EFEKTIFITAS PENGGUNAAN FASILITAS JEMBATAN PENYEBERANGAN ORANG (JPO) (Studi Kasus Pada Fasilitas Jembatan Penyeberangan Orang di Kota Bandar Lampung)

(1)

ABSTRACHT

THE EFFECTIFITY OF UTILIZATION PERSON OVERPASS FACILITY (POF)

(Case Study in POF of Bandarlampung City) By

Irsyad Wildan

This research was done to know about how the effectifity of utilization Person Overpass Facility exist at Bandarlampung City. As we know that the increasing of transportation vehicle volumes cause protocol streets become more density in Bandarlampung City. Of course this matter cause the road jogger be difficult to across the road especially in busy times like in the morning when people goint to work place and going to school or in the evening when they going home. Moving of include their moving when they tracing the road, across road and narrow ones. As common happened in every big cities, this matter happenend because of economy development demand, trading, and the ease of the people to reach the social service, so public facilities like hotel, shopping centre, etc. tend to grouping at certain area. Beside that, because of the location of a building with another scattered to the whole areas, so foot jogger should across the traffic to reach their destination. But, the existence of foot jogger in certain level often cause the big conflict with the vehicle`s current until cause the delaying of the traffic and height degree of accident number.

This research type is descriptive with processing qualitative datas as the method of research. This research was done on Person Overpass Facility exist at Bandarlampung City with 6 person as informant. Technique of determination the informant was used purposive sampling based on the aim of the research.so, the informants are foot joggers or the people often abuse and don`t abuse the Person Overpass Facility in Bandarlampung City. Technique of collecting datas in this research used indepth interview that guided by interview guide while datas analyzing that be used are 3 steps, they are datas reduction, presentation, and conclusion taking.

Based on the result of this research, known that although Bandarlampung City Government has provided the POF for foot joggers as transportation facilities in everywhere, but factly in the field, POF is not effective to solve circulation problem between foot jogger in acrrossing the road with motor vehicle rider. This can be seen that in fact JOF as a kind of crossing facility seldom be abused and


(2)

sometimes exactly be misused just for squat, as the vagrant base and be a sensitive crime place.


(3)

Abstrak

EFEKTIFITAS PENGGUNAAN FASILITAS JEMBATAN PENYEBERANGAN ORANG (JPO)

(Studi Kasus Pada Fasilitas Jembatan Penyeberangan Orang di Kota Bandar Lampung)

Oleh Irsyad Wildan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Efektifitas Penggunaan Fasilitas Jembatan Penyeberangan Orang yang ada di Kota Bandarlampung. Sebagaimana kita ketahui bahwa dengan bertambahnya volume kendaraan menyebabkan kepadatan di jalan-jalan protokol Kota Bandar Lampung. Tentunya hal ini mengakibatkan pejalan kaki kesulitan untuk menyeberang jalan terutama pada jam-jam sibuk yaitu pagi hari ketika berangkat bekerja dan sekolah atau sore hari pada saat pulang dari kerja atau sekolah. Pergerakan pejalan kaki meliputi pergerakan-pergerakan menyusuri jalan, memotong jalan dan persimpangan. Sebagaimana yang lazim terjadi di berbagai kota besar, karena tuntutan perkembangan ekonomi, perdagangan dan kemudahan jangkauan pelayanan bagi masyarakat, maka fasilitas-fasilitas umum seperti hotel, pertokoan dan lain sebagainya biasanya mengelompok pada suatu daerah tertentu, karena letak gedung satu dengan gedung yang lain menyebar ke seluruh kawasan, maka suatu ketika pajalan kaki harus menyeberangi lalu lintas kendaraan untuk sampai ke tempat tujuan. Namun sering kali keberadaan penyeberang jalan tersebut pada tingkat tertentu akan mengakibatkan konflik yang tajam dengan arus kendaraan yang berakibat pada tundaan lalu lintas dan tingginya tingkat kecelakaan.

Tipe penelitian ini adalah deskriptif dengan metode yang digunakan adalah metode kualitatif. Penelitian ini dilaksanakan di Jembatan Penyeberangan Orang di Kota Bandar Lampung, dengan informan berjumlah 6 orang.Tekhnik penentuan informan pada penelitian ini dipilih secara sengaja (purposive) berdasarkan tujuan penelitian. Maka informan pada penelitian ini adalah para pejalan kaki / masyarakat yang menggunakan atau tidak menggunakan fasilitas jembatan penyeberangan orang di kota Bandar Lampung. Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan wawancara mendalam (indepth Interview), dan dipandu dengan pedoman wawancara. Sedangkan teknik pengumpulan data dalam


(4)

penelitian ini adalah metode wawancara. Kemudian data dianalisis melalui tiga tahap yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

Pemerintah kota Bandar Lampung telah menyediakan JPO bagi pejalan kaki, penyediaan sarana transportasi bagi pejalan kaki seperti jembatan penyeberangan orang sudah mulai disediakan dimana-mana. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa penggunaan JPO tersebut dirasakan kurang efektif dalam memecahkan permasalahan sirkulasi antara pejalan kaki dalam menyeberang jalan dengan kendaraan bermotor. Hal ini bisa dilihat pada kenyataannya bahwa jembatan penyeberangan sebagai salah satu fasilitas penyeberangan orang, jarang dipakai dan terkadang sering disalah fungsikan untuk duduk-duduk, tempat mangkal gelandangan serta rawan kejahatan.


(5)

EFEKTIFITAS PENGGUNAAN FASILITAS JEMBATAN

PENYEBERANGAN ORANG (JPO)

(Studi Kasus Pada Fasilitas Jembatan Penyeberangan Orang di

Kota Bandar Lampung)

Oleh

IRSYAD WILDAN

NPM : 0816011031

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sosiologi

pada Jurusan Sosiologi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(6)

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Gambar 1 Lokasi Penelitian di Jl. R.A. Kartini Kota Bandar Lampung

Gambar 2 Pejalan Kaki Yang Tidak Menggunakan JPO Gambar 3 Pejalan Kaki Yang Menyeberang Tanpa JPO Gambar 4 Lantai JPO di Salah Satu JPO di Jl. R.A. Kartini Gambar 5 Keadaan Tangga Yang Curam

Gambar 6 Menyeberang Tanpa JPO Gambar 7 JPO dan Petugas Keamanan

Gambar 8 JPO Tertutup Oleh Spanduk dan Tempat Strategis Pemasangan JPO


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

HALAMAN PERNYATAAN... ii

HALAMAN JUDUL... iii

HALAMAN PERSETUJUAN... iv

HALAMAN PENGESAHAN... v

RIWAYAT HIDUP... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN... vii

MOTTO…... viii

SANWACANA... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR GAMBAR... xii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Kegunaan Penelitian... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Efektifitas ... 10

B. Tinjauan Tentang Strategisitas ... 11

C. Tinjauan Tentang Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) ... 13

D. Tinjauan Tentang Pejalan Kaki ... 15

E. Tinjauan Tentang UU LLAJ No 22 Tahun 2009 ... 16

F. Kerangka Pikir ... 17

III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian ... 22

B. Fokus Penelitian ... 23


(8)

D. Jenis dan Sumber Data ... 24

E. Penentuan Informan ... 25

F. Metode Pengumpulan Data ... 26

G. Teknik Analisis Data ... 27

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) ... 29

B. Ketentuan pembangunan Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) ... 30

C. Dasar Perencanaan Pembuatan Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) ... 30

D. Metode Perencanaan ... 31

E. JPO dan Beberapa Pertimbangan Dalam Pembuatannya ... 33

F. Kondisi dan keberadaan JPO sebagai Sarana Penyeberangan Orang ... 35

V. EFEKTIFITAS PENGGUNAAN FASILITAS JEMBATAN PENYEBERANGAN ORANG (JPO) A. Identitas Informan ... 37

1. Identitas Informan Secara Umum ... 37

2. Data Informan Menurut Pekerjaan dan Jenis Kelamin ... 40

B. Penggunaan Fasilitas Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) . 41 1. Penggunaan JPO Bagi Pejalan Kaki ... 41

2. Analisis Pemahaman Masyarakat Pejalan Kaki Akan Latar Belakang Pembuatan JPO ... 44

3. Analisis Kelebihan, Kelemahan dan Hal-hal Yang Perlu diperbaiki dari JPO ... 47

4. Analisis Pemanfaatan JPO ... 54

C. Analisis Strategisitas JPO ... 58

D. Analisis Kesadaran Pejalan Kaki dalam Menggunakan JPO ... 67

VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 75

B. Saran ... 76 DAFTAR PUSTAKA


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel


(10)

MOTTO

Hidup itu kontribusi


(11)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dra. Anita Damayantie, M.H. .……….. Penguji Utama : Drs. Pairulsyah, M.H. .………..

2. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Drs. H. Agus Hadiawan, M.Si. NIP. 19580109 198603 1 002

Tanggal Lulus Ujian Skripsi: 02 November 2012


(12)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Karya tulis saya, skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik (Magister/Sarjana/Ahli Madya). Baik di Universitas Lampung maupun di perguruan tinggi lain.

2. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing dan Penguji.

3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya tulis ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di Universitas Lampung.

Bandar Lampung,02 November 2012 Yang Membuat Pernyataan,

Irsyad Wildan 0816011031


(13)

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

PERSEMBAHAN

Terima kasih ya ALLAH, dengan mengucapkan bismillah

Aku persembahkan karya kecilku ini kepada:

Ibu & Bapak tercinta & Tersayang

Yang selalu melindungi, mengasihi dan membimbing langkahku..

Terima kasih untuk segala perjuangan, cinta dan kasih sayang serta do’a

yang kalian berikan…

Mbak-dan adikku

Yang selalu memberikan motivasi…

Anita Puspita Dewi yang selalu Menemani selama pembuatan karya ini

Sahabat-sahabat ku

Yang selalu membantuku ………….

Para pendidik dan almamater tercinta


(14)

Judul Skripsi :EFEKTIFITAS PENGGUNAAN FASILITAS JEMBATAN PENYEBERANGAN ORANG (JPO)

(Studi Kasus Pada Fasilitas Jembatan

Penyeberangan Orang (JPO) di Kota Bandar Lampung )

Nama Mahasiswa : IRSYAD WILDAN

Nomor Pokok Mahasiswa : 0816011031

Jurusan : Sosiologi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Dra. Anita Damayantie, M.H. Drs. Pairulsyah, M.H. NIP. 19690304 199403 2 002 NIP. 19631012194031002

2. Ketua Jurusan Sosiologi

Drs. Susetyo, M.Si.


(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Irsyad Wildan dilahirkan di desa Argomulyo Kecamatan Banjit Kabupaten Way Kanan pada tanggal 02 Maret 1990. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Sugeng Utomo,BA.dan Ibu Siti Khoiriyah.

Penulis mengawali jenjang pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 1 Argomulyo pada tahun 1996 sampai dengan tahun 2002, kemudian penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Madrasah Tsanawiyah GUPPI Banjit pada tahun 2002. Pada Tahun 2005 penulis menyelesaikan pendidikan tingkat SLTP,SMP/MTs, pada tahun yang sama penulis melanjutkan jenjang pendidikan di Madrasah Aliyah GUPPI Banjit dan diselesaikan pada tahun 2008.

