Metode DPPH Metode asam tiobutirat TBA

28 Uji Triterpenoid dan Steroid. Sebanyak 0.1 gram ekstrak ditambah 2 mL etanol 30 lalu dipanaskan dan disaring. Filtratnya diuapkan kemudian ditambah eter 1:1. Lapisan eter ditambah pareaksi Lieberman Burchard 3 tetes asam asetat anhidrida dan 1 tetes H 2 SO 4 pekat. Warna merah dan warna hijau menunjukkan adanya triterpenoid dan warna hijau menunjukkan adanya steroid. Uji toksisitas ekstrak terhadap A. salina Leach Mc Laughlin et al, 1998 Penetasan kista A. salina Leach. Kista A. salina Leach ditimbang sebanyak 20 mg kemudian dimasukkan ke dalam wadah khusus yang berisi air laut yang sudah disaring, setelah diaerasi kista dibiarkan selama 48 jam dibawah pencahayaan lampu agar menetas sempurna. Larva yang sudah menetas diambil untuk digunakan dalam uji toksisitas. Uji toksisitas terhadap A. salina Leach. Sebanyak 10 ekor larva A. Salina Leach yang sehat berdasarkan motilitas dan kemampuan larva mencari cahaya dimasukkan ke dalam vial uji yang berisi air laut. Tambahkan larutan ekstrak etanol KBLB dan KBLK pada masing-masing vial uji dengan konsenterasi larutan uji terdiri atas 10, 100, 500 dan 1000 ppm sedangkan untuk kontrol tidak ditambahkan larutan ekstrak. Masing-masing dibuat tiga ulangan. Pengamatan dilakukan setelah 24 jam dengan menghitung jumlah larva yang mati dari total larva yang dimasukkan dalam vial uji. Penghitungan memakai bantuan kaca pembesar. Pengolahan data persen mortalitas kumulatif digunakan analisis probit LC 50 dengan selang kepercayaan 95 pada program Minitab 14. Uji aktivitas antioksidasi Pengujian aktivitas antioksidasi dilakukan dengan 2 cara, yaitu metode DPPH dan metode asam tiobutirat TBA.

1. Metode DPPH

Ekstrak etanol sampel dibuat dalam berbagai konsentrasi 10, 50, 100, 200 dan 250 ppm. Masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Ke dalam tiap tabung reaksi ditambahkan 500 µl larutan DPPH 1mM dalam metanol. Volume dihimpitkan sampai 5,0 ml, kemudian diinkubasi pada suhu 37 o C selama 30 menit, selanjutnya serapannya diukur pada panjang gelombang 515 nm. 29 Sebagai kontrol positif digunakan BHT dengan konsenterasi disesuaikan. Nilai IC 50 dihitung masing-masing dengan menggunakan rumus persamaan regresi. [ Absorbansi kontrol – Absrobansi sampel ] inhibisi = x 100 [ Absrobansi kontrol ]

2. Metode asam tiobutirat TBA

Ekstrak etanol sampel dibuat dalam konsenterasi 50, 100, 200 dan 500 ppm. Masing-masing sampel diambil sebanyak 1 mL lalu dilarutkan dalam 2 mL buffer fosfat 0,1 M pH 7,0 dan 2 mL asam linolenat 50 mM dalam etanol 98,8. Larutan kontrol positif kontrol antioksidan digunakan 1 mL α-tokoferol, 2 mL buffer fosfat 0,1 M pH 7,0 dan 2 mL asam linolenat 50 mM dalam etanol 99,8. Larutan kontrol negatif terdiri atas 1 mL air bebas ion, 2 mL buffer fosfat 0,1 M pH 7,0 dan 2 mL asam linolenat 50 mM dalam etanol 98.8. Semua campuran diletakkan dalam botol gelap berulir berpenutup dan diinkubasi pada suhu 40 C. Satu hari setelah waktu inkubasi maksimum dari metode Ferric Thiocyanate FTC dilakukan pengukuran Thiobarbituric Acid Reactive Substances TBARS melalui metode TBA Kikuzaki Nakatani, 1993 dengan mengambil sebanyak 1 mL setiap larutan uji. Kemudian ditambahkan 2 mL larutan TCA 20 dan 2 mL larutan TBA 1 dalam asam asetat 50. Campuran reaksi dikocok dan diletakkan pada penanggas air 100 C selama 10 menit. Setelah dingin larutan disentrifuse dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. Kemudian absorbansinya diukur pada panjang gelombang 532 nm dengan 3 kali ulangan. Pembuatan kurva standar menggunakan larutan 1,1,3,3- tetrametoksipropana TMP dengan konsenterasi 0.15, 0.30, 0.60, 0.75. 1.50, dan 3.0 µM. Tiap larutan dari berbagai konsenterasi tersebut masing-masing dipipet 1 mL dan ditambah 2 mL larutan TCA 20 dan 2 mL larutan TBA 1 dalam pelarut asam asetat 50. Campuran reaksi dikocok dan diletakkan pada penanggas air 100 C selama 10 menit. Setelah dingin, larutan disentrufuse dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. Kemudian absrobansinya diukur pada panjang gelombang 532 nm dengan dua kali ulangan. 30 Uji aktivitas antikanker Uji aktivitas antikanker in vitro pada sel murine leukimia P388 menggunakan metode yang dikembangkan oleh Tokyo University of Pharmacy Life Science Hachioji Japan dan ITB. Sel P388 dibiakkan dalam media RPMI 1640 lampiran 10 dilengkapi dengan 5 FBS Fetal Bovin Serum dan kanamisin 100 µgml. Sel 3 x 10 3 sel per sumur di kultur dalam mikroplate berisi 100 µL media pertumbuhan per sumur dan diinkubasikan pada suhu 37 C selama 24 jam dalam kelembaban air 95 dan atmosfir 5 CO 2 . Kultur sel yang digunakan untuk uji aktivitas antikanker memiliki viabilitas ± 95. Ekstrak uji sebanyak 10µL dengan berbagai konsenterasi ditambahkan ke dalam kultur sel sehari setelah transplantasi. Pada hari ketiga ditambahkan 20 µL larutan pewarna 3-4,5-dimetil thiazol-2-il-2,5-difenil tetrazolium bromida sebanyak 5 mgml per sumur. Setelah 4 jam inkubasi ditambahkan 100 µL larutan 10 SDS-0,01N HCl ke dalam tiap sumur. Selanjutnya ditambahkan kristal formazan dalam tiap sumur, larutkan dengan pengadukan menggunakan mikropipet. Pengukuran optikal densiti dilakukan menggunakan microplate reader pada dua daerah panjang gelombang 550 dan 700 nm. Semua tahapan dilakukan triplo. Analisis Data Data hasil penelitian dianalisis : 1. Toksisitas ekstrak metode BSLT. Nilai LC 50 adalah konsenterasi ppm yang diperlukan untuk membunuh 50 larva udang Artemia salina Leach. Nilai LC 50 ditentukan dengan Analisis Probit menggunakan Minitib 14. 2. Aktivitas antioksidan. Nilai IC 50 adalah konsenterasi ekstrak yang diperlukan melakukan peredaman scavenging radikal bebas terhadap radikal DPPH sebesar 50. Data dianalisis dengan persamaan regresi linear. Persen daya hambat oksidasi asam linoleat didapat dari rata-rata MDA linoleat yang terbentuk dibagi dengan rata-rata MDA tiap perlakuan yang terbentuk dikalikan 100. 31 3. Aktivitas antikanker. Nilai IC 50 adalah konsenterasi ekstrak yang diperlukan untuk penghambatan pertumbuhan sel kanker murine leukimia P388 sebesar 50 . Data dianalisis dengan persamaan regresi linear. HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi Ekstraksi bahan tumbuhan adalah tahap yang sangat penting dalam memperoleh metabolit sekunder tumbuhan untuk dimanfaatkan sebagai obat. Ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi yaitu merendam simplisia tumbuhan pada suhu kamar selama 24 jam. Faktor yang paling penting mempengaruhi hasil ekstraksi yaitu pelarut, waktu dan suhu dalam melakukan ekstraksi Yang et al. 2007. Terdapat banyak metode dalam mengeksrak bahan tumbuhan diantaranya adalah metode perkolasi, sokletasi dan destilasi uap. Metode perkolasi hanya baik digunakan pada senyawa organik yang mudah larut sedangkan sokletasi dan destilasi uap hanya baik pada senyawa yang tahan panas Faraouq, 2003; Lenny, 2006. Oleh karena itu metode maserasi dipilih agar isolasi senyawa metabolit sekunder dari ekstrak kulit batang langsat maksimal. Tabel 3 Rendemen ekstrak Kulit Batang Langsat Basah KBLB dan Kulit Batang Langat Kering KBLK Simplisia Pelarut Rendemen KBLK Etanol 70 5,92 Kloroform:Air 4,36 KBLB Etanol 70 3,67 Kloroform:Air 2,16 Dari hasil ekstraksi diperoleh ekstrak etanol berwarna cokelat kehitaman dan ekstrak kloform:air 1:1 bewarna hijau muda. Semua ekstrak beraroma khas kulit langsat. Rendemen adalah persentasi antara ekstrak yang diperoleh terhadap jumlah simplisia yang diekstraksi Depkes, 1987. KBLK dimaserasi dengan etanol 70 1:5 selama 24 jam menghasilkan rendemen 5,92. Residu KBLK EtOH dimaserasi lagi dengan pelarut kloroform:air menghasilkan rendemen 4,36. Dengan cara yang sama dilakukan pada KBLB EtOH. KBLB EtOH menghasilkan rendemen sebesar 3,67. Residu KBLB dimaserasi dengan kloroform:air menghasilkan rendemen sebesar 2,16 tabel 3. Trusheva et al. 2007 melakukan ekstraksi pada propolis menggunakan pelarut etanol dengan membandingkan beberapa metode ekstraksi yaitu maserasi, UE Ultrasound Extraction dan MAE Microwave Assisted Extraction ternyata metode maserasi menghasilkan persen rendemen total 55,58 lebih besar dibandingkan metode UE dan MAE dengan masing-masing rendemen yang diperoleh 41 dan 53. Hal ini menguatkan