Pendidikan Karakter dalam Kurikulum 2013

mana pergan-tian kurikulum dilakukan karena adanya tuntutan perkembangan ilmu, pengetahuan, teknologi dan budaya masyarakat. Apakah penyusunan Kurikuulum 2013yang sedang dikerjakan oleh Kemdikbud saat ini merupakan sesuatu yang sangat baru dan merupakan reaksi sesaat atas tulisan Pak Boediono di harian Kompas tempo hari? Bisa jadi pula Di negeri ini kemungkinan seperti itu sangatlah bisa terjadi Apabila hal ini benar-benar terjadi maka pengembangan kurikulum pendidikan yang sedang dikerjakanKemdikbudsedikit banyak pertim-bangannya merupakan pertimbangan politik; dan bila pertimbangan politik terlalu dominan maka hasilnya tidak akan optimal.

b. Pendidikan Karakter dalam Kurikulum 2013

Untuk membangun karakter dalam Kurikulum 2013 ada baiknya mengacu pendapat Bapak Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara. Di samping Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hadjar adalah pendiri sekaligus pemimpin Perguruan Nasional Tamansiswa National Onderwijs Tamansiswa. Kiranya banyak orang mengerti bahwa pendidikan budi pekerti danatau karakter merupakan cirikhas pendidikan Tamansiswa dengan Ki Hadjarnya. Di Majalah Poesara edisi Februari 1954,Ki Hadjar menyatakan budi pekerti wajib disampaikan kepada siswaoleh semua guru. “Pengajaran budi pekerti sebaiknya diberikan secara spontan oleh sekalian pamong; jadi menurut adanya setiap kesempatan dan tidak harus menurut daftar pelajaran. Pendidikan budi pekerti harus diberikan oleh tiap-tiap pamong, baik ia mengajarkan bahasa, sejarah, kebudayaan maupun ilmu alam, ilmu pasti, menggambar, dan sebagainya”, tulisnya. Untuk menjabarkan konsepnya, Ki Hadjar menyampaikan pentingnya empat tingkatan dalam menanamkan budi pekerti kepada anak didik; yaitu syari’at, hakikat, tarikat, dan makrifat. Tingkat syari’at cocok diberikan pada anak yang sangat muda, dalam hal ini anak TK dan RA. Adapun metodanya dengan membiasakan berperilaku baik menurut norma masyarakat. Anak TK dan RA tidak perlu diberi teori tentang budi pekerti tetapi langsung dibiasakan berperilaku yang baik menurut ukuran umum; misalnya saja mengucapkan salam ketika bertemu teman, menyatakan hormat ketika bertemu guru, mencium tangan kalau berhadapan dengan orang tua, dan sebagainya. Tingkat hakikat cocok diberikan pada anak berusia di atasnya; dalam hal ini murid SD dan MI. Anak tetap dibiasakan berperilaku baik menurut ukuran umum tetapi dalam waktu bersamaan mulai perlu diberi pengertian sederhana mengenai mengapa ia harus berbuat demikian. Contohnya, di samping dibiasakan mengucap salam sewaktu bertemu teman mereka juga diberi pengertian tentang pentingnya mengucapkan salam itu; misalnya saja ucapan salam itu dapat menimbulkan ikatan hati dan keakraban lahir batin antarteman. Tingkat tarikat cocok diberikan kepada anak berusia di atasnya lagi; dalam hal ini siswa SMP dan MTs. Siswa tetap dibiasakan berperilaku baik, diberi pengertian mengenai pentingnya hal itu dilakukan; tetapi bersamaan waktunya juga disertai dengan aktivitas pendukung yang cocok. Misalnya bagaimana anak-anak SMP dan MTs itu berkesenian, berolah puisi, berolah raga, dan bersastraria sambil berolah budi. Contohnya anak-anak SMP dan MTs dilatih menari “halus”sambil dijelaskan makna-makna gerakan yang ada didalamnya untuk menanamkan budi pekerti. Selanjutnya tingkatan makrifat cocok diberikan pada anak berusia di atasnya lagi; yaitu siswa SMA, MA dan SMK. Sang anak disentuh pema-haman dan kesadarannya sehingga berperilaku baik bukan sekedar kebiasa-an dan berpengertian, tetapi berkesadaran di lubuk hatinya untuk melakukan hal itu. Dalam bahasa Tamansiswa sampai tingkatan “Tringa”; yaitu ngerti mengerti, ngrasa merasakan dan nglakoni menjalankan. Sang anak mengerti maksud berperilaku baik; dan perilakunya tersebut dijalankan berdasarkan kesadaran diri.

c. Pendidikan Karakter Bangsa Berbasis Budaya