UJIAN AKHIR SEMESTER UAS HUKUM PAJAK

UJIAN AKHIR SEMESTER ( UAS )
HUKUM PAJAK
Dosen Pengampu: Abdul Hayy Nasution, S.Ag, SH. MH.
Nama

:

CHANDRA

NIM

:

2014020199

Kelas

:

05HUKEC / C. 203
YAYASAN SASMITA JAYA


FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PAMULANG
Jl. Surya Kencana No. 1 Pamulang Barat-Tangerang-Selatan, Banten, Telp./Fax. (021)7412566

UJIAN AKHIR SEMESTER GENAP T.A.2015-2016
EKSEKUTIF CLASS

Mata Kuliah
Semester
Fak/Ju
Dosen

: PERADILAN TUN
: 05HUKE, C, D
:Hukum/Ilmu Hukum
:Abdul Hayy Nasution, S.Ag, SH.MH

Sifat Ujian
Ruang
Waktu

Hari/Tangga

: Open Book
: C-203, 204
: 15.00-14.30
: 18-20 Mei 2016

Soal :
1.
2.
3.
4.
5.

Uraikan secara ringkas acara Pemeriksaan Dismissal Proses (rapat Permusyawaratan)?
Uraikan secara ringkas acara Pemeriksaan biasa?
Sebutkan alat bukti dalam acara Pembuktian di Peradilan TUN?
Sebutkan Proses cara Pengambilan Putusan hakim dalam Peradilan TUN?
Uraikan secara ringkas Prosedur pelaksanaan (eksekusi) Peradilan TUN?


…………………………………Semoga Berhasil……………………………………………..

1. Dismissal Proses merupakan proses penelitian terhadap gugatan yang masuk di Pengadilan
Tata Usaha Negara oleh ketua Pengadilan, yang belum diberikan melalui penetapan. Dalam
proses penelitian itu, Ketua Pengadulan dalam rapat permusyawaratan memutuskan dengan
suatu Penetapan yang dilengkapi dengan pertimbangan-pertimbangan bahwa gugatan yang
diajukan tidak diterima atau tidak diterima atau tidak berdasar.
Alasan yang dipakai untuk melakukan dismissal terhadap gugatan :
a. Pokok gugatan tersebut nyata-nyata tidak termasuk dalam wewenang Pengadilan.
b. Syarat-syarat gugatan TUN (Pasal 56 UU PTUN) tidak dipenuhi oleh penggugat
sekalipun ia telah diberitahu dan diperingatkan.
c. Gugatan tersebut tidak didasarkan pada alasan-alasan yang layak.
d. Apa yang dituntut dalam gugatan sebenarnya sudah terpenuhi oleh Keputusan TUN yang
digugat.
e. Gugatan diajukan sebelum waktunya, atau telah lewat waktunya.
2. Pemeriksaan dengan acara biasa diatur mulai Pasal 108 UU PTUN. Jika tidak

terdapat alasan khusus yang memenuhi criteria Pasal 98-99 UU PTUN. Sengketa di
PTUN akan diperiksa dengan acara pemeriksaan biasa. Batas waktu pemeriksaan
acara biasa tidak boleh lewat waktu enam bulan sejak tanggal registrasi sengketa tata

usaha negara oleh kepaniteraan PTUN.
a. Perihal ketidakhadiran penggugat dan tergugat di persidangan Apabila
penggugat atau kuasanya tidak hadir pada persidangan pada panggilan kedua
tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, meskipun setiap kali
dipanggil secara patut sangsinya adalah:
 Gugatan dinyatakan gugur.
 Penggugat harus membayar biaya perkara.
b. Pencabutan/perubahan gugatan dan perubahan jawaban , Perubahan yang
diperkenankan disini adalah:
 Perubahan gugatan hanya dalam arti menambah alasan yang menjadi
dasar gugatan sampai dengan tingkat replik.
 Penggugat tidak boleh menambah tuntutannya yang akan merugikan
penggugat dalam pembelaannya.
 Perubahan yang diperkenankan adalah perubahan yang bersifat
megurangi tuntutan semula.
c. Masuknya pihak ketiga dalam pemeriksaan, selama pemeriksaan berlangsung,
setiap orang yang berkepentinga dalam sengketa pihak lain yang sedang
diperiksa oleh pengadilan dalam masuk dalam sengketa dan bertindak
sebagai:
 Pihak yang membela haknya.

 Peserta yang bergabung dengan salah satu pihak yang bersengketa.
d. Hukum acara PTUN tidak mengenal rekonvensi, sehubungan dengan gugatan
yang diajukan penggugat dalam HAPTUN tidak dikenal adanya rekonvensi
dengan alasan sebagai berikut:
 Negara memiliki exorbitante rechten (hak istimewa) sedangkan
penggugat tidak.

 Negara memiliki paksaan secara fisik sedangkan peggugat tidak.
 Perkara administrasi Negara pada hakikatnya tidak menunda kegiatan
pelaksanaan administrasi Negara yang tindakannya dipersoalkan.
 Tidak adanya sita jaminan dan pelaksanaan yang dapat dijalankan
e.

f.
g.
h.
i.