bahwa ekstraksi dengan pelarut etanol menggunakan metode maserasi menghasilkan persen rendemen yang lebih besar dibandingkan dengan metode ekstraksi lain. Oleh karena ekstrak etanol KBLK dan KBLB yang memiliki persen rendemen tertinggi maka kedua ekstrak tersebut dilanjutkan dalam bioassay aktivitas antioksidasi dan antikanker. Menurut Faraouq 2003 ekstraksi simplisia tumbuhan untuk tujuan obat herbal terbaik digunakan pelarut etanol. Etanol dapat bercampur dengan air dalam berbagai perbandingan dan mudah dalam penguapan residu yang ada dalam ekstrak. Pelarut metanol, etilasetat atau heksana tidak diperbolehkan karena residu toksik yang dihasilkan. Selanjutnya ampas ekstrak etanol 70 dilanjutkan dengan ekstraksi dan maserasi dengan kloroform:air yang bersifat semi polar. Diharapkan metabolit sekunder yang belum tertarik oleh pelarut etanol dapat ditarik oleh pelarut ini. Secara empiris kulit batang langsat basah yang digunakan masyarakat Dimembe Kecamatan Minahasa Utara sebagai bahan obat direbus dengan air dan diambil sarinya. Analisis Fitokimia Analisis fitokimia adalah satu cara mengetahui kandungan metabolit sekunder pada suatu sampel tumbuhan. Dalam penelitian ini analisis fitokimia menggunakan prosedur Harborne 1996. Senyawa-senyawa yang dianalisis meliputi alkaloid, saponin, flavonoid, tanin, steroid dan triterpenoid. Tabel 4 Hasil Analisis Fitokimia Kulit batang langsat basah KBLB dan Kulit Langat Batang Kering KBLK Golongan Senyawa Hasil uji KBLK EtOH KBLK ka KBLB EtOH KBLB ka Alkaloid + + + - Flavonoid + - + ++ Saponin + - ++ +++ Tanin + - + + Triterpenoid + - - - Steroid - - - - Keterangan : tanda + menunjukkan tingkat intensitas warna. EtOH etanol dan ka kloform : air. Ekstrak KBLK EtOH mengandung hampir seluruh golongan senyawa fitokimia yang diidentifikasi kecuali steroid. Pada KBLB tidak mengandung golongan senyawa triterpenoid dan steroid akan tetapi memiliki kandungan saponin dengan intensitas yang lebih tinggi. KBLK kloroform:air hanya teridentifikasi mengandung alkaloid berbeda dengan KBLB yang justru tidak mengandung golongan senyawa alkaloid tetapi mengandung senyawa fenolik yaitu flavonoid, saponin dan tanin dengan intensitas yang tinggi. Hal ini disebabkan KBLB ketika diekstraksi dengan etanol masih memiliki kadar air yang tinggi, pada saat ampasnya diekstraksi dengan kloform:air yang bersifat semi polar golongan senyawa yang belum tertarik pada pelarut etanol tertarik dengan baik pada pelarut kloroform:air. Triterpenoid dan steroid hanya terbentuk sedikit endapan ketika diberikan pareaksi Wagner. Triterpenoid dan steroid adalah metabolit sekunder derivat lipid yang bersifat nonpolar sehingga membutuhkan pelarut nonpolar untuk dapat mengekstraksinya dengan baik. Ekstraksi kulit batang langsat baik kering kadar air 10 maupun basah dengan etanol menarik hampir semua golongan metabolit sekunder yaitu alkaloid, flavonoid, tanin, saponin dan triterpenoid. Hal ini dikarenakan etanol adalah pelarut yang memiliki dua gugus yang berbeda kepolarannya yaitu gugus hidroksil yang bersifat polar dan gugus alkil yang bersifat nonpolar. Adanya gugus ini sehingga senyawa-senyawa dengan tingkat kepolaran yang berbeda akan terekstrak dalam etanol. Dari hasil analisis fitokimia ini maka KBLK EtOH dan KBLB EtOH yang dilanjutkan dengan uji bioassay antikanker dan antioksidasi. Aktivitas Toksisitas Metode BSLT BSLT adalah metode skrining farmakologi awal yang relatif murah dan telah teruji hasilnya dengan tingkat kepercayaan 95. Penggunaan larva udang A. salina Leach. dalam bioassay toksisitas ekstrak kasar tanaman memenuhi validitas karena individu yang digunakan memenuhi syarat untuk analisis statistik. BSLT telah digunakan sebagai bioassay pendahuluan dalam rangka menilai toksisitas ekstrak fungi, tumbuhan, logam berat, substansi toksin dari sianobakteria dan pestisida Carballo et al. 2002. Sekitar 300 bioaktif antitumor baru dari tumbuhan awalnya diskrining dengan metode BSLT Mc Laughlin et al. 1998. Tabel 5 Nilai LC 50 Ekstrak Etanol KBLK dan KBLB Simplisia LC 50 ppm KBLK 93,48 KBLB 100,37 Larva udang memiliki kulit yang tipis dan peka terhadap lingkungannya. Zat atau senyawa asing yang ada di lingkungannya akan terserap ke dalam tubuh dengan cara difusi dan langsung mempengaruhi kehidupan larva. Larva udang yang sensitif ini akan mati apabila zat atau senyawa asing dalam larutan bersifat toksik. Gambar 8 Histogram mortalitas A. salina Leach pada berbagai konsenterasi ekstrak KBLK EtOH dan KBLB EtOH masing-masing memiliki LC 50 93.48 ppm dan 100.37 ppm tabel 5 . Beberapa penelitian tentang uji toksisitas awal dengan BSLT dalam rangka penemuan obat antikanker antara lain ekstrak metanol dan ekstrak eter Marchantia cf. planiloba Steph. memiliki nilai LC 50 masing-masing 247.10 ppm dan 453,16 ppm Sukardiman, 2004. Ekstrak metanol Fagonia cretica L. menunjukkan nilai LC 50 118.89 ppm pada uji BSLT Hussain, 2006. Mc Laughlin et al. 1998 menyatakan adanya korelasi positif antara LC 50 uji BSLT dengan uji sitotoksik 9KB karsinoma nasofaring manusia. Harga ED 50 9KB sama dengan sepersepuluh LC 50 BSLT. Suatu ekstrak bahan alam berpotensi antikanker dengan uji BSLT apabila nilai LC 50 1000 ppm Carballo et al. 2002. Dibandingkan dengan beberapa hasil penelitian tersebut ekstrak etanol kulit batang langsat L. domesticum L. memiliki toksisitas LC 50 yang kuat terhadap A. Salina Leach. Dengan nilai LC 50 150 ppm menunjukkan dalam konsenterasi yang kecil telah menyebabkan toksisitas pada larva artemia sehingga berpotensi sitotoksik pada sel kanker. Senyawa alkaloid, flavonoid, saponin dan tanin yang terkandung dalam ekstrak berperan dalam toksisitas pada larva A. salina Leach. Aktivitas Antioksidasi Metode DPPH Dari larutan induk ekstrak 800 ppm dibuat konsenterasi uji 10, 50, 100, 200 dan 250 ppm masing-masing 25 mL. Sebanyak 0.0197 g DPPH dilarutkan dalam 50 mL metanol. BHT digunakan sebagai kontrol positif dalam konsenterasi sama dengan konsenterasi larutan uji. Nilai IC 50 KBLK EtOH mencapai setengah dari nilai IC 50 BHT tabel 6. BHT digunakan dalam industri bahan pangan sebagai antioksidan. Dengan kata lain kedua jenis ekstrak tersebut memiliki kemampuan mendekati 2 kali dari peredaman radikal DPPH dibandingkan dengan BHT. Tabel 6 Nilai IC 50 Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metode DPPH dibandingkan dengan kontrol BHT Simplisia IC 50 ppm BHT kontrol 398,45 KBLK 174,19 KBLB 205,38 Dari hasil percobaan diperoleh persen inhibisi pada berbagai konsenterasi uji. KBLB EtOH dan KBLK EtOH konsenterasi 250 ppm mampu memberikan nilai inhibisi 57,72 dan 55,78. Dibandingkan dengan persen inhibisi dari BHT sebagai kontrol pada konsenterasi yang sama sebesar 43,38. Dengan demikian ekstrak etanol KBLK EtOH dan KBLB EtOH lebih baik dalam meredam radikal bebas DPPH. Tabel 7 Aktivitas inhibisi ekstrak terhadap radikal DPPH Simplisia Konsenterasi ppm 10 50 100 200 250 KBLK EtOH 11,29 32,47 44,68 47,55 57,72 KBLB EtOH 11,47 32,56 37,28 48,38 55,78 BHT 7,68 17,48 38,67 42,65 43,39 Untuk mengetahui aktivitas antioksidan suatu ekstrak tumbuhan, metode DPPH adalah metode yang mudah, cepat dan sensitif. Reaksi peredaman scavenging antara radikal DPPH dan antioksidan RH dapat ditulis sebagai berikut : Gambar 9 Reaksi antara DPPH dan antioksidan Antioksidan bereaksi dengan DPPH, yang menstabilkan radikal bebas dan mereduksi DPPH dan sebagai konsekuensinya penyerapan radikal DPPH menurun ke bentuk DPPH-H. Derajat diskolorisasi menunjukkan potensi peredaman radikal bebas dari substansi antioksidan atau ekstrak dengan memberikan hidrogen. DPPH yang bereaksi dengan antioksidan akan mengalami perubahan warna dari jingga ke kuning, intensitas warna tergantung kemampuan dari antioksidan Benabadji et al. 2004. Dalam penelitian ini KBLK EtOH menunjukkan aktivitas peredaman radikal DPPH terbaik dengan nilai IC 50 sebesar 174,19 µgml diikuti oleh KBLB EtOH IC 50 sebesar 205,38 µgml. Jika dibandingkan dengan BHT yang adalah antioksidan sintetik kimia dengan nilai IC 50 sebesar 398,44 µgml maka ekstrak etanol memiliki kemampuan scavenging radikal DPPH yang lebih kuat. Adanya kandungan metabolit sekunder kelompok polifenol yaitu flavonoid, saponin dan tanin baik pada KBLB EtOH maupun