6
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah: 1.
Mengkaji karakteristikkondisi biofisik DTA Singkarak. 2.
Menentukan desainsistem panen hujan dan aliran permukaan berdasarkan aplikasi model hidrologi.
3. Mengembangkan model aliran permukaan DAS untuk menahan resiko
banjir dan kekeringan pada DTA Singkarak. 4.
Mengkaji dampak implementasi sistem panen hujan dan aliran permukaan serta reboisasi terhadap fluktuasi tinggi muka air Danau Singkarak.
Manfaat
1. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai alat bantu rekomendasi
pengelolaan DTA Singkarak menghadapai resiko banjir dan kekeringan serta sedimentasi dengan murah, cepat dan akurat.
2. Bagi pemerintah Provinsi Sumatera Barat hasil penelitian ini diharapkan
dapat menjadi bahan masukan dalam perencanaan dan evaluasi kegiatan konservasi dan rehabilitasi lahan DTA Singkarak.
Kebaruan
Pengembangan metode penentuan jumlah, dimensi dan sebaran bagunan sistem panen hujan dan aliran permukaan pada skala DAS berdasarkan aplikasi
model hidrologi dan sistem imformasi geografi SIG.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian dilakukan pada DTA Singkarak tepatnya pada DAS Sumani, dan Singkarak. Data penelitian merupakan data primer yang dapat langsung diamati
dilapangan pada alat-alat yang sudah terpasang. Untuk lokasi yang tidak mempunyai alat ukur dilakukan pengukuran dan pengamatan di lapangan.
Sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi-instansi terkait. Cakupan penelitian ini yaitu; menentukan karakteristik kondisi biofisik
DTA, dan pemodelan hidrologi. Aplikasi model debit sesaat dengan model
7 MAPDAS, dipakai untuk penentuan desain sistem panen hujan dan aliran
permukaan. Alur penelitian dapat dilihat pada Gambar 2. Penelitian lapangan terdiri dari pengukuran tinggi muka air, debit sedimen,
pengambilan sampel air dan melihat keberadaan teknik konservasi tanah dan air pada DTA Singkarak. Teknik konservasi tanah dan air yaitu berupa reboisasi,
penghijauan dan terdapatnya bagunan air seperti: embung, cek dam, dan bendung.Bangunan konservasi air pada daerah ini adalah sebagai alat
pengembangan sumber air dalam memenuhi kebutuhan airpertanian oleh petani dan kebutuhan air sehari-hari bagi makhluk hidup yang terdapat pada DAS.
Analisa yang dilakukan adalah; menentukan karakteristik DTA secara spasial, aplikasi model hidrologi untuk menentukan zona pengembangan sistem
panen hujan dan aliran permukaan, menentukan jumlah dan posisi bangunan panen hujan dan aliran permukaan, pembahasan secara umum dampak
implementasi sistem panen hujan terhadap tinggi muka air danau. Bangunan panen hujan dan aliran permukaan yang dikemukakan adalah berupa embung
waduk kecil. Pada penelitian ini juga dilakukan kajian dampak reboisasi sebagai teknik agroteknologi terhadap tinggi muka air danau.
Dampak implementasi sistem panen hujan dan aliran permukaan serta reboisasi terhadap tinggi muka air danau diperlihatkan dengan membuat simulasi
dinamik dengan memakai program Stella, yang berbasis flow-chart dan grafis. Model dinamik dapat mensimulasikan perubahan yang terjadi yaitu berupa tinggi
muka air danau, volume danau, sedimentasi pada saat ini dan prediksi kedepannya. Prediksi yang dilakukan yaitu dengan merancang skenario-skenario
embung dan reboisasi untuk berbagai kondisi.
8
START
DATA TUTUPAN LAHAN
DATA HIDROLOGI, IKLIM DAN DEBIT
DATA BIOFISIK DAS
ANALISA TUTUPAN
LAHAN ANALISA IKLIM
DAN HIDROLOGI KARAKTERISTIK
BIOFISIK DAS
KARAKTERISTIK GEOMETRI
MARFOMETRI DAN PEDOLOGI DAS
KECENDERUNG AN PERUBAHAN
LAHAN TINGKAT KRITIS
DAS
DEBIT BANJIR SIMULASI
KALIBRASI MODEL
MODEL DEBIT SESAAT
MAPDAS
AMBANG DEBIT MAX PENYEBAB
BANJIR VOLUME
EXCEES RAINFALL
DELINASI ZONE PENGEMBANGAN SISTEM PANEN HUJAN DAN
ALIRAN PERMUKAAN
STOP PENENTUAN
POSISI BANGUNAN
PANEN HUJAN
Gambar 2 Diagram alir penelitian.
9
TINJAUAN PUSTAKA
Daerah Aliran Sungai
DAS merupakan suatu kawasan yang dibatasi oleh batasan-batasan topografi secara alami merupakan wilayah hidrologi dengan sungai dan anak-anak
sungai sebagai komponen utama untuk mengalirkan setiap air hujan, sedimen dan unsur lainnya pada sungai ke suatu pengeluaran outlet dan titik-titik pengukuran
debit aliran, sedimen, dan kualitas air suatu sungai. Menurut Arsyad 1989, DAS adalah sebagai satuan wilayah yang terletak
diatas suatu titik pada suatu sungai yang oleh batas-batas topografi mengalirkan air yang jatuh diatasnya kedalam sungai yang sama dan mengalir melalui suatu
titik yang sama pada sungai tersebut.
Menurut Sri –Harto 1993, DAS merupakan daerah tangkapan yang semua
airnya mengalir kedalam suatu alur sungai, daerah ini umumnya dibatasi oleh
batas topografi yang jelas dan ditetapkan berdasar aliran permukaan.
DAS merupakan suatu sistem alami dalam hidrologi dengan sungai sebagai komponen utama. Aliran sungai sangat dipengaruhi oleh karakteristik curah hujan
dan kondisi biofisik DAS. Karakteristik biofisik mencakup geometri ukuran, bentuk, kemiringan DAS, morfometri ordo sungai, kerapatan jaringan sungai,
rasio percabangan, rasio panjang, pedologi dan geologi, serta penutupan lahan Liamas 1993. Diantara kelima penciri kondisi biofisik, tipe penutupan lahan
merupakan satu-satunya parameter yang dapat mengalami perubahan secara cepat dan memberikan pengaruhnya secara signifikan terhadap karakteristik debit
Kartiwa et al. 2004 Fungsi hidrologi DAS adalah berhubungan dengan kemampuan DAS dalam
hal: 1 transmisi air, 2 penyangga pada puncak kejadian hujan, 3 pelepasan air secara perlahan, 4 memelihara kualitas air, 5 mengurangi perpindahan massa
tanah, misalnya melalui longsor,6 mengurangi erosi, dan 7mempertahankan iklim mikro Noordwijk et al. 2004. Menurut Sinukaban 1995, pemanfaatan
sumberdaya alam DAS yang tidak memperhatikan kemampuan dan kelestarian lingkungan, akan terjadi kerusakan ekosisten dan tataguna air. Oleh karena itu
dalam membuat perencanaan pengelolaan DAS, pilihan teknologi yang tepat
adalah berlandasan kaidah-kaidah konsevasi.
10 Fungsi DAS dapat ditinjau dari ketersediaan supply yang mencakup
kuantitas aliran sungai debit, dan permintaan demand yang mencakup tersedianya air bersih, tidak terjadinya bencana banjir dan kekeringan, tanah
longsor dan sedimentasi di sungai. Sulitnya mendapatkan air bersih merupakan faktor penentu utama kemiskinan dan buruknya kesehatan suatu daerah DAS.
Masalah persediaan air yang tidak mencukupi bagi masyarakat di daerah hilir dapat ditangani dengan pendekatan:
1.
Pendekatan teknisbiasanya diterapkan pada badan sungai di bagian tengah DAS, yaitu dengan cara meningkatkan kecepatan aliran sungai untuk
mengurangi banjir di tempat-tempat yang rawan, membuat bendungan waduk sebagai tempat penampungan air untuk memenuhi kebutuhan air
bagi masyarakat, tumbuhan, dan hewan dari sumber di hulu ke konsumen di hilir.
2.
Pendekatan tataguna lahan di hulu, dengan menetapkan kawasan hutan lindung dan daerah tangkapan air dibagian hulu DAS dengan melakukan
rehabilitasi DTA dengan penghijauan, pengolahan tanah yang sesuai dengan upaya konservasi tanah dan air. Upaya konservasi tanah dan air
seperti pembuatan sumur resapan, wadukembung, cek dam serta pelaksanaan upaya-upaya pemanenan air hujan, terasering terrace, mulsa
mukhing, rorak silt pit
Pengelolaan DAS
Pengelolaan DAS adalah bagaimana pengaturan terhadap faktor berupa vegetasi, bentuk wilayah, tanah, air dan manusia yang merupakan bagian dari
suatu ekosistem DAS, sebab apabila salah satu faktor berubah maka perubahan
tersebut akan berpengaruh terhadap ekosistem DAS.
Ekosistem DAS dapat diklasifikasikan menjadi daerah hulu, tengah dan hilir. DAS bagian hulu dicirikan sebagai daerah konservasi, DAS bagian hilir
merupakan daerah pemanfaatan. DAS bagian hulu mempunyai arti penting terutama untuk perlindungan fungsi tata air. Sebagai suatu kesatuan tata air, DAS
dipengaruhi kondisi bagian hulu khususnya kondisi biofisik daerah tangkapan dan daerah resapan air, yang rawan terhadap ancaman gangguan manusia. Hal ini
11 mencerminkan bahwa,kelestarian DAS ditentukan oleh pola perilaku, keadaan
sosial-ekonomi dan tingkat pengelolaan yang sangat erat kaitannya dengan
pengaturan kelembagaan institutional arrangement.
Pengelolaan DAS adalah suatu proses formulasi dan implementasi kegiatan atau program yang bersifat manipulasi sumberdaya alam dan manusia yang
terdapat di Daerah Aliran Sungai untuk memperoleh manfaat produksi dan jasa tanpa menyebabkan terjadinya kerusakan sumberdaya air dan tanah Asdak 1995.
Setiap terjadinya kegiatan di daerah DAS tidak menimbulkan dampak terhadap DAS apabila dilakukan pengelolaan dengan benar. Daerah hulu misalnya, yang
merupakan fungsi perlindungan terhadap keseluruhan DAS. Perlindungan ini berupa fungsi tata air sumber air oleh sebab itu pengelolaan DAS hulu seringkali
menjadi fokus perhatian dalam suatu DAS. Bagian hulu DAS seringkali mengalami konflik kepentingan dalam
penggunaan lahan, terutama untuk kegiatan pertanian, pariwisata, dan pertambangan, serta permukiman. Mengingat DAS bagian hulu mempunyai
keterbatasan kemampuan, maka setiap kesalahan pemanfaatan akan berdampak negatif pada bagian hilirnya. Pada prinsipnya, DAS bagian hulu merupakan usaha
konservasi dengan mencakup aspek-aspek yang berhubungan dengan supply air. Secara ekologis, hal tersebut berkaitan dengan ekosistem tangkapan air yang
merupakan rangkaian proses alami daur hidrologi Bagian hulu dan hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui daur hidrologi Asdak 1995
Permasalahan pengelolaan DAS dapat dilakukan melalui suatu pengkajian komponen-komponen DAS dan penelusuran hubungan antar komponen yang
saling berkaitan, sehingga tindakan pengelolaan dan pengendalian yang dilakukan tidak hanya bersifat parsial dan sektoral, tetapi sudah terarah pada penyebab
utama kerusakan dan akibat yang ditimbulkan. Salah satu persoalan pengelolaan DAS dalam konteks wilayah adalah letak hulu tengah dan hilir sungai berada pada
kabupaten yang berbeda. Sungai yang mengalir dari hulu ke hilir akan melewati beberapa kabupaten bahkan propinsi. Oleh karena itu, daerah daerah yang dilalui
harus memandang DAS sebagai suatu sistem terintegrasi, dan menjadi tanggung jawab bersama. Apabila terjadi bencana, apakah itu banjir maupun kekeringan,
12 penanggulangannya dapat dilakukan secara menyeluruh yang meliputi DAS mulai
dari daerah hulu sampai hilir. Gangguan terhadap ekosistem DAS bersumber dari manusia. Apabila fungsi
dari suatu DAS terganggu, maka sistem hidrologis akan terganggu. DAS sebagai tempat jatuhnya hujan, resapan dan penyimpanan air menjadi terganggu sehingga
rusaknya sistem aliran sungai. Keadaan ini menyebabkan melimpahnya air di musim hujan dan kurangnya air di musim kemarau. Hal ini akan menyebabkan
perbedaan yang tajam antara debit sungai pada saat musim hujan dan kemarau yang merupakan indikator rusaknya suatu DAS.
Hasil identifikasi DAS kritis yang dilakukkan pada tahun 1998 lalu menunjukkan bahwa 41 DAS dikatagorikan sangat kritis, 56 DAS kritis dan 41
DAS kurang kritis. Laju DAS kritis tiap tahun terus bertambah. Tercatat pada tahun 1984 sebanyak 22 DAS dinyatakan kondisinya kritis. Kemudian bertambah
menjadi 39 DAS di tahun 1992. Terus meningkat di tahun 2003 telah mencapai 62 DAS kritis Kimpraswil 2003.
Pentingnya posisi DAS sebagai unit perencanaan yang utuh merupakan konsekuensi logis untuk menjaga kesinambungan pemanfaatan sumberdaya hutan,
tanah dan air. Kurang tepatnya perencanaan dapat menimbulkan adanya degradasi DAS yang buruk seperti yang dikemukakan di atas adalah upaya menciptakan
pendekatan pengelolaan, perencanaan DAS secara terpadu dan menyeluruh, berkelanjutan serta berwawasan lingkungan. Apabila ini terlakssana pengelolaan
DAS akan dapat dipakai untuk penanggulanga bencana, apakah itu banjir maupun kekeringan dengan cepat dan tepat dan baik.
Penggunaan Lahan
Menurut Arsyad 1989, sifat-sifat lahan land characteristics, merupakan suatu keadaan unsur-unsur yang dapat diukur, dan sifat lahan tersebut akan dapat
menentukan dan mempengaruhi prilaku lahan seperti ketersediaan air, peredaran udara, perkembangan akar, kepekaan erosi, ketersediaan unsur hara dan
sebagainya, sehingga prilaku lahan sangat menentukan pertumbuhan vegetasi yang disebut sebagai kualitas lahan.
13 Evaluasi lahan merupakan salah satu komponen penting dalam proses
perencanaan penggunaan lahan land use planning yang hasilnya dapat memberikan alternatif penggunaan lahan dan batas-batas kemungkinan
penggunaannya, serta tindakan pengelolaan yang diperlukan agar lahan dapat berfungsi secara lestari FAO 1976.
Peran sistem penggunaan lahan pada suatu bentang lahan dapat dinilai dari sudut perubahan tingkat evapotranspirasi yang berhubungan dengan keberadaan
pohon, laju infiltrasi tanah yang berhubungan dengan kondisi fisik tanah, dan laju drainase yang berhubungan dengan jaringan drainase Noordwijk et al. 2004.
Peningkatan intensitas perubahan alih fungsi lahan membawa pengaruh negatif terhadap kondisi hidrologis DAS diantaranya meningkatnya debit puncak,
fluktuasi debit antar musim, koefisien aliran permukaan, serta banjir dan kekeringan Kartiwa et al. 2004.
Perubahan penggunaan lahan dengan memperluas permukaan kedap air menyebabkan berkurangnya infiltrasi, menurunkan pengisian air bawah tanah dan
meningkatkan aliran permukaan. Peningkatan aliran permukaan akan mempengaruhi debit aliran pada suatu sungai.
Konservasi Air
Konservasi air adalah suatu kegiatan pengelolaan, pemanfaatan air secara bijaksana dan menjamin ketersediaan air dengan tetap memelihara serta
meningkatan mutunya. Menurut Arsyad 2006,konservasi air pada prinsipnya adalah penggunaan air hujan yang jatuh ke tanah untuk pertanian seefisien
mungkin, dan mengatur waktu aliran agar tidak terjadi banjir yang merusak dan terdapatnya cukup air pada waktu musim kemarau.
Konsep dasar konservasi air, jangan membuang-buang dan selalu menjaga sumberdaya airKodoatie 2005. Konservasi air meningkatkan efisiensi penggunaan
air dan memperbaiki kualitas air sesuai peruntukannya. Konservasi air mempunyai efek berganda, diantaranya adalah mengurangi biaya kerugian akibat banjir, biaya
pengolahan air, ukuran jaringan pipa dan lain sebagainya. Dengan demikian, tidak diragukan lagi bahwa konsevasi air mendapat perhatian yang besar Suripin 2004;
Kadoatie 2005. Konservasi air dapat memperlambat aliran permukaan,
14 menampung dan mengalirkan aliran permukaan sehingga tidak merusak,
memperbesar kapasitas infiltrasi air kedalam tanah dan memperbaiki aerasi tanah dan menyediakan air bagi tanaman.
Konservasi air tidak bisa terpisah dari konservasi tanah. Dalam kegiatan usahatani misalnya setiap perlakuan yang diberikan pada sebidang tanah pasti akan
mempengaruhi tata air daerah tersebut. Setiap pemanfaatan lahan untuk kegiatan usahatani pada hulu akan berpengaruh terhadap kondisi hidrologi dan tata air lahan
yang berada di wilayah hilir.
Sistem Panen Hujan
Sistem panen hujan rainwater harvesting sistem adalah suatu cara yang dilakukan untuk menampung aliran air hujan yang jatuh pada suatu kawasan dalam
bakkolam penampungan. Sistem panen hujan dilakukan pada daerah yang mempunyai intensitas hujan cukup tinggi dengan periode tidak ada hujan yang
cukup lama. Jumlah air hujan yang dapat dipanen tergantung dari bentuk topografi dan kemampuan tanah untuk menahan air. Pemanenan hujan dapat dimanfaatkan
untuk kebutuhan rumah tangga, ternak dan pertanian Suripin 2004; Kadoatie 2005.
Menurut Arsyad 2006, aliran permukaan surface runoff adalah air yang
mengalir diatas permukaan tanah atau bumi yang sifatnya dinyatakan dalam jumlah kecepatan, laju dan gejolak aliran permukaan.
Menurut Asdak 2004, aliran permukaan adalah bagian dari curah hujan yang mengalir diatas permukaan tanah menuju ke sungai, danau dan lautan. Air
hujan ada yang langsung masuk kedalam tanah disebut dengan infiltrasi. Besar kecilnya aliran permukaan dipengaruhi oleh banyak faktor yang dikelompokan
menjadi dua yaitu; faktor yang berkaitan dengan iklim khususnya curah hujan, dan faktor yang berkaitan dengan karakteristik DAS Suripin 2004.
Hal penting dari aliran permukaan adalah kaitannya dengan rancang bangun pengendali aliran permukaan yaitu besarnya debit puncak peak flow dan waktu
tercapainya debit puncak, volume dan sebaran air permukaan. Pengembangan sistem panen hujan dan aliran permukaan dapat dilakukan
dengan aplikasi teknologi konservasi air yang tepat guna, murah dan aplicable
15 untuk mengatur ketersediaan air agar dapat memenuhi kebutuhan air water
demand yang semakin sulit didapatkan dengan cara-cara alamiah natural manner. Teknologi konservasi air yang sederhana, dengan biaya yang relatif
murah. Teknologi itu antara lain embung, dam parit dan cek dam
Bangunan Panen Hujan Embung
Embung atau tandon air merupakan waduk berukuran mikro small farm reservoir yang dibangun untuk menampung kelebihan air hujan dan aliran
permukaan di musim hujan. Air yang ditampung tersebut selanjutnya digunakan sebagai sumber irigasi suplementer untuk budidaya komoditas pertanian bernilai
ekonomi tinggi high added value crops di musim kemarau atau di saat curah hujan tidak memenuhi kebutuhan irigasi. Embung merupakan salah satu teknik
pemanenan air water harvesting yang sangat sesuai di segala jenis agroekosistem. Pada ekosistem tadah hujan atau lahan kering dengan intensitas
dan distribusi hujan yang tidak merata, embung dapat digunakan untuk menahan kelebihan air dan menjadi sumber air irigasi pada musim kemarau.
Embung adalah bangunan konservasi air berbentuk kolam untuk menampung air hujan dan limpasan permukaan serta sumber air lainnya mata air pada lahan-
lahan pertanian. Kasiro et al. 1994 mengatakan embung sebagai tandon air merupakan waduk berukuran mikro yang dibangun untuk menampung kelebihan air
di musim hujan dan selanjutnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan dengan urutan prioritas: penduduk, ternak dan irigasi. Jumlah kebutuhan air akan
menentukan tinggi tubuh embung, dan kapasitas tampung embung. Kedua besaran tersebut perlu dibatasi karena kesederhanaan teknologi yang dipakai. Batasan
tersebut sebagai berikut: a. Tinggi tubuh embung maksimum 10 m untuk tipe urugan, dan 6 m
untuk tipe graviti atau komposit; dimana tinggi tubuh embung diukur dari permukaan galian fondasi terdalam hingga ke puncak tubuh
embung. b. Kapasitas tampung embung maksimum 100.000 m
3
. c. Luas daerah tadah hujan maksimum 100 ha = 1 km
2
Secara operasional embung berfungsi untuk mendistribusikan dan menjamin
16 kontinuitas ketersediaan pasokan air untuk keperluan tanaman ataupun ternak di
musim kemarau dan penghujan. Secara teknis embung harus memiliki tangkapan air yang memadai dan dilengkapi dengan bangunan penangkap lumpur, pelimpas dan
pintu pengambilan. Berdasarkan pedoman teknis konservasi air melalui pembangunan embung
tahun 2007, luas minimal sebuah embung adalah 170 m
3
dengan kedalaman galian 2-2.5 m. Pedoman konservasi air 2008 Volume galian merupakan volume air yang
akan ditampung. Besaran volume yang dibuat minimal 260 m3 10m x 13m x 2m. Besaran volume embung ini akan tergantung pada biaya yang tersedia,
konstruksi embung yang akan digunakan atau adanya partisipasi dari masyarakat.
Bangunan Panen Hujan Cek Dam
Cek Dam merupakan salah satu bangunan fisik yang dibangun dalam rangka menampung sedimen dan sekaligus meningkatkan dan mengembangkan daya guna
air secara maksimal. Sebelum terisi penuh dengan sedimen, air yang tertahan di cek dam dapat dimanfaatkan untuk irigasi, pariwisata, perikanan dll.
Menurut Sinukaban 2007 cek dam merupakan salah satu teknik konservasi tanah dan air yang sederhana, namun berguna untuk menampung air hujan, dan
dapat menurunkan koefisien aliran permukaan sungai, yang menyebabkan banjir. Daya tampung cek dam cukup sekitar 100 atau 200 m
3 1
. Cek Dam pada umumnya dibangun pada daerah hulu sebagai upaya
pengamanan proyek-proyek yang lebih besar yang berada di bawahnya. Walaupun dengan dimensi yang relatif kecil, apabila dibangun dalam jumlah banyak di daerah
hulu yang rawan erosi, bangunan ini cukup efektif dalam upaya pengendalian sedimentasi yang dapat menyebabkan pendangkalan sungai, danau, waduk, atau
bendungan yang berada di bawahnya. Kriteria cek dam diantarannya adalah, sedimen dan erosi yang tinggi, lahan
kritis, luas DTA 100-250 Ha, tinggi bendung 8 m, kemiringan rata-rata DTA 8- 30, struktur tanah stabil.
1
http:www.suaramerdeka.com
17
10 1000
4 ,
25 CN
S
Model Aliran Permukaan DAS
Aliran permukaan merupakan intensitas hujan yang jatuh pada DAS yang melebihi kapasitas infiltrasi sehingga mengisi daerah-daerah cekungan dan
akhirnya masuk ke sungai sebagi aliran sungai. Bila aliran ini terkonsentrasi pada suatu sungai akan dapat menyebabkan banjir, dan menjadi permasalahan di suatu
DAS. Aliran permukaan debit sungai pada daerah pengaliran dipengaruhi oleh kuantitas dan kualitas hujan, lama hujan, dan karakteristik daerah pengaliran.
Banyaknya faktor dalam menentukan aliran permukaan, menyebabkan susahnya menentukan aliran permukaan pada suatu daerah pengaliran. Agar persoalan
aliran permukaan dapat diselesaikan maka dipakai model. Model adalah merupakan contoh nyata dari suatu keadaan yang
disederhanakan dengan hukum-hukum alamkonsep yang telah teruji, yang dapat dijadikan pedoman dalam menentukan suatu analisa. Indarto 2010, mengatakan
bahwa model adalah suatu perkiraan atau penyederhanaan dari realitas yang sebenarnya. Model adalah contoh sederhana dari sistem dan menyerupai sifat-sifat
sistem yang dipertimbangkan, tetapi tidak sama dengan system Sitompul S M 2006.
Model MAPDAS Model Aliran Permukaan Daerah Aliran Sungai adalah Model analisa debit sesaat dengan interval menitan atau jam-jamanyang
menggunakan 3 parameter.Model ini dikembangkan berdasarkan integrasi Model SCS Curve Number SCS-USDA 1972 dengan Model H2U Hydrogramme
Unitaire Universelle Duchesne J. and Cudennec C1998. Model Soil Conservation Service SCS1972satu metode untuk
menghitung hujan neto dengan prosedur yang sederhana dengan tehnik bilangan kurva Curve Number.Menurut metode ini, aliran permukaan atau hujan neto
dihitung menurut persamaan :
Q : debit aliran permukaan atau hujan neto mm
S P
S P
S I
P I
P Q
a a
8 ,
2 ,
2 2
18 P
: curah hujan mm Ia
: kehilangan inisial mm S
: retensi potensial maksimum mm CN
: Curve Number tidak berdimensi, ditentukan berdasarkan tabel Model H2U Hydrogramme Unitaire Universel, yang dikembangkan oleh
laboratorium hidrologi, Ecole Nationale Supérieure Agronomique ENSA Rennes oleh Profesor Jean Duchesne. Model ini lahir sebagai pembuktian secara
teoritis, asumsi bahwa hidrograf debit dan juga fenomena fisik lainnya dapat dinalogikan seperti distribusi kecepatan molekul menurut hukum Maxwell atau
repartisi spektral radiasi benda hitam menurut hukum Planck Duchesne et Cudennec1998.
Model ini merupakan pengembangan lebih lanjut konsep HUIG menurut Rodriguez-Iturbe dan Valdes 1979. Model H2U menghitung kurva pdf butir
hujan berdasarkan dua parameter yang dapat dihitung secara mudah pada peta jaringan sungai yaitu n, order sungai maksimum menurut Strahler Strahler 1952
dan L rataan, yaitu panjang rata-rata jalur aliran air.
ρL: pdf panjang alur hidraulik L : panjang alur hidraulik
n : Order sungai
L : panjang rata-rata alur hidraulik Γ : fungsi gamma
Versi awal model H2U tidak memperhitungkan aspek hidrologis lereng hillslope. Berdasarkan asumsi bahwa order sungai maksimum n pada lereng
adalah sama dengan 2, maka persamaan diatas dapat digunakan untuk menghitung pdf lereng dengan bentuk persamaan sebagai berikut :
L L
n n
n L
e L
n L
n dL
N dN
L
. 2
. 1
2 2
. .
2 1
. .
2 .
o o
l l
o o
v
e l
l
. 1
19 dengan:
ρl
o
: pdf panjang alur hidraulik pada lereng l
o
: panjang alur hidraulik pada lereng
o
l : panjang alur hidraulik rata-rata pada lereng
Selanjutnya, dengan menetapkan kecepatan aliran pada lereng, pdf waktu tempuh butir hujan pada lereng dapat dihitung berdasarkan persamaan sebagai
berikut:
dengan :
v
t : pdf lereng sebagai fungsi waktu t.
v
V : kecepatan aliran rata-rata pada lereng l
o
: panjang rata-rata jalur hidraulik pada lereng t
: interval waktu
Sedangkan untuk menghitung pdf waktu tempuh butir hujan pada jaringan sungai, digunakan persamaan sebagai berikut:
dengan :
RH
t : pdf jaringan sungai sebagai fungsi waktu t. n
: order maksimum DAS V
RH
: kecepatan aliran rata-rata pada jaringai sungai L
: panjang rata-rata jalur hidraulik pada jaringan sungai
: fungsi gamma t
: interval waktu
Untuk mendapatkan pdf DAS, dihitung berdasarkan hasil konvolusi antara pdf lereng dengan pdf jaringan sungai :
o v
l t
V o
v v
e l
V t
.
.
L t
V n
n n
RH RH
RH
e t
n L
V n
t
. 2
. .
1 2
2
. .
2 1
. .
2 .
20
t t
t
RH v
DAS
DAS
t :
pdf DAS sebagai fungsi waktu t.
v
t :
pdf lereng sungai sebagai fungsi waktu t.
RH
t :
pdf jaringan sungai sebagai fungsi waktu t.
Pemisahan Hidrograf
Dalam suatu siklus hidrologi, aliran permukaan adalah bagian dari curah hujan yang tidak terinfiltrasi oleh tanah ataupun terintersepsi oleh tajuk tanaman,
yang mengalir di atas permukaan tanah untuk selanjutnya mencapai sungai Viessman et al. 1977. Aliran permukaan runoff merupakan komponen terbesar
penyumbang debit pada saat terjadi banjir. Para ahli hidrologi menggunakan metode klasikuntuk menghitung volume aliran permukaan. Metode ini di kenal
dengan analisis pemisahan hidrograf hydrograph separation. Nouvelet 1993 mengusulkan satu metode yang merupakan modifikasi metode Roche
1963.Nouvelet membagi aliran atas 3 bagian, yaitu: 1 aliran permukaan, 2 aliran bawah permukaan dan 3 aliran bawah tanah seperti pada Gambar 3.
Gambar 3 Pemisahan hidrograf menjadi 3 komponen Nouvelot 1993 A
Aliran permukaan Aliran bawah permukaan
B C
Log Q Q
3
t h
t h Aliran bawah tanah
21
t t
P Eo
Pd Q
Q
Qat
Dampak Implementasi Teknologi pada TMA Danau
Untuk melihat dampak implementasi teknologi embung dan reboisasi terhadap TMA Danau Singkarak dipakai program Stella. Program Stella adalah
salah satu program yang dapat digunakan untuk menyelesaikan analisis model dinamik dengan praktis.
Analisis model dinamik digunakan untuk membuat neraca air water balance analysis danau. Penghitungan neraca air untuk sebuah danau sama
dengan model neraca air sebuah wadukbendungan. Formulanya adalah jumlah air yang masuk dikurangi dengan jumlah air yang keluar dari sebuah
wadukbendungan itu. Formula ini dapat dibuat secara matematis sebagai beriku: Gambar 4.
Gambar 4 Skema neraca air danau. Pd = Qinp
– Qout Qinp = Q1+P+Qat ; Qout = Q2 +Eo+R
Dimana : Pd
= Perubahan Volume Danau m
3
Qinp = debit total yang masuk dari sungai-sungai disekeliling danau m
3
s
-1
Qout = debit total yang keluar dari danau m
3
s
-1
Qat = Debit air tanah m
3
s
-1
R = Rembesan m
3
s
-1
Simulasi dilakukan terhadap data hidrologi yang didapatkan dari model hidrologi MAPDAS, dan aspek kependudukan, lahan dan teknologi yang
digunakan. Tujuan simulasi adalah sebagai berikut;menduga tinggi muka air R
22 danau sebagaimana kondisi yang terjadi selama ini business as usual, menduga
tinggi muka air danau ketika semak dan pertanian lahan kering direboisasi, menduga tinggi muka air danau ketika dibuat embung dalam menahan laju dan
jumlah air yang masuk ke danau Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai diharapkan bahwa; dengan
melakukan reboisasi pada semak dan lahan pertanian lahan kering dapat menurunkan volume, sedimen dan erosi,dengan membangun embung akan dapat
menurunkan laju koefisien runoff dan volume sedimen yang terjadi, reboisasi dan embung merupakan skenario terbaik dalam menjaga jumlah air yang ada di danau
Model simulasi yang dipakai pada penelitian ini batasannyaantara lain; model hanya menduga jumlah air yang masuk dari aliran permukaan dan air hujan
tanpa mempertimbangkan air dalam tanah yang masuk ke danau pertumbuhan tanaman reboisasi pada lahan semak dan pertanian lahan kering tidak
dipertimbangkan, tidak memperhitungkan kehilangan rembesan. Asumsi model yang digunakan adalah:
a. Bentuk danau adalah persegi . b. Waktu simulasi ditetapkan dalam satuan waktu bulan yang dimulai
tahun 2009. c. Kondisi air initial pada saat simulasi adalah air yang berasal dari
baseflow. Hal ini dikarenakan bahwa jika diasumsikan kemungkinan terburuk yang terjadi yakni tidak adanya air hujan
yang jatuh sebelum simulasi dijalankan. d. Tanaman reboisasi dalam 5 tahun mampu tumbuh baik dan fungsi
hidrologisnya sama dengan hutan. e. Jumlah air minimal yang ditahan oleh satu embung adalah 170 m3.
23
METODOLOGI
Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian berada di DTA Singkarak. Batas geografis DTA Singkarak adalah 100.39
-100.75 Bujur Timur dan 0.3
-1.04 Lintang Selatan.
Kegiatan dilakukan pada DAS Sumani. DAS Sumani mempunyai dua hulu sungai yaitu sungai Lembang berhulu di D. Bawah dan Sungai Sumani berhulu di
G. Talang.Gambar 5 memperlihatkan lokasi dan hulu DAS DTA Danau Singkarak.
Bahan dan Peralatan
Bahan yang digunakan meliputi : 1.
Peta penggunaan lahan, jaringan sungai, sumber ICRAF, Bakosurtanal dan PSDA Sum-Bar Skala 1:50.000
2. Data hujan harian stasiun Sumani 1992 - 2009 PSDA Sum-Bar
3. Data debit harian stasin Sumani1992 - 2009 PSDA Sum-Bar
4. Data Iklim stasiun Saning Bakar 1992-2009 PSDA Sum Bar
5. Peta topografi skala 1:50.000
6. Peta geologi skala 1:250.000 ICRAF
7. Peta tanah skala 1:100.000 Puslittna 2008
Peralatan yang digunakan : 1.
GPS, kompas, dan altimeter. 2.
Perangkat Sistem Informasi Geografik SIG, untuk membuat peta dalam format digital
3. Current meter pengukur kecepatan digital Global Logger FP
– 101 4.
Pengukur sedimen digital Global Logger WQ – 770
5. Curvemeter, Meteran, botol sedimen,
6. Kamera
24
Gambar 5 Peta DTADanau Singkarak.
25
Metode Penelitian Karakterisasi Biofisik DAS
Karakterisasi biofisik DAS diidentikasi berdasarkan perhitungan dari peta digital berskala 1:250000 dan SRTMDEM. Informasi yang diperoleh berupa data
tutupan lahan, karakteristik geometrik, morfometrik, geomarfologi dan pedologik DAS.
A. Tutupan Lahan
Untuk mempelajari tutupan lahan dilakukan pengumpulan data dari BAPLAN Pengumpulan data yang dilakuakan yaitu berupa data spasial periode tahun 1990,
2000, 2003,2006 dan 2009.
B. Karakteristik Geometrik
Perhitungan-perhitungan yang dilakukan untuk mendapatkan karakteristik Geometrik adalah;
1. Luas dan keliling DAS
2. Bentuk DAS yang dideskripsikan dengan koefisien gravelius Kc. Jika
nilai Kc kurang dari sampai dengan 1 maka bentuk DAS adalah bulat, nilai Kc 1.15 - 1.2 bentuk DAS adalah persegi sedangkan nilai Kc 1.8 sangat
memanjang.
2 A
P Kc
dengan : P = keliling DAS km
A = Luas DAS km
2
3. Persegi equivalenpersegi Gravelius Roche 1963
untuk membandingkan karakteristik aliran dari dua DAS yang berbeda. Menurut Roche sebuah DAS dapat dianggap merepresentasikan bentuk
persegi disebut persegi equivalen. Titik keluaran DAS terdapat pada sisi lebar persegi equivalen dan garis kontur sejajar terhadap sisi tersebut .Jika
L dan l masing-masingmerupakan panjang dan lebar persegi equivalen, maka
26
korelasi antara keliling P, luas A dan Indeks Gravelius K
C
menunjukkan persamaan sebagai berikut:
L : panjang persegi equivalen km
L : lebar persegi equivalen km
K
c
: indeks Gravelius A
: luas DAS km
2
4. Indeks kemiringan global, indeks yang mengkarakterisasi relief suatu DAS.
L H
H I
g 5
95
dengan : I
g
= Indeks kemiringan global mkm H
95
= ketinggian pada daerah yang merepresentasikan 95 luas DAS m H
5
= ketinggian pada daerah yang merepresentasikan 5 luas DAS m L = panjang persegi equivalen km
5. Beda tinggi spesifik, merupakan nilai indeks kemiringan global dengan
mempertimbangkan luas DAS
A I
H
g s
H
s
= Beda tinggi spesifik Km
C. Karakteristik Morfometrik
1 Identifikasi tipe jaringan sungai,
terdapat 3 tipe jaringan sungai meliputi dendritik, paralel, atau radial. Tipe jaringan ini ditetapakan berdasarkan
bentuk lahan dan bentuk jaringan sungai.
