Kajian waktu panen dan pemupukan fosfor terhadap pertumbuhan dan produksi asiatikosida tanaman pegagan (Centella asiatica L. Urban) di Dataran Tinggi

(1)

KAJIAN WAKTU PANEN DAN PEMUPUKAN FOSFOR

TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI

ASIATIKOSIDA TANAMAN

PEGAGAN

(Centella asiatica

L. Urban

)

DI DATARAN TINGGI

SUTARDI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008


(2)

THE STUDY OF HARVESTING TIME AND PHOSPHORUS

FERTILIZATION TO THE GROWTH AND PRODUCTION

OF

Centella asiatica

L. Urban ASIATICOSIDE IN HIGH

ALTITUDE

ABSTRACT

Centella asiatica L. Urban is easily found in Indonesia and it has many uses in traditional medicine (jamu). In assuring people consuming herbal products of high standard and reliable yield and quality, a standardization process was performed on an Indonesia herb namely pegagan Centella asiatica L. Urban from Boyolali region accession on asiaticoside contents as it bioactive constituent. This experiment was carried out at Gunung Putri experimental station, Cipanas and Research Insitute for Spices Medicinal Crops and Aromatical Cimanggu, Bogor Indonesia from June until December 2007. The research were aimed to inverstigate P2O5 influence to the SPAD Clorophyll number (leaf greenness),

growth and production of Centella asiatica L. Urban asiaticoside. This experiment was splitted into two successive experiments . The First experiment using single factor with randomized complete block design with P2O5 fertilization 0, 36, 72

and 108 kg P2O5/ha, with three replications. The Second experiment using split

plot design. The main factor was harvesting time of 2 months-old (8 WAP) and 4 months-old (16 WAP/week after planting), while the subplot was fertilizing 0, 36, 72 and 108 kg P2O5/ha, with three replications. Asiaticoside contents were

determined by HPLC (High Performance Liquid Chromatography). The results showed that P2O5 influencied insignificant affect on all growth components, but

significantly influenced SPAD chlorophyll number. The highest old and young leaf SPAD chlorophyll number was found at 36 P2O5/ha (26.32 – 40.98 unit) and

42.75 unit. Harvesting time and P2O5 significantly influenced wet weight and dry

biomass production. An interaction between harvesting time 4 months-old and P2O5 significantly to wet weight biomass and the dry weight and also followed by

production of asiaticoside. The highest wet weight and dry biomass was found at 108 kg P2O5/ha were 694.01 and 185.10 g, the highest asiaticoside content were

1.50 %.


(3)

RINGKASAN

SUTARDI. Kajian Waktu Panen dan Pemupukan Fosfor Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Asiatikosida Tanaman Pegagan (Centella asiatica L. Urban) di Dataran Tinggi. Dibimbing oleh MUNIF GHULAMAHDI DAN SANDRA ARIFIN AZIZ.

Tanaman pegagan (Centella asiatica L. Urban) merupakan tanaman liar yang banyak tumbuh di ladang, perkebunan, tepi jalan maupun di pekarangan ditemukan di daerah dataran rendah sampai dengan dataran dengan ketinggian 2.500 meter dpl. Pegagan belum banyak dibudidayakan untuk mendapatkan sentuhan teknologi, sehingga diperlukan perbaikan sistem budidaya yang baik dan benar. Manfaat tanaman pegagan adalah sebagai obat kulit, memperbaiki gangguan syaraf dan peredaran darah dan bahan simplisia. Secara empiris pegagan mengandung senyawa asiatikosida yang banyak digunakan sebagai bahan simplisia obat. Panen tanaman pegagan biasanya dilakukan pada umur 3 atau 4 bulan. Senyawa fosfat kaya energi dari metabolit penting untuk menjadi perantara fosforilasi transfer energi dalam proses pertumbuhan organ tanaman sebagai perantara penghasil metabolit sekunder. Peningkatan ketersedian P di tanah Andisols dapat diusahakan dengan beberapa metode yaitu dengan pemberian pupuk organik, pupuk P2O5 dan pengapuran terutama pada pH masam

akibat curah hujan tinggi di dataran tinggi. Persyaratan untuk simplisia kandungan asiatikosidanya tidak boleh kurang dari 0.9 %. Waktu panen dan pemupukan fosfor yang tepat, diharapkan dapat meningkatan produksi asiatikosida menjadi sangat penting diketahui.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh respon fisiologi, pertumbuhan dan produksi biomas, kandungan fitokimia (kualitatif) dan asiatikosida secara kuantitatif tanaman pegagan umur waktu panen dan pemupukan fosfor yang tepat. Percobaan menggunakan rancangan petak terpisah. Model pengolahan data terdiri dari 1. Rancangan Acak Kelompok untuk pengamatan pertumbuhan dan 2. Rancangan Petak Terpisah untuk pengamatan saat panen. Data yang diperoleh dari hasil pengamatan dianalisis menggunakan analisis ragam (uji F) pada taraf 5 %. Jika terdapat pengaruh yang nyata maka dilanjutkan dengan melakukan uji jarak berganda Duncan (Duncan’s multiple range test) danpola hubunganpersamaan regresi. Analisis data dilakukan dengan bantuan program SAS versi 9.1 dan program excel 2005. Penelitian dilakukan mulai bulan Juni sampai Desember 2007. Tempat penelitian di Kebun Percobaan Gunung Putri Cipanas, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat kebun milik BALITTRO Bogor, pada jenis tanah Andisols dan memiliki ketinggian tempat 1300 meter di atas permukaan laut. Analisis tanah, jaringan dan bioaktif dilaksanakan di laboratorium fitokimia BALITTRO Bogor. Penelitian di lapang menggunakan Rancangan Petak Terbagi (Split Plot Design) dengan petak utama perlakuan umur waktu panen 2 dan 4 bulan, perlakuan anak petak tingkat pemupukan P2O5 yang terdiri atas 4 taraf yaitu 0, 36, 72 dan 108 kg P2O5/ha

diulang 3 kali.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemupukan fosfor tidak mempengaruhi semua peubah pertumbuhan tanaman pegagan, kecuali terhadap nilai SPDA klorofil meter pada daun tua. Total serapan P jaringan, jumlah daun


(4)

induk, panjang daun, jumlah sulur primer, panjang sulur, panjang daun dan lebar daun, jumlah bunga induk, bobot biomas basah dan kering serta produksi asiatikosida mempengaruhi nyata lebih tinggi dibandingkan dengan umur waktu panen 2 bulan. Sedangkan pada pertumbuhan nilai SPAD klorofil meter daun muda dan tua, bobot akar induk, kandungan P jaringan, diameter tangkai daun, luas daun dan jumlah daun pertanaman dan kandungan asiatikosida waktu panen tidak mempengaruhinya. Pemupukan P2O5 tidak berpengaruh nyata terhadap

semua komponen pertumbuhan, akan tetapi berbeda nyata terhadap nilai SPAD klorofil meter daun muda dan tua lebih baik (42.75) terbaik dibandingkan dengan tanpa pupuk P2O5 (34.99 - 35.65) terendah. Perlakuan pemupukan P2O5

berpengaruh nyata terhadap bobot akar induk, bobot biomas basah dan kering serta produksi asiatikosida. Produksi bobot biomas basah dan kering serta produksi asiatikosida tertinggi pada waktu panen 4 bulan pada dosis pupuk 108 kg P2O5/ha adalah 694.01 dan 185 g, hal yang sama perlakuan tersebut diperoleh


(5)

ABSTRAK

SUTARDI. Kajian Waktu Panen dan Pemupukan Fosfor (P2O5) Yang Berbeda

di Tanah Andisols Dataran Tinggi Terhadap Kandungan Asiaticosida Tanaman Pegagan (Centella asiatica L. Urban). Dibimbing oleh MUNIF GHULAMAHDI DAN SANDRA ARIFIN AZIZ.

Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari respon fisiologi, pertumbuhan, produksi biomas, kandungan fitokimia secara kualitatif dan asiaticosida secara kuantitatif tanaman Pegagan (Centella asiatica L. Urban)

terhadap perlakuan waktu panen dan pemupukan P2O5 yang berbeda. Penelitian

di lapang dilakukan pada bulan Juli sampai Desember 2007 di Kebun Percobaan BALITTRO yang terletak Gunung Putri, Desa Pacet, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat dan analisis tanah, jaringan dan biokatif dilaksanakan di laborotoriom fitokimia BOLITTRO Bogor. Percobaan memakai dua pengamatan dari 2 sampai 16 MST (minggu setelah tanam) menggunakan rancangan acak kelompok lengkap ((randomize complete block design). Dosis pupuk P2O5 terdiri dari empat dosis yang meliputi tanpa pupuk 0, 35, 72 dan 108

kg P2O5/ha. Percobaan diulang 3 kali digunakan untuk mengetahui respon

fisiologi dan pertumbuhan adapun alasannya bahwa sebelum waktu panen belum dipengaruhui oleh perlakuan waktu panen. Percobaan dilanjutkan untuk mengetahui pengaruh waktu panen dan pupuk P2O5 menggunakan rancangan

petak terbagi (split plot design). Petak utama waktu panen terdiri dari dua yaitu 2 dan 4 bulan, sedangkan anak petak yaitu 4 dosis pupuk P2O5 yang meliputi

tanpa pupuk 0, 36, 72 dan 106 kg P2O5 /ha. Percobaan diulang tiga kali untuk

mengetahui pengaruh komponen fisiologi, pertumbuhan, produksi biomas dan kandungan fitokimia serta asiaticosida. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemupukan P2O5 tidak berpengaruh nyata terhadap semua komponen

pertumbuhan, akan tetapi berbeda nyata terhadap nilai SPAD klorofil meter daun muda dan tua lebih baik (42.75) terbaik dibandingkan dengan tanpa pupuk P2O5

(34.99 - 35.65) terendah. Perlakuan pemupukan P2O5 berpengaruh nyata terhadap

bobot akar induk, bobot biomas basah dan kering serta produksi asiaticosida. Produksi bobot biomas basah dan kering serta produksi asiaticosida tertinggi pada waktu panen 4 bulan pada dosis pupuk 108 kg P2O5/ha adalah 694.01 dan 185 g,


(6)

©

Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruhnya karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruhnya


(7)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan sebenarnya bahwa tesis yang berjudul Kajian Waktu Panen dan Pemupukan Fosfor Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Asiatikosida Tanaman Pegagan (Centella asiatica L. Urban) di Dataran Tinggi merupakan gagasan dan karya saya berserta komisi pembimbing yang belum pernah dipublikasikan dalam bentuk apapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan oleh penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, 2008

Sutardi A 151060291


(8)

KAJIAN WAKTU PANEN DAN PEMUPUKAN FOSFOR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI

ASIATIKOSIDA TANAMAN

PEGAGAN (Centella asiatica L. Urban) DI DATARAN TINGGI

SUTARDI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Agronomi

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2008


(9)

Judul tesis : Kajian Waktu Panen dan Pemupukan Fosfor Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Asiatikosida Tanaman Pegagan (Centella asiatica L. Urban) di Dataran Tinggi Nama : Sutardi

NIM : A 151 060 291

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Munif Ghulamahdi, MS Dr. Ir. Sandra Arifin Aziz, MS Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Agronomi Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr.Ir. Munif Ghulamahdi, MS Dr. Ir. Naresworo Nugroho, M.Si Tanggal Ujian : 4 Juni 2008 Tanggal Lulus : Juni 2008


(10)

(11)

KAJIAN WAKTU PANEN DAN PEMUPUKAN FOSFOR

TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI

ASIATIKOSIDA TANAMAN

PEGAGAN

(Centella asiatica

L. Urban

)

DI DATARAN TINGGI

SUTARDI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008


(12)

THE STUDY OF HARVESTING TIME AND PHOSPHORUS

FERTILIZATION TO THE GROWTH AND PRODUCTION

OF

Centella asiatica

L. Urban ASIATICOSIDE IN HIGH

ALTITUDE

ABSTRACT

Centella asiatica L. Urban is easily found in Indonesia and it has many uses in traditional medicine (jamu). In assuring people consuming herbal products of high standard and reliable yield and quality, a standardization process was performed on an Indonesia herb namely pegagan Centella asiatica L. Urban from Boyolali region accession on asiaticoside contents as it bioactive constituent. This experiment was carried out at Gunung Putri experimental station, Cipanas and Research Insitute for Spices Medicinal Crops and Aromatical Cimanggu, Bogor Indonesia from June until December 2007. The research were aimed to inverstigate P2O5 influence to the SPAD Clorophyll number (leaf greenness),

growth and production of Centella asiatica L. Urban asiaticoside. This experiment was splitted into two successive experiments . The First experiment using single factor with randomized complete block design with P2O5 fertilization 0, 36, 72

and 108 kg P2O5/ha, with three replications. The Second experiment using split

plot design. The main factor was harvesting time of 2 months-old (8 WAP) and 4 months-old (16 WAP/week after planting), while the subplot was fertilizing 0, 36, 72 and 108 kg P2O5/ha, with three replications. Asiaticoside contents were

determined by HPLC (High Performance Liquid Chromatography). The results showed that P2O5 influencied insignificant affect on all growth components, but

significantly influenced SPAD chlorophyll number. The highest old and young leaf SPAD chlorophyll number was found at 36 P2O5/ha (26.32 – 40.98 unit) and

42.75 unit. Harvesting time and P2O5 significantly influenced wet weight and dry

biomass production. An interaction between harvesting time 4 months-old and P2O5 significantly to wet weight biomass and the dry weight and also followed by

production of asiaticoside. The highest wet weight and dry biomass was found at 108 kg P2O5/ha were 694.01 and 185.10 g, the highest asiaticoside content were

1.50 %.