KBLK EtOH berpotensi antioksidasi. Hanani et al. 2005 melaporkan bahwa alkaloid pada ekstrak metanol dari Callyspongia sp. memiliki aktivitas peredaman radikal DPPH IC 50 41,21 ppm yang berarti memiliki aktivitas antioksidan. Aqil et al. 2006 melaporkan bahwa alkaloid, flavonoid dan tanin dari beberapa tanaman obat di India menunjukkan aktivitas antioksidasi baik dengan metode DPPH maupun dengan metode TBA. Polifenol memiliki struktur kimia yang sangat baik dalam aktivitas scavenging radikal dan menunjukkan aktivitas antioksidasi yang lebih efektif secara in vitro dibandingkan dengan α-tokoferol dan asam askorbat. Aktivitas antioksidasi dari polifenol ini ditandai dengan aktivitas reaktif yang tinggi sebagai donor hidrogen atau elektron dan kemampuan dari turunan radikal polifenol untuk menstabilkan dan memindahkan elektron yang tidak berpasangan fungsi pemutusan rantai juga kemampuan untuk mengkhelat transisi logam. Mekanisme lain dari aktivitas antioksidasi substansi fenolik adalah kemampuan dari flavonoid untuk mencegah peroksidasi dengan memodifikasi pengemasan lipid dan penurunan fluiditas membran. Perubahan ini dapat menghambat difusi radikal bebas dan memutuskan reaksi peroksidasi. Penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa substansi fenolik terlibat dalam scavenging hidrogen peroksida di dalam sel tumbuhan Blokhina, et al. 2003. Flavonoid telah dikenal sebagai obat antihepatotoksik, antiinflamasi, antialergi, antiosteoporosis dan antikanker. Pengaruh flavonoid ini berhubungan dengan interaksinya dengan banyak enzim dalam tubuh dan aktivitas antioksidasinya yaitu kemampuan untuk menangkap radikal bebas, mengkhelat ion logam dan pengaruh sinergisnya dengan antioksidan lain Silva et al. 2002. Fungsi antioksidan flavonoid sebagai scavenger radikal bebas dengan memberikan atom hidrogen pada radikal. Banyak penelitian telah membuktikan aktivitas antioksidan dari flavonoid. Aktivitas antioksidan dari flavonoid berhubungan dengan struktur flavonoid. Secara umum, aktivitas scavenging radikal flavonoid tergantung pada struktur molekuler dan bentuk substitusi dari gugus hidroksil misalnya kemampuan hidrogen fenolik dan kemungkinan stabilisasi oleh radikal fenoksil melalui ikatan hidrogen atau delokalisasi elektron. Aktivitas struktur structur-activity relationship SAR dari flavonoid penting diketahui yaitu jumlah dan lokasi gugus fenolik OH yang berperan dalam menetralkan radikal bebas. Struktur yang memungkinkan aktivitas scavenging radikal dari flavonoid adalah adanya 3,4-dihidroksil misalnya 0-dihidroksil struktur katekhol pada cincin B, berperan sebagai donor elektron dan menjadi target radikal. Struktur 3-OH dari cincin C juga menguntungkan untuk aktivitas antioksidan flavonoid. Konjugasi ikatan rangkap pada C2-C3 dengan gugus 4- keto, berperan untuk delokalisasi elektron dari cincin B, meningkatkan kapasitas scavenging radikal. Juga adanya gugus 3-OH dan 5-OH dalam kombinasi dengan fungsi 4-karbonil dan ikatan rangkap C2-C3 menaikkan aktivitas scavenging radikal. Dengan tidak adanya struktur o-dihidroksi pada cincin B, subtituen hidroksil pada katekol pada cincin A dapat dikompensasi dan menaikkan kemampuan aktivitas antiradikal dari flavonoid gambar 10 Amic et al. 2002. Gambar 10 Struktur Flavonoid dengan aktivitas antiradikal yang tinggi. Gambar yang dibundari memiliki aktivitas antiradikal bebas Gambar 11 Reaksi Scavenging DPPH radikal bebas oleh flavonoid. Dalam tubuh manusia, radikal bebas adalah produk reaksi biologis atau juga dapat disebabkan faktor dari luar tubuh. Radikal bebas dalam tubuh dapat menyebabkan gejala patogenitas dalam jaringan. Beberapa penyakit yang disebabkan oleh banyaknya radikal bebas dalam tubuh adalah neurodegeneratif, kanker dan aterosklerosis. Sebenarnya manusia memiliki mekanisme peredaman radikal bebas enzimatis dalam tubuh, akan tetapi banyaknya radikal bebas yang masuk dalam tubuh dan radikal bebas hasil autooksidasi menyebabkan mekanisme antioksidasi dalam tubuh tidak dapat mengimbangi jumlah radikal bebas. Untuk itulah dibutuhkan antioksidasi nonenzimatis yang dapat berasal dari bahan tumbuhan. Antioksidasi dari luar tubuh yang berasal dari bahan makanan atau ekstrak tumbuhan yang mengandung komponen flavonoid dan fenolik sangat berpotensi sebagai antioksidasi alami dalam menstabilkan kelebihan radikal bebas dalam tubuh Pourmorad et al. 2006. Hasil penelitian ini memperkuat beberapa laporan penelitian aktivitas antioksidan senyawa polifenol dari ekstrak tumbuhan antara lain aktivitas peredaman radikal DPPH dari fraksi metanol batang Fagraea ceilanica EC 50 = 48,89 lebih baik dibandingkan fraksi metanol akar dan daun Hafid, 2003. Fenolik dari ekstrak M. crystallinum dapat menghambat radikal DPPH sebesar 98 Bouftira et al. 2007. Tanin katekin yang berperan dalam aktivitas antioksidasi dari Oolong tea Su et al. 2007. Isolat flavonol glukosida yaitu iso- kuartin dan hiperin dari ekstrak etanol daun Cryptocarya ashersoniana menunjukkan aktivitas scavenging radikal DPPH dengan IC 50 34.4 µM dan 32.7 µM Ricardo et al. 2004. Adanya senyawa golongan polifenol terutama flavonoid pada ekstrak etanol KBLK dan KBLB yang menyebabkan aktivitas antioksidasi terhadap radikal DPPH. Mekanisme antioksidasi terhadap radikal DPPH dengan memberikan elektron pada radikal DPPH sehingga menjadi molekul yang lebih stabil. Aktivitas Antioksidasi Metode TBA Oksidasi asam linoleat dengan metode FTC bertujuan untuk menentukan waktu inkubasi maksimum konsenterasi malondiadelhida MDA. Dalam penelitian ini asam linoleat ditempatkan pada botol gelap berulir berpenutup kemudian diinkubasi selama 7 hari pada inkubator bersuhu 40 C; dimana analisis hidroperoksida yang terbentuk dilakukan setiap hari sampai tercapai absorbansi maksimum. Selama inkubasi asam linoleat akan dioksidasi oleh udara. Pada tahap awal oksidasi asam linoleat fase lag akan terbentuk hidroperoksida. Selanjutnya diikuti tahap propagasi. Pada tahap ini kadar hidroperoksida akan meningkat hingga mencapai kadar maksimum, ditunjukkan oleh puncak absorbansi maksimum yang terjadi pada hari ke 5 setelah itu hidroperoksida akan mengalami tahap dekomposisi membentuk MDA. Pengukuran konsenterasi MDA Berdasarkan hasil analisis hidroperoksida dengan metode FTC, pengukuran konsenterasi MDA dilakukan pada hari ke-7 dengan harapan semua hidroperoksida yang terbentuk sebagai hasil oksidasi asam linoleat sudah mengalami dekomposisi menjadi MDA. Intensitas warna yang terbentuk pada sampel menunjukkan potensi antioksidasi. Semakin pudar warna merah yang terbentuk berarti semakin baik potensi antioksidasi yang dimiliki Kikuzaki dan Nakatani, 1993. Asam linoleat tanpa penambahan ekstrak kontrol memiliki intensitas warna yang lebih pekat dibandingkan dengan perlakuan ekstrak pada berbagai konsenterasi lampiran 8. Konsenterasi MDA yang tertinggi yaitu 24.60 M dihasilkan oleh asam linoleat tanpa perlakuan ekstrak KBLK dan KBLB. Konsenterasi MDA yang terbentuk pada hari ke 7 tabel 8. Tabel 8 Konsenterasi MDA oksidasi linoleat metode TBA Perlakuan Rata-rata MDA µM Asam linoleat 24,60 α – tokoferol 200 ppm 5,46 KBLK EtOH 50 ppm 14,84 KBLK EtOH 100 ppm 8,02 KBLK EtOH 200 ppm 4,22 KBLK EtOH 500 ppm 5,91 KBLK EtOH 1000 ppm 6,64 KBLB EtOH 50 ppm 6,51 KBLB EtOH 100 ppm 5,09 KBLB EtOH 200 ppm 3,63 KBLB EtOH 500 ppm 5.31 KBLB EtOH 1000 ppm 5,15 Daya hambat oksidasi Pada KBLK konsenterasi yang memiliki daya hambat oksidasi terbaik adalah 200 ppm sebesar 82,83 sedangkan untuk KBLB daya hambat oksidasi terbaik juga pada konsenterasi 200 ppm yaitu 85,22 gambar 12. α-tokoferol atau vitamin E sebagai kontrol positif telah diketahui memiliki aktivitas antioksidan dan digunakan secara umum. Dengan demikian dibandingkan dengan daya hambat kontrol positif α-tokoferol pada konsenterasi 200 ppm yaitu 78,8 maka ekstrak KBLK dan KBLB pada konsenterasi yang sama memiliki aktivitas daya hambat oksidasi asam linoleat yang lebih baik. a b Gambar 12 Daya hambat oksidasi asam linoleat ekstrak. a KBLK EtOH b KBLB EtOH Hasil penelitian ini membuktikan bahwa ekstrak etanol kulit batang langsat baik KBLK maupun KBLB memiliki aktivitas penghambatan pembentukan MDA pada asam linoleat. Khusus pada KBLB konsenterasi 500 ppm dan 1000 ppm juga menunjukkan aktivitas daya hambat oksidasi asam linoleat yang lebih baik dibandingkan dengan α-tokoferol. Aktivitas antioksidasi ini diakibatkan oleh kandungan komponen fenolik seperti flavonoid, saponin dan tanin yang teridentifikasi terdapat pada ekstrak KBLB EtOH dan KBLK EtOH. Salah satu produk peroksidasi lipid adalah MDA. Peroksidasi lipid mudah terjadi pada asam lemak berantai panjang dengan lebih dari satu ikatan rangkap seperti linoleat, linolenat dan arakidonat. Asam-asam lemak tersebut adalah konstituen membran sel yang terikat pada fosfolipid, glikolipid dan kolesterol Murray et al. 2003. Pada sel hewan peroksidasi membran menyebabkan membran kehilangan permiabilitas, menjadi reaktif dan nonfungsional. Peroksidasi lipid dapat menghasilkan oksigen tunggal, hidroperoksida dan epoksida lipid. Aldaheida yang dapat terbentuk pada peroksidasi lipid adalah malondialdehida MDA dan 4-hidroksinonenal 4-HNE. MDA adalah metabolit utama pada asam lemak arakidonat 20:4. Uji MDA TBARS digunakan untuk mengukur peroksidasi yang terjadi pada membran lipid. 