ini adalah:
1. Semakin bertambah umur tanaman semakin bertambah pertumbuhan, biomas
dan kandungan asiatikosida.
2. Terdapat tingkatan pupuk fosfor yang terbaik yang berpengaruh terhadap
komponen pertumbuhan, produksi dan kandungan asiatikosida.
3. Terdapat interaksi antara tingkatan umur waktu panen dan dosis pemupukan
fosfor

terbaik terhadap

asiatikosida.

pertumbuhan, produksi dan kandungan senyawa

5

TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman pegagan (Centella asiatica L. Urban)
Botani
Tanaman

pegagan (Centella asiatica L. Urban) mempunyai sinonim

Hydrocotyle asiatica L. Pes, yang berasal dari Asia Tropik dan dikelompokkan
kedalam golongan tanaman Dicotyledonae, famili Umbelliferae atau Apiaceae
(Heyne 1987).
Pegagan berdasarkan klasifikasi taksonomi (Lembaga Biologi Nasional
1980) termasuk kedalam:
Divisi

: Spermatophyta

sub-divisi

: Angiospermae

kelas

: Dicotyledonae

ordo

: Umbillales

famili

:

genus

: Centella

spesies

: Centella asiatica (L). Urban, Hidrocotyle asiatica Linn

Umbilliferae (Apiaceae)

Nama daerah atau lokalnya adalah pegagan (Jakarta), antanan (Sunda), daun
kaki kuda (Sumatra), tikusan (Madura), taiduh (Bali), kori-kori (Halmahera),
gagan-gagan atau panigowang (Jawa), pegaga (Aceh), pegago (Minaokabau),
dogauke atau sandanan (Irian), gogauke (Papua), kalotidi manora (Maluku),
bebile (lombok) (Depertemen Kesehatan Republik Indonesia 1989, Santa dan
Bambang 1992; Lasmadiwati et al. 2004). Selain di Indonesia pegagan juga
dikenal di India dan Sri Lanka dengan nama Gotu Kola dan di Cina dikenal
dengan nama Ji Xue Cao yang digunakan untuk memperpanjang umur menurut
kepercayaan masyarakat di Cina. Di negara Perancis dikenal dengan nama
Bevilaque, Hydrocote d’Asie, Cotyiole Asiatique dan sudah ditetapkan sebagai
tanaman obat sejak tahun 1884. Di berbagai negara pegagan sudah secara turun
temurun digunakan sebagai obat tradisional untuk berbagai jenis penyakit
(Winarto dan Surbakti 2005).

6

Tanaman pegagan merupakan herba menahun tidak berbatang dengan akar
rimpang pendek serta akar merayap (menjalar) stolon panjang bisa mencapai 2.5
m (Van Steenis 1997, De Padua et al. 1999). Akar terdapat pada buku yang
menyentuh tanah akarnya tunggal bercabang-cabang sedangkan akar serabut
tumbuh pada buku-buku stolon (geragih). Daun tunggal letak basalis atau roset
dengan 2-10 daun. Bentuk daun seperti ginjal (reniformis) ukuran 2-5 x 3-7 cm
tangkai dan daun tegak panjang 9 - 17 cm bagian tangkai daun berlubang. Tepi
daun bergerigi 1 - 7 cm dan kadang-kadang berambut (Wijayakusuma et al.
1994). Pangkal tangkai daun melengkuk ke dalam dan melebar seperti pelepah.
Tulang daun menjari (palmitus). Daun berwarna hijau dan hijau muda. Bunga
putih atau merah muda berbentuk payung tunggal atau 3-5 bunga secara bersama
keluar dari ketiak daun (Wijayakusuma et al. 1994), buah bertipe schyzorcapium,
berwarna kuning coklat atau merah muda kuning, berbelah - berbeluk dua (Van
Steenis 1997; Santa dan Bambang 1992; De Padua et al. 1999).

