PENGARUH KOMPENSASI DAN KOMITMEN ORGANISASI TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN PADA PT ASURANSI PURNA ARTANUGRAHA DI BANDAR LAMPUNG

ABSTRAK
PENGARUH KOMPENSASI DAN KOMITMEN ORGANISASI TERHADAP
KEPUASAN KERJA KARYAWAN PADA PT ASURANSI PURNA
ARTANUGRAHA DI BANDAR LAMPUNG
Oleh
RIRIN HERMANOVITA
Kepuasan kerja karyawan pada dasarnya merupakan hal yang bersifat individual.
Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan
sistem nilai-nilai yang berlaku pada dirinya. Hal tersebut disebabkan karena adanya
perbedaan pada masing-masing individu. Kepuasan kerja karyawan berkaitan dengan
adanya kompensasi yang diberikan perusahaan kepada karyawan dan komitmen
organisasi yang dimiliki karyawan terhadap perusahaan. Permasalahan penelitian ini
adalah: (1) Bagaimanakah pengaruh kompensasi terhadap kepuasan kerja karyawan
pada PT Asuransi Purna Artanugraha Cabang Bandar Lampung? (2) Bagaimanakah
pengaruh komitmen organisasi terhadap kepuasan kerja karyawan pada PT Asuransi
Purna Artanugraha Cabang Bandar Lampung? (3) Bagaimanakah pengaruh
kompensasi dan komitmen organisasi terhadap kepuasan kerja karyawan pada PT
Asuransi Purna Artanugraha Cabang Bandar Lampung?
Tujuan penelitian ini adalah: (1) Untuk mengetahui pengaruh kompensasi terhadap
kepuasan kerja karyawan pada PT Asuransi Purna Artanugraha Cabang Bandar
Lampung. (2) Untuk mengetahui pengaruh komitmen organisasi terhadap kepuasan

kerja karyawan pada PT Asuransi Purna Artanugraha Cabang Bandar Lampung.
(3) Untuk mengetahui pengaruh kompensasi dan komitmen organisasi terhadap
kepuasan kerja karyawan pada PT Asuransi Purna Artanugraha Cabang Bandar
Lampung.
Metode penelitian ini menggunakan penelitian lapangan dan penelitian kepustakaan.
Sampel penelitian adalah seluruh karyawan PT Asuransi Purna Artagraha Cabang
Bandar Lampung yang berjumlah 33 orang. Analisis data dilakukan dengan Rumus
Regresi Linier Ganda.
Hasil penelitian menunjukkan: (1) Pemberian kompensasi berpengaruh signifikan
terhadap kepuasan kerja karyawan pada PT Asuransi Purna Arthanugraha Bandar
Lampung, dengan perbandingan nilai t Hitung > tTabel yaitu 2.097 > 1.697. (2)
Komitmen organisasi berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan
pada PT Asuransi Purna Arthanugraha Bandar Lampung, dengan perbandingan nilai
t Hitung > tTabel yaitu 4.216 : 1.697. (3) Pemberian kompensasi dan komitmen

Ririn Hermanovita
organisasi secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja
karyawan pada PT Asuransi Purna Arthanugraha Bandar Lampung, dengan
perbandingan nilai Fhitung > FTabel yaitu 23.761> 3.32.
Saran dalam penelitian ini adalah: (1) Disarankan kepada pimpinan PT Asuransi

Purna Arthanugraha Bandar Lampung untuk semakin meningkatkan kompensasi
kepada karyawan, khususnya pada aspek pemberian penghargaan kepada para
karyawan yang memiliki prestasi kerja yang tinggi. (2) Karyawan PT Asuransi
Purna Arthanugraha Bandar Lampung disarankan untuk meningkatkan komitmen
organisasi, khususnya pada aspek kesediaan untuk mengorbankan waktu dan pikiran
demi kemajuan perusahaan. Hal ini diharapkan dapat memberikan kontribusi secara
optimal kepada perusahaan dalam rangka mencapai tujuan perusahaan. (3)
Karyawan PT Asuransi Purna Arthanugraha Bandar Lampung disarankan untuk
memberikan kontribusi pekerjaan yang baik bagi perusahaan, sehingga akan secara
optimal dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi.
Kata Kunci: Kompensasi, Komitmen Organisasi, Kepuasan Kerja

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sumberdaya manusia dalam organisasi perusahaan merupakan pusat kekuatan
yang menggerakkan dinamika organisasi, semakin besar organisasi, masalah
sumber daya manusia pun semakin besar dan kompleks. Dalam berbagai kasus,
penyebab kegagalan organisasi perusahaan ternyata pada manusia yang terlibat
didalamnya. Oleh karena itu, diperlukan adanya pengelolaan yang efektif dan

efisien terhadap sumberdaya manusia.
Perlu disadari bahwa karyawan merupakan sumberdaya manusia yang terlibat
langsung dalam menjalankan kegiatan perusahaan. Oleh sebab itu, perusahaan
harus memberikan perhatian secara maksimal kepada para karyawannya,
khususnya perhatian pada tingkat kesejahteraannya, sehingga karyawan yang
bersangkutan dapat terdorong untuk memberikan segala kemampuan sesuai
dengan yang dibutuhkan perusahaan.
Permasalahan yang berkaitan dengan sumber daya manusia dalam suatu
organisasi menuntut untuk diperhatikan, sebab secanggih apapun teknologi yang
dipergunakan dalam suatu organisasi serta sebesar apapun modal organisasi,
karyawan dalam organisasilah yang pada akhirnya akan menjalankannya. Hal ini
menunjukkan bahwa tanpa didukung dengan kualitas yang baik dari karyawan
dalam melaksanakan tugasnya keberhasilan organisasi tidak akan tercapai.

2
Kontribusi karyawan pada suatu organisasi akan menentukan maju ataupun
mundurnya organisasi (Ningrum, 2004).
Organisasi yang ingin maju dan berkembang akan memikirkan kepuasan kerja
para karyawannya, dengan kepuasan kerja yang didapat oleh karyawan akan
menimbulkan semangat karyawan untuk bekerja lebih baik lagi. Namun bila

karyawan dalam suatu organisasi tidak mendapatkan kepuasan maka mereka
cenderung akan mencari organisasi lain yang mampu memberikan kepuasan
ataupun melakukan tindakan-tindakan untuk meminta perhatian pada organisasi
agar memikirkan kepuasan karyawan (Robbins, 2001).
Kepuasan kerja dapat dijadikan aspek untuk melihat kondisi suatu organisasi.
Menurut Robbins (2001), kepuasan kerja yang rendah menimbulkan dampak
negatif seperti mangkir kerja, pindah kerja, produktivitas rendah, kesehatan tubuh
menurun, kecelakaan kerja, pencurian. Kepuasan kerja juga merupakan suatu
sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya.
Organisasi yang ingin maju dan berkembang akan memikirkan kepuasan kerja
para karyawannya, dengan kepuasan kerja yang didapat oleh karyawan akan
menimbulkan semangat karyawan untuk bekerja lebih baik lagi. Namun bila
karyawan dalam suatu organisasi tidak mendapatkan kepuasan maka mereka
cenderung akan mencari organisasi lain yang mampu memberikan kepuasan
ataupun melakukan tindakan-tindakan untuk meminta perhatian pada organisasi
agar memikirkan kepuasan karyawan.