4-HNE dihasilkan oleh arakidonat melalui autooksidasi. 4-HNE bereaksi dengan komponen seluler lebih kuat dibandingkan dengan MDA. Oleh karena itu 4-HNE lebih toksik dibandingkan MDA akan tetapi tidak reaktif dengan TBA Best, 2007. Gambar 13 Peroksidasi lipid pada asam lemak tak jenuh rantai panjang Murray et al. 2003 Spesies radikal oksigen menyerang basa nitrogen pada asam nukleat, asam amino pada protein, ikatan rangkap pada asam lemak rantai panjang dimana gugus hidroksil adalah penyerang yang paling kuat. Serangan ROS ini menyebabkan stres oksidatif. Selain peroksidasi lipid, radikal bebas juga dihasilkan oleh sejumlah reaksi seluler yang berasosiasi dengan kerja sistem enzim lipooksigenase, NADPH oksidase dan xantin oksidase. MDA TBA Produk Gambar 14 Reaksi MDA dan TBA Salah satu cara yang digunakan untuk mengetahui terjadinya peroksidasi lipid adalah dengan mengukur produk sekundernya yaitu malondialdehid. MDA adalah molekul berkarbon tiga dengan berat molekul yang rendah yang hasil aktivitas peroksidase pada asam lemak tak jenuh rantai panjang. Analisis MDA dengan metode TBA telah banyak dilakukan dalam mengetahui peroksidasi lipid pada sistem biologis. Prinsipnya adalah dengan mereaksikan MDA dan TBA dalam kondisi asam setelah dipanaskan Tukozkan et al. 2006. MDA berikatan dengan TBA membentuk larutan berwarna merah yang dapat diukur pada panjang gelombang 532 nm Behbahani, et al. 2007. Aktivitas radikal bebas hasil peroksidasi lipid dan sistem enzim oksigenase lain apabila terus menerus menyerang asam lemak membran sel akan menyebabkan banyak kerusakan patologis. Akumulasi kerusakan akibat radikal bebas pada jaringan in vivo antara lain menyebabkan kanker, inflamasi dan aterosklerosis. Banyak penelitian melaporkan bahwa aktivitas antioksidasi enzimatis yang ada dalam tubuh tidak mencukupi untuk menetralkan radikal bebas yang ada dalam tubuh. Daya hambat oksidasi asam linoleat yang ditunjukkan oleh ekstrak etanol KBLK dan KBLB lebih baik dibandingkan dengan α-tokoferol. Kedua ekstrak tersebut mengandung senyawa golongan polifenol. Flavonoid dengan gugus o- hidroksil visinal trihidroksil pada konsenterasi fisiologis dapat menghambat peroksidasi lipid pada sel caco-2 usus dengan menghambat pembentukan MDA Peng Kuo, 2003. Flavonoid yang bersifat lebih hidrofilik berinteraksi dengan bagian kepala yang bersifat polar dari lipid membran melalui ikatan hidrogen. Interaksi ini menyebabkan perlindungan membran bilayer dari serangan dari luar ataupun dari dalam misalnya oksidan Oteiza et al, 2005. Hal ini menguatkan bahwa kandungan fitokimia yang ada pada ekstrak KBLK dan KBLB berpotensi sebagai antioksidasi. Aktivitas daya hambat oksidasi KBLK dan KBLB terbaik pada konsenterasi 200 ppm memperkuat kesimpulan penelitian dari Eridani 2006 yang menyatakan beberapa ekstrak tumbuhan obat yaitu mahkota dewa, daun dewa, sambung nyawa dan temu putih menunjukkan aktivitas menghambat proses oksidasi dengan menekan produksi MDA rata-rata hingga seperlima pada konsenterasi 200 ppm. Gambar 15 Perbandingan Aktivitas Antioksidan Metode DPPH dan TBA Dengan menggunakan dua metode pengujian antioksidasi diharapkan diperoleh perbandingan aktivitas antioksidasi ekstrak KBLK dan KBLB. Aktivitas antioksidasi metode DPPH ekstrak KBLK EtOH dan KBLB EtOH menunjukkan peredaman radikal yang kuat. Nilai IC 50 kedua ekstrak etanol tersebut yang lebih kecil dari kontrol BHT menunjukkan kemampuan meredam radikal bebas DPPH oleh senyawa fitokimia yang terkandung dalam ekstrak yaitu alkaloid, flavonoid, saponin dan tanin sangat kuat. Demikian pula kedua ekstrak tersebut menunjukkan aktivitas penghambatan proses oksidasi dengan menghambat pembentukan MDA gambar 15. Flavonoid, tanin, saponin dan alkaloid dapat menetralkan radikal bebas dengan memberikan elektronnya bagi radikal bebas penginisiasi terjadinya reaksi peroksidasi lipid. Baik dengan metode DPPH maupun metode TBA memiliki aktivitas antioksidasi yang lebih kuat dibandingkan dengan kontrol positif yaitu BHT untuk DPPH dan α-tokoferol untuk TBA. Hal ini membuktikan bahwa kedua ekstrak ini berpotensi antioksidasi dan dapat dikembangkan lebih lanjut sebagai sumber senyawa fitokimia antioksidasi. Aktivitas Antikanker Pada Sel Murine Leukimia P-388 Aktivitas sitotoksik ekstrak kulit batang langsat L. domesticum L. pada berbagai jenis ekstrak diketahui melalui nilai IC 50 yaitu konsenterasi dimana lima puluh persen sel murine leukimia P388 mati atau tidak viabel setelah diberikan perlakuan ekstrak. Ekstrak KBLK EtOH menunjukkan nilai IC 50 12,00 ppm sedangkan ekstrak KBLB EtOH IC 50 15.48 ppm gambar 16. Menurut National Cancer Institute suatu ekstrak kasar tumbuhan memiliki efektivitas sitotoksik dan berpotensi antikanker apabila memiliki nilai IC 50 ≤ 20 ppm. Dengan demikian kedua ekstrak tersebut memiliki aktivitas sitotoksik pada sel murine leukimia P388 yang kuat. Oleh karena itu potensial dikembangkan dalam rangka penelusuran sumber bioaktif baru antikanker dari bahan tumbuhan. Penelitian akhir-akhir ini telah banyak membuktikan bahwa substansi fitokimia dari tumbuhan berperan penting dalam melindungi membran sel melawan kondisi patologis seperti karsinogenesis, aterosklerosis dan mutagenesis. Beberapa penelitian ekstrak tumbuhan yang berpotensi antikanker antara lain dilaporkan oleh Hakim et al. 2003 bahwa Artocarpus champeden mengandung senyawa golongan flavonoid yaitu prenilflavonoid yang menunjukkan aktivitas sitotoksisitas yang kuat IC 50 20 ppm terhadap sel kanker murine leukimia P388. Senyawa UK-3A yang diisolasi dari miselium Streptomyces sp memiliki aktivitas pertumbuhan sel kanker pada sel murine leukimia P388 dengan aktivitas sebesar IC 50 38 ppm. Senyawa 2’4’-dihidroksi-3’,5’,6’-trimetoksi calkon suatu senyawa dari kulit batang Cryptocarya costata memiliki aktivitas sitotoksik yang tinggi terhadap sel murine leukemia P388 dengan IC 50 sebesar 3,65 ppm Usman et al. 2005 Gambar 16 Perbandingan Aktivitas toksisitas ekstrak metode BSLT dan Sitotoksik in vitro pada sel murine leukimia P388. Ekstrak akar, umbi, batang dan daun Tyohonium flagelliforme araceae menunjukkan aktivitas sitotoksik pada sel murine leukimia p388. Ekstrak kloform dan heksan dari akar memiliki nilai IC 50 masing-masing 6.0 ppm dan 15 ppm. Ekstrak heksan batang dan daun menunjukkan aktvitas sitotoksik yang lebih lemah IC 50 65 ppm dibandingkan dengan ekstrak kloroform IC 50 8.0 ppm Choo et al. 2000. Tanshinone I dan Tansinone IIA diterpen yang diisolasi dari Salia miltiorrhiza Bunge. menunjukkan aktivitas sitotoksik pada sel murine leukimia p388 dimana menghambat pertumbuhan sel 56,05 sampai 86.76 pada konsenterasi 25 ppm Mosaddik, 2004. Alkaloid dan lignan yang diisolasi dari Hernandia nymphaeifolia diujikan pada beberapa jenis sel kanker yaitu P388 leukimia, sel epidermoid manusia KB16, sel kanker paru A549, sel kanker usus HT-29 menunjukkan aktivitas sitotoksisitas dengan nilai IC 50 4 µM. Aktivitasnya dengan menghambat sintesis DNA, RNA dan protein sel kanker. Alkaloid dari Polyalthia longifolia Annonaceae, Annona montana, dan Artabotrys uncinatus menunjukkan aktivitas sitotoksik pada sel KB dengan