Pemantapan Peran Bahasa Daerah

6

3. Pemantapan Peran Bahasa Daerah

Situasi penggunaan bahasa di tanah air yang lebih mengutamakan bahasa Indonesia daripada bahasa daerah rupanya juga menarik perhatian Menteri Pariwisata, Seni, dan Budaya, I Gde Ardika, pada kesempatan kehadirannya di Surakarta untuk membuka diskusi panel bertema “Peranan BahasaSastra Daerah dalam Apresiasi Budaya” di Sasana Ondrowino Keraton Kasunanan Surakarta. Surat kabar Jawa Pos di dalam beritanya berjudul “Bahasa Daerah Tersisih” mengungkapkan pendapat Menteri sebagai berikut. “Generasi muda di beberapa daerah kita cenderung menggunakan bahasa Indonesia daripada bahasa daerah dalam berkomunikasi. Keadaan ini dikhawartirkan akan melemahkan posisi bahasa daerah.” Ardika menegaskan seharusnya yang terjadi adalah bagaimana membuat bahasa daerah bisa memberi kontribusi penguasaan dan pengayaan bagi bahasa Indonesia. Selanjutnya, diharapkannya agar bahasa Indonesia menggali kosa kata yang ada dalam bahasa daerah dan mengangkatnya untuk memperkaya kosa kata bahasa Indonesia. Dengan demikian, rasa memiliki bahasa Indonesia akan semakin dirasakan oleh masyarakat bangsa seluruhnya. Demikian Menteri Ardika “Radar Solo”dalam Jawa Pos, Rabu, 30 Juli 2003: 1, 6. Apa yang “diteriakkan” oleh Menparsenibud perihal tersisihnya bahasa daerah itu diharapkan didengar dan ditanggapi oleh Pemerintah terutama Mendiknas dan Direktur-direktur Jenderalnya. Perubahan kurikulum yang menempatkan bahasa daerah pada posisinya yang utama yang wajib dipelajari di samping bahasa Indonesia dan bahasa Inggris seharusnya segera direalisasi. Pertemuan para pakar di bidang pendidikan, termasuk pendidikan bahasa, ilmu bahasa, dan kebudayaan perlu dilakukan sebagai upaya awal menuju ke pembahasan untuk mewujudkan kurikulum baru yang menempatkan bahasa daerah sebagai bahasa keluarga dan bahasa masyarakat daerah. Pendidikan tiga bahasa sekaligus di SD, yakni: bahasa daerah, bahasa Indonesia, dan bahasa Inggris, tidak memberatkan anak didik. Teori hipotesis usia kritis critical age hypothesis yang dicetuskan oleh Lenneberg, menunjukkan bahwa anak-anak pada usia 1,0—11,0 memiliki kemampuan untuk mempelajari 7 bahasa apa saja Goodluck, 1993. Anak-anak SD yang berada pada rentang usia kritis ini dapat memanfaatkan peluang untuk menggunakan bahasa-bahasa seperti penutur asli native speaker-nya. Tentang hal ini Prof. Soenjono menjelaskan kepada penulis dan kawan-kawan 1996 bahwa mereka dapat menguasai bahasa yang dipelajarinya secara native, arrtinya anak mampu belajar dan menguasai bahasa asing dengan aksen-aksen persis seperti penutur asli bahasa yang dipelajarinya itu. Menurut Soenjono, di dalam penjelasannya itu, selama masa usia kritis ini anak mempunyai kemampuan yang prima dalam mempelajari bahasa-bahasa. Oleh karena itu, dianjurkannya agar anak diberi peluang memanfaatkan otaknya yang cemerlang itu untuk mempelajari bahasa-bahasa karena akan datang saatnya kemampuan itu menurun pada usia 12.0, yang disebutnya lateralisasi, saat bagian-bagian otak, baik otak kiri maupun otak kanan, sudah memiliki dan menjalankan fungsinya masing-masing Hardjoprawiro, 1998: 5—11. Pengajaran bahasa Jawa dapat memanfaatkan peluang ini untuk meningkatkan kemampuan wicara, terutama dalam kaitannya dengan praktik ber- unggah-ungguh. Kemampuan membaca dan menulis dengan penerapan penggunaan kalimat efektif merupakan peningkatan selanjutnya. Yang menjadi masalah adalah pemahaman kepada orangtua perihal sangat mangkusnya usia kritis itu bagi pembelajaran bahasa-bahasa. Hipotesis Lenneberg tadi sertidak-tidaknya akan membuka mata kesadaran para pendidik guru dan otangtua untuk memanfaatkan masa indah dalam kehidupan anak yang hanya sekali itu untuk mengisinya dengan berbagai keterampilan berbahasa dan tentunya juga keterampilan-keterampilan lainnya Perihal pendidikan tiga bahasa di atas bahasa daerah, bahasa Indonesia, dan bahasa Inggris agaknya sudah menjadi bahan pemikiran yang mantap. Komgres Linguistik Nasional KLN X 2002 Denpasar di dalam