Isolasi bakteri rumen kambing asal kaligesing dan pengaruh inokulasinya terhadap kecernaan kaliandra (Calliandra calothyrsus) pada rumen kambing

(1)

ISOLASI BAKTERI RUMEN KAMBING ASAL KALIGESING

DAN PENGARUH INOKULASINYA TERHADAP

KECERNAAN KALIANDRA (Calliandra calothyrsus) PADA

RUMEN KAMBING

ATUN BUDIMAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Isolasi Bakteri Rumen Kambing Asal Kaligesing dan Pengaruh Inokulasinya terhadap Kecernaan Kaliandra (Calliandra Calothyrsus) pada Rumen Kambing adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Maret 2011

Atun Budiman


(3)

ABSTRACT

ATUN BUDIMAN. Microbe Isolation of Kaligesing Goat Rumen and It’s Inoculation effect to Goat Rumen on digestibility of Calliandra (Calliandra calothyrsus). Under direction of SURYAHADI, KOMANG G. WIRYAWAN, and BUDI TANGENDJAJA.

Research on the Isolation of tannin-digesting bacteria from the Kaligesing goat rumen and test its ability to digest tannin has been done. Isolates were obtained and then inoculated in the rumen systems goat who never consume calliandra. The study was conducted from February 1997 until September 1998. The study was conducted in four stages of research. First study, evaluating the potential of microbes in the rumen fluid of Kaligesing goats on digestibility of calliandra in vitro. A second study, bacteria isolated from Kaligesing goat rumen. A third study, evaluating the isolates in digesting tannin. The fourth study, inoculation of isolates into the rumen systems goat who never consume calliandra on digestibility calliandra in vitro. The first research results indicate that the microbes in the Kaligesing rumen goat capable of significantly better microbes digest calliandra of rumen fluid from calliandra adapted goats and goats who do not eat calliandra. The result of the second study yielded four isolates notated IK1, IK2, IK3, and IK4. The IK1 isolate die during the storage process. The third study results showed that all three isolates are able to digest condensed tannins in defined culture media. The fourth study showed that inoculation of goat rumen isolates in the system who never consume caliandra not meet expectations can enhance significantly on digestibility caliandra in vitro.


(4)

RINGKASAN

ATUN BUDIMAN. Isolasi Bakteri Rumen Kambing Asal Kaligesing dan Pengaruh Inokulasinya terhadap Kecernaan Kaliandra (Calliandra calothyrsus)

pada Rumen Kambing. SURYAHADI, KOMANG G. WIRYAWAN, dan BUDI TANGENDJAJA.

Legum kaliandra (Calbandra calothyrsus) merupakan salah satu tanaman pakan yang potensial karena produksi hijauannya termasuk tinggi dibanding tanaman pakan legume lainnya, juga memberi pasokan hijauan yang berkesinambungan karena kaliandra tetap tumbuh baik di musim kemarau.

Keunggulan kaliandra yang disebutkan di atas pemanfaatannya untuk ternak ruminansia belum optimal karena terhambat oleh terkandungnya senyawa anti nutrisi tanin pada tanaman ini. Tanin dapat berikatan dengan zat makanan yang menyebabkan zat makanan sukar dicerna oleh enzim-enzim saluran pencernaan ataupun enzim-enzim ekstraselular mikroba rumen.Berkaitan dengan itu diperoleh informasi bahwa kambing-kambing Peranakan Etawa (PE) di Desa Pandanrejo Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo Jawa Tengah sejak tahun 1982 biasa diberi pakan kaliandra dengan proporsi pemberiannya hingga mencapai 60%. Dari informasi ini mendasari pemikiran untuk mengisolasi mikroba rumennya.