IC 50 8.2 µM Stevigny et al. 2005. Ekstrak etanol KBLK dan KBLB mengandung senyawa fitokimia golongan alkaloid, flavonoid dan saponin. Mekanisme sitotoksik yang kuat dari ekstrak etanol KBLK dan KBLB IC 50 masing-masing 12 dan 15,48 ppm pada sel murine leukimia P388 disebabkan oleh kandungan senyawa fitokimia tersebut. Dari hasil penelitian ini ternyata terdapat hubungan antara aktivitas antioksidasi metode DPPH dan TBA, toksisitas ekstrak dengan metode BSLT, sitotoksik in vitro pada sel kanker murine leukimia P388 dan kandungan fitokimia ekstrak. Ekstrak KBLK EtOH dan KBLB EtOH dengan nilai toksisitas IC 50 pada A. salina Leach terbaik, menunjukkan aktivitas antioksidasi yang kuat baik dengan metode DPPH maupun TBA. Senada dengan hal tersebut uji in vitro antikanker juga menunjukkan nilai IC 50 yang kuat tabel 9. Dengan demikian dapat disimpulkan ekstrak etanol kulit batang langsat L. domesticum L. berpotensi sebagai sumber senyawa fitokimia dalam rangka pengembangan obat bahan alam antioksidasi dan antikanker. Tabel 9 Perbandingan aktivitas antioksidasi, toksisitas, antikanker dan kandungan fitokimia ekstrak etanol kulit batang Langsat. Ekstrak IC 50 BSLT ppm Metode Antioksidasi IC 50 Antikanker sel P388 ppm Fitokimia IC 50 DPPH ppm TBA KBLK EtOH 93.48 174.19 82.83 12.00 A, F, S, T KBLB EtOH 100.37 205.38 85.22 15.48 A, F, S, T Persen daya hambat oksidasi pada konsenterasi 200 ppm mgL A=alkaloid, F=flavonoid, S=saponin, T=tanin Mekanisme Sitotoksik pada Sel kanker dari Flavonoid, Saponin dan Alkaloid Mekanisme antikanker dari senyawa fitokimia golongan flavonoid, saponin dan alkaloid telah banyak dilaporkan. Berikut ini adalah beberapa mekanisme sitotoksik yang paling banyak diterima yang disebabkan oleh senyawa fitokimia tersebut. Tumor necrosis factor-related apoptosis-inducing ligand TRAIL menginduksi apoptosis pada banyak jenis sel tumor melalui interaksi dengan death domain containing receptor , death receptor 5 DR5 yang juga disebut TRAIL-R2. Studi in vitro dan in vivo menunjukkan bahwa TRAIL tidak bersifat toksik pada sel normal. Oleh karena itu TRAIL merupakan subjek yang menjanjikan untuk terapi kanker. Walaupun beberapa tumor resisten dengan induksi TRAIL untuk apoptosis. DR5 diregulasi oleh gen p53 tumor suppressor gene . Inaktivasi DR5 dengan signifikan meningkatkan pertumbuhan tumor secara in vitro dan in vivo. Ekspresi DR5 memberikan kontribusi signifikan induksi apoptosis pada sel tumor oleh TRAIL. Oleh karena itu DR5 menjadi target terapi molekuler. Apigenin flavonoid meregulasi ekspresi DR5 dan secara sinergis meningkatkan induksi apoptosis oleh TRAIL pada banyak tipe sel tumor tetapi tidak pada sel normal. Apigenin mencegah degradasi protein DR5 dan secara signifikan meningkatkan protein DR5 pada fraksi membran, dimana apigenin sangat meningkatkan mRNA DR5. Apigenin menghambat aktivitas proteosom yang dapat mendegradasi DR5. Secara singkat dapat dikatakan flavonoid apigenin menginduksi ekspresi DR5 melalui regulasi bebas dari p53 dan apigenin secara sinergis dengan TRAIL menginduksi apoptosis pada sel tumor Horinaka et al. 2006. Pada penelitian yang lain Frigo et al. 2002 melaporkan bahwa flavonoid seperti apigenin, flavon dan kalkon dapat menghambat aktivasi AP-1 yaitu suatu aktivator protein pada protoonkogen. Flavonoid dan senyawa polifenol lain dapat menghambat toposiomerase IB topo I pada manusia. Beberapa flavonoid juga menunjukkan kemampuan menginterkalat DNA Webb, 2004. Ekstrak etanol KBLK dan KBLB mengandung flavonoid. Kuatnya sitotoksik ekstrak pada sel murine leukimia P388 dapat disebabkan oleh flavonoid yang mencegah degradasi DR5, menginduksi ekspresi protein DR5 yang menyebabkan induksi apoptosis pada sel murine leukimia P388. Flavonoid pada ekstrak juga dapat menghambat kerja topoisomerase IB topo I sehingga proses replikasi DNA tidak terjadi yang berarti sel tidak membelah pada akhirnya akan mati. Permasalahan utama dalam kemoterapi kanker saat ini adalah reaksi resistensi obat kanker yang terjadi pada membran sel kanker. Mekanisme resistensi obat yang menyebabkan penurunan akumulasi obat pada sel kanker adalah overekspresi P-glycoprotein Pgp pada plasma membran. Pgp memompa obat keluar dari sel. Khantamat et al. 2004 melaporkan bahwa flavonoid kaempferol dapat dikombinasi dengan obat antikanker seperti vinblastine untuk mencegah ekspresi gen resisten obat pada membran sel kanker. Kaempferol berperan sebagai modulator intraseluler kandungan obat dengan menghambat Pgp pada sel KB-V1 sel kanker serviks manusia. OSW-1 derivat cholestane termasuk pada golongan saponin yang diisolasi dari Ornithogalum saudersiae bersifat sitotoksik pada beberapa sel kanker. Pada konsenterasi nanomolar menunjukkan aktivitas sitotoksik yang lebih kuat 10 sampai 100 kali dari obat antikanker klinis mitomycin dan doxorubicin. Mekanisme sitotoksik OSW-1 dengan menginduksi apoptosis pada mitokondria pada sel mamalia oleh karena itu dikelompokkan agen induksi apoptosis mitokondria Kubo et al. 1992; Mimaki et al. 1997; Zhu, 2005. Ekstrak KBLK dan KBLB mengandung saponin yang juga dapat memberikan pengaruh sitotoksik melalui mekanisme induksi apoptosis pada mitokondria dari sel murine leukimia P388. Alkaloid dari daun pepaya Carica papaya L. dapat menghambat enzim topoisomerase II pada kultur sel kanker mieloma. Dengan dihambatnya aktivitas enzim DNA topoisomerase, maka proses terjadinya ikatan antara enzim dengan DNA sel kanker semakin lama. Akibatnya akan terbentuk Protein Linked DNA Breaks PDLB sehingga terjadi fragmentasi atau kerusakan DNA sel kanker dan selanjutnya berpengaruh terhadap proses replikasi sel kanker Sukardiman et al. 2006. Alkaloid dapat menghambat proses mitosis, menyebabkan gangguan struktur dan fisiologis membran sel yang berarti terjadi gangguan signaling seluler menyebabkan sel tidak memiliki kemampuan membelah Gill et al. 2001; Jujena et al. 2001. Kedua jenis ekstrak etanol dalam penelitian ini baik KBLK maupun KBLB memiliki kandungan metabolit sekunder golongan alkaloid. Alkaloid tersebut dapat menghambat kerja enzim topoisomerase II, menghambat mitosis, dan menyebabkan gangguan struktur dan fisiologis pada membran sel murine leukimia P388 sehingga sel tersebut tidak dapat membelah kemudian mati. Golongan senyawa fitokimia yang terdapat pada ekstrak etanol kulit batang L. domesticum L. memiliki kemungkinan berperan sitotoksik pada sel kanker, menghambat aktivasi aktivator protein protoonkogen AP-1 sehingga tidak terjadi perkembangan sel kanker juga dapat dikombinasi dengan obat antikanker untuk menekan overekspresi P-glycoprotein Pgp yang menyebabkan resistensi obat antikanker. Dengan demikian dapat disimpulkan aktivitas antikanker dari ekstrak etanol KBLK dan KBLB disebabkan oleh kandungan golongan senyawa alkaloid, flavonoid dan saponin yang terkandung pada kedua jenis ekstrak tersebut. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Analisa fitokimia pada ekstrak etanol 70 dan kloroform:air menunjukkan adanya senyawa fitokimia golongan alkaloid, flavonoid, saponin dan tanin. Senyawa triterpenoid dan steroid hanya dalam intensitas yang sedikit. Berdasarkan nilai LC 50 dari hasil uji BSLT ekstrak KBLK EtOH LC 50 93,48 ppm dan KBLB LC 50 100,37 ppm menunjukkan aktivitas toksisitas yang kuat. Suatu ekstrak tumbuhan berpotensi antikanker dengan uji BSLT menurut NCI jika nilai LC 50 1000 ppm. Hasil analisis antioksidasi dengan metode DPPH ekstrak KBLK EtOH dan KBLB EtOH IC 50 174,19 ppm dan 205,38 ppm menunjukkan aktivitas peredaman radikal bebas yang kuat dibandingkan dengan kontrol BHT IC 50 398,45. Dengan metode TBA ekstrak KBLK EtOH dan KBLB EtOH juga menunjukkan aktivitas penghambatan oksidasi asam linoleat yang kuat pada konsenterasi 200 ppm 82,83 dan 85,22 dibandingkan dengan kontrol α- tokoferol pada konsenterasi yang sama 77,81. Pengujian aktivitas antikanker menunjukkan bahwa ekstrak KBLK EtOH dan KBLB EtOH memiliki aktivitas sitotoksik yang kuat pada sel murine leukimia P388 yaitu masing-masing 12 ppm dan 15,48 ppm. Menurut NCI ekstrak kasar digolongkan berpotensi antikanker apabila nilai IC 50 20 ppm. Terdapat hubungan aktivitas antioksidasi, toksisitas BSLT, aktivitas antikanker dan kandungan fitokimia ekstrak. Aktivitas