2
12 .
1 1
1 12
. 1
c c
K S
K l
2
12 .
1 1
1 12
. 1
c c
K S
K L
27 2
Klasifikasi order sungai Strahler 1957. Order sungai menunjukkan
tingkat kerapatan jaringan sungai suatu DAS. Penentuan order sungai mengikuti kaidah sebagai berikut:
Order pertama adalah awal aliran yang tidak memiliki cabang sungai, Apabila dua aliran dari order bergabung akan terbentuk order + 1,
Apabila dua aliran dari order yang berbeda bergabung akan membentuk aliran sama dengan order yang lebih besar Gambar 6.
Kerapatan jaringan sungai, merepresentasikan kerapatan Jaringan :
A L
D
D = Kerapatan jaringan sungai. mKm
-1
L = panjang total jaringan sungai m A = Luas km
2
Koeffisien bentukcorak Koeffisien ini memperlihatkan perbandingan antara luas daerah pengaliran
dengan kuadrat panjang sungai.
2
L A
F
F = Koeffisien corak L = panjang sungai utam km
A = Luas daerah pengaliran km
2
D. Karakteristik Geomarfologi
Panjang Jalur Hidraulik pada Lereng lo m Panjang Alur Hidraulik pada Sungai L m
Orde Sungai Maksimum n
28
1 1
1 1
2 2
1 1
3 2 1
2 3
1 3
2 3 2
1 4
1 1 1
Gambar 6 Sistem order menurut Strahler.
Analisis Sistem Panen Hujan dan Aliran Permukaan.
Analisis sistem panen hujan dan aliran permukaan terdiri atas;penentuan ambang batas debit puncak, analisis untuk menentukan volume panen hujan dan
aliran permukaan berdasarkan nilai ambang batas aman debit maksimum saat terjadi hujan ekseptional, serta analisis untuk menentukan lokasi sebaran sistem
panen hujan dan aliran permukaan yang dapat menurunkan debit puncak secara efektif dan signifikan.
Penentuan Volume Panen Hujan dan Aliran Permukaan
Penentuan volume panen hujan dan aliran permukaan dilakukan berdasarkan aplikasi Model Debit MAPDASyang telah dikembangkan oleh Balai
Penelitian Agroklimat
dan Hidrologi
BALITKLIMAT, Litbang
Pertanian.Modelini merupakan pengembangan lebih lanjut dari Model H2U Duchesne and Cudennec, 1998 yang dikembangkan berdasarkan aplikasi konsep
hidrograf satuan sesaat geomorfologi Rodrigues Iturbe andValdes,1979.Model MAPDAS mengintegrasikan antara model H2U, yang merepresentasikan sub
modul fungsi transfer, dengan Model SCS-Curve Number SCS, 1972 yang merepresentasikan sub modul fungsi produksi Kartiwa, 2005.
Tahapan yang dilakukan pada simulasi MAPDAS alurnya diperlihatkan oleh skema MAPDAS sebagaimana Gambar 7, dimana curah hujan dan
29
Fungsi Kerapatan Probabilitas PDF Waktu Tempuh Butir Hujan
0,000 0,005
0,010 0,015
0,020 0,025
24 48
72 96
120 144
168
Waktu t dalam menit
t dalam menit -1
Curah Hujan
Fungsi Produksi
S P
S P
S I
P I
P Q
a a
8 ,
2 ,
2 2
10
1000 4
, 25
CN S
Waktu Intensitas Hujan
Kehilangan Kurva Infiltrasi
HUJAN NETO
Waktu Debit
Hidrograf Banjir
Fungsi Transfer
L t
V n
n n
RH RH
RH
e t
n L
V n
t
. 2
. .
1 2
2
. .
2 1
. .
2 .
o v
l t
V o
v v
e l
V t
.
.
Co n
vo lu
ti o
n Hidrograf
Karakteristik Biofisik DAS
karakteristik biofisik DAS adalah masukan untuk mendapatkan fungsi produksi, dengan hasil berupa hujan netto. Hujan Netto adalah masukan untuk mendapatkan
fungsi transfer. Masukan parameter model yang dibutuhkan mencakup nama DAS, luas
DAS, metode fungsi produksi koefisien runoff, indeks infiltrasi dan metode SCS serta parameter fungsi alihan meliputi panjang alur hidrolik L rataan, kecepatan
aliran V rataan serta orde sungai n jaringan hidrografik drainage network dan lereng hillslope.
Program yang dikembangkan terdiri dari tiga hal dalam penentuan fungsi produksi, yaitu metode koefisien runoff, metode indeks infiltrasi
, dan metode SCS. Nilai koefisien runoff yang diperlukan sebagai masukan fungsi produksi,
ditetapkan berdasarkan analisis pemisahan hidrograf hydrograph separation yang modul perhitungannya telah diintegrasikan ke dalam program. Sedangkan
indeks infiltrasi dapat ditentukan berdasarkan referensi hasil-hasil penelitian terdahulu. Untuk metode SCS ditetapkan berdasarkan bilangan kurva curve
number pada penelitian ini SCS tidak dipakai.
Gambar 7 Skema Model Aliran Permukaan DAS MAPDAS.
Analisa Spasial DAS dilakukan terhadap DAS Paninggahan dan Malakotan yaitu untuk menetapkan panjang alur hidraulik pada lereng dan pada
jaringan sungai sebagai parameter fungsi alihan masing-masing DAS tersebut.
30 Spasialisasi dilakukan menggunakan data SRTMDEM, dengan bantuan
softwareglobal mapper 12 dan Arc-GIS 9.3. Spasial yang didapatkan adalah jaringan sungai, orde sungai, dan batas DAS. Pembuatan peta dari SRTMDEM
menghasilkan data peta dalam bentuk raster. Data raster adalah data spasial dalam bentuk grid, yang disesuaikan dengan SRTMDEM yang di pakai, yaitu SRTM 90
X 90 m. Langkah untuk menentukan panjang lereng hillslope dan jaringan sungai
drainage network yaitu: menentukan titik tengah setiap grid, dengan menarik garis tegak lurus kontur dari titik pusat grid lo sampai bertemu dengan alur
sungai terdekat, selanjutnya dari titik temu dilakukan pengukuran panjang alur hidraulik pada sungai L sampai titik keluaran outlet DAS. Berdasarkan data
panjang alur hidraulik dari seluruh grid, ditetapkan nilai maksimum dan nilai rata-rata lereng dan sungai. Penentuan lo dan L dapat dilihat pada Gambar 8. Pada
Gambar9 terlihat tahapan untuk mendapatkan lo dan L dengan Arc GIS. Adapun tahapan yang dilakukan dalam penentuan simulasidebit
menggunakan MAPDAS adalah sebagai berikut: 1. Menghitung lo dan L, luas DAS A dan orde sungai n
2. Hitung Runoff dengan separasi debit 3. Optimasi parameter fungsi produksi indeks infiltrasi
, kecepatan sungai Vs dan kecepatan lereng Vl
Pemisahan Hidrograf Gambar 3 menunjukkan, aliran permukaan DRO,
aliran bawah permukaan interflowf, aliran bawah tanah Bf Volume aliran
= volume DRO + Volume interflow + Volume Bf Q aliran
= Q DRO + Q interflow + Q Bf Volume DRO
= Luas DRO waktu Volume interflow
= Luas interflow waktu Volume Bf
= Luas Bf waktu Tebal Runoff Ro =Volume Run Off m3
Luas DAS m2 Koefisien Run Off C
= Tebal Ro mm 100 Tebal hujan mm
31
l
3
l
2
A
l
o
l
1
kontur
Pada titik A, panjang total : L
Total
= l
o
+ L L = l
1
+ l
2
+ l
3
DRO = Direct Run Off BF = Base Flow
Gambar 8 Penentuan jalur hidroulikjaringan hidrologi.
Kalibrasi Model MAPDAS dilakukan untuk menentukan debit banjir
simulasi. Data digunakan untuk kalibrasi adalah; Luas DAS. Hujan mm6min, aliran permukaan dan parameter sungai. Kalibrasi model digunakan untuk
memprediksi hidrograf limpasan permukaan dari curah hujan lebih. Untuk mengevaluasi hasil simulasi dilakukan uji perbandingan antara pengukuran
dan debit simulasi dengan menggunakan koefisien kemiripan F NASH dan SUTCLIFFE 1970.
32
n i
obs obs
n i
sim obs
Q t
Q t
Q t
Q F
1 2
1 2
1
Dimana: F
= koefisien kemiripan F 1 ; F=1, simulasi sempurna
Q
obs
= debit pengukuran pada waktu ke t m
3
s Q
sim
= debit simulasi pada waktu ke t m
3
s
obs
Q
= debit pengukuran rata-rata m
3
s
Gambar 9 Skema penentuan jalur hidraulik menggunakan aplikasi Arc Gis.
Model MAPDAS digunakan untuk mensimulasi penurunan debit puncak pada beberapa skenario penurunan intensitas curah hujan lebih excess rainfall.
Volume penurunan intensitas curah hujan lebih tersebut merepresentasikan volume curah hujan yang harus dipanen agar debit puncak yang terjadi pada outlet
DAS tidak akan melebihi kapasitas tampung maksimum bangunan pelimpas bendung. Analisa dapat dilihat pada Gambar 10.
33 Gambar. a
Gambar. b
Gambar 10 Analisis penentuan volume panen hujan dan aliraan permukaan berdasarkan aplikasi model hidrologi.
Langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Melakukan kalibrasi model terhadap debit, melakukakan simulasi
sehingga debit simulasi mendekati sama dengan debit pengukuran seperti gambar 10 a
2. Menentukan ambang batas debit banjir, untuk menentukan volume run off yang harus di tampung oleh bangunan sistem panen hujan sebagaimana
pada gambar 10 b
Kapasitas Bendung berdasarkan persamaan ambang Weirs. Ambang adalah
bangunan ukur debit tanpa dilengkapi dengan bagian penyempit, loncatan hidrolis terjadi di hilir bangunsn ukur debit. Persamaan ambang yang dipakai di penelitian
ini adalah Ambang Lebar brond-created weirs. Persamaan yang digunakan adalah;
5 .
1
3 2
3 2
bH g
Cd Q
dimana :
Q: debit m
3
s Cd : koefisien debit ambang lebar = 1.03
b : lebar mercu m H: tinggi air diatas mercu m
g: percepatan gravitasi =9.81 mdt
2
34
Zonasi Implementasi Sistem Panen Hujan dan Aliran Permukaan
Zonasi implementasi sistem panen hujan dan aliran permukaan dianalisis berdasarkan aplikasi konsep hidrograf satuan sesaat geomorfologi GIUH yang
menyatakan bahwa hidrograf satuan sesaat dapat direpresentasikan oleh fungsi kerapatan probabilitas pdf, probability density function waktu tempuh butir
hujan yang jatuh di atas permukaan DAS Rodriguez Iturbe, Valdes 1979. Hipotesa yang diambil dalam penentuan zona prioritas implementasi sistem
panen hujan dan aliran permukaan adalah debit maksimum dari sebuah hidrograf akan tercapai saat curah hujan yang jatuh pada zona dengan nilai pdf waktu
tempuh butir hujan paling tinggi, telah mencapai outlet. Berdasarkan hipotesa di atas, debit puncak pada hidrograf banjir akan dapat diturunkan secara optimal
apabila implementasi sistem panen hujan dan aliran permukaan dapat diterapkan pada zona dengan nilai pdf waktu tempuh butir hujan tertinggi.
Fungsi kerapatan probabilitas waktu tempuh butir hujan dapat direpresentasikan oleh karakteristik isochrone DAS.Isochrone adalah garis yang
menunjukkan waktu tempuh yang sama Wilson 1993. Pada penelitian ini pola isochronedi daerah penelitian dianalisis menggunakan softwareARC-GIS 9.3.
Penentuan lokasi pembagunan embung ditetapkan berdasarkan zone yang memiliki fungsi kerapatan jaringan PDF terbesar. Zone ini merupakan zone
perioritas pengembangan embung teknologi panen hujan. Penentuan posisi embung di zone prioritas dilakukan berdasarkan 1 pembagian zona prioritas
menjadi daera-daerah tangkapan air, dengan luas minimal 10 ha, 2 titik pengeluaran Outlet dari tangkapan air merupakan titik embung yang potensial,
3 terletak pada lereng 8-30, 4 pada penggunaan lahan semak, lahan kering, tanah terbuka yang terletak dekat dengan daerah pertanian dan pemukiman.
Jenis data yang diperlukan untuk analisa bersumber dari SRTMDEM yang berbentuk geospasial digital peta dan citra satelit landsat yang posisi
keruangannya dalam sistim referensi nasional, georeferensi semua data adalah World Geodetic System tahun 1984 WGS 84. Data geospasial merupakan data
yang cukup handal dalam memberikan informasi posisi keruangan pada permukaan bumi, sehingga penggunaannya untuk menentukan lokasi yang
optimal adalah hal yang tepat.
35
Analisis Dampak Implementasi Teknologi terhadap Dinamika TMA Danau
Konsep model yang akan dianalisis ditentukan oleh komponen sistim. Komponen tersebut diidentifikasi keterkaitannya dengan diagram kotak-panah
box-arrow Gambar 11.
Gambar 11 Model umum program Stella Berdasarkan gambar 11, dapat dilihat bahwa tinggi muka air danau sangat
dipegaruhi oleh kondisi fisik danau dan curah hujan. Kondisi fisik danau akan dipengaruhi oleh besarnya volume air yang masuk ke danau. Erosi dan sedimen
akan dipengaruhi oleh kondisi tutupan lahan. Perubahan tutupan lahan tidak terjadi begitu saja alami namun, terjadi karena adanya kebutuhan masyarakat
akan lahan budidaya dan pengambilan hasil hutan kayu dan lahan tersebut ditelantarkan dalam bentuk semak. Perubahan tinggi muka air akan sangat
dipengaruhi oleh perubahan volume air dan sedimen yang terjadi.
Hubungan antar sub model, model dinamika populasi menggambarkan
perubahan jumlah penduduk yang didalamnya terdapat sejumlah petani tanaman budidaya yang membutuhkan lahan untuk pertanian lahan kering. Kebutuhan
FISIK DANAU PERUBAHAN
PENGGUNAAN LAHAN
DINAMIKA POPULASI MASYARAKAT
CURAH HUJAN VOLUME AIR
DANAU
TINGGI MUKA AIR DANAU
REBOISASI EMBUNG
- +, -
+,-
+,- +,-
+ +
Sedime n
+ -
36 lahan budidaya akan terus bertambah seiring laju pertumbuhan penduduk. Alokasi
lahan untuk pertanian lahan kering ditunjukkan dengan penggunaan lahan yang ada. Ketika lahan yang dibutuhkan untuk pertanian kurang maka akan terjadi
konversi lahan hutan. Perubahan penggunaan lahan akan mempengaruhi fisik danau.
Pengaruhnya dalam bentuk perubahan kapasitas aliran air permukaan yang masuk ke dalam danau. Meningkatnya sedimentasi akan berimplikasi pada naiknya muka
air danau, namun tidak berarti bahwa volume meningkat.
Gambar 12 Hubungan antar sub model pada program Stella. Berdasarkan gambar 12, terlihat bahwa perubahan jumlah penduduk akan
mempengaruhi kebutuhan lahan. Skenario Reboisasi akan mempengaruhi sub model penggunaan lahan dan pada akhirnya mempengaruhi sub model tinggi
muka air. Skenario Embung akan mempengaruhi perubahan muka air dan sub model fisik danau. Akhir dari alur skenario embung adalah sub model tinggi muka
air danau.
Spesifikasi model kuantitatif, dimana data digunakan untuk menduga parameter-
parameter model dinamika TMA Danau yang berasal dari data simulasi :
1. Jumlah penduduk
37 Data jumlah penduduk bersumber dari buku statistik Sumatera Barat
Dalam Angka Tahun 2006. Jumlah penduduk dikalikan dengan laju pertumbuhan akan menghasilkan angka proyeksi jumlah penduduk pada
tahun berikutnya. 2. Pendugaan fisik danau.
Fisik danau menggambarkan 3 dimensi penampang danau. Diasumsikan lantai danau sama dan tidak ada perbedaan tinggi rendah lantai danau dan
tidak bergelombang. Perkalian panjang, lebar dan kedalaman akan menunjukkan daya tampung air di danau.
3. Perubahan penggunaan lahan Data perubahan penggunaan lahan berumber dari BAPLAN dalam bentuk
data time series 1990-2009. 4. Curah hujan
Data bersumber Dinas Pekerjaan Umum Sumatera Barat. 5. Debit sungai
Data bersumber Dinas Pekerjaan Umum Sumatera Barat. 6. Erosi dan koefisien runoff
Besarnya erosi berasal dari pendugaan, yang disajikan pada bagian lain dari penelitian ini.
7. Volume Pemanfaatan Air oleh PLTA Singkarak Data bersumber Dinas Pekerjaan Umum Sumatera Barat.
8. Embung Besarnya volume embung berasal dari pendugaan, yang disajikan pada
bagian lain dari penelitian ini. Jumlah embung dikonversi dari volume air yang akan dipanen dibagi dengan jumlah air yang dapat ditampung pada 1
embung. 9. Analisa embung untuk Sumpur kudus sama dengan daerah Paninggahan,
jumlah disesuaikan dengan luas DAS.
38
39
KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
Karakteristik Wilayah Penelitian Letak dan luas daerah tangkapan air Danau Singkarak
Daerah Tangkapan Air DTA Danau Singkarak terletak pada Kabupaten Tanah Datar dan KabupatenKota Solok. S. Lembang, S. Sumani, S. Kuok dan S.
Paninggahan adalah sungai-sungai yang berada diwilayah KabupatenKota Solok. S. Ombilin adalah pengeluaran output Danau alami, dan PLTA adalah output
buatan, yang dioperasikan sejak tahun 1999. S. Sumpur dan output Danau Singkarak berada di wilayah Kabupaten Tanah Datar.
Peta lokasi DTA Singkarak memperlihatkan DAS dan sub DAS yang menjadi fokus aplikasi model. DTA terdiri dari tiga DAS dan beberapa SubDAS.
DAS tersebut adalah DAS Sumpur Kudus, Singkarak dan DAS Sumani. SubDAS sebagai objek penelitian adalah Paninggahan di DAS Singkarak dan Malakotan di
DAS Sumani. Kedua subDAS merupakan lokasi yang dipakai untuk mengaplikasikan model aliran permukaan.
Peta DTA Singkarak dengan skala gambar 1 : 20.000, dengan luas 1.141,72 Km
2
terletak dalam SWS Indragiri. Luas DAS, Sub DAS serta panjang sungai dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 14 sebagai berikut.Gambar 13adalah
photo sungai utama yang mengalir ke Danau Singkarak. Sungai tersebut adalah S. SumaniLembang, S. Kuok, S.Paninggahan dan S. Sumpur kudus. Lebar sungai
lebih dari 10 M dengan kedalaman maksimum diatas 1 M. Ganbar 14 memperlihatkan lokasi penelitian, yang menginformasikan letak DAS
Paninggahan dan Malakotan, stasiun hujan, iklim dan debit yang terdapat di sekitar DTA Singkarak, cek dam dan embung existing, sungai, jalan danau yang
terdapat pada DTA Singkarak. Penelitian banyak dilakukan pada DASSumani, karena selain DAS terbesar
pada DAS ini sudah terpasang alat pengukur tinggi muka air dan pencatat hujan dan iklim. Daerah DAS Sumani juga merupakan pusat pemerintahan pemerintah
Kabupaten dan Kota Solok dan pusat pertanian.
40
Tabel 1 Luas DASSubDAS dan panjang sungai pada DTA Singkarak
Gambar 13 Kondisi Sungai pada DTA Singkarak.
No DASSub DAS
Luas Km
2
Panjang Keterangan
Sungai Km I
DAS Sumpur 168.5
1. S.Sumpur 19
outlet Danau
II DAS Singkarak
392.05 1.S.Kuok
12.7 outlet Danau
Sub DAS Paninggahan 57.70
2. S.Paninggahan 15.24
outlet Danau
III DAS Sumani
556.94 1. S.Sumani
57.10 outlet Danau
2. S. Lembang 24.7
AWLR SubDAS Malakotan
70.24 3. S. Malakotan
26.70 AWLR
Sungai Sumani Sungai Kuok
Sungai Sumpur Sungai Paninggahan
41
Gambar 14 Peta lokasi penelitian.
Karakteristik Biofisik DAS
Karakteristik DAS Paninggahan dan Malakotan adalah 2 hal yangberbeda. Hal ini menyatakan akan perbedaan karakteristik biofifik yang berbeda pula.
42 Karekteristik DAS yang dilihat dari parameter yang dapat menentukan bentuk
DAS tidak terlepas dari analisa hujan, iklim dan lahan. SubDAS Malakotan bercorak sempit dan memanjang, sedangkan SubDAS
Paninggahanpersegi dan agak lebar. Dari indek Gravelius semakin bulat corakbentuk DAS semakin singkat waktu konsentrasi yang diperlukan, sehingga
semakin tinggi
fluktuasi banjir
yang terjadi.
Sebaliknya semakin
lonjongmemanjang DAS, waktu konsentrasi yang diperlukan semakin lama sehingga fluktuasi banjir semakin rendah.
Linsley 1949, menyatakan bahwa jika nilai kerapatan drainase lebih kecil dari 1 mile.mile
-2
0,62 km.km
-2
DAS akan mengalami penggenangan, sedangkan jika nilai kerapatan aliran lebih besar dari 5 mile.mile
2
3,10 km.km
2
, DAS sering mengalami kekeringan. Dalam arti lain semakin besar angka
kerapatan maka makin memperpendek waktu konsentrasi, sehingga memperbesar laju aliran permukaan. Sosrodarsono 1999, mengatakan harga kerapatan sungai
berkisar 0.3 - 0.5 yang dianggap sebagai indek topografi dan geologi daerah pengaliran. Kerapatan sungai itu adalah kecil di geologi yang permeabel,
dipegunungan dan dilereng-lereng, tetapi besar untuk daerah yang banyak curah hujannya. Pada SubDAS diatas nilai kerapatan drainase dibawah 0.62 kmkm
-2
, dan dapat dikatakan bahwa lokasi mengalami pengenangan. Pada Paninggahan
lebih permeable dan berlereng dari Malakotan, karakteristik biofisik DAS dapat dilihat pada Tabel 2.
Selain itu, kerapatan aliran dapat dihitung dengan cara mengoverlay tumpang-susun peta jaringan sungai dengan peta grid bujursangkar dengan
ukuran tertentu. Dalam studi ini digunakan peta grid ukuran 90m x 90m. Kemudian dihitung panjang aliran dalam setiap grid sehingga diperoleh hasil
panjang aliran per m
2
. Nilai kerapatan aliran yang diperoleh dalam tiap grid yang kemudian dikelaskan dengan kelas kerapatan yang sama akan digabungkan. Cara
ini menghasilkan peta kelas kerapatan aliran yang disebut juga dengan pola aliran sebagaimana. Pola aliran drainage pattern berpengaruh pada efsiensi sistem
drainase dan karakteristik hidrograf sungai terutama pada kecepatan aliran. Peta kecepatan aliran dapat dilihat pada Gambar 15 s.d 18.
43 Tabel 2 Karakteristik DASSubDAS
Gambar 15 Peta kecepatan aliran DAS Paninggahan. Parameter
Satuan SubDAS
Malakotan Paninggahan
Luas A km2
70.24 57.70
Keliling P Km
58.20 37.77
Indeks Gravelius Kc -
1.96 1.40
Persegi Ekuivalen - Panjang L
Km 26.70
15.24 - Lebar l
Km 2.63
3.78 Orde Maksimum n
- 4
5 Koefisien Corak F
- 0.10
0.25 Kerapatan Drainase D
mha 3.80
2.64
44
Gambar 16 Peta kecepatan lereng DAS Paninggahan.
Gambar 17 Peta kecepatan aliran DAS Malakotan.
45
Gambar 18 Peta kecepatan lereng DAS Malakotan.
Geomarfologi, Pedologi dan Marfologi
Geomorfologi merupakan ilmu yang mempelajari formasi bentang lahan dan susunannya, yang meliputi bentuk muka bumi sebagai suatu kenampakan
bentang alam pada satu cakupan yang luas sampai cakupan yang lebih detail berupa bentuk lahan dan pola topografinya. Pedologi adalah ilmu yang
mempelajari berbagai aspek geologi tanah dengan tinjauan berbagai hal tentang pembentukan tanah pedogenesis, marfologi tanah sifat dan ciri fisik dan kimia
tanah, dan klasifikasi tanah. Proses pelapukan batuan induk geologi, erosi, pengendapan dan
vulkanisme yang menghasilkan bentuk muka bumi berupa pegunungan, perbukitan dan dataran tidak terlepas dari ilmu geomarfologi dan pedologi.
Pengenalan kedua ilmu ini sangat diperlukan dalam mempelajari karakteristik biofisik DAS, khususnya karakteristik yang mempengaruhi besarnya potensi
limpasan permukaan, erosi, banjir dan tanah longsor. Unsur-unsur seperti
46 kemiringan lereng, panjang lereng, dan keseragaman lereng sangatlah penting
dalam membahas karakteristik biofisik DAS untuk suatu pengelolaan DAS. Morfometri DAS berupa karakteristik yang menentukan banyaknya air
hujan yang dialirkan atau tertahan, kecepatan aliran, dan waktu tempuh air dari tempat terjauh sampai di outlet waktu konsentrasi yang akan berpengaruh pada
kejadian banjir, baik banjir yang berbentuk genangan inundasi maupun banjir bandang pada DAS tersebut. Morfometri DAS adalah ukuran kuantitatif
karakteristik DAS yang terkait dengan aspek geomorfologi suatu daerah dan drainase air hujan yang jatuh di dalam DAS. Parameter tersebut adalah luas DAS,
bentuk DAS, jaringan sungai, kerapatan aliran, pola aliran, dan gradien kecuraman sungai.
Pola aliranatau susunan jaringan sungai merupakan karakteristik fisik drainase DAS yang penting, karena pola aliran sungai mempengaruhi efisiensi
sistim drainase dan karakteristik hidrografis serta untuk mengetahui kondisi tanah dan permukaan DAS khususnya tenaga erosi. Soewarno 1991, menyatakan
bahwa beberapa pola aliran yang ada adalah: a Dendritrik, pada umumnya terdapat pada daerah dengan batuan sejenis dan penyebarannya luas, misalnya
suatu daerah ditutupi oleh endapan sedimen yang luas dan terletak pada suatu bidang horizontal di daerah dataran rendah. b Radial, pola ini biasanya dijumpai
di daerah lereng gunung api atau daerah dengan topografi berbentuk kubah. c Rektangular, terdapat di daerah batuan kapur. d Trellis, biasanya dijumpai pada
daerah dengan lapisan sedimen di daerah pegunungan lipatan. DAS Malakotan dan DAS Paninggahan mempunyai pola aliran dendritik
menyerupai percabangan pohon. Pola aliran ini mempunyai peranan besar terhadap debit puncak dan waktu konsentrasi. Waktu konsentrasi pada DAS
Malakotan ± 14 Jam dan Paninggahan ± 8 Jam. Luas DAS masing-masing DAS adalah 70.24 km
2
, dan 57.70 km
2
. Gradien kecuraman sungai rata-rata di hulu adalah 0.4 dan 0.12 dan dihilir adalah 0.0012 dan 0.07.
Topografi DTA Singkarak merupakan daerah yang bergunung dan
berbukit. Dimana pada utara terdapat Gunung Merapi dan diselatan terdapat gunung Talang, sedangkan bagian barat dan timur merupakan jejaran bukit
barisan. Berdasarkan peta lereng dengan pembagaian kelas lereng berdasarkan
47 peta berskala 1 : 50000 dan interval kontur 25 meter. Kelas lereng tersebut dapat
dilihat pada Tabel 3 berikut. Pembagian kelas lereng mengacu pada pedoman penyusunan rencana teknik lapangan rehabilitas lahan dan konservasi tanah
daerah aliran sungai RTL RLKT. Berdasarkan analisa SIG kemiringan lereng 0-15 yang merupakan
topografi datar, landai dan bergelombang sekitar 69.25 dan 15-100 yang merupakan topografi curam dan sangaat curam 30.75 . Pada DTA Singkarak
terdapat badan air yaitu Danau Singkarak, Talang dan D.Bawah yang jumlahnya sekitar 10.6, yang terletak pada 0-15, sehingga jumlah daerah yang
topografinya datar, landai dan bergelombang yang dapat dimanfaatkan untuk pemukiman, dan pertanian adalah sekitar 58,7.
Abdurachman et al. 2005 menyatakan bahwa kebanyakan budidaya pertanian menggunakan lahan datar-berombak, namun tidak sedikit juga petani
yang menggarap lahan berombak bergelombang. Lahan yang berbukit –
bergunung seharusnya dihutankan agar erosi tanah dapat terkendali. Namun pada kenyataannya lahan seperti ini yang dijadikan lahan budidaya, atau tetap berstatus
hutan tapi vegetasinya rusak dan tanahnya mengalami erosi berat. Pada Abdurachman 2008 juga menyatakan tingkat laju erosi tanah pada lahan
pertanian berlereng antara 3-15 di Indonesia tergolong tinggi, yaitu berkisar antara 97,5-423,6 tonhatahun.
Tabel 3 Kelas lereng DTA Singkarak No
Kemiringan Luas
Persen Km2
1 0 - 3
304.11 26.64
2 3 - 8
204.4 17.9
3 8 - 15
282.07 24.71
4 15 - 25
232.11 20.33
5 25 - 40
104.6 9.16
6 40 - 100
14.43 1.26
Total 1141.72
100
Sumber: Analisis SIG, 2009
48
Tanah dan Geologi DTA Singkarak Tanah
yang dominan pada lokasi penelitian adalah tanah mineral dengan ketebalan bervariasi antara 50 s.d 150 mm. Jenis tanah mineral meliputi seluruh
lokasi pengembangan kawasan DTA, yang menyebar dari Danau Dibawah ke utara sampai ke timur kawasan Sirukam dan barat Gunung Talang dan Bukit
Barisan. Adapun tanah mineral tersebut meliputi sebagian besar dari areal persawahan DTA Singkarak. Tekstur tanah sebagian besar berupa liat, lempung
berliat, Liat berpasir pada bagian top soil bagian atas. Tanah-tanah tersebut umumnya belum mengalami perkembangan secara sempurna medium weathered
soil terbentuk dari bahan induk abu vulkanik dan endapan aluvium, diduga merupakan bahan-bahan erosi yang dibawa oleh aliran sungai Batang Lembang,
dan Batang Sumani beserta anak sungainya. Endapan halus liat debu, lumpur dideposisikan disepanjang sungai dan
diselingi oleh endapan pasir di beberapa tempat, sehingga tanah-tanah yang terbentuk dikawasan DTA ini ialah: Andosol, InseptisolPodzolik, dan Ultisol.
Jenis tanah Andosol bertekstur tanah liat serta lempung berpasir dengan tingkat plastisitas tergolong tidak plastis non-plastis. Peta tematik satuan tanah terdapat
padaGambar 19.
Geologi adalah ilmu terapan, yang berfungsi sebagai penuntun dalam suatu
perencanaan kesipilan dan pembagunan wilayah. Pada perencanaan teknik sipil khususnya sipil basah geologi sangat dibutuhkan untuk pengembangan ilmu
dibidang pembagunan bendunganwaduk, bendung, terowongan, jembatan, jalan dan lainnya. Penyelidikan geologi tujuannya adalah untuk memperoleh gambaran
mengenai sifat –sifat fisik dan teknis pelapisan tanahbatuan yang dijumpai
dilokasi penyelidikan ditinjau dari segi geologi teknik maupun mekanika tanah dimana data
–data tersebut dapat digunakan untuk menunjang tahap tahap perencanaan selanjutnya.
Pada penelitian ini tidak dilakukan penyelidikan geologi, sebagai gambaran dipakai peta geologi tematik dari Puslitbang Geologi, 1995; 1996 dengan skala
peta 1: 250000. Peta memperlihatkan keadaan geologi yang terdapat didaerah pelitian seperti jenis batuan, nama lapisan, formasi pelapisannya, tingkat
pelapukan serta penyebarannya, asal batuan, adanya patahan –patahan serta
49 retakan
–retakan dan kontinuitas daripada suatu lapisan struktur geologi dan lain– lain.
Berdasarkan peta tematik bahwa daerah sekitar danau terbentuk dari batuan breaksi dan tuffaan terutama dilembah-lembah sungai banyak dijumpai joint serta
kekar yang sifatnya kekar yang saling berhubungan rapat dan berpola tidak teratur kadang berpola berlapis-lapis sehingga menambah nilai permeabilitas di kawasan
tersebut. Hal ini diinterprestasikan dari adanya Escarpment; Pola aliran serta mata air searah yang dijumpai di kawasan ini. jenis batuan yang berada di kawasan
tersebut, secara umum dibedakan menjadi 3 satuan batuan yaitu : Batuan lava andesit, Breksi tuffaan, dan breksi vulkanik, dalam peta daerah penelitian disebut
dengan Aluvium sungai Qaf, berupa lempung, pasir, kerikil, bongkah batuan beku, Kipas Aluvium Qf yang kebanyakan berupa rombakan andessit dari
gunung api dan Andesit Gunung Talang Qatg yang terdiri dari breksi, endapan lahar, aliran lava, lapili, tuff bersusunan basal dan andesit. Susunan Geologi DTA
Singkarak dapat dilihat pada Gambar 20.
Kondisi Hidrologi dan Iklim DTA Singkarak
Kondisi Debit Sumani
Data debit yang bersumber dari dinas PSDA Propinsi Sumatera Barat adalah berupa data debit sungai harian pada stasiun AWLR Sumani dan Lembang. Data
debit harian stasiun Sumani periode 1992-2009 adalah: debit rerata bekisar 7 s.d 24 m
3
dtk
-1
debit maksimum 26 s.d 242m
3
dtk
-1
debit minimum 0.01 s.d 14m
3
dtk
-1
debit tahunan 2690 s.d 10088m
3
dtk
-1
Ddebit harian stasiun Lembang periode 1992-2009 adalah; debit rerata bekisar 2.5 s.d 9.7m
3
dtk
-1
debit maksimum 18 s.d 176m
3
dtk
-1
debit minimum 0.01 s.d 2.3m
3
dtk
-1
debit tahunan 545 s.d 3554 m
3
dtk
-1
50 Fluktuasi debit sungai harian stasiun AWLR Sumani dan Lembang dapat dilihat
pada Gambar 21 dan 22.
Gambar 19 Peta tanah DTA Singkarak.
51
Gambar 20 Peta geologi DTA Singkarak.
52
0.0 5.0
10.0 15.0
20.0 25.0
1 13
25 37
49 61
73 85
97 1
9 1
2 1
1 3
3 1
4 5
1 5
7 1
6 9
1 8
1 1
9 3
2 5
debit m
3 dt
tahun
0.0 10.0
20.0 30.0
40.0 50.0
60.0 70.0
1 10
19 28
37 46
55 64
73 82
91 1
1 9
1 1
8 1
2 7
1 3
6 1
4 5
1 5
4 1
6 3
1 7
2 1
8 1
1 9
1 9
9 2
8
d ebi
t m
3 d
t
tahun
Gambar 21 Fluktuasi debit harian rata-rata bulanan S. Sumani tahun 1992-2009.
Gambar 22 Fluktuasi debit harian rata-rata bulanan S. Lembang
tahun 1992-2009. Karakteristik Debit Sumani
Karakterisasi debit dilakukan terhadap data yang terekam di 2 stasiun pengukur debit harian yang dipasang oleh Balai PSDA Sumatera Barat pada 30
Desember 1978 di Sumani Simpang AA dan 17 Oktober 1984 di Lembang Batu kudo. Pengelolaan dan pengumpulan data tercatat dari tahun 1992. Walaupun
data yang terkumpul memiliki periode pencatatan cukup panjang lebih kurang 17 tahun, akan tetapi data-data tersebut tidak ditunjang oleh kualitas data yang
memadai bila dipasangkan dengan stasiun hujan yang ada pada lokasi. Hal ini karena terdapatnya pencatatan data yang terputus dan kendala lainnya.
Sileksi data penting sekali dilakukan, karena merupakan salah satu cara untuk menghindari kesalahan analisis yang diakibatkan oleh kualitas data yang
53
20 40
60 80
100 120
140 160
180 200
20 40
60 80
100 120
140
H uja
n m
m
d eb
it m3
d t
Waktu
hujan debit
tidak baik. Data debit dan hujan harian dipilih perekaman data yang kontinyu selama 1 tahun yang dianggap kondisi hujan dan debit saling berhubungan. Pada
analisa hujan dan debit ini data yang diambil untuk analisa adalah data tahun 1994 dan data tahun 2009. Data ini dianggap mewakili periode tahun 1990 - 1999 dan
periode tahun 2000 - 2010. Berdasarkan analisa regresi hujan dan debit tahun 1994 dan 2009 adalah
lebih baik dari tahun lainnya. Persamaan regresi untuk tahun 1994 adalah y = 9.3149 X
0.7145
dengan R
2
adalah 0.7244 72.44 dan pada tahun 2009 adalah y = 93.3149 X
0.2534
dengan R
2
= 0.5163 52. Hubungan hujan dan debit dapat dilihat pada Gambar 23 dan 24sedangkan regresi linear dapat dilihat pada Gambar
25 dan 26.
