ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENANGKARAN BENIH PADI PROGRAM PENGEMBANGAN INDUSTRI BENIH (PPIB) UNILA DI KECAMATAN PULAU PANGGUNG KABUPATEN TANGGAMUS
ABSTRACT
The effect of media on Bioaccumulation ability of Lead (Pb) on Tetraselmis sp
By: Astri Pujiastuti
The accumulated lead on the water is a one of indicator which has negative effect for aquatic enviroment. The bioaccumulation mechanism on microalgae may reduce heavy metal concentration to the treshold level for biological level. Tetraselmis sp is marine microalgae with sensitive respon to heavy metal. The research aim was to determined the bioacuumulation treshold effect of specific heavy metal (lead) on marine microalgae Tetraselmis sp. The research was conducted on July 2010 in BBPBL Hanura Lampung Province. It was used two different media (TMRL and Conwy), each treatment added lead of 0,25 mg/l. Data was analized by using simple linier regression model to found the correlation between microalgae density and present of heavy metal. The result showed that the media has not significant effect on bioaccumulation ability of Tetraselmis sp. In the other hand, the present of heavy metal on media has positive correllation to initial concentration of heavy metal on microalgae biomass, because the corellation coeficient tends to aproached 1, ( r Conwy= 0,657 ; r TMRL= 0, 682 ).
(2)
33 V. KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Penggunaan media yang berbeda tidak memberikan pengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan dan kemampuan penyerapan logam berat Pb pada Tetraselmis sp.
2. Terdapat korelasi positif (rconwy:0.657 , rTMRL :0.682) antara kepadatan Tetraselmis sp dengan kemampuan penyerapan logam berat Pb.
B.Saran
(3)
DAFTAR PUSTAKA
Arinardi, O.H., A.B. Sutomo, S.A. Yusuf, Trianingnsih, E. Asnaryanti dan S. H. Riyono. 1997. Kisaran Kelimpahan dan Komposisi Plankton Predominan
di Perairan Kawasan Timur Indonesia. P3O-LIPI. Jakarta.
Cahyaningsih, S., Achmad, N.,Sugeng, J.P., 2006. Petunjuk Teknis Produksi Pakan
Alami. Departemen kelautan dan Perikanan Direktorat Jenderal Perikanan
Budidaya, Balai Budidaya Air Payau Situbondo.
Connel DW dan GJ Miller. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Yanti Koestoer,penerjemah. Jakarta :UI Press.
Darmono.1995.Logam dalam system Biologi Makhluk Hidup. Jakarta:UI Press Davis, C.C. 1951. The Marine and Freshwater Plankton. Michigan State University
Press, USA.
Erlina, A. Hastuti, W. 1986. Kultur Plankton-BBAP. Ditjen Perikanan. Jepara.
Hecky,R.E. and P.Kilham, 1988. Nutrient limitation of phytoplankton in freshwater and marine environmrnts: a review of of recent evidence on the effects of
enrichment.Limnol.Oceanogr.33 (4,part 2): 796-822
Hutagalung, P.Horas .1997.Metode Analisis Air Laut, Sedimen dan Biota Buku 2. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Oseanologi,LIPI. Jakarta
Isnansetyo,A. dan Kurniastuty.1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan Zooplankton.
Pakan Alami Untuk Pembenihan Organisme Laut. Erlangga. Jakarta.
Kennish, M.J. 1990. Ecology of estuaries. Vol.II.Biological aspects.
Kurniastuty dan Julinasari.1995. Pertumbuhan Alga Tetraselmis sp Pada Media
Kultur yang Berbeda dalam Skala Massal ( semi out door). Buletin
Budidaya Laut No.9. BBL Lampung.11-67 hal.
Montgomery R,RL dryer, TW Conway, dan AA spector.1993.Biokimia : Suatu
(4)
35 Mujiman, Ahmad. 1984. Makanan Ikan. Cetakan 14. Penebar Swadaya. Jakarta.
Muhaemin, Moh. 2005. Kemampuan Pengikatan Metaloprotein Asam Amino
Methionin Terhadap Pb Pada Dunaliella salina. Institut Pertanian Bogor.
Bogor
Muhaemin, Moh. 2006. Journal of Coastal Development: The Initial Adsorption of
Pb Dunaliella salina. Lembaga Penelitian Universitas Diponegoro.
