14
disususun oleh Siti Chadijah Erna Mentez, Program Studi Magister Universitas Sumatera Utara, 2003.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi,
14
dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya. Kerangka teori adalah
kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan problem yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoretis
15
Dalam pembahasan mengenai analisis yuridis peranan notaris dalam praktek gadai saham pada perseroan terbatas, maka teori yang digunakan dalam penelitian ini
adalah teori perlindungan hukum menurut ketentuan Pasal 1 angka 1 UUJN, bahwa Notaris sebagai Pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan
kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. Dikaitkan dengan ketentuan Pasal 15 ayat 1 UUJN, maka:
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik, mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh
peraturan perundang-undangan danatau yang dikehendaki oleh
yang berkepentingan, untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian
tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga
ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.
16
14
J.J.J. M. Wuisman, dalam M. Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Asas-Asas, FE UI, Jakarta, 1996, hal. 203.
15
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, CV. Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 80.
16
Sutrisno, Komentar Atas UU Jabatan Notaris, Medan, Tanpa Penerbit, 2007, hal. 118
Universitas Sumatera Utara
15
Menurut Komar Andasasmita bahwa “Walaupun menurut pengertian di atas ditegaskan bahwa notaris adalah pejabat umum openbare ambtenaar, namun notaris
bukanlah pegawai menurut undang-undang kepegawaian negeri. Notaris tidak menerima gaji, tetapi menerima honorarium dari kliennya berdasarkan peraturan
perundang-undangan”.
17
Pengertian pejabat umum yang diemban oleh notaris bukan berarti notaris adalah pegawai negeri dimana pegawai yang merupakan bagian dari suatu korps
pegawai yang tersusun, dengan hubungan kerja yang hirarkis, yang digaji oleh pemerintah; seperti yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974
tentang Pokok-Pokok Kepegawaian yaitu “Notaris adalah pejabat pemerintah tanpa diberi gaji oleh pemerintah, notaris dipensiunkan oleh pemerintah tanpa mendapat
uang pensiun dari pemerintah”. Pejabat umum yang dimaksud disini adalah pejabat yang dimaksudkan dalam Pasal 1868 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Dari
bunyi Pasal 1 angka 1 UUJN, maka sangat jelas dikatakan bahwa notaris adalah satu- satunya pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik.
18
Bentuk atau corak notaris dapat dibagi menjadi 2 dua kelompok utama, yaitu:
a Notariat Functionnel,
dalam mana
wewenang-wewenang pemerintah
didelegasikan gedelegeerd, dan demikian diduga mempunyai kebenaran isinya, mempunyai kekuatan bukti formal dan mempunyai dayakekuatan
eksekusi. Di negara-negara yang menganut macambentuk notariat seperti
17
Komar Andasasmita, Notaris I : Peraturan Jabatan, Kode Etik dan Asosiasi Notaris Notariat, Ikatan Notaris Indonesia Daerah Jawa Barat, Bandung, 1991, hal. 94
18
Di luar notaris sebagai pejabat umum masih dikenal lagi pejabat-pejabat lain yang juga tugasnya membuat alat bukti yang bersifat otentik, seperti Pejabat Kantor Catatan Sipil, Pejabat Kantor
Lelang Negara, Pejabat Pembuat Akta Tanah, Kepala Kantor Urusan Agama, Panitera di Pengadilan yang bertugas membuat exploit atau pemberitahuan dari Juru Sita, dan lain sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
16
ini terdapat pemisahan yang keras antara ”wettelijke” dan ”niet wettelijke,” ”werkzaamheden” yaitu pekerjaan-pekerjaan yang berdasarkan Undang-
undanghukum dan yang tidakbukan dalam notariat. b Notariat Profesionel, dalam kelompok ini walaupun pemerintah mengatur
tentang organisasinya,
tetapi akta-akta
notaris itu
tidak mempunyai
akibat-akibat khusus tentang kebenarannya, kekuatan bukti, demikian pula kekuatan eksekutorialnya.
28
Syarat-syarat untuk diangkat menjadi Notaris telah diatur dalam Pasal 3 UUJN sebagai berikut :
a. Warga negara Indonesia; b. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. Berumur paling sedikit 27 dua puluh tujuh tahun ; d. Sehat jasmani dan rohani;
e. Berijazah sarjana hukum dan lulusan jenjang strata dua kenotariatan; f. Telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan
Notaris dalam waktu 12 dua belas bulan berturut-turut pada kantor Notaris atas prakarsa sendiri atau atas rekomendasi Organisasi Notaris setelah lulus
strata dua kenotariatan; g. Tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat negara, advokat, atau tidak
sedang memangku jabatan lain yang oleh undang-undang dilarang untuk dirangkap dengan jabatan Notaris.