Gambar 23 Hujan dan debit DAS Sumani tahun 1994.
Gambar 23 menunjukkan bahwa hujan dan debit harian DAS Sumani tahun 1994 terdapat 3 puncak hujan yaitu pada bulan Januari sebesar ±60 mm, Juni
±170mm dan Desember sebesar ±80 mm. Debit pncak pada tahun 1994 yaitu pada bulan Januari sebesar ± 60m
3
dtk
-1
, April ± 50 m
3
dtk
-1
dan Desember ± 50m
3
dtk
-1
.
54
20 40
60 80
100 120
140 160
180 200
20 40
60 80
100 120
140
H uja
n m
m
d eb
it m3
d t
Waktu
hujan debit
y = 9.3149x
0.7145
R² = 0.7244 200
400 600
800 1000
200 400
600 800
D e
b it
Hujan
Gambar 24 Hujan dan debit DAS Sumani tahun 2009. Gambar 24 menunjukkan bahwa hujan dan debit harian DAS Sumani tahun
2009 memperlihatkan 4 puncak hujan yaitu pada bulan Februari sebesar ±58 mm, April ±145 mm dan September sebesar ±60 mm serta November ± 45 mm. Ada
3 puncak debit pada tahun 2009 yaitu pada bulan April ± 30 m
3
dtk
-1
, Oktober ± 28 m
3
dtk
-1
dan Desember ± 25 m
3
dtk
-1
.
Gambar 25 Regresi hujan dan debit DAS Sumani tahun 1994. Gambar 25menunjukkan regresi hujan dan debit bulanan DAS Sumani
tahun 1994 yang memperlihatkan nilai regresi cukup baik sebesar 72 untuk menyatakan hubungan hujan dan debit pada suatu daerah penelitian. Regresi
hujan dan debit adalah salah satu cara untuk melihat keterkaikan hujan dan debit
55
y = 93.805x
0.2534
R² = 0.5163 100
200 300
400 500
600
100 200
300 400
D e
b it
Hujan
satu sama lain yang dinyatakan dalam nilai R
2
. Gambar 26 menunjukkan nilai regresi R
2
sebesar 52 . Nilai ini dapat dikatakan baik karena besar dari 40.
Gambar 26 Regresi hujan dan debit DAS Sumani tahun 2009. Hidrologi, Iklim dan lahan adalah merupakan bagian dari aspek-aspek
biofisik DAS. Informasi tentang hidrologi, iklim dan lahan adalah unsur penting dalam perencanaan pada bagunan sipil seperti perencanaan bagunan-bagunan air
bendungcek dam, wadukbendunganembung, saluran irigasi, jembatan dan jalan. Embung merupakan bagunan air yang dibahas pada penelitian ini. Embung
adalah bagunan yang difungsikan untuk dapat menampung kelebihan air pada suatu lahan dan akan dimanfaatkan pada waktu musim kering. Perlu pembahasan
untuk penempatan dan jumlah dari embung tersebut pada suatu DAS. Oleh sebab itu aspek biofisik DAS perlu diketahui agar analisa yang dilakukan lebih baik dan
sesuai dengan kondisi Suatu DAS.
Elevasi Muka Air Danau Singkarak
Data Elevasi Danau Singkarak merupakan data penting lainya yang harus ada pada DTA Danau ini. Menurut Laporan Hasil Penelitian Pengembangan
Kawasan Terpadu Danau Singkarak yang dilakukan oleh Balitbang kerjasama dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat tahun 2003, bahwa
pengamatan tinggi muka air danau selama 20 tahun , tahun 1931 sampai dengan tahun 1950, tinggi permukaan maksimum ± 363 m dari permukaan laut dpl, dan
tinggi permukaan minimum ± 360 m dpl, dan hanya pada tahun 1932 yang terjadi
56
360 360.5
361 361.5
362 362.5
363 363.5
364
Jan- 99
Jan- 00
Jan- 01
Jan- 02
Jan- 03
Jan- 04
Jan- 05
Jan- 06
Jan- 07
Jan- 08
Jan- 09
M m
d p
l
Waktu
Elevasi
elevasi
lebih rendah dari 360 m dpl dalam PSDA Sumbar 2004. Setelah PLTA beroperasi pengamatan tinggi muka air danau dilakukan oleh pihak PLN sebagai
salah satu instansi yang terkait langsung terhadap Danau Singkarak. Berdasarkan pencatatan dari PT. PLN Sektor Bukittinggi, yang dilaporkan ke Balai PSDA
Indragiri berupa data bulanan sampai 2007. Data tinggi muka air 2008-2009 adalah hasil pengumpulan data lapang dan pencatatan lapangan yang dilakukan
peneliti. Data elevasi dan kedalamam danau dapat dilihat pada Lampiran 1 .
Berikut ini adalahgambar fluktuasi muka air Danau Singkarak, data lengkapnya pada lampiran. Elevasi danau dapat dilihat pada Gambar 27 dan 28.
Gambar 27 Fluktuasi muka air danau Singkarak.
Sumber : diolah dari data PSDA Propinsi Sumatera Barat dan pencatatan lapang
Gambar 28 Elevasi muka air Danau Singkarak.
57
Karakteristik Iklim
Curah hujan, Stasiun pencatat curah hujan dan tinggi muka air pada daerah penelitian dan sekitarnya sudah dibangun semenjak tahun 1984. Berdasarkan hasil
inventarisasi data yang dikumpul, data yang memiliki periode pencatatan panjang, akan tetapi data-data tersebut tidak ditunjang oleh kualitas data yang
memadai. Ini disebabkan banyaknya pencatatan data yang terputus dan tidak terdapatnya pasangan data untuk kebutuhan analisa model. Tabel 4 disajikan
yang memperlihatkan data stasiun hujan, tinggi muka air dan klimatologi DTA Singkarak.
Tabel 4 Nama stasiun hujan dan klimatologi DTA Singkarak
Sumber: BMG Sicincin, BPTP Sukarami, BPSDA Sumbar, Balitklimat Bogor Berikut adalah data hujan tahunan pada stasiun klimatologi yang datanya
dipakai untuk analisa model pada penelitian ini. Data tersebut adalah data dari stasiun yang terletak pada DAS Sumani yang terdiri dari Stasiun Bukit sundi,
Lembang Jaya, Saniang bakar, Sukarami dan Sumani. Pengamabilan Stasiun ini dicocokan dengan keberadaan data debit daerah tersebut, dimana data debit yang
tersedia berada disekitar stasiun hujan tersebut diatas. Pencatatan data cukup
No Nama Stasiun
Desa Kecamatan
Jenis Stasiun
1 Lembang Jaya
Lembang Jaya
Lembah Gumanti Curah Hujan
2 Sukarami
Sukarami Gunuang Talang
Curah Hujan 3
Sumani Sumani
X Koto Singkarak Curah Hujan
4 Bukit Sundi
Bukit Sundi Lembang Jaya
Curah Hujan 5
Saniang Bakar Saniang
Bakar X Koto Singkarak
Iklim dan CH 6
Sumani2 Simpang AA
Lubuak Sirakah AWLR
7 Lembang
Batu Kudo Koto Baru
AWLR 8
Malakotan Jorong
Masajik Kubung
CH dan AWLR 9
Aro Paninggahan
Junjuang Siriah Iklim dan CH
10 Subarang
Paninggahan Junjuang Siriah
Iklim, CH dan AWLR
11 Padang
Panjang Padang
Panjang Kota Padang
Panjang Curah Hujan
12 Kandang IV
Kandang IV Koto Tangah
Curah Hujan 13
Kayu Tanam Kayu Tanam
6 X 11 Lingkung Curah Hujan
58 panjang yaitu dimulai pada tahun 1984, tapi pada penelitian ini pencatatan data
yang disajikan di mulai dari tahun 1992 karena data debit dimulai dari tahun 1992. Data tersebut dapat dilihat pada Lampiran 2.
Sebagai informasi awal curah hujan tahunan pada daerah studi yaitu berkisar antara 1694 mm sampai dengan 3278 mm. Curah hujan tahunan rata-rata untuk
tiap-tiap stasiun adalah: Stasiun Bukit Sundi sebesar 2468 mm per tahun
Stasiun Lembang Jaya sebesar 1694 mm per tahun Stasiun Saning Bakar sebesar 3278 mm per tahun
Stasiun Sukarami sebesar 2538 mm per tahun, Stasiun Sumani sebesar 2136 mm per tahun.
Berdasarkan data curah hujan yang dikumpulkan dapat diketahui bahwa di daerah studi, curah hujan rata-rata bulanan disetiap stasiun adalah lebih besar dari
100 mm, kecuali di stasiun Saniang Bakar, curah hujan rerata bulanan hanya sebesar 93 mm pada bulan Juni.
Data curah hujan harian hanya pada stasiun sumani dan Saniang bakar sedangkan pada stasiun lain tidak terdapat data harian, yang ada hanya data
bulanan yang di himpun dari Balitklimat Bogor. Berdasarkan informasi dari Balitklimat data curah hujan tersebut di kumpulkan dari BMG dan Dinas Peranian
Sukarami Solok.
Zona Iklim,
ditentukanberdasarkan data hujan pada stasiun hujan dan iklim yang terdapat di sekitar DTA Singkarak. Zona ditentukan menurut LR Oldeman
1975 bulan basah ialah curah hujan rata-rata jangka panjang lebih dari 200 mm tiap bulan, sedangkan bulan kering adalah bila rata-rata curah hujan kurang dari
100 mm tiap bulan. Beberapa bulan basah yang terjadi secara berturut-turut disebut periode basah, begitu juga dengan periode kering. Selanjutnya bila
penggolongan zona iklim dihubungkan dengan periode masa pertumbuhan tanaman yang didefinisikan oleh LR Oldeman sebagai periode hujan yang lebih
dari 100 mm per bulan, maka suatu wilayah dapat dikelompokkan kedalam zona- zona agroklimat.
59 Pada DTA Singkarak terdapat 3 zona iklim. Wilayah Stasiun hujan Sumani
digolongkan ke dalam Zona D1, yang merupakan bulan basah karena terdapat hujan rata-rata diatas 200 mm dan tidak mempunyai curah hujan bulanan dibawah
100 mm. Daerah stasiun penakar hujan Saniang Bakar, Kandang IV, dan Stasiun Kayu Tanam merupakan zona A dengan bulan basah. Pada daerah stasiun hujan
terdapat bulan basah yang berturut-turut yang didefenisikan sebagai periode basah. Periode basah selama 7 bulan di stasiun Saniang Bakar, 12 bulan pada
stasiun Kandang IV dan 11 bulan pada Stasiun Kayu Tanam. Pada Stasiun hujan Padang Panjang dan Bukit Sundi merupakan zona C1 yang merupakan bulan
basah dan periode basah dengan bulan basah beturut-turut selama 4 bulan untuk stasiun Padang panjang dan 5 bulan pada stasiun Bukit Sundi, dan tidak terdapat
bulan kering. Pada Stasiun Hujan Sukarami merupakan zona B1 dengan kondisi bulan basah selama 5 bulan hujan rerata yang berturut-turut dan tidak terdapat
bulan kering. Pada Stasiun hujan Lembang Jaya rerata hujannnya tidak mengambarkan zona karena tidak lengkapnya data pada stasiun. Perhitungan
untuk analisa zona agroklimat ada padaLampiran 3.
Temperatur daerah DTA yang dilihat dari pengukuran iklim pada stasiun
Saniang Bakar, mempunyai temperatur harian rata-rata yang bervariasi. Data stasiun klimatologi tersebut, memperlihatkan data temperatur rata
–rata harian didaerah kajian adalah berkisar dari 26.94°C sampai dengan 27.65°C. Nilai rata-
rata temperatur tahunan berkisar 26.74 C
– 30.17 C. Temperatur tahunan DTA
Singkarak dapat dilihat pada Gambar 29.
Evapotranspirasi ETp
dihitung berdasarkan
persamaan empiris
Thornthwaite. Persamaan yang dikemukakan dapat digunakan pada daerah basah. Perhitungan evapaotranspirasi terdapat pada Lampiran 4, yang dibuat dalam
tabelaris. Hasil perhitungan evapotranspirasi memperlihatkan ada tanda tanda kekeringan pada daerah penelitian. Tanda itu diperlihatkan dengan tingginya nilai
Evapotranspirasi potensial, dan ini juga terlihat pada suhu. Walaupun secara umum curah hujan dari pencatatan tahun 1990-2009 adalah memperlihatkan
bulan basah dengan curah hujan rata-rata dari 8 stasiun hujan 2832 mm.
60
50 100
150 200
250 300
350
1 9
9 1
9 9
1 1
9 9
2 1
9 9
3 1
9 9
4 1
9 9
5 1
9 9
6 1
9 9
7 1
9 9
8 1
9 9
9 2
2 1
2 2
2 3
2 4
2 5
2 6
2 7
2 8
2 9
E T
P m
m
Tahun
Jan Feb
Mar Apr
Mei Jun
25 26
27 28
29 30
31
1 9
9 1
9 9
1 1
9 9
2 1
9 9
3 1
9 9
4 1
9 9
5 1
9 9
6 1
9 9
7 1
9 9
8 1
9 9
9 2
2 1
2 2
2 3
2 4
2 5
2 6
2 7
2 8
2 9
ce lciu
s
Tahun
Tmp
Evapotranspirasi ini adalah evaporasi dari permukaan lahan yang ditumbuhi tanaman yang merupakan kebutuhan air konsumtif yang didefinisikan
sebagai penguapan total dari lahan dan air yang diperlukan tanaman. Evapotranspirasi adalah sangat penting dalam pengembangan model-model
hidrologi terutama untuk aplikasi model di bidang irigasi pengairan. Data evapotranspirasi bulanan untuk DTA Singkarak adalah sebagaimana yang
diilustrasikan pada Gambar 30.
Gambar 29 Temperatur DTA Singkarak tahun 1990 – 2009
Gambar 30 Evapotranspirasi DTA Singkarak tahun 1990-2009. Bangunan Panen Hujan Embung dan Chek dam
Embung adalah bagunan penyimpan air yang banyak di bangun didaerah depresi, biasanya di luar sungai. Embung akan menyimpan air di musim hujan dan
akan dimanfaatkan pada musim kemarau untuk memenuhi kebutuhan masyarakat suatu daerah. Sebaiknya pada suatu daerah yang sumber airnya dari embung telah
61 membuat perioritas kebutuhan seperti: untuk penduduk, ternak, dan kebun, karena
jumlah kebutuhan akan menentukan tinggi tubuh embung dan kapasitas tampung dari embung.
Bentuk embung alami dan buatan yang dijumpai dilapangan mendekati bujur sangkar, yang berada pada tanah yang liat. Embung buatan juga dibagun
didaerah tanah liat dan pada daerah yang tanahnya kurang liat, daerah tersebut di lapisi dengan pengeras seperti semen atau tanah liat lempung yang diolah seperti
bubur lalu ditempel pada daerah yang ditentukan. Ini dilakukan agar embung kedap dan air tidak mudah hilang dan embung bobol.
Ditinjau dari sudut konservasi upaya pembagunan embung merupakan suatu sikap bijak lingkungan environmental wisdom, karena sesungguhnya
memanfaatkan suatu sumberdaya alam yang melimpah, dan secara ekonomis air hujan tidak memiliki nilai tukarjual beli apapun Naiola 1993
Manafe et al 1993 mencatat sejumlah dampak positif kehadiran pembuatan embung di NTT yaitu mengurangi peluang banjir, menekan proses pemiskinan
hara tanaman dan meningkatkan peresapan air tanah. Niola 1993 mengindentifikasi fungsi dan peranan embung dari sudut biologis-lingkungan dan
konservasi: air deposit embung dapat dimanfaatkan oleh satwa liar savanna dimusim kemarau, yang berarti kelangsungan konservasi rantai makanan
setempat. Terjaminnya kelangsungan hidup burung-burung pemencar biji yang minum air embung berarti menjamin dan meningkatkan stabilitas vegetasi
savanna. Cek dam atau dam pengendali merupakan salah satu bangunan fisik yang
dibangun dalam rangka menampung sedimen dan sekaligus meningkatkan dan mengembangkan daya guna air secara maksimal. Sebelum terisi penuh dengan
sedimen, air yang tertahan di check-dam dapat dimanfaatkan untuk irigasi, pariwisata, perikanan dll. Dam pengendali pada umumnya dibangun pada daerah
hulu sebagai upaya pengamanan proyek-proyek yang lebih besar yang berada di bawahnya. Walaupun dengan dimensi yang relatif kecil, apabila dibangun dalam
jumlah banyak di daerah hulu yang rawan erosi, bangunan ini cukup efektif dalam upaya pengendalian sedimentasi yang menimbulkan pendangkalan Sungai, Danau,
Waduk, atau bendungan yang berada di bawahnya dapat ditekan sekecil mungkin.
62 Pada daerah studi sudah terdapat bangunan alami yang fungsinya sama
dengan embung. Bangunan tersebut disebut dengan telaga, tabek, rawang, empang, dan danau Bagi pemerintah Sumatera Barat pada bagunan ini dibuat
pintu pengambilan untuk mengatur pemanfaatan air untuk memenuhi kebutuhan air suatu daerah dan sebagai data informasi dari BAPEDALDA Sumatera Barat,
bahwa di Solok terdapat embung dan cek dam sebanyak 64 buah, data pada Lampiran 5. Foto embung dan cek dam pada daerah penelitian dapat dilihat pada
Gambar 31 dan 32.
Gambar 31Embung di DTA Singkarak Kondisi bangunan chek dambendung yang dijumpai di lapangan telah
banyak mengalami kerusakan. Perkiraan dari jumlah yang ada sekitar 70 persen sudah rusak. Kerusakan di jumpai pada pintu air yang digunakan sebagai bagunan
yang mengatur tinggi muka air di chek dambendung. Selain pintu air kerusakan pada tubuh bendung, seperi retak, patah dan bahkan sudah hilang hanyut terbawa
arus. Embung Ujang Juaro
Embung Jilatang
Embung Sok Panjang Embung Sawah Bilo
63
Gambar 32 Cek dam di DTA Singkarak.
Hasil survey lapangan pada daerah penelitian banyak terdapat embung telaga atau waduk waduk kecil baik yang alami maupun buatan. Hal ini
mengindikasikan bahwa pada daerah perlu bagunan bagunan tersebut diatas karena pada kenyataannya bangunan tersebut sangat membantu masyarakat
setempat dalam memenuhi kebutuhan air baik untuk kehidupan sehari hari maupun untuk pertanian.
Walaupun sudah terdapat bangunan yang berfungsi sebagai cadangan air namun pada daerah masih ada beberapa daerah yang mengalami kekeringan dan
juga ada daerah yang mengalami banjir dari tahun ketahun. Oleh sebab itu perlu dilakukan suatu analisa untuk menentukan jumlah bangunan dan posisi bangunan
yang tepat agar bangunan lebih efektif. Cek dam Aro Talang
Cek dam Andaleh
Cek dam Bukik Jaliang Cek dam Tabek Dangka
64
65
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penggunaan Lahan DTA Singkarak
Berdasarkan analisa dari peta tutupan lahan terlihat bahwa penggunaan lahan DTA Singkarak terdiri atas; Hutan primer Hp, hutan sekunder Hs, hutan
tanaman Ht, perkebunan Pk, semak belukar B, pemukiman Pm, tanah terbuka T, tubuh air A, pertanian lahan kering Pt, pertanian lahan kering
campur semak Pc, dan sawah Sw BAPLAN, 2010 Hasil analisis penggunaan lahan DTA Singkaraktidak memperlihatkan
perubahan penggunaanlahan yang signifikan. terutama pada; Hutan primer, hutan sekunder, hutan tanaman, perkebunan, semak belukar dan tanah terbuka. Apabila
penggunaan lahan dibuat berdasarkan perubahan penggunaan lahan satu periode melebihi nilai 10 hektar maka, penggunaan lahan digolongkan pada 4
penggunaan lahan yaitu; hutan, perkebunan, semak belukar, dan penggunaan lain- lain dengan jumlah penggunaan lahan selama 4 periode adalah seperti Tabel 5.
Tabel 5 Penggunaan lahan tahun 1992-2009
Jenis Penggunaan Lahan 1992
1999 2006
2009 Ha
Ha Ha
Ha Hutan
28.651 25
28.996 25
28.773 25
28.719 25
Semak belukar 3.140
3 2.753
2 2.977
3 3.027
3 Perkebunan
167 167
167 Penggunaan lain-lain
82.381 72
82.256 72
82.256 72
82.260 72
Total 114.17
2 100
114.17 2
100 114.17
2 100
114.17 2
100 Hasil perhitungan.
Penggunaan lahan lain-lain L terdiri dari: Pemukiman, Tanah terbuka, Tubuh air Pertanian lahan kering, Pertanian lahan kering campur semak, dan sawah
Laju: Perubahan dibagi jangka waktu : Jangka waktu adalah 17 tahun 1992-2009
Jumlah hutan pada DTA Singkarak dari tahun 1992 sampai 2000 cenderung bertambah namun dari tahun 2000 sampai 2009 cenderung berkurang.
Secara umum penurunan yang terjadi setelah tahun 2000 tidak melebihi kondisi di tahun 1992, bahkan dibawah tahun 1992. Nilai tersebut memperlihatkan kondisi
hutan dapat dikatakan terjadi penambahan di DTA Singkarak. Hal ini mungkin disebabkan karena pada daerah di sekitar danau sudah melakukan kegiatan
penghijauan. Masyarakat setempat juga menyakini bahwa apabila terjadi
66 penebangan hutan disekitar danau akan mendatangkan pengaruh yang buruk
terhadap danau. Berdasarkan pembicaaran dengan masyarakat, umumnya masyarakat
sudah mengerti akan fungsi hutan sebagai sumber air, dan perubahan aliran sungai apabila hutan diganggu. Farida et al. 2005 menyatakan bahwa penghijauan di
daerah ini di dukung oleh pemerintah, dimana pada tahun 1976 pemerintah Indonesia telah melaksanakan program penghijauan di daerah sekitar danau
termasuk lahan-lahan pada daerah hulu DAS. Pada tahun 2004, melalui program penghijauan yang didukung oleh Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia APHI dan
Gerkan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan Kritis GNRHLK. Perubahan penggunaan lahan dapat mempengaruhi sistem ekologi
diantaranya pencemaran air, polusi udara, perubahan iklim local Hu et al. 2008, Wilayah DAS, merupakan suatu kesatuan ekosistem dimana organisme dan
lingkungannya berinteraksi secara dinamik dan memiliki ketergantungan satu sama lain dalam setiap komponennya Asdak 2002. Kondisi hidrologi DAS dapat
terpengaruh akibat terjadinya perubahan penggunaan lahan De la Cretaz and Barten 2007, selain itu kualitas air DAS yang melewati daerah perkotaan juga
dipengaruhi oleh perkembangan kotaperubahan penggunaan lahan seperti perkembangan industri dan perkembangan pemukiman di wilayah DAS Coskun
et al. 2008. Kecenderungan perubahan penggunaan lahan pada perkebunan merupakan
kebalikan dari
kecenderungan perubahan
penggunaan lahan
hutan. Kecenderungan perubahan penggunaan lahan perkebunan memperlihatkan
kemungkinan perubahan hutan menjadi perkebunan. Pada periode 1990 sampai 2000 terjadi banyak perubahan dari perkebunan menjadi hutan, ini disebabkan
karena tidak adanya perawatan dari pemilik kebun terhadap kebun yang sudah dikelola. Hal ini terlihat dilapangan yaitu masih terdapat kebun kopi, jati dan
pinus yang dibiarkan oleh masyarakat begitu saja sehingga kelihatan seperti hutan. Alasan dari masyarakat adalah: Kopi tidak memberi keuntungan yang banyak
sedangkan Jati tidak bisa tumbuh dengan baik didaerah ini. Tanaman Pinus, masyarakat berusaha untuk menganti dengan tanaman lain, karena pohon Pinus
dianggap mengganggu aliran sungai mengurangi kuantitas dan kualitas air.
67 Perkebunan Pinus didaerah ini sebagian besar dikelola oleh perusahaan-
perusahaan besar. Informasi dari masyarakat untuk daerah Sumani, Saniang Baka, dan Paninggahan perkebunan Pinus yang dikelola perusahaan akan berakhir di
tahun 2006, untuk daerah X Koto Singkarak dan Ombilin berakhir Desember 2009.
Perubahan penggunaan lahan semak belukar dan lainnya dari tahun 1990 terlihat suatu kecenderungan perubahan. Kecenderungan memperlihatkan terjadi
peningkatan dan penurunan luas penggunan lahan. Penelitian ini tidak melakukan prediksi luas perubahan lahan. Hasil analisa perubahan penggunaan lahan yang
dilakukan adalah berasal dari data sekunder yang tujuannya untuk melihat penggunaan lahan yang ada didaerah DTA Singkarak.
Dari hasil analisa perubahan penggunaan lahan DTA Singkarak tidak signifikan, maka pengaruh perubahan penggunaan lahan dianggap tidak
memberikan kontribusi lebih untuk melakukan analisa perubahan debit, faktor hidrologi, dan sistem ekologi. Agus et al. 2004 menyatakan bahwa perubahan
lahan pada daerah kecil, biasanya akan terjadi secara seragam mencakup seluruh daerah tersebut. Hal ini akan memperlihatkan perubahan yang nyata pada faktor-
faktor hidrologi.Gambar 33 adalah beberapa photo penggunaan lahan di lokasi penelitian.
Gambar 33 Kebun Jati dan Pinus. Masalah penggunaan lahan pada DTA Singkarak bukan dilihat dari bentuk
perubahannya dari tahun ketahun, tapi dari kondisi existingpenggunaan lahan DTA Singkarak yangmemperlihatkan banyaknya lahan yang terbuka dan
Jati Saniang Baka Pinus Saniang Baka
68 menyatakan bahwa penggunaan lahan yang menutup permukaan tanah tersebut
sudah jelek.Dilihat dari penggunaan lahan dari tahun 1992 sampai 2009, bahwa penggunaan lahan hutan yang ada persentasenya hanya 25 dari luas DTA
Singkarak. Analisa data menunjukkan bahwa keberadaan lahan terbuka adalah sekitar
72 82.260 Ha. Penggunaan lahan tersebut terdiri dari 1 Pemukiman Pm 3.3,2 Tanah perbuka T 0.2 , 3 Pertanian lahan kering Pt 25.6, 3
Pertanian lahan kering campur semak Pc 19.4, 4 Sawah Sw 13, dan 5 Tubuh air 10.6. Keadaan ini sudah ada sejak lama, hal inilah yang
menyebabkan tingginya koefisien aliran permukaan. Penggunaan lahan seperti yang disebutkan diatas merupakan penggunaan lahan yang cenderung berubah.
Perubahan ini banyak disebabkan oleh aktivitas manusia, seperti pembukaan lahan untuk perkebunan, kegiatan pertanian yang berdasarkan faktor nilai jual suatu
hasil pertanian. Hal ini muncul karena tidak adanya suatu sistemperencanaan pertanian yang baik pada DTA Singkarak.
Koefisien aliran dihitung pada bulan basah dari series data tahun 1992 - 2009. Hasil perhitungan koefisien aliran diperlihatkan oleh Tabel 6 dan pada
Gambar 39 koefisien aliran dengan penggunaan lahan hutan.
Table 6 Koefisien aliran pada bulan basah BlnTh
1992 1999 2006 2009 Januari
46.3 31.9
27.6 28.5
Maret 31.5
36.7 April
27.1 29.5
Mey 14.5
27.4 34.8
73.0 September
19.2 14.6
17.8 34.2
Oktober 27.9
31.8 64.1
19.7 November
51.1 36.4
20.4 Desember
29.8 35.9
18.7 17.9
maks 46.3
51.1 64.1
73.0 Min
14.5 14.6
17.8 17.9
Rata 30.4
32.9 40.9
45.4
Hasil perhitungan dalam .; C = tebal Ro mm 100 tebal hujan mm
69
20 25
30 35
40 45
50
1990 1995
2000 2005
2010
Tahun
Hutan Koef run off
Gambar 34 Penggunaan lahan hutan dan koefiseien aliran run off. Gambar 34menunjukkan bahwa penggunaan lahan hutan pada DTA
Singkarak relatif stabil dari tahun 1990 sampai 2010 yaitu sebesar 25. Walaupunpenggunaan lahan hutan relatif stabil tetapi karena luasnya terlalu kecil
25 dari total luas DAS maka di duga dapat menurunkan kapasitas infiltrasi secara kontinu, sehingga jumlah air hujan yang menjadi aliran permukaan akan
meningkat secara kontinu pula. Untuk itu, sangat diperlukan upaya rehabilitasi lahan dan penerapan agroteknologi yang mampu mengurangi aliran permukaan
dan meningkatkan infiltrasi di hulu DTA Singkarak. MenurutArsyad 2006,bahwa beberapa faktor yang mempengaruhibesarnya koefisien aliran
permukaan, yaitu :1 Jumlah, intensitas, dan distribusi curah hujan, 2 topografi, dan jenis tanah, 3 luas DAS, 4 vegetasi penutup tanah dan 5 sistem pengelolaan
tanah. Pada DTA Singkarak koefisien aliran maksimum berkisar dari 46-73 ,
minimum dari 15-18 dan rata-rata mencapai dari 30-45 dari tahun 1990- 2009. Ini menyatakan bahwa kondisi DTA tidak baik karena adanya indikasi
aliran permukaan yang tinggi pada musim hujan, yang akan menyebabkan banjir dan genangan pada derah yang rendah seperti sepadan sungai. Topografi curam,
relif berbukit, geologi yang memperlihatkan rendahnya nilai permeabilitas, dan tanah yang cenderung liat pada daerah DTA Singkarak menyebabkan air sulit
masuk kedalam tanah. Kondisi ini akan menyebabkan daerah hulu cepat mengalami kekeringan. Kondisi banjir di hilir dan kekeringan di hulu adalah
70 merupakan ciri dari adanya degradasi lahan kerusakan fungsi hidrologi suatu
DAS. MenurutSinukaban 2008, bahwa degradasi lahan dan rusaknya fungsi
hidrologis DAS disebabkan oleh banyak faktor, antara lain: a penggunaan dan peruntukan lahan yang menyimpang dari Rencana Tata Ruang WilayahDaerah
misalnya hutan lindung difungsikan menjadi lahan pertanian, lahan permukiman atau industri, b penggunaan lahan yang tidak rasional tidak sesuai
kemampuan, c tidak diterapkannya teknik konservasi tanah dan air untuk lahan budidaya yang berlereng curam, d belum adanya regulasi yang mengatur secara
tegas, dan e tidak adanya komitmen pemerintah dalam penataan penggunaan lahan.
Model Hidrologi dalam PenentuanSistem Panen Hujan DTA Singkarak
Hujan dan debit DAS Paninggahan, yang digunakan untuk aplikasi
model adalah data pada 25 November 2009 dan 8 Januari 2010. Data 25 November 2009 adalah data yang digunakan untuk simulasi model, sedangkan
data 8 Januari 2010 dipergunakan untuk kalibrasi model.Data dapat dilihat pada
Gambar 35 dan 36.
Gambar 35 terdapat beberapa puncak hujan di Stasiun Aro dan Subarang serta satu puncak debit yang dominan. Puncak hujan maksimum di Subarang
adalah 11.2 mm, 10.6 mm, 10.8 mm, puncak hujan maksimum di Aro 7.8 mm, 15.2 mm, 10.2mm serta puncak debit Subarang adalah 159.31 m
3
dt. Berdasarkan laporan masyarakat pada bulan november terjadi banjir lebih kurang
selama 3 jam. Gambar 36 terdapat dua puncak hujan di Stasiun Aro dan Subarang dan satu
puncak debit. Puncak hujan di Aro 2.5 dan 5.4 mm, Subarang 7.3 dan 5.8 mm. Satu puncak debit yaitu di Stasiun Subarang dengan nilai 65.4 m
3
dt. Penentuan kondisi hujan dan debit untuk analisa dapat dilihat berdasarkan puncak-puncak
tunggal debit yang diperlihatkan oleh kumpulan data. Puncak debit tersebut dianggap puncak debit ekstrim.
71
2 4
6 8
10 12
20 40
60 80
100
2 3
:4 2
4 :0
6 8
:3 1
2 :5
4 1
7 :1
8 2
1 :4
2 2
:0 6
6 :3
1 :5
4 1
5 :1
8 1
9 :4
2 :0
6 4
:3 8
:5 4
1 3
:1 8
1 7
:4 2
2 2
:0 6
2 :3
6 :5
4 1
1 :1
8 1
5 :4
2 2
:0 6
:3
H u
jan mm
D eb
it m3
d t
Waktu
debit Aro
Subarang
5 10
15 20
25 30
35 40
50 100
150 200
250 300
350 400
:0 1
:1 8
2 :3
6 6
:5 4
1 7
:1 2
3 :3
1 3
:4 8
:0 6
1 :2
4 2
:4 2
7 :0
1 7
:1 8
3 :3
6 1
3 :5
4 :1
2 1
:3 2
:4 8
7 :0
6 1
7 :2
4 3
:4 2
1 4
:0
H uja
n m m
D eb
it m3
d t
Waktu
debit subarang
Aro
Gambar 35 Hujan dan debit sesaat DAS Paninggahan periode 25 November 2009.
Gambar 36 Hujan dan debit sesaat DAS Paningahan periode 8Januari 2010.
Hujan dan Debit DAS Malakotan, dapat dilihat pada gambar 37 dan 38.
Gambar 37memperlihatkan hujan dan debit dari Desember 2006 sampai November 2007. Penggambaran data memperlihatkan perekaman dalam bulanan.
Data memperlihatkan debit maksimum yang terjadi sebesar 30 m
3
dtk
-1
, dengan hujan sebesar 99 mm. Pada daerah ini terdapat perekaman data yang dilakukan
secara sesaat setiap 30 menit, karena beberapa bulan setelah pemasangan alat terjadi kerusakan pada alat, sehingga pencatatan dilakukan secara manual setiap
hari.Perekamam data sesaat yang dilakukan secara kontinu dengan alat terpasang hanya selama 5 bulan seperti yang terlihat pada Gambar 37. Gambar 38
memperlihatkan hujan maksimum yang terjadi pada DAS Malakotan adalah 20
72
25 50
75 100
125 150
25 50
75
1-Dec 15-
Jan 29-
Feb 14-
Apr 29-
May 13-Jul
27- Aug
11- Oct
25- Nov
C ur
ah Huja
n mm
De bit
m3de t
Waktu
Hujan Debit
10 20
30 40
50 0.00
1.00 2.00
3.00 4.00
5.00
1222007 8:08
1222007 18:08
1232007 4:08
1232007 14:08
1242007 0:08
1242007 10:08
Cu ra
h Huj
an m
m
D ebi
t m
3 de
t
Waktu Hujan
Debit
mm dengan puncak debit 4m
3
dtk
-1
. Data pata Gambar 38ini dipakai untuk kalibrasi model MAPDAS.
Gambar 37 Hujan dan debit harian S. Malakotan TH 2006-2007.
Gambar 38 Hujan dan debit sesaat S. Malakotan, pencatatan 22-24 Januari 2007.
73
Separasi Debit sebagai input MAPDAS pada Sub DAS Paninggahan dan Malakotan
Analisis separasi debit dilakukan untuk menentukan besarnya aliran permukaan runoff.Run offmerupakan nilai debit total dikurangi dengan aliran
dasar dan aliran bawah permukaan. Nilai run off ini digunakan sebagai salah satu masukan yang utama untuk model MAPDAS, karena model yang berbasis
hidrograf satuan harus berdasarkanrun offbukan berdasarkan debit total, karena asumsinya adalah hujan efektif yang membicarakan debit permukaan. Pada tabel
pemisahan debit nilai run off merupakan nilai total selama episode hujan dan debit aliran pada DAS.
Penentuan episode hujan dan debitsebagai data untuk menentukan karakteristik hujan dan debit DAS untuk separasi debit, di perlukan data yang
memperlihatkan hubungan satu dengan yang lainnya. Episode yang diambil yaitu episode pada saat hujan tinggi, bentuk grafik debit maksimun dengan puncak
debit tunggal. Separasi debit yang dilakukan dapat memperlihatkan curah hujan P, intensitas hujan maksimum Imax, debit maksimum Qmax, koefisien aliran
permukaan Kr, Waktu Naik Tn dan Waktu Konsentrasi Tc.Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan butir hujan yang jatuh pada tempat
terjauh di bagian hulu untuk mencapai outlet. Pada analisis grafis, waktu konsentrasi ditetapkan berdasarkan lama waktu antara kejadian intensitas hujan
maksimum dengan waktu tercapainya debit maksimum. Berikut adalah separasi debit pada SubDAS Paninggahan dan Malakotan. Separasi
debit dapat dilihat pada Gambar 39 dan 40, dan hasilnya pada tabel 7.
