2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan nasional dilaksanakan untuk mewujudkan Tujuan Nasional sebagaimana  dimaksud  dalam  alinea  IV  Undang-Undang  Dasar  1945  yaitu
melindungi  segenap  bangsa  Indonesia  dan  seluruh  tumpah  darah  Indonesia  dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan  keadilan  sosial,  maka  perlu  dilaksanakan  pembangunan  nasional  yang
menyeluruh dan terpadu secara berkesinambungan. Pembangunan  di  bidang  penyelenggaraan  pemerintah  daerah  didasarkan
pada Pasal 18 UUD 1945. Salah satu hal penting dalam penjelasan Pasal 18 UUD 1945  sebelum  Amandemen  adalah  daerah  Indonesia  dibagi  menjadi  daerah
provinsi dan daerah provinsi akan dibagi dalam daerah yang lebih kecil. Daerah- daerah  itu  bersifat  otonom  atau  daerah  bersifat  administratif  belaka,  semuanya
menurut aturan yang ditetapkan oleh Undang-Undang. Untuk  melaksanakan  ketentuan  tersebut,  pemerintah  telah  mengeluarkan
Undang-Undang  Nomor  5  Tahun  1974  tentang  Pokok-Pokok  pemerintahan  di Daerah. Undang-Undang tersebut mengatur tentang pokok-pokok penyelenggara-
an pemerintah yang menjadi tugas Pemerintahan Pusat di Daerah. Undang-undang  Nomor  5  Tahun  1974  dinyatakan  tidak  berlaku  lagi
setelah dilaksanakan selama 25 tahun dan diganti dengan Undang-undang Nomor 22  Tahun  1999.  Alasan  Undang-undang  Nomor  5  Tahun  1974  diganti
sebagaimana  disebutkan  dalam  konsideran  menimbang  huruf  d  Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah, sebagai berikut :
1
3
“Bahwa  Undang-undang  Nomor  5  Tahun  1974  Tentang  Pokok-pokok Pemerintahan
di Daerah
tidak sesuai
lagi dengan
prinsip-prinsip penyelenggaraan Otonomi Daerah, dan perkembangan keadaan, sehingga  perlu
diganti”. Pelaksanan  Otonomi  Daerah  menurut  UU  No.  5  Tahun  1974  adalah
didasarkan  pada  prinsip  otonom  yang  nyata  dan  bertanggungjawab,  dengan  titik berat  otonom  diletakkan  pada  Daerah  tingkat  II.  Undang-Undang  Nomor  22
Tahun  1999  disebut  Undang-Undamg  tentang  Pemerintah  Daerah  yang  lebih mengutamakan  pelaksanaan  asas  desentralisasi  daripada  asas  dekonsentrasi,
maka  penyelenggaraan  Otonomi  Daerah  dilaksanakan  dengan  memberikan kewenangan  yang  luas,  nyata  dan  bertanggug  jawab  kepada  Daerah  secara
proposional  yang  diwujudkan  dengan  pengaturan,  pembagian  dan  pemanfaatan sumber  daya  nasional  yang  berkeadilan  serta  perimbangan  keuangan  antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Seiring  dengan  dinamika  perubahan  hukum  saat  ini  maka  perundang-
undangan  yang  mengatur  Pemerintahan  Daerah  berubah  lagi.  Oleh  karena  itu Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 kemudian diganti dengan Undang-undang
Nomor  32  Tahun  2004,  dan  yang  paling  terbaru  adalah  Undang-Undang  Nomor 12  Tahun  2008  tentang  Pemerintah  Daerah.  Menurut  Pasal  239  menyebutkan
pada saat berlakunya Undang-Undang ini, maka Undang-Undang sebelum adanya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang pemerintahan daerah dinyatakan
tidak berlaku. Alasan-alasan  diberlakunya  Undang-Undang  Nomor  32  Tahun  2004
adalah sebagai berikut : 1.
bahwa kebijakan desentralisasi yang diwujudkan dalam pembentukan daerah otonom dan penyelenggaraan otonomi daerah diarahkan untuk
mempercepat  terwujudnya  kesejahteraan  rakyat  melalui  peningkatan pelayanan,  pemberdayaan  dan  peran  serta  masyarakat  dengan
memperhatikan prinsip demokrasi , pemerataan, keadilan.
