Performa Reproduksi pada Induk Babi di PT Maharkata Farm Sukses Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara

1

PERFORMA REPRODUKSI PADA INDUK BABI DI PT MAHARKATA
FARM SUKSES KABUPATEN KARO PROVINSI
SUMATERA UTARA

DANIEL PARAGUSTOMI MANURUNG

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

2

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Performa Reproduksi
pada Induk Babi di PT Maharkata Farm Sukses Kabupaten Karo Provinsi

Sumatera Utara adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana
pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

Daniel Paragustomi Manurung
NIM D14114013

3

ABSTRAK

DANIEL PARAGUSTOMI MANURUNG. Performa Reproduksi pada Induk
Babi di PT Maharkata Farm Sukses Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara.
Dibimbing oleh SALUNDIK dan R IIS ARIFIANTINI.

Performa reproduksi harus membutuhkan perhatian khusus dari peternak,
untuk memperoleh jumlah litter size. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari
kinerja performa reproduksi induk babi. Sebanyak 60 ekor induk babi (40 ekor
data sekunder dan 20 ekor data primer diambil secara acak sebagai sampel) PT
Maharkata Farm Sukses. Performa reproduksi mengevaluasi umur kawin
pertama, litter size dan selang beranak, paritas dan bobot lahir. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa secara signifikan tidak berbeda nyata pada umur kawin
pertama, jumlah litter size serta selang beranak dari bangsa landrace dan
ersilangan landrace yorkshire. Umur kawin pertama adalah sebesar 237.44±33.82
dan 239.95±27.03 hari. Litter size antara 8.72±2.59 dan 7.89±2.37 ekor dari
masing-masing anak babi. Selang beranak adalah 151.06±6.30 dan 157.68±20.14
hari. Hasil ini juga menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara jumlah
paritas dengan litter size serta litter size dengan bobot lahir.
Kata Kunci : performa reproduksi, litter size, umur kawin pertama, paritas, bobot
lahir

ABSTRACT

DANIEL PARAGUSTOMI MANURUNG. Sow Reproductive Performance at
PT Maharkata Farm Sukses Karo Regency North Sumatera Province. Supervised

by SALUNDIK and R IIS ARIFIANTINI.
Reproductive performance needs special attention from farmers, in order
to increase litter size number. This research aim to study the reproductive
performance of sows. Sixty sows (40 heads secondary and 20 heads were primer
data randomly used as a sample) belong to PT Maharkata Farm Sukses. The
reproductive performance evaluate were age at first mating, litter size and interval
between birth (calving interval) parity and birth weight. The result showed that
there were no significantly different on the age of the first mating, number of
litter size as well as calving interval of landrace and yorkshire landrace cross
breed. The age of first mating were between 237.44±33.82 and 239.95±27.03
days. The litter size between 8.72±2.59 and 7.89±2.37 piglet respectively. The
calving interval were 151.06±6.30 and 157.68±20.14 days. The result was also
found that there were no difference between number of parity with litter size as
well as litter size with birth weight.
Key word : reproductive performance, litter size, age at first mating, parity, birth
weight.

4

PERFORMA REPRODUKSI PADA INDUK BABI DI PT MAHARKATA

FARM SUKSES KABUPATEN KARO PROVINSI
SUMATERA UTARA

DANIEL PARAGUSTOMI MANURUNG

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

5

Judul Penelitian

Nama Mahasiswa
NIM
Program Studi

: Performa Reproduksi pada Induk Babi di PT Maharkata
Farm Sukses Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara
: Daniel Paragustomi Manurung
: D14114013
: Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

Disetujui oleh

Dr Ir Salundik, MSi
Pembimbing I

Prof Dr Dra R Iis Arifiantini, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh


Prof Dr Ir Muladno, MSA
Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

6

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan rahmat-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi yang
berjudul Performa Reproduksi pada Induk Babi di PT Maharkata Farm Sukses
Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara. Skripsi merupakan salah satu syarat
penyelesaian pendidikan pada Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi
Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Waktu penelitian
dilakukan pada bulan Agustus sampai September 2013.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada Bapak
dan Mama serta adik-adik yang telah memberikan dukungan baik moral maupun
material. Dr Ir Salundik, MSi selaku dosen pembimbing utama yang telah
bersedia meluangkan waktu dan pemikiran hingga skripsi ini selesai. Prof Dr Dra
R Iis Arifiantini, MSi selaku dosen pembimbing anggota yang telah bersedia

meluangkan waktu dan pemikiran hingga skripsi ini selesai dan juga dosen
penguji sidang Ir Kukuh Budi Satoto, MSi yang telah memberi masukan dan
perbaikannya. Jajaran PT Maharkata Farm Sukses yang telah memberikan
bantuan tempat penelitan, tempat tinggal dan dukungannya. Serta seluruh rekanrekan mahasiswa program Alih Jenis 2011 dan IPTP 47 atas persahabatan,
kebersamaan selama kuliah hingga menyelesaikan skripsi. Semoga tulisan ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Februari 2014

Penulis

vii

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ................................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vii
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
Latar Belakang ................................................................................................. 1
Tujuan Penelitian ............................................................................................. 1
Ruang Lingkup Penelitian................................................................................ 2