antioksidasi dan antikanker dari ekstrak KBLK EtOH dan KBLB EtOH disebabkan oleh kandungan alkaloid, flavonoid saponin dan tanin yang terdapat pada ekstrak tersebut. Ekstrak kulit batang langsat berpotensi dikembangkan sebagai sumber senyawa fitokimia antikanker. Saran Perlu dilakukan uji in vitro pada berbagai jenis sel kanker dan uji in vivo ekstrak pada hewan uji untuk mengetahui LD 50 dalam rangka penemuan sumber senyawa fitokimia obat antikanker dan antioksidan yang baru. Perlu diisolasi senyawa fitokimia murni dan dilakukan karakterisasi dengan spektroskopi UV, IR, NMR, HPLC untuk menentukan struktur molekul terhadap senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit batang L. domesticum L. yang menunjukkan aktivitas antioksidasi dan aktivitas antikanker. Dengan ditemukan struktur molekulnya maka senyawa tersebut dapat diketahui apakah memiliki struktur yang mirip dengan obat yang telah ditemukan dan digunakan secara klinis atau memiliki bioaktif baru sehingga dapat disintesis sebagai obat antioksidasi dan antikanker. Perlu dilakukan analisa jenis flavonoid dengan menggunakan HPLC untuk lebih mengetahui aktivitas antioksidasi berdasarkan struktur kimianya dan dilakukan uji aktivitas pada tingkat molekuler sel kanker untuk mengetahui mekanisme kerjanya. Dalam penggunaannya sebagai obat tradisional dapat dilakukan penelitian efektifitas ekstrak air terhadap aktivitas antioksidasi dan antikanker. DAFTAR PUSTAKA Abuja PM, Albertini, R. 2001. Methods for monitoring oxidative stress, lipid peroxidation and oxidation resistance of lipoproteins. Clin Chim Acta 306:1-17. Amic D, Davidovic-Amic D, Beslo D, Trinajstic N. 2003. Structure-Radical Scavenging Activity Relationships of Flavonoids.Croat. Chem. Acta. 76 1: 55-61 Aqil F, Ahmad I, Mehmood Z. 2006. Antioxidant and Free Radical Scavenging Properties of Twelve Traditionally Used Indian Medicinal Plants. Turk J Biol 30:177-183. Behbahani M, Ali AM, Muse R, Mohd NB. 2007. Anti-oxidant and anti- inflamatory activities of leaves of Barringtonia racemosa. J Med Plant Res 96-102. Best B, 2007. Mechanisms of aging. http:www.benbest.comlifeextLESurvey.php. [ 15 April 2007] Blokhina O, Virolainen E, Fagrstedt KV. 2003. Antioxidants, oxidative damage and oxygen deprivation stress : a review. Annals of Botany 91:179-194 Buhler DR, Miranda C. 2000. Antioxidant activities of flavonoids. Department of Environmental and molecule toxicology. Oregon University. Http:oregonstate.eduinfocancerphytochemicalsflavonoidindex.html [ 15 April 2007] Carballo et al. 2002. A comparison between two brine shrimp assays to detect in vitro cytotoxicity in marine natural products. BMC Biotechnology 2:1472-6750 Chatterjee ML, Katiyar SK, Mohan RR, Agarwal R. 1999. A flavonoid antioxidant, silymarin, affords exceptionally high protection against tumor promotion in the SENCAR mouse skin tumorigenesis model. Cancer Research 59:622-632. Choo CY, Chan KT, Takeya K, Itokawa H. 2000. Cytotoxic activity of Typhonium flagelliforme Araceae [Abstract] http:www3.interscience.wiley.comcgi- binabstract80503177abstract?cretry=1sretry=0 Contran RS, Kumar, Robbins SL. 1994. Pathologic basis of desease. WB. Sunders Company, Philadelfia USA. Colic M, Pavelic K. 2004. Molecular mechanisms of anticancer activity of natural Dietetic products.[Abstract]. http:www.springerlink.comcontentyn817tbul8fp.html. Cooper GM. 1993. The Cancer Book. JB Publishers, Boston USA. Cragg GM, Suffness M. 1993. Cancer in Human Medicinal Agents from Plants. Di dalam: Kinghorn AD, Balandrin MF, editor. ACS Symposium Series 534, pp. 81- 95 Dean JD. 2003. Flavone: The Molecular and Mechanistic Study of How a Simple Flavonoid Protects DNA from Oxidative Damage. [Thesis]. Department of Biochemistry and Molecular Biology, East Tennessee State University. [Depkes] Departemen Kesehatan. 1987. Analisis Obat Tradisional. Jilid I. Jakarta Eridani SN. 2006. Potensi antioksidasi beberapa ekstrak senyawa bahan alam yang berkhasiat sebagai antikanker. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Faraouq 2003. Ekstrak sebagai salah satu pengembangan bentuk obat tradisional. Prosiding Seminar Nasional Tumbuhan Obat Indonesia XXIII, Jakarta. 45-52 Farnsworth NR. 1996. Biological and Phytochemical Screening of Plant. Journal of Pharmaceutical Sciences , 5:225-236. Farkya S, Bisaria V, Srivastava AK. Biotechnological aspects of the production of the anticancer drug podophyllotoxin. [Abstract] http:www.springerlink.com [ 12 april 2007]. Franzen H. 2001. How tumor-suppressor gene p53 keeps cancer at bay. Scientifc American.com. http:www.sciam.com [19 april 2007]. Frigo DE, et al. 2002. Flavonoid phytochemichals regulate activator protein-1 signal transduction pathways in endemetrial and kidney stable cell lines. J. Nutr. 132:1848-1853. Gill SMK, Balasioner N, Parte P. 2001. Intermitent Treatment With Taxmoxiven on Reproduction in Male Rat. Asian. J. Andri 32-P155-158. Gondhowiarjo S. 2004. Proliferasi Sel dan Keganasan. Maj Kedokt Ind 547: 289-299. Go VW, Butrum RR, Wong DA. 2003. Diet, Nutrition, and Cancer Prevention: The Postgenomic Era. J Nutr 133 11S-I:3830S-3836S. Greenwald. 1996. Chemopevention of Cancer. J Scientific American 9:96-99. Hafid AF. 2003. Aktivitas Anti-Radikal Bebas DPPH Fraksi Metanol Fagraea auriculata dan Fagraea ceilanica. Majalah Farmasi Airlangga, III 1: 34-39. Hanani E, Mun’im A, Sekarini R. 2005. Identifikasi senyawa antioksidan dalam spons Callyspongia sp dari kepulauan seribu. Majalah Ilmu Kefarmasian II 3:127-133. Hakim EH, Rudiyansyah, Musthapa I, Takeya K. 2003. Bergenin suatu Dihidroksikumarin dari kayu dan kulit batang Shorea stenopthera Burk. Proc ITB Sains and Tek 35A:87-96. Harborne JB. 1996. Metode Fitokimia, penuntun dan cara modern menganalisis Tumbuhan. Penerjemah : Padmawinata K dan Soediro I. Penerbit ITB Bandung. Harliansyah. 2001. Mengunyah halia menyah penyakit. Paksi Jurnal pp 92-97. Hidayat MA. 2002. Uji Aktivitas Antikanker Ekstrak Heksana Daun Eupatorium triplinerve Vahl. terhadap Kultur Sel Mieloma. J Ilmu Dasar 3 2:92-97 p. 92-97. Horinaka M et al. 2006. The dietary flavonoid apigenin sensitizes malignant tumor cells to tumor necrosis factor-related apoptosis-inducing ligand. Mol Cancer Ther 54: 945-951. Hosseinian F. 2006. Antioxidant properties of flaxseed lignans using in vitro model systems. [Thesis]. College of Pharmacy and Nutrition. University of Saskatchewan Saskatoon, Canada. Hussain A, Zia M, Mirza B. 2006. Cytotoxic and antitumor potential of Fagonia cretica L. Turk J Biol 31:19-24. Jujena P, et al. 2001. Anti Fertility Effect Estradiol in Adult Female Rat. J Endokrinol Invest 2498: 598-607. Katzung BG. 1995. Basic Clinical Pharmacology, 7th edition. Prentice Hall International, pp. 881. Keku TO, Burris TR, Millikan R. 2003. Gene Testing: What the Health Professional Needs to Know. J Nutr 133 11S-I:3754S-3757S. Khantamat O, Chaiwangyen W, Limtrakul P. 2004. Screening of flavonoids for Their potential inhibitory effect on P-glycoprotein activity in human Cervical carcinoma KB-cells. Chiang Mai Med Bull 432:45-56 Kikuzaki H, Nakatani N. 1993. Antioxidant effects of some ginger constituents. J Food Sci 58:1407-10. Kubo S, Mimaki Y, Terao M, Sashida Y, Nikaido T, Ohmoto T. 1992. Acylated cholestane glycosides from the bulbs of Ornithogalum saundersiae. Phytochemistry 31:3969–3973. Lee KW, Lee HJ, Lee CY. 2004. Vitamins, Phytochemicals, Diets and Their Implementation in Cancer Chemoprevention. Crit Rev Food Sci Nutr 44: 437-447. Lenny S. 2006. Isolasi dan uji bioaktifitas kandungan kimia utama puding merah dengan metoda uji brine shrimp. USU Repository Online. Mates JM, Gomez CP, De Castro IN. 1999.Antioxidant enzymes and human diseases. Clin Biochem 328 : 595-603. Maxwell SRJ, Lip GYH. 1997. Free radicals and antioxidants in cardiovascular desease. Br J Clin Pharmacol 44:307-317. Mc Cord JM. 2000. The evolution of free radicals and oxidative stress. The American J of Medicine 108 8:652-659. Mc Laughlin JL. 1991. Crown Gall Tumours on Potato Disc and Brine Shrimp Lethality: Two Simple Bioassay for Higher Plant Screening and Fractination, Di dalam: Hostettman K, editor, Methods in Plants Biochemistry, Academic Press, 6, p. 1-32. Mc