Gambar 39 Separasi debit S. Paninggahan Periode 8 Januari 2010
74
5 10
15 20
25 30
1000 2000
3000 4000
5000 6000
1222007 0:00 1222007 19:121232007 14:24 1242007 9:36 1252007 4:48
H uja
n 3 m
nt
Debit L
S
Waktu
Debit total Aliran bawah permukaan
Aliran permukaan Aliran dasar
Hujan
Gambar 40 Separasi debi S. Malakotan periode 22-24 Januari 2007 Table 7 Separasi debit SubDAS Paninggahan dan Malakotan
Pada tabel 7 nilai koefisien run off Kr kecilkurang 20 bila dibandingkan dengan koefisien run off rata-rata pada musin hujan 30-45, ini
disebabkan karena analisa perhitungan dilakukan pada episode kejadian hujan dan debit eventbukan pada kondisi pada musim hujan bulan basah.Nilai koefisien
aliran permukaan sangat ditentukan oleh karakteristik hujan yang meliputi jumlah curah hujan, intensitas maksimum, serta jumlah curah hujan yang jatuh
sebelumnya. Nilai yang rendah juga diperlihatkan oleh nilai intensitas 0.283 mm.mnt
-1
pada DAS Malakotan dan 14 mm.mnt
-1
pada DAS Paninggahan.Nilai ini menyatakan bahwa: keragaman hujan yang tidak merata pada DAS, kelembaban
tanah yang hari sebelumnya kering sehingga waktu terjadi hujan, menjadi infiltrasi, dan perhitungan separasi debit diatas mengambarkan nilai aliran
langsung DROyang tidak memasukan nilai aliran bawah tanah Base flow Bf. Hasil Separasi Debit
Satuan Malakotan Paninggahan
Run off Mm
17.36 3.4
Hujan Mm
99 42.2
Koeffisien aliran permukaan 17.5
9.0 Debit maksimum
l.dtkˉ¹ 53159.2
47954.05 Intensitas hujan
mm.mnt
-1
0.283 0.416
Waktu naik Pukul
21.38 14
Waktu konsentrasi Jam
24.5 4.5
75
Kalibrasi Model MAPDAS di SubDAS Paninggahan dan Malakotan
Tabel 8 menunjukkan karakteristik DAS terkait parameter MAPDAS untuk DAS Paninggahan dan Malakotan, yang dianalisis berdasarkan aplikasi SIG
menggunakan perangkat lunak ArcGIS 9.3. Karekteristik DAS adalah merupakan parameter MAPDAS yang penting
agar MAPDAS dapat digunakan. Parameter tersebut terdiri dari jaringan hidrografi pada sungai, lereng dan orde sungai. Jaringan hidrografi adalah jarak
tempuh yang dibutuhkan oleh butiran hujan pada jaringan sungai menuju outlet. Orde sungai yaitu menunjukkan tingkat kerapatan jaringan sungai suatu
DAS,ditetapkan menurut metode Strahler 1957.
Table 8 Parameter Model MAPDAS Studi Kasus pada DAS Paninggahan dan Malakotan
Parameter Satuan
DAS Paninggahan Malakotan
Jaringan Hidrografi Panjang rataan Alur Hidraulik L
M 8090
11109.8 Panjang Maksimum Alur Hidraulik
Lmaks M
12674.1 20002
Orde Maksimum Sungai n 5
4 Lereng
Panjang rataan jalur Hidraulik Lo M
405.6 506.8
Panjang Maksimum jalur Hidraulik Lo maks
M 1676.4
2392.8 Kalibarasi model diperlihatkan oleh Gambar 41 dan 42. Kalibrasi Model
MAPDAS pada DAS Paninggahan menggunakan data masukan hujan dan debit periode 8 Januari 2010 serta kalibarasi Model DAS Malakotan menggunakan data
periode 22-24 Januari 2007. Kalibrasi menunjukkan hasil sangat baik ditunjukkan dengan koefisien kemiripan 96 pada Paninggahan dan Malakotan. Koefisien
tingkat kemiripan ini ditentukan dengan memakai persamaan NASH dan SUTCLIFFE. Persamaan NASH yang terdapat di model telah menggambarkan
kondisi hujan, debit dan parameter DAS. Sedangkan Hasil dari kalibrasi model yang merupakan fungsi produksi dan transfer model DAS Paninggahan dan
Malakotan disajikan pada Tabel 9. Tabel 10 merupakan gambaran dari
76
5 10
15 20
25 20
40 60
80
21:08 2:08 7:08 12:08 17:08 22:08 3:08 8:08 13:08 18:08
Cura h
H uj
an m
m D
ebi t m
3 s
Waktu
Hujan Effektif Debit Pengamatan
Debit Simulasi 1
2 3
4 5
6 7
8 9
10 5
10 15
20 25
30 35
40 45
8110 12:18
8110 13:18
8110 14:18
8110 15:18
8110 16:18
8110 17:18
8110 18:18
8110 19:18
8110 20:18
H u
ja n
m m
Debit m
3
s
Waktu
Hujan Efektifl Debit Pengukuran
Debit Simulasi
karakteristik debit hasil kalibrasi.
Gambar 41 Kalibrasi Model MAPDAS Paninggahan episode hujan dan debit 8 Januari 2010.
Gambar 42 Kalibrasi model MAPDAS Malakotan episode hujan dan debit 22-24Januari 2007.
Tabel 9 Parameter fungsi produksi dan transfer DAS Paninggahan dan Malakotan Parameter MAPDAS
Satuan Paninggahan Malakotan
Hujan kebih mm.mnt
-1
0.57 0.27
Kecepatan aliran rata-rata jaringan hidrografi Vs
m.sˉ¹ 4.4
0.8 Kecepatan aliran rata-rata
jaringan lereng Vl m.sˉ¹
0.14 0.08
77 Table 10 Hasil Kalibrasi Debit MAPDAS DAS Paninggahan dan Malakotan
Panjang rataandan maksimum alur hidraulik L,Lmaks adalah mengilustrasikan waktu rata-rata dan maksimum yang dibutuhkan oleh butir hujan
sampai di outlet. Panjang rataan dan maksimum jalur hidraulik lo lo maks merupakan waktu yang dibutuhkan oleh butiran hujan yang jatuh sub tangkapan
air sampai ke kealur sungai terdekat. Nilai L dan lo dipakai untuk menentukan isokronwaktu tempuh sama butiran hujan pada suatu DAS. Contoh hasil analisa
penentuan isokron dapat dilihat pada tabel 11 dan 12.
Paninggahan Malakotan
Parameter Satuan
Pengukuran Simulasi
Pengukuran Simulasi
Debit Puncak m3dtk
39.11 32.81
42.96 38.46
Waktu Dasar menit
234 282
1680 1620
Waktu Naik menit
48 84
540 450
Volume mm
1270.8 1368
38646 40320
Koefisien NASH 96
96
78
POINTID GRID_CODE NEAR_FID NEAR_DIST lo L= D-F
t_L0 F0.14360 t_L G4.4360 t_tot H+I V_tot GJ
1 11635.1289
1 1147.279702
10487.8492 22.76348616
6.621116918 29.38460308 356.9164835
2 11465.668
1 944.0668323
10521.60117 18.73148477
6.64242498 25.37390975 414.6621972
3 11504.0576
1 1017.714535
10486.34306 20.19274872
6.620166076 26.81291479 391.0929918
4 11596.7393
1 1094.259196
10502.4801 21.71149199
6.630353601 28.34184559 370.5644387
5 11689.4209
1 1173.13389
10516.28701 23.27646608
6.639070082 29.91553616 351.5326268
6366 13610.5156
76 936.4256135
12674.08999 18.57987328
8.001319436 26.58119272 476.8066701
6367 13572.126
76 939.0127824
12633.11322 18.631206
7.975450264 26.60665626 474.810254
6368 13533.7363
76 950.6717119
12583.06459 18.86253397
7.943853907 26.80638787 469.405451
6369 13495.3467
76 971.0757047
12524.271 19.26737509
7.906736739 27.17411183 460.889801
6370 13533.7363
76 999.6894352
12534.04686 19.83510784
7.912908374 27.74801621 451.7096562
6371 13572.126
76 1035.832772
12536.29323 20.55223754
7.914326533 28.46656407 440.3865952
Max 1676.713665
12674.08999 33.26812827
8.001319436 34.83082475 1583.998426
total 2584114.666
51541126.61 51272.11639
32538.59003 83810.70642 4632959.965
rata 405.6058179
8089.958658 8.047734483
5.107297132 13.15503162 727.1950973
jumlah isokron 11.12488064 LV
11
Tabel 11 Jalur hidraulik Paninggahan C D E F G H I J K
Hasil analisa dengan Arc Gis 9.3
Pencatatan hujan dan debit 6 menit Interval waktu adalah 660 = 360
Kecepatan lereng lo = 0.14 ms
-1
Kecepatan sungai L = 4.4 ms
-1
79
POINTID GRID_CODE NEAR_FID NEAR_DIST lo L= B-D
t lo= lo0.081800 tL= L0.81800 ttot= F+G
v = LH 1
131.0711 0.0000
0.0000 131.0711
0.0000 0.0910
0.0910 1439.9856
2 223.7523
0.0000 0.0000
223.7523 0.0000
0.1554 0.1554
1439.9916 3
316.4336 0.0000
0.0000 316.4336
0.0000 0.2197
0.2197 1439.9940
4 409.1148
0.0000 0.0000
409.1148 0.0000
0.2841 0.2841
1439.9995 5
501.7961 0.0000
65.5355 436.2606
0.4551 0.3030
2.1234 205.4547
8173 21492.2871
11.0000 2209.3347
19282.9524 15.3426
13.3909 74.7613
257.9268 8174
21584.9688 11.0000
2226.7618 19358.2070
15.4636 13.4432
75.2977 257.0890
8175 21623.3574
11.0000 2287.6499
19335.7075 15.8865
13.4276 76.9734
251.1998 8176
21584.9688 11.0000
2300.7544 19284.2144
15.9775 13.3918
77.3017 249.4670
8177 21677.6504
11.0000 2392.2712
19285.3792 16.6130
13.3926 79.8446
241.5364 max
20001.9602 16.6130
13.8903 79.8446
1440.0000 total
90864824.0869 28795.7078
63100.5723 178282.9059 5115810.7963
rerata 11109.7985
3.5195 7.7151
21.7932 625.4581
isocron 17.7627
LV 18
Tabel 12 Jalur hidraulik Malakotan A B C D E F G H I
Hasil analisa dengan Arc Gis 9.3
Pencatatan hujan dan debit 30 menit Interval waktu adalah 3060 = 1800
Kecepatan lereng lo = 0.08 ms
-1
Kecepatan sungai L = 0.8 ms
-1
80
2 4
6 8
10 12
14 16
18 20
20 40
60 80
100 120
140 160
180
12:1813:1814:1815:1816:1817:1818:1819:1820:18 C
u ra
h H
u ja
n mm
D eb
it m3
s
Waktu Hujan Effektif
Debit Pengamatan Debit Simlasi 0.60
Aplikasi MAPDAS untuk Panen Hujan dan Aliran Permukaan serta Karakterisasi Bangunan.
Gambar 43menunjukkan simulasi debit aliran permukaan Sungai Paninggahan periode 25 Nopember 2010 menurut Aplikasi Model MAPDAS. Gambar 44
menunjukkan simulasi penurunan debit puncak aliran permukaan Sungai Paninggahan periode 25 Nopember 2010 sebagai respon dari skenario penurunan
intensistas curah hujan lebih excess rainfall. Hasil simulasi menunjukkan bahwa berdasarkan masukan total curah hujan
sebesar 45.80 mm, debit puncak aliran permukaan Sungai Paninggahan pada periode 25 Nopember 2010 adalah sebesar 160.65 m
3
dtk
-1
, terdapat selisih hanya sebesar - 0.06 m
3
dtk
-1
dibandingkan dengan debit pengukuran sebesar 160.71 m
3
dtk
-1
. Berdasarkan perhitungan hidrolik bendung, diketahui kapasitas maksimum
bendung Sungai Paninggahan adalah sebesar 154 m
3
dtk
-1
. Dengan demikian terjadi luapan debit puncak sebesar 6.71 m
3
dtk
-1
. Berdasarkan aplikasi model hidrologi, maka untuk menurunkan debit puncak sebesar 6.71 m
3
dtk
-1
diperlukan pemanenan curah hujan lebih excess rainfall sebesar 0.816 mm, yang setara dengan volume
sebesar 48086.88 m
3
.
Gambar 43 Simulasi debit aliran permukaan S. Paninggahan periode 25 Nopember 2010.
81
2 4
6 8
10 12
14 16
18 20
20 40
60 80
100 120
140 160
180
12:1813:1814:1815:1816:1817:1818:1819:1820:18 C
u rah
Hu jan
m m
Deb it
m 3
s
Waktu
Hujan Effektif Debit Bendung
Debit Simlasi 0.57
Ambang Batas
Gambar 44 Simulasi penurunan debit puncak aliran permukaan S. Paninggahan periode 25 Nopember 2010 berdasarkan skenario
pemanenan curah hujan lebih.
Analisa hujan lebih axcess rainfalladalah; intensitas hujan netto maximum In max merupakan jumlah
Intensitas bruto di kurangi dengan indeks ф dikalikan dengan waktu hujan, yang dapat ditulis sebagai berikut;
In max = ∑I bruto – ф mmmenit t I hav = Selisih In Max
imulasi Dimana:
In max ; Intensitas hujan netto maximum mm I bruto ; Intensitas hujan bruto mm
Ф ; Indeks mmmenit t ; waktu dalam 6 menit
I hav ; intensitas Haversting
Analisa hujan lebih Acsess Rainfall: Total curah hujan sebelum aplikasi TCH 1 = 5-0.576+5.2-0.576+12.4-
0.576+4.6- 0.566 = 13.616 mm
82 Total curah hujan sesudah aplikasi TCH 2 = 5-0.606+5.2-0.606+12.4-
0.606+4.6-0.66= 12.80 mm Jeluk Panen Hujan JPh = TCH1
– T CH2 JPh = 13.616
– 12.80 JPh = 0.816 mm
Volume Panen Hujan VPh adalah JPh di kalikan dengan luas DAS. VPh = 0.8161000 5893 10
4
= 48086.88 m
3
.
Tabel 13 Analisis volume panen hujan dan aliran permukaan berdasarkan aplikasi model hidrologi di Paninggahan
Data Simulasi Sebelum aplikasi
Sesudah aplikasi
Intensitas Hujan Bruto mm6menit
5; 5.2; 12.4; 4.6; 5; 5.2; 12.4; 4.6;
I ndeks ф mmmenit
0.57 0.60
Interval waktu t menit 6
6 Total Curah Hujan Lebih mm
13.616 12.8
Jeluk Panen Hujan mm 0.816
Volume Panen Hujan m3 48086.88
Analisa yang sama dilakukan pada DAS Malakotan. Gambar 45 menunjukkan simulasi debit aliran permukaan sungai Malakotan periode 22
– 24 Januari 2007 menurut Aplikasi Model MAPDAS.Gambar 46 menunjukkan simulasi penurunan
debit puncak aliran permukaan Sungai Malakotan periode 22 – 24 Januari 2007
sebagai respon dari skenario penurunan intensistas curah hujan lebih excess rainfall. Hasil simulasi menunjukkan bahwa berdasarkan masukan total curah hujan
sebesar 45.80 mm, debit puncak aliran permukaan Sungai Paninggahan pada periode 22-24 Januari 2007 adalah sebesar 43.53 m
3
dtk
-1
, terdapat selisih hanya sebesar 0.008m
3
dtk
-1
dibandingkan dengan debit pengukuran sebesar 43.538 m
3
dtk
-1
. Berdasarkan perhitungan hidrolik bendung, diketahui kapasitas maksimum
bendung Sungai Paninggahan adalah sebesar 33.87 m
3
dtk
-1
. Dengan demikian terjadi luapan debit puncak sebesar 9.66m
3
dtk
-1
. Berdasarkan aplikasi model hidrologi, maka untuk menurunkan debit puncak sebesar 9.66m
3
dtk
-1
diperlukan pemanenan
83
5 10
15 20
25 10
20 30
40 50
60 70
80
21:08 4:38
12:08 19:38
3:08 10:38
18:08 Cura
h H
uj an
m m
D ebi
t m 3
s
Waktu
Hujan Effektif Debit simulasi
Debit pengamatan
5 10
15 20
25 10
20 30
40 50
60 70
80 90
100
21:08 4:38
12:08 19:38
3:08 10:38
18:08 Cura
h H
uj an
m m
D ebi
t m 3
s
Waktu
Hujan Effektif Debit bendung sim 0,29
Debit pengamatan
Ambang batas
curah hujan lebih excess rainfall sebesar 2.7 mm, yang setara dengan volume sebesar 189622.89 m
3
.
Gambar 45 Simulasi debit aliran permukaan S. Malakotan periode 22-24 Januari 2007.
Gambar 46 Simulasi penurunan debit puncak aliran permukaan S. Malakotan periode 22-24 Januari 2007berdasarkan
skenario pemanenan curah hujan lebih.
Berdasarkan data hasil analisis volume panen hujan dan aliran permukaan, jumlah bangunan panen hujan dan aliran permukaan dapat ditetapkan dengan
84 sebelumnya menetapkan asumsi dimensi bangunan dimaksud. Dalam penelitian ini,
bangunan panen hujan dan aliran permukaan yang dimaksud adalah embung. Ukuran embung sebaiknya disesuaikan dengan luas daerah tangkapan.Dimensi
embung dibuat bervariasi dengan penentuan Volume minimum embung 170 m
3
dengan kedalaman 2-2.5 m Irianto, 2007. Volume embung minimal 260 m
3
dengan kedalaman 2-2.5 m Irianto, 2008. Tinggi tubuh embung tipe graviti atau komposit
adalah 6 m, dimana tinggi embung di ukur dari permukaan galian fondasi terdalam hingga puncak tubuh embung Kasiro et al, 1997. Pada penelitian ini kedalaman
embung berkisar 3 meter sampai 6 meter dangan volume minimum embung paninggahan 170 m
3
dan Malakotan 500 m
3
. Volume 500 m
3
ditetapkan berdasarkan data lapangan, pada Kab. Solok banyak terdapat embung yang luas minimum 0,08 Ha
dan volume sekitar 500 m
3.
Data luas embung pada Kab. Solok ada pada lampiran. Berdasarkan kriteria embung seperti luas minimum dan dalam tinggi h
embung didapatkan jumlah embung pada suatu DAS.Diketahui volume embung minimum VE min = 170 m
3
dan apabila tinggi embung h adalah; 3, 4, 5, dan 6 meter maka perhitungan berapa jumlah embung pada suatu DAS dengan luas total
embung 8014 - 16029 m
2
dengan jumlah 47 - 94 buah embung pada SubDAS Paninggahan. Pada DAS Malakotan Volume minimal embung minimum
direncanakan 500 m
3
dengan tinggi embung 6 - 3 m didapatkan luas total embung 31604 - 63208 m
2
dan jumlah embung 63 - 126 buah.
Perhitungan Kapasitas Bendung Paninggahan
Bendung yang terdapat pada Sungai Paninggahan merupakan suatu bangunan yang digunakan untuk mengatur tinggi muka air. Bentuk bangunan itu adalah
merupakan bangunan pengatur ambang lebar yang biasa dipakai disungai Sumatera Barat. Pada bagunan ambang lebar biasanya tinggi energi dan debit bagunan sudah
diketahui dengan baik. Dimana dengan melihat perbandingan antara H1 dan L kecil sama dengan 1 Gambar 47.
Analisa debit bendung dilakukan untuk penelusuran banjir melalui bendung. Pada penelitian ini analisa debit bendung dipakai sebagai nilai ambang batas jumlah
85 panen hujan dan aliran permukaan yang dapat dipanen.Bendung yang terdapat pada
Sungai Paninggahan adalah berupa bangunan pengatur ambang lebar, oleh sebab itu di pakai persamaan hidrolis ambang lebar.
5 .
1
3 2
3 2
bH g
Cd Q
dimana : Q: debit m
3
s Cd : koefisien debit ambang lebar = 1.03
b : lebar mercu m H: tinggi air diatas mercu m
g: percepatan gravitasi =9.81 mdt
2
dimana pada persamaan diatas koefisien kecepatan datang adalah 1.0 Pencatatan debit pada tgl 10 November 2010 adalah; tinggi air H ; 2. m maka;
Q = 1.03 x 23 x 23x 9.81
0.5
x 31 x 2.
1.5
= 153.9719 m
3
dt = 154 m
3
dt
Gambar 47 Bendung sebagai pengatur tinggi muka air . L
H1
86
Perhitungan Kapasitas Bendung Malakotan
Pada Sungai Malakotan tidak terdapat bendung, untuk menentukan ukuran debit. Bagunan untuk menentukan ukuran debit bisa dianggap sama dengan yang
terdapat di sungai Paninggahan yaitu bagunan ambang lebar. Gambar 48 adalah foto Sungai Malakotan sebagai tempat pemasangan Aws dan Awlr yang dibagun oleh
BPDAS Agam Kuantan. Berdasarkan pesamaan Ambang Lebar berdasarkan pengukuran profil sungai dan
debit maka apabila tinggi sungai H adalah 1.5 m, Lebar b 10.5 m maka; Q = 1.03 x 23 x 23x 9.81
0.5
x 10.5 x 1.5.
1.5
= 33.87 m
3
dt = 34 m
3
dt
Gambar 48 Lokasi AWLR Sungai Malakotan.
Analisis Zona Prioritas Implementasi Sistem Panen Hujan danAliran Permukaan
Berdasarkan aplikasi SIG menggunakan perangkat lunak ArcGIS, karakterisasi pdf waktu tempuh butir hujan di sub DAS Paninggahan dan Malakotan dapat
87 diidentikasi berdasarkan analisis isochrone. Dari hasil analisis tersebut, rekomendasi
implementasi sistem panen hujan dan aliran permukaan sebaiknya dilakukan pada zona yang berjarak antara 8 -11 km dari outlet pada sub DAS Paninggahan dan 13
–
17 km dari outlet pada sub DAS Malakotan Gambar 49 dan 50
Identifikasi zona prioritas untuk embung akan dilakukan berdasarkan analisis fungsi kerapatan probabilitas probability density function, pdf panjang jaringan
sungai. Fungsi kerapatan probabilitas jaringan sungai merepresentasikan sebaran probabilitas waktu tempuh butir hujan dari titik jatuhnya hingga mencapai outlet.
Pada Paninggahan PDF dengan nilai 0.14 merupakan perioritas utama pembagunan embung terletak pada dengan jarak 10 km dari outlet dengan luas 762 ha., perioritas
ke 2 yang berjarak 8 km dari outlet luas 647 ha, dan yang ke 3 adalah dengan jarak 9 km dari outlet dengan luas 644 ha.
88
- 0.02
0.04 0.06
0.08 0.10
0.12 0.14
0.16
50 150
250 350
450 550
650 750
850
P D
F lua
s is
o k
ro n
ha
Jarak dari outlet Km
ISHOCRONE PDF
Gambar 49 Karakteristik PDF dan Isokron zona prioritas Pengelolaan DAS Paninggahan
Pembagunan embung pada DAS Malakotan tersebar pada jarak 13 - 18 Km dari outlet. Prioriatas utama berjarak 17 km dari autlet, luas 513 ha. Prioritas kedua
berjarak 13 km dari outlet dengan luas 506 ha. Prioritas ke 3 berjarak 16 km dari outlet dengan luas 481 ha. Prioritas 4 berjarak 17.8 km dengan luas 478.71 ha .
Prioritas 5 berjarak 14 km dari outlet dengan luas 478.25 ha.
89
Gambar 50 Karakteristik PDF dan Isokron zona prioritas Pengelolaan DAS Malakotan
Penentuan prioritas pada kawasan DAS adalah sangat membantu pengambil kebijakan untuk melakukan perbaikan lahan yang telah mengalami degradasi dan itu
menjadi hal penting, pelaksanaan pebaikan lahan yang sangat membutuhkan biaya dan tenaga yang banyak. Untuk menekan keperluan biaya, penentuan identifikasi
zona prioritas adalah solusi yang sangat baik. Zona prioritas embung adalah kawasan yang diidentifikasi sebagai zona yang sangat berpengaruh terhadap effektifitas
pembagunan embung dalam memulihkan fungsi hidrologis suatu DAS. Penyebaran embung pada DAS Paninggahan dan Malakotan dapat dilihat pada
Gambar 51 dan 52.
0.00 0.01
0.02 0.03
0.04 0.05
0.06 0.07
0.08 0.09
50 150
250 350
450 550
19 14
34 05
49 77
61 50
72 73
84 10
95 45
10 625
11 590
12 447
13 319
14 226
15 148
16 081
16 942
17 767
18 807
PD F
Lu as Isok
ro n
H a
Jarak dari outlet Km
ISHOCRONE PDF
90
Gambar 51 Penyebaran embung, reboisasi dan penghijauan di DAS Paninggahan.
Gambar 52 Penyebaran embung, reboisasi dan penghijauan DAS Malakotan.
91
Dampak Implementasi Teknologi pada TMA Danau Singkarak
Pembagunan embung, reboisasi dan penghijauanseperti yang telah disajikan pada gambar 49 s.d 52. Dampak pembagunanan ini terhadap Danau Singkarak
adalahterjadinya perubahan tinggi muka air danau karena adanya pengurangan volume air yang masuk ke danau. Pada musim hujan air akan berkurang masuk ke
danau dan pada musim kemarau air akan tetap mengalir ke danau, karena air yang ditahan akan mengalir perlahan ke danau.
Dinamika Populasi dan Perubahan Penggunaan Lahan pada DTA Singkarak
Hasil simulasi pertumbuhan penduduk menunjukkan terjadi peningkatan yang disajikan pada Tabel 14 berikut.
Tabel 14 Perubahan jumlah penduduk di tiap DAS
Bulan DAS
Sumani Sumpur
Paninggahan Singkarak
1
52,799 43,305
5,363 62,854
13
62,936 51,620
6,393 74,922
25
75,020 61,531
7,620 89,307
37
89,424 73,344
9,083 106,454
49
106,594 87,426
10,827 126,893
61
127,059 104,212
12,906 151,257
73
151,455 124,221
15,384 180,298
85
180,534 148,072
18,338 214,915
97
215,197 176,501
21,858 256,179
109
256,515 210,390
26,055 305,365
121
305,765 250,784
31,058 363,995
Hasil simulasi model dinamik program stella.
Berdasarkan tabel di atas, pada tahun 2019 atau bulan ke 121 bahwa:1 DAS Sumani jumlah penduduk meningkat sampai lebih dari 300 ribu orang, 2 DAS
Sumpur Kudus jumlah penduduk mengalami peningkatan sampai dengan 250 ribu orang, 3 DAS Paninggahan jumlah penduduk meningkat sampai dengan 31 ribu
orang, dan 4 DAS Singkarak jumlah penduduk meningkat sampai dengan 363 ribu orang.
92 Peningkatan jumlah penduduk akan mempengaruhi kebutuhan lahan pertanian.
Selisih antara kebutuhan lahan pertanian dengan alokasi lahan untuk pertanian akan mengakibatkan peluang konversi hutan Tabel 15. Pada model ini dilakukan konversi
hanya pada lahan terbuka dan semak belukar, yang jumlahnya tidak begitu luas. Pada penggunaan lahan untuk pertanian lahan kering yang jumlahnya cukup banyak tidak
dilakukan, karena pertanian adalah merupakan daerah yang dianggap bermanfaat bagi masyarakat.
Berdasarkan Tabel 15 di atas terlihat bahwa peluang konversi terbesar ada pada DAS Paninggahan dan Singkarak. Pada bulan proyeksi ke 61 DAS Paninggahan
membutuhkan 72 hektar dan terus bertambah sampai dengan seribu hektar di tahun 2019. Pada DAS Singkarak peluang konversi hutan akan terjadi di bulan ke 73 dan
terus meningkat mencapai 15 ribu hektar di tahun 2019. Peluang konversi lahan tentunya akan mempengaruhi luas peruntukan lahan.
Diasumsikan bahwa sekitar 70 lahan hutan akan dikonversi untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Kalibrasi dan Validasi Model Dinamika TMA Danau Singkarak dengan Program Stella
Berdasarkan pengamatan BPSDA Sumatera Barat dari tahun 1999-2003 ternyata volume danau berkisar 250 juta meter kubik sampai 400 juta meter kubik,
dengan elevasi muka air danau berkisar 360-363 m dari permukaan laut mdpl Gambar53.
93
Tabel15 Peluang konversi hutan untuk pemenuhan kebutuhan lahan pertanian
Hasil simulasi model dinamik program stella.
Bulan Alokasi Lahan Pertanian
x 1000 ha Kebutuhan Lahan Pertanian
x 1000 ha Peluang Konversi Hutan
x 1000 ha Sumani Sumpur Paning-
gahan Sing-
karak Sumani Sumpur Paning-
gahan Sing-
karak Sumani Sumpur Paning-
gahan Sing-
karak
1
31.41 9.85 0.61
12.33 4.05 0.31
0.28 4.83 27.35 9.54 0.33
7.50
13
31.41 9.84 0.61
12.33 4.83 0.37
0.34 5.75 26.57 9.47 0.27
6.58
25 31.41 9.83
0.61 12.33
5.76 0.44 0.40 6.86 25.65 9.40
0.21 5.47
37 31.41 9.83
0.61 12.33
6.87 0.52 0.48 8.18 24.54 9.30
0.13 4.16
49 31.41 9.82
0.61 12.33
8.19 0.62 0.57 9.75 23.22 9.19
0.04 2.59
61
31.41 9.81 0.61
12.33 9.76 0.74
0.68 11.62 21.65 9.07 0.07 0.72
73
31.41 9.80 0.61
12.33 11.63 0.89
0.81 13.85 19.78 8.91 0.20 1.51
85 31.41 9.79
0.61 12.33
13.87 1.06 0.97 16.51 17.54 8.74 0.36 4.17
97 31.41 9.78
0.61 12.33
16.53 1.26 1.15 19.67 14.88 8.53 0.55 7.34
109 31.41 9.78
0.61 12.33
19.70 1.50 1.38 23.45 11.71 8.28 0.77 11.12
121
31.41 9.77 0.61
12.33 23.48 1.79
1.64 27.95 7.92 7.98 1.03 15.62
94
362.62 362.56
361.93 361.95 362.56
361.38 360.55
361.17 362.19
361.31 362.88
362.18 363.05
362.49 362.38
355 356
357 358
359 360
361 362
363 364
365
50 100
150 200
250 300
350 400
450 500
Ja n-
99 F
eb M
ar A
pr M
ei Jun J
ul A
gt S
ep O
k t
N o
p D
es Ja
n- 00
F eb
M ar
A pr
M ei
Jun J ul
A gt
S ep
O k
t N
o p
D es
Ja n-
01 F
eb M
ar A
pr M
ei Jun J
ul A
gt S
ep O
k t
N o
p D
es Ja
n- 02
F eb
M ar
A pri
l M
ei Jun J
ul A
gus S ep
O kt
N op
D es
Ja n-
03 F
eb M
ar A
pri l
M ei
Jun J ul
A gs
S ept O
kt N
op D
es
E L
E V
A S
I M
V OLUM
E J
U T
A M
3
BULAN
INFLOW OUTFLOW
ELEVASI M.A. DANAU
Gambar 53 Elevasi muka air danau berdasarkan air masuk dan keluar dari Danau Singkarakperiode 1999-2003 BPSDA 2004.
Perubahan volume danau dan elevasi berfluktuasi dari tahun ke tahun, dengan elevasi muka air danau minimum 360 mdpl. Pada Gambar 58 juga menunjukkan
bahwa dengan permukaan air danau minimum 360 mdpl tidak mendatangkan masalah untuk memenuhi kebutuhan air S. Ombilin untuk irigasi dan kebutuhan PLTA
Singkarak yang mengalir ke S. Anai. Simulasi model dinamik dengan memakai program STELLA dilakukan untuk
melihat perubahan TMA danau, yang disebabkan oleh perubahan air masuk dan keluar dari danau serta perubahan endapan sedimen seperti disajikan pada Gambar 54
dan 55.
95
Sedimentasi SedimentasiRate
Sedimen runoff
erosi LUC
VolumeDanau Luas Danau
DataTMA
DAS KoefisienSedimentasi
Hutan Perkebunan
Sawah
Pemukiman SemakBelukar
Pertanian
TanahTerbuka
DampakEmbungErosi Embung
ErosiLUCEmbung DampakEmbungkeRunoff
TinggiEmbung JumlahEmbung
RealisasiPembuatanEmbung Fisik Danau
Gambar 54 Model dinamik perubahan elevasi muka airDanau Singkarak yang disusun dalam program STELLA.
96
360 360.5
361 361.5
362 362.5
363 363.5
5 10
15 20
25 30
TM A
d an
au m
d p
l
BULAN
model pengukuran
Kalibrasi model dinamik STELLA untuk menentukan TMA danau periode 1999-2002, yang disajikan pada Gambar 55.
Gambar 55 Kalibrasi model TMA Danau Singkarak periode 1999-2000 berdasarkan aplikasi model dinamik memakai program STELLA.
Kalibrasi model diperlihatkan oleh Gambar 60 menggunakan data tahun 1999 s.d 2000 24 bulan. Hasil kalibrasi model dinamik dengan STELLA menunjukkan
bahwa data pengukuran tidak berbeda nyata dengan model. Nilai koefisien kemiripan besar dari 95 NASH dan SUTCLIFFE 1970
Validasi mengunakan data 2000 s.d 2004, mmenunjukan bahwa hasil pengukura dan prediksi model tidak berbeda nyata Gambar 56.Nilai koefisien besar
dari 95 NASH dan SUTCLIFFE 1970. Hasil model yang sudah di validasi akan dipergunakan untuk prediksi model periode 10 tahun kedepan periode 2009-2029,
dengan skenario-skenario embung, rebosasi dan penghijauan. Penghijauan dilakukan pada daerah pertanian sedangkan reboisasi dilakukan di hutan.
97
357 358
359 360
361 362
363 364
Jan Mar
May Ju
l Sep
No v
Jan Mar
May Ju
l Sep
No v
Jan Mar
May Ju
l Sep
No v
Jan Mar
May
TM A
d an
au m
d p
l
BULAN
simulasi model pengukuran
Gambar 56 Validasi TMA Danau Singkarak periode 2000-2004 berdasarkan aplikasi model dinamik memakai program STELLA.
Fluktuasi elevasi permukaan danau ini disebabkan karena perbedaan jumlah air yang masuk danau.Fluktuasi ini memperlihatkan bahwa air danau tidak seimbang
sepanjang tahun, dan ini disebabkan karena adanya musim kering dan basah. Pada musim basah muka air danau akan tinggi dan pada musim kering akan terjadi
penurunan muka air danau. Untuk mengatasi fluktuasi muka air danau yang pada masa-masa tertentu terjadi kekeringan dilakukan rehabilitasi lahan untuk menahan air
di lahan. Pada daerah ini ada beberapa daerah yang kering diantaranya daerah 10 Koto Singkarak desa Kacang, Tanjuang Alai dan desa muaro pane. Saat penelitian
dilakukan berdasarkan informasi masyarakat bahwa pada daerah ini sudah hampir 1 tahun tidak turun hujan.
Embung dan reboisasi mengurangi air dan sedimentasi yang masuk ke danau melalui aliran permukaan. Jumlah air dan sedimen danau berkurang sedikit sekali.
Pengurangan air dan sedimen danau berdasarkan jumlah air yang ditahan pada embung dan adanya reboisasi. Air yang ditahan pada embung adalah berkisar 170 m
3
– 500m
3
pada saat kejadian hujan. Reboisasi hanya pada penggunaan lahan semak
98
358.5 359
359.5 360
360.5 361
361.5 362
362.5 363
363.5
1 6
11 16
21 26
31 36
41 46
51 56
61 66
71 76
81 86
91 96
1 1
1 6
1 1
1 1
1 6
Fi n
al
T M
A da
na u
m dp
l
BULAN
tps ps
Linear tps Linear ps
belukar dan tanah terbuka. Jumlah penggunaan lahan semak dan lahan terbuka pada DAS sekitar 2.8 dari luas DTA Singkarak 114.172 ha.
Simulasi dan Prediksi Model Dinamika TMA Danau Singkarak dengan Program Stella
Model dinamik STELLA dapat melakukan prediksi TMA danau. Prediksi TMA Danau Singkarak setelah dilakukan pembuatan embung, reboisasi dan penghijauan
untuk periode 2009 s.d 2029 10 tahun kedepan Prediksi model dinamik disajikan pada Gambar 57.
Keterangan: Tps, tidak pakai skenario; Ps, pakai skenario.
Gambar 57 Prediksi model TMA Danu Singkarak Periode 2009-2029 berdasarkan skenario implementasi teknologi pembuatan embung, reboisasi dan
penghijauan.