Sebelum menjalankan jabatannya, Notaris wajib mengucapkan sumpahatau janji menurut agamanya di hadapan Menteri atau pejabat yang ditunjuk, demikian
juga halnya pemberhentian Notaris dilakukan oleh Menteri sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat 1 UUJN.
Notaris merupakan pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik sejauh pembuatan akta otentik tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat umum
lainnya. Akte yang dibuat di hadapan notaris merupakan bukti otentik bukti sempurna, dengan segala akibatnya.
19
28
Komar Andasasmita, Notaris I, Sumur, Bandung, 1981, hal. 12
19
A. Kohar, Notaris Dalam Praktek Hukum, Alumni, Bandung, 1983, hal 64
Universitas Sumatera Utara
17
Anthoni Giddens menyatakan, Secara sosiologis notaris tidak hanya sebagai pejabat hukum yang
terkungkung dalam aturan-aturan yuridis yang serba mengikat, melainkan juga sebagai individu yang hidup dalam masyarakat. Selain terikat pada
tatanan sosial, juga memiliki kebebasan dalam membentuk dunianya sendiri lewat pemaknaan-pemaknaan yang bersifat subyektif”.
20
Jabatan dan profesi notaris sebagai produk hukum, sumbangsih dan peran sertanya semakin dibutuhkan untuk mengayomi masyarakat dan mendukung
tegaknya supremasi hukum. Notaris tidak hanya bertugas membuat akta otentik semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan
perundang-undangan atau yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, tetepi juga harus dapat berfungsi membentuk hukum karena perjanjian antara pihak
berlaku sebagai produk hukum yang mengikat para pihak.
21
R. Soegondo Notodisoerjo mengemukakan bahwa : Untuk dapat membuat akta otentik, seseorang harus mempunyai kedudukan
sebagai pejabat umum. Di Indonesia, seorang Advokat, meskipun ia seorang yang ahli dalam bidang hukum, tidak berwenang untuk membuat akta otentik,
karena ia tidak mempunyai kedudukan sebagai pejabat umum, sebaliknya seorang Pegawai Catatan Sipil meskipun ia bukan ahli hukum, ia berhak
membuat akta-akta otentik untuk hal-hal tertentu, umpamanya untuk membuat akta kelahiran atau akta kematian. Demikian itu karena ia oleh Undang-
undang ditetapkan sebagai pejabat umum dan diberi wewenang untuk membuat akta-akta itu.
22
20
Aslan Noer, “Pelurusan Kedudukan PPAT Dan Notaris Dalam Pembuatan Akta Tanah Berdasarkan UU No. 30 TH. 2004 Tentang Jabatan Notaris Suatu telaah dari sudut pandang Hukum
Perdata dan Hukum Tanah Nasional,” Jurnal Renvoi, hal. 58
21
Notaris Harus
Dapat Menjamin
Kepastian Hukum,
http:www.d-infokom- jatim.go.idnews.php?id=39, dipublikasikan tanggal 13 Januari 2004, diakses tanggal 16 Februari 2008
22
R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat Di Indonesia Suatu Penjelasan, Cetakan Kedua, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1993, hal. 43
Universitas Sumatera Utara
18
Menurut A. Kohar akta adalah tulisan yang sengaja dibuat untuk dijadikan alat bukti. Apabila sebuah akta dibuat di hadapan Notaris maka akta tersebut
dikatakan sebagai akta notarial, atau otentik, atau akta Notaris. Suatu akta dikatakan otentik apabila dibuat di hadapan pejabat yang berwenang. Akta yang dibuat di
hadapan Notaris merupakan akta otentik, sedang akta yang dibuat hanya di antara pihak-pihak yang berkepentingan itu namanya surat di bawah tangan. Akta-akta yang
tidak disebutkan dalam undang-undang harus dengan akta otentik boleh saja dibuat di bawah tangan, hanya saja apabila menginginkan kekuatan pembuktiannya menjadi
kuat maka harus dibuat dengan akta otentik. Menurut Pasal 1868 KUHPerdata yang menyatakan: “Suatu akta otentik ialah
suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana
akta dibuatnya”. Oleh karena itu, otensitas dari akta notaris bersumber dari Pasal 1 ayat 1 UUJN, yang menyatakan notaris sebagai pejabat umum, sehingga akta yang
dibuat oleh notaris dalam kedudukannya tersebut memperoleh sifat akta otentik. G.H.S Lumban Tobing mengemukakan:
23
Akta yang dibuat oleh notaris dapat merupakan satu akta yang memuat “relaas” atau menguraikan secara otentik sesuatu tindakan yang dilakukan
atau suatu keadaan yang dilihat atau disaksikan oleh pembuat akta itu, yakni notaris sendiri, di dalam menjalankan jabatannya sebagai notaris. Akta yang
dibuat sedemikian dan memuat uraian dari apa yang dilihat dan disaksikan dan yang dialaminya itu dinamakan akta yang dibuat “oleh” door notaris
sebagai pejabat umum. Akan tetapi akta notaris dapat juga berisikan suatu “cerita” dari apa yang terjadi karena perbuatan yang dilakukan oleh pihak lain
23
G.H.S Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1999, hal. 51.
