Model Simulasi Pengaturan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam PT Suka Jaya Makmur Provinsi Kalimantan Barat

MODEL SIMULASI PENGATURAN HASIL HUTAN KAYU
PADA HUTAN ALAM PT SUKA JAYA MAKMUR PROVINSI
KALIMANTAN BARAT

DYAH PUSPITA LAKSMI TARI

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Model Simulasi
Pengaturan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam PT Suka Jaya Makmur Provinsi
Kalimantan Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2014
Dyah Puspita Laksmi Tari
NIM E14100126

ABSTRAK
DYAH PUSPITA LAKSMI TARI. Model Simulasi Pengaturan Hasil Hutan Kayu
pada Hutan Alam PT Suka Jaya Makmur Provinsi Kalimantan Barat. Dibimbing
oleh BUDI KUNCAHYO.
Pengelolaan hutan lestari dilakukan untuk mewujudkan hutan yang lestari
dilihat dari segi ekonomi, ekologi, dan sosial. Informasi mengenai dinamika
struktur tegakan dan metode pengaturan hasil diperlukan untuk menduga struktur
tegakan dimasa yang akan datang dan metode pengaturan hasil yang dapat
diterapkan di suatu areal hutan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
memperoleh model pengaturan hasil yang lestari dan informasi mengenai
pendapatan perusahaan dan masyarakat dari beberapa skenario. Dinamika struktur
tegakan diperoleh dengan menghitung ingrowth, upgrowth, mortality, dan lbds.
Penerapan metode pengaturan hasil memperhatikan jumlah pohon yang tersedia
pada suatu areal hutan dan rotasi serta intensitas tebang yang digunakan. Simulasi

dilakukan dengan dua metode pengaturan hasil yaitu metode pengaturan hasil
konvensional dan metode pengaturan hasil adaptif. Hasil simulasi menunjukan
semakin besar intensitas tebang maka akan semakin besar pohon yang ditebang
dan akan semakin panjang rotasi yang dicapai. Selain itu harga pasar dan jumlah
pohon mempengaruhi penebangan yang dilakukan.
Kata kunci: dinamika, intensitas, jumlah pohon, pengaturan, rotasi.
ABSTRACT
DYAH PUSPITA LAKSMI TARI. Model Simulation Of Timber Forest Products
Regulations in Natural Forest PT Suka Jaya Makmur West Kalimantan.
Supervised by BUDI KUNCAHYO.
Sustainable forest management is done to achieve sustainable forest in
terms of economic, ecological, and social. Information about the dynamics of
stand structure and yield regulation methods is required for estimating stand
structures in the future and yield regulation methods that can be applied in a virgin
area. The purpose of this research is to gain sustainable yield regulations model
and information on company income and forest communities from some scenarios.
The dynamics of stand structure were obtained by calculating ingrowth, upgrowth,
mortality, and basal area. The application of this yield regulation method
considered the number of trees available in a forest area and rotation and logging
intensity used. Simulations are carried out by two methods which are the

conventional yield regulation methods and the adaptive yield regulation methods.
The simulation results were showed the greater intensity of logging, the larger
trees would be cut down and the longer rotation would be achieved. Furthermore,
the market price and the number of trees affected the logging is done.
Keywords: dynamics, intensity, number of trees, rotation, yield.

MODEL SIMULASI PENGATURAN HASIL HUTAN KAYU
PADA HUTAN ALAM PT SUKA JAYA MAKMUR PROVINSI
KALIMANTAN BARAT

DYAH PUSPITA LAKSMI TARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Manajemen Hutan

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi :Model Simulasi Pengaturan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam PT
Suka Jaya Makmur Provinsi Kalimantan Barat
Nama
: Dyah Puspita Laksmi Tari
NIM
: E14100126

Disetujui oleh

Dr Ir Budi Kuncahyo, MS
Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Ahmad Budiaman, MSc F Trop
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini ialah
pengaturan hasil, dengan judul Model Simulasi Pengaturan Hasil Hutan Kayu
pada Hutan Alam PT Suka Jaya Makmur Provinsi Kalimantan Barat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Budi Kuncahyo MS
selaku pembimbing, serta pihak PT. Suka Jaya Makmur yang telah membantu
selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah,
ibu, dan seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya. Terima kasih juga kepada
Adisthi, Rizella, Harlyn, Hayckal, Dito, Ovita, Leoni, Trisna, Andita, Fitha,
Afdhal dan teman-teman MNH 47 serta Fahutan 47 atas dukungan dan
bantuannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, November 2014
Dyah Puspita Laksmi Tari


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang


1

Perumusan Masalah

1

Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian

2

METODE

2

Lokasi dan Waktu Penelitian


2

Alat

2

Bahan

2

Prosedur Analisis Data

2

HASIL DAN PEMBAHASAN

3

Identifikasi Isu, Tujuan, dan Batasan


3

Konseptualisasi Model

4

Evaluasi Model

11

Penggunaan Model

13

SIMPULAN DAN SARAN

18

Simpulan


18

Saran

19

DAFTAR PUSTAKA

19

LAMPIRAN

20

RIWAYAT HIDUP

25

DAFTAR TABEL
1 Perbandingan struktur tegakan Dipterocarpaceae hasil simulasi dengan

keadaaan sebenarnya
2 Perbandingan struktur tegakan Non Dipterocarpaceae hasil simulasi
dengan keadaaan sebenarnya
3 Jumlah pohon masak tebang pada intensitas tebang 80%
4 Perbandingan pendapatan perusahaan
5 Perbandingan pendapatan masyarakat

13
13
16
17
18

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Submodel dinamika struktur tegakan Dipterocarpaceae
Submodel dinamika struktur tegakan Non Dipterocarpaceae
Submodel dinamika struktur tegakan total
Submodel alokasi lahan
Submodel pengaturan hasil
Submodel harga
Submodel lapangan pekerjaan
Submodel finansial
Struktur tegakan Dipterocarpaceae
Struktur tegakan Non Dipterocarpaceae
Proyeksi penebangan siklus tebang 35 tahun
Proyeksi penebangan siklus tebang 30 tahun
Proyeksi penebangan siklus tebang 20 tahun
Proyeksi masak tebang dengan pengaturan hasil adaptif
Proyeksi pohon inti dengan pengaturan hasil adaptif

5
5
6
7
8
9
10
11
11
12
14
14
15
16
17

DAFTAR LAMPIRAN
1 Persamaan dalam pemodelan (Equation)