(13)

RINGKASAN

SUTARDI. Kajian Waktu Panen dan Pemupukan Fosfor Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Asiatikosida Tanaman Pegagan (Centella asiatica L. Urban) di Dataran Tinggi. Dibimbing oleh MUNIF GHULAMAHDI DAN SANDRA ARIFIN AZIZ.

Tanaman pegagan (Centella asiatica L. Urban) merupakan tanaman liar yang banyak tumbuh di ladang, perkebunan, tepi jalan maupun di pekarangan ditemukan di daerah dataran rendah sampai dengan dataran dengan ketinggian 2.500 meter dpl. Pegagan belum banyak dibudidayakan untuk mendapatkan sentuhan teknologi, sehingga diperlukan perbaikan sistem budidaya yang baik dan benar. Manfaat tanaman pegagan adalah sebagai obat kulit, memperbaiki gangguan syaraf dan peredaran darah dan bahan simplisia. Secara empiris pegagan mengandung senyawa asiatikosida yang banyak digunakan sebagai bahan simplisia obat. Panen tanaman pegagan biasanya dilakukan pada umur 3 atau 4 bulan. Senyawa fosfat kaya energi dari metabolit penting untuk menjadi perantara fosforilasi transfer energi dalam proses pertumbuhan organ tanaman sebagai perantara penghasil metabolit sekunder. Peningkatan ketersedian P di tanah Andisols dapat diusahakan dengan beberapa metode yaitu dengan pemberian pupuk organik, pupuk P2O5 dan pengapuran terutama pada pH masam

akibat curah hujan tinggi di dataran tinggi. Persyaratan untuk simplisia kandungan asiatikosidanya tidak boleh kurang dari 0.9 %. Waktu panen dan pemupukan fosfor yang tepat, diharapkan dapat meningkatan produksi asiatikosida menjadi sangat penting diketahui.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh respon fisiologi, pertumbuhan dan produksi biomas, kandungan fitokimia (kualitatif) dan asiatikosida secara kuantitatif tanaman pegagan umur waktu panen dan pemupukan fosfor yang tepat. Percobaan menggunakan rancangan petak terpisah. Model pengolahan data terdiri dari 1. Rancangan Acak Kelompok untuk pengamatan pertumbuhan dan 2. Rancangan Petak Terpisah untuk pengamatan saat panen. Data yang diperoleh dari hasil pengamatan dianalisis menggunakan analisis ragam (uji F) pada taraf 5 %. Jika terdapat pengaruh yang nyata maka dilanjutkan dengan melakukan uji jarak berganda Duncan (Duncan’s multiple range test) danpola hubunganpersamaan regresi. Analisis data dilakukan dengan bantuan program SAS versi 9.1 dan program excel 2005. Penelitian dilakukan mulai bulan Juni sampai Desember 2007. Tempat penelitian di Kebun Percobaan Gunung Putri Cipanas, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat kebun milik BALITTRO Bogor, pada jenis tanah Andisols dan memiliki ketinggian tempat 1300 meter di atas permukaan laut. Analisis tanah, jaringan dan bioaktif dilaksanakan di laboratorium fitokimia BALITTRO Bogor. Penelitian di lapang menggunakan Rancangan Petak Terbagi (Split Plot Design) dengan petak utama perlakuan umur waktu panen 2 dan 4 bulan, perlakuan anak petak tingkat pemupukan P2O5 yang terdiri atas 4 taraf yaitu 0, 36, 72 dan 108 kg P2O5/ha

diulang 3 kali.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemupukan fosfor tidak mempengaruhi semua peubah pertumbuhan tanaman pegagan, kecuali terhadap nilai SPDA klorofil meter pada daun tua. Total serapan P jaringan, jumlah daun


(14)

induk, panjang daun, jumlah sulur primer, panjang sulur, panjang daun dan lebar daun, jumlah bunga induk, bobot biomas basah dan kering serta produksi asiatikosida mempengaruhi nyata lebih tinggi dibandingkan dengan umur waktu panen 2 bulan. Sedangkan pada pertumbuhan nilai SPAD klorofil meter daun muda dan tua, bobot akar induk, kandungan P jaringan, diameter tangkai daun, luas daun dan jumlah daun pertanaman dan kandungan asiatikosida waktu panen tidak mempengaruhinya. Pemupukan P2O5 tidak berpengaruh nyata terhadap

semua komponen pertumbuhan, akan tetapi berbeda nyata terhadap nilai SPAD klorofil meter daun muda dan tua lebih baik (42.75) terbaik dibandingkan dengan tanpa pupuk P2O5 (34.99 - 35.65) terendah. Perlakuan pemupukan P2O5

berpengaruh nyata terhadap bobot akar induk, bobot biomas basah dan kering serta produksi asiatikosida. Produksi bobot biomas basah dan kering serta produksi asiatikosida tertinggi pada waktu panen 4 bulan pada dosis pupuk 108 kg P2O5/ha adalah 694.01 dan 185 g, hal yang sama perlakuan tersebut diperoleh


(15)

ABSTRAK

SUTARDI. Kajian Waktu Panen dan Pemupukan Fosfor (P2O5) Yang Berbeda

di Tanah Andisols Dataran Tinggi Terhadap Kandungan Asiaticosida Tanaman Pegagan (Centella asiatica L. Urban). Dibimbing oleh MUNIF GHULAMAHDI DAN SANDRA ARIFIN AZIZ.

Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari respon fisiologi, pertumbuhan, produksi biomas, kandungan fitokimia secara kualitatif dan asiaticosida secara kuantitatif tanaman Pegagan (Centella asiatica L. Urban)

terhadap perlakuan waktu panen dan pemupukan P2O5 yang berbeda. Penelitian

di lapang dilakukan pada bulan Juli sampai Desember 2007 di Kebun Percobaan BALITTRO yang terletak Gunung Putri, Desa Pacet, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat dan analisis tanah, jaringan dan biokatif dilaksanakan di laborotoriom fitokimia BOLITTRO Bogor. Percobaan memakai dua pengamatan dari 2 sampai 16 MST (minggu setelah tanam) menggunakan rancangan acak kelompok lengkap ((randomize complete block design). Dosis pupuk P2O5 terdiri dari empat dosis yang meliputi tanpa pupuk 0, 35, 72 dan 108

kg P2O5/ha. Percobaan diulang 3 kali digunakan untuk mengetahui respon

fisiologi dan pertumbuhan adapun alasannya bahwa sebelum waktu panen belum dipengaruhui oleh perlakuan waktu panen. Percobaan dilanjutkan untuk mengetahui pengaruh waktu panen dan pupuk P2O5 menggunakan rancangan

petak terbagi (split plot design). Petak utama waktu panen terdiri dari dua yaitu 2 dan 4 bulan, sedangkan anak petak yaitu 4 dosis pupuk P2O5 yang meliputi

tanpa pupuk 0, 36, 72 dan 106 kg P2O5 /ha. Percobaan diulang tiga kali untuk

mengetahui pengaruh komponen fisiologi, pertumbuhan, produksi biomas dan kandungan fitokimia serta asiaticosida. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemupukan P2O5 tidak berpengaruh nyata terhadap semua komponen

pertumbuhan, akan tetapi berbeda nyata terhadap nilai SPAD klorofil meter daun muda dan tua lebih baik (42.75) terbaik dibandingkan dengan tanpa pupuk P2O5

(34.99 - 35.65) terendah. Perlakuan pemupukan P2O5 berpengaruh nyata terhadap

bobot akar induk, bobot biomas basah dan kering serta produksi asiaticosida. Produksi bobot biomas basah dan kering serta produksi asiaticosida tertinggi pada waktu panen 4 bulan pada dosis pupuk 108 kg P2O5/ha adalah 694.01 dan 185 g,


(16)

©

Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruhnya karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruhnya


(17)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan sebenarnya bahwa tesis yang berjudul Kajian Waktu Panen dan Pemupukan Fosfor Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Asiatikosida Tanaman Pegagan (Centella asiatica L. Urban) di Dataran Tinggi merupakan gagasan dan karya saya berserta komisi pembimbing yang belum pernah dipublikasikan dalam bentuk apapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan oleh penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, 2008

Sutardi A 151060291


(18)

KAJIAN WAKTU PANEN DAN PEMUPUKAN FOSFOR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI

ASIATIKOSIDA TANAMAN

PEGAGAN (Centella asiatica L. Urban) DI DATARAN TINGGI

SUTARDI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Agronomi

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2008


(19)

Judul tesis : Kajian Waktu Panen dan Pemupukan Fosfor Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Asiatikosida Tanaman Pegagan (Centella asiatica L. Urban) di Dataran Tinggi Nama : Sutardi

NIM : A 151 060 291

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Munif Ghulamahdi, MS Dr. Ir. Sandra Arifin Aziz, MS Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Agronomi Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr.Ir. Munif Ghulamahdi, MS Dr. Ir. Naresworo Nugroho, M.Si Tanggal Ujian : 4 Juni 2008 Tanggal Lulus : Juni 2008


(20)

(21)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dengan judul Kajian Umur Waktu Panen dan Pemupukan Fosfor Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Asiatikosida Tanaman Pegagan (Centella asiatica L. Urban) di Dataran Tinggiberhasil diselesaikan.

Dalam menyelesaikan tulisan ini, penulis banyak memperoleh bantuan dan informasi baik secara langsung dan tidak langsung dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr.Ir. Munif Ghulamahdi, MS selaku ketua komisi pembimbing atas bimbingan dan arahan selama melaksanakan penelitian, Dr. Ir. Sandra Arifin Aziz, MS selaku anggota komisi pembimbing atas dorongan moril, motivasi bimbingan yang sangat intensif, masukan dan diskusi selama penyusunan, pelaksanaan penelitian, dan penulisan tesis. Terima kasih penulis ucapkan pada Dr.Ir. Munif Ghulamahdi, MS selaku Ketua Program Studi Agronomi yang telah memberikan saran-saran dan arahan sejak penulis diterima sebagai mahasiswa sekolah pascasarjana IPB Program Studi Agronomi hingga selesai

Terima kasih penulis ucapkan kepada Badan Litbang Pertanian dan KKP3T yang telah berkenan memberikan kesempatan, dana dan kerjasama sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian dengan baik. Terima kasih juga kepada Bapak Ir. Bambang Sudaryanto, MS kepala BPTP Yogyakarta yang telah memberikan dorongan dan pengarahan serta berkenan memberikan kesempatan dalam melanjutkan studi S2 di IPB ini.

Penghargaan dan ungkapan terima kasih yang sedalam-dalamnya disampaikan kepada Bapak dan Ibu Marto Dikroma, Suradiyanto, Sutarno, Nyono serta seluruh kelurga, atas segala pengorbanan, semangat dan doanya.

