Tanah Longsor TINJAUAN PUSTAKA

2.5 Tanah Longsor

Tanah longsor adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau material campuran tersebut, bergerak ke bawah atau keluar lereng. Proses terjadinya tanah longsor dapat diterangkan sebagai berikut: air yang meresap ke dalam tanah akan menambah bobot tanah. Jika air tersebut menembus sampai tanah kedap air yang berperan sebagai bidang gelincir, maka tanah menjadi licin dan tanah pelapukan di atasnya akan bergerak mengikuti lereng dan keluar lereng. Ada 6 jenis tanah longsor ESDM 2007, yakni : 1. Longsoran translasi Gambar 2.10 Longsoran translasi Longsoran translasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. 2. Longsoran rotasi Gambar 2.11 Longsoran rotasi Longsoran rotasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk cekung. 3. Pergerakan blok Gambar 2.12 Pergerakan blok Pergerakan blok adalah perpindahan batuan yang bergerak pada bidang gelincir berbentuk rata. Longsoran ini disebut juga longsoran translasi blok batu. 4. Runtuhan batu Gambar 2.13 Runtuhan batu Runtuhan batu terjadi ketika sejumlah besar batuan atau material lain bergerak ke bawah dengan cara jatuh bebas. Umumnya terjadi pada lereng yang terjal hingga menggantung terutama di daerah pantai. Batu-batu besar yang jatuh dapat menyebabkan kerusakan yang parah. 5. Rayapan tanah Gambar 2.14 Rayapan tanah Rayapan Tanah adalah jenis tanah longsor yang bergerak lambat. Jenis tanahnya berupa butiran kasar dan halus. Jenis tanah longsor ini hampir tidak dapat dikenali. Setelah waktu yang cukup lama longsor jenis rayapan ini bisa menyebabkan tiang-tiang telepon, pohon, atau rumah miring ke bawah. 6. Aliran bahan rombakan Gambar 2.15 Aliran bahan rombakan Jenis tanah longsor ini terjadi ketika massa tanah bergerak didorong oleh air. Kecepatan aliran tergantung pada kemiringan lereng, volume dan tekanan air, dan jenis materialnya. Gerakannya terjadi di sepanjang lembah dan mampu mencapai ratusan meter jauhnya. Di beberapa tempat bisa sampai ribuan meter seperti di daerah aliran sungai di sekitar gunung api. Aliran tanah ini dapat menelan korban cukup banyak. Jenis longsoran translasi dan rotasi paling banyak terjadi di Indonesia. Sedangkan longsoran yang paling banyak memakan korban jiwa manusia adalah aliran bahan rombakan. Pada prinsipnya tanah longsor terjadi bila gaya pendorong pada lereng lebih besar daripada gaya penahan. Gaya penahan umumnya dipengaruhi oleh kekuatan batuan dan kepadatan tanah. Sedangkan gaya pendorong dipengaruhi oleh besarnya sudut lereng, air, beban serta berat jenis tanah batuan. Sedangkan faktor- faktor penyebab tanah longsor adalah hujan, lereng terjal, tanah yang kurang padat dan tebal, batuan yang tidak kompak, jenis penggunaan lahan, getaran, penyusutan permukaan danauwaduk, beban tambahan, erosi, material timbunan pada tebing, bekas longsoran lama, adanya bidang diskontinuitas dan penggundulan hutan RAD PRB prov. jateng 2008. Biasanya tanah yang longsor bergerak pada suatu bidang tertentu. Bidang ini disebut bidang gelincir slip surface atau bidang geser shear surface. Bentuk bidang gelincir ini sering mendekati busur lingkaran, dalam hal ini tanah longsor tersebut disebut rotational slide yang bersifat berputar. Ada juga tanah longsor yang terjadi pada bidang gelincir yang hampir lurus dan sejajar dengan muka tanah, dalam hal ini tanah longsor disebut translational slide. Tanah longsor semacam ini biasanya terjadi bilamana terdapat lapisan agak keras yang sejajar dengan permukaan lereng. Pada Gambar 2.16, diperlihatkan contoh dari kedua macam longsoran Wesley dalam Priyantari dan Wahyono 2005. Jika lereng terletak pada suatu lapisan tanah yang sangat lunak, tidak padat ataupun lapisan batu, bidang longsor mungkin tidak berupa lingkaran. Kelongsoran semacam ini dapat terjadi pada tanah timbunan yang dipadatkan berlapis-lapis, namun pada salah satu lokasi tertentu atau lebih, terdapat lapisan yang lunak. Kecepatan longsoran dan kerusakan yang terjadi tergantung pada homogenitas tanah lempungnya dan kandungan lapisan tanah yang lolos air di dalam tanah timbunannya. Distribusi tekanan air pori dari tanah mudah meloloskan air yang ditimbunkan pada kondisi kadar air yang tinggi, dapat mengurangi kuat geser tanah yang terletak di bawahnya, sehingga dapat menambah kemungkinan terjadi longsoran William and Stanislav dalam