20

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kegiatan pengelolaan hutan merupakan bagian dari kegiatan pengurusan
hutan yang bertujuan menghasilkan kayu untuk kebutuhan industri. Pengelolaan
hutan lestari dilakukan untuk mencapai keberlangsungan produksi dan manfaat
lain tanpa mengakibatkan kemunduran produktivitas hutan dan tanpa
menimbulkan dampak yang merugikan bagi lingkungan hutan tersebut.
Pengelolaan hutan dapat dikatakan lestari apabila besarnya hasil dan pertumbuhan
sama secara terus-menerus. Kegiatan pengelolaan hutan lestari dilakukan dengan
memperhatikan aspek ekologi, aspek ekonomi dan aspek sosial dari perusahaan.
Untuk mewujudkan pengelolaan hutan yang lestari dibutuhkan perencanaan
strategis dalam mengelola hutan. Syarat utama tercapainya pengelolaan hutan
lestari adalah pengaturan hasil hutan.
Metode pengaturan hasil yang diterapkan dalam melakukan pengelolaan
hutan harus memperhatikan sediaan tegakan agar potensi tegakan yang ada di
areal perusahaan tidak mengalami penurunan dan memperoleh keuntungan yang
optimal bagi perusahaan dan masyarakat sekitar hutan. Ketergantungan
masyarakat sekitar hutan terhadap perusahaan sangat besar. Hal tesebut dapat
terlihat dari kegiatan masyarakat yang bergantung dari kegiatan perusahaan
seperti memanfaatkan hasil hutan untuk kehidupan sehari-hari dan menjadi
pekerja di perusahaan. Metode pengaturan hasil yang digunakan oleh perusahaan
dirasa belum cukup optimal dalam memperoleh keuntungan dan membantu
kesejahteraan masyarakat. Untuk mengoptimalkan produksi dan pendapatan
perusahaan serta masyarakat maka perlu diterapkan metode pengaturan hasil yang
sesuai dengan kondisi perusahaan yang tidak hanya memperhatikan kondisi
perusahaan tetapi juga masyarakat. Oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan
model simulasi dinamika sistem untuk mengetahui metode pengaturan hasil hutan
yang sesuai dengan kondisi areal PT Suka Jaya Makmur.
Perumusan Masalah
Pengelolaan hutan produksi lestari dilakukan dengan cara pengelolaan hutan
yang baik ditandai dengan kelestarian ekologi, kelestarian ekonomi, dan
kelestarian sosial. Dalam melakukan pengelolaan hutan lestari masyarakat lebih
banyak terlibat dalam pengelolaan hasil hutan bukan kayu dibandingkan hasil
hutan kayu untuk meningkatkan pendapatannya. Hal tersebut dapat dicapai
dengan melakukan pengaturan hasil hutan yang baik sesuai dengan kondisi
setempat dengan melibatkan masyarakat sebagai pekerja. Hal itu membuat
perusahaan harus menemukan alternatif lain dalam melakukan kegiatan
pengelolaan hutan agar tidak terjadi penurunan pendapatan perusahaan serta dapat
memenuhi kebutuhan masyarakat.
Tujuan Penelitian
Memperoleh alternatif model pengaturan hasil yang lestari dan informasi
mengenai pendapatan perusahaan serta masyarakat dari berbagai skenario.

2
Manfaat Penelitian
Memperoleh gambaran tentang pengelolaan hutan yang sesuai dan
informasi mengenai pengaturan hasil sehingga dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam penentuan pengaturan hasil hutan di PT. Suka Jaya Makmur.

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di areal hutan IUPHHK-HA PT. Suka Jaya
Makmur, Kalimantan Barat pada bulan Maret hingga April 2014.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, kalkulator,
seperangkat komputer dengan Software Stella 9.0.2, Microsoft Word 2013 dan
Microsoft Excel 2013.
Bahan
Bahan yang digunakan berupa data sekunder yang meliputi: data hasil
IHMB periode 2004-2013, data PUP, dokumen RKUPHHK, dokumen RKT 20082013, laporan kegiatan pengusahaan hutan dan laporan tahunan perusahaan.
Prosedur Analisis Data
Menurut Purnomo (2012) pembuatan model sistem yang lebih fleksibel dan
multiguna terdiri dari fase-fase sebagai berikut:
1. Identifikasi Isu, Tujuan, dan Batasan
Identifikasi isu bertujuan untuk mengetahui manfaat
dilakukannya pemodelan, setelah melakukan identifikasi isu kemudian
ditetapkan tujuan dan batasan dilakukannya pemodelan seperti batasan
isu, batasan ruang, dan batasan waktu. Penetapan isu dan tujuan dalam
pemodelan harus dinyatakan secara jelas.
2. Formulasi Model Konseptual
Tahapan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang
konsep dan tujuan tentang model yang akan dianalisis. Pada tahapan
ini dilakukan penyusunan model yang saling berhubungan agar dapat
mendekati kondisi nyata di lapangan.
3. Spesifikasi Model Kuantitatif
Tahap spesifikasi model, komponen-komponen yang ada pada
model tersusun dan saling terhubung satu sama lain. Hubungan antar
komponen yang ada disusun dengan persamaan matematik yang
disusun berdasarkan data yang ada.
4. Evaluasi Model
Tahap evaluasi model merupakan tahap pembandingan hasil
prediksi model dengan data asli didunia nyata. Setiap bagian model
diamati apakah hubungan antar model yang dibuat ada yang logis atau

3
tidak. Kelogisan berarti terdapat penalaran yang memadai dari
hubungan antar model-model tersebut. Pengujian dilakukan dengan
menggunakan Uji Khi Kuadrat (x2). Pengujian Khi Kuadrat (x2)
dilakukan dengan persamaan:
X2 hitung = ∑

