IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANAK USIA 5 TAHUN DI LINGKUGAN KELUARGA DAN IMPLIKASINYA PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI TAMAN KANAK-KANAK (TK)

(1)

ii ABSTRAK

IMPLIKATUR PERCAKAPAN ANAK USIA 5 TAHUN DI LINGKUGAN KELUARGA DAN IMPLIKASINYA PADA

PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI TAMAN KANAK-KANAK (TK)

Oleh INDRA MULYA

0613041033

Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah implikatur percakapan anak usia 5 tahun di lingkungan keluarga dan implikasinya terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia di taman kanak-kanak. Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan implikatur percakapan anak usia 5 tahun di lingkungan keluarga dengan menganalisis berbagai interseksi jenis tuturan dan implikasinya terhadap pembelajaran bahasa di taman kanak-kanak.

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain penelitian kualitatif, yakni pemecahan masalah dengan memaparkan keadaan objek penelitian berdasarkan fakta-fakta sebagaimana adanya. Sumber data dalam penelitian ini berupa tuturan yang terjadi antara anak usia 5 tahun dengan mitra tuturnya di lingkungan keluarga dan dilengkapi dengan konteks yang melatari tuturan tersebut.


(2)

ii

modus menyatakan fakta dan tindak tutur memengaruhi dengan modus mengemukakan pendapat ; (b) tindak tutur langsung tidak literal (TLtli), yaitu tindak tutur menyindir dengan modus menyatakan fakta, tindak tutur menolak dengan modus bertanya, tindak tutur meminta dengan modus menyatakan fakta, tindak tutur meminta dengan modus menegaskan, tindak tutur membantah dengan modus menyatakan fakta , dan tindak tutur meminta dengan modus bertanya; (c ) tindak tutur tidak langsung tidak literal (TtLtli), yaitu tindak tutur menolak dengan modus menyatakan fakta, tindak tutur melarang dengan modus mengemukakan pendapat, tindak tutur mengeluh dengan modus menyatakan fakta, tindak tutur memerintah dengan modus mengemukakan pendapat, tindak tutur menolak dengan modus perintah, tindak tutur menolak dengan modus merekomendasikan, dan tindak tutur mengajak dengan modus perintah. (2) Pemanfaatan konteks yang digunakan oleh subjek penelitian dalam memaksimalkan implikatur terdiri atas beberapa konteks, yaitu konteks peristiwa dan konteks waktu.

Implikasi hasil penelitian pada pembelajaran di taman kanak-kanak (TK) adalah menjadi media pembelajaran atau sebagai studi bagi guru-guru TK untuk memperluas pemahaman jenis-jenis tuturan anak yang bersifat implikatur.


(3)

xiii DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ……….. i

HALAMAN JUDUL………... iii

HALAMAN PERSETUJUAN……… iv

HALAMAN PENGESAHAN………... v

RIWAYAT HIDUP ……….... vi

PERSEMBAHAN……… vii

MOTO………... viii

SANWACANA……… ix

DAFTAR ISI……… xii

DAFTAR LAMPIRAN……… xiv

BAB I. PENDAHULUAN……… 1

1.1 Latar Belakang……….. 1

1.2 Rumusan Masalah………. 7

1.3 Tujuan Penelitian……….. 7

1.4 Manfaat Penelitian……… 8

1.5 Ruang Lingkup Penelitian……… 8

BAB II. LANDASAN TEORI………. 10

2.1 Implikatur Percakapan……… 10

2.1.1 Pengertian Implikatur……… 11

2.1.2 Sumbangan Implikatur terhadap Interpretasi………. 12

2.2 Prinsip Percakapan……….. 14

2.2.1 Prinsip Kerja Sama………. 15

2.2.1.1 Maksim Kuantitas……… 15

2.2.1.2 Maksim Kualitas ………. 16

2.2.1.3 Maksim Relevansi………... 16

2.2.1.4 Maksim Pelaksanaan………... 17

2.2.2 Prinsip Sopan Santun……….. 17

2.2.2.1 Maksim Kebijaksanaan………... 18

2.2.2.2 Maksim Kedermawanan...………... 19

2.2.2.3 Maksim Penghargaan……….. 20


(4)

xiii

2.3.1 Hakikat Tindak Tutur……….. 23

2.3.2 Jenis-jenis Tindak Tutur……….. 24

2.5.2.1 Tindak Lokusi (Locutionary speech Act) ………... 24

2.5.2.2 Tindak Ilokusi (Illocutionary speech Acts) ……… 24

2.5.2.3 Tindak Perlokusi (Perlocutionary speech Act) ……….. 31

2.4 Ucapan sebagai Produk Tindak Verbal….………... 32

2.5 Konteks………. 32

2.6 Pembelajaran Bahasa di Taman Kanak-Kanak..………... 34

BAB III. METODE PENELITIAN………... 37

3.1 Desain Penelitian………. 37

3.2 Sumber Data………... 33

3.3 Teknik Pengumpulan Data....………... 38

3.4 Teknik Analisis Data………... 39

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN………... 42

4.1 Hasil……….. 42

4.2 Pembahasan……….. 42

4.2.1 Bentuk Verbal Tuturan dalam Berimplikatur……… 43

4.2.2.1 Tindak Tutur Tidak Langsung Literal (TtLli) ……….. 43

4.2.2.2 Tindak Tutur Langsung Tidak Literal (TLtli) …….………. 49

4.2.2.3 Tindak Tutur Tidak Langsung Tidak Literal (TtLtli) …..…. 53

4.2.2 Pemanfaatan Konteks dalam Implikatur……… 58

4.2.3.1 Konteks Peristiwa……….. 58

4.2.3.1 Konteks Waktu……….. 62

4.2.3 Implikasi Hasil Penelitian pada Pembelajaran di Taman Kanak- kanak………. 65

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN……….. 69

5.1 Simpulan……… 69

5.2 Saran………..……… 71

DAFTAR PUSTAKA……….……. 73


(5)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Catatan Lapangan Implikatur Tindak Tutur tidak Langsung

Literal……… 75 Lampiran 2: Catatan Lapangan Implikatur Tindak Tutur Langsung Tidak

Literal..……….……… 79 Lampiran 3: Catatan Lapangan Implikatur Tindak Tutur Tidak Langsung

Tidak Literal………. 90 Lampiran 4: Korpus Implikatur Percakapan Anak Usia 5 Tahun di

Lingkungan Keluarga……… 105 Lampiran 5: Korpus Klasifikasi Implikatur Percakapan Anak Usia 5 Tahun


(6)

NPM : 0613041033 nama : Indra Mulya

judul skripsi : Implikatur Percakapan Anak Usia 5 Tahun di Lingkungan Keluarga dan Implikasinya pada Pembelajaran Bahasa Indonesia di Taman Kanak-kanak (TK)

program studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

dengan ini menyatakan bahwa :

1. karya tulis ini bukan saduran/terjemahan, murni gagasan, rumusan dan pelak- sanaan penelitian/implementasi saya sendiri, tanpa bantuan orang lain, kecuali arahan pembimbing akademik;

2. dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka;

3. saya menyerahkan hak milik atas karya tulis ini kepada Universitas Lampung, dan oleh karena itu Universitas Lampung berhak melakukan pengelolaan atas karya tulis ini sesuai dengan norma hokum dan etika yang berlaku; dan

4. pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah di- peroleh karena karya tulis ini serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di Universitas Lampung.

Bandar Lampung, 18 Juli 2012 Yang membuat pernyataan

Indra Mulya NPM 0613041033


(7)

ii

PERSEMBAHAN

Dengan segala kerendahan hati, penulis mempersembahkan karya tulis ini khusus kepada

1. ibunda dan ayahanda tercinta yang selalu menanti kelulusannku dan telah mengasuh, membesarkan, mendidik, dan berdoa demi keberhasilanku; 2. kakak-kakak dan adik-adikku serta keponakan-keponakanku tersayang

yang selalu memberikan semangat dan senyum indahnya untukku;

3. sahabat-sahabat tercinta Lampung Tengah ”Pemuda Persatuan Umat Islam Lampung Tengah”, kalian sumber senyuman di kala duka;

4. seseorang yang kelak dengan izin Allah subhanahuwata’ala akan mendampingi hidupku;


(8)

ii

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara putera dari Risman dan Sumintarsih. Penulis dilahirkan di Kampung Reno Basuki Kecamatan Rumbia Kabupaten Lampung Tengah pada tanggal 02 Oktober 1985.

Penulis memiliki sejarah pendidikan yang cukup panjang. Hikmah dari lama perjalanan ini penulis yakini sangat banyak dan patut syukuri dalam kondisi apapun. Satu hal yang menjadi keyakinan penulis bahwa setiap manusia diberikan banyak kenikmatan oleh Allah subhanahuwata’ala yang bisa diolah menjadi potensi yang luar biasa di berbagai bidang termasuk bidang pendidikan.

Pendidikan sekolah yang telah ditempuh penulis selama ini yaitu Sekolah Dasar (SD) Negeri 2 Reno Basuki Rumbia Lampung Tengah pada tahun 1998, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri I Rumbia pada tahun 2002, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri I Rumbia pada tahun 2005 dengan pengalaman organisasi intra sekolah Ketua Rohis dan Sekretaris OSIS dalam periode yang sama. Tahun 2006 penulis terdaftar sebagai mahasiswa pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung melalui jalur SPMB dengan pengalaman organisasi ekstra kampus Ketua Pemuda Persatuan Umat Islam Lampung Tengah dan Direktur LSM Cikal Indonesia Masa Depan dalam periode yang sama.


(9)

xi

SANWACANA

Segala puji hanya bagi Allah swt., Tuhan semesta alam yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan judul “Implikatur Percakapan Anak Usia 5 Tahun di Lingkungan Keluarga dan Implikasinya pada Pembelajaran Bahasa Indonesia di Taman Kanak-kanak (TK)” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada.

1. Dr. Wini Tarmini, M.Hum., sebagai pembimbing I yang telah banyak membantu, memberikan pengarahan dan saran-saran dari penyusunan proposal hingga skripsi ini selesai dengan penuh kesabaran.

2. Eka Sofia Agustina, S.Pd., M.Pd., sebagai pembimbing II yang telah banyak membantu, memberikan pengarahan dan saran-saran dari penyusunan proposal hingga skripsi ini selesai dengan penuh kesabaran.

3. Dr. Nurlaksana Eko Rusminto, M.Pd., selaku pembahas yang telah memberi banyak masukan dan saran yang berguna bagi penulis demi kesempurnaan dalam penulisan skripsi ini dengan penuh ketelitian.


(10)

xi

membimbing penulis selama menempuh studi di Universitas Lampung.

5. Drs. Imam Rejana, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung.

6. Dr. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung, beserta stafnya.

7. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan ilmu, wawasan, dan motivasi kepada penulis.

8. Guru-guru SD N 2 Reno Basuki, SMP N 1 Rumbia, SMA N 1 Rumbia yang telah tulus ikhlas memberikan berbagai ilmu pengetahuan serta nasihat-nasihat yang sangat berguna bagi penulis. Tanpa bekal berbagai ilmu pengetahuan dari Bapak dan Ibu, penulis tidak akan sampai ke perguruan tinggi ini.