Priyantari dan Wahyono 2005. Gambar 2.16 Macam-macam bidang gelincir Priyantari dan Wahyono 2005 Tanah longsor merupakan gejala dari gerak tanah yaitu bergeraknya massa regolith ke tempat yang lebih rendah akibat gaya tarik gravitasi. Hal ini akibat hilangnya keseimbangan awal, dan untuk mencapai keseimbangan baru terjadilah longsoran. Pada zona Labil pergerakan tanah terjadi pada saat pembentukan muka bumi dan pergerakan tanah permukaan Ristianto 2007: 20. Faktor-faktor geologi yang mempengaruhi terjadinya gerakan tanah adalah morfologi, litologi, stratigrafi dan strukutur geologi. Struktur geologi yang mempengaruhi gerak tanah adalah seperti komposisi lapisan, dan formasi susunan batuannya. Adanya pengaruh dari beberapa faktor lain seperti curah hujan, kandungan air di dalam batuan, vegetasi, beban batuan, gempa bumi dan lain sebagainya Ristianto 2007: 21. Proses gerak tanah meliputi Ristianto 2007: 21 : 1. Kegagalan lereng Gaya gravitasi yang selalu menarik kebawah membuat lereng bukit dan gawir pegunungan rawan untuk runtuh. Slum adalah keruntuhan lereng dimana batuan atau regolith bergerak turun dan maju disertai gerak rotasional yang bergerak berlawanan dengan arah massa yang bergerak. kegagalan lereng secara mendadak yang mengakibatkan berpindahnya massa batuan yang relatif koheren dengan slumping, jatuh falling, atau meluncursliding. 2. Falls dan Slides Gerak pecahan batuan besar atau kecil yang terlepas dari batuan dasar dan jatuh bebas dinamakan rock fall. Biasanya terjadi pada tebing-tebing yang terjal, dimana material yang lepas tidak dapat tetap di tempatnya. Jika material yang bergerak masih agak koheren dan bergerak di atas permukaan suatu bidang disebut rock slides. Bidang luncurnya dapat berupa bidang rekahan, kekar atau bidang pelapisan yang sejajar dengan lereng. 3. Aliran flow Aliran terjadi apabila material bergerak turun lereng sebagai cairan kental dengan cepat. Biasanya materialnya jenuh air. Yang sering terjadi adalah mud flow, aliran debris dengan banyak air dan partikel utamanya adalah partikel halus. Tipe gerak tanah ini terjadi di daerah dengan curah hujan tinggi seperti di Indonesia. aliran flow campuran sedimen, air, udara, dengan memperhatikan kecepatan dan konsentrasi sedimen yang mengalir. 4. Patahan Patahan yaitu gerakan pada lapisan bumi yang sangat besar dan berlangsung yang dalam waktu yang sangat cepat, sehingga menyebabkan lapisan kulit bumi retak atau patah. Bagian muka bumi yang mengalami patahan seperti graben dan horst. Horst adalah tanah naik, terjadi bila terjadi pengangkatan. Graben adalah tanah turun, terjadi bila blok batuan mengalami penurunan. Ada beberapa jejak yang ditimbulkan oleh gesekan pada batuan diantaranya adalah gores garis atau slickensides, gesekan antara batuan yang keras, permukaannya menjadi halus dan licin disertai goresan-goresan pada bidang sesar. Kebanyakan gerak sesar menghancurkan batuan yang bergesekan menjadi berbagai ukuran tidak beraturan, membentuk breksi sesar atau fault breccia Ristianto 2007: 24. Berdasarkan pada klasifikasi Vernes dan Eckel dalam Ristianto 2007: 24 maka gerakan tanah terdapat tujuh jenis gerakan, yaitu soil fall, rock fall, sand run, debris slide, earth flow, debris avalance dan bloock glide, sedangkan gerakan terbanyak adalah jenis debris slide, merupakan 51,83 dari seluruh gerakan. Pada umumnya gerakan tanah terjadi pada daerah sekitar kontak ketidakselarasan antara satuan batu lempung dengan sisipan-sisipan batu pasir. Menurut Van Zuidam dalam penataan ruang bab 1 2008 mengklasifikasi kemiringan lereng menjadi 7, yaitu : 1. o – 2 o 0 - 2 kemiringan lereng datar, 2. 2 o – 4 o 2 - 7 kemiringan lereng landai, 3. 4 o – 8 o 7 - 15 kemiringan lereng miring, 4. 8 o – 16 o 15 - 30 kemiringan lereng agak curam, 5. 16 o – 35 o 30 - 70 kemiringan lereng curam, 6. 35 o – 55 o 70 - 140 kemiringan lereng sangat curam, 7. 