Universitas Sumatera Utara
19
di hadapan notaris, artinya yang diterangkan atau diceritakan oleh pihak lain kepada notaris dalam menjalankannya jabatannya dan untuk keperluan mana
pihak lain itu sengaja datang di hadapan notaris dan memberikan keterangan itu atau melakukan perbuatan itu di hadapan notaris, agar keterangan atau
perbuatan itu dikonstatir oleh notaris di dalam suatu akta otentik. Akta sedemikian dinamakan akta yang dibuat “dihadapan” ten overstaan notaris.
Dari uraian di atas dapat diketahui, bahwa ada 2 golongan akta notaris, yakni: 1.
Akta yang dibuat “oleh” door notaris atau yang dinamakan “akta relaas” atau “akta pejabat” ambtelijke akten;
Contoh: antara lain: pernyataan keputusan rapat pemegang saham dalam perseroan terbatas, akta pencatatan budel.
2. Akta yang dibuat “di hadapan” ten overstan notaris atau yang dinamakan “akta
partij partij-akten. Contoh, akta yang memuat perjanjian hibah, jual beli tidak termasuk penjualan
di muka umum atau lelang, wasiat, kuasa, dan juga gadai saham. Jika diperhatikan bunyi Pasal 1 angka 1 dan Pasal 15 ayat 1 UUJN di atas,
maka jelas bahwa notaris yang ditunjuk sebagai pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik dan juga mengenai grosse aktanya, sehingga keberadaan akta
otentik identik dengan akta Notaris. Akta notaris sebagai produk pejabat publik, maka penilaian terhadap akta
notaris harus dilakukan dengan asas praduga sah vermoeden vanrechtmatigeheid atau presumption iustae causa.
24
Asas ini dapat dipergunakan untuk menilai akta notaris, yaitu akta notaris harus dianggap sah sampai ada pihak yang menyatakan akta
24
Philipus M. Hadjon, Pemerintah Menurut Hukum Wet-en Rechtmatig Bestuur, Cetakan Pertama, Yuridika, Surabaya, 1993, hal. 5.
Universitas Sumatera Utara
20
tersebut tidak sah. Untuk menyatakan atau menilai akta tersebut tidak sah harus dengan gugatan ke pengadilan umum. Selama dan sepanjang gugatan berjalan sampai
dengan ada keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, maka akta notaris tetap mengikat para pihak atau siapa saja yang berkepentingan dengan akta
tersebut. Dalam gugatan untuk menyatakan akta notaris tersebut tidak sah, maka harus
dibuktikan ketidakabsahan dari aspek lahiriah, formal dan materilnya akta notaris. Jika tidak dapat dibuktikan maka akta yang bersangkutan tetap sah mengikat para
pihak atau siapa saja yang berkepentingan dengan akta tersebut. Asas ini telah diakui dalam UUJN, tersebut dalam Penjelasan Bagian Umum bahwa: Akta Notaris sebagai
alat bukti tertulis yang terkuat dan terpenuh, apa yang dinyatakan dalam Akta Notaris harus diterima, kecuali pihak yang berkepentingan dapat membuktikan hal sebaliknya
secara memuaskan di hadapan persidangan pengadilan. Dengan menerapkan asas praduga sah untuk akta notaris, maka ketentuan
yang tersebut dalam Pasal 84 UUJN yang menegaskan jika notaris melanggar tidak melakukan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat 1 huruf i, k,
Pasal 41, Pasal 44, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50, Pasal 51 dan pasal 52 Undang- Undang Jabatan Notaris UUJN Nomor 30 Tahun 2004, akta yang bersangkutan
hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan tidak diperlukan lagi, maka kebatalan akta notaris hanya berupa dapat dibatalkan atau batal
demi hukum.