9. Papah dan Ibu tercinta, yang selalu memberikan kasih sayang, doa, dan motivasi dalam bentuk moral maupun materi dan untaian doa yang tiada terputus untuk keberhasilan penulis.

10. Kakak-kakakku yang cantik-cantik dan adik-adikku yang ganteng-ganteng Yuliana Risman, A.Md., Ida Asmarantati, S.Pd., M. Zulkarnain yang selalu memberikan semangat, dorongan dan doa kepada penulis, serta terkhusus adinda M. Sulaiman, S.Pd. yang lebih dahulu sarjana mendahului penulis menjadi motivasi besar dalam menyelesaikan studi penulis.

11. Sahabat-sahabatku yang sudah penulis anggap saudara, Lekat Dulah Adi Putra, Rahmat Nurudin, M. Ridwan segera selesaikan skripsinya setelah itu


(11)

xi

12. Teman-teman kosan Slamet Riyadi, S.IP. yang sedang menyelesaikan S2, Rian Yudi Andila, S.IP., dan Nugroho Witdiyanto terima kasih atas perhatian dan doa selama penulis menyelesaikan skripsi.

13. Teman-teman angkatan 2006 baik yang sudah lulus maupun yang belum, terkhusus Febry Wicaksono dan Evan Aprialdi laki-laki terakhir yang belum selesai se-angkatan yang insyaallah akan segera menyusul menyelesaikan studi.

14. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini tanpa terkecuali, yang tidak dapat ditulis satu persatu.

Semoga ketulusan dan kebaikan bapak, ibu, serta rekan rekan mendapat balasan kebaikan dari Allah SWT (amin ya rabbal alamin). Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat untuk kemajuan pendidikan, khususnya Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah.

Bandarlampung, Juli 2012 Penulis


(12)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa adalah satu alat yang sistematik untuk menyampaikan gagasan atau perasaan dengan memakai tanda-tanda, bunyi-bunyi, isyarat-isyarat,atau ciri-ciri yang konvensional dan memiliki arti yang dimengerti (Webster’s News Collegiate Dictionary dalam Chaedar, 1992:3). Bahasa juga memiliki fungsi yang terpenting yaitu sebagai alat komunikasi untuk berinteraksi dan guna mencapai kerja sama antarmanusia. Terjadinya komunikasi dalam kehidupan sehari-hari membuat seseorang dapat menghubungkan isi pikiran dengan lawan tuturnya dan mencapai suatu tujuan yang diinginkan. Dalam berkomunikasi setiap orang harus diinsafkan agar ia mempunyai kesadaran berbahasa. Kesadaran berbahasa itu tercermin pada tanggung jawab, sikap, perasaan memiliki bahasa yang pada gilirannya menimbulkan kemauan untuk ikut membina dan mengembangkan bahasa (Mansoer, 1990:25).

Bahasa komunikasi dan interaksi yang terjalin antara penutur dan mitra tutur tidak terlepas dari sebuah percakapan awal terjadinya komunikasi. Untuk berpartisipasi dalam sebuah percakapan, seseorang dituntut untuk memahami maksud dan tujuan lawan tutur dalam bungkusan ujaran yang disampaikan. Karena itu harus


(13)

menguasai kaidah-kaidah dan mekanisme percakapan sehingga percakapan dapat berjalan dengan lancar. Kaidah dan mekanisme percakapan itu meliputi aktivitas membuka, melibatkan diri, dan menutup percakapan.

Penutur dan mitra tutur dapat berkomunikasi dengan baik dan lancar karena mereka berdua memiliki semacam kesamaan latar belakang pengetahuan tentang sesuatu yang dipertuturkan itu. Di antara penutur dan mitra tutur terdapat semacam kontrak percakapan tidak tertulis bahwa apa yang sedang dipertuturkan itu saling dimengerti (Grice dalam Rahardi, 2005:43).

Dalam percakapan tidak tertulis yang dipertuturkan tersebut biasanya terdapat permasalahan-permasalahan tentang pemahaman tuturan tidak langsung dalam konteks tertentu dan tuturan yang memiliki tujuan tertentu. Permasalahan tersebut sering ditemui dalam percakapan, khususnya tuturan yang terjadi antara anak-anak dan lingkungan pemerolehan bahasa pertamanya. Pemerolehan dan penguasaan bahasa anak-anak merupakan satu perkara yang rencam dan cukup menakjubkan bagi para penyelidik dalam bidang psikolinguistik

(www.infodiknas.com/pemerolehan-bahasa-anak-usia-tiga-tahundalam-lingkungan-keluarga/). Pemerolehan bahasa merupakan satu isu yang amat mengagumkan dan sukar dibuktikan. Berbagai teori dari bidang disiplin ilmu yang berbeda telah dikemukakan oleh para peneliti untuk menerangkan bagaimana pemerolehan bahasa ini terjadi di kalangan anak-anak. Disadari ataupun tidak, cara kerta sistem linguistik dikuasai oleh anak-anak walaupun tidak ada pengajaran formal.


(14)

Terdapat dua proses pemerolehan bahasa anak-anak di luar pengajaran formal yaitu pemerolehan bahasa dan pembelajaran bahasa. Dua faktor utama yang sering dikaitkan dengan pemerolehan bahasa ialah faktor nurture (lingkungan sekitar) dan faktor nature (biologis). Ketika seseorang melakukan percakapan, maka orang tersebut sedang mengalami proses pemerolehan bahasa berdasarkan lingkungan sekitar atau nurture, dan ketika seseorang belajar bahasa pada waktu tertentu dan dengan cara tertentu merupakan proses pemerolehan bahasa berdasarkan faktor pengaruh biologis atau nature. Kedua proses pemerolehan bahasa tersebut merupakan daya kompetensi anak-anak dalam penguasaan kosa kata. Hal tersebut dikuatkan oleh Chomsky dalam buku Soenjono Dardjowijoyo berjudul “Psikolinguistik Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia”.

Penguasaan kosa kata sangat memengaruhi keterampilan berbahasa seseorang, terutama anak usia 4-6 tahun yang pada usia ini anak belum banyak menguasai kosakata. Sangat penting bagi mereka untuk mempelajari dan memahami kosakata. Seorang anak tentunya lebih banyak diam dan memperhatikan masalah yang sedang dibicarakan, anak kemudian mengasosiasikan kosakata yang didengar dengan apa yang terjadi setelah pembicara selesai mengujarkan sesuatu. Pada waktu anak belajar berbahasa, anak akan mendengar lebih dahulu kosakata atau kalimat yang diujarkan orang lain sebelum ia mampu mengujarkan kosakata-kosakata baru kepada orang lain.

Anak usia 4-6 tahun mempunyai daya serap yang tinggi atas kata-kata yang diperolehnya baik dari lingkungan keluarga maupun dari lingkungan tempat mereka belajar. Usia 3-10 tahun merupakan masa pemerolehan bahasa yang


(15)

spesial karena otak plastis bahasa anak berkembang ( Lenneberg dalam Tarigan 1986:94). Jadi anak akan lebih mudah menerima masukan bahasa dari lingkungan sekitarnya. Bahasa yang diperoleh diinternalisasikan dan akhirnya digunakan oleh anak untuk berkomunikasi. Ini berarti bahwa anak-anak menghubungkan hal yang didengar melalui proses pikirannya kemudian apa yang didengarkan tersebut menjadi rujukan kosakata dalam setiap aktifitas tuturannya sehari-hari. Hal ini menerangkan bahwa tuturan, baik bersifat implikatur ataupun tidak, yang didengar oleh anak merupakan sebuah teladan baginya.

Penelitian Atik Kartika tahun 2010 yang berjudul ”Implikatur Percakapan dalam Tindak Tutur Memerintah Seorang Ibu Kepada Anak Usia Prasekolah dan Implikasinya pada Pembelajaran Bahasa Indonesia di Taman Kanak-Kanak (TK)” menyimpulkan bahwa anak-anak mampu memahami implikatur yang dituturkan oleh sang ibu, meskipun ada juga implikatur yang harus diberi penjelasan tambahan. Salah satu contoh implikatur yang terdapat dalam penelitian tersebut adalah sebagai berikut. “Hmm nah itu, kayak bajunya Bima warnanya apa?” Implikatur tersebut bukan hanya memiliki tujuan untuk mengetahui warna baju anak, melainkan lawan tutur memiliki tujuan untuk memerintah anak

agar mewarnai gambarnya dengan warna yang sama dengan baju anak tersebut. Hal ini memberikan pengertian bahwa anak-anak pada usia 4 tahun mampu memahami implikatur.

Kenyataan yang terjadi ternyata memang anak pada usia 4-6 tahun mempunyai daya serap yang tinggi atas kata-kata yang diperolehnya, baik dari lingkungan keluarga maupun dari lingkungan tempat mereka belajar. Hal tersebut menarik


(16)

perhatian penulis untuk meneliti apakah anak mampu berimplikatur dalam menanggapi setiap pernyataan mitra tuturnya secara tidak langsung dan dibungkus atau disembunyikan dengan sesuatu yang lain oleh anak tersebut, peristiwa ini biasa disebut dengan implikatur percakapan.

Implikatur digunakan untuk memperhitungkan apa yang dimaksud oleh penutur sebagai hal yang berbeda dari apa yang dinyatakan secara harfiah (Brown dan Yule, 1983:31). Selalu benar terjadi apa yang dimaksud oleh si pembicara tidak sama dengan apa yang ditanggap oleh si pendengar sehingga terkadang tanggapan si pendengar tidak sepaham dengan apa yang dituturkan oleh si pembicara atau sering juga terjadi si pembicara mengulangi kembali ucapannya mungkin dengan

cara atau kalimat yang lain supaya dapat ditanggapi oleh pendengar ( Lubis,1991:68). Misalnya, data berikut yang berhasil peneliti catat.

(1) Ibu : Adek mau ikut ke pasar ga? Anak : ”Mi, Fani mau tempat mbah ya!” Ibu : ”Iya kalau gitu umi langsung berangkat”

Percakapan di atas termasuk jenis percakapan yang menggunakan implikatur dalam penolakan dengan menggunakan modus menyatakan. Pada data tersebut anak memberitahukan bahwa anak pergi ke rumah neneknya, tetapi tujuan anak tidak hanya sekadar menginformasikan hal itu, melainkan mengimplikasikan sebuah penolakan ajakan seorang ibu kepada anak pada tuturan sebelumnya. Penggunaan implikatur dalam contoh peristiwa komunikasi tersebut didorong oleh kenyataan adanya dua tujuan komunikasi sekaligus yang ingin dicapai oleh penutur, yaitu tujuan pribadi, yakni untuk memperoleh sesuatu dari mitra tutur melalui pemberian informasi lain yang disampaikannya dan tujuan


(17)

sosial, yakni berusaha menjaga hubungan baik antara penutur dengan mitra tuturnya sehingga komunikasi tetap berjalan dengan baik dan lancar.