3
Kepuasan kerja seseorang pada dasarnya merupakan hal yang bersifat individual.
Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan

sistem nilai-nilai yang berlaku pada dirinya. Hal tersebut disebabkan karena
adanya perbedaan pada masing-masing individu. Semakin banyak aspek-aspek
dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu tersebut, maka semakin
tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan, dan sebaliknya. Tiffin (dalam As’ad,
2003) menjelaskan bahwa perasaan atau tanggapan yang muncul sebagai akibat
dari pengalaman kerja yang berhubungan dengan nilai-nilai atau sikap yang
dimiliki pekerja terhadap pekerjaannya sendiri akan menimbulkan perasaan puas.
Kepuasan kerja juga dapat terjadi pada karyawan PT Asuransi Purna Artanugraha
yang bergerak di bidang asuransi umum. Perusahaan ini memiliki beberapa kantor
cabang, salah satunya di Bandar Lampung. Sumberdaya manusia merupakan
garda terdepan untuk menggaet nasabah. Ketika sumberdaya manusia yang
dimiliki tidak terpuaskan maka dapat menimbulkan dampak negatif seperti
mangkir kerja, pindah kerja, produktivitas rendah, kesehatan tubuh karyawan itu
sendiri menurun, korupsi dan sebagainya. Robbins (2001), menyatakan bahwa
pemberian kompensasi merupakan salah satu strategi yang ditempuh perusahaan
untuk memuaskan karyawan, karena ketika karyawan mempersepsikan ganjaran,
dalam hal ini kompensasi, yang diterimanya sesuai dengan apa yang telah
diberikannya kepada perusahaan maka karyawan akan merasa puas. Ketika
kepuasan kerja karyawan meningkat maka produktivitas meningkat pula.


4
Kepuasan kerja berkorelasi pula dengan komitmen organisasi, seperti yang utarakan
oleh Rapert (2002), terdapat korelasi antara kepuasan kerja dan komitmen organisasi,
yang mana penting dijadikan pertimbangan bagi manajer dalam membuat kebijakan.
Partisipasi karyawan dan komitmen organisasi yang dimiliki secara esensial
mempengaruh strategi perusahaan. Komitmen organisasi merupakan hubungan
antara seorang individu dengan organisasi sehingga individu dengan komitmen
organisasi tinggi akan memperlihatkan keinginan kuat untuk menjadi anggota
organisasi, berusaha sebaik mungkin serta memiliki penerimaan yang kuat
terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi. Dapat diduga pula, karyawan dengan
komitmen tinggi akan memiliki kepuasan kerja yang tinggi pula (Mowday, Porter,
dan Steers dalam Meyer et al., 1993).
Karyawan yang memiliki komitmen organisasi yang baik, dalam arti memiliki
perasaan identifikasi dengan tujuan organisasi, perasaan keterlibatan dalam tugas
organisasi dan perasaan loyalitas untuk organisasi, maka diharapkan dapat
melaksanakan berbagai pekerjaan sesuai dengan uraian tugasnya masing-masing
dalam rangka mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya.
Komitmen organisasi para karyawan PT Asuransi Purna Artanugraha Cabang
Bandar Lampung dalam penelitian ini sesuai pendapat Wibowo (2011: 371),
bahwa komitmen pada organiasi mengacu pada tiga sikap yaitu, perasaan

identifikasi dengan tujuan organisasi, perasaan keterlibatan dalam tugas organisasi
dan perasaan loyalitas untuk organisasi. Artinya para karyawan memiliki perasaan
identifikasi dan melaksanakan kinerja terbaik untuk mencapai dengan tujuan
perusahaan, memiliki keterlibatan dalam tugas yang diberikan perusahaan dan
memiliki loyalitas atau kesetiaan kepada perusahaan.

5
Faktor lain yang berkaitan dengan kepuasan kerja karyawan adalah kompensasi,
yaitu sebagai imbalan yang diberikan perusahaan kepada karyawannya atas
pengorbanan yang diberikan kepada perusahaan. Adanya kompensasi dari
perusahaan ini akan membuat karyawan merasa bahwa keberadaannya diakui dan
dihargai oleh perusahaan, sebab bagaimanapun juga karyawan merupakan sumber
daya manusia potensial yang turut menentukan keberhasilan perusahaan dalam
mencapai tujuannya.
Kompensasi yang diberikan PT Asuransi Purna Artanugraha Cabang Bandar
Lampung dalam penelitian ini sesuai dengan pendapat Wibowo (2011: 348-349),
bahwa kompensasi terdiri dari kompensasi langsung dan kompensasi tidak
langsung. Kompensasi langung diberikan dalam bentuk upah atau gaji, sementara
itu kompensasi tidak langsung diberikan dalam bentuk tunjangan, jaminan
keamanan dan kesehatan.

Berdasarkan uraian-uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti pengaruh dari
kompensasi dan komitmen organisasi terhadap kepuasan kerja karyawan

PT

Asuransi Purna Artanugraha.
B. Permasalahan
Permasalahan dalam penelitian dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengaruh kompensasi terhadap kepuasan kerja karyawan pada
PT Asuransi Purna Artanugraha Cabang Bandar Lampung?
2. Bagaimanakah pengaruh komitmen organisasi terhadap kepuasan kerja
karyawan pada PT Asuransi Purna Artanugraha Cabang Bandar Lampung?

6
3. Bagaimanakah pengaruh kompensasi dan komitmen organisasi terhadap
kepuasan kerja karyawan pada PT Asuransi Purna Artanugraha Cabang
Bandar Lampung?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui pengaruh kompensasi terhadap kepuasan kerja karyawan
pada PT Asuransi Purna Artanugraha Cabang Bandar Lampung.
b. Untuk mengetahui pengaruh komitmen organisasi terhadap kepuasan kerja
karyawan pada PT Asuransi Purna Artanugraha Cabang Bandar Lampung.
c. Untuk mengetahui pengaruh kompensasi dan komitmen organisasi terhadap
kepuasan kerja karyawan pada PT Asuransi Purna Artanugraha Cabang
Bandar Lampung.
2. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah:
a. Kegunaan Teoritis
Memberikan tambahan dan pengembangan wawasan dan ilmu pengetahuan
pada penulis dan sekaligus pihak lain yang berminat untuk mengkaji dan
mempelajari tentang manajemen sumberdaya manusia.
b. Kegunaan Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi PT Asuransi Purna
Artanugraha Cabang Bandar Lampung, khususnya dalam memacu semangat
kerja pegawai untuk menunjang pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Kompensasi
1. Pengertian Kompensasi
Berdasarkan pendapat para ahli masalah Sumber Daya Manusia, telah
dikemukakan pengertian tentang imbalan/kompensasi, sebagai berikut: Menurut
Ivancevich dalam Hasibuan (2005), “Compensation is the human resources
management function that deals with every type of reward individuals receive
in exchange for performing organization tasks.” (Kompensasi adalah fungsi
manajemen sumber daya manusia yang berkaitan dengan semua bentuk
penghargaan yang dijanjikan akan diterima pegawai sebagai imbalan dari
pelaksanaan tugas dalam upaya pencapaian tujuan perusahaan).
Kompensasi kerja adalah segala sesuatu yang diterima oleh karyawan sebagai
balas jasa untuk kerja mereka (Tohardi, 2002). Kompensasi kerja merujuk pada
semua bentuk upah atau imbalan yang berlaku bagi dan muncul dari pekerjaan
mereka, dan mempunyai dua komponen yaitu ada pembayaran keuangan
langsung dalam bentuk upah, gaji, insentif, komisi, dan bonus, dan ada
pembayaran tidak langsung dalam bentuk tunjangan keuangan seperti asuransi
dan uang liburan.