Universitas Sumatera Utara
21
Notaris selaku pejabat pembuat akta otentik dalam tugasnya melekat pula kewajiban yang harus dipatuhinya, karena kewajiban tersebut merupakan sesuatu
yang harus dilaksanakan. Hal ini sesuai ketentuan dalam Pasal 16 ayat 1 UUJN di antaranya dinyatakan dalam menjalankan jabatannya, Notaris berkewajiban bertindak
jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam pembuatan hukum.
Sejalan dengan ketentuan dalam Pasal 16 ayat 1 huruf b yang mengatur Akta Minuta, maka Akta Minuta tersebut dapat dibatalkan, karena notaris membuat
akta originali. Adapun akta originali tersebut adalah akta: a. pembayaran uang sewa, bunga, dan pensiunan;
b. penawaran pembayaran tunai; c. protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat berharga;
d. akta kuasa; e. keterangan kepemilikan; atau
f.
akta lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan. Berkaitan dengan ketentuan Pasal 16 UUJN, notaris dalam menjalankan
profesinya, selain memiliki kewajiban yang harus dipatuhinya, juga memiliki larangan-larangan yang harus dihindari dalam menjalankan tugasnya. Dalam Pasal 17
UUJN dinyatakan Notaris dilarang: a. menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya;
b. meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 tujuh hari kerja berturut- turut tanpa alas an yang sah;
c. merangkap sebagai pegawai negeri; d. merangkap jabatan sebagai pejabat Negara;
e. merangkap jabatan sebagai advokat; f.
merangkap jabatan sebagai pimpinan atau pegawai badan usaha milik Negara, badan usaha milik daerah atau badan usaha swasta;
g. merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta di luar wilayah jabatan Notaris;
Universitas Sumatera Utara
22
h. menjadi Notaris Pengganti; atau i.
melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan
martabat jabatan Notaris.
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa notaris adalah pejabat umum yang berkewenangan membuat akta otentik selama tidak menjadi kewenangan pejabat lain
sesuai peraturan perundang-undangan. Demikian juga halnya dalam hal perjanjian gadai saham, Notaris dapat memberikan perlindungan hukum bagi para pihak
terhadap akta gadai saham yang dibuatnya, karena akta notaris adalah bukti yang sempurna dalam hal terjadinya sengketa atas perjanjian gadai saham perseroan
terbatas itu di depan pengadilan. Pengertian dari gadai dirumuskan dalam Pasal 1150, sebagai berikut:
Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditor atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh debitor, atau oleh seorang lain atas namanya,
dan yang memberikan kekuasaan kepada kreditor itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada kreditor-kreditor
lainnya; dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu
digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan.
Dari rumusan yang diberikan tersebut, maka menurut Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, untuk dapat disebut gadai harus memenuhi unsur-unsur sebagai
berikut:
25
1. Gadai diberikan hanya atas benda bergerak; 2. Gadai harus dikeluarkan dan penguasaan Pemberi Gadai;
3. Gadai memberikan hak kepada kreditor untuk memperoleh pelunasan terlebih dahulu atas piutang kreditor droit de preference;
25
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Hak Istimewa, Gadai, Dan Hipotek, Seri Hukum Harta Kekayaan, Kencana, Jakarta, 2007, hal. 74.
Universitas Sumatera Utara
23
4. Gadai memberikan kewenangan kepada kreditor untuk mengambil sendiri pelunasan secara mendahulu tersebut.
KUH Perdata tidak menentukan suatu formalitas tertentu bagi pemberian gadai. Dengan rumusan Pasal 1151 KUH Perdata, yang menyatakan “Persetujuan
gadai dibuktikan dengan segala alat yang diperbolehkan bagi pembuktian persetujuan pokoknya”.