Semoga Allah SWT mencatat kebaikan dari semua pihak dan memberikan balasan serta hidayah kepada kita sekalian. Akhirnya penulis berharap semoga karya kecil ini dapat memberikan manfaat dalam memperkaya khasanah ilmu pengetahuan.

Bogor, 2008. Sutardi.


(22)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 25 Agustus 1965 di Sragen, Jawa Tengah dari ayah yang bernama Marto Dikromo dan Ibu Daliyem. Penulis merupakan putra keempat dari tujuh bersaudara.

Tahun 1985 penulis lulus dari SMT Pertanian Jurusan Budi Daya Tanaman, tahun yang sama diterima bekerja sebagai Asisten Lapang di P3HTA DAS JRATUNSELUNA di Salatiga. Penulis sambil bekerja melanjutkan Studi pada jenjang D3 di APP Boyolali lulus tahun 1989. Tahun 1991 penulis melanjutkan studi S1 di Universitas Islam Batik Surakarta lulus tahun 1994. Selama kuliah penulis sebagai pegawai negeri sipil di Badan Litbang Pertanian.

Penulis selama ini sebagai peneliti di Badan Litbang Pertanian sejak tahun 1994 pada BPTP D.I. Yogyakarta. Jenjang fungsional dan pangkat golongan pada kepegawaian pada Peneliti Madya/gol IVa di bidang Agronomi. Tahun 2006 berkesempatan melanjutkan studi di Sekolah Pascasarjana IPB program studi Agronomi.


(23)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR ISI………. xi DAFTAR TABEL ……… xii DAFTAR GAMBAR ………... xiv DAFTAR LAMPIRAN……… xv PENDAHULUAN……… 1

Latar Belakang ………... 1 Tujuan Penelitian ………... 4 Hipotesis Penelitian ………... 4 TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman pegagan (Centella asiatica L. Urban)……….. 5 Hara Fosfor (P) dan Tanah Andisols di Dataran Tinggi………….. 8 Metabolit Sekunder Tanaman, Pemupukan dan Waktu Panen….... 12 Mekanisme Fosfor dalam Meningkatkan Kandungan Bioaktif ….. 14 BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat ………. . 17 Bahan dan Alat ……… 17 Metode Penelitian ………. 18 Pengamatan ………... 20 Analisis Data ……….... 22 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Percobaan ………... 23 Sifat Fisik dan Kimia Tanah Andisols ..………... 24 Kajian P2O5 Terhadap Nilai SPAD Klorofil

Meter Daun dan Pertumbuhan Pegagan Umur 2 sampai 16 MST… 26 Nilai SPAD Klorofil Meter Daun ……….. 28 Komponen Pertumbuhan ………... 30 Kajian Umur Waktu Panen dan dan Pupuk P2O5 Terhadap Nilai

SPAD Klorofil Meter Daun, Pertumbuhan dan Produksi

Asiatikosida Pegagan………. 37 Nilai SPAD Klorofil Meter Daun, Kandungan P Jaringan, Total

Serapan P dan Bobot Akar………. 38 Komponen Pertumbuhan ………. ……… 42

Komponen Produksi ……… ……… 47 Analisis Usaha Budidaya Tanaman Pegagan ………... 57 PEMBAHASAN

Tanah Andisols dan Upaya Pengelolaannya ……….... 60 Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Pegagan ……… 65 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan dan Saran……….. 66 DAFTAR PUSTAKA..………... 67 LAMPIRAN...……….... 74


(24)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Jenis fitokimia, fungsi dan golongan. ……….... .. 15

2 Kriteria penilaian kandungan bioaktif dengan uji fitokimia ... 22 3 Rerata suhu udara bulanan di Desa Sukatani, Kecamatan Pacet,

Kabupaten Cianjur Tahun 2007... 24 4 Hasil analisis pendahuluan karakteristik tanah Andisols

di Gunung Putri, Cipanas, Cianjur 2007……… 25 5 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh pemberian pupuk P2O5 terhadap

komponen nilai SPAD klorofil meter daun dan pertumbuhan (RAK)…… 26 6 Nilai SPAD klorofil meter daun muda dan daun tua………. 28 7 Pengaruh pemupukan P2O5 terhadap jumlah daun induk ……… 30

8 Pengaruh pemupukan P2O5 terhadap panjang tangkai daun……… 31

9 Pengaruh pemupukan P2O5 terhadap diameter tangkai daun……… 32

10 Pengaruh pupuk P2O5 terhadap jumlah sulur primer……… 32

11 Pengaruh pemupukan P2O5 terhadap panjang daun………. 34

12 Pengaruh pemupukan P2O5 terhadap lebar daun……… . 34

13 Pengaruh pemupukan P2O5 terhadap jumlah bunga induk ……….. 35

14 Pengaruh pemupukan P2O5 terhadap panjang sulur tamaman induk... 35

15 Pengaruh pemupukan P2O5 terhadap jumlah buku tamaman induk……. 36

16 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh waktu panen dan pupuk P2O5 terhadap komponen pertumbuhan, produksi dan fisiologi

(Split Plot Design) ………. 37 17 Pengaruh waktu panen dan pupuk P2O5 terhadap nilai SPAD klorofil

meter daun, kandungan P, total serapan P dan bobot akar ……... 39 18 Nilai SPAD klorofil meter daun tua pada berbagai interaksi perlakuan

waktu panen dan dosis pupuk P2O5... 41

19 Pertambahan jumlah daun induk tanaman pegagan pada berbagai


(25)

20 Pengaruh waktu panen dan pupuk P2O5 terhadap panjang

tangkai daun terpanjang, diameter tangkai daun terpanjang, jumlah

sulur primer, panjang sulur, panjang daun, lebar daun dan jumlah bunga 44 21 Pengaruh waktu panen dan pupuk P2O5 terhadap jumlah dan luas daun

pertanaman ………...……… 46 22 Pengaruh waktu penen dan pemupukan P2O5 terhadap kandungan

asiotikosida………... 49

23 Bobot biomas basah dan kering pegagan pada berbagai interaksi

perlakuan waktu panen dan dosis pupuk P2O5... 48

24 Pertambahan produksi asiatikosida pegagan pada berbagai interaksi

perlakuan waktu panen dan dosis pupuk P2O5... 54

27 Hasil uji fitokimia tanaman pegagan pada umur panen 2 dan 4 bulan…. 55


(26)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Lintasan biosintesis metabolit di dalam tanaman

(Vickery dan Vickery 1981)... 12 2 Biosintesis senyawa terpenoid (Hess 1986)... 13 3 Nilai SPAD klorofil meter daun muda... 29 4 Interaksi antara pengaruh waktu panen dan dosis P2O5 terhadap

nilai SPAD klorofil meter daun tua... 41 5 Pertambahan jumlah daun induk tanaman pegagan pada berbagai

interaksi perlakuan waktu panen dan dosis pupuk P2O5... 43

6 Pertambahan produksi bobot bimas basah tanaman pegagan akibat perlakuan interaksi perlakuan waktu panen dan dosis

pupuk P2O5... 48

7 Pertambahan produksi bobot biomas kering tanaman pegagan pada berbagai interaksi perlakuan waktu panen dan dosis

pupuk P2O5 ... 49

8 Pertambahan produksi asiatikosida tanaman pegagan pada

berbagai dosis pupuk P2O5………... .. 51

9 Pertambahan serapan P dan asiatikosida tanaman pegagan pada


(27)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Denah percobaan………. 75 2. Prosedur uji fitokimia………... 76 3. Prosedur analisa kadar asiaticosida ………... 77 4. Prosedur analisa kadar P jaringan……….. 78 5. Bagan alir penelitian. ………. 79 6. Cara pengukuran nilai SPAD klorofil daun muda, tua dan senecence .. 80 7. Hasil fungsi penduga respon P2O5 kedua macam kadar P2O5 pada


(28)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman pegagan (Centella asiatica L. Urban) merupakan tanaman liar yang banyak tumbuh di ladang, perkebunan, tepi jalan maupun di pekarangan. Pegagan ini berasal dari Asia tropik, menyukai tanah yang agak lembab, cukup sinar atau agak terlindung serta dapat ditemukan di daerah dataran rendah sampai dengan dataran dengan ketinggian 2.500 meter dpl (Hyene 1987; Dalimartha 2000; Januwati dan Yusron 2004). Tanaman ini sering dianggap sebagai gulma yang kurang diperhatikan manfaatnya. Padahal sebenarnya sudah banyak pula masyarakat yang telah memanfaatkan pegagan sebagai bahan obat. Sejak jaman dahulu, pegagan telah dipergunakan sebagai obat kulit, memperbaiki gangguan syaraf dan peredaran darah. Di daerah Jawa Barat, tanaman pegagan bagian daunnya juga dikenal sebagai lalapan yang dikonsumsi dalam bentuk segar maupun direbus (Van Steenis 1997), bahkan ada juga yang mencampurkannya dalam asinan. Lalapan segar mempunyai khasiat yaitu untuk membersihkan darah dan memperbaiki gangguan pencernaan (Wijayakusuma et al. 1994). Tanaman pegagan, pengolahan atau penggunaannya pun tidak terbatas untuk dikonsumsi secara segar, akan tetapi telah diambil ekstraknya atau diolah menjadi kapsul, krem dan salep (Lasmadiwati et al. 2002).

Secara empiris pegagan mengandung senyawa asiatikosida yang banyak digunakan sebagai bahan simplisia obat. Asiatikosida merupakan glikosida triterpen, derivat alfa amarin dengan molekul gula, terdiri atas 2 glukosa dan 1 rhamnosa (Talalaj dan Czeehowics 1989). Menurut Dalimartha (2000) bahwa senyawa glikosida triterpenoid yang disebut asiatikosida berperan dalam berbagai aktivitas penyembuhan penyakit. Salah satu bahan alami yang banyak mengadung asiatikosida terdapat di tanaman pegagan. Berdasarkan berbagai kajian empiris khasiat tanaman pegagan mengandung fitokimia terpenoid dengan zat aktif asiatikosida (Pramono dan Ajiastuti 2004 dan Kristijarti et al. 2004). Asiatikosida sendiri mempunyai khasiat untuk meningkatkan vitalitas dan daya ingat serta mengatasi pikun berkaitan erat dengan asam nukleat sebagai dasar penyusunnya diperkirakan dari sumber fosfor. Secara oral ekstrak pegagan digunakan untuk


(29)

2

pengobatan usus lambung (Karnig 1988) serta untuk memperlancar peredaran darah otak karena dapat meluruhkan sumbatan aterosklerosis pada mikrosirkulasi pembuluh darah otak (Duke 2003). Guna melindungi masyarakat pengguna obat alami pada tanaman pegagan perlu persyaratan mutu yang baku berdasarkan hasil penelitian tentang kandungan asiatikosida.

Faktor yang menentukan tinggi rendahnya kuantitas dan kualitas produksi secara umum adalah penentuan waktu panen yang tepat. Hal yang sama Pantastico (1986) dan Wibowo (1990) melaporkan bahwa penentuan tingkat kemasakan yang tepat pada saat umur panen merupakan salah satu aspek agronomi penting untuk memperoleh produk yang berkualitas tinggi. Umur panen tanaman pegagan biasanya dilakukan pada umur 3 atau 4 bulan. Selang pemanenan dengan panen selanjutnya sekitar dua bulan. Hasil produksi total dapat mencapai sekitar 15 – 20 ton/ha segar atau setara 1.5 - 2.5 ton/ha kering (Januwati dan Yusron 2005). Berdasarkan hasil kajian umur panen 3 – 4 bulan baru dapat menjawab tentang persyaratan mutu simplisia. Berdasarkan persyaratan yang ditentukan oleh MMI tahun 1989 adalah kadar abu (tidak lebih 19 %), kadar abu tak larut dalam asam (5 %), kadar sari yang larut dalam air (tidak kurang 6 %) dan kadar sari larut dalam etanol (tidak kurang 9.0 %), namun belum mensyaratan kandungan asiotikosidanya. Persyaratan untuk simplisia yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan R I (2004) yaitu kandungan asiatikosidanya tidak boleh kurang dari 0.9 %, sehingga diperlukan penelitian untuk menentukan umur waktu panen yang tepat. Peningkatan kandungan asiatikosida menjadi sangat penting diketahui, dan diduga dipengaruhi oleh umur waktu panen.