8
Dari pengertian di atas diketahui ciri-ciri imbalan atau kompensasi:

1. Kompensasi merujuk kepada semua bentuk imbalan keuangan,
2. Kompensasi diperoleh dari pelayanan yang nyata dan manfaat yang
diterima pegawai sebagai bagian dari suatu hubungan pekerjaan.
3. Kompensasi merupakan penghargaan finansial yang diberikan kepada
pegawai.
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa
kompensasi atau imbalan merupakan semua bentuk pembayaran yang diberikan
oleh organisasi/perusahaan kepada pegawai sebagai balas jasa atas pelaksanaan
tugas atau kontribusi pegawai kepada organisasi, baik yang diberikan secara
teratur maupun situasional.
2. Faktor-Faktor dalam Menentukan Pemberian Kompensasi
Menurut Gomez dalam Handoko (2004), External equity refers to the perceifed
fairness of pay relative to what other employees are paying for the same type of
labor. To achieve external equity, they use salary data on benchmark or key jobs
obstained from market surveys to set a pay policy (Keadilan eksternal merujuk
kepada adanya kesesuaian imbalan yang diterima pegawai pada suatu perusahaan
dengan pegawai pada perusahaan lain untuk jenis pekerjaan yang sama. Untuk
mencapai keadilan eksternal tersebut perusahaan dapat menggunakan data upah
dari benchmark atau melaksanakan survey pasar pada jenis pekerjaan dan ukuran
perusahaan yang relatif sama untuk menentukan kebijakan upah). Kebijakan
tingkat imbalan eksternal dipengaruhi oleh tingkat permintaan dan suplai tenaga
kerja, pasar produk, karakteristik industri, kemampuan untuk memberikan gaji.

9
Menurut Handoko (2004) penentuan besarnya kompensasi dipengaruhi oleh
beberapa tantangan, antara lain:
a. Penawaran dan permintaan tenaga kerja. Beberapa jenis pekerjaan mungkin
harus dibayar lebih tinggi daripada yang ditunjukkan oleh nilai relatifnya
karena desakan kondisi pasar. Sebagai contoh pada tahun 1970-an,
kelangkaan tenaga akuntan menyebabkan perusahaan (organisasi) harus
memberikan tunjangan kelangkaan di samping kompensasi dasar untuk
memperoleh tenaga kerja akuntan.
b. Serikat karyawan/pegawai. Lemah atau kuatnya serikat karyawan/pegawai
mencerminkan

kemampuan organisasi tersebut untuk menggunakan

kekuatan pengaruh mereka pada penentuan tingkat kompensasi. Semakin
kuat kekuatan serikat pekerja berarti semakin kuat posisi perundingan
pegawai dalam penetapan tingkat upah mereka.
c. Produktivitas.

Perusahaan

harus

memperoleh

laba

untuk

menjaga

kelangsungan hidup dan tumbuh. Tanpa hal ini, perusahaan tidak akan lagi
bisa bersaing. Oleh karena itu, perusahaan tidak dapat membayar para
karyawannya melebihi kontribusi mereka kepada perusahaan melalui
produktivitas mereka.
d. Kemampuan untuk membayar. Perusahaan juga merasa bahwa para
karyawan/pegawai seharusnya melakukan pekerjaan sesuai dengan upah
yang mereka terima. Manajemen perlu mendorong para karyawan/pegawai
untuk meningkatkan produktifitas mereka agar kompensasi yang lebih
tinggi dapat dibayarkan.

10
e. Berbagai kebijaksanaan pengupasan dan penggajian. Banyak perusahaan
mempunyai kebijaksanaan pembayaran bonus (premium) di atas upah dasar
untuk meminimumkan perputaran karyawan atau untuk menarik para
karyawan terbaik. Perusahaan-perusahaan lain mungkin juga menetapkan
kenaikan kompensasi secara otomatis bila indeks biaya hidup naik.
3. Tujuan Pemberian Kompensasi
Menurut Milkovich dan Newman dalam Handoko (2004) Pay sistems are
designed efficiency (performance driven, total quality, customer focus, cost
control), equity and compliance [Sistem imbalan didesain efisien (arah kinerja,
kualitas total, fokus pada pelanggan, mengontrol biaya), adil dan lengkap].
Pengembangan tujuan pembayaran imbalan sangat tergantung pada masingmasing perusahaan dan jenis usaha.
Menurut Carell, et. al. dalam Handoko (2004), pemberian imbalan/kompensasi
bertujuan untuk menarik karyawan dari luar perusahaan, mempertahankan
karyawan yang memiliki kualitas yang baik, memotivasi karyawan, serta sebagai
upaya untuk memenuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan
menurut Handoko (2004), tujuan pemberian imbalan atau kompensasi adalah
untuk:
a. Memperoleh personalia yang berkualitas. Kompensasi perlu ditetapkan
cukup tinggi untuk dapat bersaing dalam pasar tenaga kerja, tingkat
pengupahan harus sesuai dengan kondisi suplai dan permintaan tenaga kerja.
Kadang-kadang tingkat gaji yang relatif tinggi diperlukan untuk menarik
para pelamar cakap yang sudah bekerja diberbagai perusahaan lain.

11
b. Mempertahankan para pegawai yang ada. Bila tingkat kompensasi tidak
kompetitif, niscaya banyak karyawan yang baik akan keluar. Untuk
mencegah perputaran karyawan, pengupahan harus dijaga agar tetap
kompetitif dengan perusahaan-perusahaan lain.
c. Menjamin keadilan. Administrasi pengupahan dan penggajian berusaha
untuk memenuhi prinsip keadilan. Keadilan atau konsisten internal dan
eksternal sangat penting diperhatikan dalam penentuan tingkat kompensasi.
d. Menghargai perilaku yang diinginkan. Kompensasi hendaknya mendorong
perilaku-perilaku yang diinginkan. Prestasi kerja yang baik, pengalaman,
kesetiaan, tanggung jawab baru dan perilaku-perilaku lain dapat dihargai
melalui rencana kompensasi yang efektif.
e. Mengendalikan biaya-biaya. Suatu program kompensasi yang rasional
membantu organisasi untuk mendapatkan dan mempertahankan sumber
daya manusianya pada tingkat biaya yang layak. Tanpa struktur pengupahan
dan penggajian sistematika organisasi dapat membayar kurang (underpay)
atau lebih (overpay) kepada para karyawannya.
f. Memenuhi peraturan-peraturan legal. Seperti aspek-aspek manajemen
personalia lainnya, administrasi kompensasi menghadapi batasan-batasan legal.
Program kompensasi yang baik memperhatikan kendala-kendala tersebut dan
memenuhi semua peraturan pemerintah yang mengatur kompensasi karyawan.
Pengukuran kompensasi yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada
pendapat Wibowo (2011: 348-349), bahwa kompensasi terdiri dari kompensasi
langsung (upah/gaji) dan kompensasi tidak langsung (tunjangan, jaminan
keamanan dan kesehatan).