Pada bulan September tahun 2008 penulis melanjutkan studinya di Perguruan Tinggi Negeri melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) yang menjadikan penulis sebagai mahasiswa Sosiologi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Lampung (UNILA). Dalam masa perkuliahan penulis mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang diadakan oleh


(16)

Universitas Lampung pada bulan Juli sampai Agustus tahun 2011 di Pekon Neglasari, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Peringsewu.


(17)

SANWACANA

Segala puji bagi Allah SWT atas rahmat dan hidayahnya. Tiada daya dan upaya serta kekuatan yang penulis miliki untuk menyelesaikan skripsi ini, selain berkat daya, upaya dan kekuatan yang dianugerahkan-Nya. Shalawat beriring salam senantiasa tercurah kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang syafa’atnya selalu kita nanti hingga hari akhir kelak.

Skripsi dengan judul “Efektifitas Penggunaan Fasilitas Jembatan

Penyeberangan Orang ( Studi Kasus Pada Jembatan Penyeberangan Orang

di Kota Bandar Lampung)” ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Sosiologi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

Penulis menyadari, bahwa apa yang tertulis dalam skripsi ini masih sangat jauh dari yang dicita-citakan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak sehingga menjadi lebih baik. Dalam penulisan skripsi ini, penulis sangat menyadari banyak sekali bantuan, dukungan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:


(18)

1. Bapak Drs. H. Agus Hadiawan, M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

2. Bapak Drs. Susetyo, M.Si. selaku Ketua Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

3. Ibu Dra. Anita Damayantie, M.H. selaku Sekretaris Jurusan Sosiologi,

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung sekaligus dosen pembimbing terima kasih atas waktu, motivasi, bimbingan, saran dan kesabarannya dalam proses penulisan skripsi ini, sehingga saya dapat meraih gelar Sarjana Sosiologi (S.Sos) di Universitas Lampung.

4. Bapak Drs. Pairulsyah, M.H. selaku dosen Pembimbing Akademik penulis

dan sekaligus sebagai dosen pembahas seminar usul dan hasil serta dosen penguji penulis yang telah mengoreksi, memberikan saran dan kritik dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih atas waktu, motivasi, bimbingan, saran dan kesabarannya dalam proses penulisan skripsi ini, sehingga saya dapat meraih gelar Sarjana Sosiologi (S.Sos) di Universitas Lampung.

5. Seluruh dosen di Jurusan Sosiologi dan FISIP Unila yang telah membekali

penulis dengan ilmu dan pengetahuan selama menjalani masa perkuliahan semoga menjadi ilmu yang bermanfaat.

6. Seluruh staf administrasi dan karyawan di FISIP Unila yang membantu

dan melayani urusan administrasi perkuliahan dan skripsi.

7. Seluruh instansi serta lembaga di Kota Bandar Lampung dan semua yang

telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini, yang telah meluangkan waktunya untuk membantu penulis dalam proses wawancara demi terkumpulnya data-data.


(19)

8. Untuk yang selalu hadir dalam doaku, Ibu dan Bapak. Begitu banyak energi, materi dan perhatian yang tercurah untuk penulis, tak cukup lembaran dan goresan tinta ini untuk menuliskan segala pengorbanan yang kalian berikan. Semoga Allah SWT memuliakan kalian berdua di dunia dan akhirat.

9. Anita Puspita Dewi yang selalu menemani dan terus memotivasi semua

kegiatanku dan penulisan karya ini sampai saat ini dan saya harapkan terus sampai nanti. Love u.

10.Mbak, kakak dan adikku tercinta, Binta Mu’tabaroh, Dede Surawan,

Rusdah Fauziyah dan Fatihunnajah . Terima kasih atas dukungan dan do’a yang kalian berikan. Love u All.

11.Terimakasih kepada Yan Kurniawan, Arwin Rio Saputra dan Nurul Panji

Kusuma,yang sudah menjadi pembahas mahasiswa di seminar 1 dan 2. Semoga Allah membalas kebaikan kalian dengan yang lebih baik. Serta pembawa acara saudari Gustina Lova, Maaf untuk sajen yang masih kurang berkenan.

12.Untuk sahabat-sahabat Sosiologi 08 terima kasih atas bantuannya selama

ini dan penulis bangga memiliki kalian semua. Kenangan kita bersama di UNILA akan dikenang selalu oleh penulis. Kepada sahabatku Yan Kurniawan penulis berterima kasih sekali atas segala bantuan setiap kali seminar, mulai dari menyiapkan senack,ruangan dan jemput di rumah. Untuk Arwin penulis merasa kagum dengan sifat gokilmu, tolong bagi sedikit untuk penulis ya. Untuk kalian berdua ( Yan dan Arwin ) semoga sukses ya dalam mencari tambatan hati yang benar-benar tulus dan


(20)

mencintaimu. Untuk kalian berdua juga semangat ya kawan, ayo kalian taklukan judul skripsimu, dan penulis minta maaf belum bisa membantu semaksimal mungkin apa yang kalian sibukkan saat ini. Untuk semua sahabat-sahabat sosiologi 08 semangat dan terus berusaha untuk mencapai cita-cita kalian yang luhur.


(21)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Padatnya pertumbuhan penduduk di perkotaan menambah semakin banyaknya tingkat transportasi yang ada. Transportasi merupakan sektor pendukung dalam setiap aktivitas manusia baik kegiatan pekerjaan rutin, bisnis, pendidikan, sosial dan lain sebagainya. Sebagai prasarana pendukung, transportasi harus mendapatkan pelayanan yang baik sehingga diperoleh sistem pergerakan yang efektif dan efisien bagi pengguna transportasi. Peningkatan sistem transportasi memerlukan penanganan yang menyeluruh, mengingat bahwa transportasi timbul karena adanya perpindahan manusia dan barang. Meningkatnya perpindahan tersebut dituntut penyediaan fasilitas penunjang laju perpindahan manusia dan barang yang memenuhi ketentuan keselamatan bagi pejalan kaki dimana pejalan kaki merupakan salah satu komponen lalu lintas yang sangat penting terutama di perkotaan.

Umumnya, pejalan kaki terkonsentrasi di tempat- tempat umum, seperti terminal, pertokoan, pendidikan dan tempat- tempat umum lainnya. Pejalan kaki diidentikan bagi mereka yang berjalan di lintasan pejalan kaki seperti


(22)

trotoar, pinggiran jalan, lintasan khusus pejalan kaki (zebra cross dan Jembatan penyeberangan Orang/ JPO)

Salah satu sarana bagi pejalan kaki adalah JPO. Jembatan penyeberangan merupakan salah satu fasilitas kebutuhan manusia dalam menyeberangi jalan, karena akhir-akhir ini banyak sekali kecelakaan yang diakibatkan oleh penyeberang jalan yang menyeberang jalan seenaknya, sehingga membuat jalan menjadi macet dan lalu lintas menjadi tidak teratur. Polemik tentang manfaat jembatan penyeberangan di jalan-jalan protokol Kota Bandar Lampung mencuat akhir-akhir ini. Setidaknya muncul anggapan manfaat dari jembatan penyeberangan itu kurang dan belum dibutuhkan oleh masyarakat. Bahkan ada yang mencurigai, jembatan itu cuma untuk memenuhi kepentingan pengusaha dan Pemerintah Kota saja untuk memasang iklan. Sementara pendapat yang lain mengatakan perlunya jembatan penyeberangan sebagai fasilitas dari Pemerintah Kota untuk kenyamanan warganya terutama pejalan kaki. Bertambahnya volume kendaraan menyebabkan kepadatan di jalan-jalan protokol Kota Bandar Lampung. Tentunya hal ini mengakibatkan pejalan kaki kesulitan untuk menyeberang jalan terutama pada jam-jam sibuk yaitu pagi hari ketika berangkat bekerja atau sekolah atau sore hari pada saat pulang dari kerja atau sekolah.

Pergerakan pejalan kaki meliputi pergerakan-pergerakan menyusuri jalan, memotong jalan dan persimpangan. Sebagaimana yang lazim terjadi di berbagai kota besar, karena tuntutan perkembangan ekonomi, perdagangan dan kemudahan jangkauan pelayanan bagi masyarakat, maka fasilitas-fasilitas


(23)

umum seperti hotel, pertokoan dan lain sebagainya biasanya mengelompok pada suatu daerah tertentu, karena letak gedung satu dengan gedung yang lain menyebar ke seluruh kawasan, maka suatu ketika pajalan kaki harus menyeberangi lalu lintas kendaraan untuk sampai ke tempat tujuan. Namun sering kali keberadaan penyeberang jalan tersebut pada tingkat tertentu akan mengakibatkan konflik yang tajam dengan arus kendaraan yang berakibat pada tundaan lalu lintas dan tingginya tingkat kecelakaan.

Keberadaan pejalan kaki tersebut memerlukan fasilitas bagi pejalan kaki, termasuk fasilitas penyeberangan jalan seperti Jembatan Penyeberangan Orang (JPO), dimana JPO tersebut dipasang apabila diharuskan tidak ada pertemuan sebidang antara arus pejalan kaki dengan arus lalu lintas. Agar pejalan kaki mau untuk menggunakan JPO harus dijamin keamanan dan jarak berjalan tidak terlalu bertambah jauh. Pemerintah kota Bandar Lampung telah menyediakan JPO bagi pejalan kaki, penyediaan sarana tranportasi bagi pejalan kaki seperti jembatan penyeberangan sudah mulai disediakan dimana-mana.

Penyediaan Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) dimaksudkan untuk mempermudah pejalan kaki untuk menyeberang jalan dengan aman. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa penggunaan JPO tersebut dirasakan kurang efektif dalam memecahkan permasalahan sirkulasi antara pejalan kaki dalam menyeberang jalan dengan kendaraan bermotor. Hal ini bisa dilihat pada kenyataannya bahwa jembatan penyeberangan sebagai salah satu fasilitas penyeberangan orang, jarang dipakai dan terkadang sering


(24)

disalah fungsikan untuk duduk-duduk, tempat mangkal gelandangan serta rawan kejahatan. Jembatan penyebrangan orang (JPO) di Bandar Lampung yang berada di sepanjang jalan R.A Kartini kerap kali dipandang sebelah mata oleh beberapa pihak. Padahal di jalur tersebut ada banyak kendaraan yang melaju dengan kecepatan ± 60 km/jam. Jadi pejalan kaki tidak menghiraukan bakal tertabrak kendaraan. Disisi lain, keberadaan JPO hanya dipandang sebagai tempat untuk menempatkan media iklan yang strategis. Sebab kebanyakan JPO banyak terpasang media iklan, Tangga jembatan yang memiliki lebar tak lebih dari satu meter, sementara seluruh badan jembatan ditutupi iklan. Hal tersebut salah satu penyebab masyarakat enggan menggunakan JPO, karena bentuk jembatan tertutup oleh papan reklame sehingga mengundang kriminalitas seperti penodongan terhadap pengguna JPO tersebut.