Gambar 57 menunjukkan bahwa sebelum realisasi embung, reboisasi dan penghujauan mulai daribulan 0 s.d 25 muka air danau berfluktusi sama antara
prediksi yang memakai skenario dengan yang tidak memakai skenario. Maksud model ini adalah bahwa pada bulan 0 s.d 25 embung dan reboisasi sedang
dilaksanakan. Pada bulan ke 25 dan sampai bulan 121 selama 8 tahun embung dan reboisasi sudah beroperasi. Hasil prediksi menunjukkan bahwa TMA danau pada saat
99 embung, reboisasi dan penghijauan sudah terlialisasi tidak pernah lebih kecil dari 360
mdpl. Penurunan TMA ini memang demikian halnya karena sebenarnya air yang ditahan dilahan perlahan lahan akan mengalir ke danau sehingga pada suatu saat air
akan mengisi danau kembali, karena water yield dari tahun ketahun adalah sama. Oleh sebab itu pada daerah tangkapan air sangat perlu pengelolaan distribusi air
pada DAS. Air pada saat hujan akan ditahan di lahan agar tidak terjadi banjir, tapi air akan mengalir perlahan dalam jangka panjang dan dalam areal luas yang tidak
berubah, sehingga dapat meningkatkan jumlah air di hilir. Pengertian dari pengaturan distribusi air yaitu air akan mengalir kedanau pada kapasitas dan waktunya. Pada
musim hujan air yang mengalir tidak tinggi dan dimusim kemarau tidak rendah, sehingga perbedaan elevasi antara musim kemarau dan hujan tidak jauh berbeda
stabil dari tahun ke tahun. Skenario yang dilakukan adalah pada embung pembuatan dan kedalaman
embung dan reboisasi yaitu berupa jumlah tutupan hijau minimum dalam hal ini sebesar 30. Indikator pemelihan skenario terbaik adalah semakin kecil nilai selisih
TMA semakin baik angka perubahan antara kondisi business as usual. Skenario pada model dinamik Stella untuk mendapatkan tinggi muka air Danau Singkarak yang
optimal adalah pada kondisi: 1 reboisasi pada luas minimum 40 persen 2 pembagunan embung 100 persen, 3 tinggi embung 3 meter. Persamaan model
analisa model dinamik Stella terdapat Lampiran 6, skenario TMA danau pada Lampiran 7.
100
101
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Karakteristik biofisik DAS Singkarak terdiri atas topografiyang curam dengan
kemiringan lereng 30-100, tutupan hutan hanya sebesar 25 dandan tanah di dominasi oleh andosol, inseptisol dan ultisol dengan kerapatan drainase berkisar
3,8 mha
-1
pada DAS Paninggahan 2,64 mha
-1
pada Malakotan. Curah hujan pi tahunan rata-rata 2800 mm, koefisien aliran permukaan tahunan adalah 22,
tetapi pada bulan basah mencapai 45 2. Sistem panen hujan dan aliran permukaan berupa pembuatan embung, reboisasi
dan penghijauan dapat menurunkan tinggi muka air danau pada musim hujan dan menaikan
tinggi muka
air pada
musim kemarau.
Pada DAS
Paninggahandiperlukan panen hujan sebesar 0.816 mm atau setara dengan 48086 m3, dengan luas pembuatan embung berkisar dari 8014
– 16029 m
2
dengan jumlah 47-94, danpada DAS Malakotan diperlukan panen hujan sebesar 2.7 mm
atau setara 189622 m3, dengan luas berkisar dari31604 - 63208 m
2
sehingga diperlukan pembuatan embung sejumlah 63-126.
3. Model aliran permukaan untuk menahan resiko banjir dan kekeringan yang efektif adalah kombinasi model MAPDAS dan sistem informasi georafi SIG. Lokasi
pembagunanembung, reboisasi dan penghijauan pada zona yang berjarak 8-11 Km dari outlet di Paninggahan, dan12-17 Km dari outlet pada Malakotan.
4. Dampakimplementasi sistem panen hujan terhadap tinggi muka air danau, adalah tercapainya kestabilan muka air danau, dengan tinggi minimum tidak kurang dari
360 mdpl dan maksimum 363 mdpl. Kondisi ini tidak menyebabkan masalah untuk memenuhi kebutuhan air irigasi S.Ombilin dan PLTA Singkarak yang
mengalir ke S. Anai.
102
Saran
Disarankan untuk melakukan penelitian lanjutan pada DAS lain yang sama bertujuan untuk menvalidasi rekomendasi implementasi sistem panen hujan dan
aliran permukaan. Penelitian difokuskan pada analisis sensivitas pengaruh perkembangan jumlah dan sebaran bangunan sistem panen hujan terhadap
karakteristik hidrologis DAS. Berdasarkan model dinamik dikawasan DTA Singkarak, aplikasi teknologi
rehabilitasi lahan berupa embung dan reboisasi sebaiknya dilaksanakan dengan baik, agar kondisi air dapat lestari.
Perlu kajian lanjutan untuk mempelajari validitas model dinamik dalam mensimulasi dinamika TMA Danau Singkarak.
103
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman A. 2007. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya LahanPertanian. Jalan Ir. H. Juanda No. 98, Bogor 16123, Pengembangan
Inovasi Pertanian 12. 2008; 105-124.
Abdurrachman A, S Sutono, N Sutrisno. 2005. Teknologi Pengendalian Erosi Lahan Berlereng dalam Teknologi Pengelolaan Lahan Kering; Penyunting:
Abdurrachman Adimihardja dan Mappaona. Puslitanak, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Bogor. Hal. 101-140.
Agus F, E Surmaini, N Sutrisno. 2002. Teknologi hemat air dan irigasi suplemen. Hal. 239-264 dalam Abdurachman et al. eds. Teknologi Pengelolaan Lahan
Kering. Menuju Pertanian Produktif dan ramah Lingkungan. Pusat Penelitian da Pengembangan Tanah dan Agrolimat. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian Departemen Pertanian.
AgusF, Farida, MV Noordjwik, Eds. 2004. Hydrological Impacts of Forest, Agroforestry and Upland Cropping as a Basis for Rewarding Environmental
Service Providers
in Indonesia.
Proceedings of
a workshop
in PadangSingkarak, West Sumatra, Indonesia. 25-28 February ICRAF-SEA.
Bogor. Asdak C. 1995. 2002.Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gajah Mada
University Yogyakarta. 571 hal. Arsyad S. 1989; 2006. Konservasi Tanah dan Air, Penerbit IPB IPB Press. Bogor.
. Balitklimat dan PJT II. 2003. Pengaruh Perubahan Tutupan Lahan Terhadap Aliran
Permukaan, Sedimen dan Produksi Air Daerah Aliran Sungai. Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi. Bogor.
Balitklimat. 2005. MAPDAS Model Aliran Permukaan Daerah Aliran Sungai. Perangkat lunak beserta Manual. Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrolog.
Bogor. Balitklimat. 2005. Sistem Informasi Sumberdaya Iklim dan Air. Balai Penelitian
Agroklimat dan Hidrologi, Bogor . 177 hal. Coskun HG, U Alganci, G Usta. 2008.Analysis of Land Use Change and
Urbanization in the Kucukcekmece Water Basin Istanbul, Turkey with Temporal Satellite Data using Remote Sensing and GIS. Sensors. 8. 7213-7223.
104 De la Crétaz AL, PK Barten. 2007. Land Use Effects on Streamflow and Water
Quality in the Northeastern United States. CRC Press. Florida-USA. Dirjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan. 1998. Keputusan No. 041KptsV1998,
Tanggal 21 April 1998. Pedoman Penyusunan Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Daerah Aliran Sungai. Departemen
Kehutanan. Jakarta.
Direktorat Kehutanan dan Konservasi Sumberdaya Air. 2006. Kajian Model Pengelolaan
Daerah Aliran
Sungai DAS
Terpadu. Jakarta.
kehutananbappenas.go.id atau edieffendiyahoo.com. 6 desember 2007 Ditjen Pengairan Departemen Pekerjaan Umum. 1986.KP-01 Kriteria Perencanaan
Jaringan Irigasi.C.V. Galang Persada, Bandung. FAO. 1991. Crop Water Requirement. Programm. FAO Rome.
FAO. 1976. A Framework for land evaluation. Soil Bull. No. 32. FAO Rome. Farida, MV Noordwijk. 2004. Analisis Debit Sungai Akibat Alih Guna Lahan dan
Aplikasi Model Genriver pada DAS Way Besai, Sumberjaya. AGRIVITA Vol 26. No.1. World Agroforestry Centre, ICRAF SE Asia. Bogor.
Faridaet al. 2005. Rapid Hydrological Appraisal RHA of Singkarak Lake in the Context of Rewarding Upland Poor for Environmental Services RUPES.
Bogor. Working Paper. Helmi. 2003. Aspek Pengelolaan Terpadu Sumberdaya Air Integrated Water
Resources Management - IWRMdalam Pebaharuan Kebijakan Menuju Pengelolaan Sumberdaya Air yang Berkelanjutan di Indonesia, Makalah dalam
Seminar Nasional Menuju Pengelolaan Sumberdaya Air yang Berkelanjutan. Padang.
Hu D et al. 2008. Analyzing Land Use Changes in the Metropolitan Jilin City of Northeastern China Using Remote Sensing and GIS. Sensors, 8. 5449-5465.
Subarkah I. 1980. Hidrologi untuk Perencanaan Bagunan Air. Penerbit Idea Darma. Bandung.
Irianto G. 2007. Pedoman teknis konservasi air melalui pengembangan embung. Dinas Pertanian, Jakarta.
Irianto G. 2008. Pedoman umum konservasi air. Dinas Pertanian, Jakarta.
105 Kartiwa B, Suciantini, N Sutrisno, Nasrullah, G Irianto. 2004. Analisis Alih Fungsi
Lahan dan Keerkaitannya dengan Karakteristik Hodrologi DAS Krueng Aceh.Laporan akhir. Balitklmat dan Lapan. Bogor.
Kartiwa B. 2005. Pemodelan Debit Aliran Permukaan Pada Skala DAS. Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi. Tidak dipublikasikan. Bogor.
Kartiwa B. 2008. Promoting Ecosystem Services Value from Hydrological Processes in the Gedepahala Bodiversity Corridor. Conservation International Indonesia.
Laporan akhir. Balitklimat. Bogor. Kasiro I, W Adhidarma, BS Rusli, CL Nugroho, Sunarto. 1997. Pedoman Kriteria
Desain Embung Kecil untuk Daerah Semi Kering di Indonesia. PT. Medisa, Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta.
Kodoatie RJ, M Basoeki. 2006. Kajian Undang-Undang Sumberdaya Air. Andi Yogyakarta.
Kadoatie RJ, R Sjarief. 2005. Pengelolaan Sumberdaya Air Terpadu. Andi Yogyakarta.
Liamas J. 1993. Hydrologie Generale – Principes et Application. Gaetan Morin
Editeur. Boucherville. Quebec. Canada. 527p. Linsley RK, JB Franzini. 1989. Teknik Sumberdaya Air. Penerbit Airlangga, Jakarta.
Manafe ADJ. S Kaunang, BC Carterius, F Benu. 1993. Dampak Pembangunan
Embung terhadap Lingkungan di Kabupaten Timor Tengah Selatan. Laporan Penelitian Pusat Studi Lingkungan Universitas Nusa Cendana, Kupang.
Nash JE, Sutcliffe JV. 1970. River flow forecasting through conceptual models, 1, a discussion of principles. J. Hydrol. 10 1, 282-290.
Niola BP. 1993. Permasalahan di Sekitar Embung Model NTT di Timor. Prosiding Seminar Pengelolaan Tata Air dan Pemanfaatannya dalam Satu Kesatuan
Toposekuens. Cilacap, 7-8 Oktober 1993. Perhimpi-Badang Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Oldeman LR, I Las, Muladi. 1980. The Agroclimatic Maps of Kalimantan, Maluku, Irian Jaya and Bali, West and East Nusa Tenggara. Contributions No. 60,
Central Research Institute for Agriculture. Bogor. 32p. Renschler CS. 2004.GeoWEPP ArcX 2004.3 Tutorial. University of Buffalo The
StateUniversityofNewYork,http:www.geog.buffalo.edu~renschgeoweppdoc
106 umentsGeoWEPP20Tutorial20ArcX202004.3.pdf, diakses 18 April
2006.
Roche M. 1963. Hydrologie de surface. ORSTOM. Gauthier-Villars, Paris. 430 p. Root TL, DPMacMynowski, MD Mastrandrea, SH Schneider. 2005. Human-
Modified temperatures induce species changes. combined attribution, Proceedings of the National Academy of Science 102:7465-7469
Schmitz dan Tameling. 2000. Modelling erosion at different scales, A. Preliminary Virtual Exploration of Sumber Jaya Watershed. International Center For Soil
Research in Agroforestry ICRAF, Bogor. Unpublislished Shuttle Radar Topography Mission SRTM, Fact Sheet 071-03 June 2004.
2004.USGSEROSDataCenter. http:mac.usgs.govisbpubsfactsheetsfs07103.html, diakses 6 Juli 2010
Sinukaban N. 1997. Penggunaan Model WEPP untuk memprediksi erosi. Dalam Collete Information and Analyzed Assessment Effect on Land Use on Soil
Erosion. Pusat penelitan hutan. tidak dipublikasikan Sinukaban N. 2000. Analysis of Watershed Function Sediment Transfer Across
Various Type of Filter Strips. South East Asia Policy Research Working Paper No 7. World Agroforestry Centre ICRAFSEA, Bogor, Indonesia
Sidle RC, AS Dhakal. 2003. Recent advences in the spatial and temporal modeling of shallow landslides. In: Procedings of the 2003 MODSIM Conference,
Townsville, Australia, Ed. Post, D., pp 602-607. Subagiono K. 2006. Analisis Hidrometeorologi untuk Mendukung Pengelolaan
Lahan Berkelanjutan di Basin Singkarak. Studi kasus di Sub DAS Paninggahan dan Muaro Pinggai. Laporan akhir. Balitklimat dan Icraf. Bogor.
Stern N. 2006. The Stern Review on Economics of Climate Change. http:www.sternreview.org.uk.
Sri Harto Br. 1981.Mengenal Dasar-Dasar Hidrolog Terapan.Keluarga Mahasiswa Teknik Sipil, Yogyakarta.
Sri Harto Br. 1993.Hidrologi Teori – Masalah – Penyelesaian. Nafiri Offset,
Yogyakarta. Sri Harto Br. 2000. Analisa Hidrologi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
107 Soewarno. 1991. Hidrologi, Pengukuran dan Pengolhan Data aliran Sunga
Hidrometri. Penerbit Nova, Bandung. Soewarno. 1995. Hidrologi, Aplikasi Metode Statistik Untuk Analisa Data. Penerbit
Nova, Bandung. Soemarto CD. 1987. Hidrologi Teknik. Usaha Nasional. Surabaya.
Sosrodarsono S, K Takeda. 1978. Hidrologi untuk pengairan. PT. Pradnya Paramita.
Jakarta. Suroso, H A Susanto. 2006. Pengaruh Perubahan Tataguna Lahan Terhadap Debit
Banjir Daerah Aliran Sungai Banaran.Jurnal Teknik Sipil, Vol. 3, No. 2, Juli 2006. Yogyakarta.
Suripin. 2004. Pelestarian Sumberdaya Tanah dan Air. Andi Offset. Yogyakarta. Suciatini, Y Apriana, E Surmaini, Darmmidjati. 2001. Analisis Wilayah Raan
Kekeringan Propinsi Sumatera Barat.Hal 307-327 dalam Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan Pupuk. Buku II. Cisarua
– Bogor, 30
– 31 Oktober 2001. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor.
Troeh FR, JA Hobs, RL Donahue. 1991. Soil and Water Conservation. Prentice Hall, Inc. A Division of Simon Schuster. Enggewood Chliffs, New Jersey.
Tarigan SD, N Sinukaban. 2000. Peran Sawah sebagai Filter Sedimen: Studi Kasus di DAS Way Besai, Lampung. Prosiding Seminar Nasional Multifungsi Lahan
Sawah. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat bekerjasama dengan MAFFI Jepang dan Sekretariat ASEAN.
Van MN et al. 2004. Peranan Agroforestri dalam Mempertahankan Fungsi Hidrologi Daerah Aliran Sungai DAS. AGRIVITA Vol. 26 No.1. World Agroforestry
Centre, ICRAF SE Asia. Bogor. Van MN. 2005. RUPES typology of environmental service worthy of reward. RUPES
working paper. ICRAF-Southeast Asia. Bogor. Wilson EM. 1993.Hidrologi Teknik terjemahan, Penerbit ITB Bandung.
108
LAMPIRAN
109
Lampiran 1 Tabel Elevasi Muka Air Danau Singkarak.
Lmpiran 1 Kontur kedalaman Danau Singkarak BPSDA Sumatera Barat.
Elevasi Danau Singkarak tahun 1999-2009 TAHUN
Jan Feb
Mar Apr Mei Jun
Jul Agust
Sep Okt
Nop Des
1999 363
363 363
362 362
361 361
362 362
362 363
363 2000
363 362
362 362
361 361
361 361
361 361
361 363
2001 362
362 362
362 362
362 362
362 361
361 361
360 2002
361 361
363 362
363 363
362 362
362 362
362 362
2003 364
363 363
363 363
362 362
362 362
362 362
362 2004
362 362
362 363
363 362
362 361
361 361
362 363
2005 363
363 363
362 363
362 362
362 361
361 361
360 2006
363 362
362 363
363 362
362 363
363 363
362 362
2007 364
364 362
363 363
362 362
362 361
361 362
363 2008
362 362
363 362
362 362
362 362
362 361
361 362
2009 363
362 362
362 361
362 361
361 361
360 361
362
110
1992 1905
2493 2510
3121 2050
1993 3284
2346 3931
3936 3050
1994 2266
2687 2706
2609 3264
1995 2762
2402 3241
2370 3774
1996 2280
2409 2119
4015 2821
1997 3491
1456 1410
1747 2476
1998 2985
2851 2559
4442 1999
3402 2128
1552 2832
2000 2497
2803 3131
962 3304
2001 1943
1741 1453
1432 2057
2002 1840
4665 3025
3480 2003
1777 2764
1728 3084
2004 3223
1448 2084
2093 2005
1755 852
3415 2006
3152 2436
3646 2130
2007 2077
1938 2008
1915 1547
2009 1837
1177 Bukit Sundi Lembang Jaya Sukarami Sumani Saniang Bakar
Tahun
Lampiran 2 Hujan Tahunan Stasiun di DTA Singkarak
111
Lampiran 2 Hujan Bulanan Stasiun Sumani di DTA Singkarak
Th Jan
Feb Mar
Apr May
Jun Jul
Aug Sept
Oct Nov
Dec Total
CH 1 2009 139.6 133.5 351.2 134.7
31 51.9
17.4 181
87.5 176.4 234.4 299.8 1838
2 2008 71.4
64.5 316.1
157 68.9 234.5 185.1 323.7 95.2 210.6
45.6 147.9
1921 3 2007
254 101
118 169
52 224
128 174
211 194
19 296
1938 4 2006
225 245
104 66
125 166
93 127
172 93
293 421
2130 5 2005
6 2004 233
41 103
370 25
27 181
28 42
280 431
332 2093
7 2003 8 2002
9 2001 114
131 81
143 92
50 66
30 206
213 151
157 1432
10 2000 156
17 88
18 112
46 117
165 162
81 962
11 1999 140
84 18
19 180
107 113
75 302
224 116
175 1552
12 1998 145
255 201
32 54
67 737
93 59
180 738
2559 13 1997
146 298
241 43
137 88
253 108
238 112
83 1747
14 1996 363
168 221
410 36
431 381
303 542
544 254
362 4015
15 1995 303
262 111
229 230
91 178
212 215
187 76
277 2370
16 1994 300
257 122
175 249
215 133
97 62
82 645
274 2609
17 1993 151
176 134
280 540
267 403
245 311
590 490
349 3936
18 1992 179
318 183
233 539
78 449
95 184
83 588
194 3121
total 198
163 157
190 157
145 173
203 186
217 260
293 1901
Tidak ada data
112
Lampiran 3. Zona iklim di DTA Singkarak
Nama Sta: Sumani No.Sta:
5012
NamaSta Jan Feb Mar Apr
Mei Jun Jul
Agu Sep Okt Nov Des Tahunan BK100 BB200 BK=60 BB100
Q Tipe Hujan
Schmidt- Ferguson, 1951
1990 26
162 225
125 10
81 166
172 272
1239 6
2 E -3
5 6
83 D
1991 277
132 423
278 238
223 58
112 146
117 787
869 3660
1 7
B -1 1
11 9
A 1992
179 318
183 233
539 78
449 95
184 83
588 194
3123 3
5 C -2
9 A
1993 151
176 134
280 540
267 403
245 311
590 490
349 3936
9 A
12 A
1994 300
257 122
175 249
215 133
97 62
82 645
274 2611
3 6
C -2 9
A 1995
303 262
111 229
230 91
178 212
215 187
76 277
2371 2
7 B -2
10 A
1996 146
298 241
43 137
88 253
108 238
112 83
1747 4
4 D -3
2 8
25 B
1997 116
15 172
241 278
25 77
34 35
15 1008
8 2
E -4 7
4 175
F 1998
145 255
201 32
54 67
737 93
59 180
738 2561
6 4
D -3 4
6 67
D 1999
140 84
18 19
180 107
113 75
302 224
116 175
1553 4
2 E -3
2 8
25 B
2000 156
17 88
18 112
46 117
165 162
81 962
7 5
5 100
D 2001
114 131
81 143
92 50
66 30
206 213
151 157
1434 5
2 E -3
2 7
29 B
2002 144
42 210
241 124
57 94
109 134
114 239
306 1814
3 4
D -2 2
9 22
B 2003
349 63
248 345
71 70
129 69
126 1470
7 3
D -4 3
5 60
C 2004
233 61
103 377
25 27
163 28
99 280
431 329
2156 5
5 C -3
3 7
43 C
2005 226
146 247
180 200
170 282
374 469
439 447
244 3424
8 B -1
12 A
2006 288
268 370
267 127
210 152
260 252
191 394
434 3213
9 A
12 A
2007 254
101 118
169 52
224 128
174 211
194 19
296 1938
2 4
D -2 2
10 20
B 2008
71 65
316 157
69 235
185 324
95 211
46 148
1921 5
4 D -3
1 7
14 A
2009 140
134 351
135 31
52 17
181 88
176 234
300 1838
4 3
D -3 3
8 38
C
Rata2 181
144 189
203 162
117 145
179 169
183 256
272 2199
3 D -1
12 A
Zona Agroklimat Oldeman, 1975
113
Lampiran 3. Zona iklim di DTA Singkarak
Nama Sta: Saning_Bakar No.Sta:
5013
NamaSta Jan Feb Mar Apr
Mei Jun Jul
Agu Sep Okt Nov Des Tahunan BK100 BB200 BK=60 BB100
Q Tipe Hujan
Schmidt- Ferguson, 1951
1990 39
184 164
83 156
82 289
138 278
1413 6
2 E -3
4 6
67 D
1991 250
104 17
227 224
96 9
31 15
126 584
814 2497
5 5
C -3 4
7 57
C 1992
161 135
235 176
217 310
87 159
45 332
193 2050
3 4
D -2 2
9 22
B 1993
316 246
173 209
320 98
264 138
313 369
300 304
3050 1
9 A
11 A
1994 225
234 173
211 281
249 245
50 61
992 543
3264 3
8 B -2
2 9
22 B
1995 297
673 399
633 82
244 218
334 230
167 497
3774 2
9 A
1 10
10 A
1996 217
595 369
479 52
212 147
293 103
251 59
100 2877
3 7
B -2 2
9 22
B 1997
276 5
238 461
515 76
107 31
92 39
330 311
2481 5
6 C -3
3 7
43 C
1998 856
391 355
308 285
232 105 1009 433
190 104
177 4445
8 B -1
12 A
1999 345
386 179
345 188
88 160
462 442
239 2834
3 6
C -2 2
9 22
B 2000
496 430
141 43
78 57
179 267
277 186
906 256
3316 3
6 C -2
2 9
22 B
2001 208
153 104
353 295
83 129
129 320
67 64
154 2059
3 4
D -2 9
A 2002
434 132
518 294
237 71
164 301
268 224
512 426
3581 1
9 A
11 A
2003 490
313 803
762 97
155 194
182 2996
5 4
D -3 4
7 57
C 2004
215 165
290 576
337 130
259 188
469 367
384 343
3723 9
A 12
A 2005
223 153
268 195
199 167
282 377
467 440
453 246
3470 8
B -1 12
A 2006
275 273
370 267
122 208
147 255
248 189
394 428
3176 9
A 12
A 2007
271 147
264 371
114 128
128 92
165 171
133 189
2173 1
3 D -1
11 A
2008 274
255 142
37 92
111 101
153 167
31 185
1547 4
2 E -3
3 8
38 C
2009 152
55 120
251 50
90 76
10 97
116 161
1177 7
1 E -4
4 5
80 D
Rata2 287
252 252
290 222
121 156
207 222
194 312
280 2795
9 A
12 A
Zona Agroklimat Oldeman, 1975
114
Lampiran 3. Zona iklim di DTA Singkarak
Nama Sta: Padang_panjang No.Sta:
5014
NamaSta Jan Feb Mar Apr
Mei Jun Jul
Agu Sep Okt Nov Des Tahunan BK100 BB200 BK=60 BB100
Q Tipe Hujan
Schmidt- Ferguson, 1951
1990 419
156 319
186 148
246 235
234 336
291 315
382 3267
9 A
12 A
1991 277
260 243
319 226
83 93
179 182
134 634
469 3099
2 7
B -2 10
A 1992
68 128
249 300
354 91
141 312
172 461
323 360
2959 2
7 B -2
10 A
1993 283
256 340
352 217
114 247
92 290
278 343
400 3212
1 10
A 11
A 1994
395 224
356 336
198 118
153 95
67 57
302 416
2717 3
6 C -2
1 9
11 A
1995 313
321 392
427 253
230 314
243 244
369 770
700 4576
12 A
12 A
1996 144
264 370
492 112
161 260
330 421
538 568
441 4101
9 A
12 A
1997 400
175 464
291 239
114 97
68 60
118 120
200 2346
3 4
D -2 1
9 11
A 1998
264 112
168 230
145 248
239 483
306 516
402 601
3714 9
A 12
A 1999
398 315
566 320
232 92
348 253
316 595
521 497
4453 1
11 A
11 A
2000 264
100 177
516 159
204 143
372 204
451 810
504 3904
1 8
B -1 11
A 2001
334 415
256 649
492 99
127 222
190 211
195 386
3576 1
8 B -1
11 A
2002 235
123 213
481 148
66 146
151 302
360 2225
3 5
C -2 2
9 22
B 2003
216 143
460 233
125 260
517 627
2581 4
6 C -3
4 8
50 C
2004 136
154 132
173 122
152 2
109 261
356 1597
3 2
E -2 3
9 33
C 2005
114 129
111 127
53 109
197 168
305 367
246 1926
2 3
D -2 2
10 20
B 2006
190 236
251 301
112 166
46 183
88 203
424 365
2565 2
6 C -2
1 10
10 A
2007 264
145 269
374 113
121 121
88 156
161 130
191 2133
1 3
D -1 11
A 2008
87 76
215 143
80 78
154 210
101 176
58 154
1532 5
2 E -3
1 7
14 A
2009 191
87 125
281 65
62 35
65 32
110 105
143 1301
6 1
E -3 2
6 33
C
Rata2 250
185 262
337 189
117 164
194 172
295 352
372 2889
6 C -1
12 A
Zona Agroklimat Oldeman, 1975
115
Lampiran 3. Zona iklim di DTA Singkarak
Nama Sta: Bukit_sundi No.Sta:
5015
NamaSta Jan Feb Mar Apr
Mei Jun Jul
Agu Sep Okt Nov Des Tahunan BK100 BB200 BK=60 BB100
Q Tipe Hujan
Schmidt- Ferguson, 1951
1990 200
337 501
156 53
90 40
233 1610
7 3
D -4 6
5 120
E 1991
185 62
227 190
221 99
52 83
120 70
368 507
2184 5
4 D -3
1 7
14 A
1992 157
99 123
142 202
59 186
105 203
122 320
187 1905
2 3
D -2 1
10 10
A 1993
277 220
242 129
222 221
131 680
373 681
108 3284
1 8
B -1 1
11 9
A 1994
123 234
288 200
101 119
80 170
357 284
313 2269
2 5
C -2 1
10 10
A 1995
298 142
186 233
312 104
71 57
105 529
726 2763
3 5
C -2 2
9 22
B 1996
199 127
244 212
264 34
266 144
147 51
349 246
2283 2
6 C -2
2 10
20 B
1997 300
198 211
194 796
143 236
168 301
329 352
267 3495
8 B -1
12 A
1998 217
182 225
199 223
222 217
25 60
7 873
538 2988
3 7
B -2 3
9 33
C 1999
303 621
251 441
131 234
163 217
162 302
580 3405
1 8
B -1 1
11 9
A 2000
227 357
311 358
181 139
185 147
73 306
84 130
2498 2
5 C -2
10 A
2001 193
82 220
249 344
220 135
57 88
26 169
161 1944
4 4
D -3 2
8 25
B 2002
110 179
316 48
371 78
91 63
321 263
1840 6
4 D -3
3 6
50 C
2003 337
528 274
157 120
73 288
1777 6
4 D -3
5 6
83 D
2004 389
252 136
87 39
98 189
290 402
201 842
299 3224
3 7
B -2 1
9 11
A 2005
157 146
96 211
180 68
103 130
288 133
100 144
1756 3
2 E -2
9 A
2006 342
93 361
304 264
209 155
255 264
401 506
3154 2
9 A
1 10
10 A
2007 345
520 528
96 179
183 228
2079 6
4 D -3
5 6
83 D
2008 175
248 212
128 53
76 154
121 168
179 98
147 1759
3 2
E -2 1
9 11
A 2009
117 124
112 102
98 43
23 125
78 105
187 176
1290 4
2 8
25 B
Rata2 233
212 227
196 223
126 130
137 161
139 327
265 2375
6 C -1
12 A
Zona Agroklimat Oldeman, 1975
116
Lampiran 3. Zona iklim di DTA Singkarak
Nama Sta: Sukarami No.Sta:
5019
NamaSta Jan Feb Mar Apr
Mei Jun Jul
Agu Sep Okt Nov Des Tahunan BK100 BB200 BK=60 BB100
Q Tipe Hujan
Schmidt- Ferguson, 1951
1990 207
283 411
316 202
237 159
258 424
430 347
3274 1
10 A
1 11
9 A
1991 346
180 355
239 400
112 110
99 84
473 637
3035 3
6 C -2
1 9
11 A
1992 237
118 253
247 310
67 222
201 134
57 365
299 2510
2 8
B -2 1
10 10
A 1993
283 149
249 178 1271 187
208 197
289 288
403 229
3931 8
B -1 12
A 1994
209 129
277 186
165 195
188 59
13 753
532 2706
3 4
D -2 3
9 33
C 1995
308 568
212 102
249 179
223 108
100 93
436 663
3241 2
7 B -2
10 A
1996 237
118 253
237 310
67 222
43 362
110 160
2119 3
6 C -2
2 9
22 B
1997 110
160 202
37 174
364 163
84 83
14 8
11 1410
6 2
E -3 4
6 67
D 1998
223 179
249 112
362 171
218 322
282 154
244 335
2851 8
B -1 12
A 1999
358 149
205 154
306 171
364 216
205 2128
3 6
C -2 3
9 33
C 2000
282 73
131 130
140 200
313 527
215 779
341 3131
2 6
C -2 1
10 10
A 2001
106 139
89 69
64 54
77 131
255 199
136 134
1453 5
1 E -3
1 7
14 A
2002 250
53 203
313 292
347 145
242 305
289 586
3025 2
9 A
2 10
20 B
2003 201
237 293
94 202
171 274
256 1728
5 6
C -3 4
7 57
C 2004
166 684
237 146
149 399
303 2084
5 4
D -3 5
7 71
D 2005
240 148
237 188
224 226
290 339
447 447
395 234
3415 10
A 12
A 2006
343 243
374 281
171 242
206 410
310 223
391 452
3646 11
A 12
A 2007
12 12
2008 102
95 324
172 93
264 231
340 165
257 86
179 2308
3 5
C -2 9
A 2009
158 183
361 156
68 76
54 219
147 203
282 310
2217 3
5 C -2
1 9
11 A
Rata2 218
175 221
182 233
157 157
175 201
205 290
298 2511
7 B -1
12 A
Zona Agroklimat Oldeman, 1975
117
Lampiran 3. Zona iklim di DTA Singkarak
Nama Sta: Kandang_IV No.Sta:
5051
NamaSta Jan Feb Mar Apr
Mei Jun Jul
Agu Sep Okt Nov Des Tahunan BK100 BB200 BK=60 BB100
Q Tipe Hujan
Schmidt- Ferguson, 1951
1990 612
138 484
243 308
384 536
91 359
474 630
436 4695
1 10
A 11
A 1991
327 573
586 666
579 169
282 278
725 364 1143 870
6562 11
A 12
A 1992
142 225
425 340
383 180
351 230
356 458
596 349
4035 10
A 12
A 1993
208 206
496 396
414 283
448 168
271 461
503 503
4357 11
A 12
A 1994
566 244
258 258
471 288
205 299
102 135
418 499
3743 10
A 12
A 1995
305 226
406 576
501 225
337 425
616 386
531 4534
1 11
A 1
11 9
A 1996
195 250
842 727
222 188
309 425
616 434
367 329
4904 10
A 12
A 1997
436 66
392 392
471 123
309 99
74 161
167 319
3009 3
6 C -2
9 A
1998 230
170 323
327 322
280 405
702 342
360 382
564 4407
11 A
12 A
1999 576
469 727
145 762
214 463
303 492
716 827
544 6238
11 A
12 A
2000 396
146 212
403 222
306 308
448 254
615 1118 458 4886
11 A
12 A
2001 495
554 278
553 579
330 180
210 520
343 581
308 4931
11 A
12 A
2002 495
554 284
555 229
234 514
308 780
388 621
432 5394
12 A
12 A
2003 473
281 683
991 322
192 411
438 456
527 776
899 6449
11 A
12 A
2004 255
326 355
551 386
171 180
421 926
672 876
5119 1
9 A
1 11
9 A
2005 211
182 313
221 258
128 114
230 176
301 344
247 2725
8 B -1
12 A
2006 217
262 260
319 110
171 40
182 74
218 449
423 2725
2 7
B -2 1
10 10
A 2007
808 376
590 606
348 590
272 356
752 923
383 546
6550 12
A 12
A 2008
68 63