MATERI DAN METODE ...................................................................................... 2
Waktu dan Tempat Penelitian .......................................................................... 2
Metode ............................................................................................................. 2
Analisis Data .................................................................................................... 3
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 3
Keadaan Umum Lokasi Penelitian................................................................... 3
Keadaan Temperatur ................................................................................. 3
Manajemen Pemberian Pakan ................................................................... 4
Manajemen Perkandangan ........................................................................ 4
Keadaan Khusus Peternakan ............................................................................ 5
Manajemen Pengawinan ........................................................................... 5
Manajemen Partus ..................................................................................... 7
Mortalitas .................................................................................................. 8
Reproduksi Babi ............................................................................................... 8
Umur Kawin Pertama ............................................................................... 8
Litter size................................................................................................... 9
Selang Beranak ......................................................................................... 9
Hubungan Paritas dengan Litter size....................................................... 10
Hubungan Litter size dengan Bobot Lahir .............................................. 10
Nilai Korelasi Paritas, Litter size dan Bobot Lahir ................................. 11

SIMPULAN .......................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 12
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... 14

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Rataan umur kawin pertama, litter size dan selang beranak
Hubungan paritas dengan litter size induk babi
Hubungan litter size dengan bobot lahir anak babi
Nilai korelasi paritas, litter size dan bobot lahir

10
10
11
12


DAFTAR GAMBAR
1 Termohygrometer (a) dan timbangan (b)
2 Keadaan temperatur selama penelitian

2
4

viii

3
4
5
6
7
8

Kandang induk bunting
Induk babi beranak
Kandang jantan
Pengambilan semen jantan

Pemotongan gigi
Pemotongan ekor

viii

5
5
5
6
7
8

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Populasi ternak babi yang berada di Indonesia pada saat ini mengalami
peningkatan yang terdapat di setiap provinsi. Populasi ternak babi pada tahun
2011 jumlah ternak babi sebesar 7.524.787 ekor ini mengalami kenaikan jika
dibandingkan pada tahun 2010 dengan jumlah sebesar 7.476.665 ekor. Tingkat
konsumsi daging dari ternak sapi di Indonesia sebesar 0.417 kg kapita-1 tahun-1,
ternak ayam sebesar 3.650 kg kapita-1 tahun-1, dan dari ternak babi sendiri pada
tahun 2011 sebesar 0.261 kg kapita-1 tahun-1 dalam bentuk daging segar,
mengalami kenaikan bila dibandingkan dengan tahun 2010 hanya sebesar 0.209
kg kapita-1 tahun-1 (Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan 2012). Kecilnya
tingkat konsumsi daging babi karena hanya dapat dikonsumsi oleh masyarakat
non muslim, adapun peningkatan tingkat konsumsi daging pada tahun 2011 akibat
banyaknya permintaan akan pasokan daging dari ternak babi.
Beberapa alasan mengapa ternak babi dapat dijadikan salah satu penghasil
daging karena mudah beradaptasi dengan lingkungan, pakan dapat tersedia di
alam, kemampuan berkembang biak yang cepat, dapat beranak dua kali dalam
setahun dan sekali beranak dapat menghasilkan jumlah anak yang banyak.
Pardosi (2004), menyatakan hal yang penting mengenai ternak babi adalah jumlah
anak yang dilahirkan per induk perkelahiran, bobot lahir, jumlah anak lepas sapih,
dan bobot sapih anak. Perkawinan antar bangsa dan frekuensi beranak dari induk
atau parity atau paritas sangat mempengaruhi hal tersebut.
Performa reproduksi merupakan salah satu yang harus dapat diperhatikan
oleh peternak, dengan harapan dapat memperoleh jumlah anak atau litter size
lebih banyak. Dari skala peternakan rakyat performa reproduksi merupakan
kendala yang banyak terjadi, karena keterbatasan peternak dalam pengetahuan dan
penanganan ternak yang baik dalam memperhatikan litter size.
Keberhasilan suatu peternakan babi dipengaruhi oleh faktor bangsa babi
yang memiliki sifat mothering ability yang tinggi, kualitas pakan yang bermutu
tinggi dan tata laksana atau manajemen pemeliharaan yang baik. Sifat mothering
ability dibagi menjadi 2 yaitu rendah dan tinggi. Bangsa babi yang memiliki sifat
mothering ability yang rendah adalah berkshire, duroc, hampshire dan poland
china, sedangkan bangsa babi yang memiliki sifat mothering ability tinggi adalah
landrace dan yorkshire. Peternakan babi skala perusahaan dapat memaksimalkan
performa reproduksi ternak ini dengan manajemen yang baik maka dapat
menghasilkan litter size yang tinggi. Salah satu ciri manajemen yang baik adalah
dilakukan pencatatan (recording) yang baik. Recording dilakukan untuk
memonitor peningkatan produktifitas ternak babi, agar dapat mengurangi
kegagalan dan menjaga tingkat produktifitas yang tinggi pada ternak.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dan menganalisis performa
reproduksi pada induk babi yang ditetapkan dan diterapkan di PT Maharkata Farm
Sukses Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara.

2

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menggunakan data sekunder dan data primer yang
didapatkan dari data PT Maharkata Farm Sukses, Portibi Lama, Desa Merek,
Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Data sekunder dan data primer yang
diambil meliputi umur kawin pertama, litter size, paritas, bobot lahir dan selang
beranak dengan jumlah ternak babi yang diambil sebanyak 60 ekor babi.