2
(Yaktual-Ymodel)
Ymodel

Keterangan: Yaktual: data dari sistem aktual
Ymodel: data dari simulasi model
Hipotesis uji:
H0: Ymodel = Yaktual
H1: Ymodel ≠ Yaktual
Kritik Uji:
X2 hitung< X2tabel maka terima H0
X2hitung> X2tabel maka tolak H0
5. Penggunaan Model
Tahapan ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan pada awal
membuat model simulasi. Tahapan ini melibatkan perencanaan
beberapa skenario penebangan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi Isu, Tujuan, dan Batasan
Kemampuan hutan produksi di Indonesia dalam menghasilkan dan memasok
kayu menunjukan penurunan. Hal ini dikarenakan dalam melakukan pengelolaan
hutan tingkat pemanenan yang dilakukan melampaui ambang batas hutan untuk
melakukan regenerasi. Selain itu teknik pengaturan hasil yang diterapkan tidak
sesuai dengan kondisi saat ini. Untuk itu perlu dilakukan simulasi yang bertujuan
mengetahui besarnya volume kayu yang dapat dipanen agar dapat menjamin
kelestarian hutan. Seydack (2000) menyatakan bahwa pengaturan hasil hutan
harus dipahami sebagai hubungan antar komponen yaitu optimasi hasil, regenerasi
tegakan, interval penebangan, dan kriteria seleksi penebangan pohon. Pengaturan
hasil sendiri berintikan penentuan etat. Etat didefinisikan sebagai besarnya luasan
atau volume pohon yang dapat ditebang setiap tahunnya selama jangka waktu
pengusahaan hutan yang dilakukan untuk menjamin kelestarian produksi dan
sumberdaya (DEPHUT 1999). Batasan yang digunakan dalam penyusunan model
diantaranya:
a. Pengaturan hasil adalah penentuan pemanenan hasil hutan dalam rencana
pengelolaan hutan (FAO 1998).
b. Struktur tegakan adalah banyaknya pohon per satuan luas pada setiap kelas
diameternya.
c. Ingrowth adalah jumlah pohon yang masuk kedalam kelas diameter
terkecil selama periode waktu tertentu. Persamaan ingrowth
Dipterocarpaceae I= 11.8-0.275LBDS, sedangkan Non Dipterocarpaceae

4
I= 15.9-0.314LBDS (Labetubun 2004), dimana LBDS merupakan luas
bidang dasar tegakan (m2/ha).
d. Upgrowth adalah jumlah pohon yang tetap hidup tetapi pindah ke kelas
diameter diatasnya selama periode waktu tertentu. Persamaan upgrowth
Dipterocarpaceae b= -0.0184 - 0.000975LBDS + 0.00884D - 0.0002553D2
+ 0.00000266D3, sedangkan Non Dipterocarpaceae b= -0.119 0.00054LBDS + 0.0186D - 0.000582D2 + 0.000006D3 (Labetubun 2004),
dimana D merupakan diameter pohon (m).
e. Mortality adalah jumlah pohon yang mati pada kelas diameter selama
periode waktu tertentu.
f. Areal produktif adalah areal yang menghasilkan kayu produksi diluar dari
areal ekologi dan areal sosial.
Konseptualisasi Model
Model simulasi pengaturan hasil ini disusun oleh beberapa submodel yang
saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain. Dalam melakukan pemodelan
satuan waktu yang digunakan adalah tahun. Submodel yang digunakan antara lain:
1. Submodel dinamika struktur tegakan
2. Submodel alokasi lahan
3. Submodel pengaturan hasil
4. Submodel harga
5. Submodel lapangan pekerjaan
6. Submodel finansial
Submodel dinamika struktur tegakan
Submodel ini menggambarkan dinamika struktur tegakan yang bisa
berubah karena adanya beberapa unsur seperti ingrowth, upgrowth, dan mortality
serta luas bidang dasar sehingga dapat diketahui berapa jumlah pohon per kelas
diameter per tahunnya. Submodel dinamika struktur tegakan dibagi menjadi
Submodel dinamika struktur tegakan Dipterocarpaceae, Submodel dinamika
struktur tegakan Non Dipterocarpaceae, dan Submodel dinamika struktur tegakan
total. Pengelompokan submodel menjadi jenis Dipterocarpaceae dan Non
Dipterocarpaceae dilakukan dengan pertimbangan ketersediaan data dan
karakteristik dari jenis tersebut. Jenis Dipterocarpaceae merupakan jenis yang
mendominasi hutan di kawasan barat seperti Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya.
Karakteristik kayu seperti pertumbuhan yang relatif cepat dan memiliki nilai
ekonomi yang tinggi membuat kayu jenis Dipterocarpaceae bernilai tinggi
dibandingkan dengan jenis Non Dipterocarpaceae (Supriatna 2008). Submodel ini
dibuat untuk menjelaskan dinamika struktur tegakan Dipterocarpaceae dan Non
Dipterocarpaceae seperti terlihat pada Gambar 1, 2, dan 3.

5
DINAMIKA TEGAKAN DIPTEROCARPACEAE

MORT RATE D15

MORT RATE D25

MORT RATE D35

MORT D 2

MORT D 3

MORT D 1

KD 4049 KD 50up

UP RATE D25

UP RATE D15

EFEK TBG50up

KD 4049
UPGROWTH 3

UPGROWTH 2

UPGROWTH 1

INGROWTH D

MORT D 50up

EFEK TBG45

KD 3039

KD 2029

KD 1019

MORT RATE D50up

MORT D 4

EFEK TBG35

EFEK TBG25

EFEK TBG15

MORT RATE D45

KD 50up
UPGROWTH 4

TBG 4049 UP RATE D45 TBG 50up

UP RATE D35

LBDS TOT

V D45

INT TBG

V D50up

ROTASI

V MSK TBG D

VOL TBG 50up

VOL TBG 4049
PEND VOL 4049

VOL TBG D

PEND VOL 50up

V DIPT

Gambar 1 Submodel dinamika struktur tegakan Dipterocarpaceae
DINAMIKA TEGAKAN NON DIPTEROCARPACEAE

