ANALISA HIDROLOGI 3. PENGAMATAN DAN ANALISA HIDROLOGI 3. PENGAMATAN DAN

6 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengkaji karakteristikkondisi biofisik DTA Singkarak. 2. Menentukan desainsistem panen hujan dan aliran permukaan berdasarkan aplikasi model hidrologi. 3. Mengembangkan model aliran permukaan DAS untuk menahan resiko banjir dan kekeringan pada DTA Singkarak. 4. Mengkaji dampak implementasi sistem panen hujan dan aliran permukaan serta reboisasi terhadap fluktuasi tinggi muka air Danau Singkarak. Manfaat 1. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai alat bantu rekomendasi pengelolaan DTA Singkarak menghadapai resiko banjir dan kekeringan serta sedimentasi dengan murah, cepat dan akurat. 2. Bagi pemerintah Provinsi Sumatera Barat hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam perencanaan dan evaluasi kegiatan konservasi dan rehabilitasi lahan DTA Singkarak. Kebaruan Pengembangan metode penentuan jumlah, dimensi dan sebaran bagunan sistem panen hujan dan aliran permukaan pada skala DAS berdasarkan aplikasi model hidrologi dan sistem imformasi geografi SIG. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dilakukan pada DTA Singkarak tepatnya pada DAS Sumani, dan Singkarak. Data penelitian merupakan data primer yang dapat langsung diamati dilapangan pada alat-alat yang sudah terpasang. Untuk lokasi yang tidak mempunyai alat ukur dilakukan pengukuran dan pengamatan di lapangan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi-instansi terkait. Cakupan penelitian ini yaitu; menentukan karakteristik kondisi biofisik DTA, dan pemodelan hidrologi. Aplikasi model debit sesaat dengan model 7 MAPDAS, dipakai untuk penentuan desain sistem panen hujan dan aliran permukaan. Alur penelitian dapat dilihat pada Gambar 2. Penelitian lapangan terdiri dari pengukuran tinggi muka air, debit sedimen, pengambilan sampel air dan melihat keberadaan teknik konservasi tanah dan air pada DTA Singkarak. Teknik konservasi tanah dan air yaitu berupa reboisasi, penghijauan dan terdapatnya bagunan air seperti: embung, cek dam, dan bendung.Bangunan konservasi air pada daerah ini adalah sebagai alat pengembangan sumber air dalam memenuhi kebutuhan airpertanian oleh petani dan kebutuhan air sehari-hari bagi makhluk hidup yang terdapat pada DAS. Analisa yang dilakukan adalah; menentukan karakteristik DTA secara spasial, aplikasi model hidrologi untuk menentukan zona pengembangan sistem panen hujan dan aliran permukaan, menentukan jumlah dan posisi bangunan panen hujan dan aliran permukaan, pembahasan secara umum dampak implementasi sistem panen hujan terhadap tinggi muka air danau. Bangunan panen hujan dan aliran permukaan yang dikemukakan adalah berupa embung waduk kecil. Pada penelitian ini juga dilakukan kajian dampak reboisasi sebagai teknik agroteknologi terhadap tinggi muka air danau. Dampak implementasi sistem panen hujan dan aliran permukaan serta reboisasi terhadap tinggi muka air danau diperlihatkan dengan membuat simulasi dinamik dengan memakai program Stella, yang berbasis flow-chart dan grafis. Model dinamik dapat mensimulasikan perubahan yang terjadi yaitu berupa tinggi muka air danau, volume danau, sedimentasi pada saat ini dan prediksi kedepannya. Prediksi yang dilakukan yaitu dengan merancang skenario-skenario embung dan reboisasi untuk berbagai kondisi. 8 START DATA TUTUPAN LAHAN DATA HIDROLOGI, IKLIM DAN DEBIT DATA BIOFISIK DAS ANALISA TUTUPAN LAHAN ANALISA IKLIM DAN HIDROLOGI KARAKTERISTIK BIOFISIK DAS KARAKTERISTIK GEOMETRI MARFOMETRI DAN PEDOLOGI DAS KECENDERUNG AN PERUBAHAN LAHAN TINGKAT KRITIS DAS DEBIT BANJIR SIMULASI KALIBRASI MODEL MODEL DEBIT SESAAT MAPDAS AMBANG DEBIT MAX PENYEBAB BANJIR VOLUME EXCEES RAINFALL DELINASI ZONE PENGEMBANGAN SISTEM PANEN HUJAN DAN ALIRAN PERMUKAAN STOP PENENTUAN POSISI BANGUNAN PANEN HUJAN Gambar 2 Diagram alir penelitian. 9 TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai DAS merupakan suatu kawasan yang dibatasi oleh batasan-batasan topografi secara alami merupakan wilayah hidrologi dengan sungai dan anak-anak sungai sebagai komponen utama untuk mengalirkan setiap air hujan, sedimen dan unsur lainnya pada sungai ke suatu pengeluaran outlet dan titik-titik pengukuran debit aliran, sedimen, dan kualitas air suatu sungai. Menurut Arsyad 1989, DAS adalah sebagai satuan wilayah yang terletak diatas suatu titik pada suatu sungai yang oleh batas-batas topografi mengalirkan air yang jatuh diatasnya kedalam sungai yang sama dan mengalir melalui suatu titik yang sama pada sungai tersebut. Menurut Sri –Harto 1993, DAS merupakan daerah tangkapan yang semua airnya mengalir kedalam suatu alur sungai, daerah ini umumnya dibatasi oleh batas topografi yang jelas dan ditetapkan berdasar aliran permukaan. DAS merupakan suatu sistem alami dalam hidrologi dengan sungai sebagai komponen utama. Aliran sungai sangat dipengaruhi oleh karakteristik curah hujan dan kondisi biofisik DAS. Karakteristik biofisik mencakup geometri ukuran, bentuk, kemiringan DAS, morfometri ordo sungai, kerapatan jaringan sungai, rasio percabangan, rasio panjang, pedologi dan geologi, serta penutupan lahan Liamas 1993. Diantara kelima penciri kondisi biofisik, tipe penutupan lahan merupakan satu-satunya parameter yang dapat mengalami perubahan secara cepat dan memberikan pengaruhnya secara signifikan terhadap karakteristik debit Kartiwa et al. 2004 Fungsi hidrologi DAS adalah berhubungan dengan kemampuan DAS dalam hal: 1 transmisi air, 2 penyangga pada puncak kejadian hujan, 3 pelepasan air secara perlahan, 4 memelihara kualitas air, 5 mengurangi perpindahan massa tanah, misalnya melalui longsor,6 mengurangi erosi, dan 7mempertahankan iklim mikro Noordwijk et al. 2004. Menurut Sinukaban 1995, pemanfaatan sumberdaya alam DAS yang tidak memperhatikan kemampuan dan kelestarian lingkungan, akan terjadi kerusakan ekosisten dan tataguna air. Oleh karena itu dalam membuat perencanaan pengelolaan DAS, pilihan teknologi yang tepat adalah berlandasan kaidah-kaidah konsevasi. 10 Fungsi DAS dapat ditinjau dari ketersediaan supply yang mencakup kuantitas aliran sungai debit, dan permintaan demand yang mencakup tersedianya air bersih, tidak terjadinya bencana banjir dan kekeringan, tanah longsor dan sedimentasi di sungai. Sulitnya mendapatkan air bersih merupakan faktor penentu utama kemiskinan dan buruknya kesehatan suatu daerah DAS. Masalah persediaan air yang tidak mencukupi bagi masyarakat di daerah hilir dapat ditangani dengan pendekatan: 1. Pendekatan teknisbiasanya diterapkan pada badan sungai di bagian tengah DAS, yaitu dengan cara meningkatkan kecepatan aliran sungai untuk mengurangi banjir di tempat-tempat yang rawan, membuat bendungan waduk sebagai tempat penampungan air untuk memenuhi kebutuhan air bagi masyarakat, tumbuhan, dan hewan dari sumber di hulu ke konsumen di hilir. 2. Pendekatan tataguna lahan di hulu, dengan menetapkan kawasan hutan lindung dan daerah tangkapan air dibagian hulu DAS dengan melakukan rehabilitasi DTA dengan penghijauan, pengolahan tanah yang sesuai dengan upaya konservasi tanah dan air. Upaya konservasi tanah dan air seperti pembuatan sumur resapan, wadukembung, cek dam serta pelaksanaan upaya-upaya pemanenan air hujan, terasering terrace, mulsa mukhing, rorak silt pit Pengelolaan DAS Pengelolaan DAS adalah bagaimana pengaturan terhadap faktor berupa vegetasi, bentuk wilayah, tanah, air dan manusia yang merupakan bagian dari suatu ekosistem DAS, sebab apabila salah satu faktor berubah maka perubahan tersebut akan berpengaruh terhadap ekosistem DAS. Ekosistem DAS dapat diklasifikasikan menjadi daerah hulu, tengah dan hilir. DAS bagian hulu dicirikan sebagai daerah konservasi, DAS bagian hilir merupakan daerah pemanfaatan. DAS bagian hulu mempunyai arti penting terutama untuk perlindungan fungsi tata air. Sebagai suatu kesatuan tata air, DAS dipengaruhi kondisi bagian hulu khususnya kondisi biofisik daerah tangkapan dan daerah resapan air, yang rawan terhadap ancaman gangguan manusia. Hal ini 11 mencerminkan bahwa,kelestarian DAS ditentukan oleh pola perilaku, keadaan sosial-ekonomi dan tingkat pengelolaan yang sangat erat kaitannya dengan pengaturan kelembagaan institutional arrangement. Pengelolaan DAS adalah suatu proses formulasi dan implementasi kegiatan atau program yang bersifat manipulasi sumberdaya alam dan manusia yang terdapat di Daerah Aliran Sungai untuk memperoleh manfaat produksi dan jasa tanpa menyebabkan terjadinya kerusakan sumberdaya air dan tanah Asdak 1995. Setiap terjadinya kegiatan di daerah DAS tidak menimbulkan dampak terhadap DAS apabila dilakukan pengelolaan dengan benar. Daerah hulu misalnya, yang merupakan fungsi perlindungan terhadap keseluruhan DAS. Perlindungan ini berupa fungsi tata air sumber air oleh sebab itu pengelolaan DAS hulu seringkali menjadi fokus perhatian dalam suatu DAS. Bagian hulu DAS seringkali mengalami konflik kepentingan dalam penggunaan lahan, terutama untuk kegiatan pertanian, pariwisata, dan pertambangan, serta permukiman. Mengingat DAS bagian hulu mempunyai keterbatasan kemampuan, maka setiap kesalahan pemanfaatan akan berdampak negatif pada bagian hilirnya. Pada prinsipnya, DAS bagian hulu merupakan usaha konservasi dengan mencakup aspek-aspek yang berhubungan dengan supply air. Secara ekologis, hal tersebut berkaitan dengan ekosistem tangkapan air yang merupakan rangkaian proses alami daur hidrologi Bagian hulu dan hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui daur hidrologi Asdak 1995 Permasalahan pengelolaan DAS dapat dilakukan melalui suatu pengkajian komponen-komponen DAS dan penelusuran hubungan antar komponen yang saling berkaitan, sehingga tindakan pengelolaan dan pengendalian yang dilakukan tidak hanya bersifat parsial dan sektoral, tetapi sudah terarah pada penyebab utama kerusakan dan akibat yang ditimbulkan. Salah satu persoalan pengelolaan DAS dalam konteks wilayah adalah letak hulu tengah dan hilir sungai berada pada kabupaten yang berbeda. Sungai yang mengalir dari hulu ke hilir akan melewati beberapa kabupaten bahkan propinsi. Oleh karena itu, daerah daerah yang dilalui harus memandang DAS sebagai suatu sistem terintegrasi, dan menjadi tanggung jawab bersama. Apabila terjadi bencana, apakah itu banjir maupun kekeringan, 12 penanggulangannya dapat dilakukan secara menyeluruh yang meliputi DAS mulai dari daerah hulu sampai hilir. Gangguan terhadap ekosistem DAS bersumber dari manusia. Apabila fungsi dari suatu DAS terganggu, maka sistem hidrologis akan terganggu. DAS sebagai tempat jatuhnya hujan, resapan dan penyimpanan air menjadi terganggu sehingga rusaknya sistem aliran sungai. Keadaan ini menyebabkan melimpahnya air di musim hujan dan kurangnya air di musim kemarau. Hal ini akan menyebabkan perbedaan yang tajam antara debit sungai pada saat musim hujan dan kemarau yang merupakan indikator rusaknya suatu DAS. Hasil identifikasi DAS kritis yang dilakukkan pada tahun 1998 lalu menunjukkan bahwa 41 DAS dikatagorikan sangat kritis, 56 DAS kritis dan 41 DAS kurang kritis. Laju DAS kritis tiap tahun terus bertambah. Tercatat pada tahun 1984 sebanyak 22 DAS dinyatakan kondisinya kritis. Kemudian bertambah menjadi 39 DAS di tahun 1992. Terus meningkat di tahun 2003 telah mencapai 62 DAS kritis Kimpraswil 2003. Pentingnya posisi DAS sebagai unit perencanaan yang utuh merupakan konsekuensi logis untuk menjaga kesinambungan pemanfaatan sumberdaya hutan, tanah dan air. Kurang tepatnya perencanaan dapat menimbulkan adanya degradasi DAS yang buruk seperti yang dikemukakan di atas adalah upaya menciptakan pendekatan pengelolaan, perencanaan DAS secara terpadu dan menyeluruh, berkelanjutan serta berwawasan lingkungan. Apabila ini terlakssana pengelolaan DAS akan dapat dipakai untuk penanggulanga bencana, apakah itu banjir maupun kekeringan dengan cepat dan tepat dan baik. Penggunaan Lahan Menurut Arsyad 1989, sifat-sifat lahan land characteristics, merupakan suatu keadaan unsur-unsur yang dapat diukur, dan sifat lahan tersebut akan dapat menentukan dan mempengaruhi prilaku lahan seperti ketersediaan air, peredaran udara, perkembangan akar, kepekaan erosi, ketersediaan unsur hara dan sebagainya, sehingga prilaku lahan sangat menentukan pertumbuhan vegetasi yang disebut sebagai kualitas lahan. 13 Evaluasi lahan merupakan salah satu komponen penting dalam proses perencanaan penggunaan lahan land use planning yang hasilnya dapat memberikan alternatif penggunaan lahan dan batas-batas kemungkinan penggunaannya, serta tindakan pengelolaan yang diperlukan agar lahan dapat berfungsi secara lestari FAO 1976. Peran sistem penggunaan lahan pada suatu bentang lahan dapat dinilai dari sudut perubahan tingkat evapotranspirasi yang berhubungan dengan keberadaan pohon, laju infiltrasi tanah yang berhubungan dengan kondisi fisik tanah, dan laju drainase yang berhubungan dengan jaringan drainase Noordwijk et al. 2004. Peningkatan intensitas perubahan alih fungsi lahan membawa pengaruh negatif terhadap kondisi hidrologis DAS diantaranya meningkatnya debit puncak, fluktuasi debit antar musim, koefisien aliran permukaan, serta banjir dan kekeringan Kartiwa et al. 2004. Perubahan penggunaan lahan dengan memperluas permukaan kedap air menyebabkan berkurangnya infiltrasi, menurunkan pengisian air bawah tanah dan meningkatkan aliran permukaan. Peningkatan aliran permukaan akan mempengaruhi debit aliran pada suatu sungai. Konservasi Air Konservasi air adalah suatu kegiatan pengelolaan, pemanfaatan air secara bijaksana dan menjamin ketersediaan air dengan tetap memelihara serta meningkatan mutunya. Menurut Arsyad 2006,konservasi air pada prinsipnya adalah penggunaan air hujan yang jatuh ke tanah untuk pertanian seefisien mungkin, dan mengatur waktu aliran agar tidak terjadi banjir yang merusak dan terdapatnya cukup air pada waktu musim kemarau. Konsep dasar konservasi air, jangan membuang-buang dan selalu menjaga sumberdaya airKodoatie 2005. Konservasi air meningkatkan efisiensi penggunaan air dan memperbaiki kualitas air sesuai peruntukannya. Konservasi air mempunyai efek berganda, diantaranya adalah mengurangi biaya kerugian akibat banjir, biaya pengolahan air, ukuran jaringan pipa dan lain sebagainya. Dengan demikian, tidak diragukan lagi bahwa konsevasi air mendapat perhatian yang besar Suripin 2004; Kadoatie 2005. Konservasi air dapat memperlambat aliran permukaan, 14 menampung dan mengalirkan aliran permukaan sehingga tidak merusak, memperbesar kapasitas infiltrasi air kedalam tanah dan memperbaiki aerasi tanah dan menyediakan air bagi tanaman. Konservasi air tidak bisa terpisah dari konservasi tanah. Dalam kegiatan usahatani misalnya setiap perlakuan yang diberikan pada sebidang tanah pasti akan mempengaruhi tata air daerah tersebut. Setiap pemanfaatan lahan untuk kegiatan usahatani pada hulu akan berpengaruh terhadap kondisi hidrologi dan tata air lahan yang berada di wilayah hilir. Sistem Panen Hujan Sistem panen hujan rainwater harvesting sistem adalah suatu cara yang dilakukan untuk menampung aliran air hujan yang jatuh pada suatu kawasan dalam bakkolam penampungan. Sistem panen hujan dilakukan pada daerah yang mempunyai intensitas hujan cukup tinggi dengan periode tidak ada hujan yang cukup lama. Jumlah air hujan yang dapat dipanen tergantung dari bentuk topografi dan kemampuan tanah untuk menahan air. Pemanenan hujan dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan rumah tangga, ternak dan pertanian Suripin 2004; Kadoatie 2005. Menurut Arsyad 2006, aliran permukaan surface runoff adalah air yang mengalir diatas permukaan tanah atau bumi yang sifatnya dinyatakan dalam jumlah kecepatan, laju dan gejolak aliran permukaan. Menurut Asdak 2004, aliran permukaan adalah bagian dari curah hujan yang mengalir diatas permukaan tanah menuju ke sungai, danau dan lautan. Air hujan ada yang langsung masuk kedalam tanah disebut dengan infiltrasi. Besar kecilnya aliran permukaan dipengaruhi oleh banyak faktor yang dikelompokan menjadi dua yaitu; faktor yang berkaitan dengan iklim khususnya curah hujan, dan faktor yang berkaitan dengan karakteristik DAS Suripin 2004. Hal penting dari aliran permukaan adalah kaitannya dengan rancang bangun pengendali aliran permukaan yaitu besarnya debit puncak peak flow dan waktu tercapainya debit puncak, volume dan sebaran air permukaan. Pengembangan sistem panen hujan dan aliran permukaan dapat dilakukan dengan aplikasi teknologi konservasi air yang tepat guna, murah dan aplicable 15 untuk mengatur ketersediaan air agar dapat memenuhi kebutuhan air water demand yang semakin sulit didapatkan dengan cara-cara alamiah natural manner. Teknologi konservasi air yang sederhana, dengan biaya yang relatif murah. Teknologi itu antara lain embung, dam parit dan cek dam Bangunan Panen Hujan Embung Embung atau tandon air merupakan waduk berukuran mikro small farm reservoir yang dibangun untuk menampung kelebihan air hujan dan aliran permukaan di musim hujan. Air yang ditampung tersebut selanjutnya digunakan sebagai sumber irigasi suplementer untuk budidaya komoditas pertanian bernilai ekonomi tinggi high added value crops di musim kemarau atau di saat curah hujan tidak memenuhi kebutuhan irigasi. Embung merupakan salah satu teknik pemanenan air water harvesting yang sangat sesuai di segala jenis agroekosistem. Pada ekosistem tadah hujan atau lahan kering dengan intensitas dan distribusi hujan yang tidak merata, embung dapat digunakan untuk menahan kelebihan air dan menjadi sumber air irigasi pada musim kemarau. Embung adalah bangunan konservasi air berbentuk kolam untuk menampung air hujan dan limpasan permukaan serta sumber air lainnya mata air pada lahan- lahan pertanian. Kasiro et al. 1994 mengatakan embung sebagai tandon air merupakan waduk berukuran mikro yang dibangun untuk menampung kelebihan air di musim hujan dan selanjutnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan dengan urutan prioritas: penduduk, ternak dan irigasi. Jumlah kebutuhan air akan menentukan tinggi tubuh embung, dan kapasitas tampung embung. Kedua besaran tersebut perlu dibatasi karena kesederhanaan teknologi yang dipakai. Batasan tersebut sebagai berikut: a. Tinggi tubuh embung maksimum 10 m untuk tipe urugan, dan 6 m untuk tipe graviti atau komposit; dimana tinggi tubuh embung diukur dari permukaan galian fondasi terdalam hingga ke puncak tubuh embung. b. Kapasitas tampung embung maksimum 100.000 m 3 . c. Luas daerah tadah hujan maksimum 100 ha = 1 km 2 Secara operasional embung berfungsi untuk mendistribusikan dan menjamin 16 kontinuitas ketersediaan pasokan air untuk keperluan tanaman ataupun ternak di musim kemarau dan penghujan. Secara teknis embung harus memiliki tangkapan air yang memadai dan dilengkapi dengan bangunan penangkap lumpur, pelimpas dan pintu pengambilan. Berdasarkan pedoman teknis konservasi air melalui pembangunan embung tahun 2007, luas minimal sebuah embung adalah 170 m 3 dengan kedalaman galian 2-2.5 m. Pedoman konservasi air 2008 Volume galian merupakan volume air yang akan ditampung. Besaran volume yang dibuat minimal 260 m3 10m x 13m x 2m. Besaran volume embung ini akan tergantung pada biaya yang tersedia, konstruksi embung yang akan digunakan atau adanya partisipasi dari masyarakat. Bangunan Panen Hujan Cek Dam Cek Dam merupakan salah satu bangunan fisik yang dibangun dalam rangka menampung sedimen dan sekaligus meningkatkan dan mengembangkan daya guna air secara maksimal. Sebelum terisi penuh dengan sedimen, air yang tertahan di cek dam dapat dimanfaatkan untuk irigasi, pariwisata, perikanan dll. Menurut Sinukaban 2007 cek dam merupakan salah satu teknik konservasi tanah dan air yang sederhana, namun berguna untuk menampung air hujan, dan dapat menurunkan koefisien aliran permukaan sungai, yang menyebabkan banjir. Daya tampung cek dam cukup sekitar 100 atau 200 m 3 1 . Cek Dam pada umumnya dibangun pada daerah hulu sebagai upaya pengamanan proyek-proyek yang lebih besar yang berada di bawahnya. Walaupun dengan dimensi yang relatif kecil, apabila dibangun dalam jumlah banyak di daerah hulu yang rawan erosi, bangunan ini cukup efektif dalam upaya pengendalian sedimentasi yang dapat menyebabkan pendangkalan sungai, danau, waduk, atau bendungan yang berada di bawahnya. Kriteria cek dam diantarannya adalah, sedimen dan erosi yang tinggi, lahan kritis, luas DTA 100-250 Ha, tinggi bendung 8 m, kemiringan rata-rata DTA 8- 30, struktur tanah stabil. 1 http:www.suaramerdeka.com 17         10 1000 4 , 25 CN S Model Aliran Permukaan DAS Aliran permukaan merupakan intensitas hujan yang jatuh pada DAS yang melebihi kapasitas infiltrasi sehingga mengisi daerah-daerah cekungan dan akhirnya masuk ke sungai sebagi aliran sungai. Bila aliran ini terkonsentrasi pada suatu sungai akan dapat menyebabkan banjir, dan menjadi permasalahan di suatu DAS. Aliran permukaan debit sungai pada daerah pengaliran dipengaruhi oleh kuantitas dan kualitas hujan, lama hujan, dan karakteristik daerah pengaliran. Banyaknya faktor dalam menentukan aliran permukaan, menyebabkan susahnya menentukan aliran permukaan pada suatu daerah pengaliran. Agar persoalan aliran permukaan dapat diselesaikan maka dipakai model. Model adalah merupakan contoh nyata dari suatu keadaan yang disederhanakan dengan hukum-hukum alamkonsep yang telah teruji, yang dapat dijadikan pedoman dalam menentukan suatu analisa. Indarto 2010, mengatakan bahwa model adalah suatu perkiraan atau penyederhanaan dari realitas yang sebenarnya. Model adalah contoh sederhana dari sistem dan menyerupai sifat-sifat sistem yang dipertimbangkan, tetapi tidak sama dengan system Sitompul S M 2006. Model MAPDAS Model Aliran Permukaan Daerah Aliran Sungai adalah Model analisa debit sesaat dengan interval menitan atau jam-jamanyang menggunakan 3 parameter.Model ini dikembangkan berdasarkan integrasi Model SCS Curve Number SCS-USDA 1972 dengan Model H2U Hydrogramme Unitaire Universelle Duchesne J. and Cudennec C1998. Model Soil Conservation Service SCS1972satu metode untuk menghitung hujan neto dengan prosedur yang sederhana dengan tehnik bilangan kurva Curve Number.Menurut metode ini, aliran permukaan atau hujan neto dihitung menurut persamaan : Q : debit aliran permukaan atau hujan neto mm S P S P S I P I P Q a a 8 , 2 , 2 2        18 P : curah hujan mm Ia : kehilangan inisial mm S : retensi potensial maksimum mm CN : Curve Number tidak berdimensi, ditentukan berdasarkan tabel Model H2U Hydrogramme Unitaire Universel, yang dikembangkan oleh laboratorium hidrologi, Ecole Nationale Supérieure Agronomique ENSA Rennes oleh Profesor Jean Duchesne. Model ini lahir sebagai pembuktian secara teoritis, asumsi bahwa hidrograf debit dan juga fenomena fisik lainnya dapat dinalogikan seperti distribusi kecepatan molekul menurut hukum Maxwell atau repartisi spektral radiasi benda hitam menurut hukum Planck Duchesne et Cudennec1998. Model ini merupakan pengembangan lebih lanjut konsep HUIG menurut Rodriguez-Iturbe dan Valdes 1979. Model H2U menghitung kurva pdf butir hujan berdasarkan dua parameter yang dapat dihitung secara mudah pada peta jaringan sungai yaitu n, order sungai maksimum menurut Strahler Strahler 1952 dan L rataan, yaitu panjang rata-rata jalur aliran air. ρL: pdf panjang alur hidraulik L : panjang alur hidraulik n : Order sungai L : panjang rata-rata alur hidraulik Γ : fungsi gamma Versi awal model H2U tidak memperhitungkan aspek hidrologis lereng hillslope. Berdasarkan asumsi bahwa order sungai maksimum n pada lereng adalah sama dengan 2, maka persamaan diatas dapat digunakan untuk menghitung pdf lereng dengan bentuk persamaan sebagai berikut : L L n n n L e L n L n dL N dN L . 2 . 1 2 2 . . 2 1 . . 2 .                   o o l l o o v e l l   . 1  19 dengan: ρl o : pdf panjang alur hidraulik pada lereng l o : panjang alur hidraulik pada lereng o l : panjang alur hidraulik rata-rata pada lereng Selanjutnya, dengan menetapkan kecepatan aliran pada lereng, pdf waktu tempuh butir hujan pada lereng dapat dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut: dengan :  v t : pdf lereng sebagai fungsi waktu t. v V : kecepatan aliran rata-rata pada lereng l o : panjang rata-rata jalur hidraulik pada lereng t : interval waktu Sedangkan untuk menghitung pdf waktu tempuh butir hujan pada jaringan sungai, digunakan persamaan sebagai berikut: dengan :  RH t : pdf jaringan sungai sebagai fungsi waktu t. n : order maksimum DAS V RH : kecepatan aliran rata-rata pada jaringai sungai L : panjang rata-rata jalur hidraulik pada jaringan sungai  : fungsi gamma t : interval waktu Untuk mendapatkan pdf DAS, dihitung berdasarkan hasil konvolusi antara pdf lereng dengan pdf jaringan sungai : o v l t V o v v e l V t . .    L t V n n n RH RH RH e t n L V n t . 2 . . 1 2 2 . . 2 1 . . 2 .                  20 t t t RH v DAS       DAS t : pdf DAS sebagai fungsi waktu t.  v t : pdf lereng sungai sebagai fungsi waktu t.  RH t : pdf jaringan sungai sebagai fungsi waktu t. Pemisahan Hidrograf Dalam suatu siklus hidrologi, aliran permukaan adalah bagian dari curah hujan yang tidak terinfiltrasi oleh tanah ataupun terintersepsi oleh tajuk tanaman, yang mengalir di atas permukaan tanah untuk selanjutnya mencapai sungai Viessman et al. 1977. Aliran permukaan runoff merupakan komponen terbesar penyumbang debit pada saat terjadi banjir. Para ahli hidrologi menggunakan metode klasikuntuk menghitung volume aliran permukaan. Metode ini di kenal dengan analisis pemisahan hidrograf hydrograph separation. Nouvelet 1993 mengusulkan satu metode yang merupakan modifikasi metode Roche 1963.Nouvelet membagi aliran atas 3 bagian, yaitu: 1 aliran permukaan, 2 aliran bawah permukaan dan 3 aliran bawah tanah seperti pada Gambar 3. Gambar 3 Pemisahan hidrograf menjadi 3 komponen Nouvelot 1993 A Aliran permukaan Aliran bawah permukaan B C Log Q Q 3 t h t h Aliran bawah tanah 21 t t P Eo Pd Q Q Qat Dampak Implementasi Teknologi pada TMA Danau Untuk melihat dampak implementasi teknologi embung dan reboisasi terhadap TMA Danau Singkarak dipakai program Stella. Program Stella adalah salah satu program yang dapat digunakan untuk menyelesaikan analisis model dinamik dengan praktis. Analisis model dinamik digunakan untuk membuat neraca air water balance analysis danau. Penghitungan neraca air untuk sebuah danau sama dengan model neraca air sebuah wadukbendungan. Formulanya adalah jumlah air yang masuk dikurangi dengan jumlah air yang keluar dari sebuah wadukbendungan itu. Formula ini dapat dibuat secara matematis sebagai beriku: Gambar 4. Gambar 4 Skema neraca air danau. Pd = Qinp – Qout Qinp = Q1+P+Qat ; Qout = Q2 +Eo+R Dimana : Pd = Perubahan Volume Danau m 3 Qinp = debit total yang masuk dari sungai-sungai disekeliling danau m 3 s -1 Qout = debit total yang keluar dari danau m 3 s -1 Qat = Debit air tanah m 3 s -1 R = Rembesan m 3 s -1 Simulasi dilakukan terhadap data hidrologi yang didapatkan dari model hidrologi MAPDAS, dan aspek kependudukan, lahan dan teknologi yang digunakan. Tujuan simulasi adalah sebagai berikut;menduga tinggi muka air R 22 danau sebagaimana kondisi yang terjadi selama ini business as usual, menduga tinggi muka air danau ketika semak dan pertanian lahan kering direboisasi, menduga tinggi muka air danau ketika dibuat embung dalam menahan laju dan jumlah air yang masuk ke danau Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai diharapkan bahwa; dengan melakukan reboisasi pada semak dan lahan pertanian lahan kering dapat menurunkan volume, sedimen dan erosi,dengan membangun embung akan dapat menurunkan laju koefisien runoff dan volume sedimen yang terjadi, reboisasi dan embung merupakan skenario terbaik dalam menjaga jumlah air yang ada di danau Model simulasi yang dipakai pada penelitian ini batasannyaantara lain; model hanya menduga jumlah air yang masuk dari aliran permukaan dan air hujan tanpa mempertimbangkan air dalam tanah yang masuk ke danau pertumbuhan tanaman reboisasi pada lahan semak dan pertanian lahan kering tidak dipertimbangkan, tidak memperhitungkan kehilangan rembesan. Asumsi model yang digunakan adalah: a. Bentuk danau adalah persegi . b. Waktu simulasi ditetapkan dalam satuan waktu bulan yang dimulai tahun 2009. c. Kondisi air initial pada saat simulasi adalah air yang berasal dari baseflow. Hal ini dikarenakan bahwa jika diasumsikan kemungkinan terburuk yang terjadi yakni tidak adanya air hujan yang jatuh sebelum simulasi dijalankan. d. Tanaman reboisasi dalam 5 tahun mampu tumbuh baik dan fungsi hidrologisnya sama dengan hutan. e. Jumlah air minimal yang ditahan oleh satu embung adalah 170 m3. 23 METODOLOGI Lokasi Penelitian Lokasi penelitian berada di DTA Singkarak. Batas geografis DTA Singkarak adalah 100.39 -100.75 Bujur Timur dan 0.3 -1.04 Lintang Selatan. Kegiatan dilakukan pada DAS Sumani. DAS Sumani mempunyai dua hulu sungai yaitu sungai Lembang berhulu di D. Bawah dan Sungai Sumani berhulu di G. Talang.Gambar 5 memperlihatkan lokasi dan hulu DAS DTA Danau Singkarak. Bahan dan Peralatan Bahan yang digunakan meliputi : 1. Peta penggunaan lahan, jaringan sungai, sumber ICRAF, Bakosurtanal dan PSDA Sum-Bar Skala 1:50.000 2. Data hujan harian stasiun Sumani 1992 - 2009 PSDA Sum-Bar 3. Data debit harian stasin Sumani1992 - 2009 PSDA Sum-Bar 4. Data Iklim stasiun Saning Bakar 1992-2009 PSDA Sum Bar 5. Peta topografi skala 1:50.000 6. Peta geologi skala 1:250.000 ICRAF 7. Peta tanah skala 1:100.000 Puslittna 2008 Peralatan yang digunakan : 1. GPS, kompas, dan altimeter. 2. Perangkat Sistem Informasi Geografik SIG, untuk membuat peta dalam format digital 3. Current meter pengukur kecepatan digital Global Logger FP – 101 4. Pengukur sedimen digital Global Logger WQ – 770 5. Curvemeter, Meteran, botol sedimen, 6. Kamera 24 Gambar 5 Peta DTADanau Singkarak. 25 Metode Penelitian Karakterisasi Biofisik DAS Karakterisasi biofisik DAS diidentikasi berdasarkan perhitungan dari peta digital berskala 1:250000 dan SRTMDEM. Informasi yang diperoleh berupa data tutupan lahan, karakteristik geometrik, morfometrik, geomarfologi dan pedologik DAS.

A. Tutupan Lahan

Untuk mempelajari tutupan lahan dilakukan pengumpulan data dari BAPLAN Pengumpulan data yang dilakuakan yaitu berupa data spasial periode tahun 1990, 2000, 2003,2006 dan 2009.