MATERI DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai September 2013 di
Peternakan Babi PT Maharkata Farm Sukses, Portibi Lama, Desa Merek,
Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Jarak lokasi peternakan dari
Kecamatan ± 9 km, ke Kabupaten ± 42 km dan ke Ibukota Provinsi ± 117 km.
Tempat penelitian terletak pada ketinggian 800 m dari permukaan laut.
Metode
Objek yang dipelajari dari penelitian ini adalah 60 ekor babi, berupa data
sekunder perusahaan 40 ekor dan 20 ekor data primer secara acak pada saat
penelitian berlangsung. Alat-alat yang digunakan pada penelitian lapang ini
adalah alat tulis, Termohygrometer (Matsutek) pada Gambar 1a, meteran (RFF
5M/16FT), timbangan (Graduation kapasitas 10 kg) pada Gambar 1b dan kamera
(Sony cyber-shot 14.1 MP).

a

b

Gambar 1 Termohygrometer (a) dan timbangan (b)

pada

Pencatatan temperatur dan kelembaban dilakukan dalam 1 minggu dengan
saat penelitian berlangsung menggunakan termohygrometer yang

3

terdapat di dalam kandang. Pengambilan data dilakukan pagi pada pukul 08.00
WIB, siang pada pukul 14.00 WIB dan sore pada pukul 16.00 WIB.

Analisis Data
Analisis yang dilakukan adalah analisis deskriptif, uji T, dan korelasi.
Analisis deskriptif ini menggunakan data sekunder dan primer dari perusahaan
yang mendukung objek yang diteliti. Analisis deskriptif digunakan untuk
menjelaskan keadaan umum lokasi penelitian, keadaan temperatur dalam
kandang, manajemen pemberian pakan, manajemen perkandangan dan informasi
mengenai performa reproduksi induk babi.
Uji T digunakan untuk membandingkan antara bangsa yang dilihat dari
umur kawin pertama, litter size dan selang beranak pada penelitian ini. Analisis
korelasi digunakan sebagai penarikan hubungan yang terjadi antara hubungan
paritas dengan litter size anak babi dan hubungan antara bobot lahir dengan litter
size anak babi.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Lokasi Penelitian
Populasi ternak yang dimiliki perusahaan pada saat penelitian adalah
sebanyak 12.469 ekor. Populasi tersebut terdiri dari 429 ekor calon induk, 1.170
ekor induk bunting, 251 ekor induk melahirkan, 47 ekor pejantan dan 28 ekor
calon pejantan, 2.125 ekor anak babi fase pre-starter, 3.398 ekor anak babi fase
starter, 4.360 ekor anak babi grower dan 661 ekor babi fase finisher. Bangsa
yang dipelihara di perusahaan adalah landrace, yorkshire, dan pietrain dengan
betina yang dipakai sebagai induk diambil dari bangsa landrace dan yorkshire
sedangkan pejantan yang digunakan adalah pejantan dari bangsa landrace,
yorkshire, duroc dan petrain.
Keadaan Temperatur
Selama penelitian berlangsung, rataan temperatur pada pagi, siang dan
sore hari adalah 20.3 oC, 27.8 oC dan 26.6 oC, sedangkan kelembaban pada pagi,
siang dan sore hari adalah 56.8%, 44.3% dan 46.8% (Gambar 2). Temperatur
yang ideal menurut Sihombing (2006), berkisar antara 20-26 oC dengan
kelembaban dalam kandang 30%-70%.
Kenyamanan ternak babi dapat diukur dari temperatur udara di dalam
kandang, temperatur lantai kandang, kebebasan untuk bergerak, kelembaban
kandang, tingkat produksi (konsumsi pakan, laju pertumbuhan, laktasi), tahap
produksi (babi baru disapih, induk bunting), kondisi tubuh dan kesehatan.
Penanganan yang dilakukan pada siang hari dengan membuka tirai penutup
kandang dengan tujuan untuk mengeluarkan temperatur panas yang terperangkap
di dalam kandang.

4

4

60
50
40
30
20
10
0

56.8
46.8
44.3
27.8

26.6

Kelembaban (%)

20.3

Pagi

Temperatur (C)

Siang

Sore

Gambar 2 Keadaan temperatur selama penelitian
Manajemen Pemberian Pakan
Pemberian pakan di perusahaan dilakukan sebanyak dua kali dalam sehari
yaitu pada pagi hari pukul 07.30 WIB dan sore hari pukul 15.30 WIB. Pemberian
pakan diberikan kepada babi yang bunting, induk babi yang berada di kandang
beranak sampai disapih dan untuk pejantan. Babi bunting diberikan pakan pada
pagi dan sore hari sebanyak 2.5 kg, induk babi yang berada di kandang sampai
disapih diberikan pakan pada pagi dan sore sebanyak 5.5 kg dan pemberian untuk
pejantan diberikan sebanyak 5 kg. Pemberian pakan babi bunting diberi lebih
sedikit daripada babi tidak bunting bertujuan untuk mengatasi kesulitan dalam
proses melahirkan yang dapat mengakibat induk terlalu gemuk dan dapat
mengurangi perolehan jumlah anak babi yang diharapkan, sedangkan peningkatan
pemberian pakan dapat diberikan pada akhir periode kebuntingan dengan tujuan
menjamin pertumbuhan fetus yang baik sehingga meningkatkan produksi susu
dan memperbaiki kondisi tubuh induk pasca melahirkan.
Pakan tambahan pada anak babi umur 10 hari diberikan 1/3 dari pakan
induk yang bertujuan dalam peningkatan pertumbuhan bobot badan anak babi
pada saat disapih (Sihombing 2006), dengan pemberian sebanyak dua kali dalam
sehari yaitu pagi dan sore hari. Pakan yang diberikan berupa konsentrat yang
terdiri dari jagung, dedak, bungkil kedele, bungkil kelapa, garam, minyak goreng,
indomie, gandum digunakan pada saat apabila jagung tidak tersedia, tepung batu,
Dl-Methionin, calvimix, lysine, sulfadiazine, trimethopin dan lyncospectine.
Pemberian pakan untuk induk bunting dan induk beranak tidak diberikan
penambahan mie instan di dalam pakan, sedangkan untuk anak periode starter,
grower dan finisher diberikan penambahan indomie pada pakan. Adapun harapan
penambahan indomie dalam pakan adalah sebagai penambahan protein yang
kurang di dalam nutrisi pakan.
Manajemen Perkandangan
Sistem perkandangan untuk babi bunting berupa kandang individu dengan
bentuk baterai dengan ukuran 1.81 x 0.57 x 1.06 m beralaskan lantai (Gambar 3).
Babi yang akan beranak disiapkan pada kandang khusus (farrowing crate) dengan
ukuran 2.80 x 2.10 x 1.00 m dan tempat anak dengan ukuran 1.40 x 0.47 x 0.50 m
dengan pemanas atau brooder menggunakan lampu pijar 50 watt dan berbentuk
box yang beralaskan besi serta diberikan tempat pakan atau self feeder (Gambar 4)