55 o 140 kemiringan lereng terjal. Kemiringan lereng ini dapat dinyatakan dengan dua satuan, yaitu dengan satuan sudut derajat dan satuan . Gambar 2.17 Menentukan kemiringan lereng Nawawi 2001 Dimana dm adalah jarak miring, dv adalah jarak vertikal, dh adalah jarak horizontal. Kemiringan dapat dicari dengan persamaan : 100 × = dh dv kemiringan sama halnya dengan persamaan 100 tan × = α kemiringan . Berdasarkan batasannya lereng 45 o akan sama dengan 100, karena pada lereng tersebut dv sama dengan dh dan ini dapat dijadikan sebagai dasar konversi antara satuan besaran sudut dengan satuan Nawawi 2001: 5. Wilayah dengan kemiringan lereng antara 0 - 15 akan stabil terhadap kemungkinan longsor, sedangkan di atas 15 potensi untuk terjadi longsor pada saat kawasan rawan gempa bumi akan semakin besar penataan ruang bab 1 2008. Tabel 4. Fungsi Trigonometri Natural Alonso dan Finn 1980: 390 Sudut Derajat Radian Sinus Kosinus Tangen o 1 o 2 o 3 o 4 o 5 o 6 o 7 o 8 o 9 o 10 o 11 o 12 o 13 o 0.000 0.017 0.035 0.052 0.070 0.087 0.105 0.122 0.140 0.157 0.174 0.192 0.209 0.227 0.000 1.000 0.035 0.052 0.070 0.087 0.104 0.122 0.139 0.156 0.174 0.191 0.208 0.225 1.000 1.000 0.999 0.999 0.998 0.996 0.994 0.992 0.990 0.988 0.985 0.982 0.978 0.974 0.000 0.017 0.035 0.052 0.070 0.087 0.105 0.123 0.140 0.158 0.176 0.194 0.212 0.231 14 o 15 o 16 o 17 o 18 o 19 o 20 o 21 o 22 o 23 o 24 o 25 o 26 o 27 o 28 o 29 o 30 o 31 o 32 o 33 o 34 o 35 o 36 o 37 o 38 o 39 o 40 o 41 o 42 o 43 o 44 o 45 o 0.244 0.262 0.279 0.297 0.314 0.332 0.349 0.366 0.384 0.401 0.419 0.436 0.454 0.471 0.489 0.506 0.524 0.541 0.558 0.570 0.593 0.611 0.628 0.646 0.663 0.681 0.698 0.716 0.733 0.750 0.768 0.785 0.242 0.259 0.276 0.292 0.309 0.326 0.342 0.358 0.375 0.391 0.407 0.423 0.438 0.454 0.470 0.485 0.500 0.515 0.530 0.545 0.559 0.574 0.588 0.602 0.616 0.629 0.643 0.656 0.669 0.682 0.695 0.707 0.970 0.966 0.961 0.956 0.951 0.946 0.940 0.934 0.927 0.920 0.914 0.906 0.899 0.891 0.883 0.875 0.866 0.857 0.848 0.839 0.829 0.819 0.809 0.799 0.788 0.777 0.766 0.755 0.743 0.731 0.719 0.707 0.249 0.268 0.287 0.306 0.325 0.344 0.364 0.384 0.404 0.424 0.445 0.466 0.488 0.510 0.532 0.554 0.577 0.601 0.625 0.649 0.674 0.700 0.726 0.754 0.781 0.810 0.839 0.869 0.900 0.993 0.966 1.000 Berikut ini adalah beberapa pembagian zona kerentanan gerakan tanah penataan ruang bab 5 2008 : 1. Zona kerentanan gerakan tanah sangat rendah Pada zona ini sangat jarang atau hampir tidak pernah terjadi gerakan tanah, baik gerakan tanah lama maupun gerakan tanah baru, terkecuali pada daerah sekitar tebing dan lembah sungai. Merupakan daerah datar sampai landai dengan kemiringan lereng lebih kecil dari 15 8,5 o dan lereng tidak dibentuk oleh endapan gerakan tanah, bahan timbunan atau lempung yang bersifat plastis atau mengembang. 2. Zona kerentanan gerakan tanah rendah Pada zona ini jarang terjadi gerakan tanah jika mengalami gangguan pada lereng, dan jika lereng gerakan tanah lama telah mantap kembali, gerakan tanah berdimensi kecil mungkin dapat terjadi terutama pada tebing dan lembah sungai. Kisaran kemiringan lereng mulai dari landai 5 - 15 sampai sangat terjal 50 - 70, tergantung pada kondisi sifat fisik dan keteknikan batuan dan tanah pembentuk lereng. Pada lereng terjal umumnya dibentuk oleh tanah pelapukan yang tipis dan vegetasi penutup yang baik, umumnya berupa hutan atau perkebunan. 3. Zona kerentanan gerakan tanah menengah Pada zona ini dapat terjadi gerakan tanah, terutama pada daerah yang berbatasan dengan lembah sungai atau tebing jalan, gerakan tanah lama masih dapat aktif kembali terutama akibat curah hujan yang tinggi dan erosi kuat. Kisaran kemiringan lereng mulai dari landai 5 - 15 sampai curam hingga hampir tegak 70, tergantung pada kondisi sifat fisik dan keteknikan batuan dan tanah pelapukan pembentuk lereng. Kondisi vegetasi penutup umumnya kurang sampai sangat jarang. 4. Zona kerentanan gerakan tanah tinggi Pada zona ini sering terjadi gerakan tanah, sedangkan gerakan tanah lama dan gerakan tanah baru masih dapat aktif bergerak, terutama akibat curah hujan tinggi dan erosi kuat. Kisaran kemiringan lereng mulai dari agak terjal 30 - 50 hingga hampir tegak 70 tergantung pada kondisi sifat fisik dan keteknikan batuan dan tanah pelapukan pembentuk lereng. Kondisi vegetasi penutup umumnya sangat kurang. Potensi terjadinya gerakan tanah pada lereng tergantung pada kondisi batuan dan tanah penyusunnya, struktur geologi, curah hujan dan penggunaan lahan. Karnawati 2005 menjelaskan bahwa dari berbagai kejadian longsoran dapat diidentifikasikan 3 tipologi lereng yang rawan longsor, yaitu : 1. lereng yang tersusun oleh tumpukan tanah gembur dialasi oleh batuan atau tanah yang lebih kompak, 2. lereng yang tersusun oleh perlapisan batuan yang miring searah kemiringan lereng, 3. lereng yang tersusun oleh blok-blok batuan.