12
B. Komitmen Organisasi
1. Pengertian Komitmen Organisasi
Mowday, Porter, dan Steers (dalam Meyer et al., 1993) mendefinisikan komitmen
organisasi sebagaimana yang pernah digambarkan Porter, yaitu sebagai sifat
hubungan seorang individu dengan organisasi yang memungkinkan seseorang
dengan komitmen tinggi akan memperlihatkan keinginan kuat untuk menjadi
anggota organisasi yang bersangkutan, kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin
serta penerimaan yang kuat terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi.
Pengertian tersebut memberi arti dua komitmen, yaitu: komitmen terhadap
organisasi atau kemana organisasi itu digerakkan, dimana komitmen tinggi akan
mempertahankan keanggotaannya serta komitmen pada nilai-nilai, norma dan
budaya organisasi yang memberi batasan yang boleh atau tidak boleh dilakukan,
dimana hal-hal tersebut memberi keyakinan kuat pada anggota yang menimbulkan
komitmen kuat pada organisasi.
Robbins (2001) berpendapat bahwa komitmen organisasi merupakan suatu
keadaan dimana seorang karyawan memihak pada suatu organisasi tertentu dan
tujuan-tujuan organisasi serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi
tersebut. Jadi komitmen yang tinggi berarti pemihakkan pada organisasi yang
memperkerjakannya.
Charles O’Reilly (dalam Staw, 1991) sependapat dengan Robbins (2001) yang
memberi pemahaman komitmen organisasi sebagai perhatian psikologis individu
terhadap organisasinya yang mencakup perasaan keterlibatan dalam pekerjaan,

13
loyalitas dan keyakinan terhadap nilai-nilai organisasi. Komitmen organisasi
mempunyai hubungan positif dengan hasil yang dicapai organisasi dimana
komitmen organisasi tinggi dapat menekan tingkat keluar masuk pekerja.
2. Dimensi-Dimensi Komitmen Organisasi
Alan dan Meyer (1990) dan Meyer (1989), menyatakan bahwa komitmen
organisasi merupakan hubungan antara seorang individu dengan organisasi
sehingga individu dengan komitmen organisasi tinggi akan memperlihatkan
keinginan kuat untuk menjadi anggota organisasi, berusaha sebaik mungkin serta
memiliki penerimaan yang kuat terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi.
Selanjutnya Alan dan Meyer (1990) dan Meyer (1989), mengajukan tiga bentuk
komitmen organisasi yang terdiri atas:
a. Komitmen afektif, yaitu keikatan emosional, identifikasi dan keterlibatan
dalam suatu organisasi. Individu menetap dalam suatu organisasi karena
keinginan sendiri.
b. Komitmen kontinuans, yaitu komitmen individu yang didasarkan pada
pertimbangan tentang apa yang harus dikorbankan bila akan meninggalkan
organisasi. Individu memutuskan menetap pada suatu organisasi karena
menganggapnya sebagai suatu pemenuhan kebutuhan.
c. Komitmen normatif, yaitu keyakinan individu tentang tanggung jawab
terhadap organisasi. Individu tetap tinggal pada suatu organisasi karena
merasa wajib untuk loyal pada organisasi tersebut.

14
Komitmen organisasi merupakan instrumen peramal yang tepat untuk melihat
perpindahan kerja dan instrumen yang lebih baik dibandingkan dengan kepuasan
kerja karena dengan berjalannya waktu dan menyadari keterkaitannya dengan
organisasi maka tingkat rasa tanggung jawab dan rasa memiliki dari pekerja akan
semakin tinggi. Komitmen organisasi juga merupakan peramal lebih baik karena
merupakan respon yang lebih global dan bertahan terhadap organisasi sebagai
suatu keseluruhan daripada kepuasan kerja.
Steers dan Salancik (1991) walaupun tidak secara tegas mengatakan bahwa
komitmen berpengaruh terhadap kepuasan kerja, namun dalam situasi hubungan
pekerja dan organisasi yang begitu kompleks beberapa aspek kepuasan kerja dapat
dipenuhi melalui manifestasi komitmen terhadap organisasi. Model hubungan
sebab akibat komitmen organisasi yang bersifat lingkaran umpan balik, pada
situasi tertentu dapat menjelaskan hubungan antara komitmen organisasi dan
kepuasan kerja.
Pengukuran komitmen organisasi yang digunakan dalam penelitian ini mengacu
pada pendapat Alan dan Meyer (1990) dan Meyer (1989), bahwa tiga bentuk
komitmen organisasi yaitu komitmen afektif, komitmen kontinuans, dan
komitmen normatif, yaitu keyakinan individu tentang tanggung jawab terhadap
organisasi. Individu tetap tinggal pada suatu organisasi karena merasa wajib untuk
loyal pada organisasi tersebut.

15
C. Kepuasan Kerja
1. Pengertian Kepuasan Kerja
Menurut Wexley danYukl (1992), kepuasan kerja ditentukan atau dipengaruhi
oleh sekelompok faktor. Faktor-faktor itu dapat dikelompokkan kedalam tiga
bagian, yaitu: 1) Karakter individu, yang terdiri atas kebutuhan-kebutuhan
individu, nilai-nilai yang dianut individu (values), dan ciri-ciri kepribadian
(personality traits); 2) Variabel-variabel yang bersifat situasional, yang terdiri atas
perbandingan terhadap situasi sosial yang ada, kelompok acuan, pengaruh dari
pengalaman kerja sebelumnya; dan 3) Karakteristik pekerjaan, terdiri atas imbalan
yang diterima, pengawasan yang dilakukan oleh atasan, pekerjaan itu sendiri,
hubungan antara rekan sekerja, keamanan kerja, kesempatan untuk memperoleh
perubahan.
Berdasarkan survei yang dilakukan Herzberg (1959) (dalam Ningrum, 2004), ia
berkesimpulan bahwa pendekatan-pendekatan yang dilakukan oleh para peneliti
untuk memecahkan masalah kepuasan kerja tidaklah lengkap, sebagian dari
penelitian tersebut hanya mencoba mencari-cari faktor-faktor yang mempengaruhi
sikap kerja, yaitu “faktor-faktor apa saja yang menyebabkan sikap karyawan
menjadi suka atau tidak menyukai pekerjaannya?”, sedangkan peneliti-peneliti
yang lain hanya mencoba melihat pengaruh sikap terhadap kinerja, yaitu “apakah
karyawan yang puas lebih produktif dari karyawan yang tidak puas?”. Menurut
Herzberg, diperlukan suatu pendekatan yang telah dilakukan tersebut. Untuk
membuktikan pendapatnya itu, Herzberg dan sejawatnya pada tahun 1959
melakukan penelitian terhadap 200 orang insinyur dan akuntan Pittsburg. Kepada

16
mereka diminta untuk mengambarkan secara detail bilamana mereka merasa puas
dan tidak puas dengan pekerjaannya. Dari analisa yang dilakukan terhadap data
yang terkumpul, Herzberg dan sejawatnya menyimpulkan bahwa faktor-faktor
yang menimbulkan kepuasan kerja berbeda dengan faktor-faktor yang
menimbulkan ketidakpuasan kerja.
Karyawan yang memiliki sikap perjuangan, pengabdian, disiplin, dan kemampuan
profesional sangat mungkin mempunyai prestasi kerja dalam melaksanakan tugas
sehingga lebih berdaya guna dan berhasil guna. Karyawan yang profesional dapat
diartikan sebagai sebuah pandangan untuk selalu perpikir, kerja keras, bekerja
sepenuh waktu, disiplin, jujur, loyalitas tinggi, dan penuh dedikasi demi untuk
keberhasilan pekerjaannya (Hamid dan Budiman, 2003).
Peningkatan sikap, perjuangan, pengabdian, disiplin kerja, dan kemampuan
profesional dapat dilakukan melalui serangkaian pembinaan dan tindakan nyata
agar upaya peningkatan prestasi kerja dan loyalilas karyawan dapat menjadi
kenyataan. Salah satu faktor yang mempengaruhi loyalitas karyawan adalah
kepuasan kerja karyawan. Kepuasan kerja (job satisfaction) adalah keadaan
emosional karyawan yang terjadi maupun tidak terjadi titik temu antara nilai balas
jasa kerja karyawan dan perusahaan atau organisasi dengan tingkat nilai balas jasa
yang memang diinginkan oleh karyawan yang bersangkutan (Martoyo, 2000).
Dalam hal kepuasan kerja, Gilmer (1966) (dalam As'ad, 2003) menyebutkan
faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah kesempatan untuk maju,
keamanan kerja, gaji, perusahaan dan manajemen, faktor intrinsik dan pekerjaan,
kondisi kerja, aspek sosial dalam pekerjaan, komunikasi, dan fasilitas.