B. Karakteristik Geometrik

Perhitungan-perhitungan yang dilakukan untuk mendapatkan karakteristik Geometrik adalah; 1. Luas dan keliling DAS 2. Bentuk DAS yang dideskripsikan dengan koefisien gravelius Kc. Jika nilai Kc kurang dari sampai dengan 1 maka bentuk DAS adalah bulat, nilai Kc 1.15 - 1.2 bentuk DAS adalah persegi sedangkan nilai Kc 1.8 sangat memanjang.   2 A P Kc    dengan : P = keliling DAS km A = Luas DAS km 2 3. Persegi equivalenpersegi Gravelius Roche 1963 untuk membandingkan karakteristik aliran dari dua DAS yang berbeda. Menurut Roche sebuah DAS dapat dianggap merepresentasikan bentuk persegi disebut persegi equivalen. Titik keluaran DAS terdapat pada sisi lebar persegi equivalen dan garis kontur sejajar terhadap sisi tersebut .Jika L dan l masing-masingmerupakan panjang dan lebar persegi equivalen, maka 26 korelasi antara keliling P, luas A dan Indeks Gravelius K C menunjukkan persamaan sebagai berikut: L : panjang persegi equivalen km L : lebar persegi equivalen km K c : indeks Gravelius A : luas DAS km 2 4. Indeks kemiringan global, indeks yang mengkarakterisasi relief suatu DAS.   L H H I g 5 95   dengan : I g = Indeks kemiringan global mkm H 95 = ketinggian pada daerah yang merepresentasikan 95 luas DAS m H 5 = ketinggian pada daerah yang merepresentasikan 5 luas DAS m L = panjang persegi equivalen km 5. Beda tinggi spesifik, merupakan nilai indeks kemiringan global dengan mempertimbangkan luas DAS A I H g s  H s = Beda tinggi spesifik Km

C. Karakteristik Morfometrik

1 Identifikasi tipe jaringan sungai, terdapat 3 tipe jaringan sungai meliputi dendritik, paralel, atau radial. Tipe jaringan ini ditetapakan berdasarkan bentuk lahan dan bentuk jaringan sungai.                   2 12 . 1 1 1 12 . 1 c c K S K l                   2 12 . 1 1 1 12 . 1 c c K S K L 27 2 Klasifikasi order sungai Strahler 1957. Order sungai menunjukkan tingkat kerapatan jaringan sungai suatu DAS. Penentuan order sungai mengikuti kaidah sebagai berikut:  Order pertama adalah awal aliran yang tidak memiliki cabang sungai,  Apabila dua aliran dari order  bergabung akan terbentuk order  + 1,  Apabila dua aliran dari order yang berbeda bergabung akan membentuk aliran sama dengan order yang lebih besar Gambar 6.  Kerapatan jaringan sungai, merepresentasikan kerapatan Jaringan : A L D  D = Kerapatan jaringan sungai. mKm -1 L = panjang total jaringan sungai m A = Luas km 2  Koeffisien bentukcorak Koeffisien ini memperlihatkan perbandingan antara luas daerah pengaliran dengan kuadrat panjang sungai. 2 L A F  F = Koeffisien corak L = panjang sungai utam km A = Luas daerah pengaliran km 2

D. Karakteristik Geomarfologi

Panjang Jalur Hidraulik pada Lereng lo m Panjang Alur Hidraulik pada Sungai L m Orde Sungai Maksimum n 28 1 1 1 1 2 2 1 1 3 2 1 2 3 1 3 2 3 2 1 4 1 1 1 Gambar 6 Sistem order menurut Strahler. Analisis Sistem Panen Hujan dan Aliran Permukaan. Analisis sistem panen hujan dan aliran permukaan terdiri atas;penentuan ambang batas debit puncak, analisis untuk menentukan volume panen hujan dan aliran permukaan berdasarkan nilai ambang batas aman debit maksimum saat terjadi hujan ekseptional, serta analisis untuk menentukan lokasi sebaran sistem panen hujan dan aliran permukaan yang dapat menurunkan debit puncak secara efektif dan signifikan. Penentuan Volume Panen Hujan dan Aliran Permukaan Penentuan volume panen hujan dan aliran permukaan dilakukan berdasarkan aplikasi Model Debit MAPDASyang telah dikembangkan oleh Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi BALITKLIMAT, Litbang Pertanian.Modelini merupakan pengembangan lebih lanjut dari Model H2U Duchesne and Cudennec, 1998 yang dikembangkan berdasarkan aplikasi konsep hidrograf satuan sesaat geomorfologi Rodrigues Iturbe andValdes,1979.Model MAPDAS mengintegrasikan antara model H2U, yang merepresentasikan sub modul fungsi transfer, dengan Model SCS-Curve Number SCS, 1972 yang merepresentasikan sub modul fungsi produksi Kartiwa, 2005. Tahapan yang dilakukan pada simulasi MAPDAS alurnya diperlihatkan oleh skema MAPDAS sebagaimana Gambar 7, dimana curah hujan dan 29 Fungsi Kerapatan Probabilitas PDF Waktu Tempuh Butir Hujan 0,000 0,005 0,010 0,015 0,020 0,025 24 48 72 96 120 144 168 Waktu t dalam menit  t dalam menit -1 Curah Hujan Fungsi Produksi S P S P S I P I P Q a a 8 , 2 , 2 2                10 1000 4 , 25 CN S Waktu Intensitas Hujan Kehilangan Kurva Infiltrasi HUJAN NETO Waktu Debit Hidrograf Banjir Fungsi Transfer L t V n n n RH RH RH e t n L V n t . 2 . . 1 2 2 . . 2 1 . . 2 .                  o v l t V o v v e l V t . .    Co n vo lu ti o n Hidrograf Karakteristik Biofisik DAS karakteristik biofisik DAS adalah masukan untuk mendapatkan fungsi produksi, dengan hasil berupa hujan netto. Hujan Netto adalah masukan untuk mendapatkan fungsi transfer. Masukan parameter model yang dibutuhkan mencakup nama DAS, luas DAS, metode fungsi produksi koefisien runoff, indeks infiltrasi dan metode SCS serta parameter fungsi alihan meliputi panjang alur hidrolik L rataan, kecepatan aliran V rataan serta orde sungai n jaringan hidrografik drainage network dan lereng hillslope. Program yang dikembangkan terdiri dari tiga hal dalam penentuan fungsi produksi, yaitu metode koefisien runoff, metode indeks infiltrasi , dan metode SCS. Nilai koefisien runoff yang diperlukan sebagai masukan fungsi produksi, ditetapkan berdasarkan analisis pemisahan hidrograf hydrograph separation yang modul perhitungannya telah diintegrasikan ke dalam program. Sedangkan indeks infiltrasi dapat ditentukan berdasarkan referensi hasil-hasil penelitian terdahulu. Untuk metode SCS ditetapkan berdasarkan bilangan kurva curve number pada penelitian ini SCS tidak dipakai. Gambar 7 Skema Model Aliran Permukaan DAS MAPDAS. Analisa Spasial DAS dilakukan terhadap DAS Paninggahan dan Malakotan yaitu untuk menetapkan panjang alur hidraulik pada lereng dan pada jaringan sungai sebagai parameter fungsi alihan masing-masing DAS tersebut. 30 Spasialisasi dilakukan menggunakan data SRTMDEM, dengan bantuan softwareglobal mapper 12 dan Arc-GIS 9.3. Spasial yang didapatkan adalah jaringan sungai, orde sungai, dan batas DAS. Pembuatan peta dari SRTMDEM menghasilkan data peta dalam bentuk raster. Data raster adalah data spasial dalam bentuk grid, yang disesuaikan dengan SRTMDEM yang di pakai, yaitu SRTM 90 X 90 m. Langkah untuk menentukan panjang lereng hillslope dan jaringan sungai drainage network yaitu: menentukan titik tengah setiap grid, dengan menarik garis tegak lurus kontur dari titik pusat grid lo sampai bertemu dengan alur sungai terdekat, selanjutnya dari titik temu dilakukan pengukuran panjang alur hidraulik pada sungai L sampai titik keluaran outlet DAS. Berdasarkan data panjang alur hidraulik dari seluruh grid, ditetapkan nilai maksimum dan nilai rata-rata lereng dan sungai. Penentuan lo dan L dapat dilihat pada Gambar 8. Pada Gambar9 terlihat tahapan untuk mendapatkan lo dan L dengan Arc GIS. Adapun tahapan yang dilakukan dalam penentuan simulasidebit menggunakan MAPDAS adalah sebagai berikut: 1. Menghitung lo dan L, luas DAS A dan orde sungai n 2. Hitung Runoff dengan separasi debit 3. Optimasi parameter fungsi produksi indeks infiltrasi , kecepatan sungai Vs dan kecepatan lereng Vl Pemisahan Hidrograf Gambar 3 menunjukkan, aliran permukaan DRO, aliran bawah permukaan interflowf, aliran bawah tanah Bf Volume aliran = volume DRO + Volume interflow + Volume Bf Q aliran = Q DRO + Q interflow + Q Bf Volume DRO = Luas DRO waktu Volume interflow = Luas interflow waktu Volume Bf = Luas Bf waktu Tebal Runoff Ro =Volume Run Off m3 Luas DAS m2 Koefisien Run Off C = Tebal Ro mm 100 Tebal hujan mm 31 l 3 l 2 A l o l 1 kontur Pada titik A, panjang total : L Total = l o + L L = l 1 + l 2 + l 3 DRO = Direct Run Off BF = Base Flow Gambar 8 Penentuan jalur hidroulikjaringan hidrologi. Kalibrasi Model MAPDAS dilakukan untuk menentukan debit banjir simulasi. Data digunakan untuk kalibrasi adalah; Luas DAS. Hujan mm6min, aliran permukaan dan parameter sungai. Kalibrasi model digunakan untuk memprediksi hidrograf limpasan permukaan dari curah hujan lebih. Untuk mengevaluasi hasil simulasi dilakukan uji perbandingan antara pengukuran dan debit simulasi dengan menggunakan koefisien kemiripan F NASH dan SUTCLIFFE 1970. 32         n i obs obs n i sim obs Q t Q t Q t Q F 1 2 1 2 1 Dimana: F = koefisien kemiripan F  1 ; F=1, simulasi sempurna Q obs = debit pengukuran pada waktu ke t m 3 s Q sim = debit simulasi pada waktu ke t m 3 s obs Q = debit pengukuran rata-rata m 3 s Gambar 9 Skema penentuan jalur hidraulik menggunakan aplikasi Arc Gis. Model MAPDAS digunakan untuk mensimulasi penurunan debit puncak pada beberapa skenario penurunan intensitas curah hujan lebih excess rainfall. Volume penurunan intensitas curah hujan lebih tersebut merepresentasikan volume curah hujan yang harus dipanen agar debit puncak yang terjadi pada outlet DAS tidak akan melebihi kapasitas tampung maksimum bangunan pelimpas bendung. Analisa dapat dilihat pada Gambar 10. 33 Gambar. a Gambar. b Gambar 10 Analisis penentuan volume panen hujan dan aliraan permukaan berdasarkan aplikasi model hidrologi. Langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Melakukan kalibrasi model terhadap debit, melakukakan simulasi sehingga debit simulasi mendekati sama dengan debit pengukuran seperti gambar 10 a 2. Menentukan ambang batas debit banjir, untuk menentukan volume run off yang harus di tampung oleh bangunan sistem panen hujan sebagaimana pada gambar 10 b Kapasitas Bendung berdasarkan persamaan ambang Weirs. Ambang adalah bangunan ukur debit tanpa dilengkapi dengan bagian penyempit, loncatan hidrolis terjadi di hilir bangunsn ukur debit. Persamaan ambang yang dipakai di penelitian ini adalah Ambang Lebar brond-created weirs. Persamaan yang digunakan adalah; 5 . 1 3 2 3 2 bH g Cd Q  dimana : Q: debit m 3 s Cd : koefisien debit ambang lebar = 1.03 b : lebar mercu m H: tinggi air diatas mercu m g: percepatan gravitasi =9.81 mdt 2 34 Zonasi Implementasi Sistem Panen Hujan dan Aliran Permukaan Zonasi implementasi sistem panen hujan dan aliran permukaan dianalisis berdasarkan aplikasi konsep hidrograf satuan sesaat geomorfologi GIUH yang menyatakan bahwa hidrograf satuan sesaat dapat direpresentasikan oleh fungsi kerapatan probabilitas pdf, probability density function waktu tempuh butir hujan yang jatuh di atas permukaan DAS Rodriguez Iturbe, Valdes 1979. Hipotesa yang diambil dalam penentuan zona prioritas implementasi sistem panen hujan dan aliran permukaan adalah debit maksimum dari sebuah hidrograf akan tercapai saat curah hujan yang jatuh pada zona dengan nilai pdf waktu tempuh butir hujan paling tinggi, telah mencapai outlet. Berdasarkan hipotesa di atas, debit puncak pada hidrograf banjir akan dapat diturunkan secara optimal apabila implementasi sistem panen hujan dan aliran permukaan dapat diterapkan pada zona dengan nilai pdf waktu tempuh butir hujan tertinggi. Fungsi kerapatan probabilitas waktu tempuh butir hujan dapat direpresentasikan oleh karakteristik isochrone DAS.Isochrone adalah garis yang menunjukkan waktu tempuh yang sama Wilson 1993. Pada penelitian ini pola isochronedi daerah penelitian dianalisis menggunakan softwareARC-GIS 9.3. Penentuan lokasi pembagunan embung ditetapkan berdasarkan zone yang memiliki fungsi kerapatan jaringan PDF terbesar. Zone ini merupakan zone perioritas pengembangan embung teknologi panen hujan. Penentuan posisi embung di zone prioritas dilakukan berdasarkan 1 pembagian zona prioritas menjadi daera-daerah tangkapan air, dengan luas minimal 10 ha, 2 titik pengeluaran Outlet dari tangkapan air merupakan titik embung yang potensial, 3 terletak pada lereng 8-30, 4 pada penggunaan lahan semak, lahan kering, tanah terbuka yang terletak dekat dengan daerah pertanian dan pemukiman. Jenis data yang diperlukan untuk analisa bersumber dari SRTMDEM yang berbentuk geospasial digital peta dan citra satelit landsat yang posisi keruangannya dalam sistim referensi nasional, georeferensi semua data adalah World Geodetic System tahun 1984 WGS 84. Data geospasial merupakan data yang cukup handal dalam memberikan informasi posisi keruangan pada permukaan bumi, sehingga penggunaannya untuk menentukan lokasi yang optimal adalah hal yang tepat. 35 Analisis Dampak Implementasi Teknologi terhadap Dinamika TMA Danau Konsep model yang akan dianalisis ditentukan oleh komponen sistim. Komponen tersebut diidentifikasi keterkaitannya dengan diagram kotak-panah box-arrow Gambar 11. Gambar 11 Model umum program Stella Berdasarkan gambar 11, dapat dilihat bahwa tinggi muka air danau sangat dipegaruhi oleh kondisi fisik danau dan curah hujan. Kondisi fisik danau akan dipengaruhi oleh besarnya volume air yang masuk ke danau. Erosi dan sedimen akan dipengaruhi oleh kondisi tutupan lahan. Perubahan tutupan lahan tidak terjadi begitu saja alami namun, terjadi karena adanya kebutuhan masyarakat akan lahan budidaya dan pengambilan hasil hutan kayu dan lahan tersebut ditelantarkan dalam bentuk semak. Perubahan tinggi muka air akan sangat dipengaruhi oleh perubahan volume air dan sedimen yang terjadi. Hubungan antar sub model, model dinamika populasi menggambarkan perubahan jumlah penduduk yang didalamnya terdapat sejumlah petani tanaman budidaya yang membutuhkan lahan untuk pertanian lahan kering. Kebutuhan FISIK DANAU PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DINAMIKA POPULASI MASYARAKAT CURAH HUJAN VOLUME AIR DANAU TINGGI MUKA AIR DANAU REBOISASI EMBUNG - +, - +,- +,- +,- + + Sedime n + - 36 lahan budidaya akan terus bertambah seiring laju pertumbuhan penduduk. Alokasi lahan untuk pertanian lahan kering ditunjukkan dengan penggunaan lahan yang ada. Ketika lahan yang dibutuhkan untuk pertanian kurang maka akan terjadi konversi lahan hutan. Perubahan penggunaan lahan akan mempengaruhi fisik danau. Pengaruhnya dalam bentuk perubahan kapasitas aliran air permukaan yang masuk ke dalam danau. Meningkatnya sedimentasi akan berimplikasi pada naiknya muka air danau, namun tidak berarti bahwa volume meningkat. Gambar 12 Hubungan antar sub model pada program Stella. Berdasarkan gambar 12, terlihat bahwa perubahan jumlah penduduk akan mempengaruhi kebutuhan lahan. Skenario Reboisasi akan mempengaruhi sub model penggunaan lahan dan pada akhirnya mempengaruhi sub model tinggi muka air. Skenario Embung akan mempengaruhi perubahan muka air dan sub model fisik danau. Akhir dari alur skenario embung adalah sub model tinggi muka air danau. Spesifikasi model kuantitatif, dimana data digunakan untuk menduga parameter- parameter model dinamika TMA Danau yang berasal dari data simulasi : 1. Jumlah penduduk 37 Data jumlah penduduk bersumber dari buku statistik Sumatera Barat Dalam Angka Tahun 2006. Jumlah penduduk dikalikan dengan laju pertumbuhan akan menghasilkan angka proyeksi jumlah penduduk pada tahun berikutnya. 2. Pendugaan fisik danau. Fisik danau menggambarkan 3 dimensi penampang danau. Diasumsikan lantai danau sama dan tidak ada perbedaan tinggi rendah lantai danau dan tidak bergelombang. Perkalian panjang, lebar dan kedalaman akan menunjukkan daya tampung air di danau. 3. Perubahan penggunaan lahan Data perubahan penggunaan lahan berumber dari BAPLAN dalam bentuk data time series 1990-2009. 4. Curah hujan Data bersumber Dinas Pekerjaan Umum Sumatera Barat. 5. Debit sungai Data bersumber Dinas Pekerjaan Umum Sumatera Barat. 6. Erosi dan koefisien runoff Besarnya erosi berasal dari pendugaan, yang disajikan pada bagian lain dari penelitian ini. 7. Volume Pemanfaatan Air oleh PLTA Singkarak Data bersumber Dinas Pekerjaan Umum Sumatera Barat. 8. Embung Besarnya volume embung berasal dari pendugaan, yang disajikan pada bagian lain dari penelitian ini. Jumlah embung dikonversi dari volume air yang akan dipanen dibagi dengan jumlah air yang dapat ditampung pada 1 embung. 9. Analisa embung untuk Sumpur kudus sama dengan daerah Paninggahan, jumlah disesuaikan dengan luas DAS. 38 39 KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Karakteristik Wilayah Penelitian Letak dan luas daerah tangkapan air Danau Singkarak Daerah Tangkapan Air DTA Danau Singkarak terletak pada Kabupaten Tanah Datar dan KabupatenKota Solok. S. Lembang, S. Sumani, S. Kuok dan S. Paninggahan adalah sungai-sungai yang berada diwilayah KabupatenKota Solok. S. Ombilin adalah pengeluaran output Danau alami, dan PLTA adalah output buatan, yang dioperasikan sejak tahun 1999. S. Sumpur dan output Danau Singkarak berada di wilayah Kabupaten Tanah Datar. Peta lokasi DTA Singkarak memperlihatkan DAS dan sub DAS yang menjadi fokus aplikasi model. DTA terdiri dari tiga DAS dan beberapa SubDAS. DAS tersebut adalah DAS Sumpur Kudus, Singkarak dan DAS Sumani. SubDAS sebagai objek penelitian adalah Paninggahan di DAS Singkarak dan Malakotan di DAS Sumani. Kedua subDAS merupakan lokasi yang dipakai untuk mengaplikasikan model aliran permukaan. Peta DTA Singkarak dengan skala gambar 1 : 20.000, dengan luas 1.141,72 Km 2 terletak dalam SWS Indragiri. Luas DAS, Sub DAS serta panjang sungai dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 14 sebagai berikut.Gambar 13adalah photo sungai utama yang mengalir ke Danau Singkarak. Sungai tersebut adalah S. SumaniLembang, S. Kuok, S.Paninggahan dan S. Sumpur kudus. Lebar sungai lebih dari 10 M dengan kedalaman maksimum diatas 1 M. Ganbar 14 memperlihatkan lokasi penelitian, yang menginformasikan letak DAS Paninggahan dan Malakotan, stasiun hujan, iklim dan debit yang terdapat di sekitar DTA Singkarak, cek dam dan embung existing, sungai, jalan danau yang terdapat pada DTA Singkarak. Penelitian banyak dilakukan pada DASSumani, karena selain DAS terbesar pada DAS ini sudah terpasang alat pengukur tinggi muka air dan pencatat hujan dan iklim. Daerah DAS Sumani juga merupakan pusat pemerintahan pemerintah Kabupaten dan Kota Solok dan pusat pertanian. 40 Tabel 1 Luas DASSubDAS dan panjang sungai pada DTA Singkarak Gambar 13 Kondisi Sungai pada DTA Singkarak. No DASSub DAS Luas Km 2 Panjang Keterangan Sungai Km I DAS Sumpur 168.5 1. S.Sumpur 19 outlet Danau II DAS Singkarak 392.05 1.S.Kuok 12.7 outlet Danau Sub DAS Paninggahan 57.70 2. S.Paninggahan 15.24 outlet Danau III DAS Sumani 556.94 1. S.Sumani 57.10 outlet Danau 2. S. Lembang 24.7 AWLR SubDAS Malakotan 70.24 3. S. Malakotan 26.70 AWLR Sungai Sumani Sungai Kuok Sungai Sumpur Sungai Paninggahan 41 Gambar 14 Peta lokasi penelitian. Karakteristik Biofisik DAS Karakteristik DAS Paninggahan dan Malakotan adalah 2 hal yangberbeda. Hal ini menyatakan akan perbedaan karakteristik biofifik yang berbeda pula. 42 Karekteristik DAS yang dilihat dari parameter yang dapat menentukan bentuk DAS tidak terlepas dari analisa hujan, iklim dan lahan. SubDAS Malakotan bercorak sempit dan memanjang, sedangkan SubDAS Paninggahanpersegi dan agak lebar. Dari indek Gravelius semakin bulat corakbentuk DAS semakin singkat waktu konsentrasi yang diperlukan, sehingga semakin tinggi fluktuasi banjir yang terjadi. Sebaliknya semakin lonjongmemanjang DAS, waktu konsentrasi yang diperlukan semakin lama sehingga fluktuasi banjir semakin rendah. Linsley 1949, menyatakan bahwa jika nilai kerapatan drainase lebih kecil dari 1 mile.mile -2 0,62 km.km -2 DAS akan mengalami penggenangan, sedangkan jika nilai kerapatan aliran lebih besar dari 5 mile.mile 2 3,10 km.km 2 , DAS sering mengalami kekeringan. Dalam arti lain semakin besar angka kerapatan maka makin memperpendek waktu konsentrasi, sehingga memperbesar laju aliran permukaan. Sosrodarsono 1999, mengatakan harga kerapatan sungai berkisar 0.3 - 0.5 yang dianggap sebagai indek topografi dan geologi daerah pengaliran. Kerapatan sungai itu adalah kecil di geologi yang permeabel, dipegunungan dan dilereng-lereng, tetapi besar untuk daerah yang banyak curah hujannya. Pada SubDAS diatas nilai kerapatan drainase dibawah 0.62 kmkm -2 , dan dapat dikatakan bahwa lokasi mengalami pengenangan. Pada Paninggahan lebih permeable dan berlereng dari Malakotan, karakteristik biofisik DAS dapat dilihat pada Tabel 2. Selain itu, kerapatan aliran dapat dihitung dengan cara mengoverlay tumpang-susun peta jaringan sungai dengan peta grid bujursangkar dengan ukuran tertentu. Dalam studi ini digunakan peta grid ukuran 90m x 90m. Kemudian dihitung panjang aliran dalam setiap grid sehingga diperoleh hasil panjang aliran per m 2 . Nilai kerapatan aliran yang diperoleh dalam tiap grid yang kemudian dikelaskan dengan kelas kerapatan yang sama akan digabungkan. Cara ini menghasilkan peta kelas kerapatan aliran yang disebut juga dengan pola aliran sebagaimana. Pola aliran drainage pattern berpengaruh pada efsiensi sistem drainase dan karakteristik hidrograf sungai terutama pada kecepatan aliran. Peta kecepatan aliran dapat dilihat pada Gambar 15 s.d 18. 43 Tabel 2 Karakteristik DASSubDAS Gambar 15 Peta kecepatan aliran DAS Paninggahan. Parameter Satuan SubDAS Malakotan Paninggahan Luas A km2 70.24 57.70 Keliling P Km 58.20 37.77 Indeks Gravelius Kc - 1.96 1.40 Persegi Ekuivalen - Panjang L Km 26.70 15.24 - Lebar l Km 2.63 3.78 Orde Maksimum n - 4 5 Koefisien Corak F - 0.10 0.25 Kerapatan Drainase D mha 3.80 2.64 44 Gambar 16 Peta kecepatan lereng DAS Paninggahan. Gambar 17 Peta kecepatan aliran DAS Malakotan. 45 Gambar 18 Peta kecepatan lereng DAS Malakotan. Geomarfologi, Pedologi dan Marfologi Geomorfologi merupakan ilmu yang mempelajari formasi bentang lahan dan susunannya, yang meliputi bentuk muka bumi sebagai suatu kenampakan bentang alam pada satu cakupan yang luas sampai cakupan yang lebih detail berupa bentuk lahan dan pola topografinya. Pedologi adalah ilmu yang mempelajari berbagai aspek geologi tanah dengan tinjauan berbagai hal tentang pembentukan tanah pedogenesis, marfologi tanah sifat dan ciri fisik dan kimia tanah, dan klasifikasi tanah. Proses pelapukan batuan induk geologi, erosi, pengendapan dan vulkanisme yang menghasilkan bentuk muka bumi berupa pegunungan, perbukitan dan dataran tidak terlepas dari ilmu geomarfologi dan pedologi. Pengenalan kedua ilmu ini sangat diperlukan dalam mempelajari karakteristik biofisik DAS, khususnya karakteristik yang mempengaruhi besarnya potensi limpasan permukaan, erosi, banjir dan tanah longsor. Unsur-unsur seperti 46 kemiringan lereng, panjang lereng, dan keseragaman lereng sangatlah penting dalam membahas karakteristik biofisik DAS untuk suatu pengelolaan DAS. Morfometri DAS berupa karakteristik yang menentukan banyaknya air hujan yang dialirkan atau tertahan, kecepatan aliran, dan waktu tempuh air dari tempat terjauh sampai di outlet waktu konsentrasi yang akan berpengaruh pada kejadian banjir, baik banjir yang berbentuk genangan inundasi maupun banjir bandang pada DAS tersebut. Morfometri DAS adalah ukuran kuantitatif karakteristik DAS yang terkait dengan aspek geomorfologi suatu daerah dan drainase air hujan yang jatuh di dalam DAS. Parameter tersebut adalah luas DAS, bentuk DAS, jaringan sungai, kerapatan aliran, pola aliran, dan gradien kecuraman sungai. Pola aliranatau susunan jaringan sungai merupakan karakteristik fisik drainase DAS yang penting, karena pola aliran sungai mempengaruhi efisiensi sistim drainase dan karakteristik hidrografis serta untuk mengetahui kondisi tanah dan permukaan DAS khususnya tenaga erosi. Soewarno 1991, menyatakan bahwa beberapa pola aliran yang ada adalah: a Dendritrik, pada umumnya terdapat pada daerah dengan batuan sejenis dan penyebarannya luas, misalnya suatu daerah ditutupi oleh endapan sedimen yang luas dan terletak pada suatu bidang horizontal di daerah dataran rendah. b Radial, pola ini biasanya dijumpai di daerah lereng gunung api atau daerah dengan topografi berbentuk kubah. c Rektangular, terdapat di daerah batuan kapur. d Trellis, biasanya dijumpai pada daerah dengan lapisan sedimen di daerah pegunungan lipatan. DAS Malakotan dan DAS Paninggahan mempunyai pola aliran dendritik menyerupai percabangan pohon. Pola aliran ini mempunyai peranan besar terhadap debit puncak dan waktu konsentrasi. Waktu konsentrasi pada DAS Malakotan ± 14 Jam dan Paninggahan ± 8 Jam. Luas DAS masing-masing DAS adalah 70.24 km 2 , dan 57.70 km 2 . Gradien kecuraman sungai rata-rata di hulu adalah 0.4 dan 0.12 dan dihilir adalah 0.0012 dan 0.07. Topografi DTA Singkarak merupakan daerah yang bergunung dan berbukit. Dimana pada utara terdapat Gunung Merapi dan diselatan terdapat gunung Talang, sedangkan bagian barat dan timur merupakan jejaran bukit barisan. Berdasarkan peta lereng dengan pembagaian kelas lereng berdasarkan 47 peta berskala 1 : 50000 dan interval kontur 25 meter. Kelas lereng tersebut dapat dilihat pada Tabel 3 berikut. Pembagian kelas lereng mengacu pada pedoman penyusunan rencana teknik lapangan rehabilitas lahan dan konservasi tanah daerah aliran sungai RTL RLKT. Berdasarkan analisa SIG kemiringan lereng 0-15 yang merupakan topografi datar, landai dan bergelombang sekitar 69.25 dan 15-100 yang merupakan topografi curam dan sangaat curam 30.75 . Pada DTA Singkarak terdapat badan air yaitu Danau Singkarak, Talang dan D.Bawah yang jumlahnya sekitar 10.6, yang terletak pada 0-15, sehingga jumlah daerah yang topografinya datar, landai dan bergelombang yang dapat dimanfaatkan untuk pemukiman, dan pertanian adalah sekitar 58,7. Abdurachman et al. 2005 menyatakan bahwa kebanyakan budidaya pertanian menggunakan lahan datar-berombak, namun tidak sedikit juga petani yang menggarap lahan berombak bergelombang. Lahan yang berbukit – bergunung seharusnya dihutankan agar erosi tanah dapat terkendali. Namun pada kenyataannya lahan seperti ini yang dijadikan lahan budidaya, atau tetap berstatus hutan tapi vegetasinya rusak dan tanahnya mengalami erosi berat. Pada Abdurachman 2008 juga menyatakan tingkat laju erosi tanah pada lahan pertanian berlereng antara 3-15 di Indonesia tergolong tinggi, yaitu berkisar antara 97,5-423,6 tonhatahun. Tabel 3 Kelas lereng DTA Singkarak No Kemiringan Luas Persen Km2 1 0 - 3 304.11 26.64 2 3 - 8 204.4 17.9 3 8 - 15 282.07 24.71 4 15 - 25 232.11 20.33 5 25 - 40 104.6 9.16 6 40 - 100 14.43 1.26 Total 1141.72 100 Sumber: Analisis SIG, 2009 48 Tanah dan Geologi DTA Singkarak Tanah yang dominan pada lokasi penelitian adalah tanah mineral dengan ketebalan bervariasi antara 50 s.d 150 mm. Jenis tanah mineral meliputi seluruh lokasi pengembangan kawasan DTA, yang menyebar dari Danau Dibawah ke utara sampai ke timur kawasan Sirukam dan barat Gunung Talang dan Bukit Barisan. Adapun tanah mineral tersebut meliputi sebagian besar dari areal persawahan DTA Singkarak. Tekstur tanah sebagian besar berupa liat, lempung berliat, Liat berpasir pada bagian top soil bagian atas. Tanah-tanah tersebut umumnya belum mengalami perkembangan secara sempurna medium weathered soil terbentuk dari bahan induk abu vulkanik dan endapan aluvium, diduga merupakan bahan-bahan erosi yang dibawa oleh aliran sungai Batang Lembang, dan Batang Sumani beserta anak sungainya. Endapan halus liat debu, lumpur dideposisikan disepanjang sungai dan diselingi oleh endapan pasir di beberapa tempat, sehingga tanah-tanah yang terbentuk dikawasan DTA ini ialah: Andosol, InseptisolPodzolik, dan Ultisol. Jenis tanah Andosol bertekstur tanah liat serta lempung berpasir dengan tingkat plastisitas tergolong tidak plastis non-plastis. Peta tematik satuan tanah terdapat padaGambar 19. Geologi adalah ilmu terapan, yang berfungsi sebagai penuntun dalam suatu perencanaan kesipilan dan pembagunan wilayah. Pada perencanaan teknik sipil khususnya sipil basah geologi sangat dibutuhkan untuk pengembangan ilmu dibidang pembagunan bendunganwaduk, bendung, terowongan, jembatan, jalan dan lainnya. Penyelidikan geologi tujuannya adalah untuk memperoleh gambaran mengenai sifat –sifat fisik dan teknis pelapisan tanahbatuan yang dijumpai dilokasi penyelidikan ditinjau dari segi geologi teknik maupun mekanika tanah dimana data –data tersebut dapat digunakan untuk menunjang tahap tahap perencanaan selanjutnya. Pada penelitian ini tidak dilakukan penyelidikan geologi, sebagai gambaran dipakai peta geologi tematik dari Puslitbang Geologi, 1995; 1996 dengan skala peta 1: 250000. Peta memperlihatkan keadaan geologi yang terdapat didaerah pelitian seperti jenis batuan, nama lapisan, formasi pelapisannya, tingkat pelapukan serta penyebarannya, asal batuan, adanya patahan –patahan serta 49 retakan –retakan dan kontinuitas daripada suatu lapisan struktur geologi dan lain– lain. Berdasarkan peta tematik bahwa daerah sekitar danau terbentuk dari batuan breaksi dan tuffaan terutama dilembah-lembah sungai banyak dijumpai joint serta kekar yang sifatnya kekar yang saling berhubungan rapat dan berpola tidak teratur kadang berpola berlapis-lapis sehingga menambah nilai permeabilitas di kawasan tersebut. Hal ini diinterprestasikan dari adanya Escarpment; Pola aliran serta mata air searah yang dijumpai di kawasan ini. jenis batuan yang berada di kawasan tersebut, secara umum dibedakan menjadi 3 satuan batuan yaitu : Batuan lava andesit, Breksi tuffaan, dan breksi vulkanik, dalam peta daerah penelitian disebut dengan Aluvium sungai Qaf, berupa lempung, pasir, kerikil, bongkah batuan beku, Kipas Aluvium Qf yang kebanyakan berupa rombakan andessit dari gunung api dan Andesit Gunung Talang Qatg yang terdiri dari breksi, endapan lahar, aliran lava, lapili, tuff bersusunan basal dan andesit. Susunan Geologi DTA Singkarak dapat dilihat pada Gambar 20. Kondisi Hidrologi dan Iklim DTA Singkarak Kondisi Debit Sumani Data debit yang bersumber dari dinas PSDA Propinsi Sumatera Barat adalah berupa data debit sungai harian pada stasiun AWLR Sumani dan Lembang. Data debit harian stasiun Sumani periode 1992-2009 adalah:  debit rerata bekisar 7 s.d 24 m 3 dtk -1  debit maksimum 26 s.d 242m 3 dtk -1  debit minimum 0.01 s.d 14m 3 dtk -1  debit tahunan 2690 s.d 10088m 3 dtk -1 Ddebit harian stasiun Lembang periode 1992-2009 adalah;  debit rerata bekisar 2.5 s.d 9.7m 3 dtk -1  debit maksimum 18 s.d 176m 3 dtk -1  debit minimum 0.01 s.d 2.3m 3 dtk -1  debit tahunan 545 s.d 3554 m 3 dtk -1 50 Fluktuasi debit sungai harian stasiun AWLR Sumani dan Lembang dapat dilihat pada Gambar 21 dan 22. Gambar 19 Peta tanah DTA Singkarak. 51 Gambar 20 Peta geologi DTA Singkarak. 52 0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 1 13 25 37 49 61 73 85 97 1 9 1 2 1 1 3 3 1 4 5 1 5 7 1 6 9 1 8 1 1 9 3 2 5 debit m 3 dt tahun 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0 1 10 19 28 37 46 55 64 73 82 91 1 1 9 1 1 8 1 2 7 1 3 6 1 4 5 1 5 4 1 6 3 1 7 2 1 8 1 1 9 1 9 9 2 8 d ebi t m 3 d t tahun Gambar 21 Fluktuasi debit harian rata-rata bulanan S. Sumani tahun 1992-2009. Gambar 22 Fluktuasi debit harian rata-rata bulanan S. Lembang tahun 1992-2009. Karakteristik Debit Sumani Karakterisasi debit dilakukan terhadap data yang terekam di 2 stasiun pengukur debit harian yang dipasang oleh Balai PSDA Sumatera Barat pada 30 Desember 1978 di Sumani Simpang AA dan 17 Oktober 1984 di Lembang Batu kudo. Pengelolaan dan pengumpulan data tercatat dari tahun 1992. Walaupun data yang terkumpul memiliki periode pencatatan cukup panjang lebih kurang 17 tahun, akan tetapi data-data tersebut tidak ditunjang oleh kualitas data yang memadai bila dipasangkan dengan stasiun hujan yang ada pada lokasi. Hal ini karena terdapatnya pencatatan data yang terputus dan kendala lainnya. Sileksi data penting sekali dilakukan, karena merupakan salah satu cara untuk menghindari kesalahan analisis yang diakibatkan oleh kualitas data yang 53 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 20 40 60 80 100 120 140 H uja n m m d eb it m3 d t Waktu hujan debit tidak baik. Data debit dan hujan harian dipilih perekaman data yang kontinyu selama 1 tahun yang dianggap kondisi hujan dan debit saling berhubungan. Pada analisa hujan dan debit ini data yang diambil untuk analisa adalah data tahun 1994 dan data tahun 2009. Data ini dianggap mewakili periode tahun 1990 - 1999 dan periode tahun 2000 - 2010. Berdasarkan analisa regresi hujan dan debit tahun 1994 dan 2009 adalah lebih baik dari tahun lainnya. Persamaan regresi untuk tahun 1994 adalah y = 9.3149 X 0.7145 dengan R 2 adalah 0.7244 72.44 dan pada tahun 2009 adalah y = 93.3149 X 0.2534 dengan R 2 = 0.5163 52. Hubungan hujan dan debit dapat dilihat pada Gambar 23 dan 24sedangkan regresi linear dapat dilihat pada Gambar 25 dan 26. Gambar 23 Hujan dan debit DAS Sumani tahun 1994. Gambar 23 menunjukkan bahwa hujan dan debit harian DAS Sumani tahun 1994 terdapat 3 puncak hujan yaitu pada bulan Januari sebesar ±60 mm, Juni ±170mm dan Desember sebesar ±80 mm. Debit pncak pada tahun 1994 yaitu pada bulan Januari sebesar ± 60m 3 dtk -1 , April ± 50 m 3 dtk -1 dan Desember ± 50m 3 dtk -1 . 54 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 20 40 60 80 100 120 140 H uja n m m d eb it m3 d t Waktu hujan debit y = 9.3149x 0.7145 R² = 0.7244 200 400 600 800 1000 200 400 600 800 D e b it Hujan Gambar 24 Hujan dan debit DAS Sumani tahun 2009. Gambar 24 menunjukkan bahwa hujan dan debit harian DAS Sumani tahun 2009 memperlihatkan 4 puncak hujan yaitu pada bulan Februari sebesar ±58 mm, April ±145 mm dan September sebesar ±60 mm serta November ± 45 mm. Ada 3 puncak debit pada tahun 2009 yaitu pada bulan April ± 30 m 3 dtk -1 , Oktober ± 28 m 3 dtk -1 dan Desember ± 25 m 3 dtk -1 . Gambar 25 Regresi hujan dan debit DAS Sumani tahun 1994. Gambar 25menunjukkan regresi hujan dan debit bulanan DAS Sumani tahun 1994 yang memperlihatkan nilai regresi cukup baik sebesar 72 untuk menyatakan hubungan hujan dan debit pada suatu daerah penelitian. Regresi hujan dan debit adalah salah satu cara untuk melihat keterkaikan hujan dan debit 55 y = 93.805x 0.2534 R² = 0.5163 100 200 300 400 500 600 100 200 300 400 D e b it Hujan satu sama lain yang dinyatakan dalam nilai R 2 . Gambar 26 menunjukkan nilai regresi R 2 sebesar 52 . Nilai ini dapat dikatakan baik karena besar dari 40. Gambar 26 Regresi hujan dan debit DAS Sumani tahun 2009. Hidrologi, Iklim dan lahan adalah merupakan bagian dari aspek-aspek biofisik DAS. Informasi tentang hidrologi, iklim dan lahan adalah unsur penting dalam perencanaan pada bagunan sipil seperti perencanaan bagunan-bagunan air bendungcek dam, wadukbendunganembung, saluran irigasi, jembatan dan jalan. Embung merupakan bagunan air yang dibahas pada penelitian ini. Embung adalah bagunan yang difungsikan untuk dapat menampung kelebihan air pada suatu lahan dan akan dimanfaatkan pada waktu musim kering. Perlu pembahasan untuk penempatan dan jumlah dari embung tersebut pada suatu DAS. Oleh sebab itu aspek biofisik DAS perlu diketahui agar analisa yang dilakukan lebih baik dan sesuai dengan kondisi Suatu DAS. Elevasi Muka Air Danau Singkarak Data Elevasi Danau Singkarak merupakan data penting lainya yang harus ada pada DTA Danau ini. Menurut Laporan Hasil Penelitian Pengembangan Kawasan Terpadu Danau Singkarak yang dilakukan oleh Balitbang kerjasama dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat tahun 2003, bahwa pengamatan tinggi muka air danau selama 20 tahun , tahun 1931 sampai dengan tahun 1950, tinggi permukaan maksimum ± 363 m dari permukaan laut dpl, dan tinggi permukaan minimum ± 360 m dpl, dan hanya pada tahun 1932 yang terjadi 56 360 360.5 361 361.5 362 362.5 363 363.5 364 Jan- 99 Jan- 00 Jan- 01 Jan- 02 Jan- 03 Jan- 04 Jan- 05 Jan- 06 Jan- 07 Jan- 08 Jan- 09 M m d p l Waktu Elevasi elevasi lebih rendah dari 360 m dpl dalam PSDA Sumbar 2004. Setelah PLTA beroperasi pengamatan tinggi muka air danau dilakukan oleh pihak PLN sebagai salah satu instansi yang terkait langsung terhadap Danau Singkarak. Berdasarkan pencatatan dari PT. PLN Sektor Bukittinggi, yang dilaporkan ke Balai PSDA Indragiri berupa data bulanan sampai 2007. Data tinggi muka air 2008-2009 adalah hasil pengumpulan data lapang dan pencatatan lapangan yang dilakukan peneliti. Data elevasi dan kedalamam danau dapat dilihat pada Lampiran 1 . Berikut ini adalahgambar fluktuasi muka air Danau Singkarak, data lengkapnya pada lampiran. Elevasi danau dapat dilihat pada Gambar 27 dan 28. Gambar 27 Fluktuasi muka air danau Singkarak. Sumber : diolah dari data PSDA Propinsi Sumatera Barat dan pencatatan lapang Gambar 28 Elevasi muka air Danau Singkarak. 57 Karakteristik Iklim Curah hujan, Stasiun pencatat curah hujan dan tinggi muka air pada daerah penelitian dan sekitarnya sudah dibangun semenjak tahun 1984. Berdasarkan hasil inventarisasi data yang dikumpul, data yang memiliki periode pencatatan panjang, akan tetapi data-data tersebut tidak ditunjang oleh kualitas data yang memadai. Ini disebabkan banyaknya pencatatan data yang terputus dan tidak terdapatnya pasangan data untuk kebutuhan analisa model. Tabel 4 disajikan yang memperlihatkan data stasiun hujan, tinggi muka air dan klimatologi DTA Singkarak. Tabel 4 Nama stasiun hujan dan klimatologi DTA Singkarak Sumber: BMG Sicincin, BPTP Sukarami, BPSDA Sumbar, Balitklimat Bogor Berikut adalah data hujan tahunan pada stasiun klimatologi yang datanya dipakai untuk analisa model pada penelitian ini. Data tersebut adalah data dari stasiun yang terletak pada DAS Sumani yang terdiri dari Stasiun Bukit sundi, Lembang Jaya, Saniang bakar, Sukarami dan Sumani. Pengamabilan Stasiun ini dicocokan dengan keberadaan data debit daerah tersebut, dimana data debit yang tersedia berada disekitar stasiun hujan tersebut diatas. Pencatatan data cukup No Nama Stasiun Desa Kecamatan Jenis Stasiun 1 Lembang Jaya Lembang Jaya Lembah Gumanti Curah Hujan 2 Sukarami Sukarami Gunuang Talang Curah Hujan 3 Sumani Sumani X Koto Singkarak Curah Hujan 4 Bukit Sundi Bukit Sundi Lembang Jaya Curah Hujan 5 Saniang Bakar Saniang Bakar X Koto Singkarak Iklim dan CH 6 Sumani2 Simpang AA Lubuak Sirakah AWLR 7 Lembang Batu Kudo Koto Baru AWLR 8 Malakotan Jorong Masajik Kubung CH dan AWLR 9 Aro Paninggahan Junjuang Siriah Iklim dan CH 10 Subarang Paninggahan Junjuang Siriah Iklim, CH dan AWLR 11 Padang Panjang Padang Panjang Kota Padang Panjang Curah Hujan 12 Kandang IV Kandang IV Koto Tangah Curah Hujan 13 Kayu Tanam Kayu Tanam 6 X 11 Lingkung Curah Hujan 58 panjang yaitu dimulai pada tahun 1984, tapi pada penelitian ini pencatatan data yang disajikan di mulai dari tahun 1992 karena data debit dimulai dari tahun 1992. Data tersebut dapat dilihat pada Lampiran 2. Sebagai informasi awal curah hujan tahunan pada daerah studi yaitu berkisar antara 1694 mm sampai dengan 3278 mm. Curah hujan tahunan rata-rata untuk tiap-tiap stasiun adalah:  Stasiun Bukit Sundi sebesar 2468 mm per tahun  Stasiun Lembang Jaya sebesar 1694 mm per tahun  Stasiun Saning Bakar sebesar 3278 mm per tahun  Stasiun Sukarami sebesar 2538 mm per tahun,  Stasiun Sumani sebesar 2136 mm per tahun. Berdasarkan data curah hujan yang dikumpulkan dapat diketahui bahwa di daerah studi, curah hujan rata-rata bulanan disetiap stasiun adalah lebih besar dari 100 mm, kecuali di stasiun Saniang Bakar, curah hujan rerata bulanan hanya sebesar 93 mm pada bulan Juni. Data curah hujan harian hanya pada stasiun sumani dan Saniang bakar sedangkan pada stasiun lain tidak terdapat data harian, yang ada hanya data bulanan yang di himpun dari Balitklimat Bogor. Berdasarkan informasi dari Balitklimat data curah hujan tersebut di kumpulkan dari BMG dan Dinas Peranian Sukarami Solok. Zona Iklim, ditentukanberdasarkan data hujan pada stasiun hujan dan iklim yang terdapat di sekitar DTA Singkarak. Zona ditentukan menurut LR Oldeman 1975 bulan basah ialah curah hujan rata-rata jangka panjang lebih dari 200 mm tiap bulan, sedangkan bulan kering adalah bila rata-rata curah hujan kurang dari 100 mm tiap bulan. Beberapa bulan basah yang terjadi secara berturut-turut disebut periode basah, begitu juga dengan periode kering. Selanjutnya bila penggolongan zona iklim dihubungkan dengan periode masa pertumbuhan tanaman yang didefinisikan oleh LR Oldeman sebagai periode hujan yang lebih dari 100 mm per bulan, maka suatu wilayah dapat dikelompokkan kedalam zona- zona agroklimat. 59 Pada DTA Singkarak terdapat 3 zona iklim. Wilayah Stasiun hujan Sumani digolongkan ke dalam Zona D1, yang merupakan bulan basah karena terdapat hujan rata-rata diatas 200 mm dan tidak mempunyai curah hujan bulanan dibawah 100 mm. Daerah stasiun penakar hujan Saniang Bakar, Kandang IV, dan Stasiun Kayu Tanam merupakan zona A dengan bulan basah. Pada daerah stasiun hujan terdapat bulan basah yang berturut-turut yang didefenisikan sebagai periode basah. Periode basah selama 7 bulan di stasiun Saniang Bakar, 12 bulan pada stasiun Kandang IV dan 11 bulan pada Stasiun Kayu Tanam. Pada Stasiun hujan Padang Panjang dan Bukit Sundi merupakan zona C1 yang merupakan bulan basah dan periode basah dengan bulan basah beturut-turut selama 4 bulan untuk stasiun Padang panjang dan 5 bulan pada stasiun Bukit Sundi, dan tidak terdapat bulan kering. Pada Stasiun Hujan Sukarami merupakan zona B1 dengan kondisi bulan basah selama 5 bulan hujan rerata yang berturut-turut dan tidak terdapat bulan kering. Pada Stasiun hujan Lembang Jaya rerata hujannnya tidak mengambarkan zona karena tidak lengkapnya data pada stasiun. Perhitungan untuk analisa zona agroklimat ada padaLampiran 3. Temperatur daerah DTA yang dilihat dari pengukuran iklim pada stasiun Saniang Bakar, mempunyai temperatur harian rata-rata yang bervariasi. Data stasiun klimatologi tersebut, memperlihatkan data temperatur rata –rata harian didaerah kajian adalah berkisar dari 26.94°C sampai dengan 27.65°C. Nilai rata- rata temperatur tahunan berkisar 26.74 C – 30.17 C. Temperatur tahunan DTA Singkarak dapat dilihat pada Gambar 29. Evapotranspirasi ETp dihitung berdasarkan persamaan empiris Thornthwaite. Persamaan yang dikemukakan dapat digunakan pada daerah basah. Perhitungan evapaotranspirasi terdapat pada Lampiran 4, yang dibuat dalam tabelaris. Hasil perhitungan evapotranspirasi memperlihatkan ada tanda tanda kekeringan pada daerah penelitian. Tanda itu diperlihatkan dengan tingginya nilai Evapotranspirasi potensial, dan ini juga terlihat pada suhu. Walaupun secara umum curah hujan dari pencatatan tahun 1990-2009 adalah memperlihatkan bulan basah dengan curah hujan rata-rata dari 8 stasiun hujan 2832 mm. 60 50 100 150 200 250 300 350 1 9 9 1 9 9 1 1 9 9 2 1 9 9 3 1 9 9 4 1 9 9 5 1 9 9 6 1 9 9 7 1 9 9 8 1 9 9 9 2 2 1 2 2 2 3 2 4 2 5 2 6 2 7 2 8 2 9 E T P m m Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun 25 26 27 28 29 30 31 1 9 9 1 9 9 1 1 9 9 2 1 9 9 3 1 9 9 4 1 9 9 5 1 9 9 6 1 9 9 7 1 9 9 8 1 9 9 9 2 2 1 2 2 2 3 2 4 2 5 2 6 2 7 2 8 2 9 ce lciu s Tahun Tmp Evapotranspirasi ini adalah evaporasi dari permukaan lahan yang ditumbuhi tanaman yang merupakan kebutuhan air konsumtif yang didefinisikan sebagai penguapan total dari lahan dan air yang diperlukan tanaman. Evapotranspirasi adalah sangat penting dalam pengembangan model-model hidrologi terutama untuk aplikasi model di bidang irigasi pengairan. Data evapotranspirasi bulanan untuk DTA Singkarak adalah sebagaimana yang diilustrasikan pada Gambar 30. Gambar 29 Temperatur DTA Singkarak tahun 1990 – 2009 Gambar 30 Evapotranspirasi DTA Singkarak tahun 1990-2009. Bangunan Panen Hujan Embung dan Chek dam Embung adalah bagunan penyimpan air yang banyak di bangun didaerah depresi, biasanya di luar sungai. Embung akan menyimpan air di musim hujan dan akan dimanfaatkan pada musim kemarau untuk memenuhi kebutuhan masyarakat suatu daerah. Sebaiknya pada suatu daerah yang sumber airnya dari embung telah 61 membuat perioritas kebutuhan seperti: untuk penduduk, ternak, dan kebun, karena jumlah kebutuhan akan menentukan tinggi tubuh embung dan kapasitas tampung dari embung. Bentuk embung alami dan buatan yang dijumpai dilapangan mendekati bujur sangkar, yang berada pada tanah yang liat. Embung buatan juga dibagun didaerah tanah liat dan pada daerah yang tanahnya kurang liat, daerah tersebut di lapisi dengan pengeras seperti semen atau tanah liat lempung yang diolah seperti bubur lalu ditempel pada daerah yang ditentukan. Ini dilakukan agar embung kedap dan air tidak mudah hilang dan embung bobol. Ditinjau dari sudut konservasi upaya pembagunan embung merupakan suatu sikap bijak lingkungan environmental wisdom, karena sesungguhnya memanfaatkan suatu sumberdaya alam yang melimpah, dan secara ekonomis air hujan tidak memiliki nilai tukarjual beli apapun Naiola 1993 Manafe et al 1993 mencatat sejumlah dampak positif kehadiran pembuatan embung di NTT yaitu mengurangi peluang banjir, menekan proses pemiskinan hara tanaman dan meningkatkan peresapan air tanah. Niola 1993 mengindentifikasi fungsi dan peranan embung dari sudut biologis-lingkungan dan konservasi: air deposit embung dapat dimanfaatkan oleh satwa liar savanna dimusim kemarau, yang berarti kelangsungan konservasi rantai makanan setempat. Terjaminnya kelangsungan hidup burung-burung pemencar biji yang minum air embung berarti menjamin dan meningkatkan stabilitas vegetasi savanna. Cek dam atau dam pengendali merupakan salah satu bangunan fisik yang dibangun dalam rangka menampung sedimen dan sekaligus meningkatkan dan mengembangkan daya guna air secara maksimal. Sebelum terisi penuh dengan sedimen, air yang tertahan di check-dam dapat dimanfaatkan untuk irigasi, pariwisata, perikanan dll. Dam pengendali pada umumnya dibangun pada daerah hulu sebagai upaya pengamanan proyek-proyek yang lebih besar yang berada di bawahnya. Walaupun dengan dimensi yang relatif kecil, apabila dibangun dalam jumlah banyak di daerah hulu yang rawan erosi, bangunan ini cukup efektif dalam upaya pengendalian sedimentasi yang menimbulkan pendangkalan Sungai, Danau, Waduk, atau bendungan yang berada di bawahnya dapat ditekan sekecil mungkin. 62 Pada daerah studi sudah terdapat bangunan alami yang fungsinya sama dengan embung. Bangunan tersebut disebut dengan telaga, tabek, rawang, empang, dan danau Bagi pemerintah Sumatera Barat pada bagunan ini dibuat pintu pengambilan untuk mengatur pemanfaatan air untuk memenuhi kebutuhan air suatu daerah dan sebagai data informasi dari BAPEDALDA Sumatera Barat, bahwa di Solok terdapat embung dan cek dam sebanyak 64 buah, data pada Lampiran 5. Foto embung dan cek dam pada daerah penelitian dapat dilihat pada Gambar 31 dan 32. Gambar 31Embung di DTA Singkarak Kondisi bangunan chek dambendung yang dijumpai di lapangan telah banyak mengalami kerusakan. Perkiraan dari jumlah yang ada sekitar 70 persen sudah rusak. Kerusakan di jumpai pada pintu air yang digunakan sebagai bagunan yang mengatur tinggi muka air di chek dambendung. Selain pintu air kerusakan pada tubuh bendung, seperi retak, patah dan bahkan sudah hilang hanyut terbawa arus. Embung Ujang Juaro Embung Jilatang Embung Sok Panjang Embung Sawah Bilo 63 Gambar 32 Cek dam di DTA Singkarak. Hasil survey lapangan pada daerah penelitian banyak terdapat embung telaga atau waduk waduk kecil baik yang alami maupun buatan. Hal ini mengindikasikan bahwa pada daerah perlu bagunan bagunan tersebut diatas karena pada kenyataannya bangunan tersebut sangat membantu masyarakat setempat dalam memenuhi kebutuhan air baik untuk kehidupan sehari hari maupun untuk pertanian. Walaupun sudah terdapat bangunan yang berfungsi sebagai cadangan air namun pada daerah masih ada beberapa daerah yang mengalami kekeringan dan juga ada daerah yang mengalami banjir dari tahun ketahun. Oleh sebab itu perlu dilakukan suatu analisa untuk menentukan jumlah bangunan dan posisi bangunan yang tepat agar bangunan lebih efektif. Cek dam Aro Talang Cek dam Andaleh Cek dam Bukik Jaliang Cek dam Tabek Dangka 64 65 HASIL DAN PEMBAHASAN Penggunaan Lahan DTA Singkarak Berdasarkan analisa dari peta tutupan lahan terlihat bahwa penggunaan lahan DTA Singkarak terdiri atas; Hutan primer Hp, hutan sekunder Hs, hutan tanaman Ht, perkebunan Pk, semak belukar B, pemukiman Pm, tanah terbuka T, tubuh air A, pertanian lahan kering Pt, pertanian lahan kering campur semak Pc, dan sawah Sw BAPLAN, 2010 Hasil analisis penggunaan lahan DTA Singkaraktidak memperlihatkan perubahan penggunaanlahan yang signifikan. terutama pada; Hutan primer, hutan sekunder, hutan tanaman, perkebunan, semak belukar dan tanah terbuka. Apabila penggunaan lahan dibuat berdasarkan perubahan penggunaan lahan satu periode melebihi nilai 10 hektar maka, penggunaan lahan digolongkan pada 4 penggunaan lahan yaitu; hutan, perkebunan, semak belukar, dan penggunaan lain- lain dengan jumlah penggunaan lahan selama 4 periode adalah seperti Tabel 5. Tabel 5 Penggunaan lahan tahun 1992-2009 Jenis Penggunaan Lahan 1992 1999 2006 2009 Ha Ha Ha Ha Hutan 28.651 25 28.996 25 28.773 25 28.719 25 Semak belukar 3.140 3 2.753 2 2.977 3 3.027 3 Perkebunan 167 167 167 Penggunaan lain-lain 82.381 72 82.256 72 82.256 72 82.260 72 Total 114.17 2 100 114.17 2 100 114.17 2 100 114.17 2 100 Hasil perhitungan. Penggunaan lahan lain-lain L terdiri dari: Pemukiman, Tanah terbuka, Tubuh air Pertanian lahan kering, Pertanian lahan kering campur semak, dan sawah Laju: Perubahan dibagi jangka waktu : Jangka waktu adalah 17 tahun 1992-2009 Jumlah hutan pada DTA Singkarak dari tahun 1992 sampai 2000 cenderung bertambah namun dari tahun 2000 sampai 2009 cenderung berkurang. Secara umum penurunan yang terjadi setelah tahun 2000 tidak melebihi kondisi di tahun 1992, bahkan dibawah tahun 1992. Nilai tersebut memperlihatkan kondisi hutan dapat dikatakan terjadi penambahan di DTA Singkarak. Hal ini mungkin disebabkan karena pada daerah di sekitar danau sudah melakukan kegiatan penghijauan. Masyarakat setempat juga menyakini bahwa apabila terjadi 66 penebangan hutan disekitar danau akan mendatangkan pengaruh yang buruk terhadap danau. Berdasarkan pembicaaran dengan masyarakat, umumnya masyarakat sudah mengerti akan fungsi hutan sebagai sumber air, dan perubahan aliran sungai apabila hutan diganggu. Farida et al. 2005 menyatakan bahwa penghijauan di daerah ini di dukung oleh pemerintah, dimana pada tahun 1976 pemerintah Indonesia telah melaksanakan program penghijauan di daerah sekitar danau termasuk lahan-lahan pada daerah hulu DAS. Pada tahun 2004, melalui program penghijauan yang didukung oleh Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia APHI dan Gerkan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan Kritis GNRHLK. Perubahan penggunaan lahan dapat mempengaruhi sistem ekologi diantaranya pencemaran air, polusi udara, perubahan iklim local Hu et al. 2008, Wilayah DAS, merupakan suatu kesatuan ekosistem dimana organisme dan lingkungannya berinteraksi secara dinamik dan memiliki ketergantungan satu sama lain dalam setiap komponennya Asdak 2002. Kondisi hidrologi DAS dapat terpengaruh akibat terjadinya perubahan penggunaan lahan De la Cretaz and Barten 2007, selain itu kualitas air DAS yang melewati daerah perkotaan juga dipengaruhi oleh perkembangan kotaperubahan penggunaan lahan seperti perkembangan industri dan perkembangan pemukiman di wilayah DAS Coskun et al. 2008. Kecenderungan perubahan penggunaan lahan pada perkebunan merupakan kebalikan dari kecenderungan perubahan penggunaan lahan hutan. Kecenderungan perubahan penggunaan lahan perkebunan memperlihatkan kemungkinan perubahan hutan menjadi perkebunan. Pada periode 1990 sampai 2000 terjadi banyak perubahan dari perkebunan menjadi hutan, ini disebabkan karena tidak adanya perawatan dari pemilik kebun terhadap kebun yang sudah dikelola. Hal ini terlihat dilapangan yaitu masih terdapat kebun kopi, jati dan pinus yang dibiarkan oleh masyarakat begitu saja sehingga kelihatan seperti hutan. Alasan dari masyarakat adalah: Kopi tidak memberi keuntungan yang banyak sedangkan Jati tidak bisa tumbuh dengan baik didaerah ini. Tanaman Pinus, masyarakat berusaha untuk menganti dengan tanaman lain, karena pohon Pinus dianggap mengganggu aliran sungai mengurangi kuantitas dan kualitas air. 67 Perkebunan Pinus didaerah ini sebagian besar dikelola oleh perusahaan- perusahaan besar. Informasi dari masyarakat untuk daerah Sumani, Saniang Baka, dan Paninggahan perkebunan Pinus yang dikelola perusahaan akan berakhir di tahun 2006, untuk daerah X Koto Singkarak dan Ombilin berakhir Desember 2009. Perubahan penggunaan lahan semak belukar dan lainnya dari tahun 1990 terlihat suatu kecenderungan perubahan. Kecenderungan memperlihatkan terjadi peningkatan dan penurunan luas penggunan lahan. Penelitian ini tidak melakukan prediksi luas perubahan lahan. Hasil analisa perubahan penggunaan lahan yang dilakukan adalah berasal dari data sekunder yang tujuannya untuk melihat penggunaan lahan yang ada didaerah DTA Singkarak. Dari hasil analisa perubahan penggunaan lahan DTA Singkarak tidak signifikan, maka pengaruh perubahan penggunaan lahan dianggap tidak memberikan kontribusi lebih untuk melakukan analisa perubahan debit, faktor hidrologi, dan sistem ekologi. Agus et al. 2004 menyatakan bahwa perubahan lahan pada daerah kecil, biasanya akan terjadi secara seragam mencakup seluruh daerah tersebut. Hal ini akan memperlihatkan perubahan yang nyata pada faktor- faktor hidrologi.Gambar 33 adalah beberapa photo penggunaan lahan di lokasi penelitian. Gambar 33 Kebun Jati dan Pinus. Masalah penggunaan lahan pada DTA Singkarak bukan dilihat dari bentuk perubahannya dari tahun ketahun, tapi dari kondisi existingpenggunaan lahan DTA Singkarak yangmemperlihatkan banyaknya lahan yang terbuka dan Jati Saniang Baka Pinus Saniang Baka 68 menyatakan bahwa penggunaan lahan yang menutup permukaan tanah tersebut sudah jelek.Dilihat dari penggunaan lahan dari tahun 1992 sampai 2009, bahwa penggunaan lahan hutan yang ada persentasenya hanya 25 dari luas DTA Singkarak. Analisa data menunjukkan bahwa keberadaan lahan terbuka adalah sekitar 72 82.260 Ha. Penggunaan lahan tersebut terdiri dari 1 Pemukiman Pm 3.3,2 Tanah perbuka T 0.2 , 3 Pertanian lahan kering Pt 25.6, 3 Pertanian lahan kering campur semak Pc 19.4, 4 Sawah Sw 13, dan 5 Tubuh air 10.6. Keadaan ini sudah ada sejak lama, hal inilah yang menyebabkan tingginya koefisien aliran permukaan. Penggunaan lahan seperti yang disebutkan diatas merupakan penggunaan lahan yang cenderung berubah. Perubahan ini banyak disebabkan oleh aktivitas manusia, seperti pembukaan lahan untuk perkebunan, kegiatan pertanian yang berdasarkan faktor nilai jual suatu hasil pertanian. Hal ini muncul karena tidak adanya suatu sistemperencanaan pertanian yang baik pada DTA Singkarak. Koefisien aliran dihitung pada bulan basah dari series data tahun 1992 - 2009. Hasil perhitungan koefisien aliran diperlihatkan oleh Tabel 6 dan pada Gambar 39 koefisien aliran dengan penggunaan lahan hutan. Table 6 Koefisien aliran pada bulan basah BlnTh 1992 1999 2006 2009 Januari 46.3 31.9 27.6 28.5 Maret 31.5 36.7 April 27.1 29.5 Mey 14.5 27.4 34.8 73.0 September 19.2 14.6 17.8 34.2 Oktober 27.9 31.8 64.1 19.7 November 51.1 36.4 20.4 Desember 29.8 35.9 18.7 17.9 maks 46.3