Pada salah satu situs media surat kabar yang ada di Bandar Lampung memuat sebuah isi berita mngenai JPO berupa sebuah cerita percakapan”

“Ketika makan siang jam istirahat kantor beberapa hari lalu, kami terlibat pembicaraan ringan dengan teman-teman terkait banyaknya pemberitaan tentang jembatan penyeberangan orang (JPO) di Bandarlampung. Terlontar pertanyaan: apakah teman-teman selalu menggunakan JPO yang tersedia ketika ingin menyeberang jalan? Jawaban yang muncul bukan selalu menggunakan, tapi pernah menggunakan. Itu pun hanya satu atau dua kali dan tidak pernah menggunakan lagi. Berbagai alasan enggan menggunakan JPO dikemukakan. Mulai malas karena tinggi, jauh, tidak terawat (kotor, berkarat, keropos, tertutup spanduk), banyak pengemis yang betah mencari nafkah di sana, hingga cerita tentang adanya tindak kejahatan seperti pencopetan dan hipnotis yang pernah terjadi membuat orang takut untuk melewatinya. Terlebih lagi tidak ada sanksi bagi mereka yang menyeberang tidak menggunakan JPO. Ngapain capek-cape knaik tangga! Alasan yang dikemukakan teman-teman bisa jadi sama dengan alasan yang dikemukakan kebanyakan masyarakat kita. Buktinya, tiga JPO yang ada di Kota Bandarlampung tidak berfungsi sesuai


(25)

peruntukannya. Masyarakat yang lewat JPO per jamnya bisa dihitung dengan jari. Bahkan, JPO yang berada di ruas Jl. Raden Intan, tepatnya di depan Ramayana, kini hampir tidak lagi digunakan. Masyarakat lebih senang menyeberang langsung di jalan yang sibuk ketimbang menggunakan JPO. Lebih memilih menyeberang di areal jalanan tanpa tanda zebra cross. Mereka menantang maut dengan ber-zig-zag di antara kendaraan yang lewat. Hanya bermodal lambaian tangan, mereka bisa ’’memaksa” kendaraan-kendaraan tersebut menghentikan atau memperlambat laju kendaraannya. Pagar besi pembatas di median jalan bukanlah halangan. Lihat saja di ruas Jl. Kartini. Entah siapa dan bagaimana caranya, kini beberapa pagar copot, rusak, jebol, atau apa pun namanya hingga bisa dilalui. Kondisi lebih parah di ruas jalan yang tidak ada pagar pembatasnya. Masyarakat bebas menyeberang tak beraturan. Keberadaan JPO di Kota Bandarlampung seperti lirik lagu grub band Utopia, Antara Ada dan Tiada. Padahal, JPO diperlukan sebagai fasilitas publik untuk keselamatan masyarakat pengguna jalan untuk menyeberang. Belakangan muncul anggapan bahwa manfaat dari JPO itu kurang dan belum dibutuhkan masyarakat. Bahkan yang lebih ekstrem mengatakan bahwa JPO dibangun hanya untuk memenuhi kepentingan pengusaha dan pemkot. Ups, lebih baik kita berbaik sangka sajalah! Hal terpenting adalah bagaimana solusi agar masyarakat mau menyeberang di tempatnya dan memanfaatkan fasilitas yang telah disediakan.”

http://radarlampung.co.id/read/opini/1064-jpo-antara-ada-dan-tiada

Seperti yang tertulis pada artikel pada sebuah situs internet www.Pelangi.or.id pada tanggal 22 Oktober, 2007 yang menyebutkan bahwa kurangnya fasilitas pejalan kaki yang memadai di Bandar Lampung, terutama Jembatan Penyeberangan Orang, sangat berdampak pada keselamatan jiwa pejalan kaki. Terbukti bahwa 65% kecelakaan di jalan raya melibatkan kematian pejalan kaki, dimana 35% nya adalah anak-anak. Seperti halnya di Kota Jakarta dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, penyediaan sarana tranportasi bagi pejalan kaki seperti jembatan penyeberangan sudah mulai disediakan dimana-mana. Penyediaan Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) dimaksudkan untuk mempermudah pejalan kaki untuk menyeberang jalan dengan aman. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa


(26)

penggunaan JPO tersebut dirasakan kurang efektif dalam memecahkan permasalahan sirkulasi antara pejalan kaki dalam menyeberang jalan dengan kendaraan bermotor.

Seperti yang tertulis pada surat kabar Harian radar lampung tanggal 28 maret 2009 yang menuliskan bahwa banyak warga Kota Bandar Lampung yang enggan memanfaatkan jembatan penyeberangan. Para pejalan kaki lebih suka melompat pagar pembatas dari pada lewat jembatan penyeberangan. Padahal, kegemaran lompat pagar itu sangat membahayakan pejalan kaki dan pengendara yang lewat di jalan-jalan tersebut. Lebih memprihatinkan lagi, pagar pembatas jalan di lokasi-lokasi itu sering dirusak pejalan kaki.

Kemudian, mengenai kewajiban pejalan kaki telah diatur didalam undang-undang, pejalan kaki wajib menggunakan bagian jalan yang diperuntukkan bagi pejalan kaki atau jalan yang paling tepi dan menyeberang pada jembatan atau jalan yang telah di tentukan (Undang-Undang no 22 Tahun 2009

Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan/ LLAJ Pasal 132 Ayat 1) dan pada

pasal 131 ayat 1: pejalan kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung yang berupa trotoar tempat penyeberangan dan fasilitas lain. Lalu pada ayat 2: pejalan kaki berhak mendapat prioritas pada saat menyeberang jalan ditempat penyeberangan. Sedangkan ayat 3: dalam hal belum tersedianya fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat 1, pejalan kaki berhak menyeberang ditempat yang dipilih dengan memperhatikan keselamatan dirinya. Pengaturan yang sedemikian rupa mencerminkan tujuan akhir dari manajemen dan rekayasa lalu lintas sebagaimana diatur UU LLAJ.


(27)

Sebagaimana kita ketahui manajemen itu bertujuan untuk mengoptimalkan penggunaan jaringan jalan dan gerakan lalu lintas dalam rangka menjamin keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan. Ironisnya lagi yang sering menjadi suatu pemandangan umum, dimana polisi membantu menyeberangkan sekian banyak pelajar dan masyarakat walaupun didekatnya ada jembatan penyeberangan.

Hal ini apakah tanda bahwa aparat kepolisian juga tidak mensosialisasikan penggunaan jembatan penyeberangan. Seyogyanya, aparat kepolisian dengan sabar dan konsisten memaksa masyarakat menyeberang pada tempatnya, kalau perlu dengan hukuman denda tertentu, yang dilaksanakan secara konsisten, adil, tanpa diskriminasi. Keengganan penyeberang jalan yang tidak menggunakan JPO tersebut yang mendasari penelitian ini dilakukan untuk menganalisis efektifitas penggunaaan JPO.

Selain itu tingkat penggunaan JPO di Kota Bandar Lampung yang masih rendah tersebut menunjukkan bahwa keselamatan bukanlah satu-satunya indikator yang berpengaruh dalam penggunaan jembatan penyeberangan dalam pemilihan fasilitas. Masih ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi penyeberang jalan dalam menggunakan jembatan penyeberangan, sehingga diperlukan analisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pejalan kaki untuk menggunakan JPO. Sehingga dengan adanya analisis efektifitas penggunaan JPO dan faktor-faktor yang mempengaruhi penyeberang jalan dalam menggunakannya, diharapkan faktor-faktor tersebut dapat dijadikan masukan dalam penyediaan JPO yang lebih diminati dan difungsikan. Untuk


(28)

itu, peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Efektivitas Penggunaan jembatan Penyeberangan Orang (JPO), dengan studi kasus JPO di kota Bandar Lampung”.

Dari hasil pengamatan atau pra riset, peneliti melihat bahwa pemanfaatan masyarakat terhadap JPO di kota Bandar Lampung belumlah maksimal. Masyarakat lebih memilih untuk menyeberang langsung di antara kendaraan- kendaraan yang melintas di jalan tersebut. Masyarakat bahkan nekat menembus pagar pembatas yang telah sedikit dijebol dengan alasan lebih cepat sampai dan tidak akan lelah dari pada harus mendaki anak tangga JPO.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: Penggunaan dan strategisitas fasilitas jembatan penyeberangan orang. Demi terlaksana dan lancarnya penelitian ini, maka dalam pelaksanaan penelitian ini perlu didukung oleh beberapa pertanyaan-pertanyaan berdasarkan uraian dari latar belakang masalah dapat dirumuskan sbuah masalah yaitu sebagai berikut :

1. Bagaimanakah kegunaan Fasilitas Jembatan Penyeberangan Orang bagi pejalan kaki?

2. Bagaimanakah Strategisitas keberadaan Fasilitas Jembatan


(29)

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji tentang Efektifitas Penggunaan Fasilitas Jembatan Penyeberangan Orang bagi pejalan kaki, yang meliputi tujuan :

1. Untuk mengkaji penggunaan Fasilitas Jembatan Penyeberangan Orang

2. Untuk mengkaji strategisitas Fasilitas Jembatan Penyeberangan Orang

D. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Merupakan aplikasi dari berbagai pengetahuan dan teori yang didapat di bangku kuliah terutama sosiologi pembangunan dan memperluas pengetahuan penulis tentang pembangunan.

2. Agar menjadi bahan pertimbangan serta masukan bagi pemerintah untuk

diadakannya sanksi tegas atau perda bagi yang tidak menggunakan fasilitas jembatan penyeberangan orang.

3. Sebagai bantuan informasi dan referensi lebih lanjut bagi penelitian sejenis.


(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Efektivitas

Pengertian efektifitas secara umum menunjukan sampai seberapa jauh tercapainya suatu tujuan yang terlebih dahulu ditentukan. Menurut Sondang P. Siagian (2001:24) memberikan definisi sebagai berikut : Efektifitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar di tetepkan sebelumnya untuk menghasilkan barang atas jasa kegiatan yang dijalankannya. Efektifitas menunjaukkan keberhasilan dari segi tercapi tidaknya sasaran yang telah ditetapkan.

Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana efektifitas kegunaan JPO di kota Bandar Lampung. Oleh karena itu, efektivitas yang dimaksud disini adalah mengkaji bagaimana pemanfaatan JPO oleh masyarakat dan bagaimana strategisitas penempatan JPO kota Bandar Lampung tersebut. Dalam ukuran penulis, dikatakan efektif apabila JPO lebih dipilih oleh sebagian besar masyarakat sebagai tempat untuk menyeberang, walau mereka harus mengambil resiko lebih capek dan lebih lama sampai dari pada menyebrang langsung dijalanan dengan tingkat keselamatan yang rendah. Di samping itu, efektivitas juga terletak pada indikator pemanfaatan JPO sebagai sarana


(31)

penyebrangan bukan sarana iklan, pencopetan dan tindak criminal lainnya atau tempat berpacaran

B. Tinjauan Tentang Strategisitas

Strategisitas dalam istilah bahasa Indonesia biasa diterjemahkan dengan kata strategis. Sedangkan kata strategis dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan “berhubungan” atau berasalkan strategi. berikut ini pengertian beberapa ahli tentang strategi.