17
Sementara itu, menurut Heidjrachman dan Husnan (2002) mengemukakan
beberapa faktor mengenai kebutuhan dan keinginan pegawai, yakni: gaji yang
baik, pekerjaan yang aman, rekan sekerja yang kompak, penghargaan terhadap
pekerjaan, pekerjaan yang berarti, kesempatan untuk maju, pimpinan yang adil
dan bijaksana, pengarahan dan perintah yang wajar, dan organisasi atau tempat
kerja yang dihargai oleh masyarakat.
Howell dan Robert (dalam Wijono, 2010) memandang bahwa kepuasan kerja
sebagai hasil keseluruhan dari derajat rasa suka atau tidak sukanya karyawan
terhadap berbagai aspek dari pekerjaannya, sedangkan menurut Fleisman dan
Bass (dalam Wijono, 2010) kepuasan kerja merupakan suatu tindakan efektif
karyawan terhadap pekerjaanya.
Blum dan Naylor (dalam Wijono, 2010) menjelaskan bahwa kepuasan kerja
sebagai hasil dari berbagai sikap yang ditunjukkan oleh seorang karyawan.
Sebaliknya, Schultz (dalam Wijono, 2010) memberi dukungan terhadap definisi
yang diungkapkan oleh Blum dan Naylor (dalam Wijono, 2010), bahwa kepuasan
kerja merupakan serangkaian sikap yang dipegang oleh individu tentang
pekerjaanya. Milton (dalam Wijono, 2010), kepuasan kerja dipengaruhi oleh ciriciri kepribadian.
Menurut Handoko, kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan
dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja
mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Ini dampak dalam sikap
positif karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan
kerjanya. Selaras dengan itu, Stephen Robins mengungkapkan bahwa kepuasan itu

18
terjadi apabila kebutuhan-kebutuhan individu sudah terpenuhi dan terkait dengan
derajat kesukaan dan ketidaksukaan dikaitkan dengan pegawai; merupakan sikap
umum yang dimiliki oleh pegawai yang erat kaitannya dengan imbalan-imbalan
yang mereka yakini akan mereka terima setelah melakukan sebuah pengorbanan.
Apabila dilihat dari pendapat Robin tersebut terkandung dua dimensi, pertama,
kepuasan yang dirasakan individu yang titik beratnya individu anggota masyarakat,
dimensi lain adalah kepuasan yang merupakan sikap umum yang dimiliki oleh
pegawai.
Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli dapat disimpulkan kepuasan kerja adalah
rangkaian sikap yang dipegang oleh individu tentang pekerjaannya, persepsinya
terhadap tempat kerja, hubungan timbal balik antara manajer dengan bawahannya
serta kepuasan kerja dapat dipengaruhi oleh ciri-ciri kepribadian.
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja itu sendiri adalah sesuatu yang kompleks dan sulit untuk diukur
keobjektivitasannya. Tingkat kepuasan kerja dipengaruhi oleh rentang yang luas
dari variabel-variabel yang berhubungan dengan faktor-faktor individu, sosial,
budaya, organisasi, dan lingkungan. Sejalan dengan ini, Mullin (dalam Wijono,
2010) menjelaskan sebagai berikut: (a) Faktor pribadi, diantaranya kepribadian,
pendidikan, intelegensi dan kemampuan, usia, status perkawinan, dan orientasi
kerja. (b) Faktor sosial, diantaranya hubungan dengan rekan kerja, kelompok
kerja, dan norma-norma, kesempatan untuk berinteraksi, dan organisasi informal.
(c). Faktor budaya, diantaranya sikap-sikap yang mendasari, kepercayaan dan
nilai-nilai. (d). Faktor organisasi diantaranya sifat dan ukuran, struktur formal,

19
kebijakan-kebijakan personalia dan prosedur-prosedur, relasi karyawan, sifat
pekerjaan, teknologi dan organisasi kerja, supervisor dan gaya kepemimpinan,
sistem manajemen, dan kondisi-kondisi kerja. (e) Faktor lingkungan, diantarannya
ekonomi, sosial, teknik, dan pengaruh-pengaruh pemerintah.
Dalam teori lain, banyak faktor yang telah diteliti sebagai faktor-faktor yang
mungkin menentukan kepuasan kerja. Berikut ditinjau dari ciri-ciri intrinsik dari
pekerjaan, gaji, dan penyelia, rekan sejawat, kondisi kerja.
a. Ciri-ciri intrinsik pekerjaan. Menurut Locke (dalam Munandar, 2001) ciri-ciri
intrinsik dari pekerjaan yang menetukan kepuasan kerja ialah keragaman,
kesulitan, jumlah pekerjaan, tanggung jawab, otonomi, kendali terhadap
metode kerja, kemajemukan, dan kreativitas.
b. Gaji penghasilan, imbalan yang dirasakan adil. Siegel dan Lane (dalam
Munandar, 2001) mengutip kesimpulan yang diberikan oleh beberapa ahli
yang meninjau kembali hasil-hasil penelitian tentang pentingnya gaji sebagai
penentu dari kepuasan kerja, yaitu bahwa para sarjana psikologi telah secara
tradisional dan salah meminimasi pentingnya uang sebagai penentu kepuasan
kerja.
c. Penyelia yang memiliki tenggang rasa. Kepuasan kerja bagi karyawan dapat
ditentukan oleh hubungan yang baik antara karyawan dengan penyelia atau
supervisor yang memiliki tenggang rasa yang baik dengan karyawan. Menurut
Locke (dalam Munandar, 2001) tingkat kepuasan kerja yang paling besar
dengan seorang atasan ialah jika kedua jenis hubungan positif antara atasan
dan bawahan.

20
d. Rekan sejawat yang menunjang. Kepuasan kerja yang ada pada para pekerja
timbul karena mereka, dalam jumlah tertentu, berada dalam satu ruangan
kerja, sehingga mereka dapat saling berbicara (kebutuhan sosialnya dipenuhi).
e. Kondisi kerja yang menunjang. Perusahaan perlu menyediakan tempat kerja
yang terang, sejuk, dengan peralatan kerja yang enak untuk digunakan, meja
dan kursi kerja yang memperhatikan prinsip-prinsip ergonomi. Dalam kondisi
kerja yang seperti ini kebutuhan-kebutuhan fisik dipenuhi dan memuaskan
tenaga kerja.
3. Dampak dari Kepuasan dan Ketidakpuasan Kerja
Dampak perilaku dari kepuasan dan ketidakpuasan kerja telah banyak diteliti dan
dikaji. Berikut beberapa hasil penelitian tentang dampak kepuasan kerja terhadap
produktivitas, ketidakhadiran dan keluarnya pegawai dan dampaknya terhadap
kesehatan.
a. Dampak Terhadap Produktivitas
Lawler dan Porter (dalam Munandar, 2001) mengharapkan produktivitas yang
tinggi menyebabkan peningkatan dari kepuasan kerja hanya jika tenaga kerja
mempersepsikan bahwa ganjaran intrinsik (misalnya rasa telah mencapai sesuatu)
dan ganjaran ekstrinsik (misalnya gaji) yang diterima kedua-duanya adil dan
wajar dan diasosiasikan dengan unjuk kerja yang unggul. Jika tenaga kerja tidak
mempersepsikan ganjaran intrinsuk dan ekstrinsik berasosiasi dengan unjuk-kerja,
maka kenaikan dalam unjuk-kerja tidak akan berkorelasi dengan dengan kenaikan
dalam kepuasan kerja.

