1
I. PENGANTAR
Anak berkebutuhan khusus ABK adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya
tanpa selalu menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK
memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka, contohnya bagi tunanetra
mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan Braille dan tunarungu berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat. Anak
berkebutuhan biasanya bersekolah di Sekolah Luar Biasa SLB. Dr. Mujito dkk, 2012 : 25-26.
Dari definisi diatas telah jelas menyatakan bahwa kebutuhan anak ABK wajib difasilitasi dikarenakan kemampuan dan potensi
anak bisa digali jika pendidik mampu memahami karakteristik dan hambatannya. Pendidik harus lebih kerja keras dalam memahami
akan kecerdasan, sosial emosional, bahasa, seni dan nilai moral agama ABK mengingat hambatan yang dihadapi jauh berbeda
dengan anak normal pada umumnya. Hambatan ini bisa disebabkan oleh ketidaksempurnaan fisik atau gangguan psikologis anak.
Meninjau dari definisi diatas SLB merupakan solusi yang dibuat sebagai wadah lembaga pendidikan untuk mengembangkan
potensi ABK, akan tetapi jumlah SLB saat ini masih jauh dari kata
cukup yaitu hanya 1.962 lembaga atau 28.493 Rombel. Statistik
Sekolah Luar Biasa SLB, 2015 : 1. Sedangkan jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia diperkirakan kurang lebih 4,2 juta.
Ketimpangan yang jauh ini maka pemerintah mulai tahun 2009 dengan mengembangkan pendidikan yang berbasis pembauran
inklusif.
2 Dalam Permendiknas No 70 tahun 2009 pasal 1, yang
dimaksud dengan
pendidikan inklusif
adalah sistem
penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi
kecerdasan danatau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara
bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya. Definisi tersebut jelas bahwa ABK diharapkan bisa
mendapatkan pelayanan pendidikan diluar SLB yaitu sekolah umum tanpa harus dikelompokkan pada satu tempat segresi. Dengan
demikian pelayanan pendidikan inklusi sangat perlu dioptimalkan mengingat selain ketimpangan jumlah ABK dengan SLB cukup besar
maupun pelaksanaan pendidikan tanpa segresi. Berdasarkan uraian tersebut maka penulis mengangkat karya tulis dengan judul Sistem
Jaringan Pengimbas
– Terimbas dalam Mengoptimalkan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi Tahun 2016.
II. MASALAH