Hara fosfor berperan penting dalam metabolisme energi karena keberadaannya dalam ATP, ADP, AMP dan pirofosfat (PPi). Fosfor juga merupakan komponen struktural dari sejumlah senyawa penting untuk molekul pentransfer energi ADP dan ATP. Senyawa fosfat kaya energi dari metabolit penting untuk menjadi perantara fosforilasi transfer energi dalam proses pertumbuhan organ tanaman (Salisbury dan Ross 1995). ATP adalah salah satu contoh nukleotida asam nukleat bebas yang berperan sebagai energi (Toha 2001).

Awal dari kekahatan P signal awal cekaman secara umum meliputi Ribo regulator faktor transkipsi dan tanggap umum. Komponen morfologi terjadi


(30)

3

perubahan hormonal, nisbah akar/tajuk meningkat, perbanyakan akar rambut dan pembentukan akar lateral lebih baik. Kedua terjadi perubahan metabolisme atau pengalihan pada metabolisme sekunder. Sedangkan tanggap fisiologi terjadi penyerapan P meningkat modifikasi rizhosfer, mobilisasi P internal, perubahan P internal dan daur ulang P internal (Sopandie 2006).

Peningkatan ketersedian P dapat diusahakan dengan beberapa metode yaitu dengan pemberian pupuk organik, pupuk P2O5 dan pengapuran terutama

pada pH masam seperti tanah Andisols di daerah dataran tinggi. Pengelolaan tanah Andisols perlu ditambahkan dalam bentuk pupuk anorganik seperti TSP, SP-36 dan P-alam serta asam humit dalam bentuk pupuk organik (Santoso dan Sofyan 2005). Eksudasi asam organik (malat, sitrat dan oksalat) adalah mekanisme lain tanaman untuk meningkatkan ketersediaan P dari tanah. Asam organik dapat meningkatkan ketersedian P melalui mekanisme pelarutan senyawa P sukar larut (Al-P dan Fe-P) dengan penurunan pH atau desorbsi P dari jerapan dengan pertukaran anion Crowley dan Rengel (2000) dalam Sopandie (2006). Anion asam organik dapat membentuk komleks dengan Al atau Fe sehingga dapat melepaskan ion fosfat atau mencegah ion fosfat bereaksi dengan ion Al atau Fe (Sopandie 2006). Hal ini dapat meningkatkan serapan P pada tanah-tanah masam seperti tanah Andisols yang mempunyai kandungan P tersedia sangat rendah. Kandungan P tersedia sangat rendah diperkirakan sama seperti luas tanah andisols di Indonesia kurang lebih 6.5 juta hektar atau 3.4 % dari total daratan Indonesia (Arifin 1994). Pengguaan pupuk anorganik seperti pupuk SP-36 diharapkan cukup baik, karena mudah larut dalam kondisi masam serta dapat melepaskan fosfat secara lambat (slow released). Agustina (1990) menyatakan bahwa hubungan dosis pupuk dengan hasil tanaman mengikuti pola kuadratik, artinya pemberian pupuk tertentu dapat meningkatkan hasil tanaman sebaliknya dosis yang berlebihan akan mengakibatkan menurunnya hasil tanamam.

Berdasarkan latar belakang di atas sangat menarik untuk mengevaluasi pengaruh waktu panen dan pemberian pupuk P2O5 terhadap pertumbuhan dan


(31)

4

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mempelajari respon pertumbuhan dan produksi serta kandungan asiatikosida tanaman pegagan terhadap umur waktu panen dua dan empat bulan.

2. Mempelajari respon pertumbuhan dan produksi serta kandungan bahan asiatikosida tanaman pegagan terhadap tingkatan pemupukan fosfor yang berbeda.

3. Mempelajari interaksi pertumbuhan dan produksi asiatikosida tanaman pegagan terhadap beberapa tingkatan umur waktu panen dan pemupukan fosfor yang berbeda.

Hipotesis Penelitian

Hipotesis dari penelitian ini adalah:

1. Semakin bertambah umur tanaman semakin bertambah pertumbuhan, biomas dan kandungan asiatikosida.

2. Terdapat tingkatan pupuk fosfor yang terbaik yang berpengaruh terhadap komponen pertumbuhan, produksi dan kandungan asiatikosida.

3. Terdapat interaksi antara tingkatan umur waktu panen dan dosis pemupukan fosfor terbaik terhadap pertumbuhan, produksi dan kandungan senyawa asiatikosida.


(32)

5

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman pegagan (Centella asiatica L. Urban) Botani

Tanaman pegagan (Centella asiatica L. Urban) mempunyai sinonim

Hydrocotyle asiatica L. Pes, yang berasal dari Asia Tropik dan dikelompokkan kedalam golongan tanaman Dicotyledonae, famili Umbelliferae atau Apiaceae (Heyne 1987).

Pegagan berdasarkan klasifikasi taksonomi (Lembaga Biologi Nasional 1980) termasuk kedalam:

Divisi : Spermatophyta sub-divisi : Angiospermae kelas : Dicotyledonae ordo : Umbillales

famili : Umbilliferae (Apiaceae) genus : Centella

spesies : Centella asiatica (L). Urban, Hidrocotyle asiatica Linn

Nama daerah atau lokalnya adalah pegagan (Jakarta), antanan (Sunda), daun kaki kuda (Sumatra), tikusan (Madura), taiduh (Bali), kori-kori (Halmahera), gagan-gagan atau panigowang (Jawa), pegaga (Aceh), pegago (Minaokabau), dogauke atau sandanan (Irian), gogauke (Papua), kalotidi manora (Maluku), bebile (lombok) (Depertemen Kesehatan Republik Indonesia 1989, Santa dan Bambang 1992; Lasmadiwati et al. 2004). Selain di Indonesia pegagan juga dikenal di India dan Sri Lanka dengan nama Gotu Kola dan di Cina dikenal dengan nama Ji Xue Cao yang digunakan untuk memperpanjang umur menurut kepercayaan masyarakat di Cina. Di negara Perancis dikenal dengan nama Bevilaque, Hydrocote d’Asie, Cotyiole Asiatique dan sudah ditetapkan sebagai tanaman obat sejak tahun 1884. Di berbagai negara pegagan sudah secara turun temurun digunakan sebagai obat tradisional untuk berbagai jenis penyakit (Winarto dan Surbakti 2005).


(33)

6

Tanaman pegagan merupakan herba menahun tidak berbatang dengan akar rimpang pendek serta akar merayap (menjalar) stolon panjang bisa mencapai 2.5 m (Van Steenis 1997, De Padua et al. 1999). Akar terdapat pada buku yang menyentuh tanah akarnya tunggal bercabang-cabang sedangkan akar serabut tumbuh pada buku-buku stolon (geragih). Daun tunggal letak basalis atau roset dengan 2-10 daun. Bentuk daun seperti ginjal (reniformis) ukuran 2-5 x 3-7 cm tangkai dan daun tegak panjang 9 - 17 cm bagian tangkai daun berlubang. Tepi daun bergerigi 1 - 7 cm dan kadang-kadang berambut (Wijayakusuma et al. 1994). Pangkal tangkai daun melengkuk ke dalam dan melebar seperti pelepah. Tulang daun menjari (palmitus). Daun berwarna hijau dan hijau muda. Bunga putih atau merah muda berbentuk payung tunggal atau 3-5 bunga secara bersama keluar dari ketiak daun (Wijayakusuma et al. 1994), buah bertipe schyzorcapium, berwarna kuning coklat atau merah muda kuning, berbelah - berbeluk dua (Van Steenis 1997; Santa dan Bambang 1992; De Padua et al. 1999).

Manfaat

Pegagan merupakan sayuran yang disukai di beberapa negara-negara di Asia Tenggara (kecuali Philipina) dan juga di Sri Langka. Daunnya; rasanya agak pahit bisa dimakan mentah atau dimasak. Di Thailand, Vietnam, Kamboja, dan Laos daun-daun pegagan banyak dikonsumsi dalam bentuk jus sebagai minuman. Namun pegagan lebih terkenal sebagai sayuran dan bahan minuman karena berkaitan dengan kandungan senyawa obat didalamnya (De Padua et al.

1999). Tanaman pegagan termasuk herba yang berkhasiat sebagai anti infeksi, anti racun, anti rematik, penghenti pendarahan, peluruh kencing, pembersih darah, memperbanyak pengeluaran empedu, pereda demam, penenang, mempercepat penyembuhan luka dan melebarkan pembuluh darah. Bagian tanaman yang dapat dikonsumsi sebagai sayuran adalah daun, sedangkan yang berfungsi untuk obat adalah seluruh bagian tanaman kecuali akar (Dalimartha 2000). Daun pegagan juga dapat berfungsi sebagai aromatik namun aromanya akan cepat menghilang seiring dengan proses pengeringannya (Wren 1956). Pegagan rasa manis bersifat mendinginkan atau menyejukkan berfungsi membersihkan darah, antilepra, antiradang, antibakteri, antialergi, tonikum, melancarkan peredaran darah,


(34)

7

penurunan panas (antipiretika), menghentikan perdarahan (haemostatika), meningkatkan syaraf memori dan hiposensitif (Winarto dan Surbakti 2005). Kandungan asiatikosida membuat pegagan berfungsi sebagai antiinflamasi sehingga dapat diolah menjadi bahan baku salep untuk mengobati luka (Lasmadiwati et al. 2005).

Pegagan bermanfaat sebagai tanaman obat karena mengandung komponen fitokimia seperti: triterpenoid, saponin, flavonoid, tanin, steroid dan glikosida. Zat aktif yang terdapat dalam pegagan adalah antara lain asiatikosida, asiatic acid, madekasid dan madekasoid (golongan triterpenoid), sitosterol dan stigmasterol (golongan steroid) dan vallerin, brahmosida (golongan saponin). Kandungan kimia yang terdapat pada pegagan yang lain yaitu asiaticoside, thankuniside, isothankuniside, madecassoside, brahmoside, brahminoside, brahmic acid, madasiatic acid, meso-inositol, centelloside, carotenoids, hydrocotylin, vellarine, tanin serta mempunyai kandungan garam mineral seperti kalium, natrium, magnesium, kalsium dan besi mengandung fosfor, minyak atsiri (1%), pektin (17.25%), asam amino dan vitamin (Santa dan Bambang 1992; Kusuma et al.

1994; Lasmadiwati et al. 2004)

Adaptasi/Lingkungan Tumbuh

Tanaman pegagan beradaptasi cukup luas ini terbukti mudah tumbuh di berbagai tempatnya cocok. Pegagan menyukai lingkungan yang lembab, cukup sinar matahari atau agak terlindung, tumbuh baik di dataran rendah pada ketinggian sekitar 700 m dpl dan dapat tumbuh pada daerah sampai dengan ketinggian 2500 m dpl (Dalimartha 2000). Januwati dan Yusron (2005) melaporkan bahwa ketinggian tempat optimum untuk tanaman pegagan adalah 200 – 800 m dpl, akan tetapi diatas 1000 m dpl produksi biomas rendah, sebaliknya kandungan asiatikosida diduga lebih tinggi. Secara empiris tanaman pegagan mempunyai syarat tumbuh spesifik dalam kebutuhan intensitas cahaya sehingga, yang akan mempengaruhi bentuk morfologi anatomi daun dan kandungan bioaktifnya (Musyarofah 2006). Tanaman pegagan memiliki pertumbuhan roset dimana daun - daunnya tumbuh secara radial sangat rapat


(35)

8

dengan sesama daun lainnya, oleh sebab itu tidak memungkinkan pertumbuhan daun di bawahnya lebih baik.

Pegagan tidak tahan terhadap tempat terlalu kering, curah hujan tinggi, intensitas cahaya 30 – 40 % dan dapat tumbuh di semua jenis tanah. Pada jenis tanah Latosol dengan kandungan liat sedang dapat tumbuh subur dan kandungan bahan aktifnya cukup tinggi (Januwati dan Yusron (2005). Sedangkan pada jenis tanah Andisols di dataran tinggi belum banyak diketahui respon pertumbuhan dan produksinya.