terlebih dahulu walaupun masih ada upaya hukum lain.
Eksepsi

Pemeriksaan sengketa
Pembuktian
Kesimpulan para pihak
Asas keaktifan hakim

3. Alat bukti dalam acara Pembuktian di Peradilan TUN :
a. Surat atau tulisan
Menurut Dr. Sudikno Mertokusumo, SH, berpendapat bahwa alat bukti surat
atau tulisan adalah : “segala sesuatu yang memuat tanda-tanda bacaan yang
dimaksudkan untuk mencurahkan isi hati atau menyampaikan buah pikiran
seseorang dan dipergunakan sebagai pembuktian”.
b. Keterangan ahli
Di dalam UU No.5/1986 pasal 102, dijelaskan bahwa : keterangan ahli adalah
pendapat orang yang diberikan di bawah sumpah dalam persidangan tentang
hal yang ia ketahui menurut pengalaman dan pengetahuannya.
c. Keterangan saksi
Saksi adalah orang yang memberikan keterangan di muka sidang, dengan
memenuhi syarat-syarat tertentu, tentang suatu peristiwa atau keadaan yang ia
lihat, dengan dan ia alami sendiri, sebagai bukti terjadinya peristiwa atau
keadaan tersebut.

d. Pengakuan para pihak
“Pengakuan adalah keterangan sepihak dari salah satu pihak dalam suatu
perkara, dimana ia mengakui apa yang dikemukakan oleh pihak lawan atau
sebagian dari apa yang dikemukakan oleh pihak lawan”.
e. Pengetahuan hakim
Pengetahuan hakim adalah hal yang olehnya diketahui dan diyakini
kebenarannya. Melihat pada pengertian ini maka pengetahuan hakim dapat
juga diartikan sebagai apa yang dilihat, didengar dan disaksikan oleh hakim
dalam persidangan. Misalnya : sikap, perilaku, emosional dan tindakan para
pihak dalam memutus perkara. Tetapi pengetahuan hakim mengenai para

pihak yang diperoleh di luar persidangan tidak dapat dijadikan bukti dalam
memutus perkara.
4. Proses cara Pengambilan Putusan hakim dalam Peradilan TUN
a. Pemeriksaan Pendahuluan
b. Pemeriksaan Persidangan
c. Pembacaan Putusan (Pasal 108 UU No.5/1986)
d. Materi Muatan Putusan (Pasal 109 UU No.5/1986)
e. Amar Putusan (Pasal 97 ayat 7 UU No.5/1986)
f. Amar tambahan dalam putusan PERATUN (Pasal 97 ayat 8 & 9 UU

g.
h.
i.
j.

No.5/1986)
Cara Pengambilan Putusan (Pasal 97 ayat 3, 4, dan 5 UU No.5/1986)
Jangka Waktu Penyelesaian Sengketa TUN
Minutasi Putusan (Pasal 109 ayat 3 UU No.5/1986)
Pelaksanaan Putusan (Pasal 116 UU No.51/2009)

5. Prosedur pelaksanaan (eksekusi) Peradilan TUN :
Dalam Pasal 115 UU PTUN disebutkan bahwa hanya putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap yang dapat dilaksanakan. Putusan pengadilan
yang belum memperoleh kekuatan hukum tetap tidak memiliki kekuatan eksekusi
atau dengan kata lain putusan pengadilanyang masih mempunyai upaya hukum tidak
dapat dimintakan eksekusinya.
Pelaksanaan putusan pengadilan menurut ketentuan Pasal 116 UU PTUN-04 memiliki
persamaan dan perbedaan. Perbedaan tersebut membawa implikasi hukumnya
masing-masing. Untuk memahami hal itu, berikut dibawah ini akan dikemukakan

pelaksanaan putusan menurut Pasal 116 UU PTUN dan menurut Pasal 116 UU
PTUN-04. Hal ini perlu dikemukakan agar dapat diketahui apakah perubahan tersebut
menjadi lebih baik atau sebaliknya.
Lebih lanjut mengenai pelaksanaan putusan pengadilan TUN dalam Pasal 116
disebutkan :
a. Salinan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap,
dikirimkan kepada para pihak dengan surat tercatat oleh panitera pengadilan
setempat atas perintah ketua pengadilan yang mengadilinya dalam tingkat
pertama selambat-lambatnya dalam waktu 14 hari.
b. Dalam hal 4 bulan setelah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikirimkan tergugat tidak

melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (9)
huruf a, maka KTUN yang disengketakan itu tidak mempunyai kekuatan hukum.
c. Dalam hal tergugat ditetapkan harus melaksanakan kewajibannya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 97 ayat (9) huruf b dan huruf c, dan kemudian setelah 3
bulan ternyata kewajiban tersebut tidak dilaksanakan, maka penggugat
mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), agar pengadilan memerintahkan tergugat melaksanakan putusan
pengadilan tersebut.

d. JIka tergugat masih tetap tidak mau melaksanakanya, ketua pengadilan
mengajukan hal ini kepada instansi atasannya menurut jenjang jabatan.
e. Instansi atasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), dalam waktu 2 bulan
setelah

menerima

pemberitahuan

dari

ketua

pengadilan

harus

sudah

memerintahkan pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) melaksanakan

putusan pengadilan tersebut.
f. Dalam hal instansi atasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), tidak
mengindahkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (5), maka ketua
pengadilan mengajukan hal ini kepada presiden sebagai pemegang kekuasaan
pemerintah tertinggi untuk memerintahkan pejabat tersebut melaksanakan putusan
pengadilan tersebut.
Berdasarkan ketentuan Pasal 116 tersebut diatas, maka menurut Paulus Effendie
Lotulung, sesungguhnya ada dua jenis eksekusi yang kita kenal di peradilan tata
usaha Negara :
a. Eksekusi terhadap putusan pengadilan yang berisi kewajiban sebagaiman
dimaksud dalam Pasal 97 ayat (9) huruf a, yaitu kewajiban berupa pencabutan
KTUN yang bersangkutan.
b. Eksekusi terhadap putusan pengadilan yang berisi kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 97 (9) huruf b dan huruf c, yaitu :
 huruf b : pencabutan KTUN yang bersangkutan dan menerbitkan KTUN


yang baru;atau
huruf c : penerbitan KTUN dalam hal gugatan didasarkan pada Pasal 3.