MASALAH PEMBAHASAN DAN SOLUSI

2 Dalam Permendiknas No 70 tahun 2009 pasal 1, yang dimaksud dengan pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan danatau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya. Definisi tersebut jelas bahwa ABK diharapkan bisa mendapatkan pelayanan pendidikan diluar SLB yaitu sekolah umum tanpa harus dikelompokkan pada satu tempat segresi. Dengan demikian pelayanan pendidikan inklusi sangat perlu dioptimalkan mengingat selain ketimpangan jumlah ABK dengan SLB cukup besar maupun pelaksanaan pendidikan tanpa segresi. Berdasarkan uraian tersebut maka penulis mengangkat karya tulis dengan judul Sistem Jaringan Pengimbas – Terimbas dalam Mengoptimalkan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi Tahun 2016.

II. MASALAH

Berdasarkan uraian tersebut diatas maka penulis menarik permasalahan, yaitu : 1. tidak adanya sistem yang dibangun secara masif dalam pendidikan inklusi; 2. belum adanya peran SLB pada pendidikan inklusi disekolah umum; 3. belum tersosialisasi dengan baik kepada sekolah agar melakukan pendidikan inklusi; dan 4. keberadaan SLB sebagai sekolah khusus ABK segresi. 3

III. PEMBAHASAN DAN SOLUSI

Pendidikan inklusi merupakan salah satu solusi dalam menyelesaikan permasalahan tentang hak setiap orang memperoleh pendidikan terutama ABK. Pendidikan inklusi ini hadir dikarenakan banyaknya keterbatasan sarana dan prasarana yang disediakan pemerintah dalam layanan pendidikan khusus LPK. Hal ini cukup jelas terlihat dari ketimpangan yang cukup besar antara jumlah SLB dengan jumlah ABK. Ketimpangan ABK dan SLB bisa dilihat berdasarkan data Statistik Sekolah Luar Biasa SLB Tahun 20152016 jumlah SLB hanya 1.962 lembaga atau 28.493 Rombel. Sedangkan jumlah ABK di Indonesia diperkirakan kurang lebih 4,2 juta, berarti jika menggunakan standar ideal 36 orangrombel, maka dibutuhkan 117.000 rombel atau 9.700 lembaga SLB dengan jumlah 12 rombelsekolah. Berarti menjadi PR pemerintah untuk pemenuhan LPK untuk seluruh hak pendidikan ABK maka harus disediakan 7.738 lembaga SLB lagi. Hal ini tentunya membutuhkan anggaran biaya yang cukup besar dalam pendirian satuan pendidikan. Perlu menjadi perhatian bagi pemerintah tentang pendidikan inklusi yaitu membaurkan ABK dengan anak lain tanpa diskriminasi, seperti tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 11 ayat 1 adalah Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi. Sebaiknya pemerintah lakukan dalam keterbatasan SLB dan cara menjalankan undang-undang tersebut yaitu memberdayakan terlebih dahulu peran SLB sebagai calon pendamping sekolah inklusi 4 pada sekolah umum melalui pendidikan inklusi. Pendidikan ini dilakukan karena jumlah sekolah di Indonesia bisa memfasilitasi semua ABK yang diperkirakan 4,2 juta jiwa tersebut. Jumlah lembaga pendidikan yaitu TK : 74.982 lembaga, SD : 148. 272 lembaga, MI : 23.678 lembaga, SMP : 35.488 lembaga, MTs : 16.283, SMA : 12.409 lembaga, MA : 96.704 lembaga, dan SMK : 11.726 lembaga Sumber: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sampai tahun 2014, dikutip dan dipublikasikan oleh Statistik Indonesia tahun 2016. Berdasarkan uraian diatas jelas bahwa besarnya lembaga pendidikan secara keseluruhan sebanyak 322.838 lembaga, hal ini perlu dioptimalkan jika ada sebuah sistem jaringan yang dibangun oleh pemerintah. Dalam hal ini penulis menawarkan sistem jaringan pengimbas – terimbas dengan mengadopsi cara