Penelitian pertama dilakukan yaitu melakukan pengujian mikroba dalam cairan rumen kambing peranakan Etawa asal Kaligesing (PEK) terhadap kemampuannya mencerna kaliandra secara in vitro. Cairan rumen kambing PEK dibandingkan dengan cairan rumen kambing yang telah diadaptasi dengan kaliandra selama 6 bulan (A), dan cairan rumen dari kambing berpakan rumput gajah sebagai kontrolnya. Masing-masing carian rumen diberi dan tidak diberi

poly ethylene glycol (PEG). Peubah kecernaan diukur pada dua stage yaitu tahap fermentasi di rumen (stage 1) dan tahap hidrolisis enzimatis di pasca rumen (stage 2). Berdasarkan pengamatan peubah kecernaan disimpulkan bahwa mikroba yang terdapat pada cairan rumen kambing PEK lebih tinggi dari cairan rumen kambing A dan kontrolnya. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan mikroba kambing PEK secara terintegrasi unggul dalam mencerna kaliandra. Dengan penambahan PEG, masing-masing cairan rumen meningkat kecernaannya dibanding tanpa pemberian, hal ini menyimpulkan bahwa mikroba dalam kambing PEK belum maksimal dalam mencerna kaliandra. Kandungan tannin dalam kaliandra belum sepenuhnya teratasi oleh mikroba rumen kambing PEK.

Penelitian kedua adalah melakukan isolasi dan pemurnian mikroba -dalam hal ini adalah bakteri- yang berasal dari kambing PEK. Cairan rumen diambil lalu dimasukan dalam media cair brain heart infusion (BHI) yang mengandung beberapa tingkat asam tanat (1%, 1.5%, 2%, dan 3%) selanjutnya dibiakkan selama 24 jam. Hasil biakan selanjutnya dibiakkan kembali selama 2-3 hari pada media agar BHI untuk memperoleh pertumbuhan koloni bakteri. Berdasarkan pengamatan visual diperoleh 4 isolat bakteri yang diberi notasi penamaannya IK1,


(5)

IK2, IK3, IK4. Keempat isolat tersebut selajutnya dilakukan pemurnian dan akhirnya disimpan sebagai stock. Pada saat akan dilakukan pengujian karakteristik, isolat IK1 tidak dapat tumbuh lagi, sehingga hanya tiga isolat yang bisa dilanjutkan pengujiannya. Isolat-isolat tersebut kemudian diuji karakteristiknya berdasarkan morfologi, jenis gram, aktivitas clearing, aktivitas proteolitik, dan kemapuan memanfaatkan jenis-jenis sumber karbon. Berdasarkan pengujian karakteristik ini, ternyata isolat IK 4 mempunyai nilai lebih dibanding dua isolat lainnya.

Penelitian ketiga adalah pengujian kemampuan ketiga isolat dalam mencerna tanin serta menganalisis produk metabolit berupa senyawa fenolat. Data diamati secara seri waktu (time series). Hasil pengujian menunjukkan bahwa ketiga isolate mampu mendegradasi tannin dan IK4 berkemampuan terbaik dibanding dua isolat lainnya.

Penelitian keempat adalah menginokulasi ketiga isolat tersebut ke dalam sistem rumen kambing yang tidak pernah mengkonsumsi kaliandra terhadap kecernaan kaliandra. Hasilnya bahwa nilai kecernaannya tidak mengalami peningkatan. Beberapa penjelasan mengenai ini di antaranya adalah bakteri yang diisolasi tidak dapat bekerja sendiri, diduga mekanisme pencernaan kaliandra pada kanbing PEK merupakan aksi kesatuan yang terintegrasi bersama-sama bakteri lainnya yang terdapat pada rumen kambing PEK.


(6)

©Hak Cipta IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa ijin IPB.