Semarang
Novrina, Renny. 2003. Teknik Kultur Nannocholoropsis sp Di Balai Budidaya
Lampung. Universitas Lampung. Lampung
Parsons TR, M Takahashi, dan B Hargrave. 1984. Biological Oceanographic
Processes. Oxford:Pergamon Press
Poedjiadi, A.1994. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta : UI Press
Rostini,Iis.2007. Kultur Fitoplankton (Chlorella sp. dan Tetraselmis chuii) Pada
Skala Laboratorium. Fakultas Kelautan dan Perikanan.Universitas
Padjajaran. Jatinangor
Smith, S. M. and G.L. Hitchcock.1994. Nutrient Enrichment and Phytoplankton
Growth in the Surface Waters of The Lousiana Bight. Estuaries 740-753
Sugianto,A.1990. Cara mendeteksi Pencemaran Air di Sungai Jatim. Banjarmasin Post.16 Desember.
Supriyanto C, Samin, Zainul Kamal. 2007. Analisis Cemaran Logam Berat Pb, Cu, dan Cd Pada Ikan Air Tawar Dengan Metode Spektrometri Nyala Serapan
Atom (SSA). Seminar Nasional III SDM Teknologi Nuklir. Yogyakarta
Suriawira,V. 1985. Pengantar Mikrobiologi. Kanisius. Yogyakarta.98-117 hal.
Tomascik, T.,A. J.Mah,A.Nontji and M.K, Moosa, 1997. The Ecology of Indonesian Seas. The Ecology of Indonesia series. Vol. VII. Periplus Eds. (HK) Ltd. Valiela,I., 1984. Marine ecological processes. Library of Congress Catalogy in
Publication. Data, New York
Winarno,F.G.1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Wisnu, A.W.1995. Dampak Pencemaran Lingkungan, cetakan pertama, Andi Offset, Jakarta.
(5)
I. PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas di berbagai sektor pembangunan, terutama pada sektor industri, maka masalah pencemaran lingkungan menjadi masalah yang sangat krusial bagi negara maju dan sedang berkembang. Terjadinya pencemaran disebabkan karena pembuangan limbah dari pabrik yang belum mempunyai unit pengolahan limbah, ataupun jika ada kurang memadai sebagaimana yang ditentukan oleh pemerintah dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.51 Tahun 2004. Pembuangan limbah (baik padatan maupun cairan) ke daerah perairan menyebabkan penyimpangan air dari keadaan normal dan berarti suatu pencemaran yang menyebabkan air sungai menjadi tidak layak untuk digunakan sebagai sumber persediaan air (Wisnu,1995).
Air sering tercemar oleh berbagai macam logam berat yang berbahaya. Beberapa logam berat tersebut banyak digunakan dalam berbagai keperluan sehari-hari dan secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemari lingkungan dan apabila sudah melebihi batas yang ditentukan berbahaya bagi kehidupan. Logam-logam berat yang berbahaya yang sering mencemari lingkungan antara lain merkuri (Hg), timbal (Pb), arsenik (As), kadmium (Cd), khromium (Cr), dan nikel (Ni). Logam-logam
(6)
2 berat tersebut diketahui dapat terakumulasi di dalam tubuh suatu mikroorganisme, dan tetap tinggal dalam jangka waktu lama sebagai racun.
Salah satu logam berat yang banyak mencemari kawasan pesisir adalah timbal (Pb). Pb yang telah mencemari lingkungan dapat mengkontaminasi makanan yang dikonsumsi, air yang diminum dan udara yang dihirup, sehingga timbal disebut juga sebagai non essential trace element yang terdapat di dalam tubuh manusia. Air sungai yang mengandung Pb akan mengalir ke laut, dan akhirnya air laut pun ikut tercemar. Pb merupakan salah satu jenis logam berat yang memiliki distribusi yang cukup luas dan Pb banyak digunakan dalam dunia industri sebagai bahan baku perpipaan, bahan aditif untuk bensin, pigmen, amunisi, cat, dan baterai. Bahkan industri pertambangan minyak bumi dan perkapalan merupakan penyumbang Pb terbesar pada lingkungan perairan (Winarno,1993).