Hara Fosfor (P) dan Tanah Andisols di Dataran Tinggi

Pada umumnya, fungsi P pada tanaman dapat digolongkan dalam tiga bagian. Fungsi pertama adalah sebagai penyusun makromolekul. Dua contoh utama atau terpenting dari makromolekul yang melibatkan P adalah senyawa yang berperan dalam pewarisan sifat dan perkembangan tanaman. Pada biomembran P membentuk ikatan atau jembatan antara digliserida dan molekul lainya seperti asam amino, amina, atau alkohol, membentuk fosfatidilikolin (lesitin) yang menjaga intergritas membran. Fungsi Kedua adalah sebagai unsur pembentuk senyawa penyimpan dan perpindahan energi. Dua senyawa kaya energi yang paling umum adalah ATP dan ADP. Energi dalam ATP/ADP terletak pada ikatan pirofosfat yang pemecahan akan melepaskan energi, yang dikenal proses fosforilasi. ATP merupakan sumber energi untuk hampir semua proses biologi membutuhkan energi. Unsur P seperti halnya diperlukan dalam proses fotosintesis yakni pada fotofosforilasi dan pembentukan ribulosa 1.5-bifosfat. Fungsi ketiga P adalah sebagai regulator reaksi biokimia malalui fosforilasi yang dapat mengaktivasi atau inaktivasi protein yang diangap sebagai faktor dalam transduksi sinyal (Marschner 1995). Secara singkat bahwa pengaruh faktor lingkungan (air, suhu dan cahaya) selanjutnya tanah dan hara berpengaruh langsung dan tidak langsung pada produksi bahan kering, rasio tanaman dan kandungan bioaktif terhadap produksi bioaktif.

Fosfor termasuk hara makro dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang banyak seperti halnya N, K, Ca, Mg dan S. Kadar P di dalam tanaman 0.1 – 0.4 % lebih rendah dari kadar N dan K (Tisdale et al. 1985). Fosfor merupakan salah satu unsur hara yang memiliki peranan cukup penting dalam pertumbuhan tanaman


(36)

9

selain nitrogen dan kalium (Soepardi 1983). Sebagian besar P terdapat pada kerak bumi. Mineral utama yang mempunyai kadar P tinggi adalah apatit. Mineral ini merupakan persenyawaan karbonat, flour, klor atau hidroksi apatit yang mempunyai kadar P2O5 antara 15-30 % dan tidak larut dalam air. Dengan adanya

proses pelapukan mineral apatit akan mengalami perubahan yang kemudian akan membebaskan P dalam ikatan Ca-P. Selanjutnya akan diperoleh bentuk Al-P dan Fe-P dalam tanah yang jumlahnya tergantung dari tingkat hancuran iklim (Leiwakabessy dan Sutandi 1998).

Fosfor dalam tanah dibedakan atas P-inorganik dan P-organik. Jumlah dari kedua bentuk ini disebut total (Leiwakabessy 1988). Pada lapisan olah kadar P-organik untuk tanah mineral lebih tinggi dari lapisan di bawahnya karena adanya penimbunan bahan organik (Tisdale et al. 1985). Fofor dalam tanah ada empat bentuk yaitu: (1) terlarut dalam air (H2PO4-. HPO42-. dan PO43-), (2) terjerap oleh

liat (ristensi P), (3) terfiksasi dan/atau termobilisasi dan (4) P-organik (Rosmarkam dan Yuwono 2001) dan Lagreid et al. (1999). Sebaliknya Leiwakabessy (1988) melaporkan bahwa ion fosfat dalam larutan tanah yang berasal dari mineral primer maupun dari bahan organik dan pupuk segera diubah menjadi berbagai bentuk tergantung dari keadaan lingkungan.

Pergerakan hara P didalam tanah diserap oleh akar melalui proses difusi yang didasarkan pada perbedaan konsentrasi unsur hara yang berada pada suatu tempat dengan tempat yang lain di dalam bentuk larutan tanah. Penyerapan P oleh tanaman dari tanah adalah penyerapan aktif karena melawan gradien konsentrasi (Clarkson dan Grignon 1991). Pergerakan ion fosfat menuju akar tanaman terdiri dari dua cara yakni aliran massa dan difusi (Tisdale et al. 1985). Kadar P larutan tanah di luar sel akar umumnya hanya 1 µM atau kurang. sedangkan kadar dalam sitoplasma adalah 103 sampai 104 lebih tinggi. Fosfor yang diserap tanaman tidak mengalami reduksi akan tetapi tetap dalam bentuk oksidatif tertinggi (Marschner 1995). Setelah diserap fosfat dapat tetap sebagai P inorganik atau teresterifikasi (melalui gugus hidrosil) dengan rantai karbon (C-O-P) sebagai ester sederhana (gula (C-O-P) atau terikat dengan P lainnya dengan ikatan pirofosfat kaya energi (ATP, ADP) atau diester (C-P-C).


(37)

10

Tanaman menyerap unsur hara fosfor dalam bentuk ion ortofosfat primer (H2PO4-) dan ion ortofosfat sekunder (HPO42-) atau fosfor diserap terutama dalam

bentuk ion bervalensi tunggal H2PO4- dan kadang dalam bentuk ion bervalensi

dua HPO42- (Gardner et al. 1991). Menurut Tisdale et al. (1985) kemungkinan

fosfor masih dapat diserap dalam bentuk lain yaitu pirofosfat dan metafosfat. Mekanisme yang terjadi setelah P diserap oleh akar, mula-mula diangkut ke daun muda, kemudian dipindah ke daun yang lebih tua. Sebagian besar ester fosfat merupakan senyawa intermediet dalam mekanisme sebagai biosintesis ataupun pemecah (Morard 1970 dalam Rosmarkan dan Yuwona 2002).

Perubahan fosfor di akar tanaman dibedakan menjadi tiga fase; pertama adalah perubahan P anorganik yang baru diserap tanaman menjadi bentuk senyawa organik. Kedua adalah perubahan P dari ATP (Adenosin Trifosfat) menjadi ADP (Adenosin Difosfat). Ketiga adalah pemecahan dari pirofosfat atau fosfat secara hidrolisis (Tisdale 1985).

Fosfor yang diserap tanaman dalam bentuk ion anorganik cepat berubah menjadi senyawa fosfor organik setelah diserap dalam bentuk H2PO4- umumnya

cepat diesterifikasi melalui gugusan hidroksil berantai C menjadi fosfat berenergi tinggi (misalnya ATP). Perubahan P anorganik menjadi P organik hanya memerlukan waktu beberapa menit (Marschner 1986). Walapun P organik ini cepat dilepas menjadi P anorganik lagi ke dalam jaringan xilem tanaman. Unsur hara P yang relatif stabil adalah apabila P berada dalam dua ester (C-P-C). Pada proses glikolisis, respirasi atau fotosintesis energi dilepas dan digunakan untuk menyusun ikatan pirofosfat yang kaya energi. Fosfor merupakan senyawa penyusun jaringan tanaman seperti: asam nukleat, fosfolipida dan fitin. Fosfor ini bersifat mobil atau mudah bergerak antar jaringan tanaman. Kadar optimum fosfor dalam tanaman pada saat pertumbuhan vegetatif berkisar antara 0.3 – 0.5 % dari berat kering tanaman (Rosmarkan dan Yuwona 2002).

Sumber pupuk yang digunakan dalam penelitian ini berupa pupuk fosfor (SP-36) yang diproduksi dalam bentuk pupuk anorganik dengan kandungan P2O5

36 %. Walaupun, industri obat cenderung mensyaratkan budidaya tanaman obat menggunakan bahan alami saja, sehingga perlu perimbangan pupuk organik seperti pupuk kandang atau kompos. Pupuk anorganik bertujuan supaya akar


(38)

11

tanaman lebih mudah menyerap, sehingga mendukung pertumbuhan awal yang baik. diharapkan produksi biomas tinggi dan akhirnya didapatkan kandungan bioaktif tinggi pula.

Tanah Andisols merupakan tanah yang berkembang dari bahan vulkanik seperti lahar, abu vulkan, batu apung, sinder dan lava (Tan 1984). Menurut Rachim dan Suwardi (1999) tanah Andisols adalah tanah yang berwarna hitam kelam sangat porous, mengandung bahan organik dan liat amorf terutama alofan. Karakteristik tanah Andisols diantaranya adalah memiliki kandungan bahan organik yang tinggi, bobot isi rendah, daya menahan air tinggi, mempunyai konsistensi gembur, kurang plastis dan tidak lengket. Selain itu umumnya tanah Andisols dicirikan oleh tektur lempung berpasir sampai dengan lempung dan memiliki reaksi tanah masam sampai dengan agak masam (Tan 1984). Tanah Andisols memiliki kejenuhan basa rendah, kapasitas tukar kation dan kapasitas tukar anion tinggi, serta kadar fosfor rendah. karena terfiksasi kuat (Rachim dan Suwandi 1999). Berdasarkan klasifikasi tanah Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (1982), klasifikasinya hampir mirip dengan sistem FAO/UNESCO. Tanah Andisols adalah tanah-tanah yang umumnya berwarna hitam (epipedon mollik atau umbrik) dan mempunyai horison kambik, bulk density kurang dari 0.85 g/cm3 banyak mengandung bahan amorf atau lebih dari 60 % terdiri dari abu vulkanik vitrik cinders atau bahan pyroklastik (Hardjowigeno 2003). Sifat tanahnya merupakan tanah masih muda dengan kadar P, K dan Al tinggi dan banyak ditemukan di daerah gunung berapi dataran tinggi. Kandungan fosfor (P) total tanah Andisols kategori tinggi, namun P kurang tersedia bagi tanaman karena terfiksasi oleh Al-hidroksida tinggi, Al larut sangat reaktif terhadap anion seperti fosfat, sulfat atau silikat. Hal yang sama ditegaskan oleh Swastika et al. (2005) P diikat oleh mineral liat amort dan diikat oleh Al+3. Harborne (1987) menyebutkan bahwa ragam kandungan fitokimia tanaman dipengaruhi oleh faktor lingkungan antara lain: faktor iklim (suhu, intensitas cahaya, panjang hari, kelembaban dan musim), faktor tanah. bahan polusi yang tidak wajar (ozon, gas -gas industri, asap kendaraan maupun pestisida) dan kompetisi dengan tanaman lain.


(39)

12

Metabolit Sekunder Tanaman, Pemupukan dan Waktu Panen

Metabolit sekunder atau dikatakan sebagai bahan alami merupakan senyawa yang dihasilkan oleh tanaman dalam jumlah relatif besar, namun tidak memiliki fungsi langsung terhadap pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman (Taiz and Zeiger 2002). Metabolit sekunder sangat diperlukan bagi tumbuhan beberapa diantaranya bermanfaat sebagai mekanisme pertahanan dalam melawan serangan bakteri, virus, dan jamur sehingga dapat dianalogikan seperti sistem kekebalan tubuh (Vickery dan Vickery 1981). Penyebaran metabolit sekunder terbatas, terdapat terutama pada tumbuhan dan mikroorganisme serta memiliki karakteristik untuk tiap generasi, spesies, dan strain tertentu. Metabolit sekunder dibentuk dari metabolit primer antara lain asam animo, asetil koenzim A, asam mevalonat, dan intermediate dari lintasan shikimat (Herbert 1995). Metabolit sekunder dibagi menjadi kelompok terpenoid, alkaloid, shikimat dan poliketida berdasarkan pentingnya material pembentukannya (Sell 2005).