(7)

ISOLASI BAKTERI RUMEN KAMBING ASAL KALIGESING

DAN PENGARUH INOKULASINYA TERHADAP

KECERNAAN KALIANDRA (Calliandra calothyrsus) PADA

RUMEN KAMBING

ATUN BUDIMAN

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Nutrisi dan Teknologi Pakan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(8)

Judul Tesis : Isolasi Bakteri Rumen Kambing Asal Kaligesing dan Pengaruh Inokulasinya terhadap Kecernaan Kaliandra

(Calliandra Calothyrsus) pada Rumen Kambing Nama : Atun Budiman

NIM : PTK 95055

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Suryahadi, DEA. Ketua

Prof. Dr. Ir. Komang G. Wiryawan Prof. Dr. Ir. Budi Tangendjaja, MAppSc. Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Departemen Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc.Agr. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr Tanggal Ujian : 28 Januari 2000 Tanggal Lulus :


(9)

PRAKATA

Ucapan syukur kepada Sang Pencipta, Allah SWT, adalah keniscayaan yang harus dilakukan oleh hambaNya yang mendapat kelimpahan nikmat dariNya. Demikian pula penulis yang sebagai hambaNya dalam hal ini mengucapkan rasa syukur bahwasanya perjalanan panjang pendidikan di pascasarjana telah mencapai akhir yang dinantikan.

Salah satu syarat akhir menyelesaikan studi adalah penelitian yang dilengkapkan dengan pembuatan tesis. Kegiatan akhir ini telah dijalani selama 18 bulan yang dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Nutrisi dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah Fakultas Peternakan IPB Bogor serta di Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor. Sumber dana utama penelitian ini bersumber dari the Australia Center for Agricultural Research (ACIAR) dan sumber dana dari beasiswa Tim Manajemen Program Doktor (TMPD) Dirjen Dikti. Ucapan terima kasih penulis kepada dua lembaga ini yang telah membiayai penelitian ini.

Selama pra penelitian sampai dengan penulisan tesis, penulis dibimbing dan diarahkan oleh Komisi Pembimbing, oleh karena itu penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Suryahadi, DEA sebagai ketua, Bapak Prof. Dr. Ir. Komang G. Wiryawan sebagai anggota, dan Bapak Prof. Dr. Ir. Budi Tangendjaja, Mapp.Sc. sebagai anggota.

Penelitian ini merupakan penelitian yang dilaksanakan tim. Antara anggota tim telah terjalin kerjasama yang baik dalam pelaksanaan, diskusi, saling menyemangati, oleh karena itu kami ucapkan terima kasih kepada rekan-rekan satu tim : Bapak Usman Sewet, Bapak Syahriani Sahrir, dan Bapak Ali Bain. Selanjutnya selama aktivitas di laboratorium di Fakultas Peternakan IPB penulis banyak dibantu oleh teknisi, oleh karena itu saya ucapkan terima kasih kepada Ibu Yani dan Bapak Adi. Selama kegiatan di laboratorium di Balai Penelitian Ternak, penulis dibimbing Ibu Elisabeth Wina dan di Kandang dibantu oleh Bapak Udin, oleh karena itu kepada keduanya penulis ucapkan terima kasih.Kepada Istriku Yeti Sumiati, anak-anakku Annisa Nuraisyah Budiman dan Insan Arif Budiman, terima kasih atas pengertian dan dukungannya.


(10)

Tesis ini adalah karya yang dibuat dengan segenap kemampuan penulis dan ditopang oleh banyak pihak yang membantu, oleh karena itu semoga berfaedah bagi siapapun yang membacanya.

Bogor, Maret 2011


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Majalengka pada tanggal 5 Agustus 1964 dari Bapak Tasmali dan Ibu Rusmi. Penulis merupakan anak ke 10 dari 12 bersaudara.