Di ekosistem laut terutama di daerah pesisir, logam berat merupakan salah satu komponen pencemar dominan. Logam berat yang masuk ke ekosistem keberadaannya sangat tidak diharapkan mengingat tingkat kebutuhan organisme terhadap komponen logam berat jauh lebih kecil dibandingkan ketersediaannya di dalam ekosistem dan lebih cenderung berefek toksik bagi organisme perairan. Kemampuan organisme untuk mereduksi efek toksik logam berat cenderung bervariasi pada beragam tingkatan konsentrasi kronik. Berbagai pengaruh yang tampak pada sistem biologi merupakan respon balik organisme terhadap konsentrasi pencemar dalam ekosistem (Parsons et al.,1984, dalam Muhaemin, 2006)
(7)
Di dalam ekosistem laut banyak hidup organisme planktonik, salah satunya yang cukup banyak hidup di perairan laut yaitu fitoplankton jenis Tetraselmis sp. Komponen utama penyusun organisme planktonik adalah protein, karbohidrat (polisakarida), dan lemak (Parsons et al,1984). Ketiga komponen tersebut cenderung mampu berikatan dengan logam berat yang masuk ke dalam tubuh, namun dengan kemampuan yang berbeda. Perbedaan tersebut dimungkinkan karena adanya perbedaan gugus fungsional pengikat logam berat pada masing-masing komponen penyusun tubuh fitoplankton tersebut (Poedjiadi,1994).
Fitoplankton hidup di media cair yang mengandung makro dan mikro nutrien. Terdapat beberapa jenis media dengan komposisi unsur makro dan mikro yang berbeda untuk kultur fitoplankton. Oleh karena itu akan dilihat kemampuan penyerapan fitoplankton (Tetraselmis sp) terhadap logam berat (Pb) yang telah terakumulasi di air pada media kultur yang berbeda.
B. Perumusan Masalah
Logam berat tergolong jenis bahan pencemar nondegradable, yaitu bahan pencemar yang tidak dapat diuraikan oleh proses purifikasi (pemurnian) alami dan cepat atau lambat tentu akan mempengaruhi kondisi perairan. Keberadaannya sangat tidak diharapkan mengingat tingkat kebutuhan organisme terhadap komponen logam berat jauh lebih kecil dibandingkan ketersediannya didalam ekosistem dan cenderung berefek toksik.
Tetraselmis sp memiliki potensi sebagai biosorben untuk menyerap logam berat dan
(8)
4 fisik dan kimia biomassa alga sebagai biosorben logam berat sangat diperlukan, sehingga diperoleh biosorben yang memiliki kapasitas dan selektivitas adsorpsi yang besar terhadap logam berat yang akan dimanfaatkan untuk proses prekonsentrasi logam-logam berat dari limbah cair di lingkungan.
Media yang digunakan dalam kultur Tetraselmis sp berbentuk cair atau larutan yang tersusun dari senyawa kimia (pupuk) yang merupakan sumber nutrien untuk keperluan hidup (Suriawiria, 1985). Conway merupakan pupuk yang sering digunakan untuk kultur Tetraselmis sp namun kandungan trace metal solution
menjadi pertimbangan apakah dapat mempengaruhi tingkat penyerapan logam berat Pb pada Tetraselmis sp, sehingga dipilih juga pupuk TMRL (Tungkang Marine
Research Laboratory) yang tidak mengandung trace metal solution sebagai
pembanding.
C. Tujuan
Tujuan penelitian adalah untuk menguji kemampuan penyerapan Tetraselmis sp
pada media yang berbeda terhadap logam berat Pb.
D. Manfaat
Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan informasi dasar proses bioremediasi logam berat Pb secara spesifik oleh biota uji.
(9)
E. Hipotesis
H0 : β1 = 0, Tidak ada pengaruh media terhadap kemampuan penyerapan logam
berat Pb pada Tetraselmis sp.
H1 : β1 ≠ 0, Ada pengaruh media terhadap kemampuan penyerapan logam berat
(1)
Mujiman, Ahmad. 1984. Makanan Ikan. Cetakan 14. Penebar Swadaya. Jakarta.