Pembentukan metabolit sekunder dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain: suhu, pH, aktivitas air dan intensitas cahaya. Laju reaksi thermal (non foto kimia) peka terhadap suhu dan beberapa laju reaksi akan meningkat seiring dengan peningkatan suhu 100C. Lahan yang relatif kering, pH dan kelembaban tanah adalah merupakan parameter yang relevan untuk terbentuknya metabolisme sekunder. Metabolit dibentuk melalui lintasan (pathway) yang khusus dari metabolit primer (Gambar 1).

pentose phosphate pathway

carbohydrate

carbon dioxide +

water pyruvic acid

glycolysis shikimic acid pathway aromatic compoound acetyl CoA transamintion ammonia amino acid tricarboxylic acid cycle acetate mevalonate pathway protein alkaloids nucleic acids terpenoids steroids acetate-malonate pathway fatty acid polyketides aromatic compoound

Gambar 1 Lintasan biosintesis metabolit di dalam tanaman (Vickery dan Vickery 1981)


(40)

13

Semua reaksi hidrolisis atau kondensasi dan reaksi hidrasi/dehidrasi merupakan katalis asam dan reaksi hidrolisis merupakan katalis basa. Air diperlukan untuk hidrolisis (amida dan ester) dan reaksi hidrasi. Laju reaksi akan menjadi lambat jika aktivitas air rendah. Sedangkan peningkatan intensitas cahaya akan meningkatkan laju dari semua reaksi oksidasi dan dekarboksilasi (Alphastep 2003).

Senyawa metabolit sekunder yang paling banyak dikandung tanaman pegagan adalah dari kelompok triterpenoid. Sedangkan geranyl pyrophosphate menjadi prekursor dari diterpenoid dan carotenoid (Vickery dan Vickery 1981). Triterpenoid merupakan senyawa yang memiliki struktur molekuler yang mengandung rangka karbon dan membentuk isoprene (2-methylbuta-1.3-diene). Isoprene mempunyai lima atom karbon, sedangkan jumlah atom karbon pada masing-masing senyawa terpenoid merupakan kelipatan lima karbon (isoprene) (Sell 2005). Secara jelas biosintesis senyawa triterpenoid ditunjukkan pada Gambar 2. acetyl-CoA dimethyl-allyl-PP Geranyl-PP Farnesyl-PP Geranylgeranyl-PP polyprenyl-PP polyterpenes tetraterpenes diterpenes triterpenes sesquiterpene monoterpenes hemiterpenes Zx, Tail-to-tail Zx, Tail-to-tail isopentenyl-PP mevalonic acids acetoacyl- CoA

CH2O-PP

CH2O-PP

CH2O-PP CH2O-PP CH2

C H2C H3C

CH2O-PP

H3C

H2C C CH C C C O CH3 CH3

CH2-CH2OH CH2-CO~SCOA

CH3 HO CH2 HOOC O C COAS~

H2C-CO~SCOA

H2C-CO~SCOA

Gambar 2 Biosintesis senyawa terpenoid (Hess 1986)

Faktor yang menentukan tinggi rendahnya kuantitas dan kualitas produksi adalah penentuan waktu panen yang tepat. Banyak komoditas ekonomis seperti bawang merah, kentang dan tanaman pangan mengalami kehilangan hasil akibat


(41)

14

waktu panen kurang tepat. Pantastico (1986) dan Wibowo (1990) menyimpulkan bahwa penentuan tingkat kemasakan yang tepat pada saat umur panen merupakan salah satu aspek penting dalam upaya memperoleh produk yang berkualitas tinggi.

Mekanisme Fosfor dalam Meningkatkatkan Kandungan Bioaktif

Fosfor berfungsi sebagai merangsang pembentukan akar lebih baik untuk penyerapan hara dan air, peningkatan jumlah klorofil daun dapat berfotosintesis baik untuk menghasilkan fotosintat, sehingga senyawa yang kaya energi diserap oleh akar diangkut melalui xilem menuju tajuk di duga dapat meningkatkan kandungan senyawa asiatikosida. Salisbury (1995) yang menyimpulkan bahwa fosfor tak pernah direduksi di dalam tumbuhan dan tetap sebagai fosfat (baik dalam bentuk bebas maupun terikat) pada senyawa organik sebagai ester. Ester fosfat terbentuk dengan gula, alkohol, asam, atau fosfat lain (polifosfat). Senyawa kaya energi itu dapat diduga sebagai intermedete lintasan pentose phosphate (pathway) dari metabolit primer dan diturunkan dari prekursor ke metabalit sekunder. Tanaman pegagan mengandung paling banyak adalah senyawa golongan tirterpenoid. Triterpenoid merupakan senyawa turunan dari prekursor metabolit primer yang dibiosintesis oleh lintasan acetate mevanolate, akan menghasilkan geranyl-geranyl pyrophosphate merupakan metabolit primer yang membentuk monoterpenoid dan turunannya, sedangkan farnesyl pyrophosphate meningkatkan pembentukan sesquiterpenoid dan konversi dari squalene menjadi triterpenoid dan steroid. Sedangkan geranyl pyrophosphate menjadi prekursor dari diterpenoid dan carotenoid (Vickery and Vickery 1981) dan Hess (1986).

Proses pertumbuhan dan produksi tanaman adalah pengaruh iklim mikro. Lal (1974) melaporkan bahwa pertumbuhan tanaman jagung muda berjalan lambat pada suhu permukaan tanah di atas 35 oC, kondisi ini sering terjadi di daerah tropis, khususnya bila permukaan tanah kering. Alvim dalam Lal (1974) menyatakan bahwa temperatur dau kopi kadang-kadang melampaui temperatur udara sampai 20 oC. Berdasarkan hasil analisis ketergantungan, laju suhu seringkali diekspresikan dalam Q10, yaitu laju akan meningkat bila suhu

meningkat atau bertambah 10 oC. Di samping itu beberapa proses tanaman Q10


(42)

15

Secara umum jenis, fungsi dan golongan fitokimia disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Jenis fitokimia, fungsi dan golongan

Jenis fitokimia

Fungsi Golongan Sumber pustaka.

Alkaloid Sebagai obat.

Zat racun,reaksi detoksifikasi hasil metabolisme, faktor pengatur pertumbuhan dan penyedia unsur nitrogen yang diperlukan bagi tumbuhan.

Piridin, tropen, kinolin, isokinolin, indol, imidazol, purin, amin dan steroid. (Mursyidi 1990)

(Mursyidi 1990)

Saponin Toksisitas pada hewan berdarah dingin

Brahmoside, brahminoside dan madecassoside (Vickery dan Vickery 1981)

Vickery dan Vickery (1981) Menimbulkan iritasi yang dapat

menyebabkan muntah dan diare.

Vickery dan Vickery (1981) Untuk bactericidal, fungicidal

jamur, ameobaccidal dan pembrantas serangga

(www.alternativ ehealth com.au 2005),

Untuk bahan anaestesi (www.pioneerhe

rbs.com 2005), Obat penenang dan pereda

kegelisahan (antianxiety)

(www.uspharma cist.com 2005) Madecocassoside dapat memacu

produksi kolagen. Adapun fungsi kolagen sangat besar peranannya dalam regenerasi sel kulit termasuk sel telur (ovum) pada wanita dan sel sperma pada pria

(www.mediaseh at.com 2006).

Flavonoid Penyaring cahaya ultraviolet Kaempferol, quercetin, glikosida

(3-glucosylquercetin dan 3-glucosylkaemferol (Wren 1956) Flvonoid O-glikosid dan C-glikosid

Vickery dan Vickery (1981) Melindungi sel dari radiasi

ultraviolet B (280-320 nm)

Taiz dan Zeiger (2002)

Melindungi kerusakan jaringan

daun

Musyarowah (2007) Steroid Energi mikroorganisme dan

aktivitas hormonal pada hewan.

Trtrasiklik triterpenoid, campesterol, sitosterol dan stigmasterol (Vickery dan Vickery (1981).

Vickery dan Vickery (1981) Oestrogenic dan stigmasserol

sebagai vitamin atau antistiffness factor.

Vickery dan Vickery (1981)

Triterpenoid Anti lepra atau kusta Asiaticoside, asiatic acid, madecassic

Dalimartha (2000) Merangsang pembentukan lemak

dan protein penting untuk ksehatan kulit.

www.iridology-australia.com

2005. Merubah alanine dan prolin

menjadi stuktur kolagen sebagai perawatan gangguan kulit

www.iridology-australia.com

2005. Mempercepat penyembuhan luka

pasca operasi, jerawat, flek hitam pada kulit

www.iridology-australia.com


(43)

16

Akan tetapi Q10 hampir selalu berkurang sejalan dengan bertambahnya temperatur

akhirnya hubungan antara laju pertumbuhan dengan suhu lebih sering secara linier daripada logaritma. Hubungan yang linier muncul secara signifikan seringkali dapat diamati ketika laju pertumbuhan kurang dari 20 % dari laju maksimum pada suhu optimum, di bawah temperatur optimum laju berkurang sangat cepat seiring meningkatnya suhu. Temperatur optimum seperti halnya untuk proses yang baik di daerah temperate maupun tropik berkisar antara 20 sampai 25 oC, akan tetapi tanaman di daerah suhu rendah atau dataran tinggi pada umumnya tanaman dapat tumbuh kisaran suhu 5 – 30 oC. Sebaliknya kisaran suhu untuk beberapa spesies tropik antara 10sampai 35oC atau 15 sampai 40oC (James 1953).


(44)

17

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Percobaan ini dilakukan mulai bulan Juni sampai Desember 2007. Tempat percabaan di Kebun Percobaan Gunung Putri Cipanas, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat kebun milik BALITTRO Bogor, pada jenis tanah Andisols dan memiliki ketinggian tempat 1300 meter di atas permukaan laut.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan antara lain bahan tanam 1 aksesi pegagan yang berasal dari Boyolali, pupuk anorganik dan pupuk organik, bambu atau kayu dan rumah paranet (25 %) serta pendukung lainnya. Bahan tanam berupa bibit berasal dari setek yang dibibitkan terlebih dahulu sampai berumur sekitar 3-4 minggu terhitung sejak ditanam. Pupuk yang dipergunakan sesuai dengan perlakuan yaitu menggunakan pupuk SP-36 dengan kandungan 36 % P2O5, pupuk

Urea 45 % N dan KCl 65 % K2O serta bahan lain-lainya yang berhubungan

dengan penelitian. Bahan kimia yang digunakan adalah standar asiatikosida, aquabidest, aseton (CH3CN) p.a, larutan asam asetat (CH3COOH) p.a 0.6 %,

aquabidest, asetonitril (Gradient Grade for Liquid Chromatography) dan H2SO4.

Alat-alat yang digunakan antara lain cangkul, timbangan analitik, light meter LX 103, automatic leaf area meter, SPAD chlorophyll meter, timbangan digital, termometer bola basah-kering, alat ukur dan alat tulis serta peralatan pendukung lainnya. Alat-alat lainnya yang digunakan adalah ember plastik, blower, alat pengiling, ayakan 40 mesh, timbangan analitik, gelas yang bisa digunakan di laboratorium, kertas saring Whatman nomor 42, kertas saring Whatman ukuran 2 µm diameter 13 mm (membrane filter) millipore, dan KCKT Hitachi D-7000.

Analisis fitokimia dan kadar asiatikosida instrumen yang digunakan adalah KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi) atau HPLC (High Performance Liquid Chromatography). Uji kualitatif banyak sedikitnya kandungan senyawa bioaktif tertentu dalam sampel diketahui berdasarkan jumlah pemberian pereaksi (reagent), perubahan warna dan banyaknya busa yang terbentuk.


(45)

18

Analisis tanah dan jaringan tanaman alat yang digunakan yaitu Spektrofotometer pada panjang gelombang 693 nm atau sesuai dengan prosedur juknis dari Balai Penelitian Tanah Bogor tahun 2005. Adapun prosedur kerja terdapat dalam (Lampiran 4).