5

Gambar 3 Kandang induk bunting

Gambar 4 Induk babi beranak

Babi jantan dipelihara dalam kandang individu dengan ukuran 3.31 x 1.86
x 1.07 m dengan beralaskan lantai (Gambar 5). Keseluruhan kandang dilengkapi
dengan tempat minum yang dibuat persegi panjang dan berbentuk nipple.

Gambar 5 Kandang jantan

Keadaan Khusus Peternakan
Manajemen Pengawinan
Peternakan babi PT Maharkata Farm Sukses menerapkan sistem
pengawinan dengan metode inseminasi buatan (IB), pengawinan dilakukan pada
pagi hari pada pukul 08.00 dan sore hari pada pukul 15.30 WIB bersamaan
dengan pemberian pakan. Frekuensi pengawinan dilakukan sebanyak tiga kali
pada periode berahi, hal ini dilakukan untuk meningkatkan jumlah sel telur yang
akan dibuahi. Sebenarnya frekuensi pengawinan dengan IB cukup dilakukan dua
kali dengan selang 16 sampai 24 jam (Ardana dan Putra 2008) akan diperoleh
hasil yang baik. Untuk meningkatkan keberhasilan pengawinan dapat dilakukan
pada hari pertama berahi dan 24 jam kemudian (Sihombing 2006).
Koleksi semen dari pejantan dilakukan pada pagi dan sore hari dengan
pejantan yang berbeda disetiap harinya dan interval waktu pengambilan antar
individu adalah 3 hari sekali. Teknik koleksi semen dengan cara mengeluarkan
pejantan dari kandang dan menggiring ke tempat koleksi yang telah dilengkapi
dummy sow (boneka) yang telah dimodifikasi serupa dengan babi betina atau babi
tiruan.

6

6

Koleksi semen babi dilakukan dengan teknik massage (pemijatan) pada
bagian penis. Babi jantan dibiarkan mendekati dan menaiki dummy sow, babi
jantan yang sudah terlatih akan menaiki dummy sow tersebut. Pada saat babi
jantan telah menaiki dummy sow selanjutnya kolektor semen menarik penis keluar
dan memijatnya dengan tekanan tertentu (dibutuhkan pegalaman). Penis yang
sudah keluar dari preputium dibilas menggunakan aquades untuk membersihkan
kotoran atau bulu-bulu yang melekat pada penis (Gambar 6).
Babi mempunyai karakteristik semen yang berbeda dengan ternak lainnya,
dengan volume yang sangat banyak dan konsentrasi sperma yang rendah. Di
dalam semen babi juga terkandung gel (gelatin) sehingga untuk mencegah gel
tersebut bercampur dengan semen pada gelas ukur penampung semen diberi kain
kasa. Volume semen dari pejantan biasanya antara 200 sampai 300 cc. Segera
setelah koleksi semen dievaluasi di bawah mikroskop untuk melihat
pergerakannya. Jika sperma menunjukkan kualitas yang baik maka dilakukan
dengan mengencerkan semen yang mengandung glukosa dengan merek dagang
MIII (Minitub®). Pejantan yang diambil semennya harus dalam kondisi yang
sehat dan untuk menjaga kesehatannya setelah dikoleksi semennya, pejantan
tersebut diberi vitamin dengan dosis 7 cc.

Gambar 6 Pengambilan semen jantan
Seperti pada babi jantan, babi betina yang akan diinseminasi juga harus
dalam kondisi sehat, sebab induk menyusui dalam pemeliharaan dan pemberian
pakannya kurang baik akan cepat menjadi kurus, apalagi bila jumlah anaknya
cukup banyak (Asih 2003). Untuk menerapkan pengawinan dengan inseminasi
buatan, peternak atau perusahaan harus menguasai fisiologi reproduksi betina,
termasuk diantaranya pengamatan siklus birahi. Siklus birahi umumnya terbagi
atas empat fase yaitu proestrus, estrus, metestrus dan diestrus (Sihombing 2006).
Proestrus adalah fase sebelum estrus yaitu fase pertumbuhan folikel de
Graaf yang dipengaruhi oleh Follicle-Stimulating Hormone (FSH), folikel de
Graaf tersebut menghasilkan sejumlah estradiol. Fase ini akan terjadi selama 34 hari. Setelah proestrus akan diikuti oleh estrus yang berlangsung selama 2-3
hari, pada periode ini betina reseptif terhadap pejantan. Periode ini lebih singkat
pada babi dara jika dibandingkan dengan babi induk. Pada periode estrus ini
terjadi pelepasan telur yang dinamakan ovulasi selama 6 sampai 12 jam. Kejadian
ovulasi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor genetik, pubertas dan
umur induk.