Jadi, pemberian gadai harus mengikuti suatu perjanjian pokok. Dalam hal perjanjian pokok yang menjadi dasar pemberian gadai adalah suatu perjanjian yang
tidak memerlukan suatu bentuk formalitas bagi sahnya perjanjian pokok tersebut, maka berarti gadai juga dapat diberikan dengan cara yang sama, yaitu menurut
ketentuan yang berlaku bagi sahnya penjanjian pokok tersebut. Dengan demikian berarti sahnya suatu pemberian gadai harus memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian
secara umum sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Dalam Pasal 1320 KUH Perdata dinyatakan, untuk sahnya perjanjian-
perjanjian, diperlukan empat syarat: 1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. Suatu hal tertentu;
4. Suatu sebab yang tidak terlarang. Ilmu hukum selanjutnya membedakan keempat hal tersebut ke dalam dua syarat,
yaitu syarat subjektif dan syarat objektif. Selanjutnya, atas dasar konsep kebendaan, maka saham perseroan terbatas
juga dapat digadaikan, demikian dinyatakan dalam Pasal 60 ayat 2 Undang-Undang
Universitas Sumatera Utara
24
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas bahwa saham dapat diagunkan dengan gadai atau jaminan fidusia sepanjang tidak ditentukan lain dalam anggaran
dasar. Saham, dalam KUH Perdata maupun dalam UU Perseroan Terbatas adalah
suatu kebendaan bergerak, yang memberikan hak milik kebendaan kepada pemegangnya. Artinya bahwa hak atas saham tersebut memberikan kekuasaan
langsung yang dapat dipertahankan oleh pemiliknya terhadap setiap orang. Sifat ini dipertegas dengan adanya Daftar Pemegang Saham yang merupakan alat bukti bagi
perseroan atas setiap kepemilikan saham dalam perseroan. Ketentuan ini diperkuat dengan kewajiban untuk menyelenggarakan Rapat
Umum Pemegang Saham RUPS perseroan untuk setiap bentuk pengalihan, baik penjualan maupun bentuk-bentuk pengalihan lainnya serta penjaminan
saham oleh pemiliknya, di mana pengalihan maupun penjaminan saham baru akan efektif bagi perseroan segera setelah pengalihan atau penjaminan
tersebut dicatatkan pada perseroan, menurut bentuk-bentuk formalitas yang diakui dan diterima oleh perseroan.
Ahmad Yani dan Gunawan Wijaya mengemukakan:
26
Walaupun registrasi merupakan alat pembuktian yang kuat bagi perseroan tentang kepemilikan sahamnya oleh para pemegang saham, namun hal
tersebut bukanlah alat bukti satu-satunya bagi pemegang saham yang sah. Pemegang saham yang sah dari perseroan tetap dapat melakukan segala
macam pembuktian yang diperkenankan oleh hukum untuk membuktikan
26
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Perseroan Terbatas, Seri Hukum Bisnis, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hal 67.
Universitas Sumatera Utara
25
adanya hak kepemilikan saham yang sah dan sesungguhnya. Pasal 1865
27
dan Buku IV Kitab Undang-undang Hukum Perdata berlaku dalam hal ini.
Unsur pertama dari suatu gadai seperti dikatakan sebelumnya hanya dapat diberikan terhadap benda bergerak, yang dalam hal ini menurut ketentuan Pasal 1152,
Pasal 1152 bis, dan Pasal 1153 KUH Perdata, dapat diberikan terhadap: a. benda bergerak yang berwujud dan piutang-piutang kepada pembawa,
yang dilaksanakan
dengan cara
melepaskan benda
tersebut dari
penguasaan pemberi gadai; b. piutang kepada pihak yang ditunjuk, yang pemberian gadainya dilakukan
dengan cara endosemen yang disertai dengan penyerahan surat piutang atas tunjuk tersebut;
c. piutang-piutang atas nama, pemberian gadainya hanya sah jika telah diberitahukan mengenai pemberian gadai tersebut kepada orang, terhadap
siapa gadai
tersebut akan
dilaksanakan. Pemberitahuan,
menurut ketentuan Pasal 1153 KUH Perdata, tidak disyaratkan dalam bentuk
tertulis, hanya saja berdasarkan ketentuan Pasal 1153 KUH Perdata tersebut, secara implisit ternyata bahwa orang, terhadap siapa gadai
tersebut akan dilaksanakan dapat menunda pelaksanaan gadai, melalui pernyataan bahwa oleh orang ini, tentang hal pemberitahuan tersebut serta
tentang izinnya pemberi gadai dapat dimintanya suatu bukti tertulis. Oleh sebab itu, maka sebaiknya pemberitahuan dilakukan secara tertulis oleh
pemberi gadai dan penerima gadai secara bersama-sama kepada orang terhadap siapa gadai hendak dilaksanakan.