Dari data percakapan tersebut dan semua data yang berhasil penulis himpun, ternyata implikatur yang digunakan anak diucapkan karena menanggapi pernyataan dari mitra tutur untuk menjaga hubungan baik saat tuturan berlangsung. Anak mampu berimplikatur terhadap lawan tuturnya yang terdekat atau lingkungan lawan tutur dalam pemerolehan bahasa pertamanya, khususnya ibu kandungnya. Tentu saja dalam proses pemerolehan bahasa pertama anak, sang ibu atau lawan tutur terdekat yang lainnya perlu memperhatikan cara menyampaikan tuturan kepada anak tersebut agar anak tidak memiliki rasa kurang nyaman atau bahkan tersinggung dan agar anak dapat meneladani tuturan Sang Ibu dalam pemerolehan bahasa pertamanya. Misalnya, sebuah tuturan pernyataan dibungkus dengan sesuatu yang lain (implikatur) agar percakapan lebih terasa halus dan tidak menyinggung perasaan lawan tutur. Seorang lawan tutur dalam menyampaikan sebuah tuturan kepada anak pun harus bisa memilih cara dan kata-kata yang baik agar anak dapat lebih nyaman dan memahami apa yang disampaikan oleh laman tutur tersebut dan bisa ditiru oleh anak karena lawan tutur dalam hal ini ibu adalah teladan bagi anak tersebut.

Berdasarkan hal tersebut, penulis merasa perlu meneliti implikatur percakapan anak usia 5 tahun di lingkungan keluarga atau pada usia TK anak-anak. Taman kanak-kanak merupakan salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan program pendidikan bagi anak usia empat sampai enam tahun. Dalam penelitian ini, diharapkan lawan tutur dapat


(18)

memahami implikatur anak sehingga anak mampu berkomunikasi secara lisan dengan bahasa yang baik dan benar. Di samping itu juga terdapat indikator dalam kurikulum Taman Kanak-kanak (TK) yang mengharapkan anak mampu berbahasa sopan dalam berbicara. Dalam hal ini pula, peran orang tua juga sangat penting sebagai mitra sekolah dalam proses belajar mengajar dan perkembangan anak.

Dengan demikian, judul penelitian ini adalah ”Implikatur Percakapan Anak Usia 5 Tahun di Lingkungan Keluarga dan Implikasinya pada Pembelajaran Bahasa Indonesia di Taman Kanak-Kanak (TK)”.

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian di atas dapat dirumuskan bahwa yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah ”bagaimanakah implikatur percakapan anak usia 5 tahun di lingkungan keluarga dan implikasinya pada pembelajaran Bahasa Indonesia di taman kanak-kanak (TK).”

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan implikatur percakapan anak usia 5 tahun di lingkungan keluarga dan implikasinya pada pembelajaran bahasa indonesia di taman kanak-kanak (TK).


(19)

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi keilmuan dan bagi pembelajaran bahasa.

1. Manfaat Teoretis

Manfaat teoretis penelitian ini diharapkan dapat memperkaya kajian analis percakapan, khususnya implikatur percakapan anak usia 5 tahun di lingkungan keluarga.

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis penelitian ini diharapkan dapat menjadi (a) informasi dan masukan khususnya bagi para guru di Taman Kanak-Kanak (TK) mengenai kajian implikatur percakapan anak usia 5 tahun di lingkungan keluarga (b) operasional penelitian mahasiswa di bidang kajian yang sama. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini meliputi hal-hal sebagai berikut.

1. Subjek penelitian ini adalah anak usia 5 tahun bernama Fani Syifa Aulia. 2. Objek penelitian ini adalah implikatur percakapan berdasarkan tuturan

verbal, konteks dan implikasi terhadap pembelajaran Bahasa di Taman Kanak-kanak (TK).

3. Lokasi penelitian ini bertempat di Kecamatan Rumbia Kabupaten Lampung Tengah Propinsi Lampung.


(20)

4. Waktu penelitian ini dilakukan mulai tanggal 5 November 2011 - 20 Februari 2012 dengan jumlah 20 data percakapan yang mengandung implikatur.


(21)

LANDASAN TEORI

2.1 Implikatur Percakapan

Penutur dan mitra tutur dapat berkomunikasi dengan baik dan lancar karena mereka berdua memiliki semacam kesamaan latar belakang pengetahuan tentang sesuatu yang dituturkan itu. Di antara penutur dan mitra tutur terdapat semacam kontrak percakapan tidak tertulis bahwa apa yang sedang dituturkan itu saling dimengerti. Sebuah tuturan dapat mengimplikasikan proposisi yang bukan merupakan bagian dari tuturan tersebut (Dalam artikel yang berjudul Logic and Conversation). Proposisi yang diimplikasikan itu dapat disebut dengan implikatur percakapan (Grice 1975 dalam Rahardi 2005:43).

Tuturan dengan redaksional “hujan akan turun, segera masukan pakaian ke dalam rumah!” Tidak semata-mata dimaksudkan untuk memberitahukan bahwa hujan sebentar lagi akan turun. Sang penutur bermaksud memperingatkan mitra tutur bahwa pakaian yang dijemur akan basah jika tidak dimasukkan ke dalam rumah. Di dalam implikatur, hubungan antara tuturan yang sesungguhnya dengan maksud yang tidak dituturkan itu bersifat tidak mutlak. Inferensi maksud tuturan itu harus didasarkan pada konteks situasi tutur yang mewadahi munculnya tuturan tersebut.


(22)

2.1.1 Pengertian Implikatur

Istilah implikatur diturunkan dari verba “to imply” yang berarti menyatakan sesuatu secara tidak langsung. Secara etimologis, “to imply” berarti membungkus atau menyembunyikan sesuatu dengan menggunakan sesuatu yang lain. Oleh karena itu, implikatur percakapan adalah sesuatu yang disembunyikan dalam sebuah percakapan, yakni sesuatu yang secara implisit terdapat dalam penggunaan bahasa secara aktual. Implikatur digunakan untuk memperhitungkan apa yang dimaksud oleh penutur sebagai hal yang berbeda dari apa yang dinyatakan secara harfiah (Brown dan Yule, 1983:31). Sebagai contoh, jika seorang bapak menyatakan “Nak, kambingnya berisik sekali!” dalam keadaan anak pulang sekolah, tuturan tersebut sesungguhnya bukan hanya bermaksud memberitahukan bahwa kambingnya berisik, melainkan mengimplikasikan sebuah perintah untuk anak agar memberi makan kambingnya yang berisik karena lapar.

Dalam kaitannya dengan hal ini, implikatur percakapan digunakan untuk mempertimbangkan apa yang dapat disarankan atau yang dimaksudkan oleh penutur sebagai hal yang berbeda dari apa yang tampak secara harfiah. Sebagai contoh interaksi antara anak dan ibu pada percakapan (1) berikut menunjukkan bahwa sang ibu tidak memberikan tanggapan secara langsung terhadap apa yang dituturkan oleh FSA, tetapi pernyataan sang ibu tentang adanya rumah memberikan implikasi bahwa sang ibu dan anak segera dapat beristirahat di rumah.

(1) Anak : ”Capek ya mi.”


(23)

Penggunaan implikatur dalam peristiwa komunikasi didorong oleh kenyataan adanya dua tujuan komunikasi sekaligus yang ingin dicapai oleh penutur, yaitu tujuan pribadi, yakni untuk memperoleh sesuatu dari mitra tutur melalui tuturan meminta yang disampaikannya dan tujuan sosial, yakni berusaha menjaga hubungan baik antara penutur dengan mitra tuturnya sehingga komunikasi tetap berjalan dengan baik dan lancar.

2.1.2 Sumbangan Implikatur terhadap Interpretasi

Setidak-tidaknya terdapat empat sumbangan implikatur percakapan terhadap interpretasi tindak tutur tidak langsung (Levinson dalam Rusminto dan Sumarti 2006:67), yaitu sebagai berikut.

a) Implikatur percakapan dapat memberikan penjelasan fungsional yang bermakna terhadap fakta-fakta kebahasaan yang tidak terjangkau oleh teori-teori linguistik formal.

b) Implikatur percakapan dapat memberikan penjelasan eksplisit terhadap adanya perbedaan antara tuturan yang dituturkan secara lahiriah dengan pesan yang dimaksudkan, sementara pesan yang dimaksudkan tersebut dapat saling dimengerti dan dipahami oleh penutur dan mitra tutur, seperti pada contoh percakapan berikut.

(2) A : ”Waduh, berantakan sekali kamarmu ini!” B : ”Iya ini mau segera dirapikan.”


(24)

Kedua kalimat di atas tidak berkaitan secara konvensional, tetapi pembicara B sudah mengetahui bahwa jawaban yang disampaikan sudah cukup untuk menjawab pertanyaan pembicara A, sebab dia sudah mengetahui bahwa si A ingin melihat kamarnya rapi.

c) Implikatur percakapan dapat menyederhanakan pemerian semantik dari perbedaan antarklausa meskipun klausa-klausa tersebut dihubungkan dengan kata-kata hubung yang sama seperti pada contoh berikut.

(3) Ayah mencuci mobil dan mengelap kaca mobil sampai bening. (4) Ayah membaca koran dan ibu memasak.

Meskipun kedua kalimat di atas menggunakan kata hubung yang sama dan, kedua kalimat tersebut memiliki hubungan klausa yang berbeda. Contoh pada kalimat (3), susunannya tidak dapat dibalik, sedangkan pada kalimat (4) dapat dibalik menjadi

(4a) Ibu memasak dan ayah membaca koran.

Hubungan klausa kedua kalimat tersebut dapat dijelaskan secara pragmatik dengan menggunakan dua perangkat implikatur yang berbeda, yaitu pada kalimat (3) terdapat hubungan ”lalu”, sedangkan pada kalimat (4) terdapat hubungan ”demikian juga”.

d) Implikatur percakapan dapat menjelaskan berbagai macam fakta yang secara lahiriah tidak berhubungan dan saling berlawanan. Implikatur percakapan dapat menjelaskan mengapa kalimat pernyataan seperti pada contoh (5) dapat saja bermakna kalimat perintah seperti pada contoh (6).


(25)

(5) ”Kotor sekali bajumu.”

(6) ”Banyak kotoran di bajumu, cepat cuci bajumu !”

Perlu diketahui bahwa dalam memahami implikatur percakapan, penutur dan mitra tutur harus memiliki pemahaman yang sama tentang kenyataan-kenyataan tertentu yang berlaku dalam kehidupan. Pada contoh percakapan (1), misalnya, untuk dapat memahami implikatur dalam percakapan tersebut diperlukan pemahaman bersama antara penutur dan mitra tutur bahwa di rumah mereka dapat beristirahat karena lelah berjalan.

Untuk sampai pada suatu implikatur percakapan, penutur dan mitra tutur harus mengembangkan suatu pola kerja sama yang mengatur hak dan kewajiban penutur dan mitra tutur sehingga terjadi kerja sama yang baik antara penutur dan mitra tutur demi keberlangsungan komunikasi sesuai dengan yang diharapkan (Grice dalam Rusmito dan Sumarti, 2006:69). Pola kerja sama tersebut dikenal sebagai prinsip kerja sama. Di samping itu, Grice juga mengingatkan bahwa prinsip kerja sama tersebut perlu dilengkapi dengan prinsip yang lain yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan sosial dan keramahan hubungan dalam komunikasi, yakni prinsip sopan santun.

2.2 Prinsip Percakapan

Percakapan merupakan pembicaraan yang terjadi ketika sekelompok kecil peserta datang bersama-sama dan meluangkan waktu untuk pembicaraan (Goffman, 1976:269). Dalam suatu percakapan, seseorang dituntut untuk menguasai kaidah-kaidah percakapan sehingga percakapan dapat berjalan dengan lancar dan baik. Kaidah tersebut terkandung dalam prinsip-prinsip. Adapun prinsip yang


(26)

digunakan dalam percakapan adalah prinsip kerja sama (cooverative principle) (Grice dalam Rahardi, 2005: 53-58) dan prinsip sopan santun (politness principle) (Leech dalam Rahardi, 2005:59-65).