putusannya antara lain menyebutkan bahwa di dalam era globalisasi sekarang ini bahasa daerah, bahasa Indonesia, dan bahasa Inggris harus dikuasai bangsa sesuai dengan keperluannya karena bagaimanapun ketiga bahasa itu merupakan sarana untuk berkomunikasi dalam situasi kedaerahan, nasional, dan internasional. Mengenai 8 penguasaan bahasa Inggris kongres mengaitkannya pula dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang harus dipelajari oleh generasi sekarang lewat kemampuannya berbahasa Inggris Dengan upaya para pakar baik dalam bidang pendidikan.maupun dalam bidang kebahasaan, hal-hal yang menjadikan bahasa daerah tersisih akan bisa diatasi. Tentu saja di samping hal-hal yang positif di atas, perlu ada kesadaran setiap orangtua untuk mendidik anaknya dengan menggunakan bahasa daerah atau bahasa ibunya. Pembiasaan untuk menguasai bahasa ibu tidak akan mempersulit anak untuk juga mempelajari bahasa Indonesia dan bahasa Inggris di sekolah. Dengan kenyataan itu, ketiga bahasa akan dapat dikuasai anak secara dini. Kecintaan dan kebiasaan menggunakan ketiga bahasa itu menurut situasi dan kondisinya akan menunjang mereka untuk gemar membaca lihat Hardjoprawiro, 1998 dan mempelajari bahasa-bahasa asing lainnya. Yang perlu ditargetkan ialah timbulnya sikap bahasa language attitude yang positif terhadap bahasa daerahnya, bahasa nasionalnya, dan bahasa-bahasa asing yang dipelajarinya. Berdasarkan hal-hal di atas, ketiga bahasa itu dapat diberikan di semua kelas SD. Akan tetapi, yang harus diingat ialah pembagian porsi dan wilayah penggunaannya masing-masing. Di dalam suasana rumah tanggakeluarga dan masyarakat kedaerahan bahasa daerahlah yang harus digunakan. Di dalam suasana resmi bahasa Indonesialah yang harus dipakai. Sementara itu, di dalam suasana internasional bahasa Inggrislah yang layak digunakan sebagai alat komunikasi. Apabila kegemaran akan bahasa-bahasa sudah begitu rupa menjiwai siswa, di sekolah-sekolah sesudah SD pun masih dapat dihidupkan pelajaran bahasa daerah. Tujuannya semata-mata adalah untuk memelihara kelestarian hidupnya bahasa daerah itu. Oleh karena itu, wujud pelajaran adalah praktik berbahasa daerah. Latihan wicara dan menulis wajib diutamakan. Yang pertama mengarahkan siswa pada kemampuan berbicara dan berpidato, sedangkan yang kedua mengarahkan dan mempersiapkan siswa untuk menjadi penulis-penulis buku dan menjadi wartawan-wartawan media bahasa daerah. Kemampuan siswa berbicara dan menulis dengan menggunakan bahasa daerahnya merupakan modal utama untuk tetap memelihara budaya daerah. 9 Dengan demikian, tradisi-tradisi semacam rembug desa dan sarasehan akan dapat digalakkan. Kesenian tradisional akan lebih digemari karena bahasanya.dipahami. Suasana kedaerahan akan lebih dirasakan jika sesekali diselenggarakan berbagai perlombaan seni gerak, lagu daerah, dan pidato. Di samping untuk mengakrabkan warga, lomba-lomba demikian dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan berbahasa daerah agar bahasa mereka ini tetap lestari. Penguasaan bahasa daerah akan lebih dapat dikembangkan lagi manakala sarana penerbitan sudah disiapkan. Salah satu wadah pengembangan yang perlu diadakan ialah taman bacaan yang menyediakan buku-buku bacaan dalam bahasa daerah. Yang penting juga diadakan ialah penerbitan surat kabar baik harian maupun berkala. Penerbitan ini diharapkan dapat memberi peluang kepada warga untuk menyalurkan kemampuan mengutarakan pendapatnya di dalam tulisan. Upaya-upaya di atas tiada lain tujuannya ialah untuk menjadikan warga masyarakat daerah lebih mencintai bahasa daerahnya. Kecintaan akan bahasa daerahnya menjadikan mereka lebih mencintai seni dan budaya mereka. Akan tetapi, yang harus selalu diingat ialah bahwa sebagai warga Negara Kesatuan Republik Indonesia mereka harus tetap menjunjung tinggi bahasa Indonesia sebagai bahasa kesatuan dan bahasa persatuan. Mereka harus pula menyadari kapan saatnya harus berbahasa daerah dan kapan pula saatnya harus menggunakan bahasa nasional bahasa Indonesia.

4. Simpulan