Laughlin JL et al, 1998. The use of biological assays to evaluate botanicals. Drug information journal, vol 32, pp 513-524. McKelvery KD, Evans JP. 2003. Cancer Genetics in Primary Care. J Nutr 133 11S-I: 3767S-3772S. Milner JA. 2004. Molecular Targets for Bioactive Food Components. J Nutr 1349: 2492S-2498S. Mimaki Y et al. 1997. Cholestane glycosides with potent cytostatic activities on various tumor cells from Ornithogalum saundersiae bulbs. Bioorg Med Chem Lett 7:633–636. Mosaddik MA. 2004. In vitro cytotoxicity of tanshinones isolated from Salvia miltiorrhiza Bunge against P388 lymphoctic leukimia cells. [abstract] http:www.sciencedirect.comsciencejournal09447113. Mosquera OM, Correa YM, Buitrago DC, Nino J. 2007. Antioxidant activity of twenty five plants from Colombian biodiversity. Mem Inst Oswaldo Cruz 1025:631-634. Mun’im A, Andrajati R, Susilowati H. 2006. Uji hambatan tumorigenesis sari Buah merah Pandanus conoideus Lam. terhadap tikus putih betina yang diinduksi 7,12 Dimetilbenzaantrasen DMBA. Majalah Ilmu Kefarmasian III 3:153-161. Murray RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwell VW. 2003. Harper’s illustrated Biochemistry 21 st edition. Lange Medical BooksMcGraw-Hill. Nambiar Pr, Jackson JA. Chelack BJ, Kidney BA, Jaines, DM. 2001. Immunohistochemical Detection of Tumor Suppressor Gene p53 Protein in Feline Injection Site-associated Sarcomas. Vet Pathol 38:236–238. Nowell SA, Ahn J, Ambrosone CB. 2004. Gene-Nutrient Interaction in Cancer Etiology. Nutr Rev 62 11: 427-434. Okawa M, Kinjo J, Nohara T, Ono M. 2001.DPPH 1,1-Diphenyl-2- Picrylhydrazyl Radical Scavenging Activity of Flavonoids Obtained from Some Medicinal Plants. Biol Pharm Bull 2410:1202-1205. Oteiza PI, Erlejman AG, Verstraeten SV, Keen CL, Franga CG. 2005. Flavonoid- membrane interactions : a protective role of flavonoid at the membrane surface? Clinical Development Immunology 121:19-25. Peng IW dan Kuo SM. 2003. Flavonoid structure affects the inhibition of lipid peroxidation in Caco-2 intestinal cells at physiological concenterations. American Society for Nutrional Sciences . 2184-2187. Pitot H, Dragan Y. 1991. Facts and theories concerning the mechanism of carcinogenesis. J. Faseb . 410:112-118. Pourmorad F, Hosseinimehr SJ, Shahabimajd N. 2006. Antioxidant activity, phenol and flavonoid contents of some selected Iranian medicinal plants. African Journal of Biotech 511:1142-1145. Puspitasari HP, Sukardiman, Widyawayuranti. 2003. Uji Aktivitas Sitotoksik Ekstrak Metanol Herba Ageratum conyzoides L. Pada Kultur Sel Mieloma Mencit. Majalah Farmasi Airlangga 3:93-95. Ren et al. 2003. Medicinal Research. Reviews Medical. 23 4: 519-534. Ricardo MAG et al. 2004. Bioactive pyrones and flavonoids from Cryptocarya ashersoniana seedlings. Issue in honor of Prof. Otto Gottlieb.ISSN 1424- 6376 Arkat USA. Rusmarilin H. 2003. Aktivitas Anti-Kanker Ekstrak Rimpang Lengkuas Lokal Alpinia galanga L Sw Pada Galur Sel Kanker Manusia Serta Mencit Yang Ditransplantasi Dengan Sel Tumor Primer. [Disertasi]. Bogor : Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Sampels S. 2005. Fatty Acids and Antioxidants in Reindeer and Red Deer. [Dissertation]. Swedish University of Agricultural Sciences. Sarjono PAR. 2004. Potensi Isoflavon Asal Limbah Tahu Sebagai Antikanker Dalam Penghambatannya Terhadap Enzim Tirosin Kinase. [Tesis]. Bogor : Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Silalahi J, Tambunan ML. 2003. Zat Bersifat Antikanker di Dalam Makanan. Medika ; 39 7: 440-446. Silalahi J. 2006. Antioksidan dalam Diet dan Karsinogenesis. Cermin Dunia Kedokteran 153:39-42. [SIBS] Salk Institute For Biological Studies. 2005. Cancer related gene p53 not regulated as indicated by previous tissue culture research; results may be relevant to drug development. http:www.salk.eduindex.php [ 19 April 2007]. Simbala EI. Rondonuwu SJ. Achmad AS. De Queljoe E. 2004. Pemberdayaan Keragaman Hayati Tumbuhan Obat di Sulawesi Utara : Kajian Botani, Etnobotani, Fitokimia dan Konservasi. Laporan Penelitian RISTEK, Kementerian Riset dan Teknologi. 77 -158. Simpson JA. 2006. Antioxidant properties of peanut plant leaves and roots and contribution of specific phenolic compounds to antioxidant capacity. [Thesis]. Food Science. North Carolina State University. Silva et al. 2002. Structure antioxidant activity relationship of flavonoid : a reexamination. Free Radical Research, 36 11:1219-1227. Su X, Duan J, Jiang Y, Duan X, Chen F. 2007. Polyphenolic profile and antioxidant activities of Oolong tea infusion under various steeping conditions. Int J Mol Sci 8:1196-1205. Suffness M. 1987. Biologically Active Natural Products. Di dalam : Hostettmann K, Lea PJ, editor. Oxford University Press, Oxford, pp.85–104. Sukardiman, Santa IGP, Rahmaday. 1995. Efek antikanker isolat flavonoid dari herba benalu mangga Dendeophytoe petandra. Cermin Dunia Kedokteran 122:5-8 Sukardiman, Rahman A, Pratiwi NF. 2004. Uji praskrining aktivitas antikanker ekstrak eter dan ekstrak metanol Marchantia cf. planiloba Steph.Dengan Metode Uji Kematian Larva Udang dan Profil Densitometri Ekstrak Aktif. Majalah Farmasi Airlangga 43: 97-100. Sukardiman, Ekasari W, Hapsari PP. 2006. Aktivitas antikanker dan indukasi apoptosis fraksi kloroform daun pepaya Carica papaya L. terhadap kultur sel kanker mieloma. Media Kedokteran Hewan 22:104-111. Trusheva B, Trunkova D, Bankova V. 2007. Different extraction methods of biologically active components from propolis : a preliminary study. Chemistry Central Journal. 1 13:11861752. Tukozkan N, Erdamar H, Seven I. 2006. Measurement of total malondialdehyde in plasma and tissues by High-Performance Liquid Chromatography and Thiobarbituric acid assay. Fırat Tıp Dergisi. 112: 88-92 Usman H, Hakim EH, Achmad SA, Harlim T. 2005. 2’,4’-Dihidroksi-3’,5’,6’- Trimetoksi Calkon suatu Senyawa Antitumor dari Kulit Batang Tumbuhan Cryptocarya costata Lauraceae. J Matematika dan Sains. 103:97-100. Valko M et al. 2006. Free radical, metals and antioxidants in oxidative stress- induced cancer. Chem Biol Interact. 1601:1-40. Yang D, Wang Q, Ke L, Jiang J, Ying T. 2007. Antioxidant activities of various extracts of lotus Nelumbo nucifera Gaertn rhizome. Asia Pac J Clin Nutr. 16Suppl 1:158-163 Yokota , Sugimura T. 1993. Multiple steps in carcinogenesis involving alterations of multiple tumor suppressor genes. The FASEB Journal 7:920-925. Young HY, Chiang, CT, Huang, YL, Pan FP, Chen GL. 2002. Analytical and stability studies of ginger preparations. J Food and Drug Anal 103:145-153f. Walker WA, Blackburn G. 2004. Symposium Introduction: Nutrition and Gene Regulaton. J. Nutr. 1349: 2434S-2436S. Webb MR, Ebeler SE. 2004. Comparative analysis of topoisomerase IB inhibition and DNA intercalation by flavonoids and similar compounds : structural determinates of activity. Biochem J 384: 527–541. Williams RB. 2005. Searching For Anticancer Natural Products From The Rainforest Plants Of Suriname And Madagascar. [Dissertation] Virginia Polytechnic Institute and State University. Zhu J, Xiong L, Yu B, Wu J. 2005. Apoptosis induced by a new member of saponin family mediated through caspase-8-dependent cleavage of Bcl-2. Mol Pharmacol 68:1831-1836. 