Muhaemin, Moh. 2005. Kemampuan Pengikatan Metaloprotein Asam Amino
Methionin Terhadap Pb Pada Dunaliella salina. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Muhaemin, Moh. 2006. Journal of Coastal Development: The Initial Adsorption of Pb Dunaliella salina. Lembaga Penelitian Universitas Diponegoro. Semarang
Novrina, Renny. 2003. Teknik Kultur Nannocholoropsis sp Di Balai Budidaya Lampung. Universitas Lampung. Lampung
Parsons TR, M Takahashi, dan B Hargrave. 1984. Biological Oceanographic Processes. Oxford:Pergamon Press
Poedjiadi, A.1994. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta : UI Press
Rostini,Iis.2007. Kultur Fitoplankton (Chlorella sp. dan Tetraselmis chuii) Pada Skala Laboratorium. Fakultas Kelautan dan Perikanan.Universitas Padjajaran. Jatinangor
Smith, S. M. and G.L. Hitchcock.1994. Nutrient Enrichment and Phytoplankton Growth in the Surface Waters of The Lousiana Bight. Estuaries 740-753 Sugianto,A.1990. Cara mendeteksi Pencemaran Air di Sungai Jatim. Banjarmasin
Post.16 Desember.
Supriyanto C, Samin, Zainul Kamal. 2007. Analisis Cemaran Logam Berat Pb, Cu, dan Cd Pada Ikan Air Tawar Dengan Metode Spektrometri Nyala Serapan Atom (SSA). Seminar Nasional III SDM Teknologi Nuklir. Yogyakarta Suriawira,V. 1985. Pengantar Mikrobiologi. Kanisius. Yogyakarta.98-117 hal.
Tomascik, T.,A. J.Mah,A.Nontji and M.K, Moosa, 1997. The Ecology of Indonesian Seas. The Ecology of Indonesia series. Vol. VII. Periplus Eds. (HK) Ltd. Valiela,I., 1984. Marine ecological processes. Library of Congress Catalogy in
Publication. Data, New York
Winarno,F.G.1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Wisnu, A.W.1995. Dampak Pencemaran Lingkungan, cetakan pertama, Andi Offset, Jakarta.
(2)
I. PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas di berbagai sektor pembangunan, terutama pada sektor industri, maka masalah pencemaran lingkungan menjadi masalah yang sangat krusial bagi negara maju dan sedang berkembang. Terjadinya pencemaran disebabkan karena pembuangan limbah dari pabrik yang belum mempunyai unit pengolahan limbah, ataupun jika ada kurang memadai sebagaimana yang ditentukan oleh pemerintah dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.51 Tahun 2004. Pembuangan limbah (baik padatan maupun cairan) ke daerah perairan menyebabkan penyimpangan air dari keadaan normal dan berarti suatu pencemaran yang menyebabkan air sungai menjadi tidak layak untuk digunakan sebagai sumber persediaan air (Wisnu,1995).
Air sering tercemar oleh berbagai macam logam berat yang berbahaya. Beberapa logam berat tersebut banyak digunakan dalam berbagai keperluan sehari-hari dan secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemari lingkungan dan apabila sudah melebihi batas yang ditentukan berbahaya bagi kehidupan. Logam-logam berat yang berbahaya yang sering mencemari lingkungan antara lain merkuri (Hg), timbal (Pb), arsenik (As), kadmium (Cd), khromium (Cr), dan nikel (Ni). Logam-logam
(3)
berat tersebut diketahui dapat terakumulasi di dalam tubuh suatu mikroorganisme, dan tetap tinggal dalam jangka waktu lama sebagai racun.
Salah satu logam berat yang banyak mencemari kawasan pesisir adalah timbal (Pb). Pb yang telah mencemari lingkungan dapat mengkontaminasi makanan yang dikonsumsi, air yang diminum dan udara yang dihirup, sehingga timbal disebut juga sebagai non essential trace element yang terdapat di dalam tubuh manusia. Air sungai yang mengandung Pb akan mengalir ke laut, dan akhirnya air laut pun ikut tercemar. Pb merupakan salah satu jenis logam berat yang memiliki distribusi yang cukup luas dan Pb banyak digunakan dalam dunia industri sebagai bahan baku perpipaan, bahan aditif untuk bensin, pigmen, amunisi, cat, dan baterai. Bahkan industri pertambangan minyak bumi dan perkapalan merupakan penyumbang Pb terbesar pada lingkungan perairan (Winarno,1993).