51.1 64.1

73.0 Min

14.5 14.6

17.8 17.9

Rata 30.4

32.9 40.9

45.4 Hasil perhitungan dalam .; C = tebal Ro mm 100 tebal hujan mm 69 20 25 30 35 40 45 50 1990 1995 2000 2005 2010 Tahun Hutan Koef run off Gambar 34 Penggunaan lahan hutan dan koefiseien aliran run off. Gambar 34menunjukkan bahwa penggunaan lahan hutan pada DTA Singkarak relatif stabil dari tahun 1990 sampai 2010 yaitu sebesar 25. Walaupunpenggunaan lahan hutan relatif stabil tetapi karena luasnya terlalu kecil 25 dari total luas DAS maka di duga dapat menurunkan kapasitas infiltrasi secara kontinu, sehingga jumlah air hujan yang menjadi aliran permukaan akan meningkat secara kontinu pula. Untuk itu, sangat diperlukan upaya rehabilitasi lahan dan penerapan agroteknologi yang mampu mengurangi aliran permukaan dan meningkatkan infiltrasi di hulu DTA Singkarak. MenurutArsyad 2006,bahwa beberapa faktor yang mempengaruhibesarnya koefisien aliran permukaan, yaitu :1 Jumlah, intensitas, dan distribusi curah hujan, 2 topografi, dan jenis tanah, 3 luas DAS, 4 vegetasi penutup tanah dan 5 sistem pengelolaan tanah. Pada DTA Singkarak koefisien aliran maksimum berkisar dari 46-73 , minimum dari 15-18 dan rata-rata mencapai dari 30-45 dari tahun 1990- 2009. Ini menyatakan bahwa kondisi DTA tidak baik karena adanya indikasi aliran permukaan yang tinggi pada musim hujan, yang akan menyebabkan banjir dan genangan pada derah yang rendah seperti sepadan sungai. Topografi curam, relif berbukit, geologi yang memperlihatkan rendahnya nilai permeabilitas, dan tanah yang cenderung liat pada daerah DTA Singkarak menyebabkan air sulit masuk kedalam tanah. Kondisi ini akan menyebabkan daerah hulu cepat mengalami kekeringan. Kondisi banjir di hilir dan kekeringan di hulu adalah 70 merupakan ciri dari adanya degradasi lahan kerusakan fungsi hidrologi suatu DAS. MenurutSinukaban 2008, bahwa degradasi lahan dan rusaknya fungsi hidrologis DAS disebabkan oleh banyak faktor, antara lain: a penggunaan dan peruntukan lahan yang menyimpang dari Rencana Tata Ruang WilayahDaerah misalnya hutan lindung difungsikan menjadi lahan pertanian, lahan permukiman atau industri, b penggunaan lahan yang tidak rasional tidak sesuai kemampuan, c tidak diterapkannya teknik konservasi tanah dan air untuk lahan budidaya yang berlereng curam, d belum adanya regulasi yang mengatur secara tegas, dan e tidak adanya komitmen pemerintah dalam penataan penggunaan lahan. Model Hidrologi dalam PenentuanSistem Panen Hujan DTA Singkarak Hujan dan debit DAS Paninggahan, yang digunakan untuk aplikasi model adalah data pada 25 November 2009 dan 8 Januari 2010. Data 25 November 2009 adalah data yang digunakan untuk simulasi model, sedangkan data 8 Januari 2010 dipergunakan untuk kalibrasi model.Data dapat dilihat pada Gambar 35 dan 36. Gambar 35 terdapat beberapa puncak hujan di Stasiun Aro dan Subarang serta satu puncak debit yang dominan. Puncak hujan maksimum di Subarang adalah 11.2 mm, 10.6 mm, 10.8 mm, puncak hujan maksimum di Aro 7.8 mm, 15.2 mm, 10.2mm serta puncak debit Subarang adalah 159.31 m 3 dt. Berdasarkan laporan masyarakat pada bulan november terjadi banjir lebih kurang selama 3 jam. Gambar 36 terdapat dua puncak hujan di Stasiun Aro dan Subarang dan satu puncak debit. Puncak hujan di Aro 2.5 dan 5.4 mm, Subarang 7.3 dan 5.8 mm. Satu puncak debit yaitu di Stasiun Subarang dengan nilai 65.4 m 3 dt. Penentuan kondisi hujan dan debit untuk analisa dapat dilihat berdasarkan puncak-puncak tunggal debit yang diperlihatkan oleh kumpulan data. Puncak debit tersebut dianggap puncak debit ekstrim. 71 2 4 6 8 10 12 20 40 60 80 100 2 3 :4 2 4 :0 6 8 :3 1 2 :5 4 1 7 :1 8 2 1 :4 2 2 :0 6 6 :3 1 :5 4 1 5 :1 8 1 9 :4 2 :0 6 4 :3 8 :5 4 1 3 :1 8 1 7 :4 2 2 2 :0 6 2 :3 6 :5 4 1 1 :1 8 1 5 :4 2 2 :0 6 :3 H u jan mm D eb it m3 d t Waktu debit Aro Subarang 5 10 15 20 25 30 35 40 50 100 150 200 250 300 350 400 :0 1 :1 8 2 :3 6 6 :5 4 1 7 :1 2 3 :3 1 3 :4 8 :0 6 1 :2 4 2 :4 2 7 :0 1 7 :1 8 3 :3 6 1 3 :5 4 :1 2 1 :3 2 :4 8 7 :0 6 1 7 :2 4 3 :4 2 1 4 :0 H uja n m m D eb it m3 d t Waktu debit subarang Aro Gambar 35 Hujan dan debit sesaat DAS Paninggahan periode 25 November 2009. Gambar 36 Hujan dan debit sesaat DAS Paningahan periode 8Januari 2010. Hujan dan Debit DAS Malakotan, dapat dilihat pada gambar 37 dan 38. Gambar 37memperlihatkan hujan dan debit dari Desember 2006 sampai November 2007. Penggambaran data memperlihatkan perekaman dalam bulanan. Data memperlihatkan debit maksimum yang terjadi sebesar 30 m 3 dtk -1 , dengan hujan sebesar 99 mm. Pada daerah ini terdapat perekaman data yang dilakukan secara sesaat setiap 30 menit, karena beberapa bulan setelah pemasangan alat terjadi kerusakan pada alat, sehingga pencatatan dilakukan secara manual setiap hari.Perekamam data sesaat yang dilakukan secara kontinu dengan alat terpasang hanya selama 5 bulan seperti yang terlihat pada Gambar 37. Gambar 38 memperlihatkan hujan maksimum yang terjadi pada DAS Malakotan adalah 20 72 25 50 75 100 125 150 25 50 75 1-Dec 15- Jan 29- Feb 14- Apr 29- May 13-Jul 27- Aug 11- Oct 25- Nov C ur ah Huja n mm De bit m3de t Waktu Hujan Debit 10 20 30 40 50 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 1222007 8:08 1222007 18:08 1232007 4:08 1232007 14:08 1242007 0:08 1242007 10:08 Cu ra h Huj an m m D ebi t m 3 de t Waktu Hujan Debit mm dengan puncak debit 4m 3 dtk -1 . Data pata Gambar 38ini dipakai untuk kalibrasi model MAPDAS. Gambar 37 Hujan dan debit harian S. Malakotan TH 2006-2007. Gambar 38 Hujan dan debit sesaat S. Malakotan, pencatatan 22-24 Januari 2007. 73 Separasi Debit sebagai input MAPDAS pada Sub DAS Paninggahan dan Malakotan Analisis separasi debit dilakukan untuk menentukan besarnya aliran permukaan runoff.Run offmerupakan nilai debit total dikurangi dengan aliran dasar dan aliran bawah permukaan. Nilai run off ini digunakan sebagai salah satu masukan yang utama untuk model MAPDAS, karena model yang berbasis hidrograf satuan harus berdasarkanrun offbukan berdasarkan debit total, karena asumsinya adalah hujan efektif yang membicarakan debit permukaan. Pada tabel pemisahan debit nilai run off merupakan nilai total selama episode hujan dan debit aliran pada DAS. Penentuan episode hujan dan debitsebagai data untuk menentukan karakteristik hujan dan debit DAS untuk separasi debit, di perlukan data yang memperlihatkan hubungan satu dengan yang lainnya. Episode yang diambil yaitu episode pada saat hujan tinggi, bentuk grafik debit maksimun dengan puncak debit tunggal. Separasi debit yang dilakukan dapat memperlihatkan curah hujan P, intensitas hujan maksimum Imax, debit maksimum Qmax, koefisien aliran permukaan Kr, Waktu Naik Tn dan Waktu Konsentrasi Tc.Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan butir hujan yang jatuh pada tempat terjauh di bagian hulu untuk mencapai outlet. Pada analisis grafis, waktu konsentrasi ditetapkan berdasarkan lama waktu antara kejadian intensitas hujan maksimum dengan waktu tercapainya debit maksimum. Berikut adalah separasi debit pada SubDAS Paninggahan dan Malakotan. Separasi debit dapat dilihat pada Gambar 39 dan 40, dan hasilnya pada tabel 7. Gambar 39 Separasi debit S. Paninggahan Periode 8 Januari 2010 74 5 10 15 20 25 30 1000 2000 3000 4000 5000 6000 1222007 0:00 1222007 19:121232007 14:24 1242007 9:36 1252007 4:48 H uja n 3 m nt Debit L S Waktu Debit total Aliran bawah permukaan Aliran permukaan Aliran dasar Hujan Gambar 40 Separasi debi S. Malakotan periode 22-24 Januari 2007 Table 7 Separasi debit SubDAS Paninggahan dan Malakotan Pada tabel 7 nilai koefisien run off Kr kecilkurang 20 bila dibandingkan dengan koefisien run off rata-rata pada musin hujan 30-45, ini disebabkan karena analisa perhitungan dilakukan pada episode kejadian hujan dan debit eventbukan pada kondisi pada musim hujan bulan basah.Nilai koefisien aliran permukaan sangat ditentukan oleh karakteristik hujan yang meliputi jumlah curah hujan, intensitas maksimum, serta jumlah curah hujan yang jatuh sebelumnya. Nilai yang rendah juga diperlihatkan oleh nilai intensitas 0.283 mm.mnt -1 pada DAS Malakotan dan 14 mm.mnt -1 pada DAS Paninggahan.Nilai ini menyatakan bahwa: keragaman hujan yang tidak merata pada DAS, kelembaban tanah yang hari sebelumnya kering sehingga waktu terjadi hujan, menjadi infiltrasi, dan perhitungan separasi debit diatas mengambarkan nilai aliran langsung DROyang tidak memasukan nilai aliran bawah tanah Base flow Bf. Hasil Separasi Debit Satuan Malakotan Paninggahan Run off Mm 17.36 3.4 Hujan Mm 99 42.2 Koeffisien aliran permukaan 17.5 9.0 Debit maksimum l.dtkˉ¹ 53159.2 47954.05 Intensitas hujan mm.mnt -1 0.283 0.416 Waktu naik Pukul 21.38 14 Waktu konsentrasi Jam 24.5 4.5 75 Kalibrasi Model MAPDAS di SubDAS Paninggahan dan Malakotan Tabel 8 menunjukkan karakteristik DAS terkait parameter MAPDAS untuk DAS Paninggahan dan Malakotan, yang dianalisis berdasarkan aplikasi SIG menggunakan perangkat lunak ArcGIS 9.3. Karekteristik DAS adalah merupakan parameter MAPDAS yang penting agar MAPDAS dapat digunakan. Parameter tersebut terdiri dari jaringan hidrografi pada sungai, lereng dan orde sungai. Jaringan hidrografi adalah jarak tempuh yang dibutuhkan oleh butiran hujan pada jaringan sungai menuju outlet. Orde sungai yaitu menunjukkan tingkat kerapatan jaringan sungai suatu DAS,ditetapkan menurut metode Strahler 1957. Table 8 Parameter Model MAPDAS Studi Kasus pada DAS Paninggahan dan Malakotan Parameter Satuan DAS Paninggahan Malakotan Jaringan Hidrografi Panjang rataan Alur Hidraulik L M 8090 11109.8 Panjang Maksimum Alur Hidraulik Lmaks M 12674.1 20002 Orde Maksimum Sungai n 5 4 Lereng Panjang rataan jalur Hidraulik Lo M 405.6 506.8 Panjang Maksimum jalur Hidraulik Lo maks M 1676.4 2392.8 Kalibarasi model diperlihatkan oleh Gambar 41 dan 42. Kalibrasi Model MAPDAS pada DAS Paninggahan menggunakan data masukan hujan dan debit periode 8 Januari 2010 serta kalibarasi Model DAS Malakotan menggunakan data periode 22-24 Januari 2007. Kalibrasi menunjukkan hasil sangat baik ditunjukkan dengan koefisien kemiripan 96 pada Paninggahan dan Malakotan. Koefisien tingkat kemiripan ini ditentukan dengan memakai persamaan NASH dan SUTCLIFFE. Persamaan NASH yang terdapat di model telah menggambarkan kondisi hujan, debit dan parameter DAS. Sedangkan Hasil dari kalibrasi model yang merupakan fungsi produksi dan transfer model DAS Paninggahan dan Malakotan disajikan pada Tabel 9. Tabel 10 merupakan gambaran dari 76 5 10 15 20 25 20 40 60 80 21:08 2:08 7:08 12:08 17:08 22:08 3:08 8:08 13:08 18:08 Cura h H uj an m m D ebi t m 3 s Waktu Hujan Effektif Debit Pengamatan Debit Simulasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 5 10 15 20 25 30 35 40 45 8110 12:18 8110 13:18 8110 14:18 8110 15:18 8110 16:18 8110 17:18 8110 18:18 8110 19:18 8110 20:18 H u ja n m m Debit m 3 s Waktu Hujan Efektifl Debit Pengukuran Debit Simulasi karakteristik debit hasil kalibrasi. Gambar 41 Kalibrasi Model MAPDAS Paninggahan episode hujan dan debit 8 Januari 2010. Gambar 42 Kalibrasi model MAPDAS Malakotan episode hujan dan debit 22-24Januari 2007. Tabel 9 Parameter fungsi produksi dan transfer DAS Paninggahan dan Malakotan Parameter MAPDAS Satuan Paninggahan Malakotan Hujan kebih mm.mnt -1 0.57 0.27 Kecepatan aliran rata-rata jaringan hidrografi Vs m.sˉ¹ 4.4 0.8 Kecepatan aliran rata-rata jaringan lereng Vl m.sˉ¹ 0.14 0.08 77 Table 10 Hasil Kalibrasi Debit MAPDAS DAS Paninggahan dan Malakotan Panjang rataandan maksimum alur hidraulik L,Lmaks adalah mengilustrasikan waktu rata-rata dan maksimum yang dibutuhkan oleh butir hujan sampai di outlet. Panjang rataan dan maksimum jalur hidraulik lo lo maks merupakan waktu yang dibutuhkan oleh butiran hujan yang jatuh sub tangkapan air sampai ke kealur sungai terdekat. Nilai L dan lo dipakai untuk menentukan isokronwaktu tempuh sama butiran hujan pada suatu DAS. Contoh hasil analisa penentuan isokron dapat dilihat pada tabel 11 dan 12. Paninggahan Malakotan Parameter Satuan Pengukuran Simulasi Pengukuran Simulasi Debit Puncak m3dtk 39.11 32.81 42.96 38.46 Waktu Dasar menit 234 282 1680 1620 Waktu Naik menit 48 84 540 450 Volume mm 1270.8 1368 38646 40320 Koefisien NASH 96 96 78 POINTID GRID_CODE NEAR_FID NEAR_DIST lo L= D-F t_L0 F0.14360 t_L G4.4360 t_tot H+I V_tot GJ 1 11635.1289 1 1147.279702 10487.8492 22.76348616 6.621116918 29.38460308 356.9164835 2 11465.668 1 944.0668323 10521.60117 18.73148477 6.64242498 25.37390975 414.6621972 3 11504.0576 1 1017.714535 10486.34306 20.19274872 6.620166076 26.81291479 391.0929918 4 11596.7393 1 1094.259196 10502.4801 21.71149199 6.630353601 28.34184559 370.5644387 5 11689.4209 1 1173.13389 10516.28701 23.27646608 6.639070082 29.91553616 351.5326268 6366 13610.5156 76 936.4256135 12674.08999 18.57987328 8.001319436 26.58119272 476.8066701 6367 13572.126 76 939.0127824 12633.11322 18.631206 7.975450264 26.60665626 474.810254 6368 13533.7363 76 950.6717119 12583.06459 18.86253397 7.943853907 26.80638787 469.405451 6369 13495.3467 76 971.0757047 12524.271 19.26737509 7.906736739 27.17411183 460.889801 6370 13533.7363 76 999.6894352 12534.04686 19.83510784 7.912908374 27.74801621 451.7096562 6371 13572.126 76 1035.832772 12536.29323 20.55223754 7.914326533 28.46656407 440.3865952 Max 1676.713665 12674.08999 33.26812827 8.001319436 34.83082475 1583.998426 total 2584114.666 51541126.61 51272.11639 32538.59003 83810.70642 4632959.965 rata 405.6058179 8089.958658 8.047734483 5.107297132 13.15503162 727.1950973 jumlah isokron 11.12488064 LV 11 Tabel 11 Jalur hidraulik Paninggahan C D E F G H I J K Hasil analisa dengan Arc Gis 9.3 Pencatatan hujan dan debit 6 menit Interval waktu adalah 660 = 360 Kecepatan lereng lo = 0.14 ms -1 Kecepatan sungai L = 4.4 ms -1 79 POINTID GRID_CODE NEAR_FID NEAR_DIST lo L= B-D t lo= lo0.081800 tL= L0.81800 ttot= F+G v = LH 1 131.0711 0.0000 0.0000 131.0711 0.0000 0.0910 0.0910 1439.9856 2 223.7523 0.0000 0.0000 223.7523 0.0000 0.1554 0.1554 1439.9916 3 316.4336 0.0000 0.0000 316.4336 0.0000 0.2197 0.2197 1439.9940 4 409.1148 0.0000 0.0000 409.1148 0.0000 0.2841 0.2841 1439.9995 5 501.7961 0.0000 65.5355 436.2606 0.4551 0.3030 2.1234 205.4547 8173 21492.2871 11.0000 2209.3347 19282.9524 15.3426 13.3909 74.7613 257.9268 8174 21584.9688 11.0000 2226.7618 19358.2070 15.4636 13.4432 75.2977 257.0890 8175 21623.3574 11.0000 2287.6499 19335.7075 15.8865 13.4276 76.9734 251.1998 8176 21584.9688 11.0000 2300.7544 19284.2144 15.9775 13.3918 77.3017 249.4670 8177 21677.6504 11.0000 2392.2712 19285.3792 16.6130 13.3926 79.8446 241.5364 max 20001.9602 16.6130 13.8903 79.8446 1440.0000 total 90864824.0869 28795.7078 63100.5723 178282.9059 5115810.7963 rerata 11109.7985 3.5195 7.7151 21.7932 625.4581 isocron 17.7627 LV 18 Tabel 12 Jalur hidraulik Malakotan A B C D E F G H I Hasil analisa dengan Arc Gis 9.3 Pencatatan hujan dan debit 30 menit Interval waktu adalah 3060 = 1800 Kecepatan lereng lo = 0.08 ms -1 Kecepatan sungai L = 0.8 ms -1 80 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 20 40 60 80 100 120 140 160 180 12:1813:1814:1815:1816:1817:1818:1819:1820:18 C u ra h H u ja n mm D eb it m3 s Waktu Hujan Effektif Debit Pengamatan Debit Simlasi 0.60 Aplikasi MAPDAS untuk Panen Hujan dan Aliran Permukaan serta Karakterisasi Bangunan. Gambar 43menunjukkan simulasi debit aliran permukaan Sungai Paninggahan periode 25 Nopember 2010 menurut Aplikasi Model MAPDAS. Gambar 44 menunjukkan simulasi penurunan debit puncak aliran permukaan Sungai Paninggahan periode 25 Nopember 2010 sebagai respon dari skenario penurunan intensistas curah hujan lebih excess rainfall. Hasil simulasi menunjukkan bahwa berdasarkan masukan total curah hujan sebesar 45.80 mm, debit puncak aliran permukaan Sungai Paninggahan pada periode 25 Nopember 2010 adalah sebesar 160.65 m 3 dtk -1 , terdapat selisih hanya sebesar - 0.06 m 3 dtk -1 dibandingkan dengan debit pengukuran sebesar 160.71 m 3 dtk -1 . Berdasarkan perhitungan hidrolik bendung, diketahui kapasitas maksimum bendung Sungai Paninggahan adalah sebesar 154 m 3 dtk -1 . Dengan demikian terjadi luapan debit puncak sebesar 6.71 m 3 dtk -1 . Berdasarkan aplikasi model hidrologi, maka untuk menurunkan debit puncak sebesar 6.71 m 3 dtk -1 diperlukan pemanenan curah hujan lebih excess rainfall sebesar 0.816 mm, yang setara dengan volume sebesar 48086.88 m 3 . Gambar 43 Simulasi debit aliran permukaan S. Paninggahan periode 25 Nopember 2010. 81 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 20 40 60 80 100 120 140 160 180 12:1813:1814:1815:1816:1817:1818:1819:1820:18 C u rah Hu jan m m Deb it m 3 s Waktu Hujan Effektif Debit Bendung Debit Simlasi 0.57 Ambang Batas Gambar 44 Simulasi penurunan debit puncak aliran permukaan S. Paninggahan periode 25 Nopember 2010 berdasarkan skenario pemanenan curah hujan lebih. Analisa hujan lebih axcess rainfalladalah; intensitas hujan netto maximum In max merupakan jumlah Intensitas bruto di kurangi dengan indeks ф dikalikan dengan waktu hujan, yang dapat ditulis sebagai berikut; In max = ∑I bruto – ф mmmenit t I hav = Selisih In Max imulasi Dimana: In max ; Intensitas hujan netto maximum mm I bruto ; Intensitas hujan bruto mm Ф ; Indeks mmmenit t ; waktu dalam 6 menit I hav ; intensitas Haversting Analisa hujan lebih Acsess Rainfall: Total curah hujan sebelum aplikasi TCH 1 = 5-0.576+5.2-0.576+12.4- 0.576+4.6- 0.566 = 13.616 mm 82 Total curah hujan sesudah aplikasi TCH 2 = 5-0.606+5.2-0.606+12.4- 0.606+4.6-0.66= 12.80 mm Jeluk Panen Hujan JPh = TCH1 – T CH2 JPh = 13.616 – 12.80 JPh = 0.816 mm Volume Panen Hujan VPh adalah JPh di kalikan dengan luas DAS. VPh = 0.8161000 5893 10 4 = 48086.88 m 3 . Tabel 13 Analisis volume panen hujan dan aliran permukaan berdasarkan aplikasi model hidrologi di Paninggahan Data Simulasi Sebelum aplikasi Sesudah aplikasi Intensitas Hujan Bruto mm6menit 5; 5.2; 12.4; 4.6; 5; 5.2; 12.4; 4.6; I ndeks ф mmmenit 0.57 0.60 Interval waktu t menit 6 6 Total Curah Hujan Lebih mm 13.616 12.8 Jeluk Panen Hujan mm 0.816 Volume Panen Hujan m3 48086.88 Analisa yang sama dilakukan pada DAS Malakotan. Gambar 45 menunjukkan simulasi debit aliran permukaan sungai Malakotan periode 22 – 24 Januari 2007 menurut Aplikasi Model MAPDAS.Gambar 46 menunjukkan simulasi penurunan debit puncak aliran permukaan Sungai Malakotan periode 22 – 24 Januari 2007 sebagai respon dari skenario penurunan intensistas curah hujan lebih excess rainfall. Hasil simulasi menunjukkan bahwa berdasarkan masukan total curah hujan sebesar 45.80 mm, debit puncak aliran permukaan Sungai Paninggahan pada periode 22-24 Januari 2007 adalah sebesar 43.53 m 3 dtk -1 , terdapat selisih hanya sebesar 0.008m 3 dtk -1 dibandingkan dengan debit pengukuran sebesar 43.538 m 3 dtk -1 . Berdasarkan perhitungan hidrolik bendung, diketahui kapasitas maksimum bendung Sungai Paninggahan adalah sebesar 33.87 m 3 dtk -1 . Dengan demikian terjadi luapan debit puncak sebesar 9.66m 3 dtk -1 . Berdasarkan aplikasi model hidrologi, maka untuk menurunkan debit puncak sebesar 9.66m 3 dtk -1 diperlukan pemanenan 83 5 10 15 20 25 10 20 30 40 50 60 70 80 21:08 4:38 12:08 19:38 3:08 10:38 18:08 Cura h H uj an m m D ebi t m 3 s Waktu Hujan Effektif Debit simulasi Debit pengamatan 5 10 15 20 25 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 21:08 4:38 12:08 19:38 3:08 10:38 18:08 Cura h H uj an m m D ebi t m 3 s Waktu Hujan Effektif Debit bendung sim 0,29 Debit pengamatan Ambang batas curah hujan lebih excess rainfall sebesar 2.7 mm, yang setara dengan volume sebesar 189622.89 m 3 . Gambar 45 Simulasi debit aliran permukaan S. Malakotan periode 22-24 Januari 2007. Gambar 46 Simulasi penurunan debit puncak aliran permukaan S. Malakotan periode 22-24 Januari 2007berdasarkan skenario pemanenan curah hujan lebih. Berdasarkan data hasil analisis volume panen hujan dan aliran permukaan, jumlah bangunan panen hujan dan aliran permukaan dapat ditetapkan dengan 84 sebelumnya menetapkan asumsi dimensi bangunan dimaksud. Dalam penelitian ini, bangunan panen hujan dan aliran permukaan yang dimaksud adalah embung. Ukuran embung sebaiknya disesuaikan dengan luas daerah tangkapan.Dimensi embung dibuat bervariasi dengan penentuan Volume minimum embung 170 m 3 dengan kedalaman 2-2.5 m Irianto, 2007. Volume embung minimal 260 m 3 dengan kedalaman 2-2.5 m Irianto, 2008. Tinggi tubuh embung tipe graviti atau komposit adalah 6 m, dimana tinggi embung di ukur dari permukaan galian fondasi terdalam hingga puncak tubuh embung Kasiro et al, 1997. Pada penelitian ini kedalaman embung berkisar 3 meter sampai 6 meter dangan volume minimum embung paninggahan 170 m 3 dan Malakotan 500 m 3 . Volume 500 m 3 ditetapkan berdasarkan data lapangan, pada Kab. Solok banyak terdapat embung yang luas minimum 0,08 Ha dan volume sekitar 500 m 3. Data luas embung pada Kab. Solok ada pada lampiran. Berdasarkan kriteria embung seperti luas minimum dan dalam tinggi h embung didapatkan jumlah embung pada suatu DAS.Diketahui volume embung minimum VE min = 170 m 3 dan apabila tinggi embung h adalah; 3, 4, 5, dan 6 meter maka perhitungan berapa jumlah embung pada suatu DAS dengan luas total embung 8014 - 16029 m 2 dengan jumlah 47 - 94 buah embung pada SubDAS Paninggahan. Pada DAS Malakotan Volume minimal embung minimum direncanakan 500 m 3 dengan tinggi embung 6 - 3 m didapatkan luas total embung 31604 - 63208 m 2 dan jumlah embung 63 - 126 buah. Perhitungan Kapasitas Bendung Paninggahan Bendung yang terdapat pada Sungai Paninggahan merupakan suatu bangunan yang digunakan untuk mengatur tinggi muka air. Bentuk bangunan itu adalah merupakan bangunan pengatur ambang lebar yang biasa dipakai disungai Sumatera Barat. Pada bagunan ambang lebar biasanya tinggi energi dan debit bagunan sudah diketahui dengan baik. Dimana dengan melihat perbandingan antara H1 dan L kecil sama dengan 1 Gambar 47. Analisa debit bendung dilakukan untuk penelusuran banjir melalui bendung. Pada penelitian ini analisa debit bendung dipakai sebagai nilai ambang batas jumlah 85 panen hujan dan aliran permukaan yang dapat dipanen.Bendung yang terdapat pada Sungai Paninggahan adalah berupa bangunan pengatur ambang lebar, oleh sebab itu di pakai persamaan hidrolis ambang lebar. 5 . 1 3 2 3 2 bH g Cd Q  dimana : Q: debit m 3 s Cd : koefisien debit ambang lebar = 1.03 b : lebar mercu m H: tinggi air diatas mercu m g: percepatan gravitasi =9.81 mdt 2 dimana pada persamaan diatas koefisien kecepatan datang adalah 1.0 Pencatatan debit pada tgl 10 November 2010 adalah; tinggi air H ; 2. m maka; Q = 1.03 x 23 x 23x 9.81 0.5 x 31 x 2. 1.5 = 153.9719 m 3 dt = 154 m 3 dt Gambar 47 Bendung sebagai pengatur tinggi muka air . L H1 86 Perhitungan Kapasitas Bendung Malakotan Pada Sungai Malakotan tidak terdapat bendung, untuk menentukan ukuran debit. Bagunan untuk menentukan ukuran debit bisa dianggap sama dengan yang terdapat di sungai Paninggahan yaitu bagunan ambang lebar. Gambar 48 adalah foto Sungai Malakotan sebagai tempat pemasangan Aws dan Awlr yang dibagun oleh BPDAS Agam Kuantan. Berdasarkan pesamaan Ambang Lebar berdasarkan pengukuran profil sungai dan debit maka apabila tinggi sungai H adalah 1.5 m, Lebar b 10.5 m maka; Q = 1.03 x 23 x 23x 9.81 0.5 x 10.5 x 1.5. 1.5 = 33.87 m 3 dt = 34 m 3 dt Gambar 48 Lokasi AWLR Sungai Malakotan. Analisis Zona Prioritas Implementasi Sistem Panen Hujan danAliran Permukaan Berdasarkan aplikasi SIG menggunakan perangkat lunak ArcGIS, karakterisasi pdf waktu tempuh butir hujan di sub DAS Paninggahan dan Malakotan dapat 87 diidentikasi berdasarkan analisis isochrone. Dari hasil analisis tersebut, rekomendasi implementasi sistem panen hujan dan aliran permukaan sebaiknya dilakukan pada zona yang berjarak antara 8 -11 km dari outlet pada sub DAS Paninggahan dan 13 – 17 km dari outlet pada sub DAS Malakotan Gambar 49 dan 50 Identifikasi zona prioritas untuk embung akan dilakukan berdasarkan analisis fungsi kerapatan probabilitas probability density function, pdf panjang jaringan sungai. Fungsi kerapatan probabilitas jaringan sungai merepresentasikan sebaran probabilitas waktu tempuh butir hujan dari titik jatuhnya hingga mencapai outlet. Pada Paninggahan PDF dengan nilai 0.14 merupakan perioritas utama pembagunan embung terletak pada dengan jarak 10 km dari outlet dengan luas 762 ha., perioritas ke 2 yang berjarak 8 km dari outlet luas 647 ha, dan yang ke 3 adalah dengan jarak 9 km dari outlet dengan luas 644 ha. 88 - 0.02 0.04 0.06 0.08 0.10 0.12 0.14 0.16 50 150 250 350 450 550 650 750 850 P D F lua s is o k ro n ha Jarak dari outlet Km ISHOCRONE PDF Gambar 49 Karakteristik PDF dan Isokron zona prioritas Pengelolaan DAS Paninggahan Pembagunan embung pada DAS Malakotan tersebar pada jarak 13 - 18 Km dari outlet. Prioriatas utama berjarak 17 km dari autlet, luas 513 ha. Prioritas kedua berjarak 13 km dari outlet dengan luas 506 ha. Prioritas ke 3 berjarak 16 km dari outlet dengan luas 481 ha. Prioritas 4 berjarak 17.8 km dengan luas 478.71 ha . Prioritas 5 berjarak 14 km dari outlet dengan luas 478.25 ha. 89 Gambar 50 Karakteristik PDF dan Isokron zona prioritas Pengelolaan DAS Malakotan Penentuan prioritas pada kawasan DAS adalah sangat membantu pengambil kebijakan untuk melakukan perbaikan lahan yang telah mengalami degradasi dan itu menjadi hal penting, pelaksanaan pebaikan lahan yang sangat membutuhkan biaya dan tenaga yang banyak. Untuk menekan keperluan biaya, penentuan identifikasi zona prioritas adalah solusi yang sangat baik. Zona prioritas embung adalah kawasan yang diidentifikasi sebagai zona yang sangat berpengaruh terhadap effektifitas pembagunan embung dalam memulihkan fungsi hidrologis suatu DAS. Penyebaran embung pada DAS Paninggahan dan Malakotan dapat dilihat pada Gambar 51 dan 52. 0.00 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 0.08 0.09 50 150 250 350 450 550 19 14 34 05 49 77 61 50 72 73 84 10 95 45 10 625 11 590 12 447 13 319 14 226 15 148 16 081 16 942 17 767 18 807 PD F Lu as Isok ro n H a Jarak dari outlet Km ISHOCRONE PDF 90 Gambar 51 Penyebaran embung, reboisasi dan penghijauan di DAS Paninggahan. Gambar 52 Penyebaran embung, reboisasi dan penghijauan DAS Malakotan. 91 Dampak Implementasi Teknologi pada TMA Danau Singkarak Pembagunan embung, reboisasi dan penghijauanseperti yang telah disajikan pada gambar 49 s.d 52. Dampak pembagunanan ini terhadap Danau Singkarak adalahterjadinya perubahan tinggi muka air danau karena adanya pengurangan volume air yang masuk ke danau. Pada musim hujan air akan berkurang masuk ke danau dan pada musim kemarau air akan tetap mengalir ke danau, karena air yang ditahan akan mengalir perlahan ke danau. Dinamika Populasi dan Perubahan Penggunaan Lahan pada DTA Singkarak Hasil simulasi pertumbuhan penduduk menunjukkan terjadi peningkatan yang disajikan pada Tabel 14 berikut. Tabel 14 Perubahan jumlah penduduk di tiap DAS Bulan DAS Sumani Sumpur Paninggahan Singkarak 1 52,799 43,305 5,363 62,854 13 62,936 51,620 6,393 74,922 25 75,020 61,531 7,620 89,307 37 89,424 73,344 9,083 106,454 49 106,594 87,426 10,827 126,893 61 127,059 104,212 12,906 151,257 73 151,455 124,221 15,384 180,298 85 180,534 148,072 18,338 214,915 97 215,197 176,501 21,858 256,179 109 256,515 210,390 26,055 305,365 121 305,765 250,784 31,058 363,995 Hasil simulasi model dinamik program stella. Berdasarkan tabel di atas, pada tahun 2019 atau bulan ke 121 bahwa:1 DAS Sumani jumlah penduduk meningkat sampai lebih dari 300 ribu orang, 2 DAS Sumpur Kudus jumlah penduduk mengalami peningkatan sampai dengan 250 ribu orang, 3 DAS Paninggahan jumlah penduduk meningkat sampai dengan 31 ribu orang, dan 4 DAS Singkarak jumlah penduduk meningkat sampai dengan 363 ribu orang. 