Manfaat
Pegagan merupakan sayuran yang disukai di beberapa negara-negara di
Asia Tenggara (kecuali Philipina) dan juga di Sri Langka. Daunnya; rasanya
agak pahit bisa dimakan mentah atau dimasak. Di Thailand, Vietnam, Kamboja,
dan Laos daun-daun pegagan banyak dikonsumsi dalam bentuk jus sebagai
minuman. Namun pegagan lebih terkenal sebagai sayuran dan bahan minuman
karena berkaitan dengan kandungan senyawa obat didalamnya (De Padua et al.
1999). Tanaman pegagan termasuk herba yang berkhasiat sebagai anti infeksi,
anti racun, anti rematik, penghenti pendarahan, peluruh kencing, pembersih darah,
memperbanyak pengeluaran empedu, pereda demam, penenang, mempercepat
penyembuhan luka dan melebarkan pembuluh darah. Bagian tanaman yang dapat
dikonsumsi sebagai sayuran adalah daun, sedangkan yang berfungsi untuk obat
adalah seluruh bagian tanaman kecuali akar (Dalimartha 2000). Daun pegagan
juga dapat berfungsi sebagai aromatik namun aromanya akan cepat menghilang
seiring dengan proses pengeringannya (Wren 1956). Pegagan rasa manis bersifat
mendinginkan atau menyejukkan berfungsi membersihkan darah, antilepra,
antiradang, antibakteri, antialergi, tonikum, melancarkan peredaran darah,

7

penurunan panas (antipiretika), menghentikan perdarahan (haemostatika),
meningkatkan syaraf memori dan hiposensitif (Winarto dan Surbakti

2005).

Kandungan asiatikosida membuat pegagan berfungsi sebagai antiinflamasi
sehingga dapat diolah menjadi bahan baku salep untuk mengobati luka
(Lasmadiwati et al. 2005).
Pegagan bermanfaat sebagai tanaman obat karena mengandung komponen
fitokimia seperti: triterpenoid, saponin, flavonoid, tanin, steroid dan glikosida. Zat
aktif yang terdapat dalam pegagan adalah antara lain asiatikosida, asiatic acid,
madekasid dan madekasoid (golongan triterpenoid), sitosterol dan stigmasterol
(golongan steroid) dan vallerin, brahmosida (golongan saponin). Kandungan
kimia yang terdapat pada pegagan yang lain yaitu asiaticoside, thankuniside,
isothankuniside, madecassoside, brahmoside, brahminoside, brahmic acid,
madasiatic acid, meso-inositol, centelloside, carotenoids, hydrocotylin, vellarine,
tanin serta mempunyai kandungan

garam mineral seperti kalium, natrium,

magnesium, kalsium dan besi mengandung fosfor, minyak atsiri (1%), pektin
(17.25%), asam amino dan vitamin (Santa dan Bambang 1992; Kusuma et al.
1994; Lasmadiwati et al. 2004)

Adaptasi/Lingkungan Tumbuh
Tanaman pegagan beradaptasi cukup luas ini terbukti mudah tumbuh di
berbagai tempatnya cocok. Pegagan menyukai lingkungan yang lembab, cukup
sinar matahari atau agak terlindung, tumbuh baik di dataran rendah pada
ketinggian sekitar 700 m dpl dan dapat tumbuh pada daerah sampai dengan
ketinggian 2500 m dpl (Dalimartha 2000). Januwati dan Yusron (2005)
melaporkan bahwa ketinggian tempat optimum untuk tanaman pegagan adalah
200 – 800 m dpl, akan tetapi diatas 1000 m dpl produksi biomas rendah,
sebaliknya kandungan asiatikosida diduga lebih tinggi. Secara empiris tanaman
pegagan mempunyai syarat tumbuh spesifik dalam kebutuhan intensitas cahaya
sehingga, yang akan mempengaruhi bentuk morfologi anatomi daun dan
kandungan bioaktifnya (Musyarofah 2006). Tanaman pegagan