Pendidikan sarjana ditempuh pada tahun 1985 hingga 1991 pada Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Bandung. Penulis berkesempatan melanjutkan pendidikan program Magister Sains (S-2) yang didanai oleh Tim Manajemen Program Doktor (TMPD) Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia,

Penulis sampai saat merupakan staf pengajar di Fakultas Peternakan Unpad Sumedang sejak Maret 1993.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

Hipotesis ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ……… 4

Kaliandra ... 4

Tanin ... 6

Sistem Pencernaan Ternak Ruminansia ... 9

Potensi Ternak Teradaptasi dengan Pakan Kaliandra ... 11

METODE PENELITIAN ……….. 13

Waktu dan Tempat ………. 13

Penelitian I : Pengujian Potensi Miroba Rumen Kambing Peranakan Etawa Asal Kaligesing (PEK) terhadap Kecernaan Kaliandra in Vitro ... 13

Penelitian II : Isolasi Bakteri Rumen Kambing PEK ... 16

Penelitian III : Pengujian Kemampuan Isolat terhadap Pengurangan Kadar Tanin Terkondensasi dalam Media Khusus (Defined Media) ... 20

Penelitian IV : Inokulasi Isolat ke dalam Ekosistem Rumen Kambing yang tidak pernah Menkonsumsi Kaliandra terhadap Kecernaan Kaliandra in Vitro ... 21

Prosedur Analisis Sampel Penelitian ... 23

Komposisi dan Prosedur Pembuatan Media ... 26

HASIL DAN PEMBAHASAN ………. 30

Penelitian I 1: Pengujian Potensi Miroba Rumen Kambing PEK terhadap Kecernaan Kaliandra in Vitro ... 30

Penelitian II : Isolasi Bakteri Rumen Kambing PEK ... 36

Penelitian III : Pengujian Kemampuan Isolat terhadap Pengurangan Kadar Tanin Terkondensasi dan Perubahan Komponen Senyawa Fenolat dalam Media Khusus (Defined Media) ... 39

Penelitian IV : Inokulasi Isolat ke dalam Ekosistem Rumen Kambing yang tidak pernah Menkonsumsi Kaliandra terhadap Kecernaan Kaliandra in Vitro... 44


(13)

KESIMPULAN DAN SARAN ... 49 DAFTAR PUSTAKA ... 50 LAMPIRAN ... 52


(14)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Perbandingan kecernaan (%) in vitro kaliandra terhadap legum lainnya ... 2 Pengaruh pengeringan terhadap kecernaan zat makanan (%) kaliandra pada kelinci dan ruminansia ... 3 Penggolongan tanin tumbuhan ... 4 Nilai rataan kecernaan zat makanan (%) in vitro dari perlakuan sumber cairan rumen sebagai inokulum mikroba ... 5 Karakteristik visual isolat bakteri rumen kambing PEK ... 6 Karakteristik isolat bakteri rumen kambing PEK ... 7 Nilai rataan kecernaan bahan kering dan organik (%) kaliandra in vitro dari perlakuan inokulasi isolat bakteri rumen kambing PEK dalam ekosistem rumen kambing berpakan rumput Gajah pada stage 1 ... 8 Nilai rataan kecernaan bahan kering dan organik (%) kaliandra in vitro dari perlakuan inokulasi isolat dalam ekosistem rumen kambing berpakan rumput Gajah pada Stage 1 dan 2 ... 9 Nilai pH rumen in vitro stage 1 dari perlakuan inokulasi isolat dalam ekosistem rumen kambing berpakan rumput Gajah ... 10 Nilai NH3 (mM) rumen in vitro stage 1 dari perlakuan inokulasi


(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Perubahan kadar tanin terkondensasi dalam media khusus yang

diinokulasikan isolat bakteri rumen kambing PEK ... 2 Perubahan komponen senyawa fenolat dalam media khusus yang

diinokulasi isolat IK2 ... 3 Perubahan komponen senyawa fenolat dalam media khusus yang

diinokulasi isolat IK3 ... 4 Perubahan komponen senyawa fenolat dalam media khusus yang