Efendi Arianto dalam artikel berjudul “Pengertian Strategi” (mengutip dari Henry Mintzberg, James Brian Quinn, dan John Voyer, 1995, dalam buku The Strategy Process) mendefinisikan strategi sebagai berikut:

Strategi didefinisikan sebagai 5P, yaitu: strategi sebagai perspectif, strategi sebagai posisi, strategi sebagai perencanaan, strategi sebagai pola kegiatan, dan strategi sebagai “penipuan” (Ploy) yaitu muslihat rahasia. Sebagai Perspektif, di mana strategi dalam membentuk misi, misi menggambarkan perspektif kepada semua aktivitas. Sebagai Posisi, di mana dicari pilihan untuk bersaing. Sebagai Perencanaan, dalam hal strategi menentukan tujuan performansi perusahaan. Sebagai Pola kegiatan, di mana dalam strategi dibentuk suatu pola, yaitu umpan balik dan penyesuaian.

Efendi Arianto dalam artikel berjudul “Pengertian Strategi” (mengutip

dari Igor Ansoff, 1990, dalam bukunya Implanting Strategic Management)

mendefinisikan strategi sebagai proses manajemen, hubungan antara perusahaan dengan lingkungan, terdiri dari perencanaan strategik, perencanaan kapabilitas, dan manajemen perubahan.


(32)

Efendi Arianto dalam artikel berjudul “Pengertian Strategi” (mengutip dari Arnoldo C. Hax dan Nicholas S. Manjluk, 1991, dalam bukunya The Strategy Process And Concept: A Pragmatic Approach)

Strategi didefinisikan sebagai cara menuntun perusahaan pada sasaran utama pengembangan nilai korporasi, kapabilitas manajerial, tanggungjawab organisasi, dan sistem administrasi yang menghubungkan pengambilan keputusan strategik dan operasional pada seluruh tingkat hirarki, dan melewati seluruh lini bisnis dan fungsi otoritas perusahaan.

Efendi Arianto dalam artikel berjudul “Pengertian Strategi” (mengutip dari John A. Pearce II dan Richard B. Robinson Jr., 2003, dalam bukunya Strategic Management, Formulation, Implementation And Control) mendefinisikan strategi sebagai seperangkat keputusan dan tindakan yang menghasilkan formulasi dan implementasi dari rencana yang didesain untuk mencapai tujuan.

Dari beberapa pengertian para ahli tentang strategi, maka penulis merangkai pengertian strategisitas sebagai suatu keputusan yang disesuaikan dengan kebutuhan dari formulasi rencana yang telah ditentukan oleh suatu instansi atau lembaga tertentu. Kaitannya dengan startegisitas dalam penelitian ini adalah melihat apakah keberadaan JPO di jalan RA Kartini memiliki trategisitas dalam hal penempatan dan pemnafaatan fasilitas JPO tersebut.


(33)

C. Tinjauan Tentang Jembatan Penyeberangan Orang (JPO)

Departemen Pekerjaan Umum: 1995 dalam “Tata Cara Perencanaan Fasilitas Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan”.

Jembatan adalah bangunan pelengkap jalan yang berfungsi melewatkan lalu lintas yang terputus pada kedua ujung jalan akibat adanya hambatan berupa sungai, saluran, kanal, selat, lembah serta jalan dan jalan kereta api yang menyilang. Sedangkan Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) adalah jembatan yang letaknya bersilangan dengan jalan raya atau jalur kereta api, letaknya berada di atas kedua objek tersebut, dan hanya diperuntukkan bagi pejalan kaki yang melintas (menyeberang) jalan raya atau jalur kereta api Jembatan Penyeberangan Orang juga dapat diartikan sebagai fasilitas pejalan kaki untuk menyeberang jalan yang ramai dan lebar, menyeberang jalan tol, atau jalur kereta api dengan menggunakan jembatan tersebut, sehingga alur sirkulasi orang dan lalu lintas kendaraan dipisah secara fisik dan kemungkinan terjadi kecelakaan dapat dikurangi. Ketentuan pembangunan jembatan penyeberangan orang (JPO) Pembangunan jembatan penyeberangan oleh Departemen Pekerjaan Umum tahun 1995 disarankan memenuhi ketentuan sebagai berikut:

1. Bila fasilitas penyeberangan dengan menggunakan zebra cross dan Pelikan Cross sudah mengganggu lalu lintas yang ada.

2. Pada ruas jalan dimana frekuensi terjadinya kecelakaan yang melibatkan pejalan kaki cukup tinggi.

3. Pada ruas jalan yang mempunyai arus lalu lintas dan arus pejalan kaki yang tinggi, serta arus kendaraan memiliki kecepatan tinggi.

Jembatan penyeberangan orang disingkat JPO adalah fasilitas pejalan kaki untuk menyeberang jalan yang ramai dan lebar atau menyeberang jalan tol dengan menggunakan jembatan, sehingga orang dan lalu lintas kendaraan


(34)

dipisahsecarafisik.(http://id.wikipedia.org/wiki/Jembatan_penyeberangan_or ang).

Keberadaan fasilitas jembatan penyeberangan orang di suatu daerah yang di bangun akan menimbulkan dampak untuk memulainya sebuah pembangunan kesadaran masyarakat untuk mau menggunakan dan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menggunakan fasilitas tersebut. Apabila setiap masyarakat dan para pengguna fasilitas mempunyai kesadaran yang tinggi, maka kehidupan masyarakatpun akan menjadi sejahtera dan angka kecelakaan serta kemacetan lalulintas akan dapat dikuranagi.

Pergerakan pejalan kaki meliputi pergerakan-pergerakan menyusuri jalan, memotong jalan dan persimpangan. Sebagaimana yang lazim terjadi di berbagai kota besar, karena tuntutan perkembangan ekonomi, perdagangan dan kemudahan jangkauan pelayanan bagi masyarakat, maka fasilitas-fasilitas umum seperti hotel, pertokoan dan lain sebagainya biasanya mengelompok pada suatu daerah tertentu, karena letak gedung satu dengan gedung yang lain menyebar ke seluruh kawasan, maka suatu ketika pajalan kaki harus menyeberangi lalu lintas kendaraan untuk sampai ke tempat tujuan. Namun sering kali keberadaan penyeberang jalan tersebut pada tingkat tertentu akan mengakibatkan konflik yang tajam dengan arus kendaraan yang berakibat pada tundaan lalu lintas dan tingginya tingkat kecelakaan. Oleh karena itu keberadaan fasilitas jembatan penyeberangan orang di jalan RA. Kartini yang diharapkan oleh masyarakat dan pemerintah dapat memberikan kesadaran


(35)

serta disiplin berlalu lintas sehingga mampu mengurangi tingkat kecelakaan dan kemacetan lalulintas.

D. Tinjauan Tentang Pejalan Kaki

Undang-undang No 22 tahun 2009 tentang lalu lintas, angkutan darat dan jalan, menegaskan peruntukkan trotoar hanya untuk para pejalan kaki. Dalam pasal 131 ayat (1) ditegaskan, pejalan kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung yang berupa trotoar, tempat penyeberangan dan fasilitas lain.

Pejalan kaki adalah istilah dalam transportasi yang digunakan untuk menjelaskan orang yang berjalan di lintasan pejalan kaki baik dipinggir jalan, trotoar, lintasan khusus bagi pejalan kaki ataupun menyeberang jalan. Untuk melindungi pejalan kaki dalam ber lalu lintas, pejalan kaki wajib berjalan pada bagian jalan dan menyeberang pada tempat penyeberangan yang telah disediakan bagi pejalan kaki.(http://id.wikipedia.org/wiki/Pejalan_kaki) Seperti yang tertulis pada artikel pada sebuah situs internet www.Pelangi.or.id pada tanggal 22 Oktober, 2007 yang menyebutkan bahwa kurangnya fasilitas pejalan kaki yang memadai di Bandar Lampung, terutama Jembatan Penyeberangan Orang, sangat berdampak pada keselamatan jiwa pejalan kaki. Terbukti bahwa 65% kecelakaan di jalan raya melibatkan kematian pejalan kaki, dimana 35% nya adalah anak-anak. Seperti halnya di Kota Jakarta dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, penyediaan


(36)

sarana tranportasi bagi pejalan kaki seperti jembatan penyeberangan sudah mulai disediakan dimana-mana.

Penyediaan Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) dimaksudkan untuk mempermudah pejalan kaki untuk menyeberang jalan dengan aman. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa penggunaan JPO tersebut dirasakan kurang efektif dalam memecahkan permasalahan sirkulasi antara pejalan kaki dalam menyeberang jalan dengan kendaraan bermotor. Hal ini bisa dilihat pada kenyataannya bahwa jembatan penyeberangan sebagai salah satu fasilitas penyeberangan jarang dipakai dan terkadang sering disalah fungsikan untuk duduk-duduk, tempat mangkal gelandangan serta rawan kejahatan.

E. Tinjauan Tentang UU.LLUAJ No 22 Tahun 2009

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ditetapkan pada tanggal 26 Mei 2009 dalam Rapat Paripurna DPR RI. UU ini disahkan oleh Presiden RI pada tanggal 22 Juni 2009. Undang-Undang ini merupakan kelanjutan dari Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992. Dalam um\ndang- undang baru ini terdapat banyak penambahan pasal dar yang awalnya hanya16 bab dan 74 pasal, menjadi 22 bab dan 326 pasal. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 melihat bahwa lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan


(37)

umum. Selanjutnya di dalam batang tubuh di jelaskan bahwa tujuan yang hendak dicapai oleh Undang-Undang ini adalah :

a. Terwujudnya pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan roda angkutan lain untuk mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa;

b. Terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa; dan

c. Terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.

Undang- undang No 22 tahun 2009 salah satunya menjelaskan bahwa adanya harapan untuk mewujudkan etika berlalu lintas dan budaya bangsa. Dalam hal ini tentunya juga mengarh pada atika bagi pejalan kaki. Dalam uu ini juga mengatur tentang hak dan kewajiban pejalan kaki. Pasal 131 ayat 1 sudah menjelaskan bahwa pejalan kaki berhak atas fasilitas penyeberangan. Untuk memenuhi aturan tersebut, maka pemerintah menyediakan berbagai sarana, di antaranya zebra cross, trotoar dan jembatan penyeberangan orang (JPO). Namun dalam prakteknya, UU ini justru dirasakan tidak efektif, karena masyarakat cenderung tidak menggunakan sarana yang ada, terlebih JPO.

F. Kerangka Pikir

Berdasarkan kajian pustaka, dapat ditarik suatu kerangka pikir bahwa kesadaran dalam menggunakan Fasilitas Jembatan Penyeberangan Orang sangatlah penting bagi kehidupan sosial masyarakat. Terutama kesadaran para


(38)

pejalan kaki dan masyarakat. Ketika menyeberangi jalan pejalan kaki seharusnya menggunakan Fasilitas Jembatan Penyeberangan Orang yang telah disediakan oleh pemerintah untuk kenyamanan dan keselamatan dalam menyeberangi jalan, sehingga konflik yang terjadi antara pejalan kaki yang akan menyeberangi jalan dengan para pengguna kendaraan bermotor yang melintas tidak akan terjadi lagi. Dalam teori Struktural Fungsional berasumsi bahwa anggota-anggota kelompok akan mendapatkan kepuasan apabila kelompok berproses menuju tujuannya.