60 Lampiran 1 Diagram Alir Penelitian Keterangan : KLBBetoh kulit batang basah ekstraksi dengan etanol 70, KLBBka kulit batang basah ekstraksi dengan kloroform:air, KLBKetoh kulit batang kering ekstraksi dengan etanol 70 , dan KLBKka kulit batang kering ekstraksi dengan kloroform:air Ekstraksi Filtrat Freeze dryer Ekstrak Kasar KLBBetoh KLBBka KLBKetoh KLBBka Analisa Fitokimia Harborne 1996 Uji antioksidan dengan Metode DPPH dan Metode TBA - Uji toksisitas Metode BSLT - Uji in vitro antikanker pada sel Murine Leukimia P-388 61 Lampiran 2 Ekstraksi Kulit Batang Lansium domesticum L. Harborne, 1996 Kulit Batang L. domesticum L Kulit Langsat Batang Basah Kulit Langsat Batang Kering Dihaluskan Dikeringanginkan Haluskan Di meserasi dengan etanol 70 , selama 24 jam pada suhu 25 C Di meserasi dengan etanol 70 , selama 24 jam pada suhu 25 C Filtrat Residu Filtrat Filtrat Freeze dryerRotapavor Ekstrak Kasar : KLBB EtOH dan KLBB kloroform:air Filtrat Residu Filtrat Filtrat Freeze dryerRotapavor Ekstrak Kasar : KLBK EtOH dan KLBK kloroform:air 1:5 40 gr : 200 ml etanol Kloroform : air 1 : 1 62 Lampiran 3 Analisis antioksidasi metode TBA Buffer fosfat, asam linoleat dan air bebas ion Buffer fosfat, asam linoleat dan ekstrak kasar 200 ppm terdiri : Buffer fosfat, asam linoleat dengan vit. E 200 ppm, air bebas ion KLBK etoh KLBB etoh Oksidasi dengan udara selama 6-7 hari pada suhu 40 C Pengukuran Kadar MDA dengan uji TBA 63 Analisis Konsenterasi MDA menggunakan Metode TBA Vit. E KLBKetoh KLBBetoh Asam Linoleat Botol gelap berulir Tiap larutan diambil 1 mL Tabung reaksi Inkubasi pada 100 C selama 10 menit, dinginkan Sentrifugasi pada 3000 rpm selama 15 menit Inkubasi 40 C selama 8 hari Ukur absorbansi pada 522 nm + TCA 20 + TBA 1 dalam asam asetat 50 Pembuatan Kurva Standar TMP TMP 6 M 0.15 µM 0.15 µM 0.15 µM 0.15 µM 0.15 µM Tiap larutan dipipet 0.5 mL Tabung reaksi Inkubasi 100 C, 10 menit, dinginkan Sentrifugasi 3000 rpm 15 menit Diukur absorbansi pada 532 nm Analisis hidroperoksida dari asam linoleat menggunakan metode FTC yang dimodifikasi Aqil et. al. 2006 2 mL buffer fosfat 0.1 M pH 7.2 asam linoleat 50 mM dalam etanol 99.98 1 mL air bebas Botol gelap berulir Diambil 50 µL setiap hari Tabung Reaksi Diamkan 3 menit tepat Diukur absorbansi pada 532 nm + 6 mL etanol 75 + 50 µ L amonium tiosianat 30 + 50 µ L FeCl 2 20 mM dalam HCL 3,5 Lampiran 4 Pengambilan sampel dan ekstraksi Pegambilan sampel kulit batang di perkebunan rakyat Kabupaten Minahasa Utara, Propinsi Sulawesi Utara Simplisia kulit batang langsat basah KBLB dan kulit langsat batang kering KBLK Penyaringan hasil maserasi dan penguapan residu pelarut dengan Rotapavor Ekstrak kasar KBLK dan KBLB Lampiran 5 Hasil ekstraksi dan analisis fitokimia Hasil ekstraksi Simplisia Pelarut Bobot sampel g Bobot ekstrak g Rendemen KBLK Etanol 70 40,03 2,3722 5,9205 Kloroform:air 40,33 1,7210 4,2625 KBLB Etanol 70 40,17 1,4665 3,6603 Kloroform:air 40,24 0,8628 2,1410 n-heksan 50,12 1,7602 3,5104 Rendemen = Berat ekstrak berat sampel x 100 Foto hasil analisis fitokimia Flavonoid : KBLK EtOH +, KBLK klor:air -, KBLB EtOH +,KBLB klor:air ++ Indikasi : warna kuning, merah dan jingga pada lapisan amil alkohol Saponin : KBLK EtOH +,KBLK klor:air -, KBLB EtOH ++,KBLB klor:air +++ Indikasi : adanya busa yang stabil selama ± 10 menit Tanin : KBLK EtOH -,KBLK klor:air -, KBLB EtOH -,KBLB klor:air - Indikasi : Warna biru tua atau hitam kehijauan menunjukkan adanya tanin Alkaloid : Dari kiri ke kanan : Pareaksi Meyer, Pareaksi Wagner dan Pareaksi Dragendorff Dari atas ke bawah KBLK EtOH -+, KBLK klor:air + , KBLB EtOH + KBLB klor:air - Indikasi : Pareaksi Meyer enndapan putih; pareaksi Wagner endapan cokelat; pareaksi Dragendorff endapan merah jingga Berturut-turut kiri atas ke kanan : Triterpenoid : KBLK EtOH +,KBLK klor:air -, KBLB EtOH -,KBLB klor:air - Indikasi : warna merah atau ungu menunjukkan adanya triterpenoid Berturut-turut kiri atas ke kanan : Steroid : KBLK EtOH +,KBLK klor:air - , KBLB EtOH -,KBLB klor:air - Indikasi : warna hijau atau biru menunjukkan adanya Steroid Lampiran 6 Analisis hasil uji toksisitas metode BSLT Jenis Ekstrak Konsenterasi Jumlah Larva yang mati Persen mortalitas Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Kontrol Tween 80 KBLK etoh 1000 10 9 10 96.667 500 9 8 9 86.667 100 5 4 4 43.333 10 3 2 3 26.667 KBLB etoh 1000 10 10 9 96.667 500 8 7 8 76.667 100 7 3 7 56.667 10 2 3 2 23.333 Penentuan Nilai IC 50 dengan Analisis Probit menggunakan Minitab 14 ————— 6122007 18:01:28 ———————————————————— Welcome to Minitab, press F1 for help. Retrieving project from file: C:\Documents and Settings\MOKOSULI TUEGEH\My Documents\BSLT\BSLT_1.MPJ Results for: Worksheet 3 Probit Analysis: MATI, LARVA versus KONSENTERASI, EKSTRAK Distribution: Weibull Response Information Variable Value Count MATI Success 361 Failure 239 LARVA Total 600 Factor Information Factor Levels Values EKSTRAK 5 KBK etoh, KBK ka, KLB etoh, KLB ka, KLB nh Estimation Method: Maximum Likelihood Regression Table Standard Variable Coef Error Z P Constant -3.36150 0.305680 -11.00 0.000 KONSENTERASI 0.660010 0.0488364 13.51 0.000 EKSTRAK KBLK ka -0.204194 0.200459 -1.02 0.308 KBLB etoh -0.0487059 0.195681 -0.25 0.803 KBLB ka 0.0093225 0.196857 0.05 0.962 KBLB nh -0.258712 0.200974 -1.29 0.198 Natural Response 0 Test for equal slopes: Chi-Square = 15.4067 DF = 4 P-Value = 0.004 Log-Likelihood = -260.267 Multiple degree of freedom test Term Chi-Square DF P EKSTRAK 3.00590 4 0.557 Goodness-of-Fit Tests Method Chi-Square DF P Pearson 27.8779 14 0.015 Deviance 32.3364 14 0.004 EKSTRAK = KBLK etoh Tolerance Distribution Parameter Estimates Standard 95.0 Normal CI Parameter Estimate Error Lower Upper Shape 0.660010 0.0488364 0.570910 0.763017 Scale 162.894 34.9713 106.945 248.112 Table of Percentiles Standard 95.0 Fiducial CI Percent Percentile Error Lower Upper 1 0.153092 0.0903340 0.0401004 0.424487 2 0.440944 0.228306 0.136586 1.08195 3 0.821380 0.391091 0.280309 1.87892 4 1.28006 0.572157 0.467604 2.78818 5 1.80918 0.768189 0.696392 3.79578 6 2.40381 0.977190 0.965374 4.89327 7 3.06064 1.19785 1.27371 6.07515 8 3.77736 1.42926 1.62086 7.33768 9 4.55232 1.67077 2.00652 8.67828 10 5.38439 1.92192 2.43054 10.0952 20 16.7852 4.92651 8.82085 28.3859 30 34.1618 8.87831 19.5058 54.8200 40 58.8708 14.0597 35.4863 91.6046 50 93.4834 21.0404 58.5157 142.891 60 142.686 30.8918 91.7037 216.307 70 215.799 45.8117 141.129 327.264 80 334.998 71.2224 221.022 513.184 90 576.378 126.653 379.225 906.291 91 616.805 136.393 405.277 974.001 92 663.089 147.686 434.960 1052.11 93 716.921 161.004 469.300 1143.71 94 780.819 177.054 509.817 1253.43 95 858.752 196.965 558.897 1388.65 96 957.506 222.688 620.592 1562.06 97 1090.11 258.023 702.629 1798.26 98 1286.67 311.914 822.725 2154.85 99 1647.43 414.858 1039.11 2826.84 Table of Survival Probabilities 95.0 Fiducial CI Stress Probability Lower Upper 1000 0.0364263 0.0101878 0.0833207 EKSTRAK = KBLB etoh Tolerance Distribution Parameter Estimates Standard 95.0 Normal CI Parameter Estimate Error Lower Upper Shape 0.660010 0.0488364 0.570910 0.763017 Scale 175.369 36.9535 116.035 265.043 Table of Percentiles Standard 95.0 Fiducial CI Percent Percentile Error Lower Upper 1 0.164817 0.0974290 0.0430401 0.457630 2 0.474714 0.246166 0.146681 1.16578 3 0.884287 0.421557 0.301150 2.02366 4 1.37810 0.616540 0.502540 3.00195 5 1.94774 0.827524 0.748645 4.08558 6 2.58791 1.05234 1.03809 5.26545 7 3.29504 1.28957 1.36999 6.53560 8 4.06665 1.53822 1.74379 7.89197 9 4.90097 1.79758 2.15918 9.33177 10 5.79676 2.06713 2.61601 10.8531 20 18.0707 5.28144 9.51090 30.4627 30 36.7781 9.48535 21.0630 58.7433 40 63.3796 14.9687 38.3703 98.0297 50 100.643 22.3245 63.3485 152.727 60 153.613 32.6733 99.3881 230.940 70 232.326 48.3208 153.110 349.051 80 360.655 74.9662 239.999 546.859 90 620.521 133.175 412.100 965.025 91 664.044 143.415 440.439 1037.05 92 713.873 155.293 472.728 1120.14 93 771.828 169.306 510.083 1217.59 94 840.619 186.201 554.155 1334.32 95 924.521 207.169 607.539 1478.18 96 1030.84 234.273 674.640 1662.68 97 1173.59 271.529 763.859 1914.00 98 1385.22 328.392 894.456 2293.45 99 1773.60 437.127 1129.72 3008.60 Table of Survival Probabilities 95.0 Fiducial CI Stress Probability Lower Upper 1000 0.0426387 0.0133225 0.0919216 Table of Relative Potency Factor: EKSTRAK Relative 95.0 Fiducial CI Comparison Potency Lower Upper KBK etoh VS KBK ka 1.36258 0.749852 2.50365 KBK etoh VS KLB etoh 1.07659 0.598018 1.93491 KBK etoh VS KLB ka 0.98597 0.545875 1.77946 KBK etoh VS KLB nh 1.47991 0.813779 2.72911 KBK ka VS KLB etoh 0.79011 0.432155 1.42622 KBK ka VS KLB ka 0.72361 0.394573 1.31131 KBK ka VS KLB nh 1.08611 0.590225 2.00429 KLB etoh VS KLB ka 0.91583 0.510689 1.64380 KLB etoh VS KLB nh 1.37463 0.760840 2.52266 KLB ka VS KLB nh 1.50096 0.827563 2.76276 Nilai IC 50 Uji Toksisitas BSLT Ekstrak LC 50 ppm KBK Etoh 93.4834 KBB EtoH 100.643 Lampiran 7 Analisis hasi uji antioksidasi metode DPPH inhibisi abs. blanko – abs pada konsenterasi x Inhibisi = ------------------------------------------------------------ x 100 abs. blanko 1.081 – 0.959 Misalnya : inhibisi KBLK EtOH 10 ppm = ------------------- x 100 = 11,28585 1.081

1. KBLKetoh