Metode Penelitian

Percobaan ini dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Petak Terbagi (Split Plot Design) dengan petak utama perlakuan umur waktu panen 2 dan 4 bulan, perlakuan anak petak tingkat pemupukan P2O5 yang terdiri atas 4

taraf yaitu 0, 36, 72 dan 108 kg P2O5/ha diulang 3 kali. Di samping itu untuk

mengetahui pertumbuhan tanaman pegagan dari 2 sampai 16 MST (minggu setelah tanam) pengolahan data dirancang menggunakan faktor tunggal dengan empat taraf dosis pupuk P2O5 dengan Rancangan Acak Kelompok Lengkap

(Randomize Complete Block Design) diulang 3 kali. Luas plot 3 m x 4 mdengan jumlah populasi 100 tanaman. Adapun macam perlakuan 4 taraf yaitu 0, 36, 72 dan 108 kg P2O5/ha seperti halnya sama dengan anak petak (Lampiran 1). Adapun

alasannya adalah umur 2 sampai 8 MST belum dipengaruhi oleh perlakuan umur waktu panen 2 bulan di samping itu umur 10 sampai 16 MST belum dipengaruhi oleh perlakuan waktu panen 4 bulan. Pengamatan pertumbuhan menggunakan sampel tanaman pada petak utama perlakuan umur waktu panen 2 bulan sebaliknya untuk mengetahui pertumbuhan petak utama perlakuan umur panen 4 bulan, masing-masing sampel pengamatan 10 % dari populasi tanaman. Sedangkan pengamatan pertumbuhan dilakukan setiap 2 minggu. Jarak tanam 30 cm x 40 cm, pupuk dasar 20 ton/ha pupuk kandang sapi, 200 kg Urea/ha dan 200 kg KCl /ha.

Model statistika untuk rancangan acak kelompok yang dipergunakan adalah: Yij = μ + αi + β j + έ ij

Dimana I = 1,2,3, 4 dan j = 1,2,3

Yij : nilai pengamatan pada perlakuan ke-I, dan ulangan ke-j

μ : rata-rata hasil pengamatan setiap satuan percobaan (rataan umum).

αi : pengaruh perlakuan taraf ke-i

βj : pengaruh ulangan ke-j.


(46)

19

Selanjutnya untuk mengetahui pengaruh perlakuan antara umur waktu panen dan dosis pupuk P2O5 menggunakan Rancangan Petak Terbagi (Split Plot

Design) dengan petak utama yaitu umur waktu panen yaitu 2 dan 4 bulan. dan anak petak adalah tingkat pemupukan P2O5. terdiri dari 4 taraf yaitu 0. 36. 72 dan

108 kg P2O5/ha. Dari kedua faktor tersebut diperoleh kombinasi perlakuan

sebanyak 8 satuan (Lampiran 1) percobaan yang diulang 3 kali. Data pengamatan dilakukan pada umur waktu panen 2 bulan dan 4 bulan pada masing-masing kombinasi perlakuan dengan dosis pupuk P2O5. Pengambilan contoh dilakukan

secara acak dari 10 % populasi secara diagonal. Data panen biomas basah dan kering menggunkan ubinan dengan luas 1 m x 1 m, di samping itu juga digunakan untuk sample analisis bioaktif dan jaringan.

Model rancangan petak terbagi yang dipergunakan adalah sebagai berikut: Yijk = μ+ρi+Nj+ ij+Pk+(NP)ij+ ijk

Yijk : Nilai pengamatan perlakuan waktu panen ke-j. jenis pupuk P2O5 ke-k

pada ke-i μ : rata-rata umum

i

ρ : pengaruh kelompok ke-i

j

N : pengaruh perlakuan waktu panen ke-j

ij : galat pada perlakuan waktu panen ke-j dan blok ke-i

Pk : pengaruh perlakuan tingkat pemupukan P2O5 ke-k

(NP)ij : pengaruh interaksi antara taraf perlakuan waktu panen ke-j dan tingkat

pemupukan P2O5 ke-k

ijk : galat pada blok ke-I, perlakuan waktu panen ke-j dan tingkat pemupukan

P2O5 ke-k

i : jumlah ulangan atau blok ; 1,2,3.

j : jumlah perlakuan petak utama (waktu panen) ; 1,2.

k : jumlah perlakuan anak petak (taraf pemupukan P2O5) ; 1,2,3,4.

Pelaksanaan

Pemeliharaan tanaman selama percobaan meliputi: penyulaman. penyiraman atau pengairan. penyiangan dan pengendalian hama penyakit. Penyulaman dilakukan sampai tanaman berumur 5 -7 hari setelah tanam dengan


(47)

20

mengganti bibit tanaman yang mati menggunakan bibit yang berumur sama. Penyiraman atau pengairan dilakukan teratur dengan melihat kondisi lapang. jika tidak terjadi hujan maka penyiraman atau pengairan dilakukan lebih intensif. Panen dilakukan pada saat tanaman berumur 2 bulan dan 4 bulan sesuai dengan perlakuan panen dilakukan dengan memotong daun, tangkai daun dan sulur selain akar.

Pengamatan

Pengamatan pendahuluan adalah analisis karakterisasi lahan terhadap sifat fisik dan kimia tanah di samping itu pengamatan curah hujan dan suhu harian di lokasi penelitian. Pengamatan pegagan di bagi menjadi tiga peubah yaitu nilai SPAD klorofil meter (greenness), pertumbuhan dan produksi (biomas dan kandungan bioaktif) yang meliputi :

1. Nilai SPAD klorofil meter melalui derajat intensitas kehijauan daunnya (greenness)pada daun muda (sink strength) dan daun tua (source strength) pada sample tanaman yang sudah ditentukan dan selanjutnya diikuti pengamatan komponen pertumbuhan berikutnya seperti di bawah ini ( No 2 – 11).

2. Pengamatan jumlah daun tanaman induk dilakukan dengan menghitung terhadap jumlah daun yang sudah terbuka penuh dari induk tanaman. 3. Pengamatan panjang tangkai daun dilakukan dengan mengukur panjang

tangkai daun terpanjang dari tangkai daun induk terpanjang.

4. Pengamatan diameter tangkai daun dilakukan terhadap tangkai daun induk terpanjang bagian tengah diukur diameter tangkai dengan jangka sorong digital.

5. Pengamatan jumlah sulur primer tamaman induk dilakukan dengan menghitung munculnya sulur pada tanaman induk.

6. Pengamatan panjang daun dilakukan dengan mengukur daun secara horisontal daun terbesar yang muncul pada daun induk.

7. Pengamatan lebar daun dilakukan mengukur daun secara vertikal daun terbesar yang muncul daun induk pada daun yang sama dengan No 6. 8. Pengamatan jumlah bunga induk dilakukan dengan menghitung bunga


(48)

21

9. Pengamatan panjang sulur tamaman terpanjang dilakukan dengan mengukur panjang sulur terpanjang yang muncul dari tanaman induk. 10.Pengamatan jumlah buku stolon tamaman terpanjang dilakukan dengan

menghitung jumlah buku sulur terpanjang yang pada tanaman induk. 11.Luas daun pertanaman dilakukan mengukur luas daun dengan

menggunakan alat digital leaf area meter di laboratorium Beogen Bogor. 12.Bobot akar dilakukan menimbang akar induk dari tanaman induk setelah

dilakukan pengalian akar secara hati-hati.

13.Bobot basah dan kering ubinan dilakukan pada luasan 1 m x 1 mdengan cara memotong bagian atas tanaman selain akar pada masing-masing perlakuan.

14.Uji fitokimia secara kualitatif dan uji asiatikosida secara kuantitatif serta kandungan P jaringan berdasarkan prosedur dan acuan secara jelasnya pada Lampiran 2, 3 dan 4.

15.Kadar P2O5 pada hasil maksimum dengan pendekatan Py = -b/2c (Gomez

dan Gomez 1995) terhadap produksi biomas basah, kering dan produksi asiatikosida.

16.kadarP2O5 dengan keuntungan maksimum dengan pendekatan Pp = 1/2c

(Pf/Py – b)(Gomez dan Gomez 1995) terhadap produksi biomas basah, kering dan produksi asiatikosida.

17.Analisis kelayakan usaha budidaya tanaman pegagan data diamati data input dan output serta data asumsi yang berlaku di lokasi penelitian.

Analisis secara kuantitatif kadar asiatikosida dilakukan di laboratorium kimia Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik Cimanggu Bogor dan merujuk dari proses pemisahan senyawa-senyawa kimia dalam daun oleh Michael Teweet (1906) yang dikenal sebagai kromatografi adsorbsi. Sedangkan secara umum kromatrografi didefinisikan sebagai salah satu metode pemisahan senyawa-senyawa kimia dalam suatu campuran berdasarkan perbedaan gerakan di dalam fase bergerak dan fase diam. Perbedaan gerakan disebabkan oleh perbedaan interaksi antara senyawa senyawa tersebut dalam fase bergerak dan diamnya (Day dan Underwood 2000).


(1)

PEMBAHASAN

Tanah Andisols dan Upaya Pengelolaannya

Beberapa sifat negatif tanah Andisols adalah: Pertama, mempunyai sifat andik, retensi P yang tinggi, hal ini yang menyebabkan sebagian besar P diikat oleh mineral liat amort dan diikat oleh Fe- dan Al+3 (Swastika et al. 2005). Hal yang sama disimpulkan oleh Sabiham (1996) bahwa P difiksasi dalam bentuk ferofosfat atau alumion fosfat pada tanah pH asam, sehingga P kurang tersedia.

Kedua, Sifat fiksasi dan retensi P akan jauh lebih tinggi atau kuat (Supriadi 2002) dari pada P yang diambil oleh tanaman. Pada akhirnya daya serap P yang rendah merupakan kendala pemanfatan tanah Andisols berkaitan pemupukan P di samping itu usaha pemupukan P menjadi tidak maksimal. Rendahnya P tersedia, pH sangat masam sebaliknya Fe sangat tinggi dan Al (Tabel 4) sering menjadi faktor pembatas untuk persyaratan tumbuh tanaman. Ketersediaan P maksimum pada pH 5.5 – 7.0 sebaliknya P dalam tanah masam Fe dan Al-P sebagai selaput setebal beberapa molekul, selaput diikat pada permukaan oksida Fe dan Al bermolekul air atau pada ion Al dan Fe yang merupakan bagian dari lapisan permukaan air krisstal menyebabkan P tersebut sukar larut dalam air, sehingga kurang tersedia diserap oleh akar tanaman.

Berdasarkan analisis sifat kimia tanah yang menjadi faktor pembatas utama

adalah pH tanah (4.55) sangat masam dan hara makro akan tetapi hara mikro tinggi sampai sangat tinggi seperti pada (Tabel 4). Faktor pembatas ke dua yaitu sifat fisik tanah adalah tektur pasir (46.05 %) dalam mengikat air dan buffer hara rendah. Sebaliknya, terdapat beberapa faktor yang mendukung tanaman Pegagan adalah kadar C-organik tanah kategori tinggi (3.20 %) dan C/N ratio (16.84) hasilnya analisis tanah disajikan pada (Tabel 4).

Hasil analisis kimia tanah menunjukkan bahwa sifat tanah Andisols memiliki masalah utama adalah rendahnya ketersedian unsur hara fosfor jadi fosfor penting untuk pertumbuhan tanaman dan perkembangan akar tanaman (Tisdale 1985), selain itu P juga merupakan komponen yang penting dalam proses fosforisasi yang melepas tansfer energi ATP dan ADP pada akhirnya biomas kering meningkat seperti halnya kandungan atau produksi asiaticosida berbeda nyata lebih baik.


(2)

Secara garis besarnya, fungsi P pada tanaman dapat digolongkan dalam tiga hal untuk pertumbuhan tanaman. Fungsi pertama adalah sebagai penyusun makromolekul sebagai monomer polimer asam bukleat, RNA dan DNA (Toha 2001). Dua contoh utama atau terpenting dari makromolekul yang melibatkan P adalah senyawa yang berperan dalam pewarisan sifat dan perkembangan tanaman. Pada biomembran P membentuk ikatan atau jembatan antara digliserida dan molekul lainya seperti asam amino, amina, atau alkohol, membentuk fosfatidilikolin (lesitin) yang menjaga intergritas membran. Fungsi Kedua adalah sebagai unsur pembentuk senyawa penyimpan dan perpindahan energi. Dua senyawa kaya energi yang paling umum adalah ATP dan ADP. Energi dalam ATP/ADP terletak pada ikatan pirofosfat yang pemecahan akan melepaskan energi, yang dikenal proses fosforilasi. ATP merupakan sumber energi untuk hampir semua proses biologi yang membutuhkan energi. Unsur P juga diperlukan dalam proses fotosintesis yakni pada fotofosforilasi dan pembentukan ribulosa 1,5-bifosfat (Salisbury dan Ross, 1995). Fungsi ketiga P adalah sebagai regulator reaksi biokimia atau metabolisme maupun aktifator enzim (Soepardi 1983) melalui fosforilasi yang dapat mengaktivasi atau inaktivasi protein yang dianggap sebagai faktor dalam transduksi sinyal.

