Peran Pemerintah dalam Menanggulangi Pencemaran Air Tanah oleh Bakteri E. coli

MIMBAR HUKUM Volume 25, Nomor 2, Juni 2013, Halaman 219 - 230 226 air harus dipenuhi. Sementara itu untuk kualitas air minum diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 907MENKESSKVII2002 ten- tang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum. Angka E. coli dan total coliform dalam air minum adalah 0100 ml air. Dari hasil penelitian, berdasar tabel di atas sebanyak 70 air sumur warga kadar koli-tinja atau E. coli dan total coliform melampaui ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan tersebut.

1. Peran Pemerintah dalam Menanggulangi Pencemaran Air Tanah oleh Bakteri E. coli

di Kota Yogyakarta Peran pemerintah dalam menanggulangi pencemaran air tanah oleh bakteri E. coli di Ke- camatan Mantrijeron Kota Yogyakarta berupa: Pertama, pengadaan alat chlorine diffuser oleh Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 907 MenkesPerVII2002 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air, disebutkan bahwa kualitas air harus memenuhi syarat isika, kimia, mikrobiologi, dan radioaktif. Untuk me- mudahkan dalam membubuhkan kaporit ke dalam air maka dibuatlah suatu alat pembubuh kaporit yang disebut chlorine diffuser. Keuntung- an menggunakan chlorine diffuser adalah kualitas air menjadi lebih baik, mengurangi kemungkin- an tertularnya penyakit yang ditularkan melalui air, mudah dibuat dan dioperasikan, murah, dapat dilakukan penggantian ulang. Berdasar data dari Dinas Kesehatan, Pemerintah mengadakan 500 unit chlorine diffuser setiap tahun yang diprioritas- kan untuk sumur warga di pinggir sungai serta untuk sumur-sumur di tempat umum seperti masjid atau tempat mandi, cuci, kakus MCK umum dan sumur milik warga miskin. Pengadaan itu didanai melalui APBD. Jumlah chlorine diffuser tersebut memang belum mampu menekan angka ketercemaran air sumur warga semaksimal mung- kin, karena terbatasnya anggaran. Dana tersebut juga dipakai untuk melakukan sampling peneliti- an pada sumur warga. Total anggaran untuk melakukan sampling dan pengadaan mencapai Rp112.000.000,00 per tahun. Sementara itu untuk uji sampling di Kecamatan Mantrijeron Kota Yogyakarta, warga harus membayar sendiri pengadaan chlorine diffuser dan uji sampling di laboratorium. Pengadaan chlorine diffuser dari warga ini, harus dilakukan secara kolektif dengan harga 1 unitnya sebesar Rp20.000,00. Kedua, sosialisasi budaya hidup bersih dan sehat kepada warga. Sosialisasi budaya hidup bersih dan sehat kepada warga ini terkait dengan hak warga negara dalam Pasal 65 UUP- PLH yaitu “Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia”. Sosialisasi yang dilakukan di Kecamatan Mantrijeron melalui pertemuan warga, penyuluhan dari Dinas Kesehatan dan penyebaran brosur atau pamlet tentang bahaya bakteri E. coli bagi kesehatan dan cara penge- lolaan air bersih yang sehat. Di samping itu, Pemerintah juga menyarankan agar warga masyarakat melaporkan atau memeriksakan kesehatan apabila terjadi indikasi akibat dari air yang tercemar. Ketiga, menindaklanjuti laporan peng- aduan dari warga. Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 9 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pengaduan dan Penanganan Pengaduan Akibat Dugaan Pencemaran dan Atau Perusakan Lingkungan Hidup, pengaduan warga dapat dilakukan dengan lisan dan tertulis. Keempat, mengirimkan tim survei dari pe- merintah untuk mengambil sampel air dan melakukan uji laboratorium. Untuk menindak- lanjuti pengaduan warga, pemerintah mengirim- kan tim survei untuk turun langsung ke lapangan atau daerah yang diindikasikan terjadi pencemaran air kemudian mengambil sampel air dan mengujinya di laboratorium. Di Kecamatan Mantrijeron sendiri, pemeriksaan kualitas air sumur dilakukan atas inisiatif sendiri. Kelima, pengawasan kualitas air minum. Pengawasan kualitas air minum di RT 16 RW 76 Kelurahan Gedongkiwo Kecamatan Mantrijeron dilakukan dengan cara pengamatan lapangan atau 227 Winarni Puspitasari, Peran Pemerintah dalam Penanggulangan Pencemaran Air Tanah oleh Bakteri E. coli inspeksi sanitasi, pengambilan sampel, mencatat hasil pemeriksaan setiap sampel air, memperbaiki dan menjaga kualitas air berdasarkan hasil pemeriksaan, melakukan pemeliharaan jaringan perpipaan dari kebocoran dan melakukan usaha untuk mengatasi korosiitas air dalam jaringan perpipaan secara rutin. Berdasarkan uraian di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa peran pemerintah dalam menanggulangi pencemaran air tanah oleh bakteri E. coli belum dilakukan secara maksimal. Apabila dikaitkan dengan Undang- Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, maka peran pemerintah dalam hal ini dapat dikaitkan dengan Standar Pelayanan Minimal. Pasal 1 angka 1 undang-undang tersebut menyatakan bahwa pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayananan publik. Peran Pemerintah dalam penanggulangan