2.2.1 Prinsip Kerja Sama

Prinsip kerja sama mengatur hak dan kewajiban penutur dan mitra tutur sehingga berlangsung komunikasi yang sesuai dengan yang diharapkan, yakni antara penutur dan mitra tutur. Prinsip ini berbunyi ”Buatlah sumbangan percakapan Anda sedemikian rupa sebagaimana yang diharapkan, berdasarkan tujuan dan arah percakapan yang diikuti”. Prinsip kerja sama ini meliputi beberapa maksim (Grice dalam Rahardi, 2005: 53-57), yaitu sebagai berikut.

2.2.1.1 Maksim Kuantitas

Dalam maksim kuantitas ini, seorang penutur diharapkan dapat memberikan informasi yang cukup, relatif memadai, dan seinformatif mungkin.

Contoh:

(1)”Ayah mau merokok lagi!”.

(2)”Ayah yang seminggu lalu berhenti merokok mau merokok lagi”.

Tuturan (1) di atas merupakan tuturan yang sudah jelas dan isinya sangat informatif karena tanpa harus ditambah dengan informasi lain, tuturan itu sudah dapat dipahami maksudnya dengan jelas. Sedangkan pada tuturan (2) penambahan informasi tersebut malah justru menyebabkan tuturan menjadi terlalu panjang, tuturan semacam ini melanggar Prinsip Kerja Sama Grice.


(27)

2.2.1.2 Maksim Kualitas

Dengan maksim kualitas, seorang penutur diharapkan dapat menyampaikan sesuatu yang nyata dan sesuai fakta sebenarnya di dalam bertutur. Fakta itu harus didukung dan didasarkan pada bukti-bukti yang jelas.

Contoh

(3)”Cepat mandi! Kalau ga mandi badanmu yang kotor ga boleh tidur di kamar kakak.”

(4)“Ya sudah ga usah mandi, kamar kakak jadi luas!”

Tuturan 3 memungkinkan terjadinya kerja sama antara penutur dengan mitra tutur karena keadaan yang disampaikan penutur sesuai fakta pada saat itu. Tuturan 4 dikatakan melanggar maksim kualitas karena penutur mengatakan keadaan yang sebenarnya belum terjadi, itu berarti tuturan tidak sesuai dengan fakta yang terjadi pada saat itu.

2.2.1.3 Maksim Relevansi

Dalam maksim relevansi, dinyatakan bahwa agar terjalin kerja sama yang baik antara penutur dan mitra tutur, masing-masing hendaknya dapat memberikan kontribusi yang relevan tentang sesuatu yang sedang dipertuturkan itu. Contoh :

(5) Ayah : ”Andi, bantu ayah membetulkan pipa yang bocor sekarang!”

(6) Andi : ”Maaf ayah, ibu dari tadi mencuci sendirian.”

Tuturan tersebut dituturkan oleh ayah kepada anaknya. Pada saat itu juga, ibunya menunggu FSA agar membatunya mencuci.


(28)

2.2.1.4 Maksim Pelaksanaan

Maksim pelaksanaan ini mengharuskan peserta tutur bertutur secara langsung, jelas, dan tidak kabur.

Contoh

(7) “Ayo cepat dikerjakan!”

(8) “Iya nanti dulu kalau sudah dekat.”

Tuturan (7) yang berbunyi ”Ayo, cepat kerjakan!” sama sekali tidak memberikan kejelasan tentang apa yang sebenarnya diminta oleh sang mitra tutur. Kata dikerjakan dalam tuturan di atas mengandung kadar ketaksaan dan kekaburan yang sangat tinggi. Oleh karenanya, maknanya pun menjadi sangat kabur. Dapat dikatakan demikian karena kata itu dimungkinkan untuk ditafsirkan bermacam-macam, demikian pula tuturan yang disampaikan mitra tutur (8) yakni ”Iya nanti dulu kalau sudah dekat.” mengandung kadar ketaksaan cukup tinggi juga. Kata dekat pada tuturan itu dapat banyak mendatangkan kemungkinan persepsi penafsiran karena di dalam tuturan itu tidak jelas apa sebenarnya yang dimaksut kalau sudah dekat.

2.2.2 Prinsip Sopan Santun

Dalam kajian pemerolehan bahasa pertama seseorang harus menaati prinsip sopan santun, tujuannya agar terhindar dari kemacetan komunikasi, hal yang dimaksud adalah ketika berbicara dengan seseorang dan ingin memperlihatkan kesopan- santunan kepada mitra tutur, tentu prinsip ini sangat dibutuhkan. Prinsip sopan santun juga menjaga keseimbangan sosial dan keramahan hubungan dalam


(29)

percakapan tersebut. Hanya dengan hubungan yang demikian keberlangsungan percakapan akan dapat dipertahankan (Leech, 1983:82). Di samping itu, kehadiran prinsip sopan santun ini diperlukan untuk menjelaskan dua hal berikut.

(1) Mengapa orang sering menggunakan cara yang tidak langsung (indirect speech acts) untuk menyampaikan pesan yang mereka maksudkan, dan (2) hubungan antara arti (dalam semantik konvensional) dengan maksud atau

nilai (dalam pragmatik situasional) dalam kalimat-kalimat yang bukan pernyataan (non-declarative),

karena dua hal tersebut, prinsip sopan santun tidak dianggap hanya sebagai prinsip yang sekedar pelengkap, tetapi lebih dari itu, prinsip sopan santun merupakan prinsip percakapan yang memiliki kedudukan yang sama dengan prinsip percakapan yang lain (Rusminto dan Sumarti, 2006: 83-84 ).

Berikut maksim-maksim dalam prinsip kesantunan menurut Leech. 2.2.2.1 Maksim Kebijaksanaan

Gagasan dasar maksim kebijaksanaan dalam prinsip kesantunan adalah bahwa para peserta tutur hendaknya berpegang pada prinsip untuk selalu mengurangi keuntungan dirinya sendiri dan memaksimalkan keuntungan pihak lain dalam kegiatan bertutur. Orang bertutur yang berpegang dan melaksanakan maksim kebijaksanaan akan dapat dikatakan sebagai orang santun.

Dengan perkataan lain, menurut maksim ini, kesantunan dalam bertutur dapat dilakukan apabila maksim kebijaksanaan dilaksanakan dengan baik.


(30)

Contoh

(1) ”Silakan dipertimbangkan matang-matang terlebih dahulu.”

(2) ”Terima kasih atas kelapangan waktu yang bapak berikan kepada kami.”

Tuturan di atas dituturkan oleh seorang bapak dari pihak laki-laki kepada seorang wanita yang sedang dilamar. Pada saat itu, pihak wanita yang dilamar harus memikirkan matang-matang lamaran dari pihak laki-laki.

Dalam tuturan di atas sangat jelas bahwa apa yang dituturkan bapak dari pihak laki-laki memaksimalkan keuntungan bagi pihak wanita. Tuturan semacam itu sering ditemukan dalam keluarga-keluarga pada masyarakat tutur desa maupun kota. Baik masyarakat tutur desa maupun kota, mereka sangat menjunjung kebijaksanaan dalam berbahasa pada saat melamar wanita yang diinginkan, begitu juga pihak wanita yang dilamar harus mampu mengimbangi bahasa untuk menjawab lamaran dari pihak laki-laki.

2.2.2.2 Maksim Kedermawanan

Dengan maksim kedermawanan atau maksim kemurahan hati, para peserta tutur diharapkan dapat menghormati orang lain. Penghormatan terhadap orang lain akan terjadi apabila orang dapat mengurangi keuntungan bagi dirinya sendiri dan memaksimalkan keuntungan bagi pihak lain.

Contoh

(2) Siswa A : “Bawa kemari tugasmu, aku bantu kamu mengerjakannya.” Siswa B : ”Tidak perlu. Sebentar lagi juga selesai kok.”


(31)

Tuturan ini merupakan contoh cuplikan pembicaraan antarsiswa di sebuah sekolah. Siswa A berhubungan dekat dengan siswa B. Dari tuturan yang disampaikan si A, dapat dilihat dengan jelas bahwa ia berusaha memaksimalkan keuntungan pihak lain dengan cara menambahkan beban bagi dirinya sendiri. 2.2.2.3 Maksim Penghargaan

Dalam maksim penghargaan dijelaskan bahwa orang akan dapat dianggap santun apabila dalam bertutur selalu berusaha memberikan penghargaan kepada pihak lain. Dengan maksim ini, diharapkan agar para peserta tutur tidak saling mengejek, saling mencaci, atau saling merendahkan pihak yang lain. Peserta tutur yang sering mengejek peserta tutur lain di dalam kegiatan bertutur akan dikatakan sebagai orang yang tidak sopan.

Contoh

(3) Mahasiswa A : ”Saya ragu apakah saya bisa sarjana atau tidak.”

Mahasiswa B : ”Tentu saja dengan kemampuanmu yang multi talenta itu masalah kuliah dan skripsi pasti bisa kamu atasi.”

Tuturan di atas dituturkan oleh seorang mahasiswa kepada temannya yang juga seorang mahasiswa dalam sebuah obrolan santai.

Pemberitahuan yang disampaikan mahasiswa A terhadap rekannya mahasiswa B pada contoh di atas ditanggapi dengan sangat baik bahkan disertai dengan pujian atau penghargaan oleh mahasiswa B.


(32)

2.2.2.4 Maksim Kesederhanaan

Dalam maksim kesederhanaan atau maksim kerendahan hati, peserta tutur diharapkan dapat bersikap rendah hati dengan cara mengurangi pujian terhadap dirinya sendiri.

Contoh

(4) Ketua Pelaksana : ”Saya harus mengantar istriku kerumah sakit sekarang. Kamu tolong saya untuk memberi sambutan, ya!”

Wakil ketua : ”Baiklah. Tapi, saya tidak terbiasa berbicara di depan umum lho.”

Tuturan di atas dituturkan oleh seorang ketua pelaksana kepada wakilnya dalam sebuah acara. Pada tuturan ketua pelaksana ditanggapi oleh wakil ketua sangat baik dengan mengurangi pujian terhadap dri sendiri atau rendah hati.

2.2.2.5 Maksim Pemufakatan

Maksim pemufakatan ini seringkali disebut dengan maksim kecocokan (Wijana, 1996: 59). Di dalam maksim ini, ditekankan agar para peserta tutur dapat saling membina kecocokan atau pemufakatan di dalam kegiatan bertutur. Apabila terdapat kemufakatan atau kecocokan antara diri penutur dan mitra tutur dalam kegiatan bertutur, masing-masing dari mereka akan dapat dikatakan bersikap santun.


(33)

Contoh

(5) Andi : “Kamu pakai mobil saya, saya pakai mobil kamu, ya dho!” Ridho : ”Boleh, saya suka memakai mobilmu.”

Tuturan di atas dituturkan oleh seorang pengusaha kepada temannya yang juga pengusaha pada saat mereka sedang makan di sebuah restoran.