MORT RATE ND35

MORT RATE ND25

MORT RATE ND45

MORT RATE ND50up

MORT RATE ND15
MORT ND 1

MORT ND 2
EFEK TBG25

EFEK TBG15

INGROWTH ND

KND4049 KND50up

EFEK TBG35

UPGROWTH1

UP RATE ND15

UPGROWTH2

UP RATE ND25

MORT ND 5
EFEK TBG50up

EFEK TBG45
KND3039

KND2029

KND1019

MORT ND 4

MORT ND 3

KND4049
UPGROWTH3

UP RATE ND35

KND50up
UPGROWTH4

TBG4049

UP RATE ND45
TBG50up

INT TBG

LBDS TOT

V ND45

ROTASI

V ND50up

VOL TBG4049

VOL TBG50up

V MSK TBG ND
PEND VOL4049

VOL TBG ND

PEND VOL50up

V ND

Gambar 2 Submodel dinamika struktur tegakan Non Dipterocarpaceae

6
DINAMIKA TEGAKAN TOTAL

N TOT

JML N DIPT
KD 1019

KD 2029

KD 3039

KD 4049

KD 50up

LBDS 1019 LBDS 2029 LBDS 3039 LBDS 4049 LBDS 50up

JML N NDIPT

KND1019

KND2029

LBDS1019 LBDS2029

KND3039

KND4049

KND50up

LBDS3039LBDS4049 LBDS50up

LBDS NDIPT

LBDS DIPT

LBDS TOT
VOL TBG D

EFEK TBG15

EFEK TBG50up

V DIPT

KD 4049

TOT TBG
EFEK TBG45

EFEK TBG25

TBG50up

VOL TBG ND
KND4049

TOT V

TBG 4049

TBG4049

TOT VOL TBG

V ND

TBG 50up
EFEK TBG35

KD 50up

TOT MSK TBG
MSK TBG D

KND50up

MSK TBG ND

Gambar 3 Submodel dinamika struktur tegakan total
Dalam pembuatan submodel ini jumlah pohon tiap kelas diameter
dipengaruhi oleh aliran jumlah pohon yang masuk ke kelas diameter selanjutnya
dan kematian akibat penebangan. Besarnya unsur-unsur dinamika struktur tegakan
dipengaruhi oleh luas bidang dasar suatu areal. Dalam penelitian ini besarnya
ingrowth dan upgrowth berbanding terbalik dengan luas bidang dasar yaitu
semakin rapat luas bidang dasar maka kemampuan pohon untuk tumbuh akan
semakin kecil, sebaliknya mortality akan semakin meningkat dengan semakin
rapatnya luas bidang dasar. Hal ini terjadi karena semakin meningkatnya
kompetisi individu pohon untuk mendapatkan unsur hara dan keterbatasan cahaya
pada luas bidang dasar yang semakin rapat. Hal tersebut sesuai dengan yang
dikatakan dalam Buongiorno et al. (1995) bahwa ingrowth dan upgrowth
berhubungan negatif dengan luas bidang dasarnya, sedangkan mortality
berhubungan positif dengan luas bidang dasarnya.
Submodel alokasi lahan
Submodel ini menggambarkan sumber alokasi lahan produksi. Luas areal
PT Suka Jaya Makmur sesuai SK HPH Nomor 106/Kpts-II/2000 tanggal 29
Desember 2000 seluas 171 340 hektar terdiri dari Hutan Produksi Terbatas (HPT)
seluas 153 175 hektar dan Hutan Produksi Tetap (HP) seluas 18 165 hektar. Luas
areal PT. Suka Jaya Makmur terdiri dari 149 897.57 hektar kawasan produksi,
8 395.49 hektar kawasan lindung, 10 752.13 hektar kawasan tidak efektif
produksi, dan 2 294.81 hektar kawasan penanaman tanah kosong. Sumber alokasi
lahan produksi dibagi menjadi tiga fungsi lahan yaitu untuk kepentingan ekologi,
sosial, dan produksi seperti terlihat pada Gambar 4.

7
ALOKASI LAHAN
LAHAN PRODUKSI

PERSEN PRODUKSI
ALOKASI PRODUKSI

REALOKASI
LAHAN PRODUKSI

LAHAN EKOLOGI

SMBR LAHAN

PEMBAGIAN
SUMBER LAHAN

PERSEN EKOLOGI

ALOKASI EKOLOGI

REALOKASI
LAHAN EKOLOGI

ALOKASI SOSIAL

PERSEN SOSIAL

LAHAN SOSIAL

REALOKASI
LAHAN SOSIAL

Gambar 4 Submodel alokasi lahan
Fungsi lahan ekologi yang merupakan kawasan lindung seluas 8 395.49
hektar meliputi kawasan lereng >40%, buffer zone hutan lindung, konservasi
insitu, sempadan sungai, dan kawasan pelestarian plasma nutfah. Fungsi lahan
sosial merupakan lahan yang diperuntukan untuk kegiatan sosial meliputi kawasan
untuk sarana dan prasarana perusahaan dan pemukiman atau ladang seluas
2 078.88 hektar, sedangkan fungsi lahan produksi merupakan lahan yang
digunakan untuk kepentingan produksi kayu seluas 149 897.57 hektar meliputi
kawasan efektif produksi dengan sistem TPTI dan kawasan efektif produksi
dengan sistem TPTJ. Realokasi yang dibuat pada ketiga fungsi lahan
dimaksudkan agar fungsi lahan yang ada besarnya selalu konstan sesuai
persamaan diatas.
Submodel pengaturan hasil
Pengaturan hasil merupakan kegiatan yang bertujuan agar hutan dapat
menghasilkan hasil hutan yang relatif sama setiap tahunnya secara terus-menerus
agar kelestarian hutan terwujud. Dalam menetapkan sistem pengaturan hasil yang
harus ditetapkan adalah intensitas penebangan yang memperhatikan batas-batas
kerusakan alam, interval pemanenan yang sesuai dengan laju pertumbuhan, dan
besarnya pemanenan yang akan dilakukan setiap tahunnya (Seydack 1995).
Submodel ini menggambarkan berbagai pilihan pengaturan hasil hutan dalam
rangka pengelolaan hutan yang dilakukan oleh perusahaan. Simulasi ini
melakukan pengaturan hasil dengan siklus tebang dan pengaturan hasil adaptif
seperti terlihat pada Gambar 5.