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Data kecernaan zat makanan (%) in vitro stage 1 dan 2 dari perlakuan

sumber cairan rumen sebagai inokulum mikroba (penelitian I) ... 52 2. Data kecernaan zat makanan (%) in vitro stage 1 dari perlakuan

inokulasi isolat bakteri rumen kambing asal Kaligesing dalam ekosistem rumen kambing berpakan rumput Gajah (penelitian IV tahap 1) ... 55 3. Data kecernaan zat makanan (%) in vitro stage 1 dan 2 dari perlakuan

inokulasi isolat dalam ekosistem rumen kambing berpakan rumput Gajah (penelitian IV tahap 2) ... 56 4. Data nilai pH rumen in vitro stage 1 dari perlakuan inokulasi isolat

dalam ekosistem rumen kambing berpakan rumput Gajah

(penelitian IV tahap 2) ... 57 5. Data nilai NH3 (mM) in vitro stage 1 dari perlakuan inokulasi isolat

dalam ekosistem rumen kambing berpakan rumput Gajah

(penelitian IV tahap 2) ... 58 6. Analisis ragam data kecernaan zat makanan (%) in vitro stage 1 dari

perlakuan sumber cairan rumen sebagai sumber inokulum mikroba (penelitian I) ... 59 7. Analisis ragam data kecernaan zat makanan (%) in vitro stage 1 dari

perlakuan inokulasi isolat bakteri rumen kambing asal Kaligesing dalam ekosistem rumen kambing berpakan rumput Gajah

(penelitian IV tahap 1) ... 61 8. Analisis ragam data kecernaan bahan kering (%) in vitro stage 1 dan 2

dari perlakuan inokulasi isolat dalam ekosistem rumen kambing berpakan rumput gajah (penelitian IV tahap 2) ... 62 9. Analisis ragam data nilai pH rumen in vitro stage 1 dari perlakuan

inokulasi isolat dalam ekosistem rumen kambing berpakan rumput Gajah (penelitian IV tahap 2) ... 63 10.Analisis ragam data nilai NH3 (mm) in vitro stage 1 dari perlakuan

inokulasi isolat dalam ekosisitem rumen kambing berpakan rumput gajah (penelitian IV tahap 2) ... 64


(17)

(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kaliandra (Calbandra calothyrsus) merupakan salah satu tanaman yang sering dipropagandakan sebagai tanaman konservasi untuk lahan-lahan marginal dan kehutanan. Tanaman ini telah lama diperkenalkan kepada peternak sebagai sumber pakan ternak ruminansia, sehingga dilihat dari kepentingan usaha ternak ruminansia maka upaya konservasi ini memberi keuntungan bagi para peternak di lingkungan penanamannya.

Keunggulan kaliandra yang khususnya berkaitan dengan kepentingan pakan ternak adalah : (1) Mempunyai kandungan protein yang cukup tinggi (±20%); (2) kuantitas panen hijauan cukup baik sekitar 10 ton per hektar pada kepadatan 10.000 tanaman per hektar dengan tinggi pemotongan 1 m pada interval pemotongan 12 minggu (Tangendjaja et al. 1992); (3) memberi pasokan hijauan yang berkesinambungan karena kaliandra tetap tumbuh baik di musim kemarau.

Keunggulan kaliandra yang disebutkan di atas pemanfaatannya untuk ternak ruminansia belum optimal karena terhambat oleh terkandungnya senyawa anti nutrisi tanin pada tanaman ini. Senyawa tanin ini terkandung dalam kaliandra tergolong tinggi, yaitu ±8% (metode analisis presipitasi-protein). Tanin adalah senyawa yang sangat mudah bereaksi dengan protein membentuk senyawa kompleks yang stabil. Senyawa tanin dalam sel tanaman terpisah dari protein dan enzim-enzim sitoplasma. Ketika sel rusak akibat dikonsumsi ternak maka tanin terbebaskan dan kemudian mengikat zat- zat makanan (terutama protein) dalam sel tanaman membentuk ikatan kompleks yang stabil (Harborne 1984). Zat makanan yang terikat dalam tanin sukar dicerna oleh enzim-enzim saluran pencernaan ataupun enzim-enzim ekstraselular mikroba rumen. Tanin yang terbebaskan akibat sel rusak tidak hanya mengikat zat makanan dalam sel tanaman tersebut, akan tetapi mengikat pula enzim-enzim pencemaan dalam saluran pencernaan ternak (karena enzim merupakan