memiliki

pertumbuhan roset dimana daun - daunnya tumbuh secara radial sangat rapat

8

dengan sesama daun lainnya, oleh sebab itu tidak memungkinkan pertumbuhan
daun di bawahnya lebih baik.
Pegagan tidak tahan terhadap tempat terlalu kering, curah hujan tinggi,
intensitas cahaya 30 – 40 % dan dapat tumbuh di semua jenis tanah. Pada jenis
tanah Latosol dengan kandungan liat sedang dapat tumbuh subur dan kandungan
bahan aktifnya cukup tinggi (Januwati dan Yusron (2005). Sedangkan pada jenis
tanah Andisols di dataran tinggi belum banyak diketahui respon pertumbuhan dan
produksinya.
Hara Fosfor (P) dan Tanah Andisols di Dataran Tinggi
Pada umumnya, fungsi P pada tanaman dapat digolongkan dalam tiga
bagian. Fungsi pertama adalah sebagai penyusun makromolekul. Dua contoh
utama atau terpenting dari makromolekul yang melibatkan P adalah senyawa yang
berperan dalam pewarisan sifat dan perkembangan tanaman. Pada biomembran P
membentuk ikatan atau jembatan antara digliserida dan molekul lainya seperti
asam amino, amina, atau alkohol, membentuk fosfatidilikolin (lesitin) yang
menjaga intergritas membran. Fungsi Kedua adalah sebagai unsur pembentuk
senyawa penyimpan dan perpindahan energi. Dua senyawa kaya energi yang
paling umum adalah ATP dan ADP. Energi dalam ATP/ADP terletak pada ikatan
pirofosfat yang pemecahan akan melepaskan energi, yang dikenal proses
fosforilasi. ATP merupakan sumber energi untuk hampir semua proses biologi
membutuhkan energi. Unsur P seperti halnya diperlukan dalam proses fotosintesis
yakni pada fotofosforilasi dan pembentukan ribulosa 1.5-bifosfat. Fungsi ketiga P
adalah sebagai regulator reaksi biokimia malalui fosforilasi yang dapat
mengaktivasi atau inaktivasi protein yang diangap sebagai faktor dalam transduksi
sinyal (Marschner 1995). Secara singkat bahwa pengaruh faktor lingkungan (air,
suhu dan cahaya) selanjutnya tanah dan hara berpengaruh langsung dan tidak
langsung pada produksi bahan kering, rasio tanaman dan kandungan bioaktif
terhadap produksi bioaktif.
Fosfor termasuk hara makro dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang banyak
seperti halnya N, K, Ca, Mg dan S. Kadar P di dalam tanaman 0.1 – 0.4 % lebih
rendah dari kadar N dan K (Tisdale et al. 1985). Fosfor merupakan salah satu
unsur hara yang memiliki peranan cukup penting dalam pertumbuhan tanaman

9

selain nitrogen dan kalium (Soepardi 1983). Sebagian besar P terdapat pada kerak
bumi. Mineral utama yang mempunyai kadar P tinggi adalah apatit. Mineral ini
merupakan persenyawaan karbonat, flour, klor atau hidroksi apatit yang
mempunyai kadar P2O5 antara 15-30 % dan tidak larut dalam air. Dengan adanya
proses pelapukan mineral apatit akan mengalami perubahan yang kemudian akan
membebaskan P dalam ikatan Ca-P. Selanjutnya akan diperoleh bentuk Al-P dan
Fe-P dalam tanah yang jumlahnya tergantung dari tingkat hancuran iklim
(Leiwakabessy dan Sutandi 1998).
Fosfor dalam tanah dibedakan atas P-inorganik dan P-organik. Jumlah dari
kedua bentuk ini disebut P-total (Leiwakabessy 1988). Pada lapisan olah kadar Porganik untuk tanah mineral lebih tinggi dari lapisan di bawahnya karena adanya
penimbunan bahan organik (Tisdale et al. 1985). Fofor dalam tanah ada empat
bentuk yaitu: (1) terlarut dalam air (H2PO4-. HPO42-. dan PO43-), (2) terjerap oleh
liat (ristensi P), (3) terfiksasi dan/atau termobilisasi dan (4) P-organik
(Rosmarkam dan Yuwono 2001) dan Lagreid et al. (1999). Sebaliknya
Leiwakabessy (1988) melaporkan bahwa ion fosfat dalam larutan tanah yang
berasal dari mineral primer maupun dari bahan organik dan pupuk segera diubah
menjadi berbagai bentuk tergantung dari keadaan lingkungan.
Pergerakan hara P didalam tanah diserap oleh akar melalui proses difusi
yang didasarkan pada perbedaan konsentrasi unsur hara yang berada pada suatu
tempat dengan tempat yang lain di dalam bentuk larutan tanah. Penyerapan P
oleh tanaman dari tanah adalah penyerapan aktif karena melawan gradien
konsentrasi (Clarkson dan Grignon 1991). Pergerakan ion fosfat menuju akar
tanaman terdiri dari dua cara yakni aliran massa dan difusi (Tisdale et al. 1985).
Kadar P larutan tanah di luar sel akar umumnya hanya 1 µM atau kurang.
sedangkan kadar dalam sitoplasma adalah 103 sampai 104 lebih tinggi. Fosfor
yang diserap tanaman tidak mengalami reduksi akan tetapi tetap dalam bentuk
oksidatif tertinggi (Marschner 1995). Setelah diserap fosfat dapat tetap sebagai P
inorganik atau teresterifikasi (melalui gugus hidrosil) dengan rantai karbon (C-OP) sebagai ester sederhana (gula P) atau terikat dengan P lainnya dengan ikatan
pirofosfat kaya energi (ATP, ADP) atau diester (C-P-C).