Budidaya tanaman pegagan di tanah Andisols diperlukan usaha untuk mengatasi permasalahan tersedia P rendah. Usaha-usaha yang dapat dilakukan sebagai berikut peningkatan ketersedian P dapat diusahakan dengan pemberian pupuk organik, pengelolaan fosfor (P) pada tanah Andisols perlu ditambahkan dalam bentuk pupuk anorganik seperti SP-36 dan P-alam kombinasi asam humit dalam bentuk pupuk organik Santoso dan Sofyan (2005), dan penambahan pupuk P untuk penyedian hara lebih cepat tersedia diserap oleh akar tanaman pegagan.

Rekapitulasi hasil sidik ragam dari komponen pertumbuhan tanaman pegagan (Centella asiatica L. Urban) menunjukkan bahwa pemberian pupuk P2O5 tidak berbebeda nyata, akan tetapi komponen nilai SPAD klorofil meter daun muda dan tua berbeda nyata pada umur 8 MST, sebaliknya nilai SPAD klorofil meter daun muda tidak berbeda nyata akan tetapi daun tua berbeda nyata pada umur 16 MST (Tabel 6). Karakter nilai SPAD klorofil meter daun yang diduga


(3)

melalui intensitas kehijauannya (greenness) merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk mengevaluasi pengaruh pupuk P2O5 pada tanaman pegagan. Dalam hal yang sama hasil percobaan Robert dan Jimmy (1987) yang menunjukkan bahwa kandungan klorofil yang diekstrak berkorelasi nyata terhadap kandungan klorofil pada pembacaan pada alat SPAD klorofil meter dengan R2 untuk masing-masing spesies yang dicoba berkisar antara 0.85 – 0.97 dan hubungan linear dari pembacaan pada SPAD klorofil meter terhadap kandungan klorofil total sangat nyata untuk data yang terkumpul dari 12 spesies. Selanjutnya hal tersebut juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Soverda (2002) bahwa korelasi antara nilai klorofil total yang diekstraksi pada alat klorofil meter (SPAD 502) yang dipakai dilakukan analisis terhadap 20 genotif dari 192 genotif nilai regresi linear (R2 ) antara kandungan klorofil total yang diekstraksi dengan nilai pada SPAD adalah 0.59.

Nilai SPAD klorofil meter pada dosis pupuk 36 kg P2O5/ha berbeda nyata pada daun muda dan daun tua pada umur 8 MST selanjutnya daun tua berbeda nyata akan tetapi daun muda tidak berbeda nyata pada umur 16 MST (Tabel 6). Nilai SPAD klorofil meter semakin tinggi akan memberikan warna lebih cerah pada perlakuan pupuk P2O5 dibandingkan dengan warna daun tanpa pupuk P2O5 yang menunjukkan warna agak gelap. Rosmarkan dan Yuwono (2002) menyimpulkan bahwa kekurangan unsur P umumnya menyebabkan volume jaringan tanaman menjadi lebih kecil dan warna daun menjadi gelap. Hal yang sama juga menurut Jones (1967), kekurangan fosfor berakibat pertumbuhannya kurang baik, warna daun juga menjadi purple (keunguan) dan kecoklatan serta pembentukan antosianin terhambat.

Terjadi hubungan peningkatan serapan P (Tabel 17) dengan luas daun per tanaman pada perlakuan pemupukan 36 kg P2O5/ha (Tabel 21), diduga memberikan indikasi bahwa semakin meningkat serapan P tinggi ada kecenderungan diikuti oleh luas daun per tanaman meningkat di samping itu nilai SPAD klorofil daun muda dan tua berbeda nyata dan sangat berbeda nyata daun tua lebih tinggi. Terdapat hubungan kecenderungan positif terhadap nilai SPAD klorofil meter meningkat hal yang sama semakin luas daun per tanaman oleh sebab itu serapan P lebih aktif cenderung meningkat oleh karena itu bobot akar


(4)

berbeda nyata dibandingkan tanpa pupuk P2O5 (Tabel 17). Aktivitas fotosintesis cenderung lebih baik akan menghasilkan asimilat tinggi dalam mendukung bobot biomas basah dan kering serta kandungan bioaktif khususnya senyawa asiatikosida pada perlakuan umur panen 4 bulan dengan dosis pupuk 108 kg P2O5/ha berbeda nyata lebih tinggi sebaliknya perlakuan umur panen 2 bulan dan tanpa pupuk P2O5 (Tabel 23 dan 24).

Interaksi perlakuan antara umur waktu panen dan dosis pupuk P2O5 berpengaruh nyata terhadap bobot biomas basah dan bobot kering ubinan serta diikuti produksi asiatikosida. Hasil terbaik ditunjukkan pada interaksi persamaan regresi dapat disimpulkan bahwa umur waktu panen 4 bulan penambahan produksi bobot biomas basah responnya baik, tetapi sebaliknya umur panen 2 bulan respon rendah, hal ini memperlihatkan saat fase penuaan meningkatkan redemen biomas (Gambar 6). Komponen–komponen tersebut merupakan hasil asimilat yang memerlukan serapan hara dari larutan tanah dan ditranslokasi ke tajuk atau seluruh organ penerima (Salisbury dan Ross 1995). Umur waktu panen dan pemberian pupuk P2O5 akan meningkat nyata bobot biomas basah dan kering, sehingga meningkatkan secara nyata produksi asiatikosida (Tabel 24 dan Gambar 8). Interaksi persamaan regresi dapat disimpulkan bahwa pada panen 4 bulan penambahan produksi bobot biomas basah responnya baik, nilai R2 = 0.9605*, akan tetapi sebaliknya umur panen 2 bulan respon kurang baik nilai R2 = 0.00046 (Gambar 6).

Hubungan total serapan P (Tabel 17) dan produksi total asiatikosida (Tabel 24) adalah berbeda nyata, hal ini semakin tinggi produksi bobot biomas kering akan diikuti kenaikan kandungan P dan meningkatnya kandungan asiatikosida nyata dan responnya baik dengan nilai R2= 0.9538* (Gambar 8). Berdasarkan dari data diatas secara keseluruhan menunjukkan bahwa metabolit sekunder untuk meningkatkan senyawa asiatikosida fungsi pemberian pupuk P2O5 berpengaruh nyata lebih tinggi dibandingkan tanpa pupuk P2O5. Sebaliknya fungsi pupuk P2O5 tidak berbeda nyata terhadap hampir semua komponen pertumbuhan, hal ini dapat diduga bahwa sebagai penghasil energi merupakan senyawa dapat dikonversi yang dihasilkan oleh tanaman dalam jumlah relatif besar, namun tidak memiliki fungsi langsung terdapat pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman.


(5)

Sebaliknya hasil metabolit sekunder sangat diperlukan bagi tumbuhan, beberapa fungsi diantaranya bermanfaat sebagai mekanisme pertahanan dalam melawan serangan bakteri, virus dan jamur, sehingga dapat dianalogikan seperti sistem kekebalan tubuh (Vickery dan Vickery 1981) sebagai obat.

Metabolit dibentuk melalui lintasan (pathway) yang dimulai dan khusus dari metabolit primer. Menurut (Herbert 1995) metabolit sekunder adalah dibiosintesis terutama dari metabolit primer antara lain asam animo, asetil koenzim A, asam mevalonat dan intermediate dari lintasan shikimate. Lintasan pentose phosphate adalah diperlukan carbon dioksida dan air akan menghasilkan dalam bentuk karbohidrat, dengan intermediate prekursor pyruvic acid dan acetly CoA, dengan malalui lintasan acetate mevalonate yang akan menghasilkan zat aktif terpenoid dan juga turunan steroids.

Secara impiris bahwa fitokimia Glikosida dan triterpenoid adalah triterpenoid asiaticosida dari turunan α-amirin (Brotosisworo 1979). Senyawa asiatikosida adalah senyawa bioaktif yang terkandung banyak didalam pegagan (Centella asiatica L. Urban). Berdasarkan uji fitokimia kandungan triterpenoid tertinggi terjadi pada perlakuan pupuk 108 kg P2O5/ha, hal ini kebalikan dengan kandungan steroid terrendah, walaupun kandungan glikosida tidak terjadi perubahan yang berbeda dan semua perlakuan uji positif kuat sekali (4+). Secara keseluruhan hasil penelitian menununjukkan bahwa kandungan triterpenoid umur 2 dan 4 bulan terjadi peningkatan, sehingga waktu panen dan dosis pupuk P2O5 mempengaruhi kandungan fitokimia tanaman pegagan. Analisis fitokimia berdasarkan kualitatif tanaman pegagan adalah mempunyai lebih dari satu senyawa yaitu kandungan alkaloid, saponin, tanin, dan glikosida positif kuat sekali. Hasil analisis bioaktif pada umur 4 bulan terjadi perubuhan atau perbedaan senyawa soponin, flavonoid, triterpenoid terjadi peningkatan dan steroid terjadi penurunan. Kandungan bioaktif nilai tetap pada umur 2 dan 4 bulan adalah senyawa alkoloid, tanin, fenolit dan glikosida (Tabel 25). Secara singkat bahwa nilai SPAD klorofil meter daun meningkat, luas daun nyata, serapan P dari larutan cenderung meningkat, didukung perkembangan akar baik terlihat dari bobot akar secara nyata produksi biomas basah dan kering meningkat disebabkan oleh aktivitas fotosintesis yang lebih baik akan menghasilkan asimilat tinggi. Fungsi


(6)

ATP yang berasal dari pupuk P2O5 diduga merupakan sumber energi untuk hampir semua proses biologi yang membutuhkan energi. Di samping itu unsur P juga diperlukan dalam proses fotosintesis yakni pada fotofosforilasi dan pembentukan ribulosa 1,5-bifosfat. Hal yang sama fungsi P adalah sebagai regulator reaksi biokimia atau metabolisme maupun aktifator enzim melalui fosforilasi yang dapat mengaktivasi atau inaktivasi protein yang dianggap sebagai faktor dalam transduksi sinyal dan diduga dapat mendukung peningkatan kandungan bioaktif meningkat secara nyata khususnya senyawa asiatikosida.

Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Pegagan

Produksi Bobot Biomas Basah. Dengan fungsi penduga respon P2O5 kedua perlakuan umur waktu panen 4 bulan kadar P2O5 pada produksi maksimum 16.22 kg P2O5/ha, sedangkan umur waktu panen 2 bulan kadar P2O5 produksi maksimum 0.99 kg P2O5/ha. Selanjutnya kadar P2O5 dengan keuntungan maksimum perlakuan umur waktu panen 4 bulan kadar P2O5 pada keuntungan maksimum 16 kg P2O5/ha, sedangkan umur waktu panen 2 bulan kadar P2O5 keuntungan maksimum 0.72 kg P2O5/ha. Produksi Bobot Biomas Kering.

Dengan fungsi penduga respon P2O5 kedua perlakuan umur waktu panen 4 bulan kadar P2O5 pada produksi maksimum 15.19 kg P2O5/ha, sedangkan umur waktu panen 2 bulan kadar P2O5 produksi maksimum 7.73 kg P2O5/ha. Selanjutnya kadar P2O5 dengan keuntungan maksimum perlakuan umur waktu panen 4 bulan kadar P2O5 pada keuntungan maksimum 14.99 kg P2O5/ha, sedangkan umur waktu panen 2 bulan kadar P2O5 keuntungan maksimum 6.53 kg P2O5/ha. Produksi Asiatikosida. Dengan fungsi penduga respon P2O5 kedua perlakuan umur waktu panen 4 bulan kadar P2O5 pada produksi asiatikosida maksimum 151.06 kg P2O5/ha, sedangkan umur waktu panen 2 bulan kadar P2O5 produksi maksimum 10.37 kg P2O5/ha. Selanjutnya kadar P2O5 keuntungan maksimum asiatikosida perlakuan umur waktu panen 4 bulan kadar P2O5 dengan keuntungan maksimum 150.79 kg P2O5/ha, sedangkan umur waktu panen 2 bulan kadar P2O5 dengan keuntungan maksimum 8.09 kg P2O5/ha (Lampiran 7)