7

Metestrus adalah periode setelah ovulasi atau setelah fase estrus, corpus
luteum terbentuk dalam setiap folikel yang pecah pada waktu 6-8 hari. Metestrus
sebagian besar berada di bawah pengaruh hormon progesteron suatu hormon yang
menghambat produksi FSH dan perkembangan folikel yang dihasilkan oleh
corpus luteum. Selama fase metestrus, biasanya babi betina akan menolak
pejantan dan terjadi ovulasi. Diestrus adalah periode akhir dan terlama siklus
birahi, dan akan masuk periode siklus estrus berikutnya.
Manajemen Partus
Induk babi yang akan beranak dipindahkan ke dalam kandang beranak
sekitar 1-2 minggu sebelum melahirkan. Hal ini dilakukan untuk mencegah
terjadinya kelahiran di kandang individu yang kondisi tempat kurang steril.
Tujuan lainnya adalah untuk menghindari terjadinya stress sebelum melahirkan
yaitu cekaman akibat perubahan dari lingkungan yang baru. Tanda-tanda yang
terjadi pada babi yang akan melahirkan adalah gelisah, nafsu makan menurun,
vulva merah dan bengkak serta mengeluarkan cairan lendir dan air susu dapat
keluar apabila puting ditekan. Induk-induk yang sudah terlambat waktu
beranaknya maka dilakukan penyuntikan lytalyse dengan dosis 2 cc disuntik di
bagian vulva dan oxitocin dengan dosis 4 cc secara intramuscular pada bagian
bawah telinga, dengan tujuan agar mempercepat proses kelahiran dan juga
membantu induk yang mengalami kesulitan beranak.
Penanganan awal yang dilakukan pada anak babi setelah lahir adalah
dengan pembersihan lendir pada badan dengan menaburkan bubuk mistar pada
seluruh badan kemudian memasukkan ke dalam box sementara. Pemotongan tali
pusar dilakukan segera setelah anak babi dilahirkan dan memberikan penyuntikan
iron dextran dan sulfa dengan dosis 0.5 cc dan 1 cc. Anak babi langsung
didekatkan dengan induk agar dapat memperoleh air susu. Anak babi yang baru
lahir memerlukan temperatur yang hangat sekitar 35 oC. Pemanasan digunakan
untuk mencegah kedinginan dan menurunkan mortalitas anak babi yang baru
lahir. Untuk menghindari luka pada puting induk saat menyusu dan luka akibat
perkelahian antar anak, maka dilakukan pemotongan gigi (Gambar 7) selain
pemotongan gigi, juga dilakukan pemotongan ekor (Gambar 8) hal ini dilakukan
untuk mencegah anak babi menggigit ekor anak babi lain yang dapat
menyebabkan pendarahan serta untuk menjaga kesehatan dan kebersihan.

Gambar 7 Pemotongan gigi

8

8

Gambar 8 Pemotongan ekor
Anak babi jantan yang tidak digunakan sebagai calon pejantan dapat
dilakukan kastrasi, kastrasi tersebut dilakukan pada anak umur 9 hari hal ini
sesuai pendapat Sihombing (2006), agar kastrasi pada anak babi sebaiknya
dilakukan sebelum umur 10 hari. Untuk mencegah terjangkit penyakit hog
cholera dilakukan vaksinasi pada anak babi umur 14 hari. Vaksin diberikan
dengan dosis 2 cc, disuntikan intramuskuler di bawah telinga atau pada bagian
tengah leher.

Mortalitas
Tingkat kematian anak babi baru lahir sangatlah beragam, penyebab
matinya anak babi dapat terjadi pada saat lahir 47%, keadaan anak babi lemah
12%, tertindih atau terjepit oleh induk babi 12% dan penyakit 6 %. Menurut
Sihombing (2006), penyebab kematian terbesar pada anak babi baru lahir adalah
kelaparan, tertindih, lemas lahir, genetik, penyakit. Persentase mortalitas anak
baru lahir pada saat penelitian sebesar 3.01%.
Mortalitas prasapih dapat terjadi akibat kedinginan, lemas serta sulit
mendapatkan air susu dari induk sehingga anak mati. Mortalitas anak babi
prasapih terjadi pada saat penelitian disebabkan oleh tertindih induk, penyakit dan
lingkungan. Adapun persentase mortalitas anak babi prasapih sebesar 11.38%.