4
2. bahwa efektivitas penyelenggarakan otonomi daerah dipandang perlu
untuk  ditingkatkan  dengan  lebih  memperhatikan  aspek-aspek hubungan  antar  tingkat  pemerintah  dan  antar  daerah  dengan
memberikan  kewenagan  yang  luas,  nyata  dan  bertanggung  jawab kepada  daerah  secara  proposional,  dengan  pemberian  hak  untuk
mendapatkan pendanaan dan penyelenggaraan otonomi daerah. 3.
bahwa Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
tidak sesuai
lagi dengan
perkembangan keadaan,
ketatanegaraan dan  tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah. Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008
Wilayah  Negara  Kesatuan  Repubik  Indonesia  dibagi  dalam  Daerah Propinsi,  Daerah  Kabupaten  dan  Daerah  Kota  yang  bersifat  Otonom.  Daerah
Propinsi  bukan  merupakan  Pemerintah  Atasan  dari  Pemerintah  Kabupaten  dan Daerah Kota. Dengan demikian, Daerah Otonom Propinsi dan Daerah Kabupaten
dan  Daerah  Kota  tidak  mempunyai  hubungan  yang  hierarki  satu  sama  lain, maksudnya  adalah  bahwa  Daerah  Propinsi  tidak  membawahkan  Daerah
Kabupaten dan Daerah Kota tetapi dalam praktek penyelenggaraan Pemerintahan terdapat  hubungan  koordinasi,  kerjasama,  dan  atau  kemitraan  dengan  Daerah
Kabupaten  dan  Daerah  Kota  dalam  kedudukan  masing-masing  sebagai  Daerah Otonom.
Adapun  pemberian  Otonomi  kepada  daerah  ini  bertujuan  untuk meningkatkan daya guna serta hasil guna dalam penyelenggaraan Pemerintahan di
Daerah,  terutama  dalam  pelaksanaan  pembangunan  dan  pelayanan  terhadap masyarakat serta untuk meningkatakan pembinaan kestabilan politik dan kesatuan
bangsa.  Agar  dapat  melaksanakan  tujuan  tersebut,  daerah  diberi  kewenangan untuk  menggali  sumber-sumber  pendapatannya  sendiri  berdasarkan  peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
5
Menurut  Pasal  79  Undang-Undang  Nomor  22  tahun  1999  sumber pendapatan daerah terdiri atas :
a. Pendapatan Asli Daerah, yaitu :
1 Hasil Pajak Daerah;
2 Hasil Retribusi Daerah;
3 Hasil  perusahaan  milik  Daerah  dan  hasil  pengelolaan  kekayaan  daerah
yang dipisahkan; dan 4
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah b.
Dana Perimbangan c.
Pinjaman Daerah d.
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah. Sedangkan  menurut  Undang-Undang  Nomor  32  Tahun  2004  pasal  157
menyebutkan  sumber  pendapatan  daerah  hampir  sama  dengan  Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 hanya yang berbeda tidak adanya pinjaman daerah dalam
sumber pendapatan daerah. Retribusi Daerah termasuk salah satu sumber pendapatan asli daerah yang
diharapkan  menjadi  salah  satu  pendukung  utama  bagi  sumber  pembiayaan penyelengaaraan Pemerintahan Daerah.