multi level marketing sebagai solusi pendidikan inklusi secara masif. Menurut Kamus Bahasa Online pengimbas berarti perolehan sesuatu sebagai akibat pengaruh sesuatu yang lain, maka yang menjadi sekolah pengimbas diperoleh dari pembinaan pihak yang dilatih pemerintah. Dari definisi akan sistem jaringan pengimbas – terimbas maka ada 4 tahap kerja yang harus dilakukan dalam mengoptimalkan pendidikan inklusi tersebut yaitu tahap pelatihan trainer, tahap pembinaan contruction, tahap pengembangan expantion dan tahap peleburan smelter. 1. Tahap pelatihan trainer Tahap pelatihan merupakan langkah awal dalam proses sistem jaringan pengimbas – terimbas. Tahap pelatihan ini dikhususkan untuk Kepala SLB yang disiapkan sebagai Pendamping Sekolah Inklusi. Materi yang diajarkan dalam tahap 5 pelatihan ini terutama pada merubah struktur organisasi disekolah restruktusisasi organisasi yaitu penambahan LPK pada bidang kurikulum. Materi tentang penyusunan proposal bantuan sekolah inklusi yaitu sarana belajar ABK juga tidak kalah pentingnya diajarkan, hal ini agar bantuan bisa tepat sasaran. Contoh bantuan buku atau panduan huruf braile untuk mendampingi ABK yang tunanetra, bantuan buku atau panduan bahasa isyarat untuk ABK yang tunarungu dan seterusnya. Selebihnya materi tentang pendidikan inklusi, pengenalan ABK, Kebijakan Ditjen dan lain-lain juga diberikan tergantung dari kebutuhan dan waktu pelaksanaan. STRUKTUR ORGANISASI SEKOLAH INKLUSI Gambar 1. Contoh struktur organisasi sekolah inklusi Kepala Sekolah Komite Kepala TU PGRI Kopri Tim Website Koordinator Laboratorium Kepala Perpustakaan Petugas Kebersihan Tim Pengembang Kurikulum Koordinator Mata Pelajaran Koordinator Layanan Pendidikan Khusus LPK Pembina OSIS Pembina Ektra Kurikuler Pembina Tata Tertib Waka Kurikulum Waka Kesiswaan Waka Sapras Waka Humas Guru 6 2. Tahap pembinaan contruction Tahap pembinaan dilakukan dengan 3 cara yaitu pemetaan sekolah inklusi pengimbas, pendidikan dan latihan diklat dan kunjungan sekolah inklusi pengimbas. Pemetaan sekolah inklusi pengimbas dipilih disetiap kecamatan, tentunya harus memperhatikan letak geografis, ketersediaan sarana dan prasana dan sumber daya manusianya. Kemudian sekolah inklusi pengimbas ini diberikan pembinaan melalui Diklat tentang Layanan Pendidikan Khusus di Sekolah Inklusi dikhususkan bagi wakasek kurikulum. Tujuan diklat diharapkan semua wakasek kurikulum mampu merumuskan kebutuhan pendidikan inklusi di lembaga sekolahnya masing-masing. Selanjutnya materi tentang guru pendamping khusus GPK sangat penting diajarkan dalam diklat, karena GPK memiliki tugas yaitu : 1. mendampingi menerjemahkan dalam proses pembelajaran, 2. menyusun instrumen asesmen pendidikan khusus, 3. memberikan bimbingan secara berkesinambungan untuk anak berkebutuhan khusus, 4. memberikan konsultasi kepada orang tua yang memiliki siswa yang berkebutuhan khusus. Implementasi kehadiran GPK sangat penting dilaksanakan karena bisa membantu ABK dalam menerima pelajaran dari guru di kelas. Selain itu, hadirnya GPK sangat membantu dalam kegiatan belajar mengajar guru dan siswa lain dikelas tanpa terhambat dengan hadirnya ABK. 7 Cara terakhir dalam tahapan ini yaitu kunjungan ke sekolah pengimbas oleh pendamping sekolah inklusi. Tujuan kunjungan ini yaitu untuk membimbing konseling dalam proses pembentukkan LPK, seperti kurikulum berbasis LPK, program kerja sekolah inklusi pengimbas dan