2.2.2.6 Maksim Kesimpatisan

Dalam maksim kesimpatisan, diharapkan agar para peserta tutur dapat memaksimalkan sikap simpati antara pihak yang satu dengan pihak lainnya. Sikap antipati terhadap salah seorang peserta tutur akan dianggap sebagai tindakan tidak santun.

Contoh

(6) Aji : ”Saya minta maaf belum bisa melunasi hutang karena saya baru saja terkena musibah.”

Sani : ”Innalillahiwainnailaihi rojiun, ya sudah tidak usah dipikirkan dulu masaah itu.”

Tuturan di atas dituturkan oleh seorang mahasiswa kepada mahasiswa lain yang saat berada di ruang kelas.

2.3 Tindak Tutur

Tindak tutur merupakan analisis pragmatik, yaitu cabang ilmu bahasa yang mengkaji bahasa dari aspek pemakaian aktualnya. Tindak tutur memiliki


(34)

rangkaian yang berupa peristiwa tutur. Tindak tutur lebih melihat pada makna atau arti tindakan dalam tuturannya, tetapi peristiwa tutur lebih melihat pada tujuan peristiwanya. Tindak tutur dan peristiwa tutur merupakan dua gejala yang terdapat pada satu proses, yakni proses komunikasi (Chaer, 1995:65).

2.3.1 Hakikat Tindak Tutur

Aktivitas bertutur tidak hanya terbatas pada penuturan sesuatu, tetapi juga melakukan sesuatu atas dasar tuturan tersebut atau disebut dengan istilah tindak tutur (speech act) (Austin dalam buku berjudul how To Do Things with Words tahun 1962). Pendapat Austin didukung oleh Searle yang mengatakan bahwa unit terkecil komunikasi bukanlah kalimat, melainkan tindakan tertentu, seperti membuat pernyataan, pertanyaan, perintah, dan permintaan (Searle dalam Rusminto dan Sumarti, 2006:70).

Tindak tutur adalah teori yang mencoba mengkaji makna bahasa yang didasarkan pada hubungan tuturan dengan tindakan yang dilakukan oleh penuturnya (Searle dalam Rusminto dan Sumarti, 2006:70). Kajian tersebut didasarkan pada pandangan bahwa tuturan merupakan sarana utama komunikasi dan tuturan baru memiliki makna jika direalisasikan dalam tindak komunikasi yang nyata, misalnya membuat pernyataan, pertanyaan, perintah dan permintaan. Dengan demikian, tindakan merupakan karakteristik tuturan dalam komunikasi. Diasumsikan bahwa dalam merealisasikan tuturan atau wacana, seseorang berbuat sesuatu, yaitu performansi tindakan. Tuturan yang berupa performansi tindakan ini disebut sebagai tuturan performatif, yakni tuturan yang dimaksudkan untuk melakukan suatu tindakan.


(35)

2.3.2 Jenis-Jenis Tindak Tutur

Berkenaan dengan tuturan, tindak tutur terdiri atas tiga klasifikasi sebagai berikut (Austin dalam Rusminto dan Sumarti, 2006:71).

2.3.2.1 Tindak Lokusi (locutionary speech act)

Tindak lokusi ialah tindak proposisi yang berada pada kategori mengatakan sesuatu (the act of saying something). Oleh karena itu, yang diutamakan dalam tindak lokusi ini adalah sisi tuturan yang diungkapkan oleh penutur. Wujud tindak lokusi adalah tuturan-tuturan yang berisi pernyataan atau informasi tentang sesuatu. Contoh tindak lokusi

(1) Ridwan membuat naskah pidato. (2) Ani membaca novel.

Kedua kalimat di atas diutarakan oleh penuturnya semata-mata untuk menginformasikan sesuatu tanpa ada tendensi untuk melakukan sesuatu, apalagi untuk mempengaruhi lawan tuturnya. Tindak lokusi merupakan tindakan yang paling mudah diindentifikasi karena dalam pengidentifikasian tindak lokusi tidak memperhitungkan konteks tuturannya.

2.3.2.2 Tindak Ilokusi ( illocutionary speech acts)

Tindak ilokusi adalah tindak tutur yang mengandung daya untuk melakukan tindakan tertentu dalam hubungannya dengan mengatakan sesuatu. Tindak ilokusi merupakan tindak tutur yang sesungguhnya diperformasikan oleh tuturan, seperti janji, sambutan, dan peringatan (Moore dalam Rusminto dan Sumarti, 2006:71)


(36)

Mengidentifikasikan tindak tutur ilokusi lebih sulit dibandingkan dengan tindak tutur lokusi sebab pengidentifikasian tindak ilokusi harus mempertimbangkan penutur dan mitra tuturnya, kapan dan di mana tuturan terjadi, serta saluran apa yang digunakan. Oleh karena itu, tindak ilokusi merupakan bagian penting dalam memahami tindak tutur. Wujud tindakan tersebut dapat berupa membuat janji, mendeskripsikan, dan sebagainya.

Tindak ilokusi terbagi menjadi lima jenis seperti diuraikan berikut ini (Searle dalam Rusminto dan Sumarti 2006:73).

a) Asertif ( assertive)

Asertif ( assertive) ialah tindak tutur yang menjelaskan apa dan bagaimana sesuatu itu adanya, misalnya menyatakan, mengusulkan, membual, mengeluh, mengemukakan pendapat, melaporkan. Ilokusi asertif terlihat pada contoh berikut. (1) Mobilku rusak.

Kalimat mobilku rusak berupa pernyataan untuk memberitahukan mitra tutur bahwa saat dimunculkannya tuturannya itu mobil penutur dalam keadaan rusak. b) Direktif ( directive)

Direktif (directive) ialah tindak tutur yang menghasilkan suatu efek berupa tindakan yang dilakukan oleh mitra tutur, seperti memesan, memerintah, meminta, merekomendasikan, memberi nasihat. Ilokusi direktif terlihat pada contoh berikut.


(37)

Kalimat Dik, ambilkan obeng! berupa direktif meminta, pada tuturan di atas penutur menghendaki mitra tutur menghasilkan suatu tindakan berupa mengambilkan penutur obeng.

c) Komisif (commisive)

Komisif (commisive) ialah tindak tutur yang penuturnya terikat pada suatu tindakan di masa depan, misalnya menjanjikan, menawarkan. Ilokusi komisif terlihat pada contoh berikut.

(3) Maukah kamu menikah denganku tahun depan?

Kalimat Maukah kamu menikah denganku tahun depan? Berupa komisif menawarkan, tuturan yang berupa tawaran untuk menikah tahun depan. Pada kalimat tersebut penutur terikat pada suatu tindakan di masa yang akan datang berupa tawaran untuk menikah.

d) Ekspresif (expressive)

Ekspresif (expressive) ialah tindak tutur yang berfungsi untuk mengungkapkan sikap pisikologis penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi misalnya, mengucapkan terima kasih, pemberian maaf, mengecam, memberi maaf, mengecam, berbela sungkawa. Ilokusi ekspresif terlihat pada contoh berikut.

(4) Aku sangat berterima kasih atas kebaikanmu padaku selama ini. Kalimat aku sangat berterima kasih atas kebaikanmu padaku selama ini berupa ilokusi ekspresif, yang mengungkapkan sikap psikologis penutur terhadap


(38)

keadaan yang tersirat dalam ilokusi. Ungkapan berterima kasih yang disampaikan oleh penutur kepada mitra tutur atas kebaikan mitra tutur selama ini.

e) Deklaratif ( declaration)

Deklaratif ( declaration) ialah ilokusi yang digunakan untuk memastikan kesesuaian antara isi proposisi dengan kenyataan, misalnya memecat, memberi nama, menjatuhkan hukuman, mengangkat. Ilokusi deklaratif terlihat pada contoh berikut.

(5) Kamu tidak boleh bawa mobil lagi karena kamu sering menabrak! Kalimat Kamu tidak boleh bawa mobil lagi karena kamu sering menabrak! berupa ilokusi deklaratif, yakni ilokusi yang digunakan untuk memastikan kesesuaian antara isi proposisi dengan kenyataan. Kalimat ini berupa pemberian hukuman berupa larangan membawa mobil yang disampaikan oleh penutur pada mitra tutur karena sering menabrak saat membawa mobil.

Dalam hal ini, tindak tutur ilokusi juga dapat diklasifikasikan menjadi lima belas jenis (Halliday dalam Rusminto dan Sumarti 2006:73-74), yaitu (1) tindak tutur menyapa, mengundang, menerima, dan menjamu; (2) tindak tutur memuji, mengucapkan selamat, menyanjung, menggoda, dan menyombongkan; (3) tindak tutur menginterupsi, menyela, dan memotong pembicaraan, (4) tindak tutur memohon, meminta dan mengharapkan; (5) tindak tutur mengelak, membohongi, mengobati kesalahan, dan mengganti subjek; (6) tindak tutur mengkritik, menegur, mencerca, mengomeli, mengejek, menghina, dan memperingatkan; (7) tindak tutur mengeluh dan mengadu; (8) tindak tutur menuduh dan menyangkal;


(39)

(9) tindak tutur menyetujui, menolak, dan membantah; (10) tindak tutur meyakinkan, mempengaruhi, dan menyugesti; (11) tindak tutur melaporkan, menilai, dan mengomentari; (12) tindak tutur memerintah, memesan, dan meminta atau menuntut; (13) tindak tutur menanyakan, memeriksa, dan meneliti; (14) tindak tutur menaruh simpati dan menyatakan belasungkawa; (15) tindak tutur meminta maaf dan memaafkan.

Tindak tutur juga dapat dibedakan lagi menjadi tindak tutur langsung dan tindak tutur tindak langsung, dan tindak tutur literal dan tidak literal (Wijana, 2010:28-35). Secara formal berdasarkan modusnya, kalimat dibedakan menjadi kalimat berita (deklaratif), kalimat tanya (interogatif) dan kalimat perintah (imperatif). Secara konvensional kalimat berita (deklaratif) digunakan untuk memberitahukan sesuatu (informasi); kalimat tanya untuk menanyakan sesuatu, dan kalimat perintah untuk menyatakan perintah, ajakan, permintaaan atau permohonan. Apabila kalimat berita difungsikan secara konvensional untuk mengadakan sesuatu, kalimat tanya untuk bertanya dan kalimat perintah untuk menyuruh, mengajak memohon dan sebagainya, maka akan terbentuk tindak tutur langsung (direct speech). Sebagai contoh : Ayah menyalakan generator. Siapa yang mencuri? Matikan lampunya! Ketiga kalimat tersebut merupakan tindak tutur langsung berupa kalimat berita, tanya, dan perintah.

Tindak tutur tak langsung (indirect speech act) ialah tindak tutur untuk memerintah seseorang melakukan sesuatu secara tidak langsung. Tindakan ini dilakukan dengan memanfaatkan kalimat berita atau kalimat tanya agar orang yang diperintah tidak merasa dirinya diperintah. Misalnya seorang Ayah


(40)

menyuruh istrinya memasak air, diungkapkan dengan ”Bu, air panasnya kok habis ya?” Kalimat tersebut selain untuk bertanya sekaligus memerintah istrinya untuk memasak air.