Reproduksi Babi
Umur Kawin Pertama
Peningkatan nilai reproduksi pada induk babi dapat diambil dari umur
kawin pertama, dengan capaian umur dan bobot badan yang sesuai harapan yang
ditetapkan oleh perusahaan. Normalnya ternak babi dara kawin pada umur 220
hari saat bobot badan mencapai 114 kg (Sihombing 2006). Menurut Tantasuparuk
et al. (2004), umur kawin pertama pada bangsa landrace adalah 244 hari dengan
bobot badan 138 kg sedangkan untuk yorkshire adalah 249 hari dengan bobot

9

badan 136 kg. Pada peternakan babi tempat penelitian dilakukan, umur kawin
pertama pada bangsa landrace dan persilangan landrace dengan yorkshire tidak
berbeda (P>0.05). Umur kawin pertama landrace adalah 237.44±33.82 hari dan
persilangan landrace yorkshire adalah 239.95±27.03 hari (Tabel 1). Umur kawin
pertama kedua bangsa babi tersebut lebih lambat dibandingkan umur kawin
pertama menurut Sihombing (2006), hal ini disebabkan oleh dewasa kelamin yang
terlambat, calon induk yang kurang baik dan bobot badan kurang.
Kawin pertama yang lambat pada perusahaan ini, terjadi akibat pemilihan
calon induk yang salah, babi dara belum menunjukkan dewasa kelamin. Untuk
mempercepat umur kawin pertama dapat dilakukan perbaikan manajemen pakan
terutama pada babi dara pra pubertas. Untuk memperoleh performa reproduksi
yang maksimal, ransum harus mengandung cukup energi, protein, vitamin dan
mineral (Sihombing 2006). Hasil rataan dari umur kawin pertama dapat dilihat
pada Tabel 1.
Hasil analisis perbandingan dengan uji T pada parameter umur kawin
pertama pada bangsa landrace dan persilangan landrace yorkshire pada taraf
(P>0.05) menunjukkan tidak berbeda nyata, karena nilai uji T pada umur kawin
pertama sebesar 0.78.

Litter size
Menurut Tantasuparuk et al. (2004), faktor manajemen dan lingkungan
kandang dapat menentukan jumlah litter size, karena pada daerah beriklim tropis
ukuran litter size akan rendah bila dibandingkan dengan daerah beriklim sedang.
Litter size merupakan efek dari hasil fertilitas induk dengan pejantan serta sistem
manajemen kontrol yang baik pada perkawinan dan saat pemeliharaan. Lawlor
dan Lynch (2007), menyatakan banyak faktor yang dapat mempengaruhi ukuran
litter size adalah genetika, manajemen, panjang laktasi, distribusi paritas,
penyakit, tingkat stresss dan kesuburan babi.
Litter size pada sekelahiran adalah 6-12 ekor anak babi (Sihombing 2006),
sedangkan litter size bangsa landrace dan yorkshire minimal 10 ekor (SNI 2013).
Pada penelitian ini, rataan litter size bangsa landrace dan persilangan landrace
yorkshire adalah 8.72±2.59 ekor dan 7.89±2.37 ekor (Tabel 1). Pada taraf
(P>0.05) dari perbandingan parameter litter size menunjukkan tidak berbeda nyata
antara litter size terhadap bangsa babi, dengan nilai uji T adalah 0.26.

Selang Beranak
Selang beranak atau calving interval merupakan selang masa laktasi
ditambah masa kering atau periode kosong ditambah masa kebuntingan ternak.
Panjang pendeknya selang beranak merupakan gambaran dari fertilitas ternak.
Selang beranak yang pendek dapat menyebabkan jumlah anak yang dilahirkan
pada periode produktif menjadi lebih banyak, selang beranak pada skala industri
adalah 150-181 hari (Tapolaga 2011).
Pada penelitian ini rataan selang beranak menunjukkan bangsa landrace
dan persilangan landrace yorkshire adalah 151.06±6.30 hari dan 157.68±20.14
hari. Selang beranak pada taraf (P>0.05) menunjukkan tidak berbeda nyata,
karena nilai dari uji T yang didapatkan adalah 0.11. Maka selang beranak dari

10

10

kedua bangsa babi masuk pada periode yang produktif. Hasil rataan dari selang
beranak dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Rataan umur kawin pertama, litter size dan selang beranak
Persilangan
Parameter
Landrace
Landrace x Yorkshire
Umur Kawin Pertama (hari)
237.44 ±33.82
239.95±27.03
Litter size (ekor)
8.72 ± 2.59
7.89± 2.37
Selang Beranak (hari)
151.06 ± 6.30
157.68±20.14

Hubungan Paritas dengan Litter size
Penelitian ini litter size meningkat dari paritas pertama sampai paritas
delapan. Tabel 2 memperlihatkan peningkatan jumlah litter size dari paritas
pertama (7.95±2.41) ke paritas kedua (8.73±2.21) dan seterusnya. Hal ini terjadi
karena pada paritas pertama induk masih dara sehingga jumlah telur yang
diovulasikan masih sedikit dan kemampuan induk mengandung masih sedikit.
Pada paritas berikutnya induk sudah mampu menghasilkan anak babi yang lebih
banyak.
Gordon (2008), menyatakan bahwa litter size dipengaruhi oleh umur
induk, bangsa dan paritas. Milligan et al. (2002), menyatakan bahwa paritas
memberikan pengaruh besar dan menunjukkan tingginya variasi rata-rata hidup
anak babi paritas pertama dan berikutnya. Menurut Lawlor dan Lynch (2007),
kelahiran pertama ke kelahiran kedua ukuran litter akan meningkat, ketiga dan
keempat jumlah anak cenderung meningkat dan akan mencapai puncak, kemudian
stabil sampai kelahiran yang ketujuh dan akan menurun selanjutnya.
Penyebab terjadinya penurunan adalah induk babi mengovulasi lebih
banyak ovum daripada babi dara (Sihombing 2006). Kapasitas induk untuk
menampung fetus yang dikandung berbanding lurus dengan jumlah anak yang
dilahirkan. Hasil hubungan paritas dengan litter size dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Hubungan paritas dengan litter size induk babi
Paritas keJumlah Litter size (ekor)
rataan±SD
1
55
7.95±2.41
2
52
8.73±2.21
3
40
9.08±1.99
4
31
9.52±1.65
5
21
9.10±1.97
6
18
8.44±2.18
7
10
8.10±2.08
8
7
8.43±2.57
Keterangan : SD=Simpangan Baku