pencemaran air tanah oleh bakteri E. coli di RT 16 RW 76 Kelurahan Gedongkiwo Kecamatan Mantrijeron Kota Yogyakarta dikaitkan dengan peran Pemerintah dalam standar pelayanan publik Pasal 21 dapat dijelaskan sebagai berikut: Per- tama, perihal dasar hukum. Dasar hukum penang- gulangan pencemaran air tanah oleh bakteri E. coli meliputi Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air, Keputusan Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 214KPTS 1991 tentang Baku Mutu Lingkungan Daerah Untuk Wilayah Propinsi DIY dan Perda Kota Yogyakarta No. 5 Tahun 1995. Kedua, mengenai persyaratan teknis dan administratif. Persyaratan teknis yang dikeluarkan oleh Pemerintah Dinas Kesehatan dalam pengambilan sampel kualitas air terdiri dari: a Sumur suntik. Ketika mengambil sampel air dari kran yang terbuat dari besi, ujung kran dipanasi dengan api selama 10 menit untuk membunuh bakteri, pengambilan airnya dengan menggunakan botol yang sudah disterilkan dan disediakan oleh balai Laboratorium Kesehat- an Yogyakarta. Pengambilan air menggunakan sarung tangan dan dapat dilakukan oleh petugas Laboratorium Kesehatan Yogyakarta maupun non petugas. Adapun ketika mengambil sampel air dari kran yang terbuat dari plastik, kran tersebut diolesi alkohol terlebih dahulu kemudian dibuka hingga airnya mengalir selama sepuluh menit. Air kemudian diambil dan dimasukkan ke dalam botol yang sudah disterilkan. b Sumur timba. Pengambilan sampel air dari sumur timba harus dilakukan oleh petugas Laboratorium Kesehatan Yogyakarta. Persyaratan administratif meliputi biaya pengujian di Laboratorium Kesehatan Yogyakarta sebesar Rp52.000,00 namun dalam kondisi tertentu misalnya KLB, biaya dapat di- tanggung oleh pemerintah. Ketiga, mengenai sistem, mekanisme, dan prosedur. Laboratorium Kesehatan Yogyakarta hanya berwenang untuk melakukan pengujian sampel air, sedangkan penanggulangan pencemaran air dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta. Keempat, perihal jangka waktu penyelesaian. Pengujian sampel kualitas air yang dilakukan oleh Labo- ratorium Kesehatan Yogyakarta 3 sampai 7 hari kerja. Kelima, mengenai biaya. Biaya pengujian kualitas air di Balai Laboratorium Yogyakarta sebesar Rp52.000,00 dan untuk biaya pengujian air yang dilakukan secara kolektif oleh puskesmas sebesar Rp20.000,00. Keenam, mengenai produk pelayanan. Dinas Kesehatan Kota Yogya- karta memberikan chlorine diffuser secara cuma- cuma kepada masyarakat di bantaran sungai ter- utama warga miskin. Ketujuh, perihal sarana prasarana danatau fasilitas. Dinas Kesehatan menyediakan petugas sanitasi air yang ditempat- kan di setiap puskemas dalam satu kecamatan. Kedelapan, kompetensi pelaksana. Petugas MIMBAR HUKUM Volume 25, Nomor 2, Juni 2013, Halaman 219 - 230 228 yang telah melakukan pengujian air dibekali ke- mampuan sesuai kapasitasnya sebagai petugas sanitasi. Kesembilan, mengenai pengawasan internal. Pengawasan dilakukan secara terpadu antara horizontal dan vertikal. Pengawasan horizontal dilakukan dengan koordinasi antar bidang, antar departemen sedangkan untuk keterpaduan vertikal dilakukan kordinasi antara pemerintah daerah dengan pusat. Kesepuluh, mengenai penanganan pengaduan, saran, dan masukan. Pengaduan warga dilakukan secara lisan dan tertulis kepada Dinas Kesehatan Yogyakarta. Kesebelas, tentang jumlah pelaksana. Petugas sanitasi hanya berjumlah satu orang di puskesmas masing-masing kecamatan, hal tersebut dirasa sangat kurang, idealnya di dalam satu kelurahan satu petugas sanitasi. Keduabelas, mengenai jaminan pelayanan yang memberikan kepastian pelayanan dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan. Pemerintah belum melakukan jaminan pelayanan secara maksimal karena pemerintah hanya akan mem- berikan saran terhadap warga yang memeriksa- kan kualitas airnya. Untuk sementara waktu, tin- dakan Pemerintah secara nyata belum dilakukan, misalnya belum ada inisiatif dari Pemerintah untuk melakukan pengujian kualitas air secara rutin, sehingga pemeriksaan kualitas air dilaku- kan sendiri oleh warga. Warga RT 16 RW 76 Kelurahan Gedongkiwo Kecamatan Mantrijeron Yogyakarta tidak mendapatkan chlorine diffuser secara cuma-cuma. Ketigabelas, mengenai Jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan. Hal ini dilakukan dalam bentuk komitmen untuk memberikan rasa aman, bebas dari bahaya, dan risiko keragu-raguan. Karena air sumur kondisi- nya masih tercemar dan tidak layak dikonsumsi maka untuk keperluan air minum warga membeli air minum kemasan. Keempatbelas, perihal evaluasi kinerja pelaksana. Petugas sanitasi hanya menunggu ketika ada pengaduan dari masyarakat, selanjutnya petugas sanitasi melaporkan kepada Dinas Kesehatan terkait pengaduan warga ter- sebut, kemudian Dinas Kesehatan Yogyakarta me- lakukan penanggulangan pencemaran air tanah yang melebihi batas baku mutu air.

2. Kendala yang Dihadapi Pemerintah dalam Menanggulangi Pencemaran Air Tanah di