Tindak tutur literal (literal speech act) adalah tindak tutur yang dimaksudnya sama dengan makna kata-kata yang menyusunnya, sedangkan tindak tutur tidak literal (nonliteral speech act) adalah tindak tutur yang dimaksudnya tidak sama dengan atau berlawanan dengan kata-kata yang menyusunnya. Sebagai contoh dapat dilihat kalimat berikut.

(6) Mobilmu sangat cepat.

(7) Mobilmu cepat (tapi kamu tidak usah ikut balapan)

Kalimat (6) jika diutarakan dengan maksud untuk memuji atau mengagumi kecepatan mobil yang dibicarakan, maka kalimat itu merupakan tindak tutur literal, sedangkan kalimat (7) penutur bermaksud mengatakan bahwa mobil lawan tuturnya lambat, yaitu dengan mengatakan “Tidak usah ikut balapan”. Tindak tutur pada kalimat (7) merupakan tindak tutur tak literal.

Apabila tindak tutur langsung dan tak langsung diinteraksikan dengan tindak tutur literal dan tak literal, maka akan tercipta tindak tutur sebagai berikut.

(a) Tindak Tutur Langsung Literal (direct literal speech act)

Tindak tutur langsung literal ialah tindak tutur yang diutarakan dengan modus tuturan dan makna yang sama dengan maksud pengutaraannya. Maksud ...


(41)

memerintah disampaikan dengan kalimat perintah, memberitakan dengan kalimat berita, dan menanyakan sesuatu dengan kalimat tanya. Misalnya,

(8) ”Masakan air untukku!” (9) ”Dia adalah istriku” (10) ”Apakah dia korupsi?”

(b) Tindak Tutur Tidak Langsung Literal (indirect literal speech act)

Tindak tutur tidak langsung literal adalah tindak tutur yang diungkapkan dengan modus kalimat yang tidak sesuai dengan maksud pengutaraannya, tetapi makna kata-kata yang menyusunnya sesuai dengan apa yang dimaksudkan oleh penutur. Misalnya : “Mejanya kotor.” Kalimat itu jika diucapkan seorang suami kepada istrinya bukan saja menginformasikan, tetapi sekaligus menyuruh untuk membersihkan meja.

(c) Tindak Tutur Langsung Tidak Literal (direct nonliteral speech acts)

Tindak tutur langsung tidak literal adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat yang sesuai dengan maksud dan tuturan, tetapi kata-kata yang menyusunnya tidak memiliki makna yang sama dengan maksud penuturnya. Misalnya : “Rambutmu bagus, kok.” Penuturnya sebenarnya ingin mengatakan bahwa potongan rambutnya jelek.

(d) Tindak Tutur Tidak Langsung Tidak Literal (indirect non literal speech act) Tindak tutur tidak langsung tidak literal (indirect non literal speech act) adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat yang tidak sesuai dengan maksud yang ingin diutarakan. Misalnya : ”Baumu wangi sekali ya”.Untuk


(42)

menyuruh mitra tutur untuk mandi, penutur hanya mengutarakan dengan kalimat tersebut.

2.3.2.4 Tindak Perlokusi (perlocutionary speech act)

Tindak perlokusi ialah efek atau dampak yang ditimbulkan oleh tuturan terhadap mitra tutur sehingga mitra tutur melakukan tindakan berdasarkan isi tuturan. Tindak perlokusi lebih mementingkan hasil, sebab tindak ini dikatakan berhasil jika mitra tutur melakukan sesuatu yang diinginkan oleh penutur (Levinson dalam Rusminto dan Sumarti, 2006:71). Tindak perlokusi disebut sebagai The Act of Affecting Someone. Sebuah tuturan yang diutarakan seseorang mempunyai daya pengaruh (perlocutionary force) atau efek bagi yang mendengarnya. Efek yang timbul ini bisa sengaja maupun tidak sengaja. Sebagai contoh dapat dilihat pada kalimat berikut.

(1) Keluarga saya terkena musibah. (2) Adi sudah punya HP.

Kalimat (1) jika diucapkan oleh seorang mahasiswa yang tidak dapat hadir kuliah, maka ilokusinya adalah untuk permohonan maaf, dan perlokusinva adalah agar dosen yang mengajar kuliahnya harap maklum. Sedangkan kalimat (2) jika diucapkan seorang ibu kepada anak-anaknya, maka ilokusinya adalah meminta agar anak-anaknya tidak iri, dan perlokusinya adalah agar anak-anaknya ... ... ...


(43)

memaklumi keadaan ekonomi orang tua. Tindak perlokusi juga sulit dideteksi, karena harus melibatkan konteks tuturnya.

2.4 Tuturan sebagai Produk Tindak Verbal

Selain dari pada pengertian pragmatik yang telah diutarakan di atas, ada pengertian lain dari ucapan yang dapat dipakai dalam pragmatik, yaitu mengacu kepada produk suatu tindak verbal (Tarigan, 1990:36), dalam teori lain ucapan disebut juga dengan tuturan . Dalam hubungan ini dapat ditegaskan ada perbedaan mendasar antara kalimat (sentence) dengan tuturan (utturance). Tuturan disebut sebagai entitas yang jelas penutur dan lawan tuturnya, serta waktu dan tempat pengutaraannya, sedangkan kalimat adalah entitas gramatikal sebagai hasil kebahasaan yang diidentifikasikan lewat penggunaannya dalam situasi tertentu (Wijana, 2010:16).

2.5 Konteks

Bahasa dan konteks merupakan dua hal yang saling berkaitan satu sama lain. Bahasa membutuhkan konteks tertentu dalam pemakaiannya, demikian juga sebaliknya konteks baru memiliki makna jika terdapat tindak berbahasa atau kalimat di dalamnya. Dengan demikian, bahasa bukan hanya memiliki fungsi dalam situasi interaksi yang diciptakan, tetapi bahasa juga membentuk dan menciptakan situasi tertentu dalam interaksi yang sedang terjadi (Duranti dalam Rusminto dan Sumarti, 2006:56).

Konteks adalah sebuah dunia yang diisi orang-orang yang memproduksi tuturan-tuturan (Schiffrin dalam Rusminto dan Sumarti, 2006:51). Konteks tidak saja


(44)

berkenaan dengan pengetahuan, tetapi merupakan suatu rangkaian lingkungan dimana tuturan dimunculkan dan diinterpretasikan sebagai realisasi yang didasarkan pada aturan-aturan yang berlaku dalam masyarakat pemakai bahasa. Unsur-unsur konteks mencakup berbagai komponen yang disebutnya dengan akronim speaking (Hymes dalam Rusminto dan Sumarti, 2006:56). Akronim ini dapat diuraikan sebagai berikut.

(1) Setting, meliputi waktu, tempat, atau kondisi fisik lain yang berada di sekitar tempat terjadinya peristiwa tutur.

(2) Participannts, meliputi penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam peristiwa tutur.

(3) Ends, yaitu tujuan atau hasil yang diharapkan dapat dicapai dalam peristiwa tutur yang terjadi.

(4) Act sequences, mengacu pada bentuk dan isi pesan yang disampaikan.

(5) Instrumentalities, yaitu saluran yang digunakan dalam bentuk tuturan yang dipakai, seperti jalur lisan, tertulis, melalui telegraf atau telepon.

(6) Keys, cara yang berkenaan dengan sesuatu yang harus dikatakan oleh penutur (serius, kasar, atau main-main).

(7) Norms, yaitu norma-norma yang dipakai dalam interaksi yang sedang berlangsung.

(8) Genres, yaitu register khusus yang dipakai dalam peristiwa khusus (pantun, puisi, narasi dan sebagainya).


(45)

2.6 Pembelajaran Bahasa Indonesia di Taman Kanak-kanak

Seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan kegiatan pembelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan terdapat pada sebuah kurikulum. Kurikulum yang berlaku di taman kanak-kanak perlu disempurnakan secara terus menerus sejalan dengan dinamika perkembangan masyarakat, kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya, serta berdasarkan pada tanggapan, kritik, masukan, dan saran dari para praktisi, pakar, ahli dan masyarakat.

Pembelajaran yang berlangsung di taman kanak-kanak dilengkapi dengan kurikulum yang di dalamnya terdapat kompetensi dasar, hasil belajar, dan indikator yang akan dicapai anak yaitu berupa pembentukan perilaku melalui pembiasaan. Muatan kurikulum tersebut mencakup beberapa aspek kompetensi yaitu agama, kemampuan berbahasa, pembiasaan moral, kognitif,emosional, kemandirian, fisik dan motorik, dan seni. Muatan kurikulum pada kemampuan berbahasa Indonesia ialah anak mampu mendengarkan, berkomunikasi secara lisan,memiliki perbendaharaan kata dan mengenal simbol-simbol yang melambangkannya sehingga dengan begitu anak dapat berkomunikasi/berbicara secara lisan dengan indikator anak mampu menceritakan pengalaman/kejadian secara sederhana dengan urut

. (KTSP TK dalam Zainal, 2009:96 ).

Bagi anak, orang tua merupakan tokoh identifikasi. Oleh sebab itu, tidaklah mengherankan jika mereka meniru hal-hal yang dilakukan orang tua (Fachrozi dan Diem, 2005:147/


(46)

tarmizi.wordpress.com/2009/02/04/dampak-bahasa-ibu-b1-dalam-pemerolehan-bahasa/). Anak serta merta akan meniru apa pun yang ia tangkap di keluarga dan lingkungannya sebagai bahan pengetahuannya yang baru terlepas apa yang didapatkannya itu baik atau tidak baik. Citraan orang tua menjadi dasar pemahaman baru yang diperolehnya sebagai khazanah pengetahuannya, artinya apa saja yang dilakukan orang tuanya dianggap baik menurutnya. Apapun bahasa yang diperoleh anak dari orang tua dan lingkungannya tersimpan di benaknya sebagai konsep perolehan bahasa anak itu sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan orang tua dalam berbahasa di dalam keluarga (bahasa ibu) sangat dicermati anak untuk ditirukan. Anak bersifat meniru dari semua konsep yang ada di lingkungannya.

Seorang anak lahir ke dunia seperti kertas putih, bersih {Brown dalam Indrawati dan Oktarina (2005:24)/ tarmizi.wordpress.com/2009/02/04/dampak-bahasa-ibu-b1-dalam-pemerolehan-bahasa/}. Pernyataan itu memberikanan penjelasan nyata bahwa lingkungan, dalam hal ini keluarga terutama orang tua dalam pemberian bahasa yang kurang baik khususnya tuturan lisan kepada anak akan menjadi dampak negatif yang akan disambut oleh anak sebagai pemerolehan bahasa pertama (B1) yang menjadi modal awal bagi seoarang anak untuk menyongsong kehadiran pemerolehan bahasa kedua (B2). Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran di taman kanak-kanak memerlukan pengajar yang mampu memberikan dorongan kepada peserta didik untuk pembentukan perilaku, membangun gagasan, dan berkomunikasi dengan baik. Kegiatan pembelajaran tersebut dapat dilakukan di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah sepetti lingkingan keluarga dan lingkungan bermain. Dalam hal ini, guru TK dituntut untuk mampu mengembangkan kemampuan anak melalui bahasa yang sederhana


(47)

secara tepat, berkomunikasi secara efektif, dan membangkitkan minat anak untuk berbahasa Indonesia. Berkaitan dengan indikator yang mengharapkan anak mampu berbahasa sopan dalam berbicara, maka guru TK diharapkan dapat memahami implikatur anak yang bersifat langsung maupun tidak langsung dan diharapkan dapat memberikan arahan tuturan yang baik dengan menggunakan kalimat pernyataan yang sesuai untuk anak, serta tidak membuat anak tersinggung atau merasa tidak dihargai ketika diberikan pernyataan dari guru tersebut, apalagi sampai terdengar oleh anak kalimat-kalimat yang tidak pantas untuk diteladani.