21
b. Dampak Terhadap Ketidakhadiran (Absenteisme) Dan Keluarnya Tenaga
Kerja (Turnover)
Porter dan Steers (dalam Munandar, 2001) berkesimpulan bahwa ketidakhadiran
dan berhenti bekerja merupakan jenis jawaban-jawaban yang secara kualitatif
berbeda. Ketidakhadiran lebih spontan sifatnya dan dengan demikian kurang
mungkin mencerminkan ketidak puasan kerja. Lain halnya dengan berhenti atau
keluar dari pekerjaannya. Perilaku ini karena akan mempunyai akibat-akibat
ekonomis yang besar, maka lebih besar kemungkinannya ia berhubungan dengan
ketidakpuasan kerja.
Steers dan Rhodes (dalam Munandar, 2010) mengembangkan model dari
pengaruh terhadap kehadiran. Mereka melihat adanya dua faktor pada perilaku
hadir, yaitu motivasi untuk hadir. Mereka percaya bahwa motivasi untuk hadir
dipengaruhi oleh kepuasan kerja dalam kombinasi dengan tekanan-tekanan
internal dan eksternal untuk datang pada pekerjaan.
Model meninggalkan pekerjaan dari Mobley, Horner, dan Hollingworth (dalam
Munandar, 2001) bahwa setelah tenaga kerja menjadi tidak puas terjadi beberapa
tahap (misalnya berpikir untuk meninggalkan pekerjaan) sebelum keputusan
untuk meninggalkan pekerjaan diambil. Dari penelitian dengan menggunakan
model ini mereka menemukan bukti yang menunjukkan bahawa dari tingkat dari
kepuasan kerja berkolerasi dengan pemikiran-pemikiran untuk meninggalkan
pekerjaan, dan bahwa niat untuk meninggalkan kerja berkolerasi dengan
pemikiran dengan meninggalkan pekerjaan secara aktual.

22
Menurut Robbins (dalam Munandar 2001) ketidakpuasan kerja karyawan dapat
diungkapkan kedalam berbagai macam cara. Misalnya, selain meninggalkan
pekerjaan, karyawan dapat mengeluh, membangkang, mencuri barang milik
organisasi, menghindari sebagian dari tanggung jawab pekerjaan mereka. Keluar
(Exit): ketidakpuasan kerja yang diungkapkan dengan meninggalkan pekerjaan,
termasuk mencari pekerjaan lain. Menyuarakan (Voice): Ketidakpuasan kerja
yang diungkapkan melalui usaha aktif dan konstruktif untuk memperbaiki kondisi
termasuk memberikan saran perbaikan, mendiskusikan masalah denagn atasannya.
Mengabaikan (Neglect): Ketidakpuasan kerja yang diungkapkan melalui sikap
membiarkan keadaan menjadi lebih buruk, termasuk misalnya, sering absen, atau
datang terlambat, upaya berkurang, kesalahan yang dibuat makin banyak.
Kesetiaan (Loyalitas): Ketidakpuasan kerja yang diungkapkan dengan menunggu
secara pasif sampai kondisinnya menjadi lebih baik, termasuk membela
perusahaan terhadap kritik dari luar dan percaya bahwa organisasi dan manajemen
akan melakukan hal yang tepat untuk memperbaiki kondisi.
c. Dampak Terhadap Kesehatan
Salah satu temuan yang penting dari kajian yang dilakukan oleh Kornhauser
(dalam Munandar, 2001) tentang kesehatan mental dan kepuasan kerja, ialah
bahwa untuk semua tingkatan jabatan, persepsi dari tenaga kerja bahwa pekerjaan
mereka menuntut untuk penggunaan efektif dari kecakapan-kecakapan mereka
berkaitan dengan skor kesehatan mental dan kepuasan sendiri dan kesehata
mungkin saling mengukuhkan sehingga peningkatan dari yang satu dapat

23
meningkatkan yang lain dan sebaliknya yang satu mempunyai akibat yang negatif
juga pada yang lain.
4. Komponen-Komponen Kepuasan Kerja
Locke (dalam Wijono, 2010) menyimpulkan bahwa ada tiga komponen kunci
yang penting dalam kepuasan kerja, yaitu nilai-nilai, kepentingan, dan persepsi.
Pertama, kepuasan kerja adalah suatu fungsi dari nilai-nilai (values). Selanjutnya
Locke (dalam Wijono, 2010) memberi batasan bahwa nilai-nilai dipandang dari
segi “keinginan seseorang baik yang disadari ataupun tidak, biasanya berkaitan
dengan apa yang diperolehnya”. Locke membedakan antara nilai-nilai dan
kebutuhan, kebutuhan adalah suatu “tujuan yang diisyaratkan” paling dasar untuk
dipenuhi oleh tubuh manusia guna mempertahankan hidupnya, seperti oksigen
dan air. Nilai-nilai, di sisi lain disebut sebagai “kebutuhan pokok yang
disyaratkan” yang ada dalam pikiran seseorang. Seperti yang telah diketahui
bahwa nilai-nilai yang dikemukakan Locke’s termasuk kebutuhan-kebutuhan yang
lebih tinggi seperti kebutuhan penghargaan, aktualisasi diri dan pertumbuhan.
Kedua, kepuasan kerja adalah kepentingan (importance). Orang tidak hanya
membedakan nilai-nilai yang mereka pegang tetapi kepentingan mereka dalam
menempatkan nilai-nilai tersebut, dan perbedaan-perbedaan tersebut secara kritis
yang dapat menentukan tingkat kepuasan kerja mereka.
Ketiga, persepsi (perception) sebagai komponen terakhir dari definisi kepuasan
kerja. Kepuasan didasarkan pada persepsi individu terhadap situasi saat ini dan
nilai-nilai, individu mengingat bahwa persepsi mungkin bukan merupakan refleksi

24
yang akurat dan lengkap dari suatu realitas yang objektif. Ketika individu tidak
mempersepsi, individu harus melihat bahwa situasi yang sebenarnya untuk
dipahami sebagai reaksi pribadi.
Secara keseluruhan, kepuasan kerja merupakan satu aspek yang penting dalam
pekerjaan. Ketidakpuasan kerja yang dimilki karyawan menyebabkan berbagai
masalah yang sama terhadap diri karyawan maupun organisasi tempat ia bekerja.
Organisasi terpaksa menanggung beban biaya yang cukup tinggi apabila kepuasan
kerja karyawan tidak diperhatikan. Hal ini dapat dilihat dari kecenderungan
adanya karyawan yang berhenti kerja, seringkali absen (bolos) kerja, dan beberapa
masalah pelanggaran disiplin yang dapat menyebabkan biaya pengeluaran yang
cukup tinggi dalam perusahaan dan menurunkan produktivitas kerja organisasi.
Dari segi karyawan, ketidakpuasan kerja dapat menyebabkan beberapa penyakit
seperti migrant, kelelahan kerja, dan sebagainya. Situasi ini dapat menyebabkan
prestasi kerja karyawan menurun dan membuat karyawan menjadi tidak produtif
serta dapat berakibat munculnya stres kerja.
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kepuasan kerja
merupakan hal yang bersifat individual dan akan mengalami tingkat kepuasan
yang berbeda-beda sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku pada individu tersebut.
Ini disebabkan karena adanya perbedaan pada diri individu. Semakin banyak
aspek-aspek pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu tersebut maka
semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan karyawan dan sebaliknya bila
dalam suatu perusahaan ada kesenjangan antara harapan dengan kenyataan maka
akan menimbulkan ketidakpuasan dalam diri karyawan. Permasalahan akan dapat
timbul disebabkan oleh beberapa faktor, yang pertama yaitu faktor yang berasal