Hubungan Litter size dengan Bobot Lahir
Hasil penelitian menunjukkan rataan bobot lahir anak babi antara
1.29±0.28 sampai 1.63±0.37 kg (Tabel 3), ini menunjukkan bahwa rataan bobot

11

lahir sangat bervariasi, sesuai dengan pernyataan Sihombing (2006) rataan bobot
lahir anak babi antara 1.09 sampai 1.77 kg. Menurut Clowes et al. (2007)
berdasarkan litter size babi dibagi menjadi tiga katagori, katagori litter size sedikit
(5-12 ekor), litter size sedang dengan jumlah anak 13-15 ekor dan yang dengan
jumlah anak yang banyak lebih dari 16 ekor termasuk didalamnya anak babi yang
mati telah mengalami mumifikasi. Berdasarkan Clowe et al. (2007), babi yang
ada dipeternakan ini digolongkan pada litter size kecil dan sedang karena hanya
menghasilkan anak maksimal 13 ekor.
Foxcroft et al. (2006), menyatakan terdapat 2 faktor utama yang
mengakibatkan kemungkinan atau kejadian bobot lahir rendah yaitu kapasitas
rahim dan nutrisi rahim yang kurang. Bobot lahir anak babi sangat beragam untuk
setiap kelahiran, induk babi dapat menghasilkan anak 6-12 ekor perkelahiran.
Jumlah anak sekelahiran yang sedikit akan meningkatkan bobot lahir dan
sebaliknya jumlah anak babi yang banyak maka akan menurunkan bobot lahirnya
(Gordon 2008). Menurut Tantasuparuk et al. (2005), litter size ditentukan oleh
tingkat ovulasi, tingkat fertilitas dan tingkat kelangsungan hidup fetus. Hasil
hubungan litter size dengan bobot lahir dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Hubungan litter size dengan bobot lahir anak babi
Jumlah Induk
Litter size
Bobot Lahir Anak (kg)
(ekor)
2
3
1.63±0.37
3
4
1.32±0.28
5
5
1.40±0.40
4
6
1.40±0.33
10
7
1.40±0.33
9
8
1.33±0.31
7
9
1.29±0.31
7
10
1.43±0.34
4
11
1.29±0.28
2
12
1.35±0.31
3
13
1.32±0.29

Nilai Korelasi Paritas, Litter size dan Bobot Lahir
Secara deskriptif jumlah anak babi meningkat seiring dengan
bertambahnya paritas induk, peningkatan jumlah anak terlihat dari paritas pertama
sampat paritas kedelapan, kemudian menurun pada paritas berikutnya (Tabel 2).
Penurunan tersebut terjadi salah satunya akibat jumlah ovulasi dari induk yang
semakin menurun. Secara statistik hubungan antara paritas dengan litter size
menunjukkan nilai koefisien korelasi sebesar r = 0.112 (P-Value 0.402) dengan
koefisien determinan (R2) menunjukkan bahwa paritas hanya mempengaruhi litter
size sebesar 1.3%, sedangkan 98.7% dipengaruhi oleh faktor lainnya. Hasil ini
berbeda dengan laporan dengan Babot et al. (2003), bahwa litter size pada paritas
pertama berkorelasi positif dengan umur kawin pertama walaupun pada paritas
selanjutnya tidak menunjukkan hasil yang sama.
Hubungan antara paritas dengan bobot lahir menunjukkan nilai koefisien

12

12

korelasi sebesar r = 0.026 (P-Value 0.847). Menurut Wahyuningsih et al. (2012),
bobot lahir lebih dipengaruhi oleh faktor induk yaitu kapasitas uterus dan
kemampuan induk memelihara anak setelah lahir.
Hasil analisis korelasi hubungan litter size dengan bobot lahir anak babi
diperoleh nilai koefisien korelasi negatif sebesar -0.197 (Tabel 4), yang dapat
diartikan bahwa setiap peningkatan litter size maka bobot lahir anak babi akan
menurun (P-Value 0.070). Nilai tersebut menunjukkan bahwa tingkat keeratan
yang rendah antara litter size dengan bobot lahir anak babi.
Tabel 4 Nilai korelasi paritas, litter size dan bobot lahir
Paritas
Litter size
Bobot Lahir
0.112
0.026
Paritas
(P>0.05)
(P>0.05)
0.112
-0.197
Litter size
(P>0.05)
(P>0.05)
0.026
-0.197
Bobot Lahir
(P>0.05)
(P>0.05)

SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa performa
reproduksi ternak babi pada PT Maharkata Farm Sukses berdasarkan umur kawin
pertama, litter size dan selang beranak sudah baik. Jumlah paritas tidak
mempengaruhi litter size dan litter size tidak mempengaruhi bobot lahir.

SARAN
Untuk mempercepat umur pertama kawin, dapat dilakukan dengan
meningkatkan manajemen terutama pakan pada babi dara pra pubertas.