Retribusi  Menurut  Undang-Undang  Nomor  34  Tahun  2000  Undang-Undang tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah :
”Pungutan  daerah  sebagai  pembayaran  atas  jasa  atau  pemberi  ijin tertentu  yang  khusus  disediakan  dan  atau  diberikan  oleh  Pemerintah
Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.” Dalam  rangka  pelaksanaan  pemungutan  retribusi  daerah  tersebut,
pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tersebut bertujuan  untuk  menyederhanakan  dan  memperbaiki  sistem  administrasi
perpajakan  daerah  dan  retribusi  sejalan  dengan  sistem  administrasi  perpajakan nasional,  mengklasifikasikan  retribusi  dan  menyederhanakan  tarif  pajak  dan
6
retribusi.  Penyederhanaan  tersebut  diharapkan  dapat  meningkatkan  penerimaan daerah dari sumber pajak dan  retribusi, mengingat penetapan pajak  dan retribusi
yang dipungut daerah mempunyai potensi yang cukup besar. Jenis retribusi yang dapat dipungut oleh Daerah menurut Undang-Undang
Nomor 34 Tahun 2000 dibagi atas 3 golongan yaitu : a.
Retribusi Jasa Umum b.
Retribusi Jasa Usaha c.
Retribusi Perijinan Tertentu Salah  satu  dari  jenis-jenis  retribusi  jasa  umum  adalah  retribusi  parkir
ditepi  jalan  umum.  Pelayanan  parkir  di  tepi  jalan  umum  ditentukan  oleh Pemerintah  Daerah,  karena  jalan  menyangkut  kepentingan  umum,  maka
penetapan jalan umum sebagai tempat parkir mengacu pada perundang-undangan yang  berlaku.  Mengingat  kondisi  perekonomian  di  Kota  Surakarta  yang  padat
sehingga  berampak  pada  kepadatan  lalu  lintas  di  ruas-ruas  jalan  tertentu,  agar terwujud ketertiban dan kelancaran arus lalu lintas maka perlu menata ulang tata
laksana  perparkiran.  Sehingga  Pemerintah  Daerah  mengeluarkan  Peraturan Daerah  Nomor  6  Tahun  2004  sebagaimana  perubahan  atas  Peraturan  daerah
Nomor 7 Tahun 2001 tentang Retribusi Parkir di Tepi jalan Umum, dan Peraturan Daerah  Nomor  7  Tahun  2004  Tentang  Penyelenggaraan  Tempat  Khusus  Parkir.
Dalam Peraturan daerah tersebut dibuat untuk mengatur semua pelaksanaan yang menyangkut  tentang  penataan  parkir  di  tepi  jalan  umum  maupun  di  tempat
penyelenggaraan khusus parkir, agar tidak terjadi kemacetan maupun kecelakaan lalu lintas. Sehingga terwujud ketertiban lalu lintas.
Retribusi  parkir  di  Kota  Surakarta  merupakan  salah  satu  sumber pendapatan  daerah  yang  cukup  potensial  dalam  rangka  menujang  penerimaan
pendapatan  asli  daerah  Surakarta.  Oleh  karena  itu  penataan  parkir  di  tepi  jalan umum maupun di tempat penyelenggaraan tempat khusus parkir, yang telah diatur
dalam Peraturan Daerah No. 6 dan 7 tahun 2004, perlu adanya pengelolaan yang terarah dan optimal.
7
Berdasarkan  latar  belakang  sebagaimana  tersebut  di  atas,  maka  penulis tertarik
untuk menyusun
skripsi dengan
judul
”IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA SURAKARTA DALAM PENATAAN
PARKIR GUNA MENDUKUNG KETERTIBAN LALU LINTAS.” B.
Perumusan Masalah
Perumusan  masalah  dalam  suatu  penelitian  dimaksudkan  untuk mempermudah  penulis  dalam  membatasi  masalah  yang  akan  diteliti  sehingga
tujuan dan sasaran yang akan dicapai menjadi jelas, terarah dan mendapatkan hal yang diharapkan.
Untuk  mempermudah  pemahaman  terhadap  permasalahan  yang  akan dibahas  serta  untuk  lebih  mengarahkan  pembahasan,  maka  dapat  dirumuskan
beberapa masalah sebagai berikut : 1.    Bagaimanakah  implementasi  kebijakan  Pemerintah  Kota  Surakarta  dalam
penataan  parkir guna mendukung ketertiban lalu-lintas. 2.    Hambatan-hambatan  UPTD  Perparkiran  dalam  Penataan  Parkir  guna
mendukung ketertiban lalu-lintas dan cara mengatasinya.
C. Tujuan Penelitian