pembimbingan GPK. Pembinaan sekolah pengimbas tentunya melihat jumlah GPK yang disiapkan yang disesuaikan dengan jumlah kelas untuk ABK, misal SD Negeri 1 Sembawa sebagai sekolah pengimbas memiliki 3 ruang di kelas I, yaitu: 1 Kelas I.A pelayanan untuk ABK tunanetra dan tunarungu; GPK tunanetra yaitu Adenarisuji, S.Pd. dan GPK tunarungu Mia Trianza, S.Pd. 2 Kelas I.B pelayanan untuk ABK tunagrahita dan tunadaksa; GPK tunagrahita yaitu Dwi Maharani, S.Pd. SD dan GPK tunadaksa Ayu Andira, S.Pd. 3 Kelas I.C pelayanan untuk ABK tunalaras dan cacat ganda; GPK tunalaras yaitu Harun Al Rasyid, S.Pd. SD dan GPK cacat ganda Emilda Sriwahyuningsih, S.Pd. 3. Tahap pengembangan expantion Tahap pengembangan dilakukan setelah sekolah pengimbas sudah melaksanakan pendidikan inklusi secara baik. Tugas sekolah pengimbas menjadi contoh bagi sekolah terimbas sebagai pengembangan pendidikan inklusi secara masif. Perlu diperhatikan sekolah terimbas tidak harus memiliki LPK secara keseluruhan tetapi dua atau tiga LPK sudah cukup, misal SD Negeri 1 Sembawa ini memiliki sekolah terimbas yaitu SD Negeri 2 dengan LPK tunanetra dan tunarungu, SD Negeri 3 dengan LPK tunalaras dan downsindrom, SD Negeri 4 dengan LPK tunagrahita dan tuna daksa. 8 Cara yang dilakukan dalam tahap pengembangan ini sama seperti dalam tahap pembinaan, akan tetapi yang perlu menjadi penekanan dalam tahap pengembangan yaitu kunjungan ke sekolah pengimbas jauh lebih banyak diberikan langsung praktek. Tujuan kegiatan ini agar sekolah terimbas bisa langsung mencontoh cara pelaksanaan LPK dalam pendidikan inklusi disekolah. 4. Tahap peleburan smelter Tahap ini hanya bisa dilakukan oleh kebijakan pemerintah dan pemerintah daerah dalam mengubah SLB menjadi sekolah umum yaitu, TKPAUD, SD atau SMP atau SMA inklusi percontohan. Jika ini tidak dilakukan maka pelaksanaan jaringan ini kurang sempurna dikarenakan pandangan masyarakat jika ABK hanya bisa menuntut di SLB saja. Untuk itu yang perlu menjadi perhatian pemerintah sebelum melebur SLB menjadi sekolah umum yaitu: 1. Sekolah pengimbas dan terimbas menjalankan LPK dengan baik; 2. Keberadaan sekolah-sekolah inklusi sudah tersosialisasi di masyarakat secara luas; 3. Kesiapan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan di SLB untuk menjalankan kurikulum sekolah umum. 9 SISTEM JARINGAN PENGIMBAS – TERIMBAS DALAM MENGOPTIMALKAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI Gambar 2. Contoh alur sekolah pengimbas-terimbas dalam pendidikan inklusi TK Negeri 1 Sembawa Keterangan : LPK : Layanan Pendidikan Khusus DS : Down Sindrom Mencontoh Membina SD N 2 Mariana  LPK Tunanetra  LPK Tunarungu SD N 3 Mariana  LPK Tunalaras  LPK DS SD N 4 Mariana  LPK Tunagrahita  LPK Tunadaksa TK N 3 Sembawa  LPK Tunalaras  LPK DS TK N 2 Sembawa  LPK Tunanetra  LPK Tunarungu TK N 4 Sembawa  LPK Tunagrahita  LPK Tunadaksa Kepala SLB SD N 1: Mariana SMP N 2 Sungsang  LPK Tunanetra  LPK Tunarungu SMP N 3 Sungsang  LPK Tunalaras  LPK DS SMP N 4 Sungsang  LPK Tunagrahita  LPK Tunadaksa SMP N 1: Sungsang Pemerintah SLB menjadi TKPAUDSDSMPSMA SMK Inklusi Percontohan Melatih Merubah 1 Tahap Trainer 2 Tahap Construction 3 Tahap Expantion 4 Tahap Smelter SMA N 2 BA III  LPK Tunanetra  LPK Tunarungu SMA N 3 BA III  LPK Tunalaras  LPK DS SMA N 4 BA III  LPK Tunagrahita  LPK Tunadaksa SMA N 1: BA III Sekolah Pengimbas Sekolah Terimbas Berjalan Baik 10

IV. KESIMPULAN DAN HARAPAN PENULIS