10

Tanaman menyerap unsur hara fosfor dalam bentuk ion ortofosfat primer
(H2PO4-) dan ion ortofosfat sekunder (HPO42-) atau fosfor diserap terutama dalam
bentuk ion bervalensi tunggal H2PO4- dan kadang dalam bentuk ion bervalensi
dua HPO42- (Gardner et al. 1991). Menurut Tisdale et al. (1985) kemungkinan
fosfor masih dapat diserap dalam bentuk lain yaitu pirofosfat dan metafosfat.
Mekanisme yang terjadi setelah P diserap oleh akar, mula-mula diangkut ke daun
muda, kemudian dipindah ke daun yang lebih tua. Sebagian besar ester fosfat
merupakan senyawa intermediet dalam mekanisme sebagai biosintesis ataupun
pemecah (Morard 1970 dalam Rosmarkan dan Yuwona 2002).
Perubahan fosfor di akar tanaman dibedakan menjadi tiga fase; pertama
adalah perubahan P anorganik yang baru diserap tanaman menjadi bentuk
senyawa organik. Kedua adalah perubahan P dari ATP (Adenosin Trifosfat)
menjadi ADP (Adenosin Difosfat). Ketiga adalah pemecahan dari pirofosfat atau
fosfat secara hidrolisis (Tisdale 1985).
Fosfor yang diserap tanaman dalam bentuk ion anorganik cepat berubah
menjadi senyawa fosfor organik setelah diserap dalam bentuk H2PO4- umumnya
cepat diesterifikasi melalui gugusan hidroksil berantai C menjadi fosfat berenergi
tinggi (misalnya ATP). Perubahan P anorganik menjadi P organik hanya
memerlukan waktu beberapa menit (Marschner 1986). Walapun P organik ini
cepat dilepas menjadi P anorganik lagi ke dalam jaringan xilem tanaman. Unsur
hara P yang relatif stabil adalah apabila P berada dalam dua ester (C-P-C). Pada
proses glikolisis, respirasi atau fotosintesis energi dilepas dan digunakan untuk
menyusun ikatan pirofosfat yang kaya energi. Fosfor merupakan senyawa
penyusun jaringan tanaman seperti: asam nukleat, fosfolipida dan fitin. Fosfor ini
bersifat mobil atau mudah bergerak antar jaringan tanaman. Kadar optimum fosfor
dalam tanaman pada saat pertumbuhan vegetatif berkisar antara 0.3 – 0.5 % dari
berat kering tanaman (Rosmarkan dan Yuwona 2002).
Sumber pupuk yang digunakan dalam penelitian ini berupa pupuk fosfor
(SP-36) yang diproduksi dalam bentuk pupuk anorganik dengan kandungan P2O5
36 %. Walaupun, industri obat cenderung mensyaratkan budidaya tanaman obat
menggunakan bahan alami saja, sehingga perlu perimbangan

pupuk organik

seperti pupuk kandang atau kompos. Pupuk anorganik bertujuan supaya akar

11

tanaman lebih mudah menyerap, sehingga mendukung pertumbuhan awal yang
baik. diharapkan produksi biomas tinggi dan akhirnya didapatkan kandungan
bioaktif tinggi pula.
Tanah Andisols merupakan tanah yang berkembang dari bahan vulkanik
seperti lahar, abu vulkan, batu apung, sinder dan lava (Tan 1984). Menurut
Rachim dan Suwardi (1999) tanah Andisols adalah tanah yang berwarna hitam
kelam sangat porous, mengandung bahan organik dan liat amorf terutama alofan.
Karakteristik tanah Andisols diantaranya adalah memiliki kandungan bahan
organik yang tinggi, bobot isi rendah, daya menahan air tinggi, mempunyai
konsistensi gembur, kurang plastis dan tidak lengket. Selain itu umumnya tanah
Andisols dicirikan oleh tektur lempung berpasir sampai dengan lempung dan
memiliki reaksi tanah masam sampai dengan agak masam (Tan 1984). Tanah
Andisols memiliki kejenuhan basa rendah, kapasitas tukar kation dan kapasitas
tukar anion tinggi, serta kadar fosfor rendah. karena terfiksasi kuat (Rachim dan
Suwandi 1999). Berdasarkan klasifikasi