(48)

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan implikatur percakapan anak usia 5 tahun di TK bernama Fani Syifa Aulia (selanjutnya disebut FSA) di lingkungan keluarga. Dalam hal ini tidak dibatasi jumlah mitra tutur FSA di lingkungan keluarga dalam proses tuturan. Dengan demikian, untuk mencapai tujuan tersebut digunakan metode kualitatif. Desain penelitian kualitatif merupakan suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena alamiah yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia karena pada dasarnya metodologi kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif kualitatif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati (Bodgan dan Tailor dalam Prastowo, 2011:22). Penelitian kualitatif ini diharapkan dapat mendeskripsikan bentuk implikatur percakapan anak usia 5 tahun di lingkungan keluarga dan implikasinya dalam pembelajaran bahasa Indonesia di Taman Kanak-kanak (TK).

3.2 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah Fani Syifa Aulia (selanjutnya dalam analisis akan disebut FSA), sehari-hari dipanggil Fani atau Adek, lahir pada


(49)

tanggal 14 Februari 2007 dan biasa berkomunikasi dengan ibunya (uminya) menggunakan bahasa Indonesia. Ia adalah anak kedua dari Ida Asmarantati S.Pd., sehari-hari dipanggil dengan sebutan bu Ida, lahir pada tanggal 26 September 1978. Beliau merupakan seorang ibu dengan dua anak dan berkomunikasi sehari-hari antaranggota keluarga menggunakan bahasa Jawa tetapi dengan anak-anaknya berbahasa Indonesia.

Data dalam penelitian ini berupa implikatur percakapan anak tersebut dalam menanggapi pernyataan dan pertanyaan mitra tutur dan sumber data penelitian ini dilengkapi dengan konteks yang melatari percakapan tersebut. Data diperoleh dari tanggapan FSA dari pernyataan dan pertanyaan yang diajukan oleh mitra tutur dalam percakapan sehari-hari.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik simak bebas libat cakap (Mahsun, 2007: 93) yang berarti peneliti tidak terlibat dalam percakapan (hanya menyimak saja). Teknik ini dikombinasikan dengan teknik catatan lapangan. Teknik ini digunakan untuk mencatat tuturan dari mitra tutur yang ditujukan kepada FSA. Catatan tersebut berupa catatan deskriptif dan reflektif. Catatan deskriptif berupa catatan tentang semua percakapan dalam tuturan pernyataan dan pertanyaan dari mitra tutur serta konteks yang melatarinya, dan catatan reflektif adalah interpretasi/penafsiran peneliti terhadap tuturan tersebut. Cara ini dilakukan terutama ketika peneliti sedang tidak terlibat di dalam percakapan tersebut atau ketika mengamati dari jarak yang tidak terlalu dekat dan tidak ada jadwal khusus untuk melakukan pengumpulan data.


(50)

3.4 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data heuristik. Teknik analisis ini merupakan teknik yang berisi identifikasi daya pragmatik sebuah tuturan dengan merumuskan hipotesis-hipotesis dan kemudian mengujinya berdasarkan data-data yang tersedia. Analisis heuristik berusaha mengidentifikasi daya pragmatik sebuah tuturan dengan merumuskan hipotesis-hipotesis dan kemudian mengujinya berdasarkan data-data yang tersedia. Bila hipotesis tidak teruji, maka akan dibuat hipotesis yang baru. Seluruh proses ini, terus berulang sampai akhirnya tercapai suatu pemecahan berupa hipotesis yang teruji kebenarannya, yaitu hipotesis yang tidak bertentangan dengan evidensi yang ada (Leech, 1993:62). Hipotesis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah praanggapan/dugaan sementara.

Gambar 1. Bagan Analisis Heuristik

(Leech, 1993:62) 1. Masalah

2. Hipotesis

3. Pemeriksaan 4a. Pengujian

berhasil 5. Interpretasi Default

4b. Pengujian gagal


(51)

Di dalam analisis heuristik, analisis berawal dari problema yang dilengkapi proposisi, informasi latar belakang konteks, kemudian mitra tutur merumuskan hipotesis tujuan (Leech, 1993:61). Berdasarkan data yang ada, hipotesis diuji kebenarannya. Bila hipotesis sesuai dengan bukti-bukti kontekstual yang tersedia, berarti pengujian berhasil. Hipotesis diterima kebenarannya dan menghasilkan interpretasi baku yang menunjukkan bahwa tuturan mengandung satuan pragmatik. Jika pengujian gagal karena hipotesis tidak sesuai dengan bukti yang tersedia, maka proses pengujian ini dapat berulang-ulang sampai diperoleh hipotesis yang dapat diterima. Berikut contoh analisis konteks.

Contoh data (11) diuji menggunakan analisis heuristik.

1. Masalah

(interpretasi tuturan)

“Adek lagi batuk, tapi adek mau jajan yang dua!” 2. Hipotesis

1. FSA menolak ajakan ibunya untuk pergi ke mini market 2. FSA menolak tawaran es krim ibunya

3. Pemeriksaan 1. FSA sedang dalam keadaan batuk 2. FSA meminta jajan dua buah 3. Lawan tutur pergi ke mini market

4. Lawan tutur membelikan pengganti es krim

5. Interpretasi Menolak es krim 4a. Pengujian 2 Berhasil


(52)

Tuturan pada contoh data 1 termasuk sebuah tuturan kalimat pernyataan, kemudian setelah diperiksa dengan menggunakan analisis heuristik dengan memasukkan data-data pernyataan tidak langsung ternyata tuturan tersebut merupakan implikatur dengan modus menyatakan fakta. Tuturan tersebut diungkapkan FSA bukan hanya berarti memberi tahu dirinya sedang batuk melainkan juga bermaksud menolak tawaran mitra tutur. Pada tuturan tersebut FSA merekomendasikan jajan yang jumlahnya dobel sebagai pengganti es krim karena dirinya sedang batuk. Maksud mitra tutur adalah menawarkan es krim kepada FSA, tetapi FSA tidak menghiraukan dan menggunakan ketidak langsungan untuk menyampaikan penolakan tawaran mitra tutur tersebut.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam menganalisis data adalah sebagai berikut. 1. Data yang didapat langsung dianalisis dengan menggunakan catatan deskriptif

dan reflektif juga menggunakan analisis heuristik, yakni analisis konteks. 2. Mengklasifikasikan data berdasarkan modus, tuturan tidak langsung literal dan

tuturan tidak langsung tidak literal berdasarkan konteks.

3. Berdasarkan hasil identifikasi dan klasifikasi data, dilakukan kegiatan penarikan simpulan sementara.

4. Memeriksa/mengecek kembali data yang ada.

5. Menarik simpulan akhir.

6. Mendeskripsikan implikasi hasil penelitian terhadap pembelajaran bahasa di taman kanak-kanak.


(53)

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai implikatur percakapan anak usia 5 tahun, ditemukan beberapa klasifikasi dalam berimplikatur, yaitu tindak tutur menolak dengan modus merekomendasikan, modus perintah, modus bertanya dan modus menyatakan fakta; tindak tutur meminta dengan modus bertanya; tindak tutur memengaruhi dengan modus mengemukakan pendapat; tindak tutur memerintah dengan modus mengemukakan pendapat; tindak tutur melarang dengan modus mengemukakan pendapat; tindak tutur menyindir dengan modus menyatakan fakta ; tindak tutur mengajak dengan modus perintah; tindak tutur meminta dengan modus menyatakan fakta dan modus menegaskan; tindak tutur mengeluh dengan modus menyatakan fakta; dan tindak tutur membantah dengan modus menyatakan fakta.

Bentuk verbal tuturan dalam berimplikatur terdiri atas (a) Tindak tutur tidak langsung literal (TtLli), yaitu tindak tutur menolak dengan modus menyatakan fakta dan tindak tutur memengaruhi dengan modus mengemukakan pendapat ; (b) tindak tutur langsung tidak literal (TLtli), yaitu tindak tutur menyindir dengan modus menyatakan fakta, tindak tutur menolak dengan modus bertanya, tindak tutur meminta dengan modus menyatakan fakta, tindak tutur meminta dengan


(54)

modus menegaskan, tindak tutur membantah dengan modus menyatakan fakta , dan tindak tutur meminta dengan modus bertanya; (c ) tindak tutur tidak langsung tidak literal (TtLtli), yaitu tindak tutur menolak dengan modus menyatakan fakta, tindak tutur melarang dengan modus mengemukakan pendapat, tindak tutur mengeluh dengan modus menyatakan fakta, tindak tutur memerintah dengan modus mengemukakan pendapat, tindak tutur menolak dengan modus perintah, tindak tutur menolak dengan modus merekomendasikan, dan tindak tutur mengajak dengan modus perintah. (2) Pemanfaatan konteks yang digunakan oleh subjek penelitian dalam memaksimalkan implikatur terdiri atas beberapa konteks, yaitu konteks peristiwa dan konteks waktu.

Implikasi hasil penelitian pada pembelajaran di Taman Kanak-kanak (TK) ini adalah menjadi media pembelajaran atau sebagai studi bagi guru-guru TK untuk memahami tuturan-tuturan anak yang bersifat implikatur ketika anak diberi sebuah pernyataan dari lawan tutur.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, penulis memberikan saran sebagai berikut.

1. Bagi guru TK, sebaiknya guru mampu memahami implikatur yang

diucapkan oleh anak dan menjadikan imlikatur anak sebagai sebuah studi untuk memahami bahasa anak dalam berkomunikasi agar memperluas pemahaman yang baik tentang implikatur anak dengan cara memperhatikan lingkungan tempat anak bergaul sekaligus lingkungan keluarga anak guna tercapainya tujuan pembelajaran yang baik karena


(55)

anak mampu berbahasa sopan melalui kemampuannya dalam berimplikatur.

2. Bagi peneliti di bidang kajian yang sama hendaknya lebih memperbanyak

data untuk mengkaji dan menindaklanjuti tuturan-tuturan yang bersifat implikatur karena varian implikatur yang diucapkan oleh anak-anak usia 5 tahun ditemukan sangat banyak sekali di luar dari data yang sudah berhasil ditulis dalam penelitian ini.


(56)

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, A. Chaedar. 1990. Linguistik suatu Pengantar. Angkasa. Bandung. Aqib, Zainal. 2009. Belajar dan Pembelajaran di Taman Kanak-kanak. Yrama

Widya. Jakarta.

Chaer, Abdul dan L. Agustina.1995. Sosiolinguistik suatu Pengantar. Rineka Cipta. Jakarta.

Dardjowidjojo, Soenjono. 2003. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Kartika, Atik. 2010. Implikatur Percakapan dalam Tindak Tutur Memerintah Seorang Ibu kepada Anak Usia Prasekolah dan Implikasinya pada Pembelajaran Bahasa Indonesia di Taman Kanak-kanak (TK). (Skripsi). FKIP Universitas Lampung. Bandarlampung.