310 143
58 265
165 218
179 241
67 132
1909 4
4 D -3
1 8
13 A
2009 128
145 323
125 28
67 14
138 165
187 52
214 1586
4 2
E -3 3
8 38
C
Rata2 357
273 427
427 349
239 283
286 387
412 524
474 4438
12 A
12 A
Zona Agroklimat Oldeman, 1975
118
Lampiran 3. Zona iklim di DTA Singkarak
Nama Sta: Kayu_tanam No.Sta:
5056
NamaSta Jan Feb Mar Apr
Mei Jun Jul
Agu Sep Okt Nov Des Tahunan BK100 BB200 BK=60 BB100
Q Tipe Hujan
Schmidt- Ferguson, 1951
1990 349
272 416
125 167
197 442
180 328
656 515
405 4052
8 B -1
12 A
1991 307
573 631
688 590
169 283
221 365 1134
4961 2
9 A
2 10
20 B
1992 142
225 428
341 414
180 373
231 357
490 596
271 4048
10 A
12 A
1993 209
207 550
407 415
293 446
144 272
462 494
464 4363
11 A
12 A
1994 441
213 206
105 258
367 188
143 77
58 495
489 3040
2 7
B -2 1
10 10
A 1995
305 226
405 668
501 225
337 425
563 484
386 528
5053 12
A 12
A 1996
442 221
849 727
222 188
310 285
613 451
367 329
5004 11
A 12
A 1997
434 66
227 588
948 130
242 99
76 164
170 358
3502 3
6 C -2
9 A
1998 394
170 343
308 322
280 409
702 342
457 365
524 4616
11 A
12 A
1999 581
459 738
171 214
383 299
487 716
827 544
5419 1
10 A
1 11
9 A
2000 374
112 182
315 232
226 273
375 385
348 880
490 4192
10 A
12 A
2001 230
353 157
292 167
174 154
151 324
341 408
204 2955
7 B -1
12 A
2002 396
279 554
710 305
188 236
281 393
622 311
504 4779
11 A
12 A
2003 284
287 322
507 265
352 427
432 450
449 484
4259 1
11 A
1 11
9 A
2004 223
104 120
692 300
136 245
246 378
501 465
414 3824
9 A
12 A
2005 188
128 340
230 155
137 340
468 536
484 549
259 3814
8 B -1
12 A
2006 310
340 440
304 105
236 175
292 284
208 404
465 3563
10 A
12 A
2007 12
12 2008
53 48
284 142
63 213
163 287
86 194
54 139
1726 5
3 D -3
3 7
43 C
2009 134
126 289
130 35
43 15
176 76
156 228
276 1684
4 3
D -3 3
8 38
C
Rata2 290
220 374
373 260
193 268
272 319
419 398
357 3743
11 A
12 A
Zona Agroklimat Oldeman, 1975
119
Lampiran 3. Zona iklim di DTA Singkarak
Nama Sta: Lembang_jaya No.Sta:
5020
NamaSta Jan Feb Mar Apr
Mei Jun Jul
Agu Sep Okt Nov Des Tahunan BK100 BB200 BK=60 BB100
Q Tipe Hujan
Schmidt- Ferguson, 1951
1990 12
12 1991
12 12
1992 285
223 338
305 295
65 177
92 314
127 123
152 2496
2 6
C -2 10
A 1993
291 142
186 285
70 126
71 274
401 256
245 2347
3 6
C -2 1
9 11
A 1994
269 387
222 280
381 74
112 50
167 102
448 198
2690 2
6 C -2
1 10
10 A
1995 309
347 169
274 234
77 107
193 84
243 130
238 2405
2 6
C -2 10
A 1996
259 474
172 316
115 128
86 237
224 156
147 98
2412 2
5 C -2
10 A
1997 130
89 106
111 309
155 100
63 96
89 139
69 1456
6 1
E -3 6
A 1998
12 12
1999 12
12 2000
552 166
234 265
113 152
177 212
237 194
366 134
2802 6
C -1 12
A 2001
123 106
33 237
123 46
147 82
274 99
213 261
1744 4
4 D -3
2 8
25 B
2002 391
160 330
335 869
353 62
230 217
355 421
946 4669
1 10
A 11
A 2003
359 470
496 448
84 188
136 425
159 2765
4 5
C -3 3
8 38
C 2004
249 59
197 215
88 336
304 1448
7 4
D -4 6
5 120
E 2005
116 66
288 150
233 853
8 2
E -4 7
4 175
F 2006
215 223
113 243
170 216
168 308
76 56
457 191
2436 2
6 C -2
1 10
10 A
2007 12
12 2008
68 54
284 147
79 183
173 340
83 285
38 126
1860 5
3 D -3
2 7
29 B
2009 131
112 237
128 58
46 10
210 67
214 218
263 1694
4 5
C -3 3
8 38
C
Rata2 187
154 151
171 177
88 79
136 118
133 163
146 1704
2 10
A Zona Agroklimat
Oldeman, 1975
120
50 100
150 200
250 300
350
1 9
9 1
9 9
1 1
9 9
2 1
9 9
3 1
9 9
4 1
9 9
5 1
9 9
6 1
9 9
7 1
9 9
8 1
9 9
9 2
2 1
2 2
2 3
2 4
2 5
2 6
2 7
2 8
2 9
E T
P m
m
Tahun
Jan Feb
Mar Apr
Mei Jun
Jul Agu
Sep Okt
Nov Des
Lampiran 4. Tabe dan Grafik Evapotranspirasi DTA Singkarak
Tahun
Jan Feb
Mar Apr
Mei Jun
Jul Agu
Sep Okt
Nov Des
1990 149
140 143
143 152
153 150
132 144
138 142
137 1991
163 175
175 170
145 154
175 168
161 139
139 136
1992 149
140 143
143 152
153 150
132 144
138 142
137 1993
140 138
139 139
134 148
145 151
142 130
126 128
1994 144
143 144
142 142
144 144
132 136
136 140
146 1995
144 143
144 142
144 143
138 135
136 136
144 146
1996 145
141 141
141 145
143 145
148 144
195 147
130 1997
138 141
141 142
151 152
144 144
148 147
158 141
1998 129
128 128
131 142
151 150
153 160
161 158
147 1999
155 150
127 139
132 142
144 146
143 141
142 142
2000 139
142 142
143 159
145 147
148 150
158 158
157 2001
146 139
144 141
140 144
143 143
144 148
147 151
2002 154
144 148
147 149
159 157
219 150
153 149
145 2003
109 137
107 109
151 156
145 141
150 149
155 139
2004 139
135 141
131 154
155 150
141 132
130 126
126 2005
138 138
139 137
149 160
149 142
152 149
159 139
2006 136
138 144
149 164
164 159
157 152
147 159
140 2007
146 139
141 143
150 159
154 142
151 148
149 144
2008 147
181 233
288 305
240 218
177 207
245 266
169 2009
116 125
222 172
155 155
169 201
256 272
222 178
121
Lampiran 5. Penggunaan Lahan, Embung dan Cek Dam
122
Data : EMBUNG
Cekdam Tahun
1994
No Nama
Luas keterangan
No Nama
Luas keterangan
Ha tahun
Ha tahun
1 Danau Talang 9
alami 21 Talago Gan
0.17 2 Talago puyu
0.3 alami
22 Talago siba 0.15
3 Talago laweh 0.25
alami 23 Talago aie
0.13 4 Talago lurah data
0.13 alami
24 Lurah jaria 0.08
5 Talago anduang 0.09
alami 25 Lurah Rata
0.14 6 Talago Busuang
0.13 alami
26 Lurah Tung 0.14
7 Talago pipit 8.5
alami 27 Talago Ban
1.75 alami
8 Talago aripan 1.3
alami 28 Lurah Sara
0.5 9 Talago gagak
1.4 alami
29 Tabek Kab 0.3
10 Talago Alang 8
alami 30 tabek pand
0.4 1978
11 Talago tabek 0.75
31 tabek lanye 0.25
1980 12 Talago Batu balah
0.08 32 tabek tamp
1.5 13 Danau Tuo
4 alami
33 tabek tamp 0.13
14 Talago dadok 0.2
34 tabek baray 0.14
15 Talago cabuih 0.15
35 tabek panja 2.35
16 Talago Gabuih 2
alami 36 tabek sasai
0.5 17 Talago Lubuak Tupai
0.75 37 lurah paraw
0.25 18 Talago Guci
0.75 38 ekor rimbo
0.45 19 Talago Gando
1.5 alami
39 Parik 16
20 Talago tabek 0.4
40 Aie kaciak 1.25
1992 41 sawah bilo
2 1992
42 Bujang Jua 1.5
1992 43 asam panja
0.25 1994
0.08
Lampiran 5. Penggunaan Lahan, Embung dan Cek Dam
123
Data : EMBUNG
Cekdam Tahun
2000
No Nama
Luas keterangan
Ha tahun
1 jilatang 0.15
1995 2 pintu rayo
1 1995
3 batu api 0.25
1997 4 cekdam lembang
0.15 1997
5 sawah talang 0.4
1998 6 bak limo
0.16 1998
7 tabek ulu aie 0.85
2000 8 tabek pangewangan
1.25 2000
9 rawang pinang 0.4
2000 10 ulu aie
0.25 1999
rerata 0.15
Data : EMBUNG
Cekdam Tahun
2009
No Nama
Luas ke te rangan
Ha tahun
1 tabek baampang 1
2001 2 sungai badak
0.65 2002
3 rantiang talang 0.15
2002 4 rawang setan
0.3 2002
5 tampuo 0.13
2004 6 lidah kalayau
0.25 2005
7 sungai gasang 0.2
2006 8 banda bakali
1.25 2006
9 pinang sinawa 0.23
2007 10 gurah
0.25 2008
11 tabek dangka 1
2008
re rata 0.13
Lampiran 5 Penggunaan Lahan, Embung dan Cek Dam
124
Lampiran 6 Persamaan model dinamik
Dinamika Populasi Populasi[Sumani]t = Populasi[Sumani]t - dt + PopulationGrowth[Sumani]
dtINIT Populasi[Sumani] = 52799 Populasi[Sumpur]t = Populasi[Sumpur]t - dt + PopulationGrowth[Sumpur]
dtINIT Populasi[Sumpur] = 43305 Populasi[Paninggahan]t = Populasi[Paninggahan]t - dt +
PopulationGrowth[Paninggahan] dtINIT Populasi[Paninggahan] = 5363 Populasi[Singkarak]t = Populasi[Singkarak]t - dt +
PopulationGrowth[Singkarak] dtINIT Populasi[Singkarak] = 62854 INFLOWS:
PopulationGrowth[Pop_DAS] = Populasi[Pop_DAS]GrowthRate GrowthRate = 1.6100
DAS[Luas_Sumani]t = DAS[Luas_Sumani]t - dtINIT DAS[Luas_Sumani] = 57958000
DAS[Luas_Sumpur]t = DAS[Luas_Sumpur]t - dtINIT DAS[Luas_Sumpur] = 18228000
DAS[Luas_Paninggahan]t = DAS[Luas_Paninggahan]t - dtINIT DAS[Luas_Paninggahan] = 57012000
DAS[Luas_Singkarak]t = DAS[Luas_Singkarak]t - dtINIT DAS[Luas_Singkarak] = 322846000
Sediment = Sediment - dt + Sedimentasi dtINIT Sedimen = 0 INFLOWS:
Sedimentasi = ARRAYSUMSedimentasiRate[]+ARRAYSUMErosiLUCEmbung[]+ARRAYS
UMrunoff[] DampakEmbungErosi[ErosiEmbung_Sumani] = if Embung=1 and time=25 then
0.12100JumlahEmbung[Embung_Sumani]TinggiEmbungRealisasiPembuatanE mbung else 0
DampakEmbungErosi[ErosiEmbung_Sumpur] = if Embung=1 and time=25 then 0.12100JumlahEmbung[Embung_Sumpur]TinggiEmbungRealisasiPembuatanE
mbung else 0 DampakEmbungErosi[ErosiEmbung_Paninggahan] = if Embung=1 and time=25
then 0.12100JumlahEmbung[Embung_Paninggahan]TinggiEmbungRealisasiPembu
atanEmbung else 0 DampakEmbungErosi[ErosiEmbung_Singkarak] = 0
DataTMA = RANDOM360.37,363.05,0 ErosiLUCEmbung[ErosiTotal_Sumani] = if
erosi_LUC[Erosi_Sumani]=DampakEmbungErosi[ErosiEmbung_Sumani] then erosi_LUC[Erosi_Sumani]-DampakEmbungErosi[ErosiEmbung_Sumani] else 0
125 ErosiLUCEmbung[ErosiTotal_Sumpur] = if
erosi_LUC[Erosi_Sumpur]=DampakEmbungErosi[ErosiEmbung_Sumpur] then erosi_LUC[Erosi_Sumpur]-DampakEmbungErosi[ErosiEmbung_Sumpur] else 0
ErosiLUCEmbung[ErosiTotal_Paninggahan] = if erosi_LUC[Erosi_Paninggahan]=DampakEmbungErosi[ErosiEmbung_Paninggahan
] then erosi_LUC[Erosi_Paninggahan]- DampakEmbungErosi[ErosiEmbung_Paninggahan] else 0
ErosiLUCEmbung[ErosiTotal_Singkarak] = if erosi_LUC[Erosi_Singkarak]=DampakEmbungErosi[ErosiEmbung_Singkarak]
then erosi_LUC[Erosi_Singkarak]-DampakEmbungErosi[ErosiEmbung_Singkarak] else 0
erosi_LUC[Erosi_Sumani] = if Hutan[Hutan_sumani]0 then 0.034Hutan[Hutan_sumani] else 0 +
if Pertanian[Pertanian_Sumani]0 then 0.206Pertanian[Pertanian_Sumani] else 0 +
if Perkebunan[Perkebunan_Sumani]0 then 0.14Perkebunan[Perkebunan_Sumani] else 0 +
if Pemukiman[Mukim_Sumani]0 then 0.17Pemukiman[Mukim_Sumani] else 0 + if Sawah[Sawah_Sumani]0 then 0.1Sawah[Sawah_Sumani] else 0 +
if SemakBelukar[Semak_Sumani]0 then 0.1SemakBelukar[Semak_Sumani] else 0 +
if TanahTerbuka[Tnh_Sumani]0 then 0.24TanahTerbuka[Tnh_Sumani] else 0 erosi_LUC[Erosi_Sumpur] = if Hutan[Hutan_Sumpur]0 then
0.034Hutan[Hutan_Sumpur] else 0 + if Pertanian[Pertanian_Sumpur]0 then 0.206Pertanian[Pertanian_Sumpur] else 0
+ if Perkebunan[Perkebunan_Sumpur]0 then 0.14Perkebunan[Perkebunan_Sumpur]
else 0 + if Pemukiman[Mukim_Sumpur]0 then 0.17Pemukiman[Mukim_Sumpur] else 0
+ if Sawah[Sawah_Sumpur]0 then 0.1Sawah[Sawah_Sumpur] else 0 +
if SemakBelukar[Semak_Sumpur]0 then 0.1SemakBelukar[Semak_Sumpur] else 0 +
if TanahTerbuka[Tnh_Sumpur]0 then 0.24TanahTerbuka[Tnh_Sumpur] else 0 erosi_LUC[Erosi_Paninggahan] = if Hutan[Hutan_Paninggahan]0 then
0.034Hutan[Hutan_Paninggahan] else 0 + if Pertanian[Pertanian_Paninggahan]0 then
0.206Pertanian[Pertanian_Paninggahan] else 0 + if Perkebunan[Perkebunan_Paninggahan]0 then
0.14Perkebunan[Perkebunan_Paninggahan] else 0 + if Pemukiman[Mukim_Paninggahan]0 then
0.17Pemukiman[Mukim_Paninggahan] else 0 + if Sawah[Sawah_Paninggahan]0 then 0.1Sawah[Sawah_Paninggahan] else 0 +
if SemakBelukar[Semak_Paninggahan]0 then 0.1SemakBelukar[Semak_Paninggahan] else 0 +
126 if TanahTerbuka[Tnh_Paninggahan]0 then 0.24TanahTerbuka[Tnh_Paninggahan]
else 0 erosi_LUC[Erosi_Singkarak] = if Hutan[Hutan_Singkarak]0 then
0.034Hutan[Hutan_Singkarak] else 0 + if Pertanian[Pertanian_Singkarak]0 then 0.206Pertanian[Pertanian_Singkarak]
else 0 + if Perkebunan[Perkebunan_Singkarak]0 then
0.14Perkebunan[Perkebunan_Singkarak] else 0 + if Pemukiman[Mukim_Singkarak]0 then 0.17Pemukiman[Mukim_Singkarak] else
0 + if Sawah[Sawah_Singkarak]0 then 0.1Sawah[Sawah_Singkarak] else 0 +
if SemakBelukar[Semak_Singkarak]0 then 0.1SemakBelukar[Semak_Singkarak] else 0 +
if TanahTerbuka[Tnh_Singkarak]0 then 0.24TanahTerbuka[Tnh_Singkarak] else KoefisienSedimentasi[Sedimen_Sumani] = 14.71000
KoefisienSedimentasi[Sedimen_Sumpur] = 4.61000 KoefisienSedimentasi[Sedimen_Paninggahan] = 8.21000
KoefisienSedimentasi[Sedimen_Singkarak] = 1.41000 Luas_Danau = 1084710000
runoff[Runoff_Sumani] = if Hutan[Hutan_sumani]0 then 0.004Hutan[Hutan_sumani] else 0 +
if Pertanian[Pertanian_Sumani]0 then 0.02Pertanian[Pertanian_Sumani] else 0 + if Perkebunan[Perkebunan_Sumani]0 then
0.014Perkebunan[Perkebunan_Sumani] else 0 + if Pemukiman[Mukim_Sumani]0 then 0.018Pemukiman[Mukim_Sumani] else 0
+ if Sawah[Sawah_Sumani]0 then 0.011Sawah[Sawah_Sumani] else 0 +
if SemakBelukar[Semak_Sumani]0 then 0.011SemakBelukar[Semak_Sumani] else 0 +
if TanahTerbuka[Tnh_Sumani]0 then 0.025TanahTerbuka[Tnh_Sumani] else 0- DampakEmbungkeRunoff[ThRO_Sumani]
runoff[Runoff_Sumpur] = if Hutan[Hutan_Sumpur]0 then 0.004Hutan[Hutan_Sumpur] else 0 +
if Pertanian[Pertanian_Sumpur]0 then 0.02Pertanian[Pertanian_Sumpur] else 0 + if Perkebunan[Perkebunan_Sumpur]0 then
0.014Perkebunan[Perkebunan_Sumpur] else 0 + if Pemukiman[Mukim_Sumpur]0 then 0.018Pemukiman[Mukim_Sumpur] else 0
+ if Sawah[Sawah_Sumpur]0 then 0.011Sawah[Sawah_Sumpur] else 0 +
if SemakBelukar[Semak_Sumpur]0 then 0.011SemakBelukar[Semak_Sumpur] else 0 +
if TanahTerbuka[Tnh_Sumpur]0 then 0.025TanahTerbuka[Tnh_Sumpur] else 0- DampakEmbungkeRunoff[ThRO_Sumpur]
127 runoff[Runoff_Paninggahan] = if Hutan[Hutan_Paninggahan]0 then
0.004Hutan[Hutan_Paninggahan] else 0 + if Pertanian[Pertanian_Paninggahan]0 then
0.02Pertanian[Pertanian_Paninggahan] else 0 + if Perkebunan[Perkebunan_Paninggahan]0 then
0.014Perkebunan[Perkebunan_Paninggahan] else 0 + if Pemukiman[Mukim_Paninggahan]0 then
0.018Pemukiman[Mukim_Paninggahan] else 0 + if Sawah[Sawah_Paninggahan]0 then 0.011Sawah[Sawah_Paninggahan] else 0 +
if SemakBelukar[Semak_Paninggahan]0 then 0.011SemakBelukar[Semak_Paninggahan] else 0 +
if TanahTerbuka[Tnh_Paninggahan]0 then 0.025TanahTerbuka[Tnh_Paninggahan] else 0-
DampakEmbungkeRunoff[ThRO_Paninggahan] runoff[Runoff_Singkarak] = if Hutan[Hutan_Singkarak]0 then
0.004Hutan[Hutan_Singkarak] else 0 + if Pertanian[Pertanian_Singkarak]0 then 0.02Pertanian[Pertanian_Singkarak] else
0 + if Perkebunan[Perkebunan_Singkarak]0 then
0.014Perkebunan[Perkebunan_Singkarak] else 0 + if Pemukiman[Mukim_Singkarak]0 then 0.018Pemukiman[Mukim_Singkarak]
else 0 + if Sawah[Sawah_Singkarak]0 then 0.011Sawah[Sawah_Singkarak] else 0 +
if SemakBelukar[Semak_Singkarak]0 then 0.011SemakBelukar[Semak_Singkarak] else 0 +
if TanahTerbuka[Tnh_Singkarak]0 then 0.025TanahTerbuka[Tnh_Singkarak] else 0-DampakEmbungkeRunoff[ThRO_Singkarak]
SedimentasiRate[SedimentRate_Sumani] = DAS[Luas_Sumani]KoefisienSedimentasi[Sedimen_Sumani]
SedimentasiRate[SedimentRate_Sumpur] = DAS[Luas_Sumpur]KoefisienSedimentasi[Sedimen_Sumpur]
SedimentasiRate[SedimentRate_Paninggahan] = DAS[Luas_Paninggahan]KoefisienSedimentasi[Sedimen_Paninggahan]
SedimentasiRate[SedimentRate_Singkarak] = DAS[Luas_Singkarak]KoefisienSedimentasi[Sedimen_Singkarak]
VolumeDanau = DataTMALuas_Danau-Sedimentasi KebLahanUSaha[KLU_Sumani] =
MasyPetani[LU_Sumani]Rata2kebLahanUtkLivelihood[Sumani] KebLahanUSaha[KLU_Sumpur] =
MasyPetani[LU_Sumpur]Rata2kebLahanUtkLivelihood[Sumpur] KebLahanUSaha[KLU_Paninggahan] =
MasyPetani[LU_Paninggahan]Rata2kebLahanUtkLivelihood[Paninggahan] KebLahanUSaha[KLU_Singkarak] =
MasyPetani[LU_Singkarak]Rata2kebLahanUtkLivelihood[Singkarak]
128 LahanUsahaPertanian[NonHutan_Sumani] =
Pertanian[Pertanian_Sumani]+Sawah[Sawah_Sumani] LahanUsahaPertanian[NonHutan_Sumpur] =
Pertanian[Pertanian_Sumpur]+Sawah[Sawah_Sumpur] LahanUsahaPertanian[NonHutan_Paninggahan] =
Pertanian[Pertanian_Paninggahan]+Sawah[Sawah_Paninggahan] LahanUsahaPertanian[NonHutan_Singkarak] =
Pertanian[Pertanian_Singkarak]+Sawah[Sawah_Singkarak] Rata2kebLahanUtkLivelihood[Sumani] = 0.16
Rata2kebLahanUtkLivelihood[Sumpur] = 0.12 Rata2kebLahanUtkLivelihood[Paninggahan] = 0.11
Rata2kebLahanUtkLivelihood[Singkarak] = 0.16 SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Sumani] =
LahanUsahaPertanian[NonHutan_Sumani]-KebLahanUSaha[KLU_Sumani] SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Sumpur] =
LahanUsahaPertanian[NonHutan_Sumpur]-KebLahanUSaha[KLU_Sumpur] SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Paninggahan] =
LahanUsahaPertanian[NonHutan_Paninggahan]- KebLahanUSaha[KLU_Paninggahan]
SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Singkarak] = LahanUsahaPertanian[NonHutan_Singkarak]-KebLahanUSaha[KLU_Singkarak]
Hutan[Hutan_sumani]t = Hutan[Hutan_sumani]t - dt + ReboisasiTnh[Tnh_Paninggahan,Hutan_sumani] +
ReboisasiSemak[Semak_Sumani,Hutan_sumani] + ReboisasiTnh[Tnh_Singkarak,Hutan_sumani] +
ReboisasiSemak[Semak_Sumpur,Hutan_sumani] + ReboisasiSemak[Semak_Paninggahan,Hutan_sumani] +
ReboisasiTnh[Tnh_Sumpur,Hutan_sumani] + ReboisasiSemak[Semak_Singkarak,Hutan_sumani] +
ReboisasiTnh[Tnh_Sumani,Hutan_sumani] - KonvHutanSemak[Hutan_sumani,Semak_Paninggahan] -
KonvHutanSemak[Hutan_sumani,Semak_Singkarak] - KonvHutanSemak[Hutan_sumani,Semak_Sumpur] -
KonvHutanSemak[Hutan_sumani,Semak_Sumani] - KonvHutanSawah[Hutan_sumani,Sawah_Sumani] -
KonvHutanSawah[Hutan_sumani,Sawah_Sumpur] - KonvHutanSawah[Hutan_sumani,Sawah_Paninggahan] -
KonvHutanSawah[Hutan_sumani,Sawah_Singkarak] - KonvHutanPertanian[Hutan_sumani,Pertanian_Sumani] -
KonvHutanPertanian[Hutan_sumani,Pertanian_Sumpur] - KonvHutanPertanian[Hutan_sumani,Pertanian_Paninggahan] -
KonvHutanPertanian[Hutan_sumani,Pertanian_Singkarak] - Konvhtnmkm[Hutan_sumani,Mukim_Sumani] -
Konvhtnmkm[Hutan_sumani,Mukim_Sumpur] -
129 Konvhtnmkm[Hutan_sumani,Mukim_Paninggahan] -
Konvhtnmkm[Hutan_sumani,Mukim_Singkarak] - KonvHutanKebun[Hutan_sumani,Perkebunan_Sumani] -
KonvHutanKebun[Hutan_sumani,Perkebunan_Sumpur] - KonvHutanKebun[Hutan_sumani,Perkebunan_Paninggahan] -
KonvHutanKebun[Hutan_sumani,Perkebunan_Singkarak] dtINIT Hutan[Hutan_sumani] = 9814
Hutan[Hutan_Sumpur]t = Hutan[Hutan_Sumpur]t - dt + ReboisasiTnh[Tnh_Sumpur,Hutan_Sumpur] +
ReboisasiTnh[Tnh_Paninggahan,Hutan_Sumpur] + ReboisasiTnh[Tnh_Sumani,Hutan_Sumpur] +
ReboisasiTnh[Tnh_Singkarak,Hutan_Sumpur] + ReboisasiSemak[Semak_Singkarak,Hutan_Sumpur] +
ReboisasiSemak[Semak_Paninggahan,Hutan_Sumpur] + ReboisasiSemak[Semak_Sumpur,Hutan_Sumpur] +
ReboisasiSemak[Semak_Sumani,Hutan_Sumpur] - KonvHutanSemak[Hutan_Sumpur,Semak_Sumpur] -
KonvHutanSemak[Hutan_Sumpur,Semak_Paninggahan] - KonvHutanSemak[Hutan_Sumpur,Semak_Sumani] -
KonvHutanSemak[Hutan_Sumpur,Semak_Singkarak] - KonvHutanSawah[Hutan_Sumpur,Sawah_Sumani] -
KonvHutanSawah[Hutan_Sumpur,Sawah_Sumpur] - KonvHutanSawah[Hutan_Sumpur,Sawah_Paninggahan] -
KonvHutanSawah[Hutan_Sumpur,Sawah_Singkarak] - KonvHutanPertanian[Hutan_Sumpur,Pertanian_Sumani] -
KonvHutanPertanian[Hutan_Sumpur,Pertanian_Sumpur] - KonvHutanPertanian[Hutan_Sumpur,Pertanian_Paninggahan] -
KonvHutanPertanian[Hutan_Sumpur,Pertanian_Singkarak] - Konvhtnmkm[Hutan_Sumpur,Mukim_Sumani] -
Konvhtnmkm[Hutan_Sumpur,Mukim_Sumpur] - Konvhtnmkm[Hutan_Sumpur,Mukim_Paninggahan] -
Konvhtnmkm[Hutan_Sumpur,Mukim_Singkarak] - KonvHutanKebun[Hutan_Sumpur,Perkebunan_Sumani] -
KonvHutanKebun[Hutan_Sumpur,Perkebunan_Sumpur] - KonvHutanKebun[Hutan_Sumpur,Perkebunan_Paninggahan] -
KonvHutanKebun[Hutan_Sumpur,Perkebunan_Singkarak] dtINIT Hutan[Hutan_Sumpur] = 7705
Hutan[Hutan_Paninggahan]t = Hutan[Hutan_Paninggahan]t - dt + ReboisasiSemak[Semak_Sumpur,Hutan_Paninggahan] +
ReboisasiSemak[Semak_Sumani,Hutan_Paninggahan] + ReboisasiTnh[Tnh_Sumpur,Hutan_Paninggahan] +
ReboisasiTnh[Tnh_Sumani,Hutan_Paninggahan] + ReboisasiSemak[Semak_Singkarak,Hutan_Paninggahan] +
ReboisasiTnh[Tnh_Singkarak,Hutan_Paninggahan] + ReboisasiSemak[Semak_Paninggahan,Hutan_Paninggahan] +
130 ReboisasiTnh[Tnh_Paninggahan,Hutan_Paninggahan] -
KonvHutanSemak[Hutan_Paninggahan,Semak_Sumani] - KonvHutanSemak[Hutan_Paninggahan,Semak_Sumpur] -
KonvHutanSemak[Hutan_Paninggahan,Semak_Paninggahan] - KonvHutanSemak[Hutan_Paninggahan,Semak_Singkarak] -
KonvHutanSawah[Hutan_Paninggahan,Sawah_Sumani] - KonvHutanSawah[Hutan_Paninggahan,Sawah_Sumpur] -
KonvHutanSawah[Hutan_Paninggahan,Sawah_Paninggahan] - KonvHutanSawah[Hutan_Paninggahan,Sawah_Singkarak] -
KonvHutanPertanian[Hutan_Paninggahan,Pertanian_Sumani] - KonvHutanPertanian[Hutan_Paninggahan,Pertanian_Sumpur] -
KonvHutanPertanian[Hutan_Paninggahan,Pertanian_Paninggahan] - KonvHutanPertanian[Hutan_Paninggahan,Pertanian_Singkarak] -
Konvhtnmkm[Hutan_Paninggahan,Mukim_Sumani] - Konvhtnmkm[Hutan_Paninggahan,Mukim_Sumpur] -
Konvhtnmkm[Hutan_Paninggahan,Mukim_Paninggahan] - Konvhtnmkm[Hutan_Paninggahan,Mukim_Singkarak] -
KonvHutanKebun[Hutan_Paninggahan,Perkebunan_Sumani] - KonvHutanKebun[Hutan_Paninggahan,Perkebunan_Sumpur] -
KonvHutanKebun[Hutan_Paninggahan,Perkebunan_Paninggahan] - KonvHutanKebun[Hutan_Paninggahan,Perkebunan_Singkarak] dtINIT
Hutan[Hutan_Paninggahan] = 4428 Hutan[Hutan_Singkarak]t = Hutan[Hutan_Singkarak]t - dt +
ReboisasiSemak[Semak_Paninggahan,Hutan_Singkarak] + ReboisasiSemak[Semak_Singkarak,Hutan_Singkarak] +
ReboisasiTnh[Tnh_Singkarak,Hutan_Singkarak] + ReboisasiTnh[Tnh_Sumpur,Hutan_Singkarak] +
ReboisasiSemak[Semak_Sumpur,Hutan_Singkarak] + ReboisasiSemak[Semak_Sumani,Hutan_Singkarak] +
ReboisasiTnh[Tnh_Paninggahan,Hutan_Singkarak] + ReboisasiTnh[Tnh_Sumani,Hutan_Singkarak] -
KonvHutanSemak[Hutan_Singkarak,Semak_Sumani] - KonvHutanSemak[Hutan_Singkarak,Semak_Sumpur] -
KonvHutanSemak[Hutan_Singkarak,Semak_Paninggahan] - KonvHutanSemak[Hutan_Singkarak,Semak_Singkarak] -
KonvHutanSawah[Hutan_Singkarak,Sawah_Sumani] - KonvHutanSawah[Hutan_Singkarak,Sawah_Sumpur] -
KonvHutanSawah[Hutan_Singkarak,Sawah_Paninggahan] - KonvHutanSawah[Hutan_Singkarak,Sawah_Singkarak] -
KonvHutanPertanian[Hutan_Singkarak,Pertanian_Sumani] - KonvHutanPertanian[Hutan_Singkarak,Pertanian_Sumpur] -
KonvHutanPertanian[Hutan_Singkarak,Pertanian_Paninggahan] - KonvHutanPertanian[Hutan_Singkarak,Pertanian_Singkarak] -
Konvhtnmkm[Hutan_Singkarak,Mukim_Sumani] - Konvhtnmkm[Hutan_Singkarak,Mukim_Sumpur] -
131 Konvhtnmkm[Hutan_Singkarak,Mukim_Paninggahan] -
Konvhtnmkm[Hutan_Singkarak,Mukim_Singkarak] - KonvHutanKebun[Hutan_Singkarak,Perkebunan_Sumani] -
KonvHutanKebun[Hutan_Singkarak,Perkebunan_Sumpur] - KonvHutanKebun[Hutan_Singkarak,Perkebunan_Paninggahan] -
KonvHutanKebun[Hutan_Singkarak,Perkebunan_Singkarak] dtINIT Hutan[Hutan_Singkarak] = 6772
INFLOWS: ReboisasiSemak[Semak_Sumani,Hutan_sumani] = if
RasioHutanDTA[Rasio_Sumani]PersenMinimLuasHutan and Reboisasi=1 then SemakBelukar[Semak_Sumani]1260 else 0
ReboisasiSemak[Semak_Sumani,Hutan_Sumpur] = 0 ReboisasiSemak[Semak_Sumani,Hutan_Paninggahan] = 0
ReboisasiSemak[Semak_Sumani,Hutan_Singkarak] = 0 ReboisasiSemak[Semak_Sumpur,Hutan_sumani] = 0
ReboisasiSemak[Semak_Sumpur,Hutan_Sumpur] = if RasioHutanDTA[Rasio_Sumpur]PersenMinimLuasHutan and Reboisasi=1 then
812+SemakBelukar[Semak_Sumpur]1260 else 0 ReboisasiSemak[Semak_Sumpur,Hutan_Paninggahan] = 0
ReboisasiSemak[Semak_Sumpur,Hutan_Singkarak] = 0 ReboisasiSemak[Semak_Paninggahan,Hutan_sumani] = 0
ReboisasiSemak[Semak_Paninggahan,Hutan_Sumpur] = 0 ReboisasiSemak[Semak_Paninggahan,Hutan_Paninggahan] = if
RasioHutanDTA[Rasio_Paninggahan]PersenMinimLuasHutan and Reboisasi=1 then SemakBelukar[Semak_Paninggahan]1260 else 0
ReboisasiSemak[Semak_Paninggahan,Hutan_Singkarak] = 0 ReboisasiSemak[Semak_Singkarak,Hutan_sumani] = 0
ReboisasiSemak[Semak_Singkarak,Hutan_Sumpur] = 0 ReboisasiSemak[Semak_Singkarak,Hutan_Paninggahan] = 0
ReboisasiSemak[Semak_Singkarak,Hutan_Singkarak] = if RasioHutanDTA[Rasio_Singkarak]PersenMinimLuasHutan and Reboisasi=1 then
912+SemakBelukar[Semak_Singkarak]1260 else 0 ReboisasiTnh[Tnh_Sumani,Hutan_sumani] = if
RasioHutanDTA[Rasio_Sumani]PersenMinimLuasHutan and Reboisasi=1 then TanahTerbuka[Tnh_Sumani]1260 else 0
ReboisasiTnh[Tnh_Sumani,Hutan_Sumpur] = 0 ReboisasiTnh[Tnh_Sumani,Hutan_Paninggahan] = 0
ReboisasiTnh[Tnh_Sumani,Hutan_Singkarak] = 0 ReboisasiTnh[Tnh_Sumpur,Hutan_sumani] = 0
ReboisasiTnh[Tnh_Sumpur,Hutan_Sumpur] = if RasioHutanDTA[Rasio_Sumpur]PersenMinimLuasHutan and Reboisasi=1 then
TanahTerbuka[Tnh_Sumpur]1260 else 0 ReboisasiTnh[Tnh_Sumpur,Hutan_Paninggahan] = 0
ReboisasiTnh[Tnh_Sumpur,Hutan_Singkarak] = 0 ReboisasiTnh[Tnh_Paninggahan,Hutan_sumani] = 0
132 ReboisasiTnh[Tnh_Paninggahan,Hutan_Sumpur] = 0
ReboisasiTnh[Tnh_Paninggahan,Hutan_Paninggahan] = if RasioHutanDTA[Rasio_Paninggahan]PersenMinimLuasHutan and Reboisasi=1
then TanahTerbuka[Tnh_Paninggahan]1260 else 0 ReboisasiTnh[Tnh_Paninggahan,Hutan_Singkarak] = 0
ReboisasiTnh[Tnh_Singkarak,Hutan_sumani] = 0 ReboisasiTnh[Tnh_Singkarak,Hutan_Sumpur] = 0
ReboisasiTnh[Tnh_Singkarak,Hutan_Paninggahan] = 0 ReboisasiTnh[Tnh_Singkarak,Hutan_Singkarak] = if
RasioHutanDTA[Rasio_Singkarak]PersenMinimLuasHutan and Reboisasi=1 then TanahTerbuka[Tnh_Singkarak]1260 else 0
OUTFLOWS: KonvHutanSemak[Hutan_sumani,Semak_Sumani] = 312
KonvHutanSemak[Hutan_sumani,Semak_Sumpur] = 0 KonvHutanSemak[Hutan_sumani,Semak_Paninggahan] = 0
KonvHutanSemak[Hutan_sumani,Semak_Singkarak] = 0 KonvHutanSemak[Hutan_Sumpur,Semak_Sumani] = 0
KonvHutanSemak[Hutan_Sumpur,Semak_Sumpur] = 0 KonvHutanSemak[Hutan_Sumpur,Semak_Paninggahan] = 0
KonvHutanSemak[Hutan_Sumpur,Semak_Singkarak] = 0 KonvHutanSemak[Hutan_Paninggahan,Semak_Sumani] = 0
KonvHutanSemak[Hutan_Paninggahan,Semak_Sumpur] = 0 KonvHutanSemak[Hutan_Paninggahan,Semak_Paninggahan] = 0
KonvHutanSemak[Hutan_Paninggahan,Semak_Singkarak] = 0 KonvHutanSemak[Hutan_Singkarak,Semak_Sumani] = 0
KonvHutanSemak[Hutan_Singkarak,Semak_Sumpur] = 0 KonvHutanSemak[Hutan_Singkarak,Semak_Paninggahan] = 0
KonvHutanSemak[Hutan_Singkarak,Semak_Singkarak] = 0 KonvHutanSawah[Hutan_sumani,Sawah_Sumani] = if
SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Sumani]0 then 0.5SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Sumani]12 else 0
KonvHutanSawah[Hutan_sumani,Sawah_Sumpur] = 0 KonvHutanSawah[Hutan_sumani,Sawah_Paninggahan] = 0
KonvHutanSawah[Hutan_sumani,Sawah_Singkarak] = 0 KonvHutanSawah[Hutan_Sumpur,Sawah_Sumani] = 0
KonvHutanSawah[Hutan_Sumpur,Sawah_Sumpur] = if SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Sumpur]0 then
0.5SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Sumpur]12 else 0 KonvHutanSawah[Hutan_Sumpur,Sawah_Paninggahan] = 0
KonvHutanSawah[Hutan_Sumpur,Sawah_Singkarak] = 0 KonvHutanSawah[Hutan_Paninggahan,Sawah_Sumani] = 0
KonvHutanSawah[Hutan_Paninggahan,Sawah_Sumpur] = 0 KonvHutanSawah[Hutan_Paninggahan,Sawah_Paninggahan] = if
SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Paninggahan]0 then 0.5SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Paninggahan]12 else 0
133 KonvHutanSawah[Hutan_Paninggahan,Sawah_Singkarak] = 0
KonvHutanSawah[Hutan_Singkarak,Sawah_Sumani] = 0 KonvHutanSawah[Hutan_Singkarak,Sawah_Sumpur] = 0
KonvHutanSawah[Hutan_Singkarak,Sawah_Paninggahan] = 0 KonvHutanSawah[Hutan_Singkarak,Sawah_Singkarak] = if
SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Singkarak]0 then 0.5SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Singkarak]12 else 0
KonvHutanPertanian[Hutan_sumani,Pertanian_Sumani] = if SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Sumani]0 then