8
PENGATURAN HASIL

THN BERJALAN
PROPORSI TBG KD 4049 ROTASI

PROP TBG KD 4049

PROPORSI TBG KD 50up ROTASI

ROTASI

PROP TBG KD 50up

HARGA D

HARGA D

HARGA RATARATA D

HARGA RATARATA D

MANAJEMEN

PROP TBG KD 50up ADP

PROP TBG KD 4049 ADP

TOT MSK TBG
TOT MSK TBG
PROP TBG KD50up

PROP TBG KD4049

HARGA ND PROP TBG KD4049 ADP

PROP TBG KD50up ADP

HARGA ND

HARGA RATARATA ND
ROTASI
PROPORSI
TBG
KD50up
ROTASI
PROPORSI TBG KD4049 ROTASI

HARGA RATARATA ND

THN BERJALAN

Gambar 5 Submodel pengaturan hasil
Dalam melakukan simulasi, tipe manajemen pengaturan hasil dengan siklus
tebang (metode konvensional) diberikan kode 0 jika diberi kode selain 0 maka
tipe pengaturan hasil yang digunakan adalah pengaturan hasil adaptif. Pada tipe
pengaturan hasil dengan siklus tebang, penebangan dilakukan dengan intensitas
tebang 100% dan 80%. Pengaturan hasil tipe konvensional merupakan pengaturan
hasil yang akan melakukan penebangan jika hitungan tahun sudah mencapai
siklus tebangnya, namun jika telah lewat atau belum mencapai siklus tebangnya
maka tidak dilakukan penebangan. Pengaturan hasil tipe adaptif merupakan
pengaturan hasil yang penebangannya dilakukan dengan memperhatikan harga
pasar dan jumlah pohon masak tebang. Penebangan dilakukan pada saat jumlah
pohon masak tebang mencapai 15 pohon atau lebih dan harga kayu tinggi
(Aryanto 2001). Intensitas tebang pada pengaturan hasil adaptif sebesar 40% lebih
kecil dari pengaturan hasil konvensional. Hal tersebut dimaksudkan agar
tersedianya sediaan tegakan untuk penebangan berikutnya.
Submodel harga
Submodel ini menggambarkan perubahan harga hasil hutan kayu dari
tahun ke tahun. Asumsi yang digunakan dalam memprediksi perubahan harga
adalah kenaikan harga rata-rata 10% tiap tahunnya, kenaikan harga tersebut
mengalami fluktuasi antara 5-15% (Aryanto 2001). Sehingga harga hasil hutan
kayu tidak sama setiap tahunnya dikarenakan oleh fluktuasi harga tersebut. Harga
kayu bulat yang digunakan untuk perhitungan ini adalah harga rata-rata di industri

9
untuk jenis Dipterocarpaceae dan jenis Non Dipterocarpaceae yang berlaku
sebesar Rp 750 000/m3. Submodel harga dapat dilihat pada Gambar 6.
HARGA

HARGA RATARATA D

HARGA RATARATA ND

HARGA D

HARGA ND
THN BERJALAN

HARGA KAYU SAAT INI
FLUKTUASI HARGA

KISARAN PERUBAHAN HARGA D

HARGA KAYU SAAT INI

KISARAN PERUBAHAN HARGA ND

Gambar 6 Submodel harga
Submodel lapangan pekerjaan
Submodel ini menggambarkan kesempatan kerja yang diberikan oleh
perusahaan terhadap masyarakat sekitar hutan. Menurut Darusman (2002)
masyarakat desa hutan merupakan salah satu unsur dari ekosistem hutan. Oleh
karenanya sektor kehutanan perlu memperhatikan dan memberikan kesempatan
berpartisipasi dalam melakukan kegiatan pengelolaan hutan. Kegiatan produksi di
PT Suka Jaya Makmur dibagi menjadi empat blok tebangan, masing-masing blok
terdiri dari 5-8 orang pekerja sehinga dalam melakukan kegiatan produksi
diperlukan sekitar 24 orang pekerja. Simulasi ini dibuat dalam rangka
menyediakan lapangan pekerjaan tambahan bagi masyarakat untuk membantu
perusahaan dalam kegiatan pengelolaan hutan seperti dapat dilihat pada Gambar 7.

10

LAPANGAN PEKERJAAN

PROD ND
JML PROD

PROD PEKERJA

PROD D
PEKERJA

Gambar 7 Submodel lapangan pekerjaan
Berdasarkan hasil simulasi dengan produktivitas rata-rata pekerja setiap
harinya sebesar 40 m3 maka dengan siklus tebang 35 tahun, 30 tahun, dan 20
tahun serta penebangan adaptif dibutuhkan masing-masing pekerja setiap siklus
tebangnya sebanyak 35 orang, 45 orang, 52 orang, dan 79 orang pekerja per
tahunnya untuk melakukan kegitan produksi, dengan demikian perusahaan dapat
membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar untuk melakukan kegiatan
produksi.
Submodel finansial
Submodel ini menggambarkan pendapatan yang diterima oleh perusahaan
dan masyarakat. Pendapatan perusahan berasal dari penjualan hasil hutan kayu
selama proses produksi dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh
perusahaan untuk melakukan kegiatan produksi. Penerimaan perusahaan berasal
dari volume kayu yang dipanen dikalikan dengan harga kayu per meter kubiknya.
Pohon yang dipanen merupakan pohon yang berasal dari kelas diameter >40cm
dan >50cm, sedangkan pengeluaran perusahaan berasal dari biaya-biaya yang
digunakan pada kegiatan pengelolaan hutan. Pendapatan masyarakat didapatkan
dari volume hasil hutan kayu dikalikan dengan upah harian pekerja. Submodel
finansial perusahaan dapat dilihat pada Gambar 8.

11
FINANSIAL

PROD ND

PROD D
PROD ND
ADM

TARIF PSDH

PSDH

DR

TARIF ADM

UPAH
PENERIMAAN MASY

TARIF DR
PROD D

PBB
TARIF PBB

PENDAPATAN

PMDH

B INVES ALAT
B OPERASIONAL

TARIF PMDH

PENERIMAAN MASY

B INVES BANGUNAN

PENGELUARAN
B PENYUSUTAN ALAT
TARIF IHPH
SMBR LAHAN

B PENYUSUTAN BANGUNAN

IHPH

HARGA KAYU SAAT INI

B PEMANENAN TOTAL

PENERIMAAN

B PENYIAPAN LOG
B PERALATAN

B PENEBANGAN
PROD ND

PROD D

~

V ND

JPT

B MUAT BONGKAR
PROD ND

B PEMANENAN PER M3

PROD D

B PENYARADAN
V DIPT

B PENGANGKUTAN

Gambar 8 Submodel finansial
Evaluasi Model
Tahapan ini dilakukan untuk mengevaluasi model dengan melihat
kewajaran model dan membandingkan hasil simulasi dengan keadaan di lapangan.
Submodel yang dievaluasi adalah submodel dinamika struktur tegakan. Struktur
tegakan jenis Dipterocarpaceae dan Non Dipterocarpaceae setelah dilakukan
simulasi disajikan pada Gambar 9 dan 10.
120
100
80

2000

Kerapatan
60
tegakan (phn/ha)

2010

40

2030

20

2040

2020

2050
0
0

10

20

30

40

50

Dbh (cm)