25
dari dalam dirinya sendiri, misalnya kepribadian. Kepribadian diri dari individu
yang unik membentuk kepribadian tertentu.
Jadi faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah sebagai berikut: a.
Faktor pribadi, diantaranya kepribadian, pendidikan, intelegensi dan kemampuan,
usia, status perkawinan, dan orientasi kerja. b. Faktor sosial diantaranya hubungan
dengan rekan kerja, kelompok kerja, dan norma-norma, kesempatan untuk
berinteraksi, dan organisasi informal. c. Faktor budaya diantaranya sikap-sikap
yang mendasari, kepercayaan dan nilai-nilai. d. Faktor organisasi diantaranya sifat
dan ukuran, struktur formal, kebijakan-kebijakan personalia dan prosedurprosedur, relasi karyawan, sifat pekerjaan, teknologi dan organisasi kerja,
supervisor dan gaya kepemimpinan, sistem manajemen, dan kondisi-kondisi kerja.
e. Faktor lingkungan diantarannya ekonomi, sosial, teknik, dan pengaruhpengaruh pemerintah.
5. Dimensi Kepuasan Kerja
Locke dalam Dunnette (1983) membagi tujuh dimensi kerja yang merupakan
pengembangan Locke sebelumnya dan mempunyai kontribusi terhadap kepuasan
kerja, yaitu:
a. Pekerjaan, termasuk minat intrinsik, variasi tugas, kesempatan belajar,
kesulitan kerja, jumlah kerja, kesempatan untuk berhasil, kontrol terhadap
langkah-langkah pekerjaan dan metode pekerjaan.
b. Pembayaran, termasuk jumlah pembayaran, keadilan pembayaran, serta cara
pembayarannya.

26
c. Promosi termasuk keadilan mendapatkan promosi dan kesempatan mendapat
promosi.
d. Pengakuan termasuk penghargaan terhadap prestasi, kepercayaan atas tugas
yang diberikan serta kritik atas tugas yang dikerjakan.
e. Benefit termasuk memperoleh pensiun, mendapat kesehatan, adanya cuti
tahunan dan adanya pembayaran pada saat liburan.
f. Kondisi kerja termasuk jam kerja, jam istirahat, peralatan kerja, temperatur di
tempat kerja, ventilasi, kelembaban, lokasi serta tata ruang kerja.
g. Supervisi termasuk gaya dan pengaruh supervisi, hubungan manusia dan
keterampilan administratif.
h. Rekan kerja termasuk kompetensi, saling membantu, dan keramahan antar
rekan kerja.
i. Perusahaan dan manajemen termasuk kebijakan akan perhatian terhadap
pekerja baik untuk pembayaran ataupun benefit-benefit.
Menurut Hasibuan (2007: 201) Kepuasan keja karyawan dipengauhi faktor-faktor
berikut :
a. Balas jasa yang adil dan layak (Gaji)
b. Penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian (Promosi)
c. Berat-ringannya pekejaan
d. Suasana dan lingkungan pekejaan (Kondisi Kerja)
e. Peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan (Fasilitas Kerja)
f. Sikap pimpinan dalam kepemimpinannya (Supevisi)
g. Sifat pekerjaan monoton atau tidak

27

Luthans (1992) membagi dimensi-dimensi pekerjaan yang berhubungan dengan
kepuasan kerja yaitu imbalan, pekerjaan itu sendiri, promosi, supervisi, kelompok
kerja dan kondisi kerja. Gilmer (1984) menyatakan bahwa ada sepuluh dimensi
yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja yakni keamanan, kesempatan untuk
maju, perusahaan dan manajemen, gaji, aspek intrinsik dari pekerjaan, supervisi,
aspek sosial dari pekerjaan, komunikasi, kondisi kerja, dan benefit.
Pengukuran kepuasan kerja karyawan yang digunakan dalam penelitian ini
mengacu pada pendapat Hasibuan (2007: 202) adalah suatu sikap emosional yang
menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh:
1. Moral kerja
Moral kerja yang baik ditunjukkan karyawan dengan sikap dan tingkah laku
yang baik dalam bekerja, menjunjung tinggi kejujuran serta menjaga
hubungan yang baik dengan sesama karyawan maupun atasan di kantor.
2. Kedisiplinan
Kedisiplinan kerja karyawan menunjukkan adanya kemampuan karyawan
dalam menaati segala ketentuan dan peraturan yang telah ditetapkan oleh
organisasi. Kedisiplinan ini dilaksanakan karyawan dalam menaati tata tertib
maupun dalam melaksanakan pekerjaan sesuai dengan bidangnya masingmasing
3. Prestasi kerja
Peningkatan prestasi kerja karyawan dari waktu ke waktu menunjukkan
kepuasannya dalam bekerja. Artinya karyawan berusaha untuk bekerja secara
optimal, penuh tanggung jawab dan menunjukkan perkembangan yang lebih
baik dibandingkan dengan waktu-waktu sebelumnya.

28
D. Kerangka Pemikiran
Kepuasan kerja karyawan adalah suatu sikap emosional yang menyenangkan dan
mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan dan
prestasi kerja. Kepuasan kerja dinikmati di dalam pekerjaan, luar pekerjaan dan
kombinasi di dalam dan di luar pekerjaan (Hasibuan, 2007: 202).
Dalam konteks penelitian ini kepuasan kerja karyawan bukan sebagai variabel
yang berdiri sendiri, tetapi dipengaruhi oleh variabel lain, yaitu kompensasi dan
komitmen organisasi. Pengetahuan manajer atas kompensasi yang diberikan dan
komitmen organisasi akan mempengaruhi kepuasan kerja karyawan.
Kompensasi merupakan imbalan yang diberikan perusahaan kepada karyawannya
atas pengorbanan yang diberikan kepada perusahaan, yang mana ini merupakan
karakteristik dari pekerjaan. Pemberian imbalan ini diharapkan memacu semangat
kerja karyawan dan meningkatkan kepuasan kerja karyawan. Ketika tingkat
kepuasan kerja karyawan tinggi maka karyawan akan memberikan yang terbaik
untuk perusahaan. Pengukuran kompensasi dalam penelitian ini mengacu pada
pendapat Wibowo (2011: 348-349), bahwa kompensasi terdiri dari kompensasi
langsung (upah/gaji) dan kompensasi tidak langsung (tunjangan, jaminan
keamanan dan kesehatan).
Adapun komitmen organisasi merupakan salah satu karakteristik yang dimiliki
individu karyawan. Komitmen organisasi merupakan sifat hubungan seorang
individu dengan organisasi yang memungkinkan seseorang dengan komitmen
tinggi akan memperlihatkan keinginan kuat untuk menjadi anggota organisasi