tanah

Pusat Penelitian Tanah dan

Agroklimat (1982), klasifikasinya hampir mirip dengan sistem FAO/UNESCO.
Tanah Andisols adalah tanah-tanah yang umumnya berwarna hitam (epipedon
mollik atau umbrik) dan mempunyai horison kambik, bulk density kurang dari
0.85 g/cm3 banyak mengandung bahan amorf atau lebih dari 60 % terdiri dari abu
vulkanik vitrik cinders atau bahan pyroklastik (Hardjowigeno 2003). Sifat
tanahnya merupakan tanah masih muda dengan kadar P, K dan Al tinggi dan
banyak ditemukan di daerah gunung berapi dataran tinggi. Kandungan fosfor (P)
total tanah Andisols kategori tinggi, namun P kurang tersedia bagi tanaman
karena terfiksasi oleh Al-hidroksida tinggi, Al larut sangat reaktif terhadap anion
seperti fosfat, sulfat atau silikat. Hal yang sama ditegaskan oleh Swastika et al.
(2005) P diikat oleh mineral liat amort dan diikat oleh Al+3. Harborne (1987)
menyebutkan bahwa ragam kandungan fitokimia tanaman dipengaruhi oleh faktor
lingkungan antara lain: faktor iklim (suhu, intensitas cahaya, panjang hari,
kelembaban dan musim), faktor tanah. bahan polusi yang tidak wajar (ozon, gas gas industri, asap kendaraan maupun pestisida) dan kompetisi dengan tanaman
lain.

12

Metabolit Sekunder Tanaman, Pemupukan dan Waktu Panen
Metabolit sekunder atau dikatakan sebagai bahan alami merupakan
senyawa yang dihasilkan oleh tanaman dalam jumlah relatif besar, namun tidak
memiliki fungsi langsung terhadap pertumbuhan dan perkembangan suatu
tanaman (Taiz and Zeiger 2002). Metabolit sekunder sangat diperlukan bagi
tumbuhan beberapa diantaranya bermanfaat sebagai mekanisme pertahanan dalam
melawan serangan bakteri, virus, dan jamur sehingga dapat dianalogikan seperti
sistem kekebalan tubuh (Vickery dan Vickery 1981). Penyebaran metabolit
sekunder terbatas, terdapat terutama pada tumbuhan dan mikroorganisme serta
memiliki karakteristik untuk tiap generasi, spesies, dan strain tertentu. Metabolit
sekunder dibentuk dari metabolit primer antara lain asam animo, asetil koenzim
A, asam mevalonat, dan intermediate dari lintasan shikimat (Herbert 1995).
Metabolit sekunder dibagi menjadi kelompok terpenoid, alkaloid, shikimat dan
poliketida berdasarkan pentingnya material pembentukannya (Sell 2005).
Pembentukan metabolit sekunder dipengaruhi oleh banyak faktor antara
lain: suhu, pH, aktivitas air dan intensitas cahaya. Laju reaksi thermal (non foto
kimia) peka terhadap suhu dan beberapa laju reaksi akan meningkat seiring
dengan peningkatan suhu 100C. Lahan yang relatif kering, pH dan kelembaban
tanah adalah merupakan parameter yang relevan untuk terbentuknya metabolisme
sekunder. Metabolit dibentuk melalui

lintasan (pathway) yang khusus dari

metabolit primer (Gambar 1).
carbohydrate
pentose phosphate
pathway
glycolysis
carbon dioxide
+
water

aromatic
compoound

shikimic acid
pathway

transamintion

pyruvic acid

ammonia
acetyl CoA
acetate-malonate
pathway

fatty acid

amino acid

tricarboxylic
acid cycle
acetate
mevalonate
pathway

polyketides

terpenoids

aromatic
compoound

steroids

protein

alkaloids

nucleic
acids

Gambar 1 Lintasan biosintesis metabolit di dalam tanaman (Vickery dan Vickery
1981)