(19)

senyawa protein). Tanin yang terbebaskan dapat berikatan dengan enzim

glicoprotein dalam mulut yang menyebabkan rasa sepat. Rasa sepat menyebabkan ternak kurang menyukai untuk mengkonsumsinya. Pengaruh negatif tanin dalam kaliandra sebagai pakan ternak ruminansia membatasi keunggulannya.

Pemberian kaliandra dalam keadaan segar adalah yang terbaik dan menurun setelah pelayuan, dan lebih buruk lagi bila dikenai perlakuan pengeringan (Tangendjaja et al. 1992). Kenyataan ini mempersempit cara pemberian kaliandra. dalam bentuk lain misalnya bentuk tepung (untuk konsentrat).

Ternak ruminansia yang teradaptasi dengan pakan bertanin tinggi akan mempunyai kemampuan yang lebih baik dalam memanfaatkan kaliandra, hal ini mungkin diakibatkan perubahan kondisi faali dan perubahan pada komposisi mikroba rumen. Adapatasi terhadap pakan bertanin tinggi yang berlangsung melewati beberapa generasi, karena faktor seleksi (baik alami atau sengaja) berpeluang memunculkan mikroorganisme rumen yang spesifik yang berperanan dalam meredam efek negatif tannin. Brooker et al. (1994) melaporkan bahwa Streptococcus caprinus yang ditemukannya pada kambing liar (feral goats) dapat menghidrolisis asam galat (merupakan komponen asam tanin) menjadi pyrogallol dan dapat tumbuh pada kondisi 3% asam tanat. Bakteri ini di bagian luar selnya terdapat sejumlah besar polisakarida ekstraseluler yang berfingsi melindungi aksi tanin.

Eksplorasi mengenai bakteri-bakteri spesifik ini masih kurang, dan berkaitan dengan itu diperoleh informasi bahwa kambing-kambing Peranakan Etawa (PE) di Desa Pandanrejo Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo Jawa Tengah sejak tahun 1982 biasa diberi pakan kaliandra dengan proporsi pemberiannya hingga mencapai 60% (Subandriyo et al. 1995). Dari informasi ini mendasari pemikiran untuk mengisolasi mikroba rumennya.

Isolat mikroba akan ditunjukkan pada isolat bakteri. Isolat ini akan di uji aksinya. Isolat yang diperoleh akan diinokulasikan pada cairan rumen kambing yang belum beradaptasi dengan pakan kaliandra. Inokulasi tersebut bertujuan memperpendek masa adaptasi dan mengoptimalkan pemanfaatan kaliandra.


(20)

Tujuan Penelitian

1. Untuk mendapatkan isolat bakteri toleran/pendegradasi tanin dari kambing asal Kaligesing.

2. Untuk mengetahui pengaruh inokulasi isolat bakteri tersebut terhadap kecernaan pakan kaliandra.

Manfaat Penelitian

Isolat bakteri toleran/pendegradasi tanin hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan para peternak kambing untuk mengoptimalkan pemberian pakan bertanin terutama kaliandra dan meningkatkan produksi ternak yang lebih baik. Penelitian ini diharapkan pula untuk dijadikan informasi dalam mengkaji lebih jauh dalam penelitian sejenis.

Hipotesis

Akan diperoleh isolat bakteri toleran/pendegradasi tanin dari kambing asal kambing Kaligesing dan isolat tersebut mampu meningkatkan kecernaan pakan kalinadra melalui teknik inokulasi.