2.6 Kondisi Fisik Daerah Karangsambung

Dokumen yang terkait

PENDUGAAN BIDANG GELINCIR MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK TAHANAN JENIS, MASW, DAN DATA MEKANIKA TANAH DI DESA CIMUNCANG KEC. MALAUSMA KAB. MAJALENGKA

9 51 107

PENENTUAN BIDANG GELINCIR GERAKAN TANAH DENGAN APLIKASI GEOLISTRIK METODE TAHANAN JENIS DUA DIMENSI KONFIGURASI WENNER-SCHLUMBERGER (Studi Kasus di Sekitar Gedung Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Limau Manis, Padang).

4 11 8

PENDUGAAN KEDUDUKAN AKUIFER DENGAN APLIKASI GEOLISTRIK METODE TAHANAN JENIS KONFIGURASI SCHLUMBERGER (Studi Kasus Desa Banioro dan Sekitarnya, Kecamatan Karangsambung, Kabupaten Kebumen Jawa Tengah).

0 2 85

Penentuan Letak Dan Kedalaman Akuifer Air Tanah Dengan Geolistrik Metode Tahanan Jenis (Studi Kasus di Desa Karangsambung, Kecamatan Karangsambung, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah.

0 0 1

PENDUGAAN INTRUSI AIR LAUT DENGAN METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS 2D KONFIGURASI WENNER SCHLUMBERGER DI DAERAH PANTAI PAYANGAN

0 0 15

Aplikasi Metode Geolistrik Tahanan Jenis Untuk Identifikasi Zona Bidang Gelincir Tanah Longsor Studi Kasus Desa Nglajo Kec. Cepu Kab. Blora

0 0 6

1 KARAKTERISTIK TAHANAN JENIS DAN INTERPRETASI SATUAN BATUAN BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN PENGUKURAN GEOLISTRIK KONFIGURASI SCHLUMBERGER

0 2 8

KAJIAN AWAL PENDUGAAN AKUIFER AIR TANAH DI KAMPUS ITERA DENGAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI SCHLUMBERGER

0 0 7

APLIKASI METODE GEOLISTRIK TAHANAN JENIS UNTUK IDENTIFIKASI BIDANG GELINCIR DI DAERAH NGLAJO, KECAMATAN CEPU KABUPATEN BLORA, JAWA TENGAH

0 0 32

Aplikasi Metode Geolistrik Tahanan Jenis Untuk Identifikasi Zona Bidang Gelincir Tanah Longsor Studi Kasus Desa Nglajo Kec. Cepu Kab. Blora - ITS Repository

0 0 110