29
yang bersangkutan, kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin serta penerimaan
yang kuat terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi. Pengukuran komitmen
organisasi yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada pendapat Alan dan
Meyer (1990) dan Meyer (1989), bahwa tiga bentuk komitmen organisasi yaitu
komitmen afektif, komitmen kontinuans, dan komitmen normatif, yaitu keyakinan
individu tentang tanggung jawab terhadap organisasi. Individu tetap tinggal pada
suatu organisasi karena merasa wajib untuk loyal pada organisasi tersebut.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh kompensasi dan komitmen
organisasi terhadap kepuasan kerja karyawan pada PT Asuransi Purna
Artanugraha Cabang Bandar Lampung, sebagaimana dapat dilihat pada bagan
kerangka pikir di bawah ini:
Kompensasi
(X1)
1. Kompensasi Langsung
(upah/gaji)

2. Kompensasi tidak
langsung (tunjangan,
jaminan keamanan dan
kesehatan).
(Wibowo, 2011: 348-349).

Komitmen Organisasi
(X2)

Kepuasan Kerja
(Y)

1. Moral kerja
2. Kedisiplinan
3. Prestasi kerja
Hasibuan (2007: 202)

- Perasaan identifikasi
dengan tujuan organisasi
- Perasaan keterlibatan
dalam tugas organisasi
- Perasaan loyalitas untuk
organisasi.
Wibowo (2011: 371),
Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir Penelitian

30
E. Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Kompensasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan pada PT
Asuransi Purna Artanugraha Cabang Bandar Lampung.
2. Komitmen organisasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan pada
PT Asuransi Purna Artanugraha Cabang Bandar Lampung
3. Kompensasi dan komitmen organisasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja
karyawan pada PT Asuransi Purna Artanugraha Cabang Bandar Lampung.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian
1. Penelitian Lapangan
Penelitian lapangan dilakukan di PT Asuransi Purna Artanugraha (ASPAN)
Kantor Cabang Bandar Lampung dan guna memperoleh data-data primer yang
dibutuhkan dalam penelitian ini yaitu dengan mengadakan penelitian langsung
dengan cara:
a. Observasi; penelitian yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan
langsung di ASPAN Cabang Bandar Lampung.
b. Wawancara; mengadakan wawancara langsung dengan pimpinan dan
karyawan. Sebelum mengadakan wawancara penulis telah menyiapkan
pertanyaan maka dengan berpedoman pada daftar inilah penulis mengajukan
pertanyaan langsung untuk memperoleh data tentang gambaran umum
ASPAN Cabang Bandar Lampung.
c. Kuisioner; yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan menyebarkan
kuisoner penelitian kepada responden yang alternatif jawabannya telah
disediakan, dan responden diminta untuk memilih jawaban yang tepat. Skala
data yang digunakan dalam kuisioner ini adalah skala likert dengan teknik
pemberian skor sebagai berikut:

32

1) Sangat Setuju diberi skor 5
2) Setuju diberi skor 4
3) Netral diberi skor 3
4) Tidak Setuju diberi skor 2
5) Sangat Tidak Setuju diberi skor 1
2. Penelitian Kepustakaan
Penelitian kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data-data sekunder berupa
arsip buku-buku literatur dan tulisan-tulisan ilmiah yang berkaitan dengan
penulisan ini. Teknik dokumentasi digunakan dalam penelitian kepustakaan ini,
yaitu cara pengumpulan data yang diperoleh dari catatan, buku, agenda yang ada
hubungannya dengan permasalahan yang diteliti yaitu mengenai data jumlah
karyawan, gambaran umum perusahaan dan struktur organisasi.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
Sudjana (2002) mengemukakan bahwa populasi adalah semua nilai yang mungkin
hasil dari menghitung atau mengukur yang kuantitatif ataupun kualitatif mengenai
karakteristik tertentu dari semua anggota kumpulan populasi yang lengkap, jelas
yang dipelajari sifat-sifatnya. Sedangkan Nazir (2000) berpendapat bahwa
populasi adalah subjek penelitian yang merupakan kumpulan dari sejumlah
individu dengan kualitas serta ciri-ciri tertentu yang telah ditetapkan.
Berdasarkan kedua pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa populasi
adalah subjek penelitian yang merupakan seluruh individu yang akan diteliti sifatsifatnya. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan PT Asuransi Purna

33

Artagraha Cabang Bandar Lampung yang berjumlah 33 orang. Seluruh populasi ini
ditetapkan sebagai sampel penelitian.
C. Definisi Operasional Variabel
Penelitian ini menggunakan dua variabel bebas, yaitu kompensasi dan komitmen
organisasi, dan satu varibel terikat, yaitu kepuasan kerja.

Adapun definisi

operasional masing-masing variabel tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Definisi Operasional Variabel, Indikator dan Pengukuran
Variabel
Kompensasi
(X1)

Definisi Operasional

Indikator

Kompensasi merupakan imbalan
yang diberikan perusahaan kepada
karyawannya atas pengorbanan
yang diberikan kepada perusahaan,
yang mana ini merupakan
karakteristik dari pekerjaan.
(Wibowo, 2011: 348-349).

1.

Komitmen
Organisasi
(X2)

komitmen organisasi merupakan
hubungan antara seorang individu
dengan organisasi sehingga individu
dengan komitmen organisasi tinggi
akan memperlihatkan keinginan
kuat untuk menjadi anggota
organisasi, berusaha sebaik mungkin
serta memiliki pener

Dokumen yang terkait

Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Pada PT. Tirta Indah Abadi Mela (PT. TIAM) Sibolga

14 155 136

PENGARUH KEPUASAN KERJA DAN KOMITMEN ORGANISASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA PT BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) Tbk KANTOR CABANG KOORDINATOR DI BANDAR LAMPUNG

0 13 75

PENGARUH KEPUASAN KERJA DAN KOMITMEN ORGANISASI TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN PT WAHANA PERSADA LAMPUNG DI BANDAR LAMPUNG

3 19 80

Pengaruh Komitmen Organisasi Dan Kompensasi Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan (Studi Kasus Pada Pt. Express Kencana Lestari Depok)

1 27 165

Pengaruh Kepuasan Kerja, Keadilan Organisasi, dan Pemberdayaan Karyawan terhadap Komitmen Organisasi Pengaruh Kepuasan Kerja, Keadilan Organisasi, dan Pemberdayaan Karyawan terhadap Komitmen Organisasi pada PT. Asuransi Sinarmas.

0 2 15

PENDAHULUAN Pengaruh Kepuasan Kerja, Keadilan Organisasi, dan Pemberdayaan Karyawan terhadap Komitmen Organisasi pada PT. Asuransi Sinarmas.

0 2 18

TINJAUAN PUSTAKA Pengaruh Kepuasan Kerja, Keadilan Organisasi, dan Pemberdayaan Karyawan terhadap Komitmen Organisasi pada PT. Asuransi Sinarmas.

0 3 31

PENUTUP Pengaruh Kepuasan Kerja, Keadilan Organisasi, dan Pemberdayaan Karyawan terhadap Komitmen Organisasi pada PT. Asuransi Sinarmas.

0 4 54

PENGARUH KOMPENSASI, KEPUASAN KERJA, DAN KOMITMEN ORGANISASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN PENERBIT DAN PERCETAKAN PT. PABELAN SUKOHARJO.

0 2 4

BAB III METODOLOGI PENELITIAN - PENGARUH MOTIVASI DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP DISIPLIN KERJA PADA PT. ASURANSI PURNA ARTANUGRAHA JAKARTA - Repository Fakultas Ekonomi UNJ

0 0 21