Leech, Geoffrey. 1983. Prinsip-prinsip Pragmatik. Terjemahan oleh Oka, M.D.D. 1993. Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta.

Lubis, H. H. 1991. Analisis Wacana Pragmatik. Angkasa. Bandung. Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Pateda, Mansoer. 1990. Sosiolinguistik. Angkasa. Bandung.

Prastowo, Andi. 2012. Metode Penelitian Kualitatif dalam Prespektif Rancangan Penelitian. Yuma Ar-Ruzz media. Jakarta.

Rahardi, R. Kunjana. 2005. Pragmatik: Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Erlangga. Jakarta.

Rusminto, N. E. dan Sumarti. 2006. Analisis Wacana Bahasa Indonesia. (Buku Ajar). FKIP Universitas Lampung. Bandarlampung.


(57)

tarmizi.wordpress.com/2009/02/04/dampak-bahasa-ibu-b1-dalam-pemerolehan-bahasa/

Universitas Lampung. 2012. Format Penulisan Karya Ilmiah. Universitas Lampung. Bandarlampung.

Wijana, I Dewa Putu. 2010. Analisis Wacana Pragmatik Kajian Teori dan Analisis. Yuma Pustaka. Surakarta.

www.infodiknas.com/pemerolehan-bahasa-anak-usia-tiga-tahundalam-lingkungan-keluarga/


(1)

Tuturan pada contoh data 1 termasuk sebuah tuturan kalimat pernyataan, kemudian setelah diperiksa dengan menggunakan analisis heuristik dengan memasukkan data-data pernyataan tidak langsung ternyata tuturan tersebut merupakan implikatur dengan modus menyatakan fakta. Tuturan tersebut diungkapkan FSA bukan hanya berarti memberi tahu dirinya sedang batuk melainkan juga bermaksud menolak tawaran mitra tutur. Pada tuturan tersebut FSA merekomendasikan jajan yang jumlahnya dobel sebagai pengganti es krim karena dirinya sedang batuk. Maksud mitra tutur adalah menawarkan es krim kepada FSA, tetapi FSA tidak menghiraukan dan menggunakan ketidak langsungan untuk menyampaikan penolakan tawaran mitra tutur tersebut.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam menganalisis data adalah sebagai berikut. 1. Data yang didapat langsung dianalisis dengan menggunakan catatan deskriptif

dan reflektif juga menggunakan analisis heuristik, yakni analisis konteks. 2. Mengklasifikasikan data berdasarkan modus, tuturan tidak langsung literal dan

tuturan tidak langsung tidak literal berdasarkan konteks.

3. Berdasarkan hasil identifikasi dan klasifikasi data, dilakukan kegiatan penarikan simpulan sementara.

4. Memeriksa/mengecek kembali data yang ada. 5. Menarik simpulan akhir.

6. Mendeskripsikan implikasi hasil penelitian terhadap pembelajaran bahasa di taman kanak-kanak.


(2)

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai implikatur percakapan anak usia 5 tahun, ditemukan beberapa klasifikasi dalam berimplikatur, yaitu tindak tutur menolak dengan modus merekomendasikan, modus perintah, modus bertanya dan modus menyatakan fakta; tindak tutur meminta dengan modus bertanya; tindak tutur memengaruhi dengan modus mengemukakan pendapat; tindak tutur memerintah dengan modus mengemukakan pendapat; tindak tutur melarang dengan modus mengemukakan pendapat; tindak tutur menyindir dengan modus menyatakan fakta ; tindak tutur mengajak dengan modus perintah; tindak tutur meminta dengan modus menyatakan fakta dan modus menegaskan; tindak tutur mengeluh dengan modus menyatakan fakta; dan tindak tutur membantah dengan modus menyatakan fakta.

Bentuk verbal tuturan dalam berimplikatur terdiri atas (a) Tindak tutur tidak langsung literal (TtLli), yaitu tindak tutur menolak dengan modus menyatakan fakta dan tindak tutur memengaruhi dengan modus mengemukakan pendapat ; (b) tindak tutur langsung tidak literal (TLtli), yaitu tindak tutur menyindir dengan modus menyatakan fakta, tindak tutur menolak dengan modus bertanya, tindak tutur meminta dengan modus menyatakan fakta, tindak tutur meminta dengan


(3)

modus menegaskan, tindak tutur membantah dengan modus menyatakan fakta , dan tindak tutur meminta dengan modus bertanya; (c ) tindak tutur tidak langsung tidak literal (TtLtli), yaitu tindak tutur menolak dengan modus menyatakan fakta, tindak tutur melarang dengan modus mengemukakan pendapat, tindak tutur mengeluh dengan modus menyatakan fakta, tindak tutur memerintah dengan modus mengemukakan pendapat, tindak tutur menolak dengan modus perintah, tindak tutur menolak dengan modus merekomendasikan, dan tindak tutur mengajak dengan modus perintah. (2) Pemanfaatan konteks yang digunakan oleh subjek penelitian dalam memaksimalkan implikatur terdiri atas beberapa konteks, yaitu konteks peristiwa dan konteks waktu.

Implikasi hasil penelitian pada pembelajaran di Taman Kanak-kanak (TK) ini adalah menjadi media pembelajaran atau sebagai studi bagi guru-guru TK untuk memahami tuturan-tuturan anak yang bersifat implikatur ketika anak diberi sebuah pernyataan dari lawan tutur.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, penulis memberikan saran sebagai berikut.

1. Bagi guru TK, sebaiknya guru mampu memahami implikatur yang diucapkan oleh anak dan menjadikan imlikatur anak sebagai sebuah studi untuk memahami bahasa anak dalam berkomunikasi agar memperluas pemahaman yang baik tentang implikatur anak dengan cara memperhatikan lingkungan tempat anak bergaul sekaligus lingkungan keluarga anak guna tercapainya tujuan pembelajaran yang baik karena


(4)

anak mampu berbahasa sopan melalui kemampuannya dalam berimplikatur.

2. Bagi peneliti di bidang kajian yang sama hendaknya lebih memperbanyak data untuk mengkaji dan menindaklanjuti tuturan-tuturan yang bersifat implikatur karena varian implikatur yang diucapkan oleh anak-anak usia 5 tahun ditemukan sangat banyak sekali di luar dari data yang sudah berhasil ditulis dalam penelitian ini.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, A. Chaedar. 1990. Linguistik suatu Pengantar. Angkasa. Bandung. Aqib, Zainal. 2009. Belajar dan Pembelajaran di Taman Kanak-kanak. Yrama

Widya. Jakarta.

Chaer, Abdul dan L. Agustina.1995. Sosiolinguistik suatu Pengantar. Rineka Cipta. Jakarta.

Dardjowidjojo, Soenjono. 2003. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Kartika, Atik. 2010. Implikatur Percakapan dalam Tindak Tutur Memerintah Seorang Ibu kepada Anak Usia Prasekolah dan Implikasinya pada Pembelajaran Bahasa Indonesia di Taman Kanak-kanak (TK). (Skripsi). FKIP Universitas Lampung. Bandarlampung.

Leech, Geoffrey. 1983. Prinsip-prinsip Pragmatik. Terjemahan oleh Oka, M.D.D. 1993. Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta.

Lubis, H. H. 1991. Analisis Wacana Pragmatik. Angkasa. Bandung. Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Pateda, Mansoer. 1990. Sosiolinguistik. Angkasa. Bandung.

Prastowo, Andi. 2012. Metode Penelitian Kualitatif dalam Prespektif Rancangan Penelitian. Yuma Ar-Ruzz media. Jakarta.

Rahardi, R. Kunjana. 2005. Pragmatik: Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Erlangga. Jakarta.

Rusminto, N. E. dan Sumarti. 2006. Analisis Wacana Bahasa Indonesia. (Buku Ajar). FKIP Universitas Lampung. Bandarlampung.


(6)

tarmizi.wordpress.com/2009/02/04/dampak-bahasa-ibu-b1-dalam-pemerolehan-bahasa/

Universitas Lampung. 2012. Format Penulisan Karya Ilmiah. Universitas Lampung. Bandarlampung.

Wijana, I Dewa Putu. 2010. Analisis Wacana Pragmatik Kajian Teori dan Analisis. Yuma Pustaka. Surakarta.

www.infodiknas.com/pemerolehan-bahasa-anak-usia-tiga-tahundalam-lingkungan-keluarga/


Dokumen yang terkait

Implikatur Percakapan Anak Usia 5 Tahun di Lingkungan Keluarga dan Implikasinya pada Pembelajaran Bahasa Indonesia di Taman Kanak-kanak (TK)

3 29 56

PENGARUH PERMAINAN ENGKLEK TERHADAP KEMAMPUAN LONCAT ANAK USIA 4-5 TAHUN DI TAMAN KANAK-KANAK PKK Pengaruh Permainan Engklek Terhadap Kemampuan Loncat Anak Usia 4-5 Tahun Di Taman Kanak-Kanak Pkk Semanding Dan Taman Kanak-Kanak Aisyiyah Pabelan.

0 3 8

PENGARUH PERMAINAN ENGKLEK TERHADAP KEMAMPUAN LONCAT ANAK USIA 4-5 TAHUN DI TAMAN KANAK-KANAK PKK Pengaruh Permainan Engklek Terhadap Kemampuan Loncat Anak Usia 4-5 Tahun Di Taman Kanak-Kanak Pkk Semanding Dan Taman Kanak-Kanak Aisyiyah Pabelan.

0 4 16

PENGELOLAAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DI TAMAN KANAK-KANAK IMAN ISTIQOMAH SALATIGA Pengelolaan Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini Di Taman Kanak-Kanak Iman Istiqomah Salatiga.

0 3 14

PENGUASAAN BAHASA ANAK USIA PRASEKOLAH (STUDI KASUS DI TAMAN KANAK-KANAK PENGUASAAN BAHASA ANAK USIA PRASEKOLAH (STUDI KASUS DI TAMAN KANAK-KANAK ISLAM BAKTI I SAWAHAN).

0 0 16

STUDI KOMPARASI KEMANDIRIAN ANAK TAMAN KANAK-KANAK (TK) DI PROGRAM Studi Komparasi Kemandirian Anak Taman Kanak-Kanak (Tk) Di Program Fullday Dan Reguler.

1 2 15

STUDI KOMPARASI KEMANDIRIAN ANAK TAMAN KANAK-KANAK (TK) DI PROGRAM Studi Komparasi Kemandirian Anak Taman Kanak-Kanak (Tk) Di Program Fullday Dan Reguler.

0 0 15

PELESAPAN DAN PERUBAHAN FONEM DALAM MENYANYIKAN LAGU ANAK-ANAK PADA ANAK USIA 5 TAHUN DI TAMAN KANAK-KANAK Pelesapan Dan Perubahan Fonem Dalam Menyanyikan Lagu Anak-Anak Pada Anak Usia 5 Tahun Di Taman Kanak-Kanak Pertiwi Duyungan Iii Kecamatan Sidoharjo

2 7 13

PENINGKATAN PERILAKU SALING MENYAYANGI PADA ANAK USIA 4-5 TAHUN DI TAMAN KANAK-KANAK

0 0 15

PENINGKATAN KOSAKATA BAHASA ARAB MELALUI MEDIA GAMBAR PADA ANAK USIA 5-6 TAHUN DI TAMAN KANAK-KANAK

0 0 10