Di ekosistem laut terutama di daerah pesisir, logam berat merupakan salah satu komponen pencemar dominan. Logam berat yang masuk ke ekosistem keberadaannya sangat tidak diharapkan mengingat tingkat kebutuhan organisme terhadap komponen logam berat jauh lebih kecil dibandingkan ketersediaannya di dalam ekosistem dan lebih cenderung berefek toksik bagi organisme perairan. Kemampuan organisme untuk mereduksi efek toksik logam berat cenderung bervariasi pada beragam tingkatan konsentrasi kronik. Berbagai pengaruh yang tampak pada sistem biologi merupakan respon balik organisme terhadap konsentrasi pencemar dalam ekosistem (Parsons et al.,1984, dalam Muhaemin, 2006)
(4)
Di dalam ekosistem laut banyak hidup organisme planktonik, salah satunya yang cukup banyak hidup di perairan laut yaitu fitoplankton jenis Tetraselmis sp. Komponen utama penyusun organisme planktonik adalah protein, karbohidrat (polisakarida), dan lemak (Parsons et al,1984). Ketiga komponen tersebut cenderung mampu berikatan dengan logam berat yang masuk ke dalam tubuh, namun dengan kemampuan yang berbeda. Perbedaan tersebut dimungkinkan karena adanya perbedaan gugus fungsional pengikat logam berat pada masing-masing komponen penyusun tubuh fitoplankton tersebut (Poedjiadi,1994).
Fitoplankton hidup di media cair yang mengandung makro dan mikro nutrien. Terdapat beberapa jenis media dengan komposisi unsur makro dan mikro yang berbeda untuk kultur fitoplankton. Oleh karena itu akan dilihat kemampuan penyerapan fitoplankton (Tetraselmis sp) terhadap logam berat (Pb) yang telah terakumulasi di air pada media kultur yang berbeda.
B. Perumusan Masalah
Logam berat tergolong jenis bahan pencemar nondegradable, yaitu bahan pencemar yang tidak dapat diuraikan oleh proses purifikasi (pemurnian) alami dan cepat atau lambat tentu akan mempengaruhi kondisi perairan. Keberadaannya sangat tidak diharapkan mengingat tingkat kebutuhan organisme terhadap komponen logam berat jauh lebih kecil dibandingkan ketersediannya didalam ekosistem dan cenderung berefek toksik.
Tetraselmis sp memiliki potensi sebagai biosorben untuk menyerap logam berat dan memiliki kelimpahan yang cukup banyak di wilayah perairan. Peningkatan kualitas
(5)
fisik dan kimia biomassa alga sebagai biosorben logam berat sangat diperlukan, sehingga diperoleh biosorben yang memiliki kapasitas dan selektivitas adsorpsi yang besar terhadap logam berat yang akan dimanfaatkan untuk proses prekonsentrasi logam-logam berat dari limbah cair di lingkungan.
Media yang digunakan dalam kultur Tetraselmis sp berbentuk cair atau larutan yang tersusun dari senyawa kimia (pupuk) yang merupakan sumber nutrien untuk keperluan hidup (Suriawiria, 1985). Conway merupakan pupuk yang sering digunakan untuk kultur Tetraselmis sp namun kandungan trace metal solution menjadi pertimbangan apakah dapat mempengaruhi tingkat penyerapan logam berat Pb pada Tetraselmis sp, sehingga dipilih juga pupuk TMRL (Tungkang Marine Research Laboratory) yang tidak mengandung trace metal solution sebagai pembanding.
C. Tujuan
Tujuan penelitian adalah untuk menguji kemampuan penyerapan Tetraselmis sp pada media yang berbeda terhadap logam berat Pb.
D. Manfaat
Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan informasi dasar proses bioremediasi logam berat Pb secara spesifik oleh biota uji.
(6)
E. Hipotesis
H0 : β1 = 0, Tidak ada pengaruh media terhadap kemampuan penyerapan logam berat Pb pada Tetraselmis sp.
H1 : β1 ≠ 0, Ada pengaruh media terhadap kemampuan penyerapan logam berat Pb pada Tetraselmis sp.