92 Peningkatan jumlah penduduk akan mempengaruhi kebutuhan lahan pertanian. Selisih antara kebutuhan lahan pertanian dengan alokasi lahan untuk pertanian akan mengakibatkan peluang konversi hutan Tabel 15. Pada model ini dilakukan konversi hanya pada lahan terbuka dan semak belukar, yang jumlahnya tidak begitu luas. Pada penggunaan lahan untuk pertanian lahan kering yang jumlahnya cukup banyak tidak dilakukan, karena pertanian adalah merupakan daerah yang dianggap bermanfaat bagi masyarakat. Berdasarkan Tabel 15 di atas terlihat bahwa peluang konversi terbesar ada pada DAS Paninggahan dan Singkarak. Pada bulan proyeksi ke 61 DAS Paninggahan membutuhkan 72 hektar dan terus bertambah sampai dengan seribu hektar di tahun 2019. Pada DAS Singkarak peluang konversi hutan akan terjadi di bulan ke 73 dan terus meningkat mencapai 15 ribu hektar di tahun 2019. Peluang konversi lahan tentunya akan mempengaruhi luas peruntukan lahan. Diasumsikan bahwa sekitar 70 lahan hutan akan dikonversi untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Kalibrasi dan Validasi Model Dinamika TMA Danau Singkarak dengan Program Stella Berdasarkan pengamatan BPSDA Sumatera Barat dari tahun 1999-2003 ternyata volume danau berkisar 250 juta meter kubik sampai 400 juta meter kubik, dengan elevasi muka air danau berkisar 360-363 m dari permukaan laut mdpl Gambar53. 93 Tabel15 Peluang konversi hutan untuk pemenuhan kebutuhan lahan pertanian Hasil simulasi model dinamik program stella. Bulan Alokasi Lahan Pertanian x 1000 ha Kebutuhan Lahan Pertanian x 1000 ha Peluang Konversi Hutan x 1000 ha Sumani Sumpur Paning- gahan Sing- karak Sumani Sumpur Paning- gahan Sing- karak Sumani Sumpur Paning- gahan Sing- karak 1 31.41 9.85 0.61 12.33 4.05 0.31 0.28 4.83 27.35 9.54 0.33 7.50 13 31.41 9.84 0.61 12.33 4.83 0.37 0.34 5.75 26.57 9.47 0.27 6.58 25 31.41 9.83 0.61 12.33 5.76 0.44 0.40 6.86 25.65 9.40 0.21 5.47 37 31.41 9.83 0.61 12.33 6.87 0.52 0.48 8.18 24.54 9.30 0.13 4.16 49 31.41 9.82 0.61 12.33 8.19 0.62 0.57 9.75 23.22 9.19 0.04 2.59 61 31.41 9.81 0.61 12.33 9.76 0.74 0.68 11.62 21.65 9.07 0.07 0.72 73 31.41 9.80 0.61 12.33 11.63 0.89 0.81 13.85 19.78 8.91 0.20 1.51 85 31.41 9.79 0.61 12.33 13.87 1.06 0.97 16.51 17.54 8.74 0.36 4.17 97 31.41 9.78 0.61 12.33 16.53 1.26 1.15 19.67 14.88 8.53 0.55 7.34 109 31.41 9.78 0.61 12.33 19.70 1.50 1.38 23.45 11.71 8.28 0.77 11.12 121 31.41 9.77 0.61 12.33 23.48 1.79 1.64 27.95 7.92 7.98 1.03 15.62 94 362.62 362.56 361.93 361.95 362.56 361.38 360.55 361.17 362.19 361.31 362.88 362.18 363.05 362.49 362.38 355 356 357 358 359 360 361 362 363 364 365 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 Ja n- 99 F eb M ar A pr M ei Jun J ul A gt S ep O k t N o p D es Ja n- 00 F eb M ar A pr M ei Jun J ul A gt S ep O k t N o p D es Ja n- 01 F eb M ar A pr M ei Jun J ul A gt S ep O k t N o p D es Ja n- 02 F eb M ar A pri l M ei Jun J ul A gus S ep O kt N op D es Ja n- 03 F eb M ar A pri l M ei Jun J ul A gs S ept O kt N op D es E L E V A S I M V OLUM E J U T A M 3 BULAN INFLOW OUTFLOW ELEVASI M.A. DANAU Gambar 53 Elevasi muka air danau berdasarkan air masuk dan keluar dari Danau Singkarakperiode 1999-2003 BPSDA 2004. Perubahan volume danau dan elevasi berfluktuasi dari tahun ke tahun, dengan elevasi muka air danau minimum 360 mdpl. Pada Gambar 58 juga menunjukkan bahwa dengan permukaan air danau minimum 360 mdpl tidak mendatangkan masalah untuk memenuhi kebutuhan air S. Ombilin untuk irigasi dan kebutuhan PLTA Singkarak yang mengalir ke S. Anai. Simulasi model dinamik dengan memakai program STELLA dilakukan untuk melihat perubahan TMA danau, yang disebabkan oleh perubahan air masuk dan keluar dari danau serta perubahan endapan sedimen seperti disajikan pada Gambar 54 dan 55. 95 Sedimentasi SedimentasiRate Sedimen runoff erosi LUC VolumeDanau Luas Danau DataTMA DAS KoefisienSedimentasi Hutan Perkebunan Sawah Pemukiman SemakBelukar Pertanian TanahTerbuka DampakEmbungErosi Embung ErosiLUCEmbung DampakEmbungkeRunoff TinggiEmbung JumlahEmbung RealisasiPembuatanEmbung Fisik Danau Gambar 54 Model dinamik perubahan elevasi muka airDanau Singkarak yang disusun dalam program STELLA. 96 360 360.5 361 361.5 362 362.5 363 363.5 5 10 15 20 25 30 TM A d an au m d p l BULAN model pengukuran Kalibrasi model dinamik STELLA untuk menentukan TMA danau periode 1999-2002, yang disajikan pada Gambar 55. Gambar 55 Kalibrasi model TMA Danau Singkarak periode 1999-2000 berdasarkan aplikasi model dinamik memakai program STELLA. Kalibrasi model diperlihatkan oleh Gambar 60 menggunakan data tahun 1999 s.d 2000 24 bulan. Hasil kalibrasi model dinamik dengan STELLA menunjukkan bahwa data pengukuran tidak berbeda nyata dengan model. Nilai koefisien kemiripan besar dari 95 NASH dan SUTCLIFFE 1970 Validasi mengunakan data 2000 s.d 2004, mmenunjukan bahwa hasil pengukura dan prediksi model tidak berbeda nyata Gambar 56.Nilai koefisien besar dari 95 NASH dan SUTCLIFFE 1970. Hasil model yang sudah di validasi akan dipergunakan untuk prediksi model periode 10 tahun kedepan periode 2009-2029, dengan skenario-skenario embung, rebosasi dan penghijauan. Penghijauan dilakukan pada daerah pertanian sedangkan reboisasi dilakukan di hutan. 97 357 358 359 360 361 362 363 364 Jan Mar May Ju l Sep No v Jan Mar May Ju l Sep No v Jan Mar May Ju l Sep No v Jan Mar May TM A d an au m d p l BULAN simulasi model pengukuran Gambar 56 Validasi TMA Danau Singkarak periode 2000-2004 berdasarkan aplikasi model dinamik memakai program STELLA. Fluktuasi elevasi permukaan danau ini disebabkan karena perbedaan jumlah air yang masuk danau.Fluktuasi ini memperlihatkan bahwa air danau tidak seimbang sepanjang tahun, dan ini disebabkan karena adanya musim kering dan basah. Pada musim basah muka air danau akan tinggi dan pada musim kering akan terjadi penurunan muka air danau. Untuk mengatasi fluktuasi muka air danau yang pada masa-masa tertentu terjadi kekeringan dilakukan rehabilitasi lahan untuk menahan air di lahan. Pada daerah ini ada beberapa daerah yang kering diantaranya daerah 10 Koto Singkarak desa Kacang, Tanjuang Alai dan desa muaro pane. Saat penelitian dilakukan berdasarkan informasi masyarakat bahwa pada daerah ini sudah hampir 1 tahun tidak turun hujan. Embung dan reboisasi mengurangi air dan sedimentasi yang masuk ke danau melalui aliran permukaan. Jumlah air dan sedimen danau berkurang sedikit sekali. Pengurangan air dan sedimen danau berdasarkan jumlah air yang ditahan pada embung dan adanya reboisasi. Air yang ditahan pada embung adalah berkisar 170 m 3 – 500m 3 pada saat kejadian hujan. Reboisasi hanya pada penggunaan lahan semak 98 358.5 359 359.5 360 360.5 361 361.5 362 362.5 363 363.5 1 6 11 16 21 26 31 36 41 46 51 56 61 66 71 76 81 86 91 96 1 1 1 6 1 1 1 1 1 6 Fi n al T M A da na u m dp l BULAN tps ps Linear tps Linear ps belukar dan tanah terbuka. Jumlah penggunaan lahan semak dan lahan terbuka pada DAS sekitar 2.8 dari luas DTA Singkarak 114.172 ha. Simulasi dan Prediksi Model Dinamika TMA Danau Singkarak dengan Program Stella Model dinamik STELLA dapat melakukan prediksi TMA danau. Prediksi TMA Danau Singkarak setelah dilakukan pembuatan embung, reboisasi dan penghijauan untuk periode 2009 s.d 2029 10 tahun kedepan Prediksi model dinamik disajikan pada Gambar 57. Keterangan: Tps, tidak pakai skenario; Ps, pakai skenario. Gambar 57 Prediksi model TMA Danu Singkarak Periode 2009-2029 berdasarkan skenario implementasi teknologi pembuatan embung, reboisasi dan penghijauan. Gambar 57 menunjukkan bahwa sebelum realisasi embung, reboisasi dan penghujauan mulai daribulan 0 s.d 25 muka air danau berfluktusi sama antara prediksi yang memakai skenario dengan yang tidak memakai skenario. Maksud model ini adalah bahwa pada bulan 0 s.d 25 embung dan reboisasi sedang dilaksanakan. Pada bulan ke 25 dan sampai bulan 121 selama 8 tahun embung dan reboisasi sudah beroperasi. Hasil prediksi menunjukkan bahwa TMA danau pada saat 99 embung, reboisasi dan penghijauan sudah terlialisasi tidak pernah lebih kecil dari 360 mdpl. Penurunan TMA ini memang demikian halnya karena sebenarnya air yang ditahan dilahan perlahan lahan akan mengalir ke danau sehingga pada suatu saat air akan mengisi danau kembali, karena water yield dari tahun ketahun adalah sama. Oleh sebab itu pada daerah tangkapan air sangat perlu pengelolaan distribusi air pada DAS. Air pada saat hujan akan ditahan di lahan agar tidak terjadi banjir, tapi air akan mengalir perlahan dalam jangka panjang dan dalam areal luas yang tidak berubah, sehingga dapat meningkatkan jumlah air di hilir. Pengertian dari pengaturan distribusi air yaitu air akan mengalir kedanau pada kapasitas dan waktunya. Pada musim hujan air yang mengalir tidak tinggi dan dimusim kemarau tidak rendah, sehingga perbedaan elevasi antara musim kemarau dan hujan tidak jauh berbeda stabil dari tahun ke tahun. Skenario yang dilakukan adalah pada embung pembuatan dan kedalaman embung dan reboisasi yaitu berupa jumlah tutupan hijau minimum dalam hal ini sebesar 30. Indikator pemelihan skenario terbaik adalah semakin kecil nilai selisih TMA semakin baik angka perubahan antara kondisi business as usual. Skenario pada model dinamik Stella untuk mendapatkan tinggi muka air Danau Singkarak yang optimal adalah pada kondisi: 1 reboisasi pada luas minimum 40 persen 2 pembagunan embung 100 persen, 3 tinggi embung 3 meter. Persamaan model analisa model dinamik Stella terdapat Lampiran 6, skenario TMA danau pada Lampiran 7. 100 101 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Karakteristik biofisik DAS Singkarak terdiri atas topografiyang curam dengan kemiringan lereng 30-100, tutupan hutan hanya sebesar 25 dandan tanah di dominasi oleh andosol, inseptisol dan ultisol dengan kerapatan drainase berkisar 3,8 mha -1 pada DAS Paninggahan 2,64 mha -1 pada Malakotan. Curah hujan pi tahunan rata-rata 2800 mm, koefisien aliran permukaan tahunan adalah 22, tetapi pada bulan basah mencapai 45 2. Sistem panen hujan dan aliran permukaan berupa pembuatan embung, reboisasi dan penghijauan dapat menurunkan tinggi muka air danau pada musim hujan dan menaikan tinggi muka air pada musim kemarau. Pada DAS Paninggahandiperlukan panen hujan sebesar 0.816 mm atau setara dengan 48086 m3, dengan luas pembuatan embung berkisar dari 8014 – 16029 m 2 dengan jumlah 47-94, danpada DAS Malakotan diperlukan panen hujan sebesar 2.7 mm atau setara 189622 m3, dengan luas berkisar dari31604 - 63208 m 2 sehingga diperlukan pembuatan embung sejumlah 63-126. 3. Model aliran permukaan untuk menahan resiko banjir dan kekeringan yang efektif adalah kombinasi model MAPDAS dan sistem informasi georafi SIG. Lokasi pembagunanembung, reboisasi dan penghijauan pada zona yang berjarak 8-11 Km dari outlet di Paninggahan, dan12-17 Km dari outlet pada Malakotan. 4. Dampakimplementasi sistem panen hujan terhadap tinggi muka air danau, adalah tercapainya kestabilan muka air danau, dengan tinggi minimum tidak kurang dari 360 mdpl dan maksimum 363 mdpl. Kondisi ini tidak menyebabkan masalah untuk memenuhi kebutuhan air irigasi S.Ombilin dan PLTA Singkarak yang mengalir ke S. Anai. 102 Saran Disarankan untuk melakukan penelitian lanjutan pada DAS lain yang sama bertujuan untuk menvalidasi rekomendasi implementasi sistem panen hujan dan aliran permukaan. Penelitian difokuskan pada analisis sensivitas pengaruh perkembangan jumlah dan sebaran bangunan sistem panen hujan terhadap karakteristik hidrologis DAS. Berdasarkan model dinamik dikawasan DTA Singkarak, aplikasi teknologi rehabilitasi lahan berupa embung dan reboisasi sebaiknya dilaksanakan dengan baik, agar kondisi air dapat lestari. Perlu kajian lanjutan untuk mempelajari validitas model dinamik dalam mensimulasi dinamika TMA Danau Singkarak. 103 DAFTAR PUSTAKA Abdurachman A. 2007. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya LahanPertanian. Jalan Ir. H. Juanda No. 98, Bogor 16123, Pengembangan Inovasi Pertanian 12. 2008; 105-124. Abdurrachman A, S Sutono, N Sutrisno. 2005. Teknologi Pengendalian Erosi Lahan Berlereng dalam Teknologi Pengelolaan Lahan Kering; Penyunting: Abdurrachman Adimihardja dan Mappaona. Puslitanak, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Bogor. Hal. 101-140. Agus F, E Surmaini, N Sutrisno. 2002. Teknologi hemat air dan irigasi suplemen. Hal. 239-264 dalam Abdurachman et al. eds. Teknologi Pengelolaan Lahan Kering. Menuju Pertanian Produktif dan ramah Lingkungan. Pusat Penelitian da Pengembangan Tanah dan Agrolimat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. AgusF, Farida, MV Noordjwik, Eds. 2004. Hydrological Impacts of Forest, Agroforestry and Upland Cropping as a Basis for Rewarding Environmental Service Providers in Indonesia. Proceedings of a workshop in PadangSingkarak, West Sumatra, Indonesia. 25-28 February ICRAF-SEA. Bogor. Asdak C. 1995. 2002.Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gajah Mada University Yogyakarta. 571 hal. Arsyad S. 1989; 2006. Konservasi Tanah dan Air, Penerbit IPB IPB Press. Bogor. . Balitklimat dan PJT II. 2003. Pengaruh Perubahan Tutupan Lahan Terhadap Aliran Permukaan, Sedimen dan Produksi Air Daerah Aliran Sungai. Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi. Bogor. Balitklimat. 2005. MAPDAS Model Aliran Permukaan Daerah Aliran Sungai. Perangkat lunak beserta Manual. Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrolog. Bogor. Balitklimat. 2005. Sistem Informasi Sumberdaya Iklim dan Air. Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, Bogor . 177 hal. Coskun HG, U Alganci, G Usta. 2008.Analysis of Land Use Change and Urbanization in the Kucukcekmece Water Basin Istanbul, Turkey with Temporal Satellite Data using Remote Sensing and GIS. Sensors. 8. 7213-7223. 104 De la Crétaz AL, PK Barten. 2007. Land Use Effects on Streamflow and Water Quality in the Northeastern United States. CRC Press. Florida-USA. Dirjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan. 1998. Keputusan No. 041KptsV1998, Tanggal 21 April 1998. Pedoman Penyusunan Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Daerah Aliran Sungai. Departemen Kehutanan. Jakarta. Direktorat Kehutanan dan Konservasi Sumberdaya Air. 2006. Kajian Model Pengelolaan Daerah Aliran Sungai DAS Terpadu. Jakarta. kehutananbappenas.go.id atau edieffendiyahoo.com. 6 desember 2007 Ditjen Pengairan Departemen Pekerjaan Umum. 1986.KP-01 Kriteria Perencanaan Jaringan Irigasi.C.V. Galang Persada, Bandung. FAO. 1991. Crop Water Requirement. Programm. FAO Rome. FAO. 1976. A Framework for land evaluation. Soil Bull. No. 32. FAO Rome. Farida, MV Noordwijk. 2004. Analisis Debit Sungai Akibat Alih Guna Lahan dan Aplikasi Model Genriver pada DAS Way Besai, Sumberjaya. AGRIVITA Vol 26. No.1. World Agroforestry Centre, ICRAF SE Asia. Bogor. Faridaet al. 2005. Rapid Hydrological Appraisal RHA of Singkarak Lake in the Context of Rewarding Upland Poor for Environmental Services RUPES. Bogor. Working Paper. Helmi. 2003. Aspek Pengelolaan Terpadu Sumberdaya Air Integrated Water Resources Management - IWRMdalam Pebaharuan Kebijakan Menuju Pengelolaan Sumberdaya Air yang Berkelanjutan di Indonesia, Makalah dalam Seminar Nasional Menuju Pengelolaan Sumberdaya Air yang Berkelanjutan. Padang. Hu D et al. 2008. Analyzing Land Use Changes in the Metropolitan Jilin City of Northeastern China Using Remote Sensing and GIS. Sensors, 8. 5449-5465. Subarkah I. 1980. Hidrologi untuk Perencanaan Bagunan Air. Penerbit Idea Darma. Bandung. Irianto G. 2007. Pedoman teknis konservasi air melalui pengembangan embung. Dinas Pertanian, Jakarta. Irianto G. 2008. Pedoman umum konservasi air. Dinas Pertanian, Jakarta. 105 Kartiwa B, Suciantini, N Sutrisno, Nasrullah, G Irianto. 2004. Analisis Alih Fungsi Lahan dan Keerkaitannya dengan Karakteristik Hodrologi DAS Krueng Aceh.Laporan akhir. Balitklmat dan Lapan. Bogor. Kartiwa B. 2005. Pemodelan Debit Aliran Permukaan Pada Skala DAS. Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi. Tidak dipublikasikan. Bogor. Kartiwa B. 2008. Promoting Ecosystem Services Value from Hydrological Processes in the Gedepahala Bodiversity Corridor. Conservation International Indonesia. Laporan akhir. Balitklimat. Bogor. Kasiro I, W Adhidarma, BS Rusli, CL Nugroho, Sunarto. 1997. Pedoman Kriteria Desain Embung Kecil untuk Daerah Semi Kering di Indonesia. PT. Medisa, Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta. Kodoatie RJ, M Basoeki. 2006. Kajian Undang-Undang Sumberdaya Air. Andi Yogyakarta. Kadoatie RJ, R Sjarief. 2005. Pengelolaan Sumberdaya Air Terpadu. Andi Yogyakarta. Liamas J. 1993. Hydrologie Generale – Principes et Application. Gaetan Morin Editeur. Boucherville. Quebec. Canada. 527p. Linsley RK, JB Franzini. 1989. Teknik Sumberdaya Air. Penerbit Airlangga, Jakarta. Manafe ADJ. S Kaunang, BC Carterius, F Benu. 1993. Dampak Pembangunan Embung terhadap Lingkungan di Kabupaten Timor Tengah Selatan. Laporan Penelitian Pusat Studi Lingkungan Universitas Nusa Cendana, Kupang. Nash JE, Sutcliffe JV. 1970. River flow forecasting through conceptual models, 1, a discussion of principles. J. Hydrol. 10 1, 282-290. Niola BP. 1993. Permasalahan di Sekitar Embung Model NTT di Timor. Prosiding Seminar Pengelolaan Tata Air dan Pemanfaatannya dalam Satu Kesatuan Toposekuens. Cilacap, 7-8 Oktober 1993. Perhimpi-Badang Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Oldeman LR, I Las, Muladi. 1980. The Agroclimatic Maps of Kalimantan, Maluku, Irian Jaya and Bali, West and East Nusa Tenggara. Contributions No. 60, Central Research Institute for Agriculture. Bogor. 32p. Renschler CS. 2004.GeoWEPP ArcX 2004.3 Tutorial. University of Buffalo The StateUniversityofNewYork,http:www.geog.buffalo.edu~renschgeoweppdoc 106 umentsGeoWEPP20Tutorial20ArcX202004.3.pdf, diakses 18 April 2006. Roche M. 1963. Hydrologie de surface. ORSTOM. Gauthier-Villars, Paris. 430 p. Root TL, DPMacMynowski, MD Mastrandrea, SH Schneider. 2005. Human- Modified temperatures induce species changes. combined attribution, Proceedings of the National Academy of Science 102:7465-7469 Schmitz dan Tameling. 2000. Modelling erosion at different scales, A. Preliminary Virtual Exploration of Sumber Jaya Watershed. International Center For Soil Research in Agroforestry ICRAF, Bogor. Unpublislished Shuttle Radar Topography Mission SRTM, Fact Sheet 071-03 June 2004. 2004.USGSEROSDataCenter. http:mac.usgs.govisbpubsfactsheetsfs07103.html, diakses 6 Juli 2010 Sinukaban N. 1997. Penggunaan Model WEPP untuk memprediksi erosi. Dalam Collete Information and Analyzed Assessment Effect on Land Use on Soil Erosion. Pusat penelitan hutan. tidak dipublikasikan Sinukaban N. 2000. Analysis of Watershed Function Sediment Transfer Across Various Type of Filter Strips. South East Asia Policy Research Working Paper No 7. World Agroforestry Centre ICRAFSEA, Bogor, Indonesia Sidle RC, AS Dhakal. 2003. Recent advences in the spatial and temporal modeling of shallow landslides. In: Procedings of the 2003 MODSIM Conference, Townsville, Australia, Ed. Post, D., pp 602-607. Subagiono K. 2006. Analisis Hidrometeorologi untuk Mendukung Pengelolaan Lahan Berkelanjutan di Basin Singkarak. Studi kasus di Sub DAS Paninggahan dan Muaro Pinggai. Laporan akhir. Balitklimat dan Icraf. Bogor. Stern N. 2006. The Stern Review on Economics of Climate Change. http:www.sternreview.org.uk. Sri Harto Br. 1981.Mengenal Dasar-Dasar Hidrolog Terapan.Keluarga Mahasiswa Teknik Sipil, Yogyakarta. Sri Harto Br. 1993.Hidrologi Teori – Masalah – Penyelesaian. Nafiri Offset, Yogyakarta. Sri Harto Br. 2000. Analisa Hidrologi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 107 Soewarno. 1991. Hidrologi, Pengukuran dan Pengolhan Data aliran Sunga Hidrometri. Penerbit Nova, Bandung. Soewarno. 1995. Hidrologi, Aplikasi Metode Statistik Untuk Analisa Data. Penerbit Nova, Bandung. Soemarto CD. 1987. Hidrologi Teknik. Usaha Nasional. Surabaya. Sosrodarsono S, K Takeda. 1978. Hidrologi untuk pengairan. PT. Pradnya Paramita. Jakarta. Suroso, H A Susanto. 2006. Pengaruh Perubahan Tataguna Lahan Terhadap Debit Banjir Daerah Aliran Sungai Banaran.Jurnal Teknik Sipil, Vol. 3, No. 2, Juli 2006. Yogyakarta. Suripin. 2004. Pelestarian Sumberdaya Tanah dan Air. Andi Offset. Yogyakarta. Suciatini, Y Apriana, E Surmaini, Darmmidjati. 2001. Analisis Wilayah Raan Kekeringan Propinsi Sumatera Barat.Hal 307-327 dalam Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan Pupuk. Buku II. Cisarua – Bogor, 30 – 31 Oktober 2001. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor. Troeh FR, JA Hobs, RL Donahue. 1991. Soil and Water Conservation. Prentice Hall, Inc. A Division of Simon Schuster. Enggewood Chliffs, New Jersey. Tarigan SD, N Sinukaban. 2000. Peran Sawah sebagai Filter Sedimen: Studi Kasus di DAS Way Besai, Lampung. Prosiding Seminar Nasional Multifungsi Lahan Sawah. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat bekerjasama dengan MAFFI Jepang dan Sekretariat ASEAN. Van MN et al. 2004. Peranan Agroforestri dalam Mempertahankan Fungsi Hidrologi Daerah Aliran Sungai DAS. AGRIVITA Vol. 26 No.1. World Agroforestry Centre, ICRAF SE Asia. Bogor. Van MN. 2005. RUPES typology of environmental service worthy of reward. RUPES working paper. ICRAF-Southeast Asia. Bogor. Wilson EM. 1993.Hidrologi Teknik terjemahan, Penerbit ITB Bandung. 108 LAMPIRAN 109 Lampiran 1 Tabel Elevasi Muka Air Danau Singkarak. Lmpiran 1 Kontur kedalaman Danau Singkarak BPSDA Sumatera Barat. Elevasi Danau Singkarak tahun 1999-2009 TAHUN Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des 1999 363 363 363 362 362 361 361 362 362 362 363 363 2000 363 362 362 362 361 361 361 361 361 361 361 363 2001 362 362 362 362 362 362 362 362 361 361 361 360 2002 361 361 363 362 363 363 362 362 362 362 362 362 2003 364 363 363 363 363 362 362 362 362 362 362 362 2004 362 362 362 363 363 362 362 361 361 361 362 363 2005 363 363 363 362 363 362 362 362 361 361 361 360 2006 363 362 362 363 363 362 362 363 363 363 362 362 2007 364 364 362 363 363 362 362 362 361 361 362 363 2008 362 362 363 362 362 362 362 362 362 361 361 362 2009 363 362 362 362 361 362 361 361 361 360 361 362 110 1992 1905 2493 2510 3121 2050 1993 3284 2346 3931 3936 3050 1994 2266 2687 2706 2609 3264 1995 2762 2402 3241 2370 3774 1996 2280 2409 2119 4015 2821 1997 3491 1456 1410 1747 2476 1998 2985 2851 2559 4442 1999 3402 2128 1552 2832 2000 2497 2803 3131 962 3304 2001 1943 1741 1453 1432 2057 2002 1840 4665 3025 3480 2003 1777 2764 1728 3084 2004 3223 1448 2084 2093 2005 1755 852 3415 2006 3152 2436 3646 2130 2007 2077 1938 2008 1915 1547 2009 1837 1177 Bukit Sundi Lembang Jaya Sukarami Sumani Saniang Bakar Tahun Lampiran 2 Hujan Tahunan Stasiun di DTA Singkarak 111 Lampiran 2 Hujan Bulanan Stasiun Sumani di DTA Singkarak Th Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sept Oct Nov Dec Total CH 1 2009 139.6 133.5 351.2 134.7 31 51.9 17.4 181 87.5 176.4 234.4 299.8 1838 2 2008 71.4 64.5 316.1 157 68.9 234.5 185.1 323.7 95.2 210.6 45.6 147.9 1921 3 2007 254 101 118 169 52 224 128 174 211 194 19 296 1938 4 2006 225 245 104 66 125 166 93 127 172 93 293 421 2130 5 2005 6 2004 233 41 103 370 25 27 181 28 42 280 431 332 2093 7 2003 8 2002 9 2001 114 131 81 143 92 50 66 30 206 213 151 157 1432 10 2000 156 17 88 18 112 46 117 165 162 81 962 11 1999 140 84 18 19 180 107 113 75 302 224 116 175 1552 12 1998 145 255 201 32 54 67 737 93 59 180 738 2559 13 1997 146 298 241 43 137 88 253 108 238 112 83 1747 14 1996 363 168 221 410 36 431 381 303 542 544 254 362 4015 15 1995 303 262 111 229 230 91 178 212 215 187 76 277 2370 16 1994 300 257 122 175 249 215 133 97 62 82 645 274 2609 17 1993 151 176 134 280 540 267 403 245 311 590 490 349 3936 18 1992 179 318 183 233 539 78 449 95 184 83 588 194 3121 total 198 163 157 190 157 145 173 203 186 217 260 293 1901  Tidak ada data 112 Lampiran 3. Zona iklim di DTA Singkarak Nama Sta: Sumani No.Sta: 5012 NamaSta Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Tahunan BK100 BB200 BK=60 BB100 Q Tipe Hujan Schmidt- Ferguson, 1951 1990 26 162 225 125 10 81 166 172 272 1239 6 2 E -3 5 6 83 D 1991 277 132 423 278 238 223 58 112 146 117 787 869 3660 1 7 B -1 1 11 9 A 1992 179 318 183 233 539 78 449 95 184 83 588 194 3123 3 5 C -2 9 A 1993 151 176 134 280 540 267 403 245 311 590 490 349 3936 9 A 12 A 1994 300 257 122 175 249 215 133 97 62 82 645 274 2611 3 6 C -2 9 A 1995 303 262 111 229 230 91 178 212 215 187 76 277 2371 2 7 B -2 10 A 1996 146 298 241 43 137 88 253 108 238 112 83 1747 4 4 D -3 2 8 25 B 1997 116 15 172 241 278 25 77 34 35 15 1008 8 2 E -4 7 4 175 F 1998 145 255 201 32 54 67 737 93 59 180 738 2561 6 4 D -3 4 6 67 D 1999 140 84 18 19 180 107 113 75 302 224 116 175 1553 4 2 E -3 2 8 25 B 2000 156 17 88 18 112 46 117 165 162 81 962 7 5 5 100 D 2001 114 131 81 143 92 50 66 30 206 213 151 157 1434 5 2 E -3 2 7 29 B 2002 144 42 210 241 124 57 94 109 134 114 239 306 1814 3 4 D -2 2 9 22 B 2003 349 63 248 345 71 70 129 69 126 1470 7 3 D -4 3 5 60 C 2004 233 61 103 377 25 27 163 28 99 280 431 329 2156 5 5 C -3 3 7 43 C 2005 226 146 247 180 200 170 282 374 469 439 447 244 3424 8 B -1 12 A 2006 288 268 370 267 127 210 152 260 252 191 394 434 3213 9 A 12 A 2007 254 101 118 169 52 224 128 174 211 194 19 296 1938 2 4 D -2 2 10 20 B 2008 71 65 316 157 69 235 185 324 95 211 46 148 1921 5 4 D -3 1 7 14 A 2009 140 134 351 135 31 52 17 181 88 176 234 300 1838 4 3 D -3 3 8 38 C Rata2 181 144 189 203 162 117 145 179 169 183 256 272 2199 3 D -1 12 A Zona Agroklimat Oldeman, 1975 113 Lampiran 3. Zona iklim di DTA Singkarak Nama Sta: Saning_Bakar No.Sta: 5013 NamaSta Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Tahunan BK100 BB200 BK=60 BB100 Q Tipe Hujan Schmidt- Ferguson, 1951 1990 39 184 164 83 156 82 289 138 278 1413 6 2 E -3 4 6 67 D 1991 250 104 17 227 224 96 9 31 15 126 584 814 2497 5 5 C -3 4 7 57 C 1992 161 135 235 176 217 310 87 159 45 332 193 2050 3 4 D -2 2 9 22 B 1993 316 246 173 209 320 98 264 138 313 369 300 304 3050 1 9 A 11 A 1994 225 234 173 211 281 249 245 50 61 992 543 3264 3 8 B -2 2 9 22 B 1995 297 673 399 633 82 244 218 334 230 167 497 3774 2 9 A 1 10 10 A 1996 217 595 369 479 52 212 147 293 103 251 59 100 2877 3 7 B -2 2 9 22 B 1997 276 5 238 461 515 76 107 31 92 39 330 311 2481 5 6 C -3 3 7 43 C 1998 856 391 355 308 285 232 105 1009 433 190 104 177 4445 8 B -1 12 A 1999 345 386 179 345 188 88 160 462 442 239 2834 3 6 C -2 2 9 22 B 2000 496 430 141 43 78 57 179 267 277 186 906 256 3316 3 6 C -2 2 9 22 B 2001 208 153 104 353 295 83 129 129 320 67 64 154 2059 3 4 D -2 9 A 2002 434 132 518 294 237 71 164 301 268 224 512 426 3581 1 9 A 11 A 2003 490 313 803 762 97 155 194 182 2996 5 4 D -3 4 7 57 C 2004 215 165 290 576 337 130 259 188 469 367 384 343 3723 9 A 12 A 2005 223 153 268 195 199 167 282 377 467 440 453 246 3470 8 B -1 12 A 2006 275 273 370 267 122 208 147 255 248 189 394 428 3176 9 A 12 A 2007 271 147 264 371 114 128 128 92 165 171 133 189 2173 1 3 D -1 11 A 2008 274 255 142 37 92 111 101 153 167 31 185 1547 4 2 E -3 3 8 38 C 2009 152 55 120 251 50 90 76 10 97 116 161 1177 7 1 E -4 4 5 80 D Rata2 287 252 252 290 222 121 156 207 222 194 312 280 2795 9 A 12 A Zona Agroklimat Oldeman, 1975 114 Lampiran 3. Zona iklim di DTA Singkarak Nama Sta: Padang_panjang No.Sta: 5014 NamaSta Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Tahunan BK100 BB200 BK=60 BB100 Q Tipe Hujan Schmidt- Ferguson, 1951 1990 419 156 319 186 148 246 235 234 336 291 315 382 3267 9 A 12 A 1991 277 260 243 319 226 83 93 179 182 134 634 469 3099 2 7 B -2 10 A 1992 68 128 249 300 354 91 141 312 172 461 323 360 2959 2 7 B -2 10 A 1993 283 256 340 352 217 114 247 92 290 278 343 400 3212 1 10 A 11 A 1994 395 224 356 336 198 118 153 95 67 57 302 416 2717 3 6 C -2 1 9 11 A 1995 313 321 392 427 253 230 314 243 244 369 770 700 4576 12 A 12 A 1996 144 264 370 492 112 161 260 330 421 538 568 441 4101 9 A 12 A 1997 400 175 464 291 239 114 97 68 60 118 120 200 2346 3 4 D -2 1 9 11 A 1998 264 112 168 230 145 248 239 483 306 516 402 601 3714 9 A 12 A 1999 398 315 566 320 232 92 348 253 316 595 521 497 4453 1 11 A 11 A 2000 264 100 177 516 159 204 143 372 204 451 810 504 3904 1 8 B -1 11 A 2001 334 415 256 649 492 99 127 222 190 211 195 386 3576 1 8 B -1 11 A 2002 235 123 213 481 148 66 146 151 302 360 2225 3 5 C -2 2 9 22 B 2003 216 143 460 233 125 260 517 627 2581 4 6 C -3 4 8 50 C 2004 136 154 132 173 122 152 2 109 261 356 1597 3 2 E -2 3 9 33 C 2005 114 129 111 127 53 109 197 168 305 367 246 1926 2 3 D -2 2 10 20 B 2006 190 236 251 301 112 166 46 183 88 203 424 365 2565 2 6 C -2 1 10 10 A 2007 264 145 269 374 113 121 121 88 156 161 130 191 2133 1 3 D -1 11 A 2008 87 76 215 143 80 78 154 210 101 176 58 154 1532 5 2 E -3 1 7 14 A 2009 191 87 125 281 65 62 35 65 32 110 105 143 1301 6 1 E -3 2 6 33 C Rata2 250 185 262 337 189 117 164 194 172 295 352 372 2889 6 C -1 12 A Zona Agroklimat Oldeman, 1975 115 Lampiran 3. Zona iklim di DTA Singkarak Nama Sta: Bukit_sundi No.Sta: 5015 NamaSta Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Tahunan BK100 BB200 BK=60 BB100 Q Tipe Hujan Schmidt- Ferguson, 1951 1990 200 337 501 156 53 90 40 233 1610 7 3 D -4 6 5 120 E 1991 185 62 227 190 221 99 52 83 120 70 368 507 2184 5 4 D -3 1 7 14 A 1992 157 99 123 142 202 59 186 105 203 122 320 187 1905 2 3 D -2 1 10 10 A 1993 277 220 242 129 222 221 131 680 373 681 108 3284 1 8 B -1 1 11 9 A 1994 123 234 288 200 101 119 80 170 357 284 313 2269 2 5 C -2 1 10 10 A 1995 298 142 186 233 312 104 71 57 105 529 726 2763 3 5 C -2 2 9 22 B 1996 199 127 244 212 264 34 266 144 147 51 349 246 2283 2 6 C -2 2 10 20 B 1997 300 198 211 194 796 143 236 168 301 329 352 267 3495 8 B -1 12 A 1998 217 182 225 199 223 222 217 25 60 7 873 538 2988 3 7 B -2 3 9 33 C 1999 303 621 251 441 131 234 163 217 162 302 580 3405 1 8 B -1 1 11 9 A 2000 227 357 311 358 181 139 185 147 73 306 84 130 2498 2 5 C -2 10 A 2001 193 82 220 249 344 220 135 57 88 26 169 161 1944 4 4 D -3 2 8 25 B 2002 110 179 316 48 371 78 91 63 321 263 1840 6 4 D -3 3 6 50 C 2003 337 528 274 157 120 73 288 1777 6 4 D -3 5 6 83 D 2004 389 252 136 87 39 98 189 290 402 201 842 299 3224 3 7 B -2 1 9 11 A 2005 157 146 96 211 180 68 103 130 288 133 100 144 1756 3 2 E -2 9 A 2006 342 93 361 304 264 209 155 255 264 401 506 3154 2 9 A 1 10 10 A 2007 345 520 528 96 179 183 228 2079 6 4 D -3 5 6 83 D 2008 175 248 212 128 53 76 154 121 168 179 98 147 1759 3 2 E -2 1 9 11 A 2009 117 124 112 102 98 43 23 125 78 105 187 176 1290 4 2 8 25 B Rata2 233 212 227 196 223 126 130 137 161 139 327 265 2375 6 C -1 12 A Zona Agroklimat Oldeman, 1975 116 Lampiran 3. Zona iklim di DTA Singkarak Nama Sta: Sukarami No.Sta: 5019 NamaSta Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Tahunan BK100 BB200 BK=60 BB100 Q Tipe Hujan Schmidt- Ferguson, 1951 1990 207 283 411 316 202 237 159 258 424 430 347 3274 1 10 A 1 11 9 A 1991 346 180 355 239 400 112 110 99 84 473 637 3035 3 6 C -2 1 9 11 A 1992 237 118 253 247 310 67 222 201 134 57 365 299 2510 2 8 B -2 1 10 10 A 1993 283 149 249 178 1271 187 208 197 289 288 403 229 3931 8 B -1 12 A 1994 209 129 277 186 165 195 188 59 13 753 532 2706 3 4 D -2 3 9 33 C 1995 308 568 212 102 249 179 223 108 100 93 436 663 3241 2 7 B -2 10 A 1996 237 118 253 237 310 67 222 43 362 110 160 2119 3 6 C -2 2 9 22 B 1997 110 160 202 37 174 364 163 84 83 14 8 11 1410 6 2 E -3 4 6 67 D 1998 223 179 249 112 362 171 218 322 282 154 244 335 2851 8 B -1 12 A 1999 358 149 205 154 306 171 364 216 205 2128 3 6 C -2 3 9 33 C 2000 282 73 131 130 140 200 313 527 215 779 341 3131 2 6 C -2 1 10 10 A 2001 106 139 89 69 64 54 77 131 255 199 136 134 1453 5 1 E -3 1 7 14 A 2002 250 53 203 313 292 347 145 242 305 289 586 3025 2 9 A 2 10 20 B 2003 201 237 293 94 202 171 274 256 1728 5 6 C -3 4 7 57 C 2004 166 684 237 146 149 399 303 2084 5 4 D -3 5 7 71 D 2005 240 148 237 188 224 226 290 339 447 447 395 234 3415 10 A 12 A 2006 343 243 374 281 171 242 206 410 310 223 391 452 3646 11 A 12 A 2007 12 12 2008 102 95 324 172 93 264 231 340 165 257 86 179 2308 3 5 C -2 9 A 2009 158 183 361 156 68 76 54 219 147 203 282 310 2217 3 5 C -2 1 9 11 A Rata2 218 175 221 182 233 157 157 175 201 205 290 298 2511 7 B -1 12 A Zona Agroklimat Oldeman, 1975 117 Lampiran 3. Zona iklim di DTA Singkarak Nama Sta: Kandang_IV No.Sta: 5051 NamaSta Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Tahunan BK100 BB200 BK=60 BB100 Q Tipe Hujan Schmidt- Ferguson, 1951 1990 612 138 484 243 308 384 536 91 359 474 630 436 4695 1 10 A 11 A 1991 327 573 586 666 579 169 282 278 725 364 1143 870 6562 11 A 12 A 1992 142 225 425 340 383 180 351 230 356 458 596 349 4035 10 A 12 A 1993 208 206 496 396 414 283 448 168 271 461 503 503 4357 11 A 12 A 1994 566 244 258 258 471 288 205 299 102 135 418 499 3743 10 A 12 A 1995 305 226 406 576 501 225 337 425 616 386 531 4534 1 11 A 1 11 9 A 1996 195 250 842 727 222 188 309 425 616 434 367 329 4904 10 A 12 A 1997 436 66 392 392 471 123 309 99 74 161 167 319 3009 3 6 C -2 9 A 1998 230 170 323 327 322 280 405 702 342 360 382 564 4407 11 A 12 A 1999 576 469 727 145 762 214 463 303 492 716 827 544 6238 11 A 12 A 2000 396 146 212 403 222 306 308 448 254 615 1118 458 4886 11 A 12 A 2001 495 554 278 553 579 330 180 210 520 343 581 308 4931 11 A 12 A 2002 495 554 284 555 229 234 514 308 780 388 621 432 5394 12 A 12 A 2003 473 281 683 991 322 192 411 438 456 527 776 899 6449 11 A 12 A 2004 255 326 355 551 386 171 180 421 926 672 876 5119 1 9 A 1 11 9 A 2005 211 182 313 221 258 128 114 230 176 301 344 247 2725 8 B -1 12 A 2006 217 262 260 319 110 171 40 182 74 218 449 423 2725 2 7 B -2 1 10 10 A 2007 808 376 590 606 348 590 272 356 752 923 383 546 6550 12 A 12 A 2008 68 63 310 143 58 265 165 218 179 241 67 132 1909 4 4 D -3 1 8 13 A 2009 128 145 323 125 28 67 14 138 165 187 52 214 1586 4 2 E -3 3 8 38 C Rata2 357 273 427 427 349 239 283 286 387 412 524 474 4438 12 A 12 A Zona Agroklimat Oldeman, 1975 118 Lampiran 3. Zona iklim di DTA Singkarak Nama Sta: Kayu_tanam No.Sta: 5056 NamaSta Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Tahunan BK100 BB200 BK=60 BB100 Q Tipe Hujan Schmidt- Ferguson, 1951 1990 349 272 416 125 167 197 442 180 328 656 515 405 4052 8 B -1 12 A 1991 307 573 631 688 590 169 283 221 365 1134 4961 2 9 A 2 10 20 B 1992 142 225 428 341 414 180 373 231 357 490 596 271 4048 10 A 12 A 1993 209 207 550 407 415 293 446 144 272 462 494 464 4363 11 A 12 A 1994 441 213 206 105 258 367 188 143 77 58 495 489 3040 2 7 B -2 1 10 10 A 1995 305 226 405 668 501 225 337 425 563 484 386 528 5053 12 A 12 A 1996 442 221 849 727 222 188 310 285 613 451 367 329 5004 11 A 12 A 1997 434 66 227 588 948 130 242 99 76 164 170 358 3502 3 6 C -2 9 A 1998 394 170 343 308 322 280 409 702 342 457 365 524 4616 11 A 12 A 1999 581 459 738 171 214 383 299 487 716 827 544 5419 1 10 A 1 11 9 A 2000 374 112 182 315 232 226 273 375 385 348 880 490 4192 10 A 12 A 2001 230 353 157 292 167 174 154 151 324 341 408 204 2955 7 B -1 12 A 2002 396 279 554 710 305 188 236 281 393 622 311 504 4779 11 A 12 A 2003 284 287 322 507 265 352 427 432 450 449 484 4259 1 11 A 1 11 9 A 2004 223 104 120 692 300 136 245 246 378 501 465 414 3824 9 A 12 A 2005 188 128 340 230 155 137 340 468 536 484 549 259 3814 8 B -1 12 A 2006 310 340 440 304 105 236 175 292 284 208 404 465 3563 10 A 12 A 2007 12 12 2008 53 48 284 142 63 213 163 287 86 194 54 139 1726 5 3 D -3 3 7 43 C 2009 134 126 289 130 35 43 15 176 76 156 228 276 1684 4 3 D -3 3 8 38 C Rata2 290 220 374 373 260 193 268 272 319 419 398 357 3743 11 A 12 A Zona Agroklimat Oldeman, 1975 119 Lampiran 3. Zona iklim di DTA Singkarak Nama Sta: Lembang_jaya No.Sta: 5020 NamaSta Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Tahunan BK100 BB200 BK=60 BB100 Q Tipe Hujan Schmidt- Ferguson, 1951 1990 12 12 1991 12 12 1992 285 223 338 305 295 65 177 92 314 127 123 152 2496 2 6 C -2 10 A 1993 291 142 186 285 70 126 71 274 401 256 245 2347 3 6 C -2 1 9 11 A 1994 269 387 222 280 381 74 112 50 167 102 448 198 2690 2 6 C -2 1 10 10 A 1995 309 347 169 274 234 77 107 193 84 243 130 238 2405 2 6 C -2 10 A 1996 259 474 172 316 115 128 86 237 224 156 147 98 2412 2 5 C -2 10 A 1997 130 89 106 111 309 155 100 63 96 89 139 69 1456 6 1 E -3 6 A 1998 12 12 1999 12 12 2000 552 166 234 265 113 152 177 212 237 194 366 134 2802 6 C -1 12 A 2001 123 106 33 237 123 46 147 82 274 99 213 261 1744 4 4 D -3 2 8 25 B 2002 391 160 330 335 869 353 62 230 217 355 421 946 4669 1 10 A 11 A 2003 359 470 496 448 84 188 136 425 159 2765 4 5 C -3 3 8 38 C 2004 249 59 197 215 88 336 304 1448 7 4 D -4 6 5 120 E 2005 116 66 288 150 233 853 8 2 E -4 7 4 175 F 2006 215 223 113 243 170 216 168 308 76 56 457 191 2436 2 6 C -2 1 10 10 A 2007 12 12 2008 68 54 284 147 79 183 173 340 83 285 38 126 1860 5 3 D -3 2 7 29 B 2009 131 112 237 128 58 46 10 210 67 214 218 263 1694 4 5 C -3 3 8 38 C Rata2 187 154 151 171 177 88 79 136 118 133 163 146 1704 2 10 A Zona Agroklimat Oldeman, 1975 120 50 100 150 200 250 300 350 1 9 9 1 9 9 1 1 9 9 2 1 9 9 3 1 9 9 4 1 9 9 5 1 9 9 6 1 9 9 7 1 9 9 8 1 9 9 9 2 2 1 2 2 2 3 2 4 2 5 2 6 2 7 2 8 2 9 E T P m m Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Lampiran 4. Tabe dan Grafik Evapotranspirasi DTA Singkarak Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des 1990 149 140 143 143 152 153 150 132 144 138 142 137 1991 163 175 175 170 145 154 175 168 161 139 139 136 1992 149 140 143 143 152 153 150 132 144 138 142 137 1993 140 138 139 139 134 148 145 151 142 130 126 128 1994 144 143 144 142 142 144 144 132 136 136 140 146 1995 144 143 144 142 144 143 138 135 136 136 144 146 1996 145 141 141 141 145 143 145 148 144 195 147 130 1997 138 141 141 142 151 152 144 144 148 147 158 141 1998 129 128 128 131 142 151 150 153 160 161 158 147 1999 155 150 127 139 132 142 144 146 143 141 142 142 2000 139 142 142 143 159 145 147 148 150 158 158 157 2001 146 139 144 141 140 144 143 143 144 148 147 151 2002 154 144 148 147 149 159 157 219 150 153 149 145 2003 109 137 107 109 151 156 145 141 150 149 155 139 2004 139 135 141 131 154 155 150 141 132 130 126 126 2005 138 138 139 137 149 160 149 142 152 149 159 139 2006 136 138 144 149 164 164 159 157 152 147 159 140 2007 146 139 141 143 150 159 154 142 151 148 149 144 2008 147 181 233 288 305 240 218 177 207 245 266 169 2009 116 125 222 172 155 155 169 201 256 272 222 178 121 Lampiran 5. Penggunaan Lahan, Embung dan Cek Dam 122 Data : EMBUNG Cekdam Tahun 1994 No Nama Luas keterangan No Nama Luas keterangan Ha tahun Ha tahun 1 Danau Talang 9 alami 21 Talago Gan 0.17 2 Talago puyu 0.3 alami 22 Talago siba 0.15 3 Talago laweh 0.25 alami 23 Talago aie 0.13 4 Talago lurah data 0.13 alami 24 Lurah jaria 0.08 5 Talago anduang 0.09 alami 25 Lurah Rata 0.14 6 Talago Busuang 0.13 alami 26 Lurah Tung 0.14 7 Talago pipit 8.5 alami 27 Talago Ban 1.75 alami 8 Talago aripan 1.3 alami 28 Lurah Sara 0.5 9 Talago gagak 1.4 alami 29 Tabek Kab 0.3 10 Talago Alang 8 alami 30 tabek pand 0.4 1978 11 Talago tabek 0.75 31 tabek lanye 0.25 1980 12 Talago Batu balah 0.08 32 tabek tamp 1.5 13 Danau Tuo 4 alami 33 tabek tamp 0.13 14 Talago dadok 0.2 34 tabek baray 0.14 15 Talago cabuih 0.15 35 tabek panja 2.35 16 Talago Gabuih 2 alami 36 tabek sasai 0.5 17 Talago Lubuak Tupai 0.75 37 lurah paraw 0.25 18 Talago Guci 0.75 38 ekor rimbo 0.45 19 Talago Gando 1.5 alami 39 Parik 16 20 Talago tabek 0.4 40 Aie kaciak 1.25 1992 41 sawah bilo 2 1992 42 Bujang Jua 1.5 1992 43 asam panja 0.25 1994 0.08 Lampiran 5. Penggunaan Lahan, Embung dan Cek Dam 123 Data : EMBUNG Cekdam Tahun 2000 No Nama Luas keterangan Ha tahun 1 jilatang 0.15 1995 2 pintu rayo 1 1995 3 batu api 0.25 1997 4 cekdam lembang 0.15 1997 5 sawah talang 0.4 1998 6 bak limo 0.16 1998 7 tabek ulu aie 0.85 2000 8 tabek pangewangan 1.25 2000 9 rawang pinang 0.4 2000 10 ulu aie 0.25 1999 rerata 0.15 Data : EMBUNG Cekdam Tahun 2009 No Nama Luas ke te rangan Ha tahun 1 tabek baampang 1 2001 2 sungai badak 0.65 2002 3 rantiang talang 0.15 2002 4 rawang setan 0.3 2002 5 tampuo 0.13 2004 6 lidah kalayau 0.25 2005 7 sungai gasang 0.2 2006 8 banda bakali 1.25 2006 9 pinang sinawa 0.23 2007 10 gurah 0.25 2008 11 tabek dangka 1 2008 re rata 0.13 Lampiran 5 Penggunaan Lahan, Embung dan Cek Dam 124 Lampiran 6 Persamaan model dinamik Dinamika Populasi Populasi[Sumani]t = Populasi[Sumani]t - dt + PopulationGrowth[Sumani] dtINIT Populasi[Sumani] = 52799 Populasi[Sumpur]t = Populasi[Sumpur]t - dt + PopulationGrowth[Sumpur] dtINIT Populasi[Sumpur] = 43305 Populasi[Paninggahan]t = Populasi[Paninggahan]t - dt + PopulationGrowth[Paninggahan] dtINIT Populasi[Paninggahan] = 5363 Populasi[Singkarak]t = Populasi[Singkarak]t - dt + PopulationGrowth[Singkarak] dtINIT Populasi[Singkarak] = 62854 INFLOWS: PopulationGrowth[Pop_DAS] = Populasi[Pop_DAS]GrowthRate GrowthRate = 1.6100 DAS[Luas_Sumani]t = DAS[Luas_Sumani]t - dtINIT DAS[Luas_Sumani] = 57958000 DAS[Luas_Sumpur]t = DAS[Luas_Sumpur]t - dtINIT DAS[Luas_Sumpur] = 18228000 DAS[Luas_Paninggahan]t = DAS[Luas_Paninggahan]t - dtINIT DAS[Luas_Paninggahan] = 57012000 DAS[Luas_Singkarak]t = DAS[Luas_Singkarak]t - dtINIT DAS[Luas_Singkarak] = 322846000 Sediment = Sediment - dt + Sedimentasi dtINIT Sedimen = 0 INFLOWS: Sedimentasi = ARRAYSUMSedimentasiRate[]+ARRAYSUMErosiLUCEmbung[]+ARRAYS UMrunoff[] DampakEmbungErosi[ErosiEmbung_Sumani] = if Embung=1 and time=25 then 0.12100JumlahEmbung[Embung_Sumani]TinggiEmbungRealisasiPembuatanE mbung else 0 DampakEmbungErosi[ErosiEmbung_Sumpur] = if Embung=1 and time=25 then 0.12100JumlahEmbung[Embung_Sumpur]TinggiEmbungRealisasiPembuatanE mbung else 0 DampakEmbungErosi[ErosiEmbung_Paninggahan] = if Embung=1 and time=25 then 0.12100JumlahEmbung[Embung_Paninggahan]TinggiEmbungRealisasiPembu atanEmbung else 0 DampakEmbungErosi[ErosiEmbung_Singkarak] = 0 DataTMA = RANDOM360.37,363.05,0 ErosiLUCEmbung[ErosiTotal_Sumani] = if erosi_LUC[Erosi_Sumani]=DampakEmbungErosi[ErosiEmbung_Sumani] then erosi_LUC[Erosi_Sumani]-DampakEmbungErosi[ErosiEmbung_Sumani] else 0 125 ErosiLUCEmbung[ErosiTotal_Sumpur] = if erosi_LUC[Erosi_Sumpur]=DampakEmbungErosi[ErosiEmbung_Sumpur] then erosi_LUC[Erosi_Sumpur]-DampakEmbungErosi[ErosiEmbung_Sumpur] else 0 ErosiLUCEmbung[ErosiTotal_Paninggahan] = if erosi_LUC[Erosi_Paninggahan]=DampakEmbungErosi[ErosiEmbung_Paninggahan ] then erosi_LUC[Erosi_Paninggahan]- DampakEmbungErosi[ErosiEmbung_Paninggahan] else 0 ErosiLUCEmbung[ErosiTotal_Singkarak] = if erosi_LUC[Erosi_Singkarak]=DampakEmbungErosi[ErosiEmbung_Singkarak] then erosi_LUC[Erosi_Singkarak]-DampakEmbungErosi[ErosiEmbung_Singkarak] else 0 erosi_LUC[Erosi_Sumani] = if Hutan[Hutan_sumani]0 then 0.034Hutan[Hutan_sumani] else 0 + if Pertanian[Pertanian_Sumani]0 then 0.206Pertanian[Pertanian_Sumani] else 0 + if Perkebunan[Perkebunan_Sumani]0 then 0.14Perkebunan[Perkebunan_Sumani] else 0 + if Pemukiman[Mukim_Sumani]0 then 0.17Pemukiman[Mukim_Sumani] else 0 + if Sawah[Sawah_Sumani]0 then 0.1Sawah[Sawah_Sumani] else 0 + if SemakBelukar[Semak_Sumani]0 then 0.1SemakBelukar[Semak_Sumani] else 0 + if TanahTerbuka[Tnh_Sumani]0 then 0.24TanahTerbuka[Tnh_Sumani] else 0 erosi_LUC[Erosi_Sumpur] = if Hutan[Hutan_Sumpur]0 then 0.034Hutan[Hutan_Sumpur] else 0 + if Pertanian[Pertanian_Sumpur]0 then 0.206Pertanian[Pertanian_Sumpur] else 0 + if Perkebunan[Perkebunan_Sumpur]0 then 0.14Perkebunan[Perkebunan_Sumpur] else 0 + if Pemukiman[Mukim_Sumpur]0 then 0.17Pemukiman[Mukim_Sumpur] else 0 + if Sawah[Sawah_Sumpur]0 then 0.1Sawah[Sawah_Sumpur] else 0 + if SemakBelukar[Semak_Sumpur]0 then 0.1SemakBelukar[Semak_Sumpur] else 0 + if TanahTerbuka[Tnh_Sumpur]0 then 0.24TanahTerbuka[Tnh_Sumpur] else 0 erosi_LUC[Erosi_Paninggahan] = if Hutan[Hutan_Paninggahan]0 then 0.034Hutan[Hutan_Paninggahan] else 0 + if Pertanian[Pertanian_Paninggahan]0 then 0.206Pertanian[Pertanian_Paninggahan] else 0 + if Perkebunan[Perkebunan_Paninggahan]0 then 0.14Perkebunan[Perkebunan_Paninggahan] else 0 + if Pemukiman[Mukim_Paninggahan]0 then 0.17Pemukiman[Mukim_Paninggahan] else 0 + if Sawah[Sawah_Paninggahan]0 then 0.1Sawah[Sawah_Paninggahan] else 0 + if SemakBelukar[Semak_Paninggahan]0 then 0.1SemakBelukar[Semak_Paninggahan] else 0 + 126 if TanahTerbuka[Tnh_Paninggahan]0 then 0.24TanahTerbuka[Tnh_Paninggahan] else 0 erosi_LUC[Erosi_Singkarak] = if Hutan[Hutan_Singkarak]0 then 0.034Hutan[Hutan_Singkarak] else 0 + if Pertanian[Pertanian_Singkarak]0 then 0.206Pertanian[Pertanian_Singkarak] else 0 + if Perkebunan[Perkebunan_Singkarak]0 then 0.14Perkebunan[Perkebunan_Singkarak] else 0 + if Pemukiman[Mukim_Singkarak]0 then 0.17Pemukiman[Mukim_Singkarak] else 0 + if Sawah[Sawah_Singkarak]0 then 0.1Sawah[Sawah_Singkarak] else 0 + if SemakBelukar[Semak_Singkarak]0 then 0.1SemakBelukar[Semak_Singkarak] else 0 + if TanahTerbuka[Tnh_Singkarak]0 then 0.24TanahTerbuka[Tnh_Singkarak] else KoefisienSedimentasi[Sedimen_Sumani] = 14.71000 KoefisienSedimentasi[Sedimen_Sumpur] = 4.61000 KoefisienSedimentasi[Sedimen_Paninggahan] = 8.21000 KoefisienSedimentasi[Sedimen_Singkarak] = 1.41000 Luas_Danau = 1084710000 runoff[Runoff_Sumani] = if Hutan[Hutan_sumani]0 then 0.004Hutan[Hutan_sumani] else 0 + if Pertanian[Pertanian_Sumani]0 then 0.02Pertanian[Pertanian_Sumani] else 0 + if Perkebunan[Perkebunan_Sumani]0 then 0.014Perkebunan[Perkebunan_Sumani] else 0 + if Pemukiman[Mukim_Sumani]0 then 0.018Pemukiman[Mukim_Sumani] else 0 + if Sawah[Sawah_Sumani]0 then 0.011Sawah[Sawah_Sumani] else 0 + if SemakBelukar[Semak_Sumani]0 then 0.011SemakBelukar[Semak_Sumani] else 0 + if TanahTerbuka[Tnh_Sumani]0 then 0.025TanahTerbuka[Tnh_Sumani] else 0- DampakEmbungkeRunoff[ThRO_Sumani] runoff[Runoff_Sumpur] = if Hutan[Hutan_Sumpur]0 then 0.004Hutan[Hutan_Sumpur] else 0 + if Pertanian[Pertanian_Sumpur]0 then 0.02Pertanian[Pertanian_Sumpur] else 0 + if Perkebunan[Perkebunan_Sumpur]0 then 0.014Perkebunan[Perkebunan_Sumpur] else 0 + if Pemukiman[Mukim_Sumpur]0 then 0.018Pemukiman[Mukim_Sumpur] else 0 + if Sawah[Sawah_Sumpur]0 then 0.011Sawah[Sawah_Sumpur] else 0 + if SemakBelukar[Semak_Sumpur]0 then 0.011SemakBelukar[Semak_Sumpur] else 0 + if TanahTerbuka[Tnh_Sumpur]0 then 0.025TanahTerbuka[Tnh_Sumpur] else 0- DampakEmbungkeRunoff[ThRO_Sumpur] 127 runoff[Runoff_Paninggahan] = if Hutan[Hutan_Paninggahan]0 then 0.004Hutan[Hutan_Paninggahan] else 0 + if Pertanian[Pertanian_Paninggahan]0 then 0.02Pertanian[Pertanian_Paninggahan] else 0 + if Perkebunan[Perkebunan_Paninggahan]0 then 0.014Perkebunan[Perkebunan_Paninggahan] else 0 + if Pemukiman[Mukim_Paninggahan]0 then 0.018Pemukiman[Mukim_Paninggahan] else 0 + if Sawah[Sawah_Paninggahan]0 then 0.011Sawah[Sawah_Paninggahan] else 0 + if SemakBelukar[Semak_Paninggahan]0 then 0.011SemakBelukar[Semak_Paninggahan] else 0 + if TanahTerbuka[Tnh_Paninggahan]0 then 0.025TanahTerbuka[Tnh_Paninggahan] else 0- DampakEmbungkeRunoff[ThRO_Paninggahan] runoff[Runoff_Singkarak] = if Hutan[Hutan_Singkarak]0 then 0.004Hutan[Hutan_Singkarak] else 0 + if Pertanian[Pertanian_Singkarak]0 then 0.02Pertanian[Pertanian_Singkarak] else 0 + if Perkebunan[Perkebunan_Singkarak]0 then 0.014Perkebunan[Perkebunan_Singkarak] else 0 + if Pemukiman[Mukim_Singkarak]0 then 0.018Pemukiman[Mukim_Singkarak] else 0 + if Sawah[Sawah_Singkarak]0 then 0.011Sawah[Sawah_Singkarak] else 0 + if SemakBelukar[Semak_Singkarak]0 then 0.011SemakBelukar[Semak_Singkarak] else 0 + if TanahTerbuka[Tnh_Singkarak]0 then 0.025TanahTerbuka[Tnh_Singkarak] else 0-DampakEmbungkeRunoff[ThRO_Singkarak] SedimentasiRate[SedimentRate_Sumani] = DAS[Luas_Sumani]KoefisienSedimentasi[Sedimen_Sumani] SedimentasiRate[SedimentRate_Sumpur] = DAS[Luas_Sumpur]KoefisienSedimentasi[Sedimen_Sumpur] SedimentasiRate[SedimentRate_Paninggahan] = DAS[Luas_Paninggahan]KoefisienSedimentasi[Sedimen_Paninggahan] SedimentasiRate[SedimentRate_Singkarak] = DAS[Luas_Singkarak]KoefisienSedimentasi[Sedimen_Singkarak] VolumeDanau = DataTMALuas_Danau-Sedimentasi KebLahanUSaha[KLU_Sumani] = MasyPetani[LU_Sumani]Rata2kebLahanUtkLivelihood[Sumani] KebLahanUSaha[KLU_Sumpur] = MasyPetani[LU_Sumpur]Rata2kebLahanUtkLivelihood[Sumpur] KebLahanUSaha[KLU_Paninggahan] = MasyPetani[LU_Paninggahan]Rata2kebLahanUtkLivelihood[Paninggahan] KebLahanUSaha[KLU_Singkarak] = MasyPetani[LU_Singkarak]Rata2kebLahanUtkLivelihood[Singkarak] 128 LahanUsahaPertanian[NonHutan_Sumani] = Pertanian[Pertanian_Sumani]+Sawah[Sawah_Sumani] LahanUsahaPertanian[NonHutan_Sumpur] = Pertanian[Pertanian_Sumpur]+Sawah[Sawah_Sumpur] LahanUsahaPertanian[NonHutan_Paninggahan] = Pertanian[Pertanian_Paninggahan]+Sawah[Sawah_Paninggahan] LahanUsahaPertanian[NonHutan_Singkarak] = Pertanian[Pertanian_Singkarak]+Sawah[Sawah_Singkarak] Rata2kebLahanUtkLivelihood[Sumani] = 0.16 Rata2kebLahanUtkLivelihood[Sumpur] = 0.12 Rata2kebLahanUtkLivelihood[Paninggahan] = 0.11 Rata2kebLahanUtkLivelihood[Singkarak] = 0.16 SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Sumani] = LahanUsahaPertanian[NonHutan_Sumani]-KebLahanUSaha[KLU_Sumani] SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Sumpur] = LahanUsahaPertanian[NonHutan_Sumpur]-KebLahanUSaha[KLU_Sumpur] SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Paninggahan] = LahanUsahaPertanian[NonHutan_Paninggahan]- KebLahanUSaha[KLU_Paninggahan] SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Singkarak] = LahanUsahaPertanian[NonHutan_Singkarak]-KebLahanUSaha[KLU_Singkarak] Hutan[Hutan_sumani]t = Hutan[Hutan_sumani]t - dt + ReboisasiTnh[Tnh_Paninggahan,Hutan_sumani] + ReboisasiSemak[Semak_Sumani,Hutan_sumani] + ReboisasiTnh[Tnh_Singkarak,Hutan_sumani] + ReboisasiSemak[Semak_Sumpur,Hutan_sumani] + ReboisasiSemak[Semak_Paninggahan,Hutan_sumani] + ReboisasiTnh[Tnh_Sumpur,Hutan_sumani] + ReboisasiSemak[Semak_Singkarak,Hutan_sumani] + ReboisasiTnh[Tnh_Sumani,Hutan_sumani] - KonvHutanSemak[Hutan_sumani,Semak_Paninggahan] - KonvHutanSemak[Hutan_sumani,Semak_Singkarak] - KonvHutanSemak[Hutan_sumani,Semak_Sumpur] - KonvHutanSemak[Hutan_sumani,Semak_Sumani] - KonvHutanSawah[Hutan_sumani,Sawah_Sumani] - KonvHutanSawah[Hutan_sumani,Sawah_Sumpur] - KonvHutanSawah[Hutan_sumani,Sawah_Paninggahan] - KonvHutanSawah[Hutan_sumani,Sawah_Singkarak] - KonvHutanPertanian[Hutan_sumani,Pertanian_Sumani] - KonvHutanPertanian[Hutan_sumani,Pertanian_Sumpur] - KonvHutanPertanian[Hutan_sumani,Pertanian_Paninggahan] - KonvHutanPertanian[Hutan_sumani,Pertanian_Singkarak] - Konvhtnmkm[Hutan_sumani,Mukim_Sumani] - Konvhtnmkm[Hutan_sumani,Mukim_Sumpur] - 129 Konvhtnmkm[Hutan_sumani,Mukim_Paninggahan] - Konvhtnmkm[Hutan_sumani,Mukim_Singkarak] - KonvHutanKebun[Hutan_sumani,Perkebunan_Sumani] - KonvHutanKebun[Hutan_sumani,Perkebunan_Sumpur] - KonvHutanKebun[Hutan_sumani,Perkebunan_Paninggahan] - KonvHutanKebun[Hutan_sumani,Perkebunan_Singkarak] dtINIT Hutan[Hutan_sumani] = 9814 Hutan[Hutan_Sumpur]t = Hutan[Hutan_Sumpur]t - dt + ReboisasiTnh[Tnh_Sumpur,Hutan_Sumpur] + ReboisasiTnh[Tnh_Paninggahan,Hutan_Sumpur] + ReboisasiTnh[Tnh_Sumani,Hutan_Sumpur] + ReboisasiTnh[Tnh_Singkarak,Hutan_Sumpur] + ReboisasiSemak[Semak_Singkarak,Hutan_Sumpur] + ReboisasiSemak[Semak_Paninggahan,Hutan_Sumpur] + ReboisasiSemak[Semak_Sumpur,Hutan_Sumpur] + ReboisasiSemak[Semak_Sumani,Hutan_Sumpur] - KonvHutanSemak[Hutan_Sumpur,Semak_Sumpur] - KonvHutanSemak[Hutan_Sumpur,Semak_Paninggahan] - KonvHutanSemak[Hutan_Sumpur,Semak_Sumani] - KonvHutanSemak[Hutan_Sumpur,Semak_Singkarak] - KonvHutanSawah[Hutan_Sumpur,Sawah_Sumani] - KonvHutanSawah[Hutan_Sumpur,Sawah_Sumpur] - KonvHutanSawah[Hutan_Sumpur,Sawah_Paninggahan] - KonvHutanSawah[Hutan_Sumpur,Sawah_Singkarak] - KonvHutanPertanian[Hutan_Sumpur,Pertanian_Sumani] - KonvHutanPertanian[Hutan_Sumpur,Pertanian_Sumpur] - KonvHutanPertanian[Hutan_Sumpur,Pertanian_Paninggahan] - KonvHutanPertanian[Hutan_Sumpur,Pertanian_Singkarak] - Konvhtnmkm[Hutan_Sumpur,Mukim_Sumani] - Konvhtnmkm[Hutan_Sumpur,Mukim_Sumpur] - Konvhtnmkm[Hutan_Sumpur,Mukim_Paninggahan] - Konvhtnmkm[Hutan_Sumpur,Mukim_Singkarak] - KonvHutanKebun[Hutan_Sumpur,Perkebunan_Sumani] - KonvHutanKebun[Hutan_Sumpur,Perkebunan_Sumpur] - KonvHutanKebun[Hutan_Sumpur,Perkebunan_Paninggahan] - KonvHutanKebun[Hutan_Sumpur,Perkebunan_Singkarak] dtINIT Hutan[Hutan_Sumpur] = 7705 Hutan[Hutan_Paninggahan]t = Hutan[Hutan_Paninggahan]t - dt + ReboisasiSemak[Semak_Sumpur,Hutan_Paninggahan] + ReboisasiSemak[Semak_Sumani,Hutan_Paninggahan] + ReboisasiTnh[Tnh_Sumpur,Hutan_Paninggahan] + ReboisasiTnh[Tnh_Sumani,Hutan_Paninggahan] + ReboisasiSemak[Semak_Singkarak,Hutan_Paninggahan] + ReboisasiTnh[Tnh_Singkarak,Hutan_Paninggahan] + ReboisasiSemak[Semak_Paninggahan,Hutan_Paninggahan] + 130 ReboisasiTnh[Tnh_Paninggahan,Hutan_Paninggahan] - KonvHutanSemak[Hutan_Paninggahan,Semak_Sumani] - KonvHutanSemak[Hutan_Paninggahan,Semak_Sumpur] - KonvHutanSemak[Hutan_Paninggahan,Semak_Paninggahan] - KonvHutanSemak[Hutan_Paninggahan,Semak_Singkarak] - KonvHutanSawah[Hutan_Paninggahan,Sawah_Sumani] - KonvHutanSawah[Hutan_Paninggahan,Sawah_Sumpur] - KonvHutanSawah[Hutan_Paninggahan,Sawah_Paninggahan] - KonvHutanSawah[Hutan_Paninggahan,Sawah_Singkarak] - KonvHutanPertanian[Hutan_Paninggahan,Pertanian_Sumani] - KonvHutanPertanian[Hutan_Paninggahan,Pertanian_Sumpur] - KonvHutanPertanian[Hutan_Paninggahan,Pertanian_Paninggahan] - KonvHutanPertanian[Hutan_Paninggahan,Pertanian_Singkarak] - Konvhtnmkm[Hutan_Paninggahan,Mukim_Sumani] - Konvhtnmkm[Hutan_Paninggahan,Mukim_Sumpur] - Konvhtnmkm[Hutan_Paninggahan,Mukim_Paninggahan] - Konvhtnmkm[Hutan_Paninggahan,Mukim_Singkarak] - KonvHutanKebun[Hutan_Paninggahan,Perkebunan_Sumani] - KonvHutanKebun[Hutan_Paninggahan,Perkebunan_Sumpur] - KonvHutanKebun[Hutan_Paninggahan,Perkebunan_Paninggahan] - KonvHutanKebun[Hutan_Paninggahan,Perkebunan_Singkarak] dtINIT Hutan[Hutan_Paninggahan] = 4428 Hutan[Hutan_Singkarak]t = Hutan[Hutan_Singkarak]t - dt + ReboisasiSemak[Semak_Paninggahan,Hutan_Singkarak] + ReboisasiSemak[Semak_Singkarak,Hutan_Singkarak] + ReboisasiTnh[Tnh_Singkarak,Hutan_Singkarak] + ReboisasiTnh[Tnh_Sumpur,Hutan_Singkarak] + ReboisasiSemak[Semak_Sumpur,Hutan_Singkarak] + ReboisasiSemak[Semak_Sumani,Hutan_Singkarak] + ReboisasiTnh[Tnh_Paninggahan,Hutan_Singkarak] + ReboisasiTnh[Tnh_Sumani,Hutan_Singkarak] - KonvHutanSemak[Hutan_Singkarak,Semak_Sumani] - KonvHutanSemak[Hutan_Singkarak,Semak_Sumpur] - KonvHutanSemak[Hutan_Singkarak,Semak_Paninggahan] - KonvHutanSemak[Hutan_Singkarak,Semak_Singkarak] - KonvHutanSawah[Hutan_Singkarak,Sawah_Sumani] - KonvHutanSawah[Hutan_Singkarak,Sawah_Sumpur] - KonvHutanSawah[Hutan_Singkarak,Sawah_Paninggahan] - KonvHutanSawah[Hutan_Singkarak,Sawah_Singkarak] - KonvHutanPertanian[Hutan_Singkarak,Pertanian_Sumani] - KonvHutanPertanian[Hutan_Singkarak,Pertanian_Sumpur] - KonvHutanPertanian[Hutan_Singkarak,Pertanian_Paninggahan] - KonvHutanPertanian[Hutan_Singkarak,Pertanian_Singkarak] - Konvhtnmkm[Hutan_Singkarak,Mukim_Sumani] - Konvhtnmkm[Hutan_Singkarak,Mukim_Sumpur] - 