0.5SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Sumani]12 else 0 KonvHutanPertanian[Hutan_sumani,Pertanian_Sumpur] = 0
KonvHutanPertanian[Hutan_sumani,Pertanian_Paninggahan] = 0 KonvHutanPertanian[Hutan_sumani,Pertanian_Singkarak] = 0
KonvHutanPertanian[Hutan_Sumpur,Pertanian_Sumani] = 0 KonvHutanPertanian[Hutan_Sumpur,Pertanian_Sumpur] = if
SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Sumpur]0 then 0.5SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Sumpur]12 else 0
KonvHutanPertanian[Hutan_Sumpur,Pertanian_Paninggahan] = 0 KonvHutanPertanian[Hutan_Sumpur,Pertanian_Singkarak] = 0
KonvHutanPertanian[Hutan_Paninggahan,Pertanian_Sumani] = 0 KonvHutanPertanian[Hutan_Paninggahan,Pertanian_Sumpur] = 0
KonvHutanPertanian[Hutan_Paninggahan,Pertanian_Paninggahan] = if SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Paninggahan]0 then
0.5SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Paninggahan]12 else 0 KonvHutanPertanian[Hutan_Paninggahan,Pertanian_Singkarak] = 0
KonvHutanPertanian[Hutan_Singkarak,Pertanian_Sumani] = 0 KonvHutanPertanian[Hutan_Singkarak,Pertanian_Sumpur] = 0
KonvHutanPertanian[Hutan_Singkarak,Pertanian_Paninggahan] = 0 KonvHutanPertanian[Hutan_Singkarak,Pertanian_Singkarak] = if
SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Singkarak]0 then 0.5SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Singkarak]12 else 0
Konvhtnmkm[Hutan_sumani,Mukim_Sumani] = 1.612 Konvhtnmkm[Hutan_sumani,Mukim_Sumpur] = 0
Konvhtnmkm[Hutan_sumani,Mukim_Paninggahan] = 0 Konvhtnmkm[Hutan_sumani,Mukim_Singkarak] = 0
Konvhtnmkm[Hutan_Sumpur,Mukim_Sumani] = 0 Konvhtnmkm[Hutan_Sumpur,Mukim_Sumpur] = 0
Konvhtnmkm[Hutan_Sumpur,Mukim_Paninggahan] = 0 Konvhtnmkm[Hutan_Sumpur,Mukim_Singkarak] = 0
Konvhtnmkm[Hutan_Paninggahan,Mukim_Sumani] = 0 Konvhtnmkm[Hutan_Paninggahan,Mukim_Sumpur] = 0
Konvhtnmkm[Hutan_Paninggahan,Mukim_Paninggahan] = 0 Konvhtnmkm[Hutan_Paninggahan,Mukim_Singkarak] = 0
Konvhtnmkm[Hutan_Singkarak,Mukim_Sumani] = 0 Konvhtnmkm[Hutan_Singkarak,Mukim_Sumpur] = 0
134 Konvhtnmkm[Hutan_Singkarak,Mukim_Paninggahan] = 0
Konvhtnmkm[Hutan_Singkarak,Mukim_Singkarak] = 0 KonvHutanKebun[Hutan_sumani,Perkebunan_Sumani] = 0
KonvHutanKebun[Hutan_sumani,Perkebunan_Sumpur] = 0 KonvHutanKebun[Hutan_sumani,Perkebunan_Paninggahan] = 0
KonvHutanKebun[Hutan_sumani,Perkebunan_Singkarak] = 0 KonvHutanKebun[Hutan_Sumpur,Perkebunan_Sumani] = 0
KonvHutanKebun[Hutan_Sumpur,Perkebunan_Sumpur] = 8.3412 KonvHutanKebun[Hutan_Sumpur,Perkebunan_Paninggahan] = 0
KonvHutanKebun[Hutan_Sumpur,Perkebunan_Singkarak] = 0 KonvHutanKebun[Hutan_Paninggahan,Perkebunan_Sumani] = 0
KonvHutanKebun[Hutan_Paninggahan,Perkebunan_Sumpur] = 0 KonvHutanKebun[Hutan_Paninggahan,Perkebunan_Paninggahan] = 0
KonvHutanKebun[Hutan_Paninggahan,Perkebunan_Singkarak] = 0 KonvHutanKebun[Hutan_Singkarak,Perkebunan_Sumani] = 0
KonvHutanKebun[Hutan_Singkarak,Perkebunan_Sumpur] = 0 KonvHutanKebun[Hutan_Singkarak,Perkebunan_Paninggahan] = 0
KonvHutanKebun[Hutan_Singkarak,Perkebunan_Singkarak] = 0 Pemukiman[Mukim_Sumani]t = Pemukiman[Mukim_Sumani]t - dt +
Konvhtnmkm[Hutan_sumani,Mukim_Sumani] + Konvhtnmkm[Hutan_Sumpur,Mukim_Sumani] +
Konvhtnmkm[Hutan_Paninggahan,Mukim_Sumani] + Konvhtnmkm[Hutan_Singkarak,Mukim_Sumani] dtINIT
Pemukiman[Mukim_Sumani] = 2240 Pemukiman[Mukim_Sumpur]t = Pemukiman[Mukim_Sumpur]t - dt +
Konvhtnmkm[Hutan_sumani,Mukim_Sumpur] + Konvhtnmkm[Hutan_Sumpur,Mukim_Sumpur] +
Konvhtnmkm[Hutan_Paninggahan,Mukim_Sumpur] + Konvhtnmkm[Hutan_Singkarak,Mukim_Sumpur] dtINIT
Pemukiman[Mukim_Sumpur] = 280 Pemukiman[Mukim_Paninggahan]t = Pemukiman[Mukim_Paninggahan]t - dt +
Konvhtnmkm[Hutan_sumani,Mukim_Paninggahan] + Konvhtnmkm[Hutan_Sumpur,Mukim_Paninggahan] +
Konvhtnmkm[Hutan_Paninggahan,Mukim_Paninggahan] + Konvhtnmkm[Hutan_Singkarak,Mukim_Paninggahan] dtINIT
Pemukiman[Mukim_Paninggahan] = 91 Pemukiman[Mukim_Singkarak]t = Pemukiman[Mukim_Singkarak]t - dt +
Konvhtnmkm[Hutan_sumani,Mukim_Singkarak] + Konvhtnmkm[Hutan_Sumpur,Mukim_Singkarak] +
Konvhtnmkm[Hutan_Paninggahan,Mukim_Singkarak] + Konvhtnmkm[Hutan_Singkarak,Mukim_Singkarak] dtINIT
Pemukiman[Mukim_Singkarak] = 1119 INFLOWS:
Konvhtnmkm[Hutan_sumani,Mukim_Sumani] = 1.612 Konvhtnmkm[Hutan_sumani,Mukim_Sumpur] = 0
135 Konvhtnmkm[Hutan_sumani,Mukim_Paninggahan] = 0
Konvhtnmkm[Hutan_sumani,Mukim_Singkarak] = 0 Konvhtnmkm[Hutan_Sumpur,Mukim_Sumani] = 0
Konvhtnmkm[Hutan_Sumpur,Mukim_Sumpur] = 0 Konvhtnmkm[Hutan_Sumpur,Mukim_Paninggahan] = 0
Konvhtnmkm[Hutan_Sumpur,Mukim_Singkarak] = 0 Konvhtnmkm[Hutan_Paninggahan,Mukim_Sumani] = 0
Konvhtnmkm[Hutan_Paninggahan,Mukim_Sumpur] = 0 Konvhtnmkm[Hutan_Paninggahan,Mukim_Paninggahan] = 0
Konvhtnmkm[Hutan_Paninggahan,Mukim_Singkarak] = 0 Konvhtnmkm[Hutan_Singkarak,Mukim_Sumani] = 0
Konvhtnmkm[Hutan_Singkarak,Mukim_Sumpur] = 0 Konvhtnmkm[Hutan_Singkarak,Mukim_Paninggahan] = 0
Konvhtnmkm[Hutan_Singkarak,Mukim_Singkarak] = 0 Perkebunan[Perkebunan_Sumani]t = Perkebunan[Perkebunan_Sumani]t - dt +
KonvHutanKebun[Hutan_sumani,Perkebunan_Sumani] + KonvHutanKebun[Hutan_Sumpur,Perkebunan_Sumani] +
KonvHutanKebun[Hutan_Paninggahan,Perkebunan_Sumani] + KonvHutanKebun[Hutan_Singkarak,Perkebunan_Sumani] +
KonvTanIkebun[Pertanian_Sumani,Perkebunan_Sumani] + KonvTanIkebun[Pertanian_Sumpur,Perkebunan_Sumani] +
KonvTanIkebun[Pertanian_Paninggahan,Perkebunan_Sumani] + KonvTanIkebun[Pertanian_Singkarak,Perkebunan_Sumani] dtINIT
Perkebunan[Perkebunan_Sumani] = 0 Perkebunan[Perkebunan_Sumpur]t = Perkebunan[Perkebunan_Sumpur]t - dt +
KonvHutanKebun[Hutan_sumani,Perkebunan_Sumpur] + KonvHutanKebun[Hutan_Sumpur,Perkebunan_Sumpur] +
KonvHutanKebun[Hutan_Paninggahan,Perkebunan_Sumpur] + KonvHutanKebun[Hutan_Singkarak,Perkebunan_Sumpur] +
KonvTanIkebun[Pertanian_Sumani,Perkebunan_Sumpur] + KonvTanIkebun[Pertanian_Sumpur,Perkebunan_Sumpur] +
KonvTanIkebun[Pertanian_Paninggahan,Perkebunan_Sumpur] + KonvTanIkebun[Pertanian_Singkarak,Perkebunan_Sumpur] dtINIT
Perkebunan[Perkebunan_Sumpur] = 167 Perkebunan[Perkebunan_Paninggahan]t = Perkebunan[Perkebunan_Paninggahan]t
- dt + KonvHutanKebun[Hutan_sumani,Perkebunan_Paninggahan] + KonvHutanKebun[Hutan_Sumpur,Perkebunan_Paninggahan] +
KonvHutanKebun[Hutan_Paninggahan,Perkebunan_Paninggahan] + KonvHutanKebun[Hutan_Singkarak,Perkebunan_Paninggahan] +
KonvTanIkebun[Pertanian_Sumani,Perkebunan_Paninggahan] + KonvTanIkebun[Pertanian_Sumpur,Perkebunan_Paninggahan] +
KonvTanIkebun[Pertanian_Paninggahan,Perkebunan_Paninggahan] + KonvTanIkebun[Pertanian_Singkarak,Perkebunan_Paninggahan] dtINIT
Perkebunan[Perkebunan_Paninggahan] = 0
136 Perkebunan[Perkebunan_Singkarak]t = Perkebunan[Perkebunan_Singkarak]t - dt
+ KonvHutanKebun[Hutan_sumani,Perkebunan_Singkarak] + KonvHutanKebun[Hutan_Sumpur,Perkebunan_Singkarak] +
KonvHutanKebun[Hutan_Paninggahan,Perkebunan_Singkarak] + KonvHutanKebun[Hutan_Singkarak,Perkebunan_Singkarak] +
KonvTanIkebun[Pertanian_Sumani,Perkebunan_Singkarak] + KonvTanIkebun[Pertanian_Sumpur,Perkebunan_Singkarak] +
KonvTanIkebun[Pertanian_Paninggahan,Perkebunan_Singkarak] + KonvTanIkebun[Pertanian_Singkarak,Perkebunan_Singkarak] dtINIT
Perkebunan[Perkebunan_Singkarak] = 0 INFLOWS:
KonvTanIkebun[Pertanian_Sumani,Perkebunan_Sumani] = 0 KonvTanIkebun[Pertanian_Sumani,Perkebunan_Sumpur] = 0
KonvTanIkebun[Pertanian_Sumani,Perkebunan_Paninggahan] = 0 KonvTanIkebun[Pertanian_Sumani,Perkebunan_Singkarak] = 0
KonvTanIkebun[Pertanian_Sumpur,Perkebunan_Sumani] = 0 KonvTanIkebun[Pertanian_Sumpur,Perkebunan_Sumpur] = 8.3412
KonvTanIkebun[Pertanian_Sumpur,Perkebunan_Paninggahan] = 0 KonvTanIkebun[Pertanian_Sumpur,Perkebunan_Singkarak] = 0
KonvTanIkebun[Pertanian_Paninggahan,Perkebunan_Sumani] = 0 KonvTanIkebun[Pertanian_Paninggahan,Perkebunan_Sumpur] = 0
KonvTanIkebun[Pertanian_Paninggahan,Perkebunan_Paninggahan] = 0 KonvTanIkebun[Pertanian_Paninggahan,Perkebunan_Singkarak] = 0
KonvTanIkebun[Pertanian_Singkarak,Perkebunan_Sumani] = 0 KonvTanIkebun[Pertanian_Singkarak,Perkebunan_Sumpur] = 0
KonvTanIkebun[Pertanian_Singkarak,Perkebunan_Paninggahan] = 0 KonvTanIkebun[Pertanian_Singkarak,Perkebunan_Singkarak] = 0
KonvHutanKebun[Hutan_sumani,Perkebunan_Sumani] = 0 KonvHutanKebun[Hutan_sumani,Perkebunan_Sumpur] = 0
KonvHutanKebun[Hutan_sumani,Perkebunan_Paninggahan] = 0 KonvHutanKebun[Hutan_sumani,Perkebunan_Singkarak] = 0
KonvHutanKebun[Hutan_Sumpur,Perkebunan_Sumani] = 0 KonvHutanKebun[Hutan_Sumpur,Perkebunan_Sumpur] = 8.3412
KonvHutanKebun[Hutan_Sumpur,Perkebunan_Paninggahan] = 0 KonvHutanKebun[Hutan_Sumpur,Perkebunan_Singkarak] = 0
KonvHutanKebun[Hutan_Paninggahan,Perkebunan_Sumani] = 0 KonvHutanKebun[Hutan_Paninggahan,Perkebunan_Sumpur] = 0
KonvHutanKebun[Hutan_Paninggahan,Perkebunan_Paninggahan] = 0 KonvHutanKebun[Hutan_Paninggahan,Perkebunan_Singkarak] = 0
KonvHutanKebun[Hutan_Singkarak,Perkebunan_Sumani] = 0 KonvHutanKebun[Hutan_Singkarak,Perkebunan_Sumpur] = 0
KonvHutanKebun[Hutan_Singkarak,Perkebunan_Paninggahan] = 0 KonvHutanKebun[Hutan_Singkarak,Perkebunan_Singkarak] = 0
Pertanian[Pertanian_Sumani]t = Pertanian[Pertanian_Sumani]t - dt + KonvHutanPertanian[Hutan_sumani,Pertanian_Sumani] +
137 KonvHutanPertanian[Hutan_Sumpur,Pertanian_Sumani] +
KonvHutanPertanian[Hutan_Paninggahan,Pertanian_Sumani] + KonvHutanPertanian[Hutan_Singkarak,Pertanian_Sumani] -
KonvTanIkebun[Pertanian_Sumani,Perkebunan_Sumani] - KonvTanIkebun[Pertanian_Sumani,Perkebunan_Sumpur] -
KonvTanIkebun[Pertanian_Sumani,Perkebunan_Paninggahan] - KonvTanIkebun[Pertanian_Sumani,Perkebunan_Singkarak] dtINIT
Pertanian[Pertanian_Sumani] = 19449 Pertanian[Pertanian_Sumpur]t = Pertanian[Pertanian_Sumpur]t - dt +
KonvHutanPertanian[Hutan_sumani,Pertanian_Sumpur] + KonvHutanPertanian[Hutan_Sumpur,Pertanian_Sumpur] +
KonvHutanPertanian[Hutan_Paninggahan,Pertanian_Sumpur] + KonvHutanPertanian[Hutan_Singkarak,Pertanian_Sumpur] -
KonvTanIkebun[Pertanian_Sumpur,Perkebunan_Sumani] - KonvTanIkebun[Pertanian_Sumpur,Perkebunan_Sumpur] -
KonvTanIkebun[Pertanian_Sumpur,Perkebunan_Paninggahan] - KonvTanIkebun[Pertanian_Sumpur,Perkebunan_Singkarak] dtINIT
Pertanian[Pertanian_Sumpur] = 7961 Pertanian[Pertanian_Paninggahan]t = Pertanian[Pertanian_Paninggahan]t - dt +
KonvHutanPertanian[Hutan_sumani,Pertanian_Paninggahan] + KonvHutanPertanian[Hutan_Sumpur,Pertanian_Paninggahan] +
KonvHutanPertanian[Hutan_Paninggahan,Pertanian_Paninggahan] + KonvHutanPertanian[Hutan_Singkarak,Pertanian_Paninggahan] -
KonvTanIkebun[Pertanian_Paninggahan,Perkebunan_Sumani] - KonvTanIkebun[Pertanian_Paninggahan,Perkebunan_Sumpur] -
KonvTanIkebun[Pertanian_Paninggahan,Perkebunan_Paninggahan] - KonvTanIkebun[Pertanian_Paninggahan,Perkebunan_Singkarak] dtINIT
Pertanian[Pertanian_Paninggahan] = 609 Pertanian[Pertanian_Singkarak]t = Pertanian[Pertanian_Singkarak]t - dt +
KonvHutanPertanian[Hutan_sumani,Pertanian_Singkarak] + KonvHutanPertanian[Hutan_Sumpur,Pertanian_Singkarak] +
KonvHutanPertanian[Hutan_Paninggahan,Pertanian_Singkarak] + KonvHutanPertanian[Hutan_Singkarak,Pertanian_Singkarak] -
KonvTanIkebun[Pertanian_Singkarak,Perkebunan_Sumani] - KonvTanIkebun[Pertanian_Singkarak,Perkebunan_Sumpur] -
KonvTanIkebun[Pertanian_Singkarak,Perkebunan_Paninggahan] - KonvTanIkebun[Pertanian_Singkarak,Perkebunan_Singkarak] dtINIT
Pertanian[Pertanian_Singkarak] = 11346 INFLOWS:
KonvHutanPertanian[Hutan_sumani,Pertanian_Sumani] = if SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Sumani]0 then
0.5SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Sumani]12 else 0 KonvHutanPertanian[Hutan_sumani,Pertanian_Sumpur] = 0
KonvHutanPertanian[Hutan_sumani,Pertanian_Paninggahan] = 0 KonvHutanPertanian[Hutan_sumani,Pertanian_Singkarak] = 0
138 KonvHutanPertanian[Hutan_Sumpur,Pertanian_Sumani] = 0
KonvHutanPertanian[Hutan_Sumpur,Pertanian_Sumpur] = if SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Sumpur]0 then
0.5SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Sumpur]12 else 0 KonvHutanPertanian[Hutan_Sumpur,Pertanian_Paninggahan] = 0
KonvHutanPertanian[Hutan_Sumpur,Pertanian_Singkarak] = 0 KonvHutanPertanian[Hutan_Paninggahan,Pertanian_Sumani] = 0
KonvHutanPertanian[Hutan_Paninggahan,Pertanian_Sumpur] = 0 KonvHutanPertanian[Hutan_Paninggahan,Pertanian_Paninggahan] = if
SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Paninggahan]0 then 0.5SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Paninggahan]12 else 0
KonvHutanPertanian[Hutan_Paninggahan,Pertanian_Singkarak] = 0 KonvHutanPertanian[Hutan_Singkarak,Pertanian_Sumani] = 0
KonvHutanPertanian[Hutan_Singkarak,Pertanian_Sumpur] = 0 KonvHutanPertanian[Hutan_Singkarak,Pertanian_Paninggahan] = 0
KonvHutanPertanian[Hutan_Singkarak,Pertanian_Singkarak] = if SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Singkarak]0 then
0.5SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Singkarak]12 else 0 OUTFLOWS:
KonvTanIkebun[Pertanian_Sumani,Perkebunan_Sumani] = 0 KonvTanIkebun[Pertanian_Sumani,Perkebunan_Sumpur] = 0
KonvTanIkebun[Pertanian_Sumani,Perkebunan_Paninggahan] = 0 KonvTanIkebun[Pertanian_Sumani,Perkebunan_Singkarak] = 0
KonvTanIkebun[Pertanian_Sumpur,Perkebunan_Sumani] = 0 KonvTanIkebun[Pertanian_Sumpur,Perkebunan_Sumpur] = 8.3412
KonvTanIkebun[Pertanian_Sumpur,Perkebunan_Paninggahan] = 0 KonvTanIkebun[Pertanian_Sumpur,Perkebunan_Singkarak] = 0
KonvTanIkebun[Pertanian_Paninggahan,Perkebunan_Sumani] = 0 KonvTanIkebun[Pertanian_Paninggahan,Perkebunan_Sumpur] = 0
KonvTanIkebun[Pertanian_Paninggahan,Perkebunan_Paninggahan] = 0 KonvTanIkebun[Pertanian_Paninggahan,Perkebunan_Singkarak] = 0
KonvTanIkebun[Pertanian_Singkarak,Perkebunan_Sumani] = 0 KonvTanIkebun[Pertanian_Singkarak,Perkebunan_Sumpur] = 0
KonvTanIkebun[Pertanian_Singkarak,Perkebunan_Paninggahan] = 0 KonvTanIkebun[Pertanian_Singkarak,Perkebunan_Singkarak] = 0
Sawah[Sawah_Sumani]t = Sawah[Sawah_Sumani]t - dt + KonvHutanSawah[Hutan_sumani,Sawah_Sumani] +
KonvHutanSawah[Hutan_Sumpur,Sawah_Sumani] + KonvHutanSawah[Hutan_Paninggahan,Sawah_Sumani] +
KonvHutanSawah[Hutan_Singkarak,Sawah_Sumani] dtINIT Sawah[Sawah_Sumani] = 11958
Sawah[Sawah_Sumpur]t = Sawah[Sawah_Sumpur]t - dt + KonvHutanSawah[Hutan_sumani,Sawah_Sumpur] +
KonvHutanSawah[Hutan_Sumpur,Sawah_Sumpur] + KonvHutanSawah[Hutan_Paninggahan,Sawah_Sumpur] +
139 KonvHutanSawah[Hutan_Singkarak,Sawah_Sumpur] dtINIT
Sawah[Sawah_Sumpur] = 1890 Sawah[Sawah_Paninggahan]t = Sawah[Sawah_Paninggahan]t - dt +
KonvHutanSawah[Hutan_sumani,Sawah_Paninggahan] + KonvHutanSawah[Hutan_Sumpur,Sawah_Paninggahan] +
KonvHutanSawah[Hutan_Paninggahan,Sawah_Paninggahan] + KonvHutanSawah[Hutan_Singkarak,Sawah_Paninggahan] dtINIT
Sawah[Sawah_Paninggahan] = 0 Sawah[Sawah_Singkarak]t = Sawah[Sawah_Singkarak]t - dt +
KonvHutanSawah[Hutan_sumani,Sawah_Singkarak] + KonvHutanSawah[Hutan_Sumpur,Sawah_Singkarak] +
KonvHutanSawah[Hutan_Paninggahan,Sawah_Singkarak] + KonvHutanSawah[Hutan_Singkarak,Sawah_Singkarak] dtINIT
Sawah[Sawah_Singkarak] = 986 INFLOWS:
KonvHutanSawah[Hutan_sumani,Sawah_Sumani] = if SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Sumani]0 then
0.5SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Sumani]12 else 0 KonvHutanSawah[Hutan_sumani,Sawah_Sumpur] = 0
KonvHutanSawah[Hutan_sumani,Sawah_Paninggahan] = 0 KonvHutanSawah[Hutan_sumani,Sawah_Singkarak] = 0
KonvHutanSawah[Hutan_Sumpur,Sawah_Sumani] = 0 KonvHutanSawah[Hutan_Sumpur,Sawah_Sumpur] = if
SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Sumpur]0 then 0.5SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Sumpur]12 else 0
KonvHutanSawah[Hutan_Sumpur,Sawah_Paninggahan] = 0 KonvHutanSawah[Hutan_Sumpur,Sawah_Singkarak] = 0
KonvHutanSawah[Hutan_Paninggahan,Sawah_Sumani] = 0 KonvHutanSawah[Hutan_Paninggahan,Sawah_Sumpur] = 0
KonvHutanSawah[Hutan_Paninggahan,Sawah_Paninggahan] = if SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Paninggahan]0 then
0.5SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Paninggahan]12 else 0 KonvHutanSawah[Hutan_Paninggahan,Sawah_Singkarak] = 0
KonvHutanSawah[Hutan_Singkarak,Sawah_Sumani] = 0 KonvHutanSawah[Hutan_Singkarak,Sawah_Sumpur] = 0
KonvHutanSawah[Hutan_Singkarak,Sawah_Paninggahan] = 0 KonvHutanSawah[Hutan_Singkarak,Sawah_Singkarak] = if
SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Singkarak]0 then 0.5SelisihLahanUtkPertanian[LahanProduktif_Singkarak]12 else 0
SemakBelukar[Semak_Sumani]t = SemakBelukar[Semak_Sumani]t - dt + KonvHutanSemak[Hutan_Singkarak,Semak_Sumani] +
KonvHutanSemak[Hutan_Paninggahan,Semak_Sumani] + KonvHutanSemak[Hutan_Sumpur,Semak_Sumani] +
KonvHutanSemak[Hutan_sumani,Semak_Sumani] - KonvSemakTanah[Semak_Sumani,Tnh_Singkarak] -
140 KonvSemakTanah[Semak_Sumani,Tnh_Sumpur] -
ReboisasiSemak[Semak_Sumani,Hutan_Singkarak] - ReboisasiSemak[Semak_Sumani,Hutan_Paninggahan] -
KonvSemakTanah[Semak_Sumani,Tnh_Sumani] - KonvSemakTanah[Semak_Sumani,Tnh_Paninggahan] -
ReboisasiSemak[Semak_Sumani,Hutan_sumani] - ReboisasiSemak[Semak_Sumani,Hutan_Sumpur] dtINIT
SemakBelukar[Semak_Sumani] = 1239 SemakBelukar[Semak_Sumpur]t = SemakBelukar[Semak_Sumpur]t - dt +
KonvHutanSemak[Hutan_Singkarak,Semak_Sumpur] + KonvHutanSemak[Hutan_Paninggahan,Semak_Sumpur] +
KonvHutanSemak[Hutan_Sumpur,Semak_Sumpur] + KonvHutanSemak[Hutan_sumani,Semak_Sumpur] -
KonvSemakTanah[Semak_Sumpur,Tnh_Singkarak] - ReboisasiSemak[Semak_Sumpur,Hutan_Singkarak] -
ReboisasiSemak[Semak_Sumpur,Hutan_Paninggahan] - KonvSemakTanah[Semak_Sumpur,Tnh_Sumani] -
ReboisasiSemak[Semak_Sumpur,Hutan_sumani] - KonvSemakTanah[Semak_Sumpur,Tnh_Sumpur] -
KonvSemakTanah[Semak_Sumpur,Tnh_Paninggahan] - ReboisasiSemak[Semak_Sumpur,Hutan_Sumpur] dtINIT
SemakBelukar[Semak_Sumpur] = 0 SemakBelukar[Semak_Paninggahan]t = SemakBelukar[Semak_Paninggahan]t - dt
+ KonvHutanSemak[Hutan_sumani,Semak_Paninggahan] + KonvHutanSemak[Hutan_Singkarak,Semak_Paninggahan] +
KonvHutanSemak[Hutan_Paninggahan,Semak_Paninggahan] + KonvHutanSemak[Hutan_Sumpur,Semak_Paninggahan] -
KonvSemakTanah[Semak_Paninggahan,Tnh_Paninggahan] - ReboisasiSemak[Semak_Paninggahan,Hutan_Singkarak] -
KonvSemakTanah[Semak_Paninggahan,Tnh_Sumpur] - ReboisasiSemak[Semak_Paninggahan,Hutan_sumani] -
KonvSemakTanah[Semak_Paninggahan,Tnh_Singkarak] - ReboisasiSemak[Semak_Paninggahan,Hutan_Paninggahan] -
ReboisasiSemak[Semak_Paninggahan,Hutan_Sumpur] - KonvSemakTanah[Semak_Paninggahan,Tnh_Sumani] dtINIT
SemakBelukar[Semak_Paninggahan] = 572 SemakBelukar[Semak_Singkarak]t = SemakBelukar[Semak_Singkarak]t - dt +
KonvHutanSemak[Hutan_sumani,Semak_Singkarak] + KonvHutanSemak[Hutan_Singkarak,Semak_Singkarak] +
KonvHutanSemak[Hutan_Paninggahan,Semak_Singkarak] + KonvHutanSemak[Hutan_Sumpur,Semak_Singkarak] -
ReboisasiSemak[Semak_Singkarak,Hutan_Singkarak] - KonvSemakTanah[Semak_Singkarak,Tnh_Singkarak] -
ReboisasiSemak[Semak_Singkarak,Hutan_Paninggahan] - KonvSemakTanah[Semak_Singkarak,Tnh_Sumpur] -
141 ReboisasiSemak[Semak_Singkarak,Hutan_Sumpur] -
KonvSemakTanah[Semak_Singkarak,Tnh_Paninggahan] - ReboisasiSemak[Semak_Singkarak,Hutan_sumani] -
KonvSemakTanah[Semak_Singkarak,Tnh_Sumani] dtINIT SemakBelukar[Semak_Singkarak] = 1215
INFLOWS: KonvHutanSemak[Hutan_sumani,Semak_Sumani] = 312
KonvHutanSemak[Hutan_sumani,Semak_Sumpur] = 0 KonvHutanSemak[Hutan_sumani,Semak_Paninggahan] = 0
KonvHutanSemak[Hutan_sumani,Semak_Singkarak] = 0 KonvHutanSemak[Hutan_Sumpur,Semak_Sumani] = 0
KonvHutanSemak[Hutan_Sumpur,Semak_Sumpur] = 0 KonvHutanSemak[Hutan_Sumpur,Semak_Paninggahan] = 0
KonvHutanSemak[Hutan_Sumpur,Semak_Singkarak] = 0 KonvHutanSemak[Hutan_Paninggahan,Semak_Sumani] = 0
KonvHutanSemak[Hutan_Paninggahan,Semak_Sumpur] = 0 KonvHutanSemak[Hutan_Paninggahan,Semak_Paninggahan] = 0
KonvHutanSemak[Hutan_Paninggahan,Semak_Singkarak] = 0 KonvHutanSemak[Hutan_Singkarak,Semak_Sumani] = 0
KonvHutanSemak[Hutan_Singkarak,Semak_Sumpur] = 0 KonvHutanSemak[Hutan_Singkarak,Semak_Paninggahan] = 0
KonvHutanSemak[Hutan_Singkarak,Semak_Singkarak] = 0 OUTFLOWS:
ReboisasiSemak[Semak_Sumani,Hutan_sumani] = if RasioHutanDTA[Rasio_Sumani]PersenMinimLuasHutan and Reboisasi=1 then
SemakBelukar[Semak_Sumani]1260 else 0 ReboisasiSemak[Semak_Sumani,Hutan_Sumpur] = 0
ReboisasiSemak[Semak_Sumani,Hutan_Paninggahan] = 0 ReboisasiSemak[Semak_Sumani,Hutan_Singkarak] = 0
ReboisasiSemak[Semak_Sumpur,Hutan_sumani] = 0 ReboisasiSemak[Semak_Sumpur,Hutan_Sumpur] = if
RasioHutanDTA[Rasio_Sumpur]PersenMinimLuasHutan and Reboisasi=1 then 812+SemakBelukar[Semak_Sumpur]1260 else 0
ReboisasiSemak[Semak_Sumpur,Hutan_Paninggahan] = 0 ReboisasiSemak[Semak_Sumpur,Hutan_Singkarak] = 0
ReboisasiSemak[Semak_Paninggahan,Hutan_sumani] = 0 ReboisasiSemak[Semak_Paninggahan,Hutan_Sumpur] = 0
ReboisasiSemak[Semak_Paninggahan,Hutan_Paninggahan] = if RasioHutanDTA[Rasio_Paninggahan]PersenMinimLuasHutan and Reboisasi=1
then SemakBelukar[Semak_Paninggahan]1260 else 0 ReboisasiSemak[Semak_Paninggahan,Hutan_Singkarak] = 0
ReboisasiSemak[Semak_Singkarak,Hutan_sumani] = 0 ReboisasiSemak[Semak_Singkarak,Hutan_Sumpur] = 0
ReboisasiSemak[Semak_Singkarak,Hutan_Paninggahan] = 0
142 ReboisasiSemak[Semak_Singkarak,Hutan_Singkarak] = if
RasioHutanDTA[Rasio_Singkarak]PersenMinimLuasHutan and Reboisasi=1 then 912+SemakBelukar[Semak_Singkarak]1260 else 0
KonvSemakTanah[Semak_Sumani,Tnh_Sumani] = 4.612 KonvSemakTanah[Semak_Sumani,Tnh_Sumpur] = 0
KonvSemakTanah[Semak_Sumani,Tnh_Paninggahan] = 0 KonvSemakTanah[Semak_Sumani,Tnh_Singkarak] = 0
KonvSemakTanah[Semak_Sumpur,Tnh_Sumani] = 0 KonvSemakTanah[Semak_Sumpur,Tnh_Sumpur] = 0
KonvSemakTanah[Semak_Sumpur,Tnh_Paninggahan] = 0 KonvSemakTanah[Semak_Sumpur,Tnh_Singkarak] = 0
KonvSemakTanah[Semak_Paninggahan,Tnh_Sumani] = 0 KonvSemakTanah[Semak_Paninggahan,Tnh_Sumpur] = 0
KonvSemakTanah[Semak_Paninggahan,Tnh_Paninggahan] = 0 KonvSemakTanah[Semak_Paninggahan,Tnh_Singkarak] = 0
KonvSemakTanah[Semak_Singkarak,Tnh_Sumani] = 0 KonvSemakTanah[Semak_Singkarak,Tnh_Sumpur] = 0
KonvSemakTanah[Semak_Singkarak,Tnh_Paninggahan] = 0 KonvSemakTanah[Semak_Singkarak,Tnh_Singkarak] = 0
TanahTerbuka[Tnh_Sumani]t = TanahTerbuka[Tnh_Sumani]t - dt + KonvSemakTanah[Semak_Sumani,Tnh_Sumani] +
KonvSemakTanah[Semak_Sumpur,Tnh_Sumani] + KonvSemakTanah[Semak_Paninggahan,Tnh_Sumani] +
KonvSemakTanah[Semak_Singkarak,Tnh_Sumani] - ReboisasiTnh[Tnh_Sumani,Hutan_Paninggahan] -
ReboisasiTnh[Tnh_Sumani,Hutan_Sumpur] - ReboisasiTnh[Tnh_Sumani,Hutan_Singkarak] -
ReboisasiTnh[Tnh_Sumani,Hutan_sumani] dtINIT TanahTerbuka[Tnh_Sumani] = 12050
TanahTerbuka[Tnh_Sumpur]t = TanahTerbuka[Tnh_Sumpur]t - dt + KonvSemakTanah[Semak_Paninggahan,Tnh_Sumpur] +
KonvSemakTanah[Semak_Sumani,Tnh_Sumpur] + KonvSemakTanah[Semak_Sumpur,Tnh_Sumpur] +
KonvSemakTanah[Semak_Singkarak,Tnh_Sumpur] - ReboisasiTnh[Tnh_Sumpur,Hutan_Singkarak] -
ReboisasiTnh[Tnh_Sumpur,Hutan_Paninggahan] - ReboisasiTnh[Tnh_Sumpur,Hutan_sumani] -
ReboisasiTnh[Tnh_Sumpur,Hutan_Sumpur] dtINIT TanahTerbuka[Tnh_Sumpur] = 126
TanahTerbuka[Tnh_Paninggahan]t = TanahTerbuka[Tnh_Paninggahan]t - dt + KonvSemakTanah[Semak_Paninggahan,Tnh_Paninggahan] +
KonvSemakTanah[Semak_Sumani,Tnh_Paninggahan] + KonvSemakTanah[Semak_Sumpur,Tnh_Paninggahan] +
KonvSemakTanah[Semak_Singkarak,Tnh_Paninggahan] - ReboisasiTnh[Tnh_Paninggahan,Hutan_sumani] -
143 ReboisasiTnh[Tnh_Paninggahan,Hutan_Sumpur] -
ReboisasiTnh[Tnh_Paninggahan,Hutan_Singkarak] - ReboisasiTnh[Tnh_Paninggahan,Hutan_Paninggahan] dtINIT
TanahTerbuka[Tnh_Paninggahan] = 0 TanahTerbuka[Tnh_Singkarak]t = TanahTerbuka[Tnh_Singkarak]t - dt +
KonvSemakTanah[Semak_Sumani,Tnh_Singkarak] + KonvSemakTanah[Semak_Singkarak,Tnh_Singkarak] +
KonvSemakTanah[Semak_Sumpur,Tnh_Singkarak] + KonvSemakTanah[Semak_Paninggahan,Tnh_Singkarak] -
ReboisasiTnh[Tnh_Singkarak,Hutan_Singkarak] - ReboisasiTnh[Tnh_Singkarak,Hutan_sumani] -
ReboisasiTnh[Tnh_Singkarak,Hutan_Paninggahan] - ReboisasiTnh[Tnh_Singkarak,Hutan_Sumpur] dtINIT
TanahTerbuka[Tnh_Singkarak] = 0 INFLOWS:
KonvSemakTanah[Semak_Sumani,Tnh_Sumani] = 4.612 KonvSemakTanah[Semak_Sumani,Tnh_Sumpur] = 0
KonvSemakTanah[Semak_Sumani,Tnh_Paninggahan] = 0 KonvSemakTanah[Semak_Sumani,Tnh_Singkarak] = 0
KonvSemakTanah[Semak_Sumpur,Tnh_Sumani] = 0 KonvSemakTanah[Semak_Sumpur,Tnh_Sumpur] = 0
KonvSemakTanah[Semak_Sumpur,Tnh_Paninggahan] = 0 KonvSemakTanah[Semak_Sumpur,Tnh_Singkarak] = 0
KonvSemakTanah[Semak_Paninggahan,Tnh_Sumani] = 0 KonvSemakTanah[Semak_Paninggahan,Tnh_Sumpur] = 0
KonvSemakTanah[Semak_Paninggahan,Tnh_Paninggahan] = 0 KonvSemakTanah[Semak_Paninggahan,Tnh_Singkarak] = 0
KonvSemakTanah[Semak_Singkarak,Tnh_Sumani] = 0 KonvSemakTanah[Semak_Singkarak,Tnh_Sumpur] = 0
KonvSemakTanah[Semak_Singkarak,Tnh_Paninggahan] = 0 KonvSemakTanah[Semak_Singkarak,Tnh_Singkarak] = 0
OUTFLOWS: ReboisasiTnh[Tnh_Sumani,Hutan_sumani] = if
RasioHutanDTA[Rasio_Sumani]PersenMinimLuasHutan and Reboisasi=1 then TanahTerbuka[Tnh_Sumani]1260 else 0
ReboisasiTnh[Tnh_Sumani,Hutan_Sumpur] = 0 ReboisasiTnh[Tnh_Sumani,Hutan_Paninggahan] = 0
ReboisasiTnh[Tnh_Sumani,Hutan_Singkarak] = 0 ReboisasiTnh[Tnh_Sumpur,Hutan_sumani] = 0
ReboisasiTnh[Tnh_Sumpur,Hutan_Sumpur] = if RasioHutanDTA[Rasio_Sumpur]PersenMinimLuasHutan and Reboisasi=1 then
TanahTerbuka[Tnh_Sumpur]1260 else 0 ReboisasiTnh[Tnh_Sumpur,Hutan_Paninggahan] = 0
ReboisasiTnh[Tnh_Sumpur,Hutan_Singkarak] = 0 ReboisasiTnh[Tnh_Paninggahan,Hutan_sumani] = 0
144 ReboisasiTnh[Tnh_Paninggahan,Hutan_Sumpur] = 0
ReboisasiTnh[Tnh_Paninggahan,Hutan_Paninggahan] = if RasioHutanDTA[Rasio_Paninggahan]PersenMinimLuasHutan and Reboisasi=1
then TanahTerbuka[Tnh_Paninggahan]1260 else 0 ReboisasiTnh[Tnh_Paninggahan,Hutan_Singkarak] = 0
ReboisasiTnh[Tnh_Singkarak,Hutan_sumani] = 0 ReboisasiTnh[Tnh_Singkarak,Hutan_Sumpur] = 0
ReboisasiTnh[Tnh_Singkarak,Hutan_Paninggahan] = 0 ReboisasiTnh[Tnh_Singkarak,Hutan_Singkarak] = if
RasioHutanDTA[Rasio_Singkarak]PersenMinimLuasHutan and Reboisasi=1 then TanahTerbuka[Tnh_Singkarak]1260 else 0
LUASDTA[DTA_Sumani] = Hutan[Hutan_sumani]+Pemukiman[Mukim_Sumani]+Perkebunan[Perkebunan_Sum
ani]+Pertanian[Pertanian_Sumani]+Sawah[Sawah_Sumani]+SemakBelukar[Semak_ Sumani]+TanahTerbuka[Tnh_Sumani]
LUASDTA[DTA_Sumpur] = Hutan[Hutan_Sumpur]+Pemukiman[Mukim_Sumpur]+Perkebunan[Perkebunan_Su
mpur]+Pertanian[Pertanian_Sumpur]+Sawah[Sawah_Sumpur]+SemakBelukar[Sema k_Sumpur]+TanahTerbuka[Tnh_Sumpur]
LUASDTA[DTA_Paninggahan] = Hutan[Hutan_Paninggahan]+Pemukiman[Mukim_Paninggahan]+Perkebunan[Perkeb