Lebih lanjut Talcoot Parsons mengemukakan empat hal penting yang perlu diperhatikan untuk mencapai suatu tujuan bersama, yaitu:

1. Adaptation adalah sebuah sistem harus menanggulangi situasi eksternal yang gawat. Sistem harus menyesuaikan diri dengan lingkungan dan menyesuaikan lingkungan dengan kebutuhannya.

Dalam kerangka pikir penelitian ini, penggunaan fasilitas jembatan penyeberangan orang diperlukan berbagai proses penyesuaian dalam hal pejalan kaki dengan fasilitas jembatan penyeberangan orang, kemudian tidak terjadi lagi konflik antara para pengguna kendaraan bermotor yang melintas dengan pejalan kaki. Efektifitas penggunaan JPO terletak pada penggunaan JPO sesuai dengan kebutuhan dasarnya yaitu sarana penyeberangan. Efektivitas JPO adalah ketika JPO dipakai sebagai sarana menyeberang bagi pejalan kaki. Untuk itu, penelitian ini bermaksud untuk mengkaji bagaimana kesesuaian keberadaan JPO dengan kebutuhan masyarakat.


(39)

2. Goal Attaintmen (Pencapaian tujuan), suatu pencapaian tujuan ketika hambatan muncul sebelum tujuan tercapai.

Dalam penggunaan fasilitas jembatan penyeberangan orang pejalan kaki harus sadar dengan keselamatan jiwanya dalam menyeberangi jalan agar tujuan untuk menciptakan ketertiban dalam berlalu lintas dapat tercapai. Tujuan pembuatan JPO adalah untuk mempermudah pejalan kaki dalam menyeberang juga sebagai pilihan penyeberangan yang aman dari bahaya lalu lintas. Dengan adanya JPO, masyarakat seharusnya terbantu ketika akan menyeberang. Untuk itu, penelitian ini akanmelihat sejauh mana pemnafaatan tujuan pembuatan JPO di kota Bandar Lampung.

3. Integration (Integrasi), sebuah sistem harus mengatur antar hubungan bagian-bagian yang menjadi komponennya. Kelompok harus dapat mengkoordinasikan serta menjembatani perbedaan-perbedaan yang ada. Oleh sebab itu pejalan kaki yang menyeberangi jalan dan tidak mau menggunakan fasilitas jembatan penyeberangan orang biasanya ditertibkan oleh kebijakan pemerintah melalui sanksi-sanksi yang tegas bagi pelanggarnya.

UU No 22 tahun 2009 telah mengatur tentang tata tertib pejalan kaki. Namun pada kenyataannya, masih banyak pelangaran- pelanggaran yang terjadi. Baik yang dilakukan oleh pejalan kaki itu sendiri (misalnya: tidak berjalan di koridor yang telah di tentukan seperti trotoar, zebra cross, dan JPO) atau karena pengguna lalu lintas yang telah mengambil hak- hak pejalan kaki. Sebagaimana tujuan peraturan dibuat, idealnya ada integrasi


(40)

antara peraturan yang ada dengan kepatuhan masyarakat. Oleh karena itu, penelitian ini hendak mengkaji apakah aturan yang telah dibuat oleh pemerintah dipatuhi oleh masyarakat. Apa yang mendasari kepatuhan atau ketidakpatuhan tersebut.

4. Latency (Pemeliharaan Pola), mempertahankan pola-pola di dalam

menghadapi tekanan-tekanan yang berlawanan, kelompok harus dapat mempertahankan prosedur-prosedur yang menguatkan hubungan anggotanya (Soekanto, 1993).

Seperti yang telah diberitakan di beberapa media, bahwa JPO juga digunakan untuk hal- hal di luar tujuannya, seperti sarana memasanga iklan dan juga tempat berpacaran, hal ini tentunya berlawanan dengan tujuan pembuatan JPO. Untuk itu peneliti hendak melakukan penelitian tentang efektivitas penggunaan JPO dilihat dari maksimalisasi penggunaannya serta strategisitas penempatannya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategisitas beberapa JPO di kota Bandar Lampung ditinjau dari indikator penggunaan atau pemanfaatan masyarakat terhdap JPO tersebut sebagai sarana pilihan untuk menyeberang dan indikator tentang strategisitas lokasi beberapa JPO di kota Bandar Lampung. Secara sederhana, penelitian ini dapat digambarkan dengan kerangka pikir sebagai berikut:


(41)

Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir Efektifitas Penggunaan Fasilitas Beberapa Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) di Kota Bandar Lampung

1. Penggunaan Fasilitas Jembatan

Penyeberangan Orang

2. Strategisitas Fasilitas Jembatan

Penyeberangan Orang Efektifitas Penggunaan

Fasilitas Jembatan Penyeberangan Orang


(42)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Penelitian yang bertujuan untuk menganalisis Efektifitas Penggunaan Fasilitas Jembatan Penyeberangan Orang ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Dengan menggunakan pendekatan “verstehen” (Max Weber) yang berarti memahami atau pemahaman, yang memungkinkan seseorang bisa memahami apa yang diyakini oleh orang lain tanpa prasangka tertentu. Metode pendekatan ini bertujuan untuk berusaha mengerti makna yang mendasari suatu peristiwa sosial. Memahami realitas sosial yang dihasilkan melalui tindakan berarti menjelaskan mengapa manusia menentukan pilihan, jadi hasil dari penelitian ini bukanlah berupa angka-angka hasil dari pengukuran, akan tetapi berupa informasi.

Tipe penelitian yang dipakai menggunakan Metode Deskriptif Kualitatif. Menurut Hadari Nawawi (1991: 63), metode deskriptif kualitatif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan subjek atau objek penelitian (seseorang, kelompok, lembaga) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana mestinya. Prosedur penelitiannya bersifat menjelaskan, menggambarkan dan menafsirkan hasil penelitian dengan susunan kata dan atau kalimat sebagai jawaban atas permasalahan yang diteliti.


(43)

Penulis akan menganalisis efektifitas penggunaan JPO oleh pejalan kaki dengan cara menggambarkan bagaimana penggunaan dan efektivitas JPO bagi masyarakat pejalan kaki.

Menurut Moh. Nazir (2003: 63), metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.

Menurut Sumardi Suryabrata (1995: 4) penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan membuat deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta- fakta dan sifat- sifat populasi atau daerah tertentu.

Selanjutnya, Matthew B Miles dan A. Michael Huberman (1991:1-2), menjelaskan bahwa data kualitatif sangat menarik. Ia merupakan sumber dari deskripsi yang luas dan berlandaskan kokoh, serta memuat penjelasan tentang proses-proses yang terjadi dalam lingkup setempat. Dengan data kualitatif, kita dapat mengikuti dan memahami alur peristiwa secara kronologis, ,enilai sebab-akibat dalam lingkup pikiran orang-orang setempat dan memperoleh penjelasan yang banyak dan bermanfaat. Dan lagi, data kualitatif dapat membimbing kita untuk memperoleh penemuan-penemuan yang tak didugasebelumnya dan untuk membentuk kerangka teoritis baru, data tersebut membantu peneliti untuk melangkah lebih jauh lagi dari praduga dan kerangka kerja awal.

B. Fokus Penelitian

Adapun yang menjadi fokus penelitian dalam penelitian ini adalah mengkaji kegunaan serta strategisitas fasilitas jembatan penyeberangan orang di Kota Bandar Lampung bagi kehidupan sosial masyarakat.


(44)

C. Lokasi Penelitian

Lexi J. Moelong (2000) menyatakan bahwa dalam penentuan lokasi penelitian, cara terbaik yang ditempuh dengan jalan mempertimbangkan teori substantif dan menjajaki lapangan untuk mencari kesesuaian dengan kenyataan yang ada di lapangan, sementara itu keterbatasan geografis dan praktis, seperti waktu, biaya dan tenaga juga perlu dijadikan pertimbangan dalam menentukan lokasi penelitian. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut maka penelitian dilakukan di wilayah Kota Bandar Lampung. Alasan peneliti memilih lokasi ini adalah karena JPO di Kota Bandar Lampung adalah JPO yang berada di lokasi umum dimana berbagai tipe masyarakat mulai dari pelajar, pekerja, pedagang dan sebagainya, melintasi jalan jembatan tersebut. Selain itu, lokasi JPO jalan Kartini berada dekat dengan pembatas jalan atau pagar yang sudah dijebol oleh warga. Sehingga sangat memungkinkan pejalan kaki yang melintasi daerah tersebut,lebih memilih lewat pagar yang telah dijebol tersebut dari pada melewati JPO. selain itu, ada dua JPO lagi yang juga akan peneliti teliti dalam penelitian ini yaitu JPO di jalan Teuku Umar dan JPO di jalan Radin Intan Kota Bandar Lampung.

D. Jenis dan Sumber Data

1. Data primer, merupakan data yang diperoleh langsung dengan menggali dari sumber informasi (informan) dan dari catatan di lapangan relevan dengan masalah yang sedang diteliti.


(45)

2. Data sekunder, adalah data yang digunakan untuk mendukung dan mencari fakta yang sebenarnya dari wawancara mendalam yang telah dilakukan maupun mengecek kembali data yang sudah ada sebelumnya. Data tersebut bersumber dari dokumentasi dan arsip-arsip

E. Penentuan Informan

Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian, jadi ia harus mempunyai banyak pengalaman tentang latar penelitian dan harus menjadi sukarela menjadi tim penelitian walaupun hanya bersifat informan (Moelong:1989:132).

Tekhnik penentuan informan pada penelitian ini dipilih secara sengaja (purposive) berdasarkan tujuan penelitian. Maka informan pada penelitian ini adalah para pejalan kaki / masyarakat yang menggunakan atau tidak menggunakan fasilitas jembatan penyeberangan orang di kota Bandar Lampung. Sebagai contoh, dipilih enam orang informan yaitu, tiga informan yang menggunakan fasilitas jembatan penyeberangan orang dan tiga informan yang tidak menggunakan fasilitas jembatan penyeberangan orang. Dari keenam informan tersebut dibedakan oleh beberapa indikator perbedan yaitu: perbedaan usia, pendidikan dan pekerjaan.


(46)

F. Metode Pengumpulan Data

1. Metode Wawancara Mendalam (indepth Interview)

Wawancara adalah metode pengumpulan data yang diperoleh dengan jalan tanya jawab yang dikerjakan secara sistematis oleh dua orang atau lebih dengan berhadap-hadapan dan mengajukan pertanyaan berdasarkan tujuan penelitian. Adapun metode wawancara yang dipakai adalah wawancara bebeas terpimpin, maksudnya peneliti bebas mengajukan berbagai pertanyaan dengan tetap mengacu pada fokus penelitian. Dalam hal ini masalah kesdaran para pengguna fasilitas jembatan penyeberangan orang, ini dilakukan dalm rangka mendapatkan data-data konkrit sesuai dilapangan.