DAFTAR PUSTAKA

Ardana IB, Putra DKH. 2008. Manajemen reprodukasi, produksi dan penyakit.
denpasar (ID): Udayana University Pr.
Asih RS. 2003. Produksi ternak babi. Laporan teaching grant. Mataram (ID):
Departemen Pendidikan Nasional Universitas Mataram.
Babot D, Chavez ER, Noguera JL. 2003. The effect of age at the first mating and
herd size on the lifetime productivity of sows. Anim Res. 52 (2003) 49-64.
Belstra BA. 2003. Parity associated changes in reproductive performance:
phisiological basis or record keeping artifact. Tersedia pada

13

http://www.ncsu.edu/project/swine xtension/swinereports/2003/belstra.html
[02 Juli 2013]
[BSN]Badan Standardisasi Nasional. 2013. SNI 7855.1-2013: Bibit babi
landrace. Jakarta (ID)
[BSN]Badan Standardisasi Nasional. 2013. SNI 7855.2-2013: Bibit babi
yorkshire. Jakarta (ID)
Clowe E, Gamroth A, Young M, Duggan M, Patience J, Goonewardene L. 2007.
Litter size and parity affect sow performance. Advance in Pork Production.
Vol 18 Tersedia pada http://www. banffpork.ca/proc/2007pdf/ A3 Clowes.pdf [20 Desember 2013]
[Dirjen]Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementrian
Pertanian RI. 2012. Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan 2012.
Jakarta (ID): CV. Alnindra Dunia Perkasa.
Foxcroft GR, Dixon WT, Novak S, Putman CT, Town SC, Vinsky MDA. 2006.
The biological basis for prenatal programming of postnatal performance in
pigs. J. Anim Sci. 84 (E. Suppl.): E105-E112.
Gordon I. 2008. Controlled reproduction in pigs. Washington DC (US): CAB
International.
Holden JP, Ensminger ME. 2005. Swine science, Ed ke-7. New York (US):
United States Pr.
Holl JW, Long T. 2006. Improving weaned pig quality in today’s large litters.
In:
Proceedings of National Swine Improvement Federation Annual Meeting,
Nashville, Tunisia (TN).
Hughes PE, Varley MA. 2003. Lifetime performance of the sow. Dalam : J.
Wiseman, M. A. Varley, B. Kemp (Editor). England (GB): The Cromwell
Pr, Trowbridge.
Lawlor PG, Lynch PB. 2007. A review of factors influencing litter size in irish
sows. J. Irish Vet. 60 (6) : 359-366.
Milligan BN, Fraser D, Kramer DL. 2002. Within-litter birth weight variation in
the domestic pig and its relation to pre-weaning survival, weight gain, and
variation in weaning weights. Liv Prod Scie. 76 : 181-191.
Pardosi U. 2004. Pengaruh perkawinan antara tiga bangsa babi terhadap prestasi
anak dari lahir sampai dengan sapih di PT. Mabarindo Sumbul Multifarm
[Tesis]. Semarang (ID): Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro.
Sihombing DTH. 2006. Ilmu ternak babi. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada
University Pr.
Tantasuparuk W, Techakumphu M, Dornin S. 2005. Relationships between
ovulation rate and litter size in purebred Landrace and Yorkshire gilts. Ther
63: 1142-1148.
Tapolaga PR, Tapolaga D, Neagu I, Iancu AI, Paraschivescu MTH, Chisa E.
2011. Researches concerning swine artificial insemination economic
efficiency in a private production unit.
Vol.
55 Tersedia pada
http://www.uaiasi.ro/revita_zoo/ro/documente/Pdf_Vol_55/P.R_Tapaloaga
[20 Desember 2013]
Wahyuningsih N, Subagyo YBP, Sunarto, Prastowo S, Widyas N. 2012.
Performa anak babi silangan berdasarkan paritas induknya.
Sains
Peternakan. Vol 10:56-63

14

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kabanjahe, Kabupaten Karo, Sumatera Utara pada
tanggal 31 Juli 1990.
Penulis adalah anak pertama dari 3 bersaudara dari
pasangan Bapak P Manurung dengan Ibu L Br Simarmata.
Tahun 1996 penulis memulai pendidikan di Sekolah Dasar Sint Santo
Yoseph Tigabinaga dan pindah sekolah pada tahun 1998 ke Sekolah Dasar Sint
Santo Yoseph Kabanjahe dan lulus pada tahun 2002. Melanjutkan kembali ke
jenjang Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 2 Kabanjahe, Kabupaten
Karo dan lulus pada tahun 2005. Kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah
Atas (SMA) 2 Kabanjahe, Kabupaten Karo dan lulus pada tahun 2008.
Penulis melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi pada Program
Keahlian Teknologi dan Manjemen Ternak, Program Diploma, Institut Pertanian
Bogor pada tahun 2008 dan diterima melalui jalur Undengan Seleksi Masuk IPB
(USMI). Pada tahun 2011 penulis berhasil menyelesaikan pendidikan diploma
dan memperoleh gelar Ahli Madya Peternakan. Pada tahun yang sama penulis
melanjutkan pendidikan sarjana pada Departemen Ilmu Produksi dan Teknolgi
Peternakan melalui Program Alih Jenis Pendidikan IPB yang diselenggarakan
Fakultas Peternakan IPB. Selama menempuh pendidikan sarjana penulis
berpartisipasi sebagai asisten praktikum. Penulis juga aktif di Persekutuan
Oikumene Protestan dan Katolik (POPK) Fakultas Peternakan IPB.