131 Konvhtnmkm[Hutan_Singkarak,Mukim_Paninggahan] - Konvhtnmkm[Hutan_Singkarak,Mukim_Singkarak] - KonvHutanKebun[Hutan_Singkarak,Perkebunan_Sumani] - KonvHutanKebun[Hutan_Singkarak,Perkebunan_Sumpur] - KonvHutanKebun[Hutan_Singkarak,Perkebunan_Paninggahan] - KonvHutanKebun[Hutan_Singkarak,Perkebunan_Singkarak] dtINIT Hutan[Hutan_Singkarak] = 6772 INFLOWS: ReboisasiSemak[Semak_Sumani,Hutan_sumani] = if RasioHutanDTA[Rasio_Sumani]PersenMinimLuasHutan and Reboisasi=1 then SemakBelukar[Semak_Sumani]1260 else 0 ReboisasiSemak[Semak_Sumani,Hutan_Sumpur] = 0 ReboisasiSemak[Semak_Sumani,Hutan_Paninggahan] = 0 ReboisasiSemak[Semak_Sumani,Hutan_Singkarak] = 0 ReboisasiSemak[Semak_Sumpur,Hutan_sumani] = 0 ReboisasiSemak[Semak_Sumpur,Hutan_Sumpur] = if RasioHutanDTA[Rasio_Sumpur]PersenMinimLuasHutan and Reboisasi=1 then 812+SemakBelukar[Semak_Sumpur]1260 else 0 ReboisasiSemak[Semak_Sumpur,Hutan_Paninggahan] = 0 ReboisasiSemak[Semak_Sumpur,Hutan_Singkarak] = 0 ReboisasiSemak[Semak_Paninggahan,Hutan_sumani] = 0 ReboisasiSemak[Semak_Paninggahan,Hutan_Sumpur] = 0 ReboisasiSemak[Semak_Paninggahan,Hutan_Paninggahan] = if RasioHutanDTA[Rasio_Paninggahan]PersenMinimLuasHutan and Reboisasi=1 then SemakBelukar[Semak_Paninggahan]1260 else 0 ReboisasiSemak[Semak_Paninggahan,Hutan_Singkarak] = 0 ReboisasiSemak[Semak_Singkarak,Hutan_sumani] = 0 ReboisasiSemak[Semak_Singkarak,Hutan_Sumpur] = 0 ReboisasiSemak[Semak_Singkarak,Hutan_Paninggahan] = 0 ReboisasiSemak[Semak_Singkarak,Hutan_Singkarak] = if RasioHutanDTA[Rasio_Singkarak]PersenMinimLuasHutan and Reboisasi=1 then 912+SemakBelukar[Semak_Singkarak]1260 else 0 ReboisasiTnh[Tnh_Sumani,Hutan_sumani] = if RasioHutanDTA[Rasio_Sumani]PersenMinimLuasHutan and Reboisasi=1 then TanahTerbuka[Tnh_Sumani]1260 else 0 ReboisasiTnh[Tnh_Sumani,Hutan_Sumpur] = 0 ReboisasiTnh[Tnh_Sumani,Hutan_Paninggahan] = 0 ReboisasiTnh[Tnh_Sumani,Hutan_Singkarak] = 0 ReboisasiTnh[Tnh_Sumpur,Hutan_sumani] = 0 ReboisasiTnh[Tnh_Sumpur,Hutan_Sumpur] = if RasioHutanDTA[Rasio_Sumpur]PersenMinimLuasHutan and Reboisasi=1 then TanahTerbuka[Tnh_Sumpur]1260 else 0 ReboisasiTnh[Tnh_Sumpur,Hutan_Paninggahan] = 0 ReboisasiTnh[Tnh_Sumpur,Hutan_Singkarak] = 0 ReboisasiTnh[Tnh_Paninggahan,Hutan_sumani] = 0 132 ReboisasiTnh[Tnh_Paninggahan,Hutan_Sumpur] = 0 ReboisasiTnh[Tnh_Paninggahan,Hutan_Paninggahan] = if RasioHutanDTA[Rasio_Paninggahan]PersenMinimLuasHutan and Reboisasi=1 then TanahTerbuka[Tnh_Paninggahan]1260 else 0 ReboisasiTnh[Tnh_Paninggahan,Hutan_Singkarak] = 0 ReboisasiTnh[Tnh_Singkarak,Hutan_sumani] = 0 ReboisasiTnh[Tnh_Singkarak,Hutan_Sumpur] = 0 ReboisasiTnh[Tnh_Singkarak,Hutan_Paninggahan] = 0 ReboisasiTnh[Tnh_Singkarak,Hutan_Singkarak] = if RasioHutanDTA[Rasio_Singkarak]PersenMinimLuasHutan and Reboisasi=1 then TanahTerbuka[Tnh_Singkarak]1260 else 0 OUTFLOWS: KonvHutanSemak[Hutan_sumani,Semak_Sumani] = 312 KonvHutanSemak[Hutan_sumani,Semak_Sumpur] = 0 KonvHutanSemak[Hutan_sumani,Semak_Paninggahan] = 0 KonvHutanSemak[Hutan_sumani,Semak_Singkarak] = 0 KonvHutanSemak[Hutan_Sumpur,Semak_Sumani] = 0 KonvHutanSemak[Hutan_Sumpur,Semak_Sumpur] = 0 KonvHutanSemak[Hutan_Sumpur,Semak_Paninggahan] = 0 KonvHutanSemak[Hutan_Sumpur,Semak_Singkarak] = 0 KonvHutanSemak[Hutan_Paninggahan,Semak_Sumani] = 0 KonvHutanSemak[Hutan_Paninggahan,Semak_Sumpur] = 0 KonvHutanSemak[Hutan_Paninggahan,Semak_Paninggahan] = 0 KonvHutanSemak[Hutan_Paninggahan,Semak_Singkarak] = 0 KonvHutanSemak[Hutan_Singkarak,Semak_Sumani] = 0 KonvHutanSemak[Hutan_Singkarak,Semak_Sumpur] = 0 KonvHutanSemak[Hutan_Singkarak,Semak_Paninggahan] = 0 KonvHutanSemak[Hutan_Singkarak,Semak_Singkarak] = 0 KonvHutanSawah[Hutan_sumani,Sawah_Sumani] = if SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Sumani]0 then 0.5SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Sumani]12 else 0 KonvHutanSawah[Hutan_sumani,Sawah_Sumpur] = 0 KonvHutanSawah[Hutan_sumani,Sawah_Paninggahan] = 0 KonvHutanSawah[Hutan_sumani,Sawah_Singkarak] = 0 KonvHutanSawah[Hutan_Sumpur,Sawah_Sumani] = 0 KonvHutanSawah[Hutan_Sumpur,Sawah_Sumpur] = if SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Sumpur]0 then 0.5SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Sumpur]12 else 0 KonvHutanSawah[Hutan_Sumpur,Sawah_Paninggahan] = 0 KonvHutanSawah[Hutan_Sumpur,Sawah_Singkarak] = 0 KonvHutanSawah[Hutan_Paninggahan,Sawah_Sumani] = 0 KonvHutanSawah[Hutan_Paninggahan,Sawah_Sumpur] = 0 KonvHutanSawah[Hutan_Paninggahan,Sawah_Paninggahan] = if SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Paninggahan]0 then 0.5SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Paninggahan]12 else 0 133 KonvHutanSawah[Hutan_Paninggahan,Sawah_Singkarak] = 0 KonvHutanSawah[Hutan_Singkarak,Sawah_Sumani] = 0 KonvHutanSawah[Hutan_Singkarak,Sawah_Sumpur] = 0 KonvHutanSawah[Hutan_Singkarak,Sawah_Paninggahan] = 0 KonvHutanSawah[Hutan_Singkarak,Sawah_Singkarak] = if SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Singkarak]0 then 0.5SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Singkarak]12 else 0 KonvHutanPertanian[Hutan_sumani,Pertanian_Sumani] = if SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Sumani]0 then 0.5SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Sumani]12 else 0 KonvHutanPertanian[Hutan_sumani,Pertanian_Sumpur] = 0 KonvHutanPertanian[Hutan_sumani,Pertanian_Paninggahan] = 0 KonvHutanPertanian[Hutan_sumani,Pertanian_Singkarak] = 0 KonvHutanPertanian[Hutan_Sumpur,Pertanian_Sumani] = 0 KonvHutanPertanian[Hutan_Sumpur,Pertanian_Sumpur] = if SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Sumpur]0 then 0.5SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Sumpur]12 else 0 KonvHutanPertanian[Hutan_Sumpur,Pertanian_Paninggahan] = 0 KonvHutanPertanian[Hutan_Sumpur,Pertanian_Singkarak] = 0 KonvHutanPertanian[Hutan_Paninggahan,Pertanian_Sumani] = 0 KonvHutanPertanian[Hutan_Paninggahan,Pertanian_Sumpur] = 0 KonvHutanPertanian[Hutan_Paninggahan,Pertanian_Paninggahan] = if SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Paninggahan]0 then 0.5SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Paninggahan]12 else 0 KonvHutanPertanian[Hutan_Paninggahan,Pertanian_Singkarak] = 0 KonvHutanPertanian[Hutan_Singkarak,Pertanian_Sumani] = 0 KonvHutanPertanian[Hutan_Singkarak,Pertanian_Sumpur] = 0 KonvHutanPertanian[Hutan_Singkarak,Pertanian_Paninggahan] = 0 KonvHutanPertanian[Hutan_Singkarak,Pertanian_Singkarak] = if SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Singkarak]0 then 0.5SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Singkarak]12 else 0 Konvhtnmkm[Hutan_sumani,Mukim_Sumani] = 1.612 Konvhtnmkm[Hutan_sumani,Mukim_Sumpur] = 0 Konvhtnmkm[Hutan_sumani,Mukim_Paninggahan] = 0 Konvhtnmkm[Hutan_sumani,Mukim_Singkarak] = 0 Konvhtnmkm[Hutan_Sumpur,Mukim_Sumani] = 0 Konvhtnmkm[Hutan_Sumpur,Mukim_Sumpur] = 0 Konvhtnmkm[Hutan_Sumpur,Mukim_Paninggahan] = 0 Konvhtnmkm[Hutan_Sumpur,Mukim_Singkarak] = 0 Konvhtnmkm[Hutan_Paninggahan,Mukim_Sumani] = 0 Konvhtnmkm[Hutan_Paninggahan,Mukim_Sumpur] = 0 Konvhtnmkm[Hutan_Paninggahan,Mukim_Paninggahan] = 0 Konvhtnmkm[Hutan_Paninggahan,Mukim_Singkarak] = 0 Konvhtnmkm[Hutan_Singkarak,Mukim_Sumani] = 0 Konvhtnmkm[Hutan_Singkarak,Mukim_Sumpur] = 0 134 Konvhtnmkm[Hutan_Singkarak,Mukim_Paninggahan] = 0 Konvhtnmkm[Hutan_Singkarak,Mukim_Singkarak] = 0 KonvHutanKebun[Hutan_sumani,Perkebunan_Sumani] = 0 KonvHutanKebun[Hutan_sumani,Perkebunan_Sumpur] = 0 KonvHutanKebun[Hutan_sumani,Perkebunan_Paninggahan] = 0 KonvHutanKebun[Hutan_sumani,Perkebunan_Singkarak] = 0 KonvHutanKebun[Hutan_Sumpur,Perkebunan_Sumani] = 0 KonvHutanKebun[Hutan_Sumpur,Perkebunan_Sumpur] = 8.3412 KonvHutanKebun[Hutan_Sumpur,Perkebunan_Paninggahan] = 0 KonvHutanKebun[Hutan_Sumpur,Perkebunan_Singkarak] = 0 KonvHutanKebun[Hutan_Paninggahan,Perkebunan_Sumani] = 0 KonvHutanKebun[Hutan_Paninggahan,Perkebunan_Sumpur] = 0 KonvHutanKebun[Hutan_Paninggahan,Perkebunan_Paninggahan] = 0 KonvHutanKebun[Hutan_Paninggahan,Perkebunan_Singkarak] = 0 KonvHutanKebun[Hutan_Singkarak,Perkebunan_Sumani] = 0 KonvHutanKebun[Hutan_Singkarak,Perkebunan_Sumpur] = 0 KonvHutanKebun[Hutan_Singkarak,Perkebunan_Paninggahan] = 0 KonvHutanKebun[Hutan_Singkarak,Perkebunan_Singkarak] = 0 Pemukiman[Mukim_Sumani]t = Pemukiman[Mukim_Sumani]t - dt + Konvhtnmkm[Hutan_sumani,Mukim_Sumani] + Konvhtnmkm[Hutan_Sumpur,Mukim_Sumani] + Konvhtnmkm[Hutan_Paninggahan,Mukim_Sumani] + Konvhtnmkm[Hutan_Singkarak,Mukim_Sumani] dtINIT Pemukiman[Mukim_Sumani] = 2240 Pemukiman[Mukim_Sumpur]t = Pemukiman[Mukim_Sumpur]t - dt + Konvhtnmkm[Hutan_sumani,Mukim_Sumpur] + Konvhtnmkm[Hutan_Sumpur,Mukim_Sumpur] + Konvhtnmkm[Hutan_Paninggahan,Mukim_Sumpur] + Konvhtnmkm[Hutan_Singkarak,Mukim_Sumpur] dtINIT Pemukiman[Mukim_Sumpur] = 280 Pemukiman[Mukim_Paninggahan]t = Pemukiman[Mukim_Paninggahan]t - dt + Konvhtnmkm[Hutan_sumani,Mukim_Paninggahan] + Konvhtnmkm[Hutan_Sumpur,Mukim_Paninggahan] + Konvhtnmkm[Hutan_Paninggahan,Mukim_Paninggahan] + Konvhtnmkm[Hutan_Singkarak,Mukim_Paninggahan] dtINIT Pemukiman[Mukim_Paninggahan] = 91 Pemukiman[Mukim_Singkarak]t = Pemukiman[Mukim_Singkarak]t - dt + Konvhtnmkm[Hutan_sumani,Mukim_Singkarak] + Konvhtnmkm[Hutan_Sumpur,Mukim_Singkarak] + Konvhtnmkm[Hutan_Paninggahan,Mukim_Singkarak] + Konvhtnmkm[Hutan_Singkarak,Mukim_Singkarak] dtINIT Pemukiman[Mukim_Singkarak] = 1119 INFLOWS: Konvhtnmkm[Hutan_sumani,Mukim_Sumani] = 1.612 Konvhtnmkm[Hutan_sumani,Mukim_Sumpur] = 0 135 Konvhtnmkm[Hutan_sumani,Mukim_Paninggahan] = 0 Konvhtnmkm[Hutan_sumani,Mukim_Singkarak] = 0 Konvhtnmkm[Hutan_Sumpur,Mukim_Sumani] = 0 Konvhtnmkm[Hutan_Sumpur,Mukim_Sumpur] = 0 Konvhtnmkm[Hutan_Sumpur,Mukim_Paninggahan] = 0 Konvhtnmkm[Hutan_Sumpur,Mukim_Singkarak] = 0 Konvhtnmkm[Hutan_Paninggahan,Mukim_Sumani] = 0 Konvhtnmkm[Hutan_Paninggahan,Mukim_Sumpur] = 0 Konvhtnmkm[Hutan_Paninggahan,Mukim_Paninggahan] = 0 Konvhtnmkm[Hutan_Paninggahan,Mukim_Singkarak] = 0 Konvhtnmkm[Hutan_Singkarak,Mukim_Sumani] = 0 Konvhtnmkm[Hutan_Singkarak,Mukim_Sumpur] = 0 Konvhtnmkm[Hutan_Singkarak,Mukim_Paninggahan] = 0 Konvhtnmkm[Hutan_Singkarak,Mukim_Singkarak] = 0 Perkebunan[Perkebunan_Sumani]t = Perkebunan[Perkebunan_Sumani]t - dt + KonvHutanKebun[Hutan_sumani,Perkebunan_Sumani] + KonvHutanKebun[Hutan_Sumpur,Perkebunan_Sumani] + KonvHutanKebun[Hutan_Paninggahan,Perkebunan_Sumani] + KonvHutanKebun[Hutan_Singkarak,Perkebunan_Sumani] + KonvTanIkebun[Pertanian_Sumani,Perkebunan_Sumani] + KonvTanIkebun[Pertanian_Sumpur,Perkebunan_Sumani] + KonvTanIkebun[Pertanian_Paninggahan,Perkebunan_Sumani] + KonvTanIkebun[Pertanian_Singkarak,Perkebunan_Sumani] dtINIT Perkebunan[Perkebunan_Sumani] = 0 Perkebunan[Perkebunan_Sumpur]t = Perkebunan[Perkebunan_Sumpur]t - dt + KonvHutanKebun[Hutan_sumani,Perkebunan_Sumpur] + KonvHutanKebun[Hutan_Sumpur,Perkebunan_Sumpur] + KonvHutanKebun[Hutan_Paninggahan,Perkebunan_Sumpur] + KonvHutanKebun[Hutan_Singkarak,Perkebunan_Sumpur] + KonvTanIkebun[Pertanian_Sumani,Perkebunan_Sumpur] + KonvTanIkebun[Pertanian_Sumpur,Perkebunan_Sumpur] + KonvTanIkebun[Pertanian_Paninggahan,Perkebunan_Sumpur] + KonvTanIkebun[Pertanian_Singkarak,Perkebunan_Sumpur] dtINIT Perkebunan[Perkebunan_Sumpur] = 167 Perkebunan[Perkebunan_Paninggahan]t = Perkebunan[Perkebunan_Paninggahan]t - dt + KonvHutanKebun[Hutan_sumani,Perkebunan_Paninggahan] + KonvHutanKebun[Hutan_Sumpur,Perkebunan_Paninggahan] + KonvHutanKebun[Hutan_Paninggahan,Perkebunan_Paninggahan] + KonvHutanKebun[Hutan_Singkarak,Perkebunan_Paninggahan] + KonvTanIkebun[Pertanian_Sumani,Perkebunan_Paninggahan] + KonvTanIkebun[Pertanian_Sumpur,Perkebunan_Paninggahan] + KonvTanIkebun[Pertanian_Paninggahan,Perkebunan_Paninggahan] + KonvTanIkebun[Pertanian_Singkarak,Perkebunan_Paninggahan] dtINIT Perkebunan[Perkebunan_Paninggahan] = 0 136 Perkebunan[Perkebunan_Singkarak]t = Perkebunan[Perkebunan_Singkarak]t - dt + KonvHutanKebun[Hutan_sumani,Perkebunan_Singkarak] + KonvHutanKebun[Hutan_Sumpur,Perkebunan_Singkarak] + KonvHutanKebun[Hutan_Paninggahan,Perkebunan_Singkarak] + KonvHutanKebun[Hutan_Singkarak,Perkebunan_Singkarak] + KonvTanIkebun[Pertanian_Sumani,Perkebunan_Singkarak] + KonvTanIkebun[Pertanian_Sumpur,Perkebunan_Singkarak] + KonvTanIkebun[Pertanian_Paninggahan,Perkebunan_Singkarak] + KonvTanIkebun[Pertanian_Singkarak,Perkebunan_Singkarak] dtINIT Perkebunan[Perkebunan_Singkarak] = 0 INFLOWS: KonvTanIkebun[Pertanian_Sumani,Perkebunan_Sumani] = 0 KonvTanIkebun[Pertanian_Sumani,Perkebunan_Sumpur] = 0 KonvTanIkebun[Pertanian_Sumani,Perkebunan_Paninggahan] = 0 KonvTanIkebun[Pertanian_Sumani,Perkebunan_Singkarak] = 0 KonvTanIkebun[Pertanian_Sumpur,Perkebunan_Sumani] = 0 KonvTanIkebun[Pertanian_Sumpur,Perkebunan_Sumpur] = 8.3412 KonvTanIkebun[Pertanian_Sumpur,Perkebunan_Paninggahan] = 0 KonvTanIkebun[Pertanian_Sumpur,Perkebunan_Singkarak] = 0 KonvTanIkebun[Pertanian_Paninggahan,Perkebunan_Sumani] = 0 KonvTanIkebun[Pertanian_Paninggahan,Perkebunan_Sumpur] = 0 KonvTanIkebun[Pertanian_Paninggahan,Perkebunan_Paninggahan] = 0 KonvTanIkebun[Pertanian_Paninggahan,Perkebunan_Singkarak] = 0 KonvTanIkebun[Pertanian_Singkarak,Perkebunan_Sumani] = 0 KonvTanIkebun[Pertanian_Singkarak,Perkebunan_Sumpur] = 0 KonvTanIkebun[Pertanian_Singkarak,Perkebunan_Paninggahan] = 0 KonvTanIkebun[Pertanian_Singkarak,Perkebunan_Singkarak] = 0 KonvHutanKebun[Hutan_sumani,Perkebunan_Sumani] = 0 KonvHutanKebun[Hutan_sumani,Perkebunan_Sumpur] = 0 KonvHutanKebun[Hutan_sumani,Perkebunan_Paninggahan] = 0 KonvHutanKebun[Hutan_sumani,Perkebunan_Singkarak] = 0 KonvHutanKebun[Hutan_Sumpur,Perkebunan_Sumani] = 0 KonvHutanKebun[Hutan_Sumpur,Perkebunan_Sumpur] = 8.3412 KonvHutanKebun[Hutan_Sumpur,Perkebunan_Paninggahan] = 0 KonvHutanKebun[Hutan_Sumpur,Perkebunan_Singkarak] = 0 KonvHutanKebun[Hutan_Paninggahan,Perkebunan_Sumani] = 0 KonvHutanKebun[Hutan_Paninggahan,Perkebunan_Sumpur] = 0 KonvHutanKebun[Hutan_Paninggahan,Perkebunan_Paninggahan] = 0 KonvHutanKebun[Hutan_Paninggahan,Perkebunan_Singkarak] = 0 KonvHutanKebun[Hutan_Singkarak,Perkebunan_Sumani] = 0 KonvHutanKebun[Hutan_Singkarak,Perkebunan_Sumpur] = 0 KonvHutanKebun[Hutan_Singkarak,Perkebunan_Paninggahan] = 0 KonvHutanKebun[Hutan_Singkarak,Perkebunan_Singkarak] = 0 Pertanian[Pertanian_Sumani]t = Pertanian[Pertanian_Sumani]t - dt + KonvHutanPertanian[Hutan_sumani,Pertanian_Sumani] + 137 KonvHutanPertanian[Hutan_Sumpur,Pertanian_Sumani] + KonvHutanPertanian[Hutan_Paninggahan,Pertanian_Sumani] + KonvHutanPertanian[Hutan_Singkarak,Pertanian_Sumani] - KonvTanIkebun[Pertanian_Sumani,Perkebunan_Sumani] - KonvTanIkebun[Pertanian_Sumani,Perkebunan_Sumpur] - KonvTanIkebun[Pertanian_Sumani,Perkebunan_Paninggahan] - KonvTanIkebun[Pertanian_Sumani,Perkebunan_Singkarak] dtINIT Pertanian[Pertanian_Sumani] = 19449 Pertanian[Pertanian_Sumpur]t = Pertanian[Pertanian_Sumpur]t - dt + KonvHutanPertanian[Hutan_sumani,Pertanian_Sumpur] + KonvHutanPertanian[Hutan_Sumpur,Pertanian_Sumpur] + KonvHutanPertanian[Hutan_Paninggahan,Pertanian_Sumpur] + KonvHutanPertanian[Hutan_Singkarak,Pertanian_Sumpur] - KonvTanIkebun[Pertanian_Sumpur,Perkebunan_Sumani] - KonvTanIkebun[Pertanian_Sumpur,Perkebunan_Sumpur] - KonvTanIkebun[Pertanian_Sumpur,Perkebunan_Paninggahan] - KonvTanIkebun[Pertanian_Sumpur,Perkebunan_Singkarak] dtINIT Pertanian[Pertanian_Sumpur] = 7961 Pertanian[Pertanian_Paninggahan]t = Pertanian[Pertanian_Paninggahan]t - dt + KonvHutanPertanian[Hutan_sumani,Pertanian_Paninggahan] + KonvHutanPertanian[Hutan_Sumpur,Pertanian_Paninggahan] + KonvHutanPertanian[Hutan_Paninggahan,Pertanian_Paninggahan] + KonvHutanPertanian[Hutan_Singkarak,Pertanian_Paninggahan] - KonvTanIkebun[Pertanian_Paninggahan,Perkebunan_Sumani] - KonvTanIkebun[Pertanian_Paninggahan,Perkebunan_Sumpur] - KonvTanIkebun[Pertanian_Paninggahan,Perkebunan_Paninggahan] - KonvTanIkebun[Pertanian_Paninggahan,Perkebunan_Singkarak] dtINIT Pertanian[Pertanian_Paninggahan] = 609 Pertanian[Pertanian_Singkarak]t = Pertanian[Pertanian_Singkarak]t - dt + KonvHutanPertanian[Hutan_sumani,Pertanian_Singkarak] + KonvHutanPertanian[Hutan_Sumpur,Pertanian_Singkarak] + KonvHutanPertanian[Hutan_Paninggahan,Pertanian_Singkarak] + KonvHutanPertanian[Hutan_Singkarak,Pertanian_Singkarak] - KonvTanIkebun[Pertanian_Singkarak,Perkebunan_Sumani] - KonvTanIkebun[Pertanian_Singkarak,Perkebunan_Sumpur] - KonvTanIkebun[Pertanian_Singkarak,Perkebunan_Paninggahan] - KonvTanIkebun[Pertanian_Singkarak,Perkebunan_Singkarak] dtINIT Pertanian[Pertanian_Singkarak] = 11346 INFLOWS: KonvHutanPertanian[Hutan_sumani,Pertanian_Sumani] = if SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Sumani]0 then 0.5SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Sumani]12 else 0 KonvHutanPertanian[Hutan_sumani,Pertanian_Sumpur] = 0 KonvHutanPertanian[Hutan_sumani,Pertanian_Paninggahan] = 0 KonvHutanPertanian[Hutan_sumani,Pertanian_Singkarak] = 0 138 KonvHutanPertanian[Hutan_Sumpur,Pertanian_Sumani] = 0 KonvHutanPertanian[Hutan_Sumpur,Pertanian_Sumpur] = if SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Sumpur]0 then 0.5SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Sumpur]12 else 0 KonvHutanPertanian[Hutan_Sumpur,Pertanian_Paninggahan] = 0 KonvHutanPertanian[Hutan_Sumpur,Pertanian_Singkarak] = 0 KonvHutanPertanian[Hutan_Paninggahan,Pertanian_Sumani] = 0 KonvHutanPertanian[Hutan_Paninggahan,Pertanian_Sumpur] = 0 KonvHutanPertanian[Hutan_Paninggahan,Pertanian_Paninggahan] = if SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Paninggahan]0 then 0.5SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Paninggahan]12 else 0 KonvHutanPertanian[Hutan_Paninggahan,Pertanian_Singkarak] = 0 KonvHutanPertanian[Hutan_Singkarak,Pertanian_Sumani] = 0 KonvHutanPertanian[Hutan_Singkarak,Pertanian_Sumpur] = 0 KonvHutanPertanian[Hutan_Singkarak,Pertanian_Paninggahan] = 0 KonvHutanPertanian[Hutan_Singkarak,Pertanian_Singkarak] = if SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Singkarak]0 then 0.5SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Singkarak]12 else 0 OUTFLOWS: KonvTanIkebun[Pertanian_Sumani,Perkebunan_Sumani] = 0 KonvTanIkebun[Pertanian_Sumani,Perkebunan_Sumpur] = 0 KonvTanIkebun[Pertanian_Sumani,Perkebunan_Paninggahan] = 0 KonvTanIkebun[Pertanian_Sumani,Perkebunan_Singkarak] = 0 KonvTanIkebun[Pertanian_Sumpur,Perkebunan_Sumani] = 0 KonvTanIkebun[Pertanian_Sumpur,Perkebunan_Sumpur] = 8.3412 KonvTanIkebun[Pertanian_Sumpur,Perkebunan_Paninggahan] = 0 KonvTanIkebun[Pertanian_Sumpur,Perkebunan_Singkarak] = 0 KonvTanIkebun[Pertanian_Paninggahan,Perkebunan_Sumani] = 0 KonvTanIkebun[Pertanian_Paninggahan,Perkebunan_Sumpur] = 0 KonvTanIkebun[Pertanian_Paninggahan,Perkebunan_Paninggahan] = 0 KonvTanIkebun[Pertanian_Paninggahan,Perkebunan_Singkarak] = 0 KonvTanIkebun[Pertanian_Singkarak,Perkebunan_Sumani] = 0 KonvTanIkebun[Pertanian_Singkarak,Perkebunan_Sumpur] = 0 KonvTanIkebun[Pertanian_Singkarak,Perkebunan_Paninggahan] = 0 KonvTanIkebun[Pertanian_Singkarak,Perkebunan_Singkarak] = 0 Sawah[Sawah_Sumani]t = Sawah[Sawah_Sumani]t - dt + KonvHutanSawah[Hutan_sumani,Sawah_Sumani] + KonvHutanSawah[Hutan_Sumpur,Sawah_Sumani] + KonvHutanSawah[Hutan_Paninggahan,Sawah_Sumani] + KonvHutanSawah[Hutan_Singkarak,Sawah_Sumani] dtINIT Sawah[Sawah_Sumani] = 11958 Sawah[Sawah_Sumpur]t = Sawah[Sawah_Sumpur]t - dt + KonvHutanSawah[Hutan_sumani,Sawah_Sumpur] + KonvHutanSawah[Hutan_Sumpur,Sawah_Sumpur] + KonvHutanSawah[Hutan_Paninggahan,Sawah_Sumpur] + 139 KonvHutanSawah[Hutan_Singkarak,Sawah_Sumpur] dtINIT Sawah[Sawah_Sumpur] = 1890 Sawah[Sawah_Paninggahan]t = Sawah[Sawah_Paninggahan]t - dt + KonvHutanSawah[Hutan_sumani,Sawah_Paninggahan] + KonvHutanSawah[Hutan_Sumpur,Sawah_Paninggahan] + KonvHutanSawah[Hutan_Paninggahan,Sawah_Paninggahan] + KonvHutanSawah[Hutan_Singkarak,Sawah_Paninggahan] dtINIT Sawah[Sawah_Paninggahan] = 0 Sawah[Sawah_Singkarak]t = Sawah[Sawah_Singkarak]t - dt + KonvHutanSawah[Hutan_sumani,Sawah_Singkarak] + KonvHutanSawah[Hutan_Sumpur,Sawah_Singkarak] + KonvHutanSawah[Hutan_Paninggahan,Sawah_Singkarak] + KonvHutanSawah[Hutan_Singkarak,Sawah_Singkarak] dtINIT Sawah[Sawah_Singkarak] = 986 INFLOWS: KonvHutanSawah[Hutan_sumani,Sawah_Sumani] = if SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Sumani]0 then 0.5SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Sumani]12 else 0 KonvHutanSawah[Hutan_sumani,Sawah_Sumpur] = 0 KonvHutanSawah[Hutan_sumani,Sawah_Paninggahan] = 0 KonvHutanSawah[Hutan_sumani,Sawah_Singkarak] = 0 KonvHutanSawah[Hutan_Sumpur,Sawah_Sumani] = 0 KonvHutanSawah[Hutan_Sumpur,Sawah_Sumpur] = if SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Sumpur]0 then 0.5SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Sumpur]12 else 0 KonvHutanSawah[Hutan_Sumpur,Sawah_Paninggahan] = 0 KonvHutanSawah[Hutan_Sumpur,Sawah_Singkarak] = 0 KonvHutanSawah[Hutan_Paninggahan,Sawah_Sumani] = 0 KonvHutanSawah[Hutan_Paninggahan,Sawah_Sumpur] = 0 KonvHutanSawah[Hutan_Paninggahan,Sawah_Paninggahan] = if SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Paninggahan]0 then 0.5SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Paninggahan]12 else 0 KonvHutanSawah[Hutan_Paninggahan,Sawah_Singkarak] = 0 KonvHutanSawah[Hutan_Singkarak,Sawah_Sumani] = 0 KonvHutanSawah[Hutan_Singkarak,Sawah_Sumpur] = 0 KonvHutanSawah[Hutan_Singkarak,Sawah_Paninggahan] = 0 KonvHutanSawah[Hutan_Singkarak,Sawah_Singkarak] = if SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Singkarak]0 then 0.5SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Singkarak]12 else 0 SemakBelukar[Semak_Sumani]t = SemakBelukar[Semak_Sumani]t - dt + KonvHutanSemak[Hutan_Singkarak,Semak_Sumani] + KonvHutanSemak[Hutan_Paninggahan,Semak_Sumani] + KonvHutanSemak[Hutan_Sumpur,Semak_Sumani] + KonvHutanSemak[Hutan_sumani,Semak_Sumani] - KonvSemakTanah[Semak_Sumani,Tnh_Singkarak] - 140 KonvSemakTanah[Semak_Sumani,Tnh_Sumpur] - ReboisasiSemak[Semak_Sumani,Hutan_Singkarak] - ReboisasiSemak[Semak_Sumani,Hutan_Paninggahan] - KonvSemakTanah[Semak_Sumani,Tnh_Sumani] - KonvSemakTanah[Semak_Sumani,Tnh_Paninggahan] - ReboisasiSemak[Semak_Sumani,Hutan_sumani] - ReboisasiSemak[Semak_Sumani,Hutan_Sumpur] dtINIT SemakBelukar[Semak_Sumani] = 1239 SemakBelukar[Semak_Sumpur]t = SemakBelukar[Semak_Sumpur]t - dt + KonvHutanSemak[Hutan_Singkarak,Semak_Sumpur] + KonvHutanSemak[Hutan_Paninggahan,Semak_Sumpur] + KonvHutanSemak[Hutan_Sumpur,Semak_Sumpur] + KonvHutanSemak[Hutan_sumani,Semak_Sumpur] - KonvSemakTanah[Semak_Sumpur,Tnh_Singkarak] - ReboisasiSemak[Semak_Sumpur,Hutan_Singkarak] - ReboisasiSemak[Semak_Sumpur,Hutan_Paninggahan] - KonvSemakTanah[Semak_Sumpur,Tnh_Sumani] - ReboisasiSemak[Semak_Sumpur,Hutan_sumani] - KonvSemakTanah[Semak_Sumpur,Tnh_Sumpur] - KonvSemakTanah[Semak_Sumpur,Tnh_Paninggahan] - ReboisasiSemak[Semak_Sumpur,Hutan_Sumpur] dtINIT SemakBelukar[Semak_Sumpur] = 0 SemakBelukar[Semak_Paninggahan]t = SemakBelukar[Semak_Paninggahan]t - dt + KonvHutanSemak[Hutan_sumani,Semak_Paninggahan] + KonvHutanSemak[Hutan_Singkarak,Semak_Paninggahan] + KonvHutanSemak[Hutan_Paninggahan,Semak_Paninggahan] + KonvHutanSemak[Hutan_Sumpur,Semak_Paninggahan] - KonvSemakTanah[Semak_Paninggahan,Tnh_Paninggahan] - ReboisasiSemak[Semak_Paninggahan,Hutan_Singkarak] - KonvSemakTanah[Semak_Paninggahan,Tnh_Sumpur] - ReboisasiSemak[Semak_Paninggahan,Hutan_sumani] - KonvSemakTanah[Semak_Paninggahan,Tnh_Singkarak] - ReboisasiSemak[Semak_Paninggahan,Hutan_Paninggahan] - ReboisasiSemak[Semak_Paninggahan,Hutan_Sumpur] - KonvSemakTanah[Semak_Paninggahan,Tnh_Sumani] dtINIT SemakBelukar[Semak_Paninggahan] = 572 SemakBelukar[Semak_Singkarak]t = SemakBelukar[Semak_Singkarak]t - dt + KonvHutanSemak[Hutan_sumani,Semak_Singkarak] + KonvHutanSemak[Hutan_Singkarak,Semak_Singkarak] + KonvHutanSemak[Hutan_Paninggahan,Semak_Singkarak] + KonvHutanSemak[Hutan_Sumpur,Semak_Singkarak] - ReboisasiSemak[Semak_Singkarak,Hutan_Singkarak] - KonvSemakTanah[Semak_Singkarak,Tnh_Singkarak] - ReboisasiSemak[Semak_Singkarak,Hutan_Paninggahan] - KonvSemakTanah[Semak_Singkarak,Tnh_Sumpur] - 141 ReboisasiSemak[Semak_Singkarak,Hutan_Sumpur] - KonvSemakTanah[Semak_Singkarak,Tnh_Paninggahan] - ReboisasiSemak[Semak_Singkarak,Hutan_sumani] - KonvSemakTanah[Semak_Singkarak,Tnh_Sumani] dtINIT SemakBelukar[Semak_Singkarak] = 1215 INFLOWS: KonvHutanSemak[Hutan_sumani,Semak_Sumani] = 312 KonvHutanSemak[Hutan_sumani,Semak_Sumpur] = 0 KonvHutanSemak[Hutan_sumani,Semak_Paninggahan] = 0 KonvHutanSemak[Hutan_sumani,Semak_Singkarak] = 0 KonvHutanSemak[Hutan_Sumpur,Semak_Sumani] = 0 KonvHutanSemak[Hutan_Sumpur,Semak_Sumpur] = 0 KonvHutanSemak[Hutan_Sumpur,Semak_Paninggahan] = 0 KonvHutanSemak[Hutan_Sumpur,Semak_Singkarak] = 0 KonvHutanSemak[Hutan_Paninggahan,Semak_Sumani] = 0 KonvHutanSemak[Hutan_Paninggahan,Semak_Sumpur] = 0 KonvHutanSemak[Hutan_Paninggahan,Semak_Paninggahan] = 0 KonvHutanSemak[Hutan_Paninggahan,Semak_Singkarak] = 0 KonvHutanSemak[Hutan_Singkarak,Semak_Sumani] = 0 KonvHutanSemak[Hutan_Singkarak,Semak_Sumpur] = 0 KonvHutanSemak[Hutan_Singkarak,Semak_Paninggahan] = 0 KonvHutanSemak[Hutan_Singkarak,Semak_Singkarak] = 0 OUTFLOWS: ReboisasiSemak[Semak_Sumani,Hutan_sumani] = if RasioHutanDTA[Rasio_Sumani]PersenMinimLuasHutan and Reboisasi=1 then SemakBelukar[Semak_Sumani]1260 else 0 ReboisasiSemak[Semak_Sumani,Hutan_Sumpur] = 0 ReboisasiSemak[Semak_Sumani,Hutan_Paninggahan] = 0 ReboisasiSemak[Semak_Sumani,Hutan_Singkarak] = 0 ReboisasiSemak[Semak_Sumpur,Hutan_sumani] = 0 ReboisasiSemak[Semak_Sumpur,Hutan_Sumpur] = if RasioHutanDTA[Rasio_Sumpur]PersenMinimLuasHutan and Reboisasi=1 then 812+SemakBelukar[Semak_Sumpur]1260 else 0 ReboisasiSemak[Semak_Sumpur,Hutan_Paninggahan] = 0 ReboisasiSemak[Semak_Sumpur,Hutan_Singkarak] = 0 ReboisasiSemak[Semak_Paninggahan,Hutan_sumani] = 0 ReboisasiSemak[Semak_Paninggahan,Hutan_Sumpur] = 0 ReboisasiSemak[Semak_Paninggahan,Hutan_Paninggahan] = if RasioHutanDTA[Rasio_Paninggahan]PersenMinimLuasHutan and Reboisasi=1 then SemakBelukar[Semak_Paninggahan]1260 else 0 ReboisasiSemak[Semak_Paninggahan,Hutan_Singkarak] = 0 ReboisasiSemak[Semak_Singkarak,Hutan_sumani] = 0 ReboisasiSemak[Semak_Singkarak,Hutan_Sumpur] = 0 ReboisasiSemak[Semak_Singkarak,Hutan_Paninggahan] = 0 142 ReboisasiSemak[Semak_Singkarak,Hutan_Singkarak] = if RasioHutanDTA[Rasio_Singkarak]PersenMinimLuasHutan and Reboisasi=1 then 912+SemakBelukar[Semak_Singkarak]1260 else 0 KonvSemakTanah[Semak_Sumani,Tnh_Sumani] = 4.612 KonvSemakTanah[Semak_Sumani,Tnh_Sumpur] = 0 KonvSemakTanah[Semak_Sumani,Tnh_Paninggahan] = 0 KonvSemakTanah[Semak_Sumani,Tnh_Singkarak] = 0 KonvSemakTanah[Semak_Sumpur,Tnh_Sumani] = 0 KonvSemakTanah[Semak_Sumpur,Tnh_Sumpur] = 0 KonvSemakTanah[Semak_Sumpur,Tnh_Paninggahan] = 0 KonvSemakTanah[Semak_Sumpur,Tnh_Singkarak] = 0 KonvSemakTanah[Semak_Paninggahan,Tnh_Sumani] = 0 KonvSemakTanah[Semak_Paninggahan,Tnh_Sumpur] = 0 KonvSemakTanah[Semak_Paninggahan,Tnh_Paninggahan] = 0 KonvSemakTanah[Semak_Paninggahan,Tnh_Singkarak] = 0 KonvSemakTanah[Semak_Singkarak,Tnh_Sumani] = 0 KonvSemakTanah[Semak_Singkarak,Tnh_Sumpur] = 0 KonvSemakTanah[Semak_Singkarak,Tnh_Paninggahan] = 0 KonvSemakTanah[Semak_Singkarak,Tnh_Singkarak] = 0 TanahTerbuka[Tnh_Sumani]t = TanahTerbuka[Tnh_Sumani]t - dt + KonvSemakTanah[Semak_Sumani,Tnh_Sumani] + KonvSemakTanah[Semak_Sumpur,Tnh_Sumani] + KonvSemakTanah[Semak_Paninggahan,Tnh_Sumani] + KonvSemakTanah[Semak_Singkarak,Tnh_Sumani] - ReboisasiTnh[Tnh_Sumani,Hutan_Paninggahan] - ReboisasiTnh[Tnh_Sumani,Hutan_Sumpur] - ReboisasiTnh[Tnh_Sumani,Hutan_Singkarak] - ReboisasiTnh[Tnh_Sumani,Hutan_sumani] dtINIT TanahTerbuka[Tnh_Sumani] = 12050 TanahTerbuka[Tnh_Sumpur]t = TanahTerbuka[Tnh_Sumpur]t - dt + KonvSemakTanah[Semak_Paninggahan,Tnh_Sumpur] + KonvSemakTanah[Semak_Sumani,Tnh_Sumpur] + KonvSemakTanah[Semak_Sumpur,Tnh_Sumpur] + KonvSemakTanah[Semak_Singkarak,Tnh_Sumpur] - ReboisasiTnh[Tnh_Sumpur,Hutan_Singkarak] - ReboisasiTnh[Tnh_Sumpur,Hutan_Paninggahan] - ReboisasiTnh[Tnh_Sumpur,Hutan_sumani] - ReboisasiTnh[Tnh_Sumpur,Hutan_Sumpur] dtINIT TanahTerbuka[Tnh_Sumpur] = 126 TanahTerbuka[Tnh_Paninggahan]t = TanahTerbuka[Tnh_Paninggahan]t - dt + KonvSemakTanah[Semak_Paninggahan,Tnh_Paninggahan] + KonvSemakTanah[Semak_Sumani,Tnh_Paninggahan] + KonvSemakTanah[Semak_Sumpur,Tnh_Paninggahan] + KonvSemakTanah[Semak_Singkarak,Tnh_Paninggahan] - ReboisasiTnh[Tnh_Paninggahan,Hutan_sumani] - 143 ReboisasiTnh[Tnh_Paninggahan,Hutan_Sumpur] - ReboisasiTnh[Tnh_Paninggahan,Hutan_Singkarak] - ReboisasiTnh[Tnh_Paninggahan,Hutan_Paninggahan] dtINIT TanahTerbuka[Tnh_Paninggahan] = 0 TanahTerbuka[Tnh_Singkarak]t = TanahTerbuka[Tnh_Singkarak]t - dt + KonvSemakTanah[Semak_Sumani,Tnh_Singkarak] + KonvSemakTanah[Semak_Singkarak,Tnh_Singkarak] + KonvSemakTanah[Semak_Sumpur,Tnh_Singkarak] + KonvSemakTanah[Semak_Paninggahan,Tnh_Singkarak] - ReboisasiTnh[Tnh_Singkarak,Hutan_Singkarak] - ReboisasiTnh[Tnh_Singkarak,Hutan_sumani] - ReboisasiTnh[Tnh_Singkarak,Hutan_Paninggahan] - ReboisasiTnh[Tnh_Singkarak,Hutan_Sumpur] dtINIT TanahTerbuka[Tnh_Singkarak] = 0 INFLOWS: KonvSemakTanah[Semak_Sumani,Tnh_Sumani] = 4.612 KonvSemakTanah[Semak_Sumani,Tnh_Sumpur] = 0 KonvSemakTanah[Semak_Sumani,Tnh_Paninggahan] = 0 KonvSemakTanah[Semak_Sumani,Tnh_Singkarak] = 0 KonvSemakTanah[Semak_Sumpur,Tnh_Sumani] = 0 KonvSemakTanah[Semak_Sumpur,Tnh_Sumpur] = 0 KonvSemakTanah[Semak_Sumpur,Tnh_Paninggahan] = 0 KonvSemakTanah[Semak_Sumpur,Tnh_Singkarak] = 0 KonvSemakTanah[Semak_Paninggahan,Tnh_Sumani] = 0 KonvSemakTanah[Semak_Paninggahan,Tnh_Sumpur] = 0 KonvSemakTanah[Semak_Paninggahan,Tnh_Paninggahan] = 0 KonvSemakTanah[Semak_Paninggahan,Tnh_Singkarak] = 0 KonvSemakTanah[Semak_Singkarak,Tnh_Sumani] = 0 KonvSemakTanah[Semak_Singkarak,Tnh_Sumpur] = 0 KonvSemakTanah[Semak_Singkarak,Tnh_Paninggahan] = 0 KonvSemakTanah[Semak_Singkarak,Tnh_Singkarak] = 0 OUTFLOWS: ReboisasiTnh[Tnh_Sumani,Hutan_sumani] = if RasioHutanDTA[Rasio_Sumani]PersenMinimLuasHutan and Reboisasi=1 then TanahTerbuka[Tnh_Sumani]1260 else 0 ReboisasiTnh[Tnh_Sumani,Hutan_Sumpur] = 0 ReboisasiTnh[Tnh_Sumani,Hutan_Paninggahan] = 0 ReboisasiTnh[Tnh_Sumani,Hutan_Singkarak] = 0 ReboisasiTnh[Tnh_Sumpur,Hutan_sumani] = 0 ReboisasiTnh[Tnh_Sumpur,Hutan_Sumpur] = if RasioHutanDTA[Rasio_Sumpur]PersenMinimLuasHutan and Reboisasi=1 then TanahTerbuka[Tnh_Sumpur]1260 else 0 ReboisasiTnh[Tnh_Sumpur,Hutan_Paninggahan] = 0 ReboisasiTnh[Tnh_Sumpur,Hutan_Singkarak] = 0 ReboisasiTnh[Tnh_Paninggahan,Hutan_sumani] = 0 144 ReboisasiTnh[Tnh_Paninggahan,Hutan_Sumpur] = 0 ReboisasiTnh[Tnh_Paninggahan,Hutan_Paninggahan] = if RasioHutanDTA[Rasio_Paninggahan]PersenMinimLuasHutan and Reboisasi=1 then TanahTerbuka[Tnh_Paninggahan]1260 else 0 ReboisasiTnh[Tnh_Paninggahan,Hutan_Singkarak] = 0 ReboisasiTnh[Tnh_Singkarak,Hutan_sumani] = 0 ReboisasiTnh[Tnh_Singkarak,Hutan_Sumpur] = 0 ReboisasiTnh[Tnh_Singkarak,Hutan_Paninggahan] = 0 ReboisasiTnh[Tnh_Singkarak,Hutan_Singkarak] = if RasioHutanDTA[Rasio_Singkarak]PersenMinimLuasHutan and Reboisasi=1 then TanahTerbuka[Tnh_Singkarak]1260 else 0 LUASDTA[DTA_Sumani] = Hutan[Hutan_sumani]+Pemukiman[Mukim_Sumani]+Perkebunan[Perkebunan_Sum ani]+Pertanian[Pertanian_Sumani]+Sawah[Sawah_Sumani]+SemakBelukar[Semak_ Sumani]+TanahTerbuka[Tnh_Sumani] LUASDTA[DTA_Sumpur] = Hutan[Hutan_Sumpur]+Pemukiman[Mukim_Sumpur]+Perkebunan[Perkebunan_Su mpur]+Pertanian[Pertanian_Sumpur]+Sawah[Sawah_Sumpur]+SemakBelukar[Sema k_Sumpur]+TanahTerbuka[Tnh_Sumpur] LUASDTA[DTA_Paninggahan] = Hutan[Hutan_Paninggahan]+Pemukiman[Mukim_Paninggahan]+Perkebunan[Perkeb unan_Paninggahan]+Pertanian[Pertanian_Paninggahan]+Sawah[Sawah_Paninggahan ]+SemakBelukar[Semak_Paninggahan]+TanahTerbuka[Tnh_Paninggahan] LUASDTA[DTA_Singkarak] = Hutan[Hutan_Singkarak]+Pemukiman[Mukim_Singkarak]+Perkebunan[Perkebunan_ Singkarak]+Pertanian[Pertanian_Singkarak]+Sawah[Sawah_Singkarak]+SemakBelu kar[Semak_Singkarak]+TanahTerbuka[Tnh_Singkarak] PersenMinimLuasHutan = 0.3 RasioHutanDTA[Rasio_Sumani] = Hutan[Hutan_sumani]LUASDTA[DTA_Sumani] RasioHutanDTA[Rasio_Sumpur] = Hutan[Hutan_Sumpur]LUASDTA[DTA_Sumpur] RasioHutanDTA[Rasio_Paninggahan] = Hutan[Hutan_Paninggahan]LUASDTA[DTA_Paninggahan] RasioHutanDTA[Rasio_Singkarak] = Hutan[Hutan_Singkarak]LUASDTA[DTA_Singkarak] TotalDTA = ARRAYSUMLUASDTA[] MasyPetani[LU_Sumani] = PersenMasyPertanianPopulasi[Sumani] MasyPetani[LU_Sumpur] = PersenMasyPertanianPopulasi[Paninggahan] MasyPetani[LU_Paninggahan] = PersenMasyPertanianPopulasi[Paninggahan] MasyPetani[LU_Singkarak] = Populasi[Singkarak]PersenMasyPertanian PersenMasyPertanian = 48100 SelisihTMASetelahSkenario = TMATanpaSkenario-TMAProjection 145 TMAProjection = if time25 and Embung=1 and Reboisasi=1 then NeracaAIRLuas_Danau1000 else 0 TMATanpaSkenario = DataTMA UNATTACHED: AirMasuk = ARRAYSUMDebit[]-ARRAYSUMTotalPanenAirDAs[] UNATTACHED: KeluarDanau = Ombilin+PenggunaanPLTA Debit[Debit_Sumani] = NORMAL224.92,8.39,0 Debit[Debit_Sumpur] = NORMAL70.74,2.64,0 Debit[Debit_Paninggahan] = NORMAL22.12,0.83,0 Debit[Debit_Singkarak] = NORMAL125.29,4.68,0 NeracaAIR = AirMasuk-KeluarDanau-0.02Sedimentasi Ombilin = NORMAL122.4,6.7,0 PenggunaanPLTA = 164 RasioHtnDebit[RasioDebit_Sumani] = Hutan[Hutan_sumani]Debit[Debit_Sumani] RasioHtnDebit[RasioDebit_Sumpur] = Hutan[Hutan_Sumpur]Debit[Debit_Sumpur] RasioHtnDebit[RasioDebit_Paninggahan] = Hutan[Hutan_Paninggahan]Debit[Debit_Paninggahan] RasioHtnDebit[RasioDebit_Singkarak] = Hutan[Hutan_Singkarak]Debit[Debit_Singkarak] TotalPanenAirDAs[Panen_Sumani] = JumlahEmbung[Embung_Sumani]PanenAir1Embung TotalPanenAirDAs[Panen_Sumpur] = JumlahEmbung[Embung_Sumpur]PanenAir1Embung TotalPanenAirDAs[Panen_Paninggahan] = JumlahEmbung[Embung_Paninggahan]PanenAir1Embung TotalPanenAirDAs[Panen_Singkarak] = 0 DampakEmbungkeRunoff[ThRO_Sumani] = if time=25 and Embung=1 then Debit[Debit_Sumani]JumlahEmbung[Embung_Sumani]RealisasiPembuatanEmbu ngTinggiEmbung else 0 DampakEmbungkeRunoff[ThRO_Sumpur] = if time=25 and Embung=1 then Debit[Debit_Sumpur]JumlahEmbung[Embung_Sumpur]RealisasiPembuatanEmb ungTinggiEmbung else 0 DampakEmbungkeRunoff[ThRO_Paninggahan] = if time=25 and Embung=1 then Debit[Debit_Paninggahan]JumlahEmbung[Embung_Paninggahan]RealisasiPemb uatanEmbungTinggiEmbung else 0 DampakEmbungkeRunoff[ThRO_Singkarak] = 0 Embung = 0 JumlahAirYangDitahan[Air_Sumani] = 0.49 JumlahAirYangDitahan[Air_sumpur] = 0.15 JumlahAirYangDitahan[Air_Paninggahan] = 0.05 146 JumlahEmbung[Embung_Sumani] = if time25 and Embung=1 then JumlahAirYangDitahan[Air_Sumani]TinggiEmbungPanenAir1EmbungRealisa siPembuatanEmbung else if time25 and Embung=0 then 0 else 0 JumlahEmbung[Embung_Sumpur] = if time25 and Embung=1 then JumlahAirYangDitahan[Air_sumpur]TinggiEmbungPanenAir1EmbungRealisa siPembuatanEmbung else if time25 and Embung=0 then 0 else 0 JumlahEmbung[Embung_Paninggahan] = if time25 and Embung=1 then JumlahAirYangDitahan[Air_Paninggahan]TinggiEmbungPanenAir1EmbungRe alisasiPembuatanEmbung else if time25 and Embung=0 then 0 else 0 PanenAir1Embung = 0.17 RealisasiPembuatanEmbung = 0 TinggiEmbung = 3 Reboisasi = 0 Not in a sector 147 Lampiran 7 Skenario Embung dan reboisasi terhadap TMA Danau Singkarak Opsi Reboisasi 3 4 5 6 30 50 70 100 30 50 70 100 30 50 70 100 30 50 70 100 30 50 70 100 1 360.37 360.3700 360.3700 360.3700 360.3700 360.37 360.37 360.37 360.37 360.37 360.37 360.37 360.37 360.37 360.37 360.37 360.37 13 362.6 362.6 362.597 362.597 362.597 362.597 362.597 362.597 362.597 362.597 362.597 362.597 362.597 362.597 362.597 362.597 362.597 25 362.64 362.64 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 37 362.07 362.41 362.409 362.4089 362.4089 362.409 362.409 362.4089 362.4089 362.409 362.409 362.4089 362.4089 362.409 362.409 362.4089 362.4089 49 361.1 361.44 361.4445 361.4444 361.4444 361.4445 361.4445 361.4444 361.4444 361.4445 361.4445 361.4444 361.4444 361.4445 361.4445 361.4444 361.4444 61 362.79 363.14 363.138 363.138 363.1379 363.138 363.138 363.138 363.1379 363.138 363.138 363.138 363.1379 363.138 363.138 363.138 363.1379 73 361.11 361.46 361.456 361.456 361.4559 361.456 361.456 361.456 361.4559 361.456 361.456 361.456 361.4559 361.456 361.456 361.456 361.4559 85 362.7 363.04 363.0404 363.0403 363.0403 363.0404 363.0404 363.0403 363.0403 363.0404 363.0404 363.0403 363.0403 363.0404 363.0404 363.0403 363.0403 97 361.47 361.82 361.8178 361.8177 361.8177 361.8178 361.8178 361.8177 361.8177 361.8178 361.8178 361.8177 361.8177 361.8178 361.8178 361.8177 361.8177 109 361.8 362.15 362.1459 362.1458 362.1458 362.1459 362.1459 362.1458 362.1458 362.1459 362.1459 362.1458 362.1458 362.1459 362.1459 362.1458 362.1458 121 360.61 360.96 360.9572 360.9572 360.9571 360.9572 360.9572 360.9572 360.9571 360.9572 360.9572 360.9572 360.9571 360.9572 360.9572 360.9572 360.9571 6 Embung Tinggi Embung Embung Tinggi Embung Persen Pembuatan Embung 3 Bulan BAU Reboisasi pada luas minimum 30 3 4 5 148 Lampiran 7 Skenario Embung dan reboisasi terhadap TMA Danau Singkarak 30 50 70 100 30 50 70 100 30 50 70 100 30 50 70 100 360.37 360.37 360.37 360.37 360.37 360.37 360.37 360.37 360.37 360.37 360.37 360.37 360.37 360.37 360.37 360.37 362.597 362.597 362.597 362.597 362.597 362.597 362.597 362.597 362.597 362.597 362.597 362.597 362.597 362.597 362.597 362.597 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.409 362.409 362.4089 362.4089 362.409 362.409 362.4089 362.4089 362.409 362.409 362.4089 362.4089 362.409 362.409 362.4089 362.4089 361.4445 361.4445 361.4444 361.4444 361.4445 361.4445 361.4444 361.4444 361.4445 361.4445 361.4444 361.4444 361.4445 361.4445 361.4444 361.4444 363.138 363.138 363.138 363.1379 363.138 363.138 363.138 363.1379 363.138 363.138 363.138 363.1379 363.138 363.138 363.138 363.1379 361.456 361.456 361.456 361.4559 361.456 361.456 361.456 361.4559 361.456 361.456 361.456 361.4559 361.456 361.456 361.456 361.4559 363.0404 363.0404 363.0403 363.0403 363.0404 363.0404 363.0403 363.0403 363.0404 363.0404 363.0403 363.0403 363.0404 363.0404 363.0403 363.0403 361.8178 361.8178 361.8177 361.8177 361.8178 361.8178 361.8177 361.8177 361.8178 361.8178 361.8177 361.8177 361.8178 361.8178 361.8177 361.8177 362.1459 362.1459 362.1458 362.1458 362.1459 362.1459 362.1458 362.1458 362.1459 362.1459 362.1458 362.1458 362.1459 362.1459 362.1458 362.1458 360.9572 360.9572 360.9572 360.9571 360.9572 360.9572 360.9572 360.9571 360.9572 360.9572 360.9572 360.9571 360.9572 360.9572 360.9572 360.9571 3 4 5 6 Reboisasi pada luas minimum 40 Embung Tinggi Embung 149 Lampiran 7 Skenario Embung dan reboisasi terhadap TMA Danau Singkarak 30 50 70 100 30 50 70 100 30 50 70 100 30 50 70 100 360.37 360.37 360.37 360.37 360.37 360.37 360.37 360.37 360.37 360.37 360.37 360.37 360.37 360.37 360.37 360.37 362.597 362.597 362.597 362.597 362.597 362.597 362.597 362.597 362.597 362.597 362.597 362.597 362.597 362.597 362.597 362.597 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.409 362.409 362.4089 362.4089 362.409 362.409 362.4089 362.4089 362.409 362.409 362.4089 362.4089 362.409 362.409 362.4089 362.4089 361.4445 361.4445 361.4444 361.4444 361.4445 361.4445 361.4444 361.4444 361.4445 361.4445 361.4444 361.4444 361.4445 361.4445 361.4444 361.4444 363.138 363.138 363.138 363.1379 363.138 363.138 363.138 363.1379 363.138 363.138 363.138 363.1379 363.138 363.138 363.138 363.1379 361.456 361.456 361.456 361.4559 361.456 361.456 361.456 361.4559 361.456 361.456 361.456 361.4559 361.456 361.456 361.456 361.4559 363.0404 363.0404 363.0403 363.0403 363.0404 363.0404 363.0403 363.0403 363.0404 363.0404 363.0403 363.0403 363.0404 363.0404 363.0403 363.0403 361.8178 361.8178 361.8177 361.8177 361.8178 361.8178 361.8177 361.8177 361.8178 361.8178 361.8177 361.8177 361.8178 361.8178 361.8177 361.8177 362.1459 362.1459 362.1458 362.1458 362.1459 362.1459 362.1458 362.1458 362.1459 362.1459 362.1458 362.1458 362.1459 362.1459 362.1458 362.1458 360.9572 360.9572 360.9572 360.9571 360.9572 360.9572 360.9572 360.9571 360.9572 360.9572 360.9572 360.9571 360.9572 360.9572 360.9572 360.9571 4 5 6 3 Reboisasi pada luas minimum 50 Embung Tinggi Embung ABSTRACT ZUHERNA MIZWAR. Application of Hydrological Models to Determine of Rainfall and Run Off Harvesting System of Singkarak Catchment, Under supervision of NAIK SINUKABAN, BUDI KARTIWA, and SURIA DARMA TARIGAN. The biophysics characteristic of Singkarak Catchment including topography, slope, drainage densities, land use and annual rainfall ware analyzed using the Geographycal Information System GIS model. The design, dimension and location of rainfall and run off harvesting system were analyzed and determined using MAPDAS model combined with GIS model. The MAPDAS model was also used to develop the model for flood risk prevention and drought impact mitigation. The impact of established rainfall and run off harvesting system were analyzed and developed using MAPDAS with Stella Program. Biophysical analysis showed that the topography of Singkarak Catchment was hilly to mountainous with 30-100 slope; the soils ware dominated by Andosols, Inseptisols and Ultisols, forest cover was only 25, annual rainfall was 2 800 mm; average run off coefficient was 22, and it reached up to 45 during wet months; and drainage densities was ranged from 2.64 m ha -1 to 3.8 m ha -1 . To prevent flood in Paninggahan watershed it required to harvest about 0.816 mm of rainfall which equivalent to 48 086 m 3 of run off. The result of run off and geomorphological instantaneous unit hydrograph analysis showed that about 47- 94 small reservoirs Embung which covered about 0.8-1.6 ha areas need to be established in Paninggahan watershed. Which the same purpose Malakotan watershed required to harvest about 2.7 mm of rainfall which equivalent to 189 622 m 3 of run off. The resalts of run off and geomorphological instantaneous unit hydrograph analysis showed that about 63-126 small reservoirs Embung which covered about 3.2-6.3 ha areas in Malakotan watershed. Impact of rainfall and run off harvesting analysis showed that effective run off models to prevent flood and drought risk was a combination of MAPDAS model and GIS. The location of reservoirs construction, reforestation and afforestation activities should be covered out in the zone within 8-11 km and 13-17 km from the outlet at Paninggahan and Malakotan watersheds respectively. Impact of the established rainfall harvesting system was the stability of the lake water level, with the minimum and maximum water level were 360 and 363 meters asl. Respectively will not disrupt the continuity of water supply for irrigation purpose of Ombilin river and Singkarak hydroelectric power plant. Keywords: water harvesting design, hydrograph instantaneous model, lake water level RINGKASAN ZUHERNA MIZWAR. Aplikasi Model Hidrologi dalam Penentuan Sistem Panen Hujan dan Aliran Permukaan Daerah Tangkapan Air Singkarak, Dibimbing oleh NAIK SINUKABAN, BUDI KARTIWA, SURIA DARMA TARIGAN. Faktor biofisik DTA Singkarak dengan topografi yang berbukit sampai bergunung dengan lereng curam, aktifitas pertanian yang intensif, serta curah hujan yang tinggi, mengakibatkan terjadinya debit puncak yang ekstrim, yang disertai tingkat sedimentasi yang tinggi. Untuk itu perlu upaya menurunkan aliran permukaan serta tingkat sedimentasi dengan perbaikan agroteknologi serta sistim panen hujan dan aliran permukaan di DTA Singkarak Oleh sebab itu tujuan penelitian adalah untuk 1 mengkaji karakteristik biofisik, 2 menentukan desain sistem panen hujan dan aliran permukaan berdasarkan aplikasi model hidrologi, 3 mengembangkan model aliran permukaan DAS untuk menahan resiko banjir dan kekeringan, serta 4 mengkaji dampak implementasi sistem panen hujan dan aliran permukaan pada DTA Singkarak. Model hidrologi yang digunakan adalah model debit sesaat model aliran permukaan daerah aliran sungai MAPDAS berbasis hidrograf satuan sesaat geomorfologi. Karakteristik biofisik adalah imput dari model MAPDAS, yang dapat ditentukan dengan sistem informasi geografi SIG dalam data raster. Analisa sistem panen hujan dan aliran permukaan terdiri atas penentuan ambang batas debit puncak di bendung sebagai volume panen hujan dan aliran permukaan yang juga dilakukan dengan model hidrologi MAPDAS. Analisa lokasi sebaran sistem panen hujan dan aliran permukaan dapat menurunkan debit puncak secara efektif dan signifikan yang memakai konsep hidrologi satuan sesaat geomorfologi GIUH. Analisa model dinamik dengan program Stella merupakan model yang dapat mengubah parameter sebagai input yang digunakan untuk melihat dampak implementasi sistem panen hujan dan aliran permukaan terhadap tinggi muka air Danau Singkarak. Karakteristik biofisik DAS Singkarak terdiri atas topografi yang curam dengan kemiringan lereng 30-100, tutupan hutan hanya sebesar 25 dan dan tanah di dominasi oleh andosol, inseptisol dan ultisol dengan kerapatan drainase berkisar 3,8 mha -1 pada DAS Paninggahan 2,64 mha -1 pada Malakotan. Curah hujan tahunan rata-rata 2800 mm, koefisien aliran permukaan tahunan adalah 22, tetapi pada bulan basah mencapai 45 Sistem panen hujan dan aliran permukaan berupa pembuatan embung, reboisasi dan penghijauan dapat menurunkan tinggi muka air danau pada musim hujan dan menaikan tinggi muka air pada musim kemarau. Pada DAS Paninggahan diperlukan panen hujan sebesar 0.816 mm atau setara dengan 48086 m3, dengan luas pembuatan embung berkisar dari 8014 – 16029 m 2 dengan jumlah 47-94, dan pada DAS Malakotan diperlukan panen hujan sebesar 2.7 mm atau setara 189622 m3, dengan luas berkisar dari 31604 - 63208 m 2 sehingga diperlukan pembuatan embung sejumlah 63-126. Model aliran permukaan untuk menahan resiko banjir dan kekeringan yang efektif adalah kombinasi model MAPDAS dan sistem informasi georafi SIG. Lokasi pembagunan embung, reboisasi dan penghijauan pada zona yang berjarak 8-11 Km dari outlet di Paninggahan, dan 12-17 Km dari outlet pada Malakotan. Dampak implementasi sistem panen hujan terhadap tinggi muka air danau, adalah tercapainya kestabilan muka air danau, dengan tinggi minimum tidak kurang dari 360 mdpl dan maksimum 363 mdpl. Kondisi ini tidak menyebabkan masalah untuk memenuhi kebutuhan air irigasi S.Ombilin dan PLTA Singkarak yang mengalir ke S. Anai. Model dinamik Stella untuk implementasi sistem panen hujan dan aliran permukaan perlu dilakukan penelitian lain yang difokuskan pada analisis sensivitas pengaruh perkembangan jumlah dan sebaran bangunan sistem panen hujan terhadap karakteristik hidrologis DAS. Berdasarkan model dinamik dikawasan DTA Singkarak, aplikasi teknologi rehabilitasi lahan berupa embung dan reboisasi sebaiknya dilaksanakan dengan baik, agar kondisi air dapat lestari. PENDAHULUAN Latar Belakang Kawasan Danau Singkarak terletak di dua kabupaten yaitu KabupatenSolok dan Tanah Datar. Kedua kabupaten ini adalah daerah penghasil berasdan menjadi lumbung beras bagi Provinsi Sumatera Barat. Danau Singkarak merupakan sumber pemasok kebutuhan air, terutama bagi Pembangkit Listrik Tenaga Air PLTA dalam memenuhi kebutuhan listrik Sumatera Barat, Riau dan Jambi. Danau menyediakan kebutuhan air untuk daerah KabupatenTanah Datar, KabupatenKota 50 Kota, dan Riau yang merupakan bagian dari Daerah Aliran Sungai DAS Inderagiri. Danau Singkarak merupakan danau terbesar kedua di Pulau Sumatera dengan kekayaan berbagai jenis ikan endemik, serta pemandangan alam yang indah dan dapat dikembangkan untuk kegiatan wisata alam. Secara garis besar Daerah Tangkapan Air DTA danau dibagi atas tiga DAS yang airnya mengalir ke Danau Singkarak. Ketiga DAS tersebut adalah DAS Sumani, Singkarak, dan DAS Sumpur Kudus. Para stakeholders termasuk lembaga pemerintah dan swasta BAPEDA, PU, Kehutanan, Pertanian, PDAM, Pengamat Lingkungan dan Perkebunan, menyarankan ketiga DAS tersebut diatas dilihat secara menyeluruh dalam pengelolaannya. DAS Sumanimerupakan daerah yang kondisinya paling buruk. Sungai Lembang dan Sumani yang melintasi DAS Sumani menghadapi permasalahan kekurangan persediaan air dan rendahnya kualitas air karena tingginya sedimen,sedangkan daerah tangkapan danau yang terletak di daerah Tanah Datar memiliki kemiringan yang sangat terjal karena terletak di daerah Gunung G Merapi. Farida et al. 2005 menyatakan bahwa permasalahan ini terjaditerutama karena pembukaan hutan, dan pembalakan secara ilegal oleh masyarakat. Hutan komunal hilang sekitar 70 - 80, terutama untuk perluasan areal pertanian. Penurunan muka air Danau Singkarak sangat berdampak pada aliran Sungai Ombilin yang merupakan muara DTA. ini sangat merugikan sebagian masyarakat Sumatera Barat. Fluktuasi muka air danau berkisar 3.5 m. Elevasi maksimum mencapai 363.59 m dan minimum 360.1 m dari permukaan laut dplberdasarkan 2 pencatatan elevasi danau tahun 1999-2009PSDA Sumatera Barat dan pengamatan.Meningkatnya penggunaan air oleh masyarakat untuk mengairi sawah di DTA dan penggunaan air danau untuk PLTA telah menyebabkan berkurangnya air ke Sungai Ombilin. Helmi 2003 menyatakan bahwa rata-rata outflow ke Sungai Ombilin adalah 49,6m 3 dtk -1 dan sekitar 15 m 3 dtk -1 pada musim kemarau.Setelah beroperasinya PLTA outflow dari Danau Singkarak ke Sungai Ombilin diatur dengan kisaran 2m 3 dtk -1 pada musim hujan dan 6 m 3 dtk -1 pada musim kemarau. Hal ini telah menyebabkan penurunan jumlah kincir air yang beroperasi sebesar 50 yaitu 184 dari 366 buah. Penurunan areal sawah sebesar 40 yaitu dari 549 Ha menjadi 333 Ha. Saat ini masyarakat dan petani mengeluh kekurangan air. Pada musim kering irigasi tidak dapat memenuhi kebutuhan air sawah di Kabupaten Solok, Tanah Datar dan Sawahlunto Sinjunjung. Faridaet al. 2005 menyatakan, persepsi tentang masalah kekurangan air untuk kebutuhan irigasi tersebut disebabkan oleh penebangan hutan.Hal tersebut cukup mengkhawatirkan keberadaan danau meskipun di sekitar Danau Singkarak telah ada berbagai usaha untuk menghutankan kembali lahan yang kritis. Untuk memenuhi kebutuhan irigasi, PLTA dan kepentingan lainnya, diperlukan pengelolaan lahan tanah dan air yang sesuai, sehingga pengelolaan sumber air untuk DTA Singkarak yang berbasis danau sebagai reservoar merupakan hal yang penting dan harus di jaga, sehingga dampak negatif terhadap penurunan kuantitas dan kualitas aliran sungai pensuplai danau dapat dihindari. Terjadinya lahan kritis karena berkurangnya tutupan hutan dan berubahnya penggunaan lahan karena perluasan areal pertanian dan perkebunan. Kurangnya persediaan air, kekeringan, banjir, erosi dan sedimentasi serta longsor disebabkan salah satunya karena ketiadaan implementasi teknik konservasi tanah dan air, terutama pada daerah hulu dan tengah DAS. Konservasi tanah erat hubungannya dengan konservasi air. Konservasi tanah adalah semua perlakuan fisikmekanis terhadap tanah serta pembuatan bangunan untuk mengurangi aliran permukaan dan erosi. Konservasi air pada prinsipnya adalah penggunaan air hujan yang jatuh ke tanah untuk pertanian 3 seefisien mungkin, dan mengatur waktu aliran agar tidak terjadi banjir yang merusak dan terdapatnya cukup air pada waktu musim kemarau. Selain itu konservasi air diharapkan dapat menahan dan meningkatkan tinggi muka air di daerah hulu, dan sebagai upaya pengamanan bangunan-bagunan air di bagian hilir. Bangunan konservasi air yang juga berfungsi untuk panen hujan adalah seperti dam pengendali Check Dam, sumur resapan Infiltration Well, dam parit, embung, dan lain lain.Pada prinsipnya konservasi air merupakan tindakan yang diperlukan untuk melestarikan sumberdaya air. Namun dalam konteks pemanfaatan, Agus et al. 2002 mengemukakan bahwa penggunaan air hujan secara efisien merupakan tindakan konservasi. Strategi konservasi air diarahkan untuk mengupayakan peningkatan cadangan melalui pengendalian aliran permukaan, pemanenan air aliran permukaan, dan peningkatan infiltrasi.Intinya adalah bagaimana agar air hujan dapat diresapkan ke dalam tanah sebanyak mungkin, ditahan didaerah cekungan dan dimanfaatkan untuk pengairan di musim kemarau maupun pada periode pendek saat dibutuhkan oleh tanaman pada musim hujan. Indikator keberhasilan teknik konservasi tanah dan air adalah meningkatnya tutupan vegetasi, menurunnya debit puncak yang menyebabkan banjir serta terjaminnya suplai air secara kontinyu. Oleh sebab itu penelitian tentang upaya- upaya konservasi tanah dan air menjadi hal yang sangat penting untuk dilakukan. Permasalahan Berdasarkan uraian di atas dapat diidentifikasi beberapa masalah pada DTA Singkarak. 1. Daerah terjal, alur sungai pendek, dan banyaknya lahan terbuka yang menyebabkan tingginya aliran permukaan, erosi dan sedimentasi. 2. Penurunan persediaan air DTA Singkarak sebesar 69.8 yang menyebabkan berkurangnya suplai air untuk irigasi sehingga menurunkan produksi pertanian.Kurangnya persediaan air secara umum sangat berpengaruh pada kehidupan masyarakat sekitar DTA. 3. Fluktuasi muka air danau berkisar 3.5 m, elevasi maksimum mencapai 4 363.59 m dan elevasi minimum 360.1 m dpl dari permukaan laut . Kerangka Pemikiran DTA Singkarak yang dibagi atas 3 DAS, namun secara geografiske tiga DAS tersebut adalah sama. DAS mengalir ke satu outlet yaitu Danau Singkarak yang merupakan reservoar air alami. Kondisi daerah mempunyai kemiringan lereng yang terjal dan alur sungai yang pendek, sehingga pada saat hujan air akan mengalir dengan cepat dan volume air danau akan maksimum. Tapi pada saat kemarau aliran air akankecil sehingga volume air danau minimum. Perubahan tutupan lahan akan besar pengaruhnya terhadap DTA yang berbasis danau. Terutama pada kecepatan aliran permukaan dan infiltrasi. Tingginya aliran permukaan menyebabkan mudahnya terjadi erosi dan longsor, Infiltrasi akan kecil karena air langsung mengalir menuju danau sehingga menimbulkan banjir di hilir, sedangkan di hulu akan terjadi kekeringan karena kecilnya resapan. Untuk mengatasi persoalan diatas pada DTA Singkarak perlu dilakukan kegiatan reboisasi dan implementasi teknologi konservasi tanah dan air melalui penerapan sistem panen hujan dan aliran permukaan water harvesting.Sistem panen hujan dan aliran permukaan dapat berupa kontruksi sipil untuk menampung air seperti bendung, dam parit dan embung. Agar upaya perbaikan kondisi hidrologis DAS menjadi efektif dan efisien, maka diperlukan pengembangan metodologi penentuan dimensi, jumlah dan sebaran bangunan konservasi tanahdan air yang mempertimbangkankarakteristik hidrometeorologis DAS bersangkutan. Aplikasi model aliran permukaan berbasis data sesaat memungkinkan simulasi aliran permukaan pada berbagai skenario curah hujan lebih excess rainfall, serta menentukan dimensi dan jumlah bangunan sistem panen hujan dan aliran permukaan yang diperlukan untuk memperbaiki kondisi hidrologis DAS. Pada penelitian ini, model hidrologi berbasis interval waktu sesaat yang digunakan dalam menentukan volume curah hujan dan aliran permukaan yang harus dipanen adalah model MAPDAS. 5 KAWASAN DTA BERBASIS DANAU HUBUNGANNYA DENGAN KONDISI BIOFISIK: HIDROLOGI, IKLIM, TUTUPAN LAHAN, TANAH dan GEOLOGI LAHAN KRITIS PERSEDIAAN AIR BAKU MENURUN FLUKTUASI VOLUME AIR DANAU IDENTIFIKASI TINGKAT PENGELOLAAN DAS BUTUH BIAYA BESAR KONDISI DTA BAIK 1.ANALISA TUTUPAN LAHAN