2. Metode Observasi

Metode observasi adalah metode bantu untuk mengamati, mencatat secara sistematis mngenai fenomena-fenomena yang berkaitan dengan penelitian. Jenis observasi yang penulis pilih adalah tehnik observasi non partisipan, yaitu penelitian tidak berpartisipasi aktif dalam setiap subyek yang diteliti, artinya peneliti tidak ikut terjun langsung dalm segala kegiatan para pengguna fasilitas jembatan penyeberangan orang yang diteliti, akan tetapi hanya melakukan pengamatan.

3. Metode dokumentasi

Yang dimaksud dokumen adalah brang-barang tertulis seperti buku-buku, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian dan sebagainya. Dalam hal ini dokumen yang dipergunakan adalah peraturan-peraturan mengenai kewjiban bagi setiap para pengguna fasilitas jembatan penyeberangan


(47)

orang di kota Bandar Lampung. Metode ini digunakan sebagai metode bantu untuk memperoleh data-data dalam penelitian.

G. Tehnik Analisis Data

Proses selanjutnya sebagai kegiatan akhir penulisan penalitian ini, setelah semua data terkumpul dan diolah kemudian data tersebut dianalisa. Dalam hal ini dipergunakan analisa kualitatif, artinya bahwa data yang terkumpul kemudian digambarkan dengan kata-kata dipisah-pisahkan menurut kategori untuk memperoleh kesimpulan, sehingga data yang masih bersifat teoritis dianalisa untuk mendapatkan penjelasan yang ilmiah. Dalam menyimpulkan data dipergunakan pola berfikir induktif yaitu melihat dari fakta-fakta dan peristiwa-peristiwa secara khusus kemudian digeneralisasikan bersifat umum. Dari uraian di atas dapat dianalisa menganai wacana kesdaran para pengguna fasilitas jembatan penyeberangan orang di Kota Bandar Lampung.

Analisis data menurut Milles dan Huberman (1992:16-19) meliputi tiga komponen analisis yaitu:

1. Reduksi data

Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari data-data tertulis di lapangan. Selain itu, reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa sehingga dapat ditarik kesimpulan dan


(48)

diferifikasi, cara yang dipakai adalah reduksi data dapat melalui seleksi yang panjang, melalui ringkasan atau tingkatan menggolongkan kedalam suatu pola yang lebih luas.

2. Menyaji Data (Display)

Menyaji data yaitu sekumpulan informasi tertentu yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan menganalisis. Penyajian data lebih baik merupakan suatu cara yang utama bagi analisis kualitatif yang valid.

3. Penarikan Kesimpulan (Verifikasi Data)

Mencari arti benda-benda, mencatat keterangan, pola-pola, penjelasan, konfigurasi-konfigurasi dan alur sebab akibat dan proposisi. Kesimpulan-kesimpulan senantiasa diuji kebenarannya, kekompakannya,dan kecocokan. Yang merupakan validitasnya sehingga akan memperoleh kesimpulan yang jelas kebenarannya.


(49)

BAB V

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN JEMBATAN PENYEBERANGAN ORANG (JPO)

A. Identitas Informan

1. Identitas Informan Secara Umum

1. Rita

Beliau seorang ibu berusia 33 tahun. Bekerja sebagai PNS dan hampir setiap hari melintasi jalan- jalan besar yang terdapat JPO. ibu Rita termasuk pengguna jalan yang tidak berkendaraan atau pejalan kaki yang tidak memanfaatkan JPO sebagai sarana penyeberangan. Beliau lebih sering menyeberang jalan raya secara langsung, karena merasa malas menaiki tangga JPO yang bisa menimbulkan efek lelah dan lebih lama sampai.

2. Erwin

Beliau seorang bapak berusia 35 tahun dan bekerja sebagai wiraswasta. Beliau memiliki toko yang dekat dengan JPO di jalan Kartini, sehingga beliau sering melewati jalan di sekitaran JPO. Beliau termasuk yang tidak setia menggunakan JPO. Hanya sesekali saja dan itu sangat jarang dalam menggunakan JPO. Hal tersebut karena bagi bapak Erwin JPO di jalan Kartini (depan Bambu Kuning), tidaklah kondusif karena banyak gepeng yang berkeliaran.


(50)

3. Anita

Beliau seorang wanita berusia 19 tahun dan berstatus sebagai mahasiswa. Anita termasuk mahasiswa pejalan kaki yang tidak selalu setia menggunakan JPO. Anita termasuk mahasiswa yang sering memenuhi kebutuhan hariannya dengan berbelanja di tanjung karang. Beliau hanya menggunakan JPO jika berjalan bersama dengan teman- temannya, sedangkan jika berjalan sendiri beliau tidak mau menggunakan JPO dengan alasan takut di jambret.

4. Afi

Seorang pelajar SMP yang rutin menggunakan JPO. Afi selalu menggunakan JPO ketika hendak menyeberang. Bagi Afi menyeberang dengan JPO akan lebih aman dan tidak akan tertabrak mobil. Afi merasa lebih nyaman menggunakan JPO ketimbang menyeberang langsung di jalan raya yang beresiko kecelakaan lalu lintas. Afi merupakan seorang pelajar SMP yang untuk sampai ke sekolahnya memerlukan JPO untuk menyeberang.

5. Yoga

Beliau adalah seorang pemuda berusia 25 tahun. Beliau termasuk masyarakat yang mendukung adanya JPO sebagai sarana penyeberangan orang, namun tidak selalu menggunakan JPO untuk menyeberang. Beliau adalah seorang wiraswasta yang memiliki toko di sekitar Bambu Kuning. Bagi beliau JPO digunakan ketika jalan raya padat kendaraan, jika lengang beliau akan menyeberang jalan


(51)

raya secara langsung agar lebih cepat sampai dan tidak lelah karena harus naik turun tangga.

6. Mar’ah

Beliau adalah seorang ibu rumah tangga berusia 28 tahun. Beliau sering melintasi jalan yang dekat dengan JPO, dan termasuk yang selalu menggunakan JPO. Beliau sering bertemu dengan JPO ketika hendak memenuhi kebutuhan keluarganya. Beliau merasa jika menyeberang dengan JPO akan lebih aman dan tidak beresiko kecelakaan lalu lintas.

Tabel 5.1 Karakteristik Informan

No Nama Umur Alamat Pekerjaan Wawancara Waktu

1. Rita 33 th Karang Pusat Tanjung PNS 2 Juni 2012

2. Erwin 35 th Langkapura Wiraswasta 3 Juni 2012

3. Anita 19 th Pramuka Mahasiswa 3 Juni 2012

4 Afi 14 th Durian Payung Pelajar SMP 3 Juni 2012

5. Yoga 25 th Rajabasa Wiraswasta 4 Juni 2012

6. Mar’ah 28 th Karang Pusat Tanjung Ibu Rumah Tangga 5 Juni 2012 Sumber : Data Primer diolah Tahun 2012

Keenam orang tersebut di atas merupakan narasumber (informan) yang dipandang memahami dan mempunyai pengetahuan tentang efektivitas keberadaan JPO di Kota Bandar Lampung, karena mereka adalah orang- orang yang notabene bersinggungan dengan JPO dalam mobilitas


(52)

hariannya. Berdasarkan dari usianya yaitu interval antara 14 s.d 25 dan 26 s.d 35 tahun hal ini secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap gerak dan pola pikir dari masing-masing individu dalam bersikap terhadap keselamatan pribadi dan orang lain. Sehingga dari keenam orang tersebut di atas, dapat peneliti yakini untuk menjadi narasumber data primer melalui wawancara secara mendalam. kemudian jika dilihat dari pekerjaan dan alamat tinggalnya, keenam orang tersebut merupakan orang- orang yang akan bertemu dengan JPO dalam aktivitas kesehariannya. Sehingga penulis merasa layak untuk menjadikan mereka informan dalam penelitian ini.

2. Data Informan Menurut Pekerjaan dan Jenis Kelamin

Berkaitan dengan identitas informan menurut pekerjaan dan jenis kelamin dalam penelitian ini dapat dilihat dari tabel dibawah ini :

Tabel 5.2 Identitas Informan Menurut Jabatan dan Jenis Kelamin

No Nama Pekerjaan Jenis Kelamin

1 Rita PNS Perempuan

2 Erwin Wiraswasta Laki-Laki

3 Anita Mahasiswa Perempuan

4 Afi Pelajar SMP Laki-Laki

5 Yoga Wiraswasta Laki-Laki

6 Mar’ah Ibu Rumah Tangga Perempuan


(53)

B. Penggunaan Fasilitas Jembatan Orang (JPO)

1. Penggunaan JPO bagi Pejalan Kaki

Departemen Pekerjaan Umum: 1995 dalam “Tata Cara Perencanaan Fasilitas Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan”, menyatakan bahwa:

Jembatan adalah bangunan pelengkap jalan yang berfungsi melewatkan lalu lintas yang terputus pada kedua ujung jalan akibat adanya hambatan berupa sungai, saluran, kanal, selat, lembah serta jalan dan jalan kereta api yang menyilang. Sedangkan Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) adalah jembatan yang letaknya bersilangan dengan jalan raya atau jalur kereta api, letaknya berada di atas kedua objek tersebut, dan hanya diperuntukkan bagi pejalan kaki yang melintas (menyeberang) jalan raya atau jalur kereta api Jembatan Penyeberangan Orang juga dapat diartikan sebagai fasilitas pejalan kaki untuk menyeberang jalan yang ramai dan lebar, menyeberang jalan tol, atau jalur kereta api dengan menggunakan jembatan tersebut, sehingga alur sirkulasi orang dan lalu lintas kendaraan dipisah secara fisik dan kemungkinan terjadi kecelakaan dapat dikurangi.

Sesuai dengan kegunaannya, JPO selayaknya dipakai oleh pengguna jalan sebagai sarana untuk menyeberang dari satu tempat ke tempat lainnya. Hal ini agar alur sirkulasi orang dan lalu lintas kendaraan bisa berjalan dengan baik. Terpisahnya mobilisasi orang dan kendaraan bermotor diharapkan dapat menciptakan keamanan dan kenyamanan dalam berlalu lintas dan berjalan kaki. Akan tetapi, JPO sebagai sarana untuk menyeberang bagi pejalan kaki menjadi kehilangan fungsinya. Pejalan kaki banyak yang tidak menggunakan JPO tetapi lebih sering menyeberang di jalan raya tempat lalu lintas kendaraan bermotor. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan 1 dan 2, sebagai berikut:

“Saya bukan pengguna setia JPO, saya tau konsekuensi menyeberang jalan tidak menggunakan JPO sangatlah tinggi, tetapi


(54)

saya merasa malas untuk menggunakan JPO karena harus naik turun tangga.”

(wawancara dengan ibu Rita, Sabtu, 02 juni 2012)

“Saya bukan pengguna setianya namun pernah menggunakannya, tapi saya malas lewat JPO karena banyak gepeng nya.”