Gambar 9 Struktur tegakan Dipterocarpaceae

60

12
180
160

140
120

2000

100
Kerapatan
tegakan (phn/ha) 80

2010

60

2030

40

2040

20

2050

2020

0
0

10

20

30

40

50

60

Dbh (cm)

Gambar 10 Struktur tegakan Non Dipterocarpaceae
Struktur tegakan yang berbentuk huruf J terbalik dapat dikatakan wajar
seperti dikatakan Davis (1996) yaitu distribusi diameter pada hutan alam akan
membentuk kurva J terbalik karena terjadi penurunan jumlah dari kelas diameter
kecil pada batas tertentu dan mengalami kenaikkan sampai batas tertentu. Hal itu
dikarenakan pada saat tertentu luas bidang dasar tegakan akan meningkat atau
semakin rapat akibatnya pohon dengan kelas diameter kecil akan sulit untuk
bersaing dengan pohon dengan kelas diameter besar sehingga menyebabkan
mortalitas meningkat. Selain itu, pohon yang masak tebang cenderung meningkat
dan stabil. Hal itu dianggap wajar karena pohon masak tebang akan menerima
masukan dari kelas diameter dibawahnya. Pada saat kelas diameter ini mengalami
masukan dari kelas diameter dibawahnya dan mortalitas seimbang maka pohon
masak tebang cenderung akan stabil.
Pengujian terhadap model dilakukan dengan Uji Khi-kuadrat. Berdasarkan
hasil pengujian seperti terlihat pada Tabel 1 dan 2, menunjukkan bahwa dengan
selang kepercayaan 99% memberikan hasil simulasi sama dengan keadaan
sebenarnya di lapangan sehingga model ini dapat digunakan untuk menduga
struktur tegakan di areal pengusahaan hutan pada masa yang akan datang.

13
Tabel 1 Perbandingan struktur tegakan Dipterocarpaceae hasil simulasi dengan
keadaaan sebenarnya
Tahun Kondisi
1999
2001
2003
2005
2007

Aktual
Model
Aktual
Model
Aktual
Model
Aktual
Model
Aktual
Model

Kelas diameter (cm)
x² hitung
10-19 20-29 30-39 40-49 50up
116
50
22
14
17
0.00
116
50
22
14
17
105
52
25
13
18
0.57
111
55
25
14
19
92
57
24
14
19
2.42
106
58
27
14
21
73
54
23
13
21
10.46
102
60
29
14
23
76
58
39
23
32
13.21
98
61
31
15
24

Kriteria
Terima
Hₒ
Terima
Hₒ
Terima
Hₒ
Terima
Hₒ
Terima
Hₒ

Diketahui: x² tabel= 13.28

Tabel 2 Perbandingan struktur tegakan Non Dipterocarpaceae hasil simulasi
dengan keadaaan sebenarnya
Tahun Kondisi
1999
2001
2003
2005
2007

Aktual
Model
Aktual
Model
Aktual
Model
Aktual
Model
Aktual
Model

Kelas diameter (cm)
x² hitung
10-19 20-29 30-39 40-49 50up
66
31
17
8
6
0.00
66
31
17
8
6
61
33
16
9
7
4.18
78
31
18
9
6
61
34
15
10
7
9.16
88
31
18
9
7
68
32
15
9
7
9.46
96
32
19
10
8
73
31
23
10
10
9.99
103
34
20
10
8

Kriteria
Terima
Hₒ
Terima
Hₒ
Terima
Hₒ
Terima
Hₒ
Terima
Hₒ

Diketahui: x² tabel= 13.28
Penggunaan Model

Model dinamika sistem pada tahapan ini digunakan untuk menentukan
skenario penebangan yang lestari seperti menentukan intensitas tebang, limit
diameter, dan siklus tebang. Proyeksi waktu yang digunakan dalam simulasi
adalah 106 tahun. Dalam kurun waktu tersebut penebangan dilakukan pada
beberapa siklus tebang. Siklus tebang yang diujikan adalah 35 tahun, 30 tahun,
dan 20 tahun. Pengujian skenario berbagai panjang siklus tebang ditujukan untuk
memperoleh siklus tebang yang paling tepat dan lestari. Penebangan dilakukan
pada pohon masak tebang jenis Dipterocarpaceae dan Non Dipterocarpaceae
dengan intensitas penebangan 100%. Proyeksi jumlah pohon masak tebang per
hektar dapat dilihat pada Gambar 11, 12, dan 13.

14

1: KND4049
1:
2:
3:
4:

2: KND50up

3: KD 4049

4: KD 50up

60

1:
2:
3:
4:

30

4

4

4
1

1
3
1
1

1:
2:
3:
4:

1

2
3

2

2

3

3
3

2
4

0
1999.00

2020.20

4

2
2041.40

Page 1

2062.60

2083.80
2105.00
1:55 PM Fri, Oct 3, 2014

Y ears

Gambar 11 Proyeksi penebangan siklus tebang 35 tahun
1: KND4049
1:
2:
3:
4:

1:
2:
3:
4:

2: KND50up

3: KD 4049

4: KD 50up

60

4

30

1
4

3
3

3
1
1:
2:
3:
4:

1

2

2

3

4

2

4

0
1999.00

Page 1

1

2
2021.75

2044.50
Y ears

2067.25
2090.00
1:13 PM Fri, Aug 22, 2014

Proporsi Jumlah Pohon per Hektar

Gambar 12 Proyeksi penebangan siklus tebang 30 tahun

15
1: KND4049
1:
2:
3:
4:

2: KND50up

3: KD 4049

4: KD 50up

60

1:
2:
3:
4:

30

3
3

4
3

4

4

1
1:
2:
3:
4:

1
0

1

2

1999.00
Page 1

2021.75

1

3
2

2
2

4
2044.50
Y ears

2067.25
2090.00
7:59 PM Thu, Aug 21, 2014

Proporsi Jumlah Pohon per Hektar

Gambar 13 Proyeksi penebangan siklus tebang 20 tahun
Ket:

KND4049 (Kelas diameter 40-49 cm jenis Non Dipterocarpaceae), KND50up (Kelas
diameter 50 cm up jenis Non Dipterocarpaceae), KD 4049 (Kelas diameter 40-49 cm jenis
Dipterocarpaceae), KD 50up (Kelas diameter 50 cm up jenis Dipterocarpaceae)