13

Semua reaksi hidrolisis atau kondensasi dan reaksi hidrasi/dehidrasi
merupakan katalis asam dan reaksi hidrolisis merupakan katalis basa. Air
diperlukan untuk hidrolisis (amida dan ester) dan reaksi hidrasi. Laju reaksi akan
menjadi lambat jika aktivitas air rendah. Sedangkan peningkatan intensitas cahaya
akan meningkatkan laju dari semua reaksi oksidasi dan dekarboksilasi (Alphastep
2003).
Senyawa metabolit sekunder yang paling banyak dikandung tanaman
pegagan adalah dari kelompok triterpenoid. Sedangkan geranyl pyrophosphate
menjadi prekursor dari diterpenoid dan carotenoid (Vickery dan Vickery 1981).
Triterpenoid merupakan senyawa yang memiliki struktur molekuler yang
mengandung rangka karbon dan membentuk isoprene (2-methylbuta-1.3-diene).
Isoprene mempunyai lima atom karbon, sedangkan jumlah atom karbon pada
masing-masing senyawa terpenoid merupakan kelipatan lima karbon (isoprene)
(Sell 2005). Secara jelas

biosintesis senyawa triterpenoid ditunjukkan pada

Gambar 2.
H2C-CO~SCOA

H2C-CO~SCOA
acetyl-CoA
COAS~

O

CH3

C

O
CH3

CH2-CO~SCOA
HO

HOOC

CH3
CH2-CH2OH

H3C
C
C

H2C

mevalonic acids

C
CH2

H3C

acetoacyl- CoA

C

C

CH2O-PP
CH
dimethyl-allyl-PP

H2C

Geranyl-PP

CH2

hemiterpenes

CH2O-PP

isopentenyl-PP
CH2O-PP

monoterpenes

sesquiterpene
Farnesyl-PP
Zx, Tail-to-tail

CH2O-PP

triterpenes

diterpenes
Geranylgeranyl-PP
CH2O-PP
tetraterpenes
Zx, Tail-to-tail
polyprenyl-PP

polyterpenes

Gambar 2 Biosintesis senyawa terpenoid (Hess 1986)

Faktor yang menentukan tinggi rendahnya kuantitas dan kualitas produksi
adalah penentuan waktu panen yang tepat. Banyak komoditas ekonomis seperti
bawang merah, kentang dan tanaman pangan mengalami kehilangan hasil akibat

14

waktu panen kurang tepat. Pantastico (1986) dan Wibowo (1990) menyimpulkan
bahwa penentuan tingkat kemasakan yang tepat pada saat umur panen merupakan
salah satu aspek penting dalam upaya memperoleh produk yang berkualitas tinggi.
Mekanisme Fosfor dalam Meningkatkatkan Kandungan Bioaktif
Fosfor berfungsi sebagai merangsang pembentukan akar lebih baik untuk
penyerapan hara dan air, peningkatan jumlah klorofil daun dapat berfotosintesis
baik untuk menghasilkan fotosintat, sehingga senyawa yang kaya energi diserap
oleh akar diangkut melalui xilem menuju tajuk di duga dapat meningkatkan
kandungan senyawa asiatikosida. Salisbury (1995) yang menyimpulkan bahwa
fosfor tak pernah direduksi di dalam tumbuhan dan tetap sebagai fosfat (baik
dalam bentuk bebas maupun terikat) pada senyawa organik sebagai ester. Ester
fosfat terbentuk dengan gula, alkohol, asam, atau fosfat lain (polifosfat). Senyawa
kaya energi itu dapat diduga sebagai intermedete lintasan pentose phosphate
(pathway) dari metabolit primer dan diturunkan dari prekursor ke metabalit
sekunder. Tanaman pegagan mengandung paling banyak adalah senyawa
golongan tirterpenoid. Triterpenoid merupakan senyawa turunan dari prekursor
metabolit primer yang dibiosintesis oleh lintasan

acetate mevanolate, akan

menghasilkan geranyl-geranyl pyrophosphate merupakan metabolit primer yang
membentuk monoterpenoid dan turunannya, sedangkan farnesyl pyrophosphate
meningkatkan pembentukan sesquiterpenoid dan konversi dari squalene menjadi
triterpenoid dan steroid. Sedangkan geranyl pyrophosphate menjadi prekursor dari
diterpenoid dan carotenoid (Vickery and Vickery 1981) dan Hess (1986).
Proses pertumbuhan dan produksi tanaman adalah pengaruh iklim mikro.
Lal (1974) melaporkan bahwa pertumbuhan tanaman jagung muda berjalan
lambat pada suhu permukaan tanah di atas 35 oC, kondisi ini sering terjadi di
daerah tropis, khususnya bila permukaan tanah kering. Alvim dalam Lal (1974)
me