unan_Paninggahan]+Pertanian[Pertanian_Paninggahan]+Sawah[Sawah_Paninggahan ]+SemakBelukar[Semak_Paninggahan]+TanahTerbuka[Tnh_Paninggahan]
LUASDTA[DTA_Singkarak] = Hutan[Hutan_Singkarak]+Pemukiman[Mukim_Singkarak]+Perkebunan[Perkebunan_
Singkarak]+Pertanian[Pertanian_Singkarak]+Sawah[Sawah_Singkarak]+SemakBelu kar[Semak_Singkarak]+TanahTerbuka[Tnh_Singkarak]
PersenMinimLuasHutan = 0.3 RasioHutanDTA[Rasio_Sumani] =
Hutan[Hutan_sumani]LUASDTA[DTA_Sumani] RasioHutanDTA[Rasio_Sumpur] =
Hutan[Hutan_Sumpur]LUASDTA[DTA_Sumpur] RasioHutanDTA[Rasio_Paninggahan] =
Hutan[Hutan_Paninggahan]LUASDTA[DTA_Paninggahan] RasioHutanDTA[Rasio_Singkarak] =
Hutan[Hutan_Singkarak]LUASDTA[DTA_Singkarak] TotalDTA = ARRAYSUMLUASDTA[]
MasyPetani[LU_Sumani] = PersenMasyPertanianPopulasi[Sumani] MasyPetani[LU_Sumpur] = PersenMasyPertanianPopulasi[Paninggahan]
MasyPetani[LU_Paninggahan] = PersenMasyPertanianPopulasi[Paninggahan] MasyPetani[LU_Singkarak] = Populasi[Singkarak]PersenMasyPertanian
PersenMasyPertanian = 48100 SelisihTMASetelahSkenario = TMATanpaSkenario-TMAProjection
145 TMAProjection = if time25 and Embung=1 and Reboisasi=1 then
NeracaAIRLuas_Danau1000 else 0 TMATanpaSkenario = DataTMA
UNATTACHED: AirMasuk = ARRAYSUMDebit[]-ARRAYSUMTotalPanenAirDAs[]
UNATTACHED: KeluarDanau = Ombilin+PenggunaanPLTA
Debit[Debit_Sumani] = NORMAL224.92,8.39,0 Debit[Debit_Sumpur] = NORMAL70.74,2.64,0
Debit[Debit_Paninggahan] = NORMAL22.12,0.83,0 Debit[Debit_Singkarak] = NORMAL125.29,4.68,0
NeracaAIR = AirMasuk-KeluarDanau-0.02Sedimentasi Ombilin = NORMAL122.4,6.7,0
PenggunaanPLTA = 164 RasioHtnDebit[RasioDebit_Sumani] = Hutan[Hutan_sumani]Debit[Debit_Sumani]
RasioHtnDebit[RasioDebit_Sumpur] = Hutan[Hutan_Sumpur]Debit[Debit_Sumpur] RasioHtnDebit[RasioDebit_Paninggahan] =
Hutan[Hutan_Paninggahan]Debit[Debit_Paninggahan] RasioHtnDebit[RasioDebit_Singkarak] =
Hutan[Hutan_Singkarak]Debit[Debit_Singkarak] TotalPanenAirDAs[Panen_Sumani] =
JumlahEmbung[Embung_Sumani]PanenAir1Embung TotalPanenAirDAs[Panen_Sumpur] =
JumlahEmbung[Embung_Sumpur]PanenAir1Embung TotalPanenAirDAs[Panen_Paninggahan] =
JumlahEmbung[Embung_Paninggahan]PanenAir1Embung TotalPanenAirDAs[Panen_Singkarak] = 0
DampakEmbungkeRunoff[ThRO_Sumani] = if time=25 and Embung=1 then Debit[Debit_Sumani]JumlahEmbung[Embung_Sumani]RealisasiPembuatanEmbu
ngTinggiEmbung else 0 DampakEmbungkeRunoff[ThRO_Sumpur] = if time=25 and Embung=1 then
Debit[Debit_Sumpur]JumlahEmbung[Embung_Sumpur]RealisasiPembuatanEmb ungTinggiEmbung else 0
DampakEmbungkeRunoff[ThRO_Paninggahan] = if time=25 and Embung=1 then Debit[Debit_Paninggahan]JumlahEmbung[Embung_Paninggahan]RealisasiPemb
uatanEmbungTinggiEmbung else 0 DampakEmbungkeRunoff[ThRO_Singkarak] = 0
Embung = 0 JumlahAirYangDitahan[Air_Sumani] = 0.49
JumlahAirYangDitahan[Air_sumpur] = 0.15 JumlahAirYangDitahan[Air_Paninggahan] = 0.05
146 JumlahEmbung[Embung_Sumani] = if time25 and Embung=1 then
JumlahAirYangDitahan[Air_Sumani]TinggiEmbungPanenAir1EmbungRealisa siPembuatanEmbung else
if time25 and Embung=0 then 0 else 0 JumlahEmbung[Embung_Sumpur] = if time25 and Embung=1 then
JumlahAirYangDitahan[Air_sumpur]TinggiEmbungPanenAir1EmbungRealisa siPembuatanEmbung else
if time25 and Embung=0 then 0 else 0 JumlahEmbung[Embung_Paninggahan] = if time25 and Embung=1 then
JumlahAirYangDitahan[Air_Paninggahan]TinggiEmbungPanenAir1EmbungRe alisasiPembuatanEmbung else
if time25 and Embung=0 then 0 else 0 PanenAir1Embung = 0.17
RealisasiPembuatanEmbung = 0 TinggiEmbung = 3
Reboisasi = 0 Not in a sector
147
Lampiran 7 Skenario Embung dan reboisasi terhadap TMA Danau Singkarak
Opsi Reboisasi
3 4
5 6
30 50
70 100
30 50
70 100
30 50
70 100
30 50
70 100
30 50
70 100
1 360.37 360.3700 360.3700 360.3700 360.3700
360.37 360.37
360.37 360.37
360.37 360.37
360.37 360.37
360.37 360.37
360.37 360.37
13 362.6
362.6 362.597
362.597 362.597
362.597 362.597
362.597 362.597
362.597 362.597
362.597 362.597
362.597 362.597
362.597 362.597
25 362.64
362.64 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 37
362.07 362.41
362.409 362.4089 362.4089 362.409
362.409 362.4089 362.4089 362.409
362.409 362.4089 362.4089 362.409
362.409 362.4089 362.4089 49
361.1 361.44 361.4445 361.4444 361.4444 361.4445 361.4445 361.4444 361.4444 361.4445 361.4445 361.4444 361.4444 361.4445 361.4445 361.4444 361.4444
61 362.79
363.14 363.138
363.138 363.1379 363.138
363.138 363.138 363.1379
363.138 363.138
363.138 363.1379 363.138
363.138 363.138 363.1379
73 361.11
361.46 361.456
361.456 361.4559 361.456
361.456 361.456 361.4559
361.456 361.456
361.456 361.4559 361.456
361.456 361.456 361.4559
85 362.7
363.04 363.0404 363.0403 363.0403 363.0404 363.0404 363.0403 363.0403 363.0404 363.0404 363.0403 363.0403 363.0404 363.0404 363.0403 363.0403 97
361.47 361.82 361.8178 361.8177 361.8177 361.8178 361.8178 361.8177 361.8177 361.8178 361.8178 361.8177 361.8177 361.8178 361.8178 361.8177 361.8177
109 361.8
362.15 362.1459 362.1458 362.1458 362.1459 362.1459 362.1458 362.1458 362.1459 362.1459 362.1458 362.1458 362.1459 362.1459 362.1458 362.1458 121
360.61 360.96 360.9572 360.9572 360.9571 360.9572 360.9572 360.9572 360.9571 360.9572 360.9572 360.9572 360.9571 360.9572 360.9572 360.9572 360.9571
6 Embung
Tinggi Embung Embung
Tinggi Embung Persen Pembuatan Embung
3
Bulan BAU
Reboisasi pada luas minimum 30 3
4 5
148
Lampiran 7 Skenario Embung dan reboisasi terhadap TMA Danau Singkarak
30 50
70 100
30 50
70 100
30 50
70 100
30 50
70 100
360.37 360.37
360.37 360.37
360.37 360.37
360.37 360.37
360.37 360.37
360.37 360.37
360.37 360.37
360.37 360.37
362.597 362.597
362.597 362.597
362.597 362.597
362.597 362.597
362.597 362.597
362.597 362.597
362.597 362.597
362.597 362.597
362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.409
362.409 362.4089 362.4089 362.409
362.409 362.4089 362.4089 362.409
362.409 362.4089 362.4089 362.409
362.409 362.4089 362.4089 361.4445 361.4445 361.4444 361.4444 361.4445 361.4445 361.4444 361.4444 361.4445 361.4445 361.4444 361.4444 361.4445 361.4445 361.4444 361.4444
363.138 363.138
363.138 363.1379 363.138
363.138 363.138 363.1379
363.138 363.138
363.138 363.1379 363.138
363.138 363.138 363.1379
361.456 361.456
361.456 361.4559 361.456
361.456 361.456 361.4559
361.456 361.456
361.456 361.4559 361.456
361.456 361.456 361.4559
363.0404 363.0404 363.0403 363.0403 363.0404 363.0404 363.0403 363.0403 363.0404 363.0404 363.0403 363.0403 363.0404 363.0404 363.0403 363.0403 361.8178 361.8178 361.8177 361.8177 361.8178 361.8178 361.8177 361.8177 361.8178 361.8178 361.8177 361.8177 361.8178 361.8178 361.8177 361.8177
362.1459 362.1459 362.1458 362.1458 362.1459 362.1459 362.1458 362.1458 362.1459 362.1459 362.1458 362.1458 362.1459 362.1459 362.1458 362.1458 360.9572 360.9572 360.9572 360.9571 360.9572 360.9572 360.9572 360.9571 360.9572 360.9572 360.9572 360.9571 360.9572 360.9572 360.9572 360.9571
3 4
5 6
Reboisasi pada luas minimum 40 Embung
Tinggi Embung
149
Lampiran 7 Skenario Embung dan reboisasi terhadap TMA Danau Singkarak
30 50
70 100
30 50
70 100
30 50
70 100
30 50
70 100
360.37 360.37
360.37 360.37
360.37 360.37
360.37 360.37
360.37 360.37
360.37 360.37
360.37 360.37
360.37 360.37
362.597 362.597
362.597 362.597
362.597 362.597
362.597 362.597
362.597 362.597
362.597 362.597
362.597 362.597
362.597 362.597
362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.6377 362.409
362.409 362.4089 362.4089 362.409
362.409 362.4089 362.4089 362.409
362.409 362.4089 362.4089 362.409
362.409 362.4089 362.4089 361.4445 361.4445 361.4444 361.4444 361.4445 361.4445 361.4444 361.4444 361.4445 361.4445 361.4444 361.4444 361.4445 361.4445 361.4444 361.4444
363.138 363.138
363.138 363.1379 363.138
363.138 363.138 363.1379
363.138 363.138
363.138 363.1379 363.138
363.138 363.138 363.1379
361.456 361.456
361.456 361.4559 361.456
361.456 361.456 361.4559
361.456 361.456
361.456 361.4559 361.456
361.456 361.456 361.4559
363.0404 363.0404 363.0403 363.0403 363.0404 363.0404 363.0403 363.0403 363.0404 363.0404 363.0403 363.0403 363.0404 363.0404 363.0403 363.0403 361.8178 361.8178 361.8177 361.8177 361.8178 361.8178 361.8177 361.8177 361.8178 361.8178 361.8177 361.8177 361.8178 361.8178 361.8177 361.8177
362.1459 362.1459 362.1458 362.1458 362.1459 362.1459 362.1458 362.1458 362.1459 362.1459 362.1458 362.1458 362.1459 362.1459 362.1458 362.1458 360.9572 360.9572 360.9572 360.9571 360.9572 360.9572 360.9572 360.9571 360.9572 360.9572 360.9572 360.9571 360.9572 360.9572 360.9572 360.9571
4 5
6 3
Reboisasi pada luas minimum 50 Embung
Tinggi Embung
ABSTRACT
ZUHERNA MIZWAR. Application of Hydrological Models to Determine of Rainfall and Run Off Harvesting System of Singkarak Catchment, Under
supervision of NAIK SINUKABAN, BUDI KARTIWA, and SURIA DARMA TARIGAN.
The biophysics characteristic of Singkarak Catchment including topography, slope, drainage densities, land use and annual rainfall ware analyzed using the
Geographycal Information System GIS model. The design, dimension and location of rainfall and run off harvesting system were analyzed and determined
using MAPDAS model combined with GIS model. The MAPDAS model was also used to develop the model for flood risk prevention and drought impact
mitigation. The impact of established rainfall and run off harvesting system were analyzed and developed using MAPDAS with Stella Program. Biophysical
analysis showed that the topography of Singkarak Catchment was hilly to mountainous with 30-100 slope; the soils ware dominated by Andosols,
Inseptisols and Ultisols, forest cover was only 25, annual rainfall was 2 800 mm; average run off coefficient was 22, and it reached up to 45 during wet
months; and drainage densities was ranged from 2.64 m ha
-1
to 3.8 m ha
-1
. To prevent flood in Paninggahan watershed it required to harvest about 0.816 mm of
rainfall which equivalent to 48 086 m
3
of run off. The result of run off and geomorphological instantaneous unit hydrograph analysis showed that about 47-
94 small reservoirs Embung which covered about 0.8-1.6 ha areas need to be established in Paninggahan watershed. Which the same purpose Malakotan
watershed required to harvest about 2.7 mm of rainfall which equivalent to 189 622 m
3
of run off. The resalts of run off and geomorphological instantaneous unit hydrograph analysis showed that about 63-126 small reservoirs Embung which
covered about 3.2-6.3 ha areas in Malakotan watershed. Impact of rainfall and run off harvesting analysis showed that effective run off models to prevent flood and
drought risk was a combination of MAPDAS model and GIS. The location of reservoirs construction, reforestation and afforestation activities should be covered
out in the zone within 8-11 km and 13-17 km from the outlet at Paninggahan and Malakotan watersheds respectively. Impact of the established rainfall harvesting
system was the stability of the lake water level, with the minimum and maximum water level were 360 and 363 meters asl. Respectively will not disrupt the
continuity of water supply for irrigation purpose of Ombilin river and Singkarak hydroelectric power plant.
Keywords: water harvesting design, hydrograph instantaneous model, lake water level
RINGKASAN
ZUHERNA MIZWAR. Aplikasi Model Hidrologi dalam Penentuan Sistem Panen Hujan dan Aliran Permukaan Daerah Tangkapan Air Singkarak,
Dibimbing oleh NAIK SINUKABAN, BUDI KARTIWA, SURIA DARMA TARIGAN.
Faktor biofisik DTA Singkarak dengan topografi yang berbukit sampai bergunung dengan lereng curam, aktifitas pertanian yang intensif, serta curah
hujan yang tinggi, mengakibatkan terjadinya debit puncak yang ekstrim, yang disertai tingkat sedimentasi yang tinggi. Untuk itu perlu upaya menurunkan aliran
permukaan serta tingkat sedimentasi dengan perbaikan agroteknologi serta sistim panen hujan dan aliran permukaan di DTA Singkarak
Oleh sebab itu tujuan penelitian adalah untuk 1 mengkaji karakteristik biofisik, 2 menentukan desain sistem panen hujan dan aliran permukaan
berdasarkan aplikasi model hidrologi, 3 mengembangkan model aliran permukaan DAS untuk menahan resiko banjir dan kekeringan, serta 4 mengkaji
dampak implementasi sistem panen hujan dan aliran permukaan pada DTA Singkarak.
Model hidrologi yang digunakan adalah model debit sesaat model aliran permukaan daerah aliran sungai MAPDAS berbasis hidrograf satuan sesaat
geomorfologi. Karakteristik biofisik adalah imput dari model MAPDAS, yang dapat ditentukan dengan sistem informasi geografi SIG dalam data raster.
Analisa sistem panen hujan dan aliran permukaan terdiri atas penentuan ambang batas debit puncak di bendung sebagai volume panen hujan dan aliran permukaan
yang juga dilakukan dengan model hidrologi MAPDAS. Analisa lokasi sebaran sistem panen hujan dan aliran permukaan dapat menurunkan debit puncak secara
efektif dan signifikan yang memakai konsep hidrologi satuan sesaat geomorfologi GIUH. Analisa model dinamik dengan program Stella merupakan model yang
dapat mengubah parameter sebagai input yang digunakan untuk melihat dampak implementasi sistem panen hujan dan aliran permukaan terhadap tinggi muka air
Danau Singkarak.
Karakteristik biofisik DAS Singkarak terdiri atas topografi yang curam dengan kemiringan lereng 30-100, tutupan hutan hanya sebesar 25 dan dan
tanah di dominasi oleh andosol, inseptisol dan ultisol dengan kerapatan drainase berkisar 3,8 mha
-1
pada DAS Paninggahan 2,64 mha
-1
pada Malakotan. Curah hujan tahunan rata-rata 2800 mm, koefisien aliran permukaan tahunan adalah
22, tetapi pada bulan basah mencapai 45 Sistem panen hujan dan aliran permukaan berupa pembuatan embung,
reboisasi dan penghijauan dapat menurunkan tinggi muka air danau pada musim hujan dan menaikan tinggi muka air pada musim kemarau. Pada DAS
Paninggahan diperlukan panen hujan sebesar 0.816 mm atau setara dengan 48086 m3, dengan luas pembuatan embung berkisar dari 8014 – 16029 m
2
dengan jumlah 47-94, dan pada DAS Malakotan diperlukan panen hujan sebesar 2.7 mm
atau setara 189622 m3, dengan luas berkisar dari 31604 - 63208 m
2
sehingga diperlukan pembuatan embung sejumlah 63-126.
Model aliran permukaan untuk menahan resiko banjir dan kekeringan yang efektif adalah kombinasi model MAPDAS dan sistem informasi georafi SIG.
Lokasi pembagunan embung, reboisasi dan penghijauan pada zona yang berjarak 8-11 Km dari outlet di Paninggahan, dan 12-17 Km dari outlet pada Malakotan.
Dampak implementasi sistem panen hujan terhadap tinggi muka air danau, adalah tercapainya kestabilan muka air danau, dengan tinggi minimum tidak
kurang dari 360 mdpl dan maksimum 363 mdpl. Kondisi ini tidak menyebabkan masalah untuk memenuhi kebutuhan air irigasi S.Ombilin dan PLTA Singkarak
yang mengalir ke S. Anai. Model dinamik Stella untuk implementasi sistem panen hujan dan aliran
permukaan perlu dilakukan penelitian lain yang difokuskan pada analisis sensivitas pengaruh perkembangan jumlah dan sebaran bangunan sistem panen
hujan terhadap karakteristik hidrologis DAS. Berdasarkan model dinamik dikawasan DTA Singkarak, aplikasi teknologi rehabilitasi lahan berupa embung
dan reboisasi sebaiknya dilaksanakan dengan baik, agar kondisi air dapat lestari.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kawasan Danau Singkarak terletak di dua kabupaten yaitu KabupatenSolok dan Tanah Datar. Kedua kabupaten ini adalah daerah penghasil berasdan menjadi
lumbung beras bagi Provinsi Sumatera Barat. Danau Singkarak merupakan sumber pemasok kebutuhan air, terutama bagi Pembangkit Listrik Tenaga Air
PLTA dalam memenuhi kebutuhan listrik Sumatera Barat, Riau dan Jambi. Danau menyediakan kebutuhan air untuk daerah KabupatenTanah Datar,
KabupatenKota 50 Kota, dan Riau yang merupakan bagian dari Daerah Aliran Sungai DAS Inderagiri. Danau Singkarak merupakan danau terbesar kedua di
Pulau Sumatera dengan kekayaan berbagai jenis ikan endemik, serta pemandangan alam yang indah dan dapat dikembangkan untuk kegiatan wisata
alam. Secara garis besar Daerah Tangkapan Air DTA danau dibagi atas tiga
DAS yang airnya mengalir ke Danau Singkarak. Ketiga DAS tersebut adalah DAS Sumani, Singkarak, dan DAS Sumpur Kudus. Para stakeholders termasuk
lembaga pemerintah dan swasta BAPEDA, PU, Kehutanan, Pertanian, PDAM, Pengamat Lingkungan dan Perkebunan, menyarankan ketiga DAS tersebut diatas
dilihat secara menyeluruh dalam pengelolaannya. DAS Sumanimerupakan daerah yang kondisinya paling buruk. Sungai
Lembang dan Sumani yang melintasi DAS Sumani menghadapi permasalahan kekurangan persediaan air dan rendahnya kualitas air karena tingginya
sedimen,sedangkan daerah tangkapan danau yang terletak di daerah Tanah Datar memiliki kemiringan yang sangat terjal karena terletak di daerah Gunung G
Merapi. Farida et al. 2005 menyatakan bahwa permasalahan ini terjaditerutama karena pembukaan hutan, dan pembalakan secara ilegal oleh masyarakat. Hutan
komunal hilang sekitar 70 - 80, terutama untuk perluasan areal pertanian. Penurunan muka air Danau Singkarak sangat berdampak pada aliran Sungai
Ombilin yang merupakan muara DTA. ini sangat merugikan sebagian masyarakat Sumatera Barat. Fluktuasi muka air danau berkisar 3.5 m. Elevasi maksimum
mencapai 363.59 m dan minimum 360.1 m dari permukaan laut dplberdasarkan
2 pencatatan elevasi danau tahun 1999-2009PSDA Sumatera Barat dan
pengamatan.Meningkatnya penggunaan air oleh masyarakat untuk mengairi sawah di DTA dan penggunaan air danau untuk PLTA telah menyebabkan
berkurangnya air ke Sungai Ombilin. Helmi 2003 menyatakan bahwa rata-rata outflow ke Sungai Ombilin
adalah 49,6m
3
dtk
-1
dan sekitar 15 m
3
dtk
-1
pada musim kemarau.Setelah beroperasinya PLTA outflow dari Danau Singkarak ke Sungai Ombilin diatur
dengan kisaran 2m
3
dtk
-1
pada musim hujan dan 6 m
3
dtk
-1
pada musim kemarau. Hal ini telah menyebabkan penurunan jumlah kincir air yang beroperasi sebesar
50 yaitu 184 dari 366 buah. Penurunan areal sawah sebesar 40 yaitu dari 549 Ha menjadi 333 Ha.
Saat ini masyarakat dan petani mengeluh kekurangan air. Pada musim kering irigasi tidak dapat memenuhi kebutuhan air sawah di Kabupaten Solok,
Tanah Datar dan Sawahlunto Sinjunjung. Faridaet al. 2005 menyatakan, persepsi tentang masalah kekurangan air untuk kebutuhan irigasi tersebut
disebabkan oleh penebangan hutan.Hal tersebut cukup mengkhawatirkan keberadaan danau meskipun di sekitar Danau Singkarak telah ada berbagai usaha
untuk menghutankan kembali lahan yang kritis. Untuk memenuhi kebutuhan irigasi, PLTA dan kepentingan lainnya,
diperlukan pengelolaan lahan tanah dan air yang sesuai, sehingga pengelolaan sumber air untuk DTA Singkarak yang berbasis danau sebagai reservoar
merupakan hal yang penting dan harus di jaga, sehingga dampak negatif terhadap penurunan kuantitas dan kualitas aliran sungai pensuplai danau dapat dihindari.
Terjadinya lahan kritis karena berkurangnya tutupan hutan dan berubahnya penggunaan lahan karena perluasan areal pertanian dan perkebunan. Kurangnya
persediaan air, kekeringan, banjir, erosi dan sedimentasi serta longsor disebabkan salah satunya karena ketiadaan implementasi teknik konservasi tanah dan air,
terutama pada daerah hulu dan tengah DAS. Konservasi tanah erat hubungannya dengan konservasi air. Konservasi
tanah adalah semua perlakuan fisikmekanis terhadap tanah serta pembuatan bangunan untuk mengurangi aliran permukaan dan erosi. Konservasi air pada
prinsipnya adalah penggunaan air hujan yang jatuh ke tanah untuk pertanian
3 seefisien mungkin, dan mengatur waktu aliran agar tidak terjadi banjir yang
merusak dan terdapatnya cukup air pada waktu musim kemarau. Selain itu konservasi air diharapkan dapat menahan dan meningkatkan tinggi muka air di
daerah hulu, dan sebagai upaya pengamanan bangunan-bagunan air di bagian hilir.
Bangunan konservasi air yang juga berfungsi untuk panen hujan adalah seperti dam pengendali Check Dam, sumur resapan Infiltration Well, dam
parit, embung, dan lain lain.Pada prinsipnya konservasi air merupakan tindakan yang diperlukan untuk melestarikan sumberdaya air. Namun dalam konteks
pemanfaatan, Agus et al. 2002 mengemukakan bahwa penggunaan air hujan secara efisien merupakan tindakan konservasi. Strategi konservasi air diarahkan
untuk mengupayakan peningkatan cadangan melalui pengendalian aliran permukaan, pemanenan air aliran permukaan, dan peningkatan infiltrasi.Intinya
adalah bagaimana agar air hujan dapat diresapkan ke dalam tanah sebanyak mungkin, ditahan didaerah cekungan dan dimanfaatkan untuk pengairan di
musim kemarau maupun pada periode pendek saat dibutuhkan oleh tanaman pada musim hujan.
Indikator keberhasilan teknik konservasi tanah dan air adalah meningkatnya tutupan vegetasi, menurunnya debit puncak yang menyebabkan banjir serta
terjaminnya suplai air secara kontinyu. Oleh sebab itu penelitian tentang upaya- upaya konservasi tanah dan air menjadi hal yang sangat penting untuk dilakukan.
Permasalahan
Berdasarkan uraian di atas dapat diidentifikasi beberapa masalah pada DTA Singkarak.
1. Daerah terjal, alur sungai pendek, dan banyaknya lahan terbuka yang
menyebabkan tingginya aliran permukaan, erosi dan sedimentasi. 2.
Penurunan persediaan air DTA Singkarak sebesar 69.8 yang menyebabkan berkurangnya suplai air untuk irigasi sehingga menurunkan
produksi pertanian.Kurangnya persediaan air secara umum sangat berpengaruh pada kehidupan masyarakat sekitar DTA.
3. Fluktuasi muka air danau berkisar 3.5 m, elevasi maksimum mencapai
4 363.59 m dan elevasi minimum 360.1 m dpl dari permukaan laut .
Kerangka Pemikiran
DTA Singkarak yang dibagi atas 3 DAS, namun secara geografiske tiga DAS tersebut adalah sama. DAS mengalir ke satu outlet yaitu Danau Singkarak
yang merupakan reservoar air alami. Kondisi daerah mempunyai kemiringan lereng yang terjal dan alur sungai yang pendek, sehingga pada saat hujan air akan
mengalir dengan cepat dan volume air danau akan maksimum. Tapi pada saat kemarau aliran air akankecil sehingga volume air danau minimum.
Perubahan tutupan lahan akan besar pengaruhnya terhadap DTA yang berbasis danau. Terutama pada kecepatan aliran permukaan dan infiltrasi.
Tingginya aliran permukaan menyebabkan mudahnya terjadi erosi dan longsor, Infiltrasi akan kecil karena air langsung mengalir menuju danau sehingga
menimbulkan banjir di hilir, sedangkan di hulu akan terjadi kekeringan karena kecilnya resapan.
Untuk mengatasi persoalan diatas pada DTA Singkarak perlu dilakukan kegiatan reboisasi dan implementasi teknologi konservasi tanah dan air melalui
penerapan sistem panen hujan dan aliran permukaan water harvesting.Sistem panen hujan dan aliran permukaan dapat berupa kontruksi sipil untuk menampung
air seperti bendung, dam parit dan embung. Agar upaya perbaikan kondisi hidrologis DAS menjadi efektif dan efisien,
maka diperlukan pengembangan metodologi penentuan dimensi, jumlah dan sebaran bangunan konservasi tanahdan air yang mempertimbangkankarakteristik
hidrometeorologis DAS bersangkutan. Aplikasi model aliran permukaan berbasis data sesaat memungkinkan
simulasi aliran permukaan pada berbagai skenario curah hujan lebih excess rainfall, serta menentukan dimensi dan jumlah bangunan sistem panen hujan dan
aliran permukaan yang diperlukan untuk memperbaiki kondisi hidrologis DAS. Pada penelitian ini, model hidrologi berbasis interval waktu sesaat yang
digunakan dalam menentukan volume curah hujan dan aliran permukaan yang harus dipanen adalah model MAPDAS.
5
KAWASAN DTA BERBASIS DANAU HUBUNGANNYA
DENGAN KONDISI BIOFISIK: HIDROLOGI, IKLIM, TUTUPAN LAHAN, TANAH dan GEOLOGI
LAHAN KRITIS PERSEDIAAN AIR BAKU
MENURUN FLUKTUASI VOLUME AIR
DANAU
IDENTIFIKASI TINGKAT PENGELOLAAN DAS
BUTUH BIAYA BESAR
KONDISI DTA BAIK
1.ANALISA TUTUPAN LAHAN
2. ANALISA HIDROLOGI 3. PENGAMATAN DAN
PENGUKURAN
REHABILITASI LAHAN 1. AGROTEKNOLOGI
2. TEKNIK KONSERVASI AIR
TERGANGGU TIDAK TERGANGGU
Lereng terjal, aliran sungai pendek, kecepatan aliran
tinggi, lahan terbuka.
metode untuk menentukan lokasi
yang efektif
Penyebaran dan kapasitasjumlah
Bagunan konservasi tanah dan air
Effektifitas upaya konservasi tanah dan air dalam menurunkan debit puncak sangat tergantung lokasi dimana implementasi sistem panen hujan dan aliran
permukaan tersebut dilaksanakan. Berdasarkan hipotesa bahwa kontribusi pasokan curah hujan yang jatuh pada pada titik berat DAS sangat menentukan
karakteristik debit puncak, maka diperlukan analisis zona prioritas implementasi sistem panen hujan dan aliran permukaan yang secara effektif akan berdampak
pada penurunan debit puncak secara signifikan.Perumusanmasalah yang digambarkan dalam kerangka berfikir dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Kerangka berfikir.
6
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah: 1.
Mengkaji karakteristikkondisi biofisik DTA Singkarak. 2.
Menentukan desainsistem panen hujan dan aliran permukaan berdasarkan aplikasi model hidrologi.
3. Mengembangkan model aliran permukaan DAS untuk menahan resiko
banjir dan kekeringan pada DTA Singkarak. 4.
Mengkaji dampak implementasi sistem panen hujan dan aliran permukaan serta reboisasi terhadap fluktuasi tinggi muka air Danau Singkarak.
Manfaat
1. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai alat bantu rekomendasi
pengelolaan DTA Singkarak menghadapai resiko banjir dan kekeringan serta sedimentasi dengan murah, cepat dan akurat.
2. Bagi pemerintah Provinsi Sumatera Barat hasil penelitian ini diharapkan
dapat menjadi bahan masukan dalam perencanaan dan evaluasi kegiatan konservasi dan rehabilitasi lahan DTA Singkarak.
Kebaruan
Pengembangan metode penentuan jumlah, dimensi dan sebaran bagunan sistem panen hujan dan aliran permukaan pada skala DAS berdasarkan aplikasi
model hidrologi dan sistem imformasi geografi SIG.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian dilakukan pada DTA Singkarak tepatnya pada DAS Sumani, dan Singkarak. Data penelitian merupakan data primer yang dapat langsung diamati
dilapangan pada alat-alat yang sudah terpasang. Untuk lokasi yang tidak mempunyai alat ukur dilakukan pengukuran dan pengamatan di lapangan.
Sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi-instansi terkait. Cakupan penelitian ini yaitu; menentukan karakteristik kondisi biofisik
DTA, dan pemodelan hidrologi. Aplikasi model debit sesaat dengan model