(wawancara dengan bapak Erwin, Minggu, 03 Juni 2012)

Kondisi JPO bisa menentukan tingkat keramaian masyarakat pejalan kaki yang menggunakan JPO sebagai sarana penyeberangan. JPO sering kali tidak dijadikan alternatif pertama bagi pejalan kaki ketika hendak menyeberang. Masyarakat pejalan kaki lebih suka menyeberang langsung di jalan raya karena enggan untuk menaiki tangga dengan berbagai alasan. Dampak negatif ketika menyeberang jalan secara langsung tanpa menggunakan JPO sering kali tidak dihiraukan.

JPO sebagai sarana penyeberangan bagi pejalan kaki pada dasarnya mempunyai dasar pembangunan yang jelas-jelas untuk melindungi pejalan kaki, namun pada prakteknya tidak keberadaan JPO masih jarang dimanfaatkan dengan baik oleh pejalan kaki. Hal tersebur bukan hanya karena faktor internal pejalan kaki tapi juga faktor eksternal, seperti ketidakamanan JPO. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan berikut ini:

Informan 3

“Hehehehehe setia sih tidak,tapi pernah saja menggunakannya ketika bareng temen-temen kadang saya menggunakannya, tapi ketika’ sendirian tidak berani. Takut di jambret.”

(wawancara dengan Anita, Sabtu 03 Juni 2012)

Kondisi JPO yang tidak aman dan tidak nyaman menjadi alasan mendasar sebagian besar pejalan kaki untuk tidak menggunakannya


(55)

sebagai sarana penyeberangan. Kondisi JPO di kawasan kota Bandar Lampung cenderung menimbulkan ketidaknyamanan bagi pejalan kaki. Hal tersebut karena di JPO banyak terdapat pengemis dan cenderung rawan pencopetan. Tentunya pejalan kaki akan merasa terancam dengan kondisi ini, sehingga sebagian mereka banyak menyeberang jalan tanpa menggunakan fasilitas JPO. Kecuali ketika waktu- waktu ramai seperti Ramadhan, menjelang hari raya Idul Fitri ataupun Natal dan Tahun Baru.

Tabel 5.3 Makna JPO bagi Informan

No Nama Alamat Arti JPO

1 Rita Tanjung Karang

Pusat Sarana JPO di buat seharusnya untuk keamanan pejalan kaki

menyeberangi/melintasi jalan namun para pejalan kaki malah lebih banyak yang tidak mau

menggunakannya

2 Erwin Langkapura Saya sering melewati jalan

ini, karena saya punya usaha di bambu kuning dan lorong king, menurut saya JPO adalah jembatan

penyeberangan jalan

3 Anita Pramuka JPO menurut saya adalah,

Jembatan pnyeberangan orang/ jembatan untuk menyeberang jalan

4 Afi Durian Payung JPO digunakan untuk

menyeberang

5 Yoga Rajabasa Jembatan untuk

menyeberang jalan dengan aman

6 Mar’ah Tanjung Karang

Pusat Jembatan untuk menyeberang jalan raya Sumber: Data primer diolah tahun 2012


(56)

2. Analisis Pemahaman Masyarakat Pejalan Kaki Akan Latar Belakang Pembuatan JPO

Pada dasarnya sebagian masyarakat telah memahami latar belakang pembuatan JPO. Masyarakat bisa memahaminya langsung tanpa harus bertanya pada pemerintah. Hal tersebut karena secara tidak langsung latara belakang pembuatan JPO bisa dipahami oleh masayarakat dengan merasakan kebermanfaatan akan fasilitas umum tersebut, walau tidak sedikit masyarakat yang mengabaikan kebermanfaatan tersebut dengan berbagai alasan, baik alasana internal dari dalam diri maupun alasan eksternal terkait ketidakamanan dan ketidaknyamanan fasilitas JPO diberbagai titik di Bandar Lampung. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan 3 sebagai berikut:

“Latar belakang di buat JPO ini mungkin karena jalan disini begitu padat, kemudian disini kan pusat perbelanjaan dan bisnis, otomatis bakal banyak manusia dan kendaraan jadi JPO ini penting di buat.” (wawancara dengan bu Anita, 3 Juni 2012)

Latar belakang JPO sebagai sarana penyeberangan yang aman bagi pejalan kaki merupakan apresiasi dari UU pejalan kaki yang mengharuskan pemerintah untuk memberikan perlindungan kepada pejalan kaki. JPO mempunyai kekhususan bagi pejalan kaki, namun ada masyarakat yang tidak terbiasa dan tidak nyaman menggunakannya untuk menyeberang.

Latar belakang pembuatan JPO adalah berdasarkan analisa kebutuhan pejalan kaki dalam menyeberang di jalan raya. Sudah selayaknya jika sarana prasarana yang disediakan itu dimaksimalakan pemakaiannya.


(57)

Maka dibutuhkan formulasi yang tepat dari pemerintah dengan bekerja sama dengan kepolisian untuk menciptakan rasa aman dan nyaman dari pejalan kaki, sekaligus untuk membuat takut dan jera para pelaku kejahatan di atas jembatan penyeberangan orang. Hal tersebut karena JPO dibuat sebagai sarana menyeberang bagi pejalan kaki, sehingga perlu untuk dioptimalkan agar apa yang menjadi tujuan pembangunan bisa tercapai secara substansial. Terkait latar belakang pembangunan JPO secara substansial, beberapa informan bisa memahaminya. Berikut pernyataan informan:

Informan 2

“Ehmmmm...untuk orang yang akan menyeberangi jalan seharusnya.”

(wawancara dengan bapak Erwin, Minggu, 03 Juni 2012) Informan 4

“Biar enak nyeberang jalannya, biar tidak ketabrak mobil” (wawancara dengan Afi, Minggu, 03 Juni 2012)

Informan 5

“Untuk memberikan keamanan dari kecelakaan dari lalulintas serta

memberi kelancaran pengguna jalan raya sehingga

memiminimalisir kemacetan lalulintas”

(wawancara dengan bapak Yoga, Senin 4 Juni 2012)

Masyarakat pejalan kaki bisa menilai secara langsung akan latar belakang pembuatan JPO. Pada dasarnya masyarakat sudah bisa memaknai arti pembangunan fasilitas umum tersebut. Atas pemahaman tersebut, tentunya masyarakat terutama pejalan kaki menuntut akan adanya maksimalisasi dari tujuan pemabangunan tersebut. Masyarakat tentunya menginginkan keamanan bagi pengguna bangunan tersebut. Masyarakat


(58)

paham bahwa pembangunan JPO sebagai sarana menyeberang bagi pejalan kaki adalah untuk menghindari resiko kecelakaan akibat menyeberang langsung di jalan raya. Namun, ada berbagai hal yang mengakibatkan masyarakat pejalan kaki tidak selalu menggunakan JPO, hal tersbut juga berkaitan dengan keamanan ketika melintas di JPO.

Tabel 5.4 Pemahaman Informan atas Latar Belakang Pembangunan JPO

No Nama Alamat Latar Belakang Pembangunan

JPO

1 Rita Tanjung Karang

Pusat Sarana JPO di buat seharusnya untuk keamanan pejalan kaki

menyeberangi/melintasi jalan namun para pejalan kaki malah lebih banyak yang tidak mau menggunakannya

2 Erwin Langkapura Ehmmmm...untuk orang yang

akan menyeberangi jalan seharusnya

3 Anita Pramuka Latar belakang di buat JPO ini

mungkin karna jalan disini begitu padat, kemudian disini kan puast perbelanjaan dan bisnis, otomatis bakal banyak manusia dan kendaraan jadi JPO ini penting di buat

4 Afi Durian Payung Biar enak nyeberang jalannya,

agar tidak ketabrak mobil

5 Yoga Rajabasa Untuk memberikan keamanan

dari kecelakaan dari lalulintas serta memberi kelancaran pengguna jalan raya sehingga memiminimalisir kemacetan lalulintas

6 Mar’ah Tanjung Karang

Pusat Biar aman ja ketika’ lagi menyeberang dari kndaraan yang melintas


(59)

3. Analisis Kelebihan, Kelemahan dan Hal-hal yang Perlu diperbaiki dari JPO

JPO sebagai sarana dan fasilitas penyeberangan bagi pejalan kaki bagi beberapa orang masih dipakai keberadaannya. Ada sebagian masyarakat yang berjalan kaki menggunakan JPO untuk menyeberang. JPO tetap difungsikan sebagaimana fungsi aslinya untuk menyeberang bagi pejalan kaki. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan 4 sebagai berikut:

“Biar enak nyeberang jalannya, agar tidak ketabrak mobil” (wawancara dengan Afi, Minggu 3 Juni 2012)

Berbagai macam pandangan pejalan kaki terkait keberadaan JPO sebagai sarana penyeberangan. Ada yang tetap menggunakan JPO sesuai dengan fungsinya, dan ada pula yang enggan menggunakan JPO sebagaimana fungsinya. Masyarakat pejalan kaki yang menggunakan JPO terkadang mereka pun tidak menggunakan JPO untuk menyeberang. Hanya pada saat-saat tertentu saja mereka menggunakan JPO untuk menyeberang. Seperti pendapat informan 5 berikut ini:

“Saya kadang-kadang menggunakan JPO untuk menyeberang jalan, namun kadang-kadang tidak “

(wawancara dengan bapak Yoga, Minggu 4 Juni 2012)

Menggunakan JPO sebagai sarana penyeberangan masih menjadi alternatif penyeberangan bagi sebagian pejalan kaki. JPO masih memiliki kebermanfaatan bagi pejalan kaki, seperti mengurangi resiko kecelakaan lalu lintas, sedangkan bagi beberapa orang JPO dapat mengurangi kecalakaan lalu lintas namun meningkatkan kekhawatiran akan tindakan kriminalitas.


(60)

Keberadaan JPO selayaknya memberikan keamanan kepada masyarakat pejalan kaki pengguna JPO, mengingat jika menyeberang langsung di jalan raya beresiko tinggi untuk menimbulkan kecelakaan lalu lintas, menyebabkan kemacetan dan kesemerautan lalu lintas di jalan raya. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan 1 sebagai berikut:

“Kalau kelebihan yang lainya, JPO dapat membantu pejalan kaki dalam menyeberang agar tidak terjadi kecelakaan lalu lintas, oh iyaaa ada para gepeng dan katanya banyak jambret juga”.

(wawancara dengan ibu Rita, Sabtu, 02 juni 2012)

Masyarakat tidak selamanya mempunyai pandangan yang saklek tentang

JPO, terkadang mereka berpendapat bahwa JPO itu bermanfaat untuk mengamankan mereka dari resiko kecelakaan lalu lintas, namun terkadang mereka malas untuk menaiki tangga JPO untuk menyeberangi jalan dan memilih menyeberang langsung di jalan raya dengan alasan bisa lebih cepat walaupun mereka beresiko mengalami kecelakaan. Hal ini sesuai dengan pendapat informan 3 sebagai berikut:

“Mungkin malas dan takut, karena menyeberang jalan jauh lebih cepat , meskipun resiko kecelakaannya tinggi.”

(wawancara dengan bu Anita, 3 Juni 2012)

Pejalan kaki merupakan orang- orang yang mempunyai hak untuk dilindungi oleh pemerintah. Hal ini sesuai dengan undang-undang pejalan kaki sebagai berikut:

“Undang-Undang No 22 tahun 2009 tentang lalu lintas, angkutan darat dan jalan, menegaskan peruntukkan trotoar hanya untuk para pejalan kaki. Dalam pasal 131 ayat (1) ditegaskan, pejalan kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung yang berupa trotoar, tempat penyeberangan dan fasilitas lain.”