2. ANALISA HIDROLOGI 3. PENGAMATAN DAN

PENGUKURAN REHABILITASI LAHAN 1. AGROTEKNOLOGI

2. TEKNIK KONSERVASI AIR

TERGANGGU TIDAK TERGANGGU Lereng terjal, aliran sungai pendek, kecepatan aliran tinggi, lahan terbuka. metode untuk menentukan lokasi yang efektif Penyebaran dan kapasitasjumlah Bagunan konservasi tanah dan air Effektifitas upaya konservasi tanah dan air dalam menurunkan debit puncak sangat tergantung lokasi dimana implementasi sistem panen hujan dan aliran permukaan tersebut dilaksanakan. Berdasarkan hipotesa bahwa kontribusi pasokan curah hujan yang jatuh pada pada titik berat DAS sangat menentukan karakteristik debit puncak, maka diperlukan analisis zona prioritas implementasi sistem panen hujan dan aliran permukaan yang secara effektif akan berdampak pada penurunan debit puncak secara signifikan.Perumusanmasalah yang digambarkan dalam kerangka berfikir dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1 Kerangka berfikir. 6 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengkaji karakteristikkondisi biofisik DTA Singkarak. 2. Menentukan desainsistem panen hujan dan aliran permukaan berdasarkan aplikasi model hidrologi. 3. Mengembangkan model aliran permukaan DAS untuk menahan resiko banjir dan kekeringan pada DTA Singkarak. 4. Mengkaji dampak implementasi sistem panen hujan dan aliran permukaan serta reboisasi terhadap fluktuasi tinggi muka air Danau Singkarak. Manfaat 1. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai alat bantu rekomendasi pengelolaan DTA Singkarak menghadapai resiko banjir dan kekeringan serta sedimentasi dengan murah, cepat dan akurat. 2. Bagi pemerintah Provinsi Sumatera Barat hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam perencanaan dan evaluasi kegiatan konservasi dan rehabilitasi lahan DTA Singkarak. Kebaruan Pengembangan metode penentuan jumlah, dimensi dan sebaran bagunan sistem panen hujan dan aliran permukaan pada skala DAS berdasarkan aplikasi model hidrologi dan sistem imformasi geografi SIG. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dilakukan pada DTA Singkarak tepatnya pada DAS Sumani, dan Singkarak. Data penelitian merupakan data primer yang dapat langsung diamati dilapangan pada alat-alat yang sudah terpasang. Untuk lokasi yang tidak mempunyai alat ukur dilakukan pengukuran dan pengamatan di lapangan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi-instansi terkait. Cakupan penelitian ini yaitu; menentukan karakteristik kondisi biofisik DTA, dan pemodelan hidrologi. Aplikasi model debit sesaat dengan model