Dari penjelasan yang diberikan di muka diketahui bahwa sebagai suatu benda bergerak, maka gadai harus dikeluarkan dari penguasaan pemberi gadai, yang caranya
dilakukan menurut wujud dan masing-masing benda bergerak tersebut. Bagi benda bergerak yang berwujud dan piutang-piutang kepada pembawa, maka cara
mengeluarkan benda gadai dari pemberi gadai adalah dengan menyerahkannya kepada penerima gadai, yang dapat merupakan kreditor atau pihak ketiga yang
27
Pasal 1865 berbunyi: Setiap orang yang mengaku mempunyai suatu hak, atau menunjuk suatu peristiwa untuk meneguhkan haknya itu atau untuk membantah suatu hak orang lain, wajib
membuktikan adanya hak itu atau kejadian yang dikemukakan itu.
Universitas Sumatera Utara
26
ditunjuk atau disepakati secara bersama. Namun, penguasaan pemberi gadai sebagaimana di maksud tidak termasuk hak suara atas saham yang digadaikan, tetapi
tetap berada pada si pemberi gadai. Saham perseroan sebagai barang bergerak dan memiliki nilai yang berharga,
dapat dipergunakan sebagai jaminan utang. Ada dua macam jaminan yang dapat diterapkan terhadap barang bergerak, yaitu jaminan berupa gadai dan fidusia. Gadai
pada prinsipnya barang wajib diserahkan kepada kreditur pemegang gadai dan barang akan dikembalikan jika utang debitur sudah lunas. Sedangkan pada fidusia,
barang jaminan tidak perlu diserahkan, dan tetap dikuasai debitur, hanya hak milik barang diserahkan secara kepercayaan kepada kreditur pemegang fidusia.
Jaminan pada saham biasanya digunakan adalah gadai, sebagaimana alasan yang dikemukakan Gatot Supramono:
Dari kedua jaminan tersebut yang paling tepat untuk saham sebagai jaminan utang adalah gadai, karena kreditur merasa aman berhubung saham dikuasai
selama utang belum lunas. Jika diterapkan fidusia, kelemahannya debitur selaku pemilik saham terdapat kemungkinan untuk bertindak curang
sahamnya dijual atau digadaikan kepada orang lain, karena saham tetap di tangan debitur. Sehubungan dengan itu ketentuan Pasal 53 UUPT mengatur
pada prinsipnya saham dapat digadaikan. Khusus untuk saham atas nama, UUPT ada kehendak untuk membatasi untuk tidak digadaikan. Pembatasan itu
tertuang dalam anggaran dasar perseroan dan harus ditentukan dengan tegas. Transaksi gadai saham harus diberitahukan kepada perseroan dan harus
dicatat dalam daftar pemegang saham. Meskipun terjadi gadai saham, namun hak suara atas saham tidak hapus dari pemegang saham, karena hak milik
saham tidak berpindah tangan.
Selanjutnya, eksekusi gadai dapat ditemukan dalam Pasal 1155 dan Pasal 1156 KUH Perdata. Dalam ketentuan Pasal 1155 KUH Perdata, kreditur diberikan
hak untuk menyuruh jual benda gadai manakala debitur cedera janji, tetapi sebelum
Universitas Sumatera Utara
27
kreditur menyuruh jual benda yang digadaikan, maka ia harus memberitahukan terlebih dahulu mengenai maksudnya tersebut kepada debitur atau pemberi gadai.
Pemberitahuan tersebut akan berlaku sah manakala dalam perjanjian pokok dan perjanjian gadainya telah ditentukan suatu jangka waktu, dan jangka waktu tersebut
telah lampau sedangkan debitur sendiri telah tidak memenuhi kewajibannya tersebut. Agak berbeda dari rumusan yang diberikan dalam Pasal 1155 KUH Perdata
yang memungkinkan kreditur untuk menyuruh menjual sendiri benda yang digadaikan dan mengambil pelunasan atas seluruh utang, bunga, dan biaya yang
menjadi haknya, ketentuan Pasal 1156 KUH Perdata memberikan mekanisme penjualan benda gadai berdasarkan penetapan pengadilan. Dalam hal yang terakhir
mi, setelah suatu penjualan dilakukan oleh kreditur berdasarkan perintah pengadilan, maka kreditur berkewajiban untuk segera memberitahukannya kepada pemberi gadai,
yang menurut ketentuan Pasal 1156 KUH Perdata, dilakukan pada hari yang berikutnya apabila ada perhubungan pos harian ataupun suatu perhubungan telegraf,
atau jika tidak demikian halnya dengan pos yang berangkat pertama.
2. Konsepsi