(61)

Pemerintah perlu untuk lebih mengutamakan kepentingan masyarakat dalam memberikan pelayanan publik. Salah satunya pelayanan terhadap fasilitas atau sarana prasarana umum, seperti jembatan penyeberangan. Pemanfaatan sarana JPO sebagai sarana penyeberangan bagi masyarakat pejalan kaki perlu untuk dirawat, dijaga dan prioritaskan keamanannya bagi pengguna jembatan. Menyeberang langsung di jalan raya mungkin lebih cepat namun, resiko kecelakaan sangatlah tinggi. Jika kecelakaan terjadi maka akan banyak pihak yang dirugikan, termasuk pengguna jalan yang lainnya. Selain itu, semakin banyak masyarakat pejalan kaki yang lebih suka menyeberang langsung di jalan raya dapat meingkatkan angka kemacetan jalan. Sehingga hal ini butuh perhatian dari pihak kepolisian. Masyarakat pejalan kaki di sekitar JPO juga memahami kelebihan dari keberadaan JPO sebagai sarana penyeberangan. Hal tersebut terlihat dari pernyataan informan sebagai berikut:

Informan 3

“Kelebihan secara fisik sih,bngunannya kokoh, sedangkan kekeurangan secara fisik tngganya terlalu curam, kalau perempuan seperti’ saya kan sedikit susah apalagi pakai androk.”

(wawancara dengan bu Anita, 3 Juni 2012) Informan 2

“JPO memberikan jaminan keamanan dari kecelakaan lalulintas.” (wawancara dengan bapak Erwin, Minggu, 03 Juni 2012)

Informan 1

“kelebihan JPO itu sendiri menurut saya adalah sebuah fasilitas yg disediakan pemerintah untuk keamanan pejaln kaki dari kecelakaan lalu lintas dalam menyeberangi jalan”


(62)

JPO di seputar Bandar Lampung sebagai sarana penyeberangan orang, ketika tidak banyak masyarakat pejalan kaki yang menggunakan, hal ini pasti karena ada hal- hal yang tidak membuat nyaman masyarakat pejalan kaki. Hal tersebut bisa karena faktor internal JPO yang tidak baik, seperti bangunannya yang tidak membuat nyaman atau karena faktor eksternal seperti banyaknya penodongan, penjambretan dan tindakan asusila. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan 1 sebagai berikut:

“Sedangkan kelemahan JPO adalah yag seharusnya aman dari kecelakaan lalulintas namun tidak menjamin keamanan tindak kriminal di JPO itu sendiri,selain itu tangganya terlalu tinggi dan curam.”

(wawancara dengan ibu Rita, Sabtu, 03 Juni 2012)

Beberapa informan menyampaikan hal yang sama terkait kelemahan JPO sebagai fasilitas penyeberangan orang. Kelemahan JPO ini menjadi pertimbangan bagi pejalan kaki untuk menaiki tangga JPO sebagai sarana menyeberang. Seperti penyampaian informan 2 berikut ini:

“Tapi, keamanan dari pengemis dan tindak kriminalitas tidak terjamin. oh iyaaaa, kalau menurut saya JPO ini malah jadi tempat setrategis pemasangan iklan lihat saja banyak spanduk dan iklannya.”

(wawancara dengan informan 2, Minggu, 4 Juni 2012)

Kelemahan JPO sebagai fasilitas yang digunakan sebagai sarana penyeberangan orang mempunyai kelemahan yang beragam. Tidak hanya pada bangunannya yang dirasa tidak memadai tetapi juga keberadaannya menjadi beralih fungsi, seperti sebagai sarana pemasangan iklan. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan di atas. JPO dijadikan tempat yang strategis sebagai pemasangan berbagai iklan produk tertentu ataupun


(63)

iklan kampanye politik. Hal tersebut tentu mengganggu keindahan dan kebersihan lokasi JPO sebagai sarana penyeberangan. Terlebih, JPO banyak dijadikan lokasi untuk mengemis bagi beberapa pengemis jalanan. Tentunya akan semakin menambah ketidaknyamanan JPO, keindahannya pun menjadi semakin berkurang.

Penggunaan JPO sebagai lokasi pemasangan iklan ternyata juga dibenarkan oleh petugas badan perizinan kota Bandar Lampung. Peraturan daerah tentang pemasangan reklame atau iklan, ada yang memperbolehkan JPO sebagai pemasangan reklame ataupun iklan produk dan iklan politik. Hal ini tersirat dari peraturan di Bab XI perihal Pengawasan dan Pengendalian pasal 21 peraturan pemasangan reklame sebagai berikut:

“Penyelenggara reklame wajib melakukan pemeriksaan kondisi konstruksi, reklame bertiang (baliho, billboard, Billboard dua kaki), termasuk Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) secara berkala (tiga bulan sekali) dan melaporkan hasilnya kepada Walikota Bandar Lampung melalui ketua tim teknis perizinan reklame.” Keberadaan JPO yang juga dimanfaatkan sebagai lokasi pemasangan iklan, menuai beberapa pernyataan tidak setuju dari masyarakat. JPO sebagai lokasi pemasangan iklan menjadi berasa pengap dan gelap. Sehingga memudahkan akses bagi orang- orang yang berniat jahat seperti mencopet dan melakukan hipnotis. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan 2 sebagai berikut:

“Tangganya mungkin, itu kan curam banget, sama iklan- iklan di atas itu dilepas saja. Dan seharusnya pemerintah menjamin juga keamanannya.”


(64)

Bangunan JPO bagi penggunanya memiliki beberapa kelemahan yang perlu untuk diperbaiki, salah satunya adalah tangga jembatan yang dirasa curam dan tidak aman bagi wanita terutama yang memakai rok. Tetapi tidak berarti secara keseluruhan bangunan JPO menuai kritik dari pejalan kaki. Ada yang beranggapan bahwa bangunan JPO sudah kokoh dan kuat namun ada pula anggapan bahwa JPO mempunyai bentuk tangga yang tidak nyaman jika dilalui terutama oleh wanita. Hal ini sesuai dengan pendapat informan 3 sebagai berikut:

“Kelebihan secara fisik sih, bangunannya kokoh, kalau kekurangan secara fisik tangganya terlalu curam, kalau perempuan seperti saya kan agak susah nih apalagi pake androk.”

(wawancara dengan ibu Anita, 03 Juni 2012)

Penggunaan JPO sebagai sarana publik yang disediakan oleh pemerintah untuk menyeberang bagi pejalan kaki memang dirasa belum maksimal. Berikut ini beberapa kelemahan JPO dan beberapa hal yang perlu diperbaiki dari JPO dalam penggunaannya sebagai sarana penyeberangan orang bagi pejalan kaki menurut beberapa informan:


(65)

Tabel 5.5 Kelamahan JPO Menurut Informan

No Nama Alamat Kelemahan JPO

1 Rita Tanjung Karang

Pusat JPO yang seharusnya aman dari kecelakaan lalulintas namun tidak menjamin keamanan tindak kriminal di JPO itu sendiri,selain itu tangganya terlalu tinggi dan curam

2 Erwin Langkapura Keamanan dari pengemis dan

tindak kriminalitas tidak terjamin

oh iyaaaa, kalau menurut saya JPO ini malah jadi tempat setrategis pemasangan iklan liat aja tuh banyak spanduk dan iklannya

3 Anita Pramuka Kekurangan secara fisik

tangganya terlalu curam, karena wanita yang memakai rok akan kesulitan menaiki tangga JPO, dan seringkali merasa tidak nyaman.

4 Afi Durian Payung Disekitar JPO terdapat

banyak pengemis, sehingga butuh pengawasan dan penertiban dari aparat keamanan

5 Yoga Rajabasa JPO sering dijadikan lokasi

kriminalitas bagi orang- orang yang tidak bertanggung jawab, seperti pencopetan, penodongan dan beberapa tindakan asusila terhadap wanita.

6 Mar’ah Tanjung Karang

Pusat JPO dijadikan lokasi bagi gepeng untuk mangkal Sumber: Data primer diolah tahun 2012


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Cholid Narbuko. Dkk. 2003. Metodologi penelitian.Jakarta.Bumi Aksara Dishub.1992.Undang-Undang LLUAJ No.22 Tahun 2009.

Huberman, Micheles dan Miles Matthew. 1992. Analisis Data Kualitatif. UI Press. Jakarta

http://dansite.wordpress.com/2009/03/28/pengertian-efektifitas/ Posted on 28 Maret 2009 by Danfar. Diakses pada 20 April 2012.

http://lampung.tribunnews.com/2011/09/20/jika-pengguna-sedikit-jembatan- kurang-efektif

http://news.okezone.com/read/2010/04/01/338/318308/poin-penting-dalam-uu llaj-no-22-tahun-2009

http://www.scribd.com/doc/52313891/DEFINISI-KESADARAN-DIRI Moleong, Lexy J. 2000. Metode penelitian kualitatif. Bandung .PT. remaja

rosdakarya

Nasution,Zulkarimen. 2007. Komunikasi Pembangunan;Pengenalan Teori dan

Penerapannya. Jakarta. Raja Grafindo Persada

Roucek,Joseph.S.Roland L. Warren.1984. Pengantar Sosiologi.Jakarta. Bina Aksara

Setiawan, D. 2010. Sosialisasi Bahasa Dalam Pembentukan Kepribadian Anak. Bandar Lampung: Fisip Universitas Lampung.

Strategika.wordpress.com/2007/06/24/pengertian strategi. Ditulis oleh Efendi Arianto. Artikel. pada 24 Juni 2007. Diakses pada 20 Mei 2012


(2)

Gambar 1. Diambil oleh Anita Puspita Dewi

Lokasi Penelitian di JPO Jl. R.A Kartini Kota Bandar Lampung

Gambar 2. Diambil oleh Anita Puspita Dewi Pejalan kaki yang tidak memanfaatkan JPO


(3)

Gambar 3. Diambil oleh Anita Puspita Dewi Pejalan kaki yang tidak memanfaatkan JPO

Gambar 4. Diambil oleh Anita Puspita Dewi Lantai JPO di salah satu JPO Jl. R.A Kartini


(4)

Gambar 5. Diambil oleh Anita Puspita Dewi Keadaan Tangga pada JPO d JL R.A Kartini

Gambar 6. Diambil oleh Anita Puspita Dewi JPO dan pejalan kaki yang tidak menggunakan JPO


(5)

Gambar 7. Diambil oleh Anita Puspita Dewi JPO dan petugas keamanan

Gambar 8. Diambil oleh Anita Puspita Dewi


(6)

Gambar 9. Diambil oleh Anita Puspita Dewi

Ada seseorang yang menggunakan JPO dan ada yang menjadikan tempat nongkrong

Gambar 10. Diambil oleh Anita Puspita Dewi

Keadaan tangga yang curam dan panjang yang dirasa kurang nyaman bagi perempuan untuk menggunakannya, meskipun kondisinya bagus