Berdasarkan hasil simulasi dapat dilihat bahwa proyeksi penebangan
konvensional menghasilkan rata-rata pohon yang stabil. Pengaturan hasil dengan
siklus 35 dan 30 tahun memiliki rentang jeda antar penebangan yang panjang
dibandingkan dengan siklus 20 tahun sehingga dapat mendukung regenerasi
tegakan dengan baik agar menghasilkan hasil yang lestari. Saat melakukan
simulasi volume tebang terbesar yang dihasilkan saat penebangan adalah pada
siklus 35 dan 30 tahun dikarenakan pohon yang ditebang lebih banyak
dibandingkan pada siklus tebang 20 tahun dan penebangan hanya dilakukan tiga
kali selama jangka waktu. Hal tersebut dapat terlihat pada gambar yaitu dengan
semakin lama rotasi maka semakin meningkat jumlah pohon yang dapat ditebang.
Simulasi penebangan juga dilakukan dengan intensitas tebang 80%. Jumlah pohon
masak tebang yang dihasilkan pada intensitas tebang 80% lebih tinggi
dibandingkan pada intensitas tebang 100% sehingga pada rotasi berikutnya pohon
masak tebang yang tersedia pada intensitas tebang 80% lebih tinggi jumlahnya
dibandingkan pada intensitas tebang 100% seperti dapat dilihat pada Tabel 3.

16
Tabel 3 Jumlah pohon masak tebang pada intensitas tebang 80%
Siklus
Tebang
35 tahun

Tebangan
Ke
1
2
3
1
2
3
1
2
3
4
5

30 tahun

20 tahun

Tahun
Ke
35
70
105
30
60
90
20
40
60
80
100

D

ND

62
51
45
57
47
42
46
48
42
38
36

29
42
48
34
44
47
21
31
38
41
42

Masak
tebang
91
93
93
91
91
89
67
79
80
79
78

Tebangan

Sisa

73
74
74
73
73
71
54
63
64
63
62

18
19
19
18
18
18
13
16
16
16
16

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa pada siklus tebang 35, 30 dan 20 tahun
memiliki jumlah masak tebang setelah penebangan ke-1 relatif sama. Hal ini
menunjukan bahwa pada siklus-siklus penebangan ke-2, ke-3, ke-4, dan ke-5
tegakan mampu menghasilkan jumlah masak tebang yang sama dengan siklus
tebang ke-1.
Simulasi pengaturan hasil adaptif dilakukan untuk membandingkan hasil
dengan pengaturan hasil konvensional. Pengaturan hasil adaptif merupakan
pengaturan hasil yang adaptif terhadap harga di pasar dan jumlah pohon yang
tersedia. Hasil proyeksi pengaturan hasil adaptif dapat dilihat pada Gambar 14 dan
15.
1: KND4049
1:
2:
3:
4:

2: KND50up

3: KD 4049

4: KD 50up

60

4
4

1:
2:
3:
4:

4
4
30
2
3
1

1:
2:
3:
4:

1

3

2

1
3

2

3

0
1999.00

Page 1

2

1

2025.50

2052.00
Y ears

2078.50
2105.00
2:10 PM Fri, Oct 3, 2014

Gambar 14 Proyeksi masak tebang dengan pengaturan hasil adaptif

17
1: KND2029

2: KND3039

3: KD 2029

4: KD 3039

60

1:
2:
3:
4:

1

1

1
3
4

1:
2:
3:
4:

30

2

2

1

2

3

3

4
2

1:
2:
3:
4:

4

4

0
1999.00

Page 2

2025.50

2052.00
Y ears

2078.50
2105.00
2:10 PM Fri, Oct 3, 2014

Gambar 15 Proyeksi pohon inti dengan pengaturan hasil adaptif
Ket:

TOT MSK TBG (Total masak tebang jenis Dipterocarpaceae dan Non Dipterocarpaceae),
KND2029 (Kelas diameter 20-29 cm jenis Non Dipterocarpaceae), KND3039 (Kelas
diameter 30-39 cm jenis Non Dipterocarpaceae), KD 2029 (Kelas diameter 20-29 cm jenis
Dipterocarpaceae), KD 3039 (Kelas diameter 30-39 cm jenis Dipterocarpaceae).

Berdasarkan Gambar 14 dan 15 dapat dilihat bahwa penebangan dilakukan
lebih sering pada pengaturan hasil adaptif dibandingkan dengan pengaturan hasil
konvensional. Hal tersebut karena penebangan dilakukan pada saat harga kayu di
pasar sedang tinggi dan jumlah pohon yang tersedia lebih besar dari batas tertentu.
Jumlah pohon yang ditebang dan jumlah pohon inti relatif stabil tiap tahunnya.
Hal ini menunjukan bahwa pengaturan hasil adaptif mampu menjamin kelestarian.
Namun dalam menerapkan pengaturan hasil adaptif perlu diperhatikan penjualan
kayunya. Apabila penjualan kayu yang dilakukan perusahaan langsung ke pasar
maka pengaturan hasil adaptif dapat diterapkan, sedangkan apabila penjualan
kayu yang dilakukan perusahaan tidak langsung ke pasar dalam hal ini yaitu
industri yang dikelola sendiri oleh perusahaan maka pengaturan hasil adaptif tidak
dapat diterapkan karena harga pasar tidak mempengaruhi penebangan.
Simulasi juga dilakukan untuk melihat pendapatan perusahaan dalam
memproduksi kayu pada setiap skenario pengaturan hasil. Perbandingan
pendapatan perusahaan dan masyarakat dapat dilihat pada Tabel 4 dan 5.
Tabel 4 Perbandingan pendapatan perusahaan
Siklus
tebang
35 tahun
30 tahun
20 tahun
Adaptif

Pendapatan Perusahaan (Rp/thn)
Intensitas tebang
Intensitas tebang
Intensitas tebang
100%
80%
40%
93 262 330 179
107 312 283 229
74 821 326 545
91 871 581 409
47 782 857 812
67 167 037 484
167 295 651 502

18
Tabel 5 Perbandingan pendapatan masyarakat
Pendapatan Masyarakat
Intensitas
Siklus tebang
tebang
Rp per tahun
Rp per bulan per KK
35 tahun
100%
51 137 770 391
1 125 887
30 tahun
44 062 101 153
970 104
20 tahun
33 687 651 625
741 692
35 tahun
80%
56 528 627 773
1 244 576
30 tahun
50 604 160 937
1 114 138
20 tahun
41 125 210 151
905 443
Adaptif
40%
79 543 778 254
1 751 294
Keterangan: KK: Kepala Keluarga

Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat perbandingan pendapatan perusahaan
dari setiap siklus tebang dan intensitas tebang selama jangka waktu 106 tahun.
Pendapatan tertinggi didapat oleh pengaturan hasil adaptif yaitu sebesar
Rp 167 295 651 502 per tahun. Hal ini berhubungan dengan harga kayu di pasar,
penebangan dengan pengaturan hasil adaptif akan menebang pohon jika harga di
pasar bagus maka semakin tinggi harga di pasar maka pendapatan perusahaan
akan semakin tinggi pula. Selain itu, jumlah pohon yang tersedia saat penebangan
lebih besar dari jumlah pohon tertentu sehingga jumlah pohon yang ditebang pada
saat penebangan lebih besar. Pendapatan yang didapatkan pada penebangan
dengan intensitas tebang 80% lebih besar dibandingkan dengan pendapatan yang
didapatkan penebangan dengan intensitas tebang 100%. Hal tersebut dikarenakan
pada penebangan dengan intensitas tebang 80% tidak dilakukan penebangan
seluruhnya sehingga tegakan tinggal yang ada dapat berregenerasi kembali dan
menghasilkan volume pohon yang lebih besar, sehingga pendapatan yang
dihasilkan akan lebih besar pula.
Berdasarkan Tabel 5 terlihat bahwa pendapatan terbesar yang didapatkan
oleh masyarakat sebagai pekerja adalah pada metode pengaturan hasil adaptif
sebesar Rp 1 751 294 per bulan per KK. Hal tersebut dikarenakan pada
pengaturan hasil adaptif penebangan dilakukan lebih sering sehingga pendapatan
masyarakat per bulannya akan lebih besar dibandingkan dengan pada metode
pengaturan hasil lainnya.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
pengaturan hasil konvensional dan pengaturan hasil adaptif mampu menjamin
kelestarian hutan dilihat dari segi ekologi, ekonomi, dan sosial. Pengaturan hasil
dengan siklus tebang (konvensional) memiliki rentang jeda penebangan yang
panjang yang mendukung proses regenerasi pohon sehingga dapat menghasilkan
jumlah masak tebang yang sama setiap siklus penebangan dan dapat menjamin
kelestarian hasil, sedangkan pengaturan hasil adaptif melihat harga pasar dan
jumlah pohon yang tersedia agar kelestarian hasil terjaga. Pendapatan terbesar
yang didapatkan oleh perusahaan dihasilkan dari pengaturan hasil adaptif sebesar

19
Rp 167 295 651 502 per tahun atau dapat meningkatkan pendapatan perusahaan
sebesar 36%, sedangkan pendapatan masyarakat sebesar Rp 1 751 294 per bulan
per KK atau dapat meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar 29%.
Saran
Perlu dilakukan kajian lebih lanjut mengenai kelebihan pengaturan hasil
secara adaptif, tidak hanya mengenai keuntungannya saja melainkan juga dari sisi
kerusakan yang dapat ditimbulkan akibat pengaturan hasil adaptif tersebut. Selain
itu perlu pengajian lebih lanjut mengenai penerapan pengaturan hasil adaptif di
lapangan. Penerapan model pengaturan hasil hendaknya memperhatikan
kelestarian ekonomi, ekologi, dan sosial.

DAFTAR PUSTAKA
Aryanto. 2001. Simulasi pengaturan hasil hutan kayu secara adaptif pada hutan
alam bekas tebangan (Studi Kasus di HPH PT Belayan River Timber,
Kalimantan Timur) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Buongiorno, Peyron, Houllier, and Bruciamacchie. 1995. Growth and
Management of Mixed-Species Uneven-aged Forest in French Jura:
Implication for Economic Rreturn and Tree Diversity. Forest Science Vol. 14
No. 3.
Darusman D. 2002. Pembenahan Kehutanan Indonesia. Bogor (ID): Laboratorium
Politik Ekonomi Sosial Kehutanan IPB.
Davis KP. 1966. Forest Management: Regulation and Valuation. USA: McGrawHill Inc Book Company.
[DEPHUT] Departemen Kehutanan. 1999. Panduan Kehutanan Indonesia. Jakarta
(ID): DEPHUT.
[FAO] Food and Agriculture Organization. 1998. Guidelines for the management
of Tropical Forest, 1. The Production of Wood. FAO Forestry paper 135-239
p.
Labetubun SM. 2004. Metode pengaturan hasil hutan tidak seumur melalui
pendekatan model dinamika sistem (Kasus Hutan Alam Bekas Tebangan)
[Thesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Purnomo H. 2012. Pemodelan dan Simulasi untuk Pengelolaan Adaptif Sumber
Daya Alam dan Lingkungan. Bogor (ID): IPB Press.
Seydack AHW. 1995. An Unconventional Approach to Timber Yield Regulation
for Multi-Aged, Multi-Species Forest I: Fundamental Consideration. Forest
Ecology and Management 77.London: Dordrecht.
Seydack AHW. 2000. Theory and Practice of Yield Regulation System for
Sustainable Management of Tropical and Sub Tropical Moist Natural Forest.
London: Dordrecht.
Supriatna J. 2008. Melestarikan Alam Indonesia. Jakarta (ID): Yayasan Obor
Indonesia.

20

LAMPIRAN

21
Lampiran 1 Persamaan dalam pemodelan (Equation)

22
Lampiran 1 Lanjutan

23
Lampiran 1 Lanjutan

24
Lampiran 1 Lanjutan

25

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor Provinsi Jawa Barat pada tanggal 21 Januari
1992 sebagai anak kedua dari dua orang bersaudara dengan ayah bernama
Drh. Sukiswanto dan ibu Budi Astuti Diah.
Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 10 Bogor dan pada tahun yang
sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur
Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan diterima di
Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Pada tahun 2012 penulis
melakukan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di daerah Gunung
Kamojang dan Sancang Barat, Jawa Barat. Tahun 2013 penulis melakukan
Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi.
Penulis melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) pada tahun 2014 di PT. Suka
Jaya Makmur, Kalimantan Barat.
Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Kehutanan di Institut
Pertanian Bogor penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Model Simulasi
Pengaturan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Alam PT. Suka Jaya Makmur Provinsi
Kalimantan Barat dibawah bimbingan Bapak Dr. Ir. Budi Kuncahyo, MS.