(21)

TINJAUAN PUSTAKA

Kaliandra

Tanaman kaliandra (Calliandra calothyrsus) berasal dari Amerika Latin. Masuk ke Indonesia pada tahun 1936 ke pulau Jawa. Pohon ini ditanam pada mulanya ditunjukan sebagai penahan erosi dan penghijauan, terutama di lahan milik Kehutanan. Manfaat lain dari tanaman ini dapat dijadikan sumber pupuk hijau, tanaman pelindung, kayu bakar, dan menghasilkan daun yang potensial sebagai sumber pakan. Pohon ini terpilih karena kemampuan tumbuhnya yang baik pada berbagai iklim dan tanah. Kaliandra dapat tumbuh baik pada ketinggian antara 400 sampai dengan 1800 meter di atas permukaan laut serta toleransinya terhadap kekeringan berkatagori sedang yaitu satu sampai tujuh bulan (Tangendjaja et al. 1992).

Tanaman ini termasuk famili Mimosidae, merupakan pohon kecil, tumbuh bersemak dengan ketinggian berkisar 4-6 meter. Pada lingkungan yang sesuai pertumbuhannya dapat mencapai 12 meter dengan diameter batang mencapai 30 cm. Daun berwarna hijau gelap dan warnanya berwarna coklat kehitaman. Kanopinya melebar ke samping dan sangat padat. Tipe daun merupakan daun majemuk yang berpasangan. Bunganya berwarna merah dengan panjang 4-6 cm, sedang buahnya berwarna coklat kehitaman dengan panjang 8-11 cm dan lebar 12 mm. Bentuk bijinya ellips dan pipih (Tangendjaja et al. 1992).

Perbanyakan kaliandra umumnya dilakukan dengan menggunakan biji yang terlebih dahulu disemaikan. Selain itu dapat dilakukan dengan menggunakan stek pucuk tanaman (Tangendjaja et al. 1992).

Pada kepadatan tanaman 10000 tanaman perhektar, produksi hijauan kaliandra dapat mencapai 10 ton per hektar di Sei Putih Sumatra Utara- Hasil yang sama telah dilaporkan pula di beberapa tempat seperti Sulawesi Selatan dan Jawa Barat. Lebih jauh hasil di Sulawesi Selatan dilaporkan produksi daun dan batangnya lebih baik dibandingkan dengan turi dan lamtoro


(22)

(Tangendjaja et al. 1992).

Komposisi analisis proksimat kaliandra menunjukkan bahwa kandungan protein kasarnya berkisar di atar 20%, dan bila yang dianalisis bagian daun mudanya saja tanpa ranting-ranting yang halus dapat mencapai 30%. Berdasarkan hasil analisis proksimat di BPT Ciawi Bogor adalah sebagai berikut : Protein kasar 24 %, lemak kasar 4,1-5,0%, abu 5,0-7,6%, NDF 24,0-34,0%, selulosa 15,0%, lignin10,0-11,8% (Tangendjaja et al. 1992)

Pemanfaatan kaliandra sebagai pakan ternak pada awalnya kurang berkembang bila dibandingkan dengan lamtoro dan gamal. Hal ini berkaitan dengan kandungan anti nutrisi tanin yang tinggi pada tanaman tersebut. Suryadi (1955) melaporkan bahwa kaliandra yang dianalisis dengan metode Van-HCI mengandung tanin 9,11%. Kehadiran tanin menyebabkan daya cerna in vitro kaliandara berkisar antara 35% sampai 53%. Nilai tersebut jauh lebih rendah dibandingkan daya cerna legum lain, kecuali dengan Albizza chinensis. Pada tabel berikut diperlihatkan perbandingan kecernaan in vitro kaliandra terhadaplegum lainnya.

Tabel 1. Perbandingan kecemaan (%) in vitro kaliandra terhadap legum lainnya.

Legum Kecernaan in Vitro Bahan Kering Ahl et al. 1989 Mahyudin et al. 1988

Calliandra calothyrsus 52,7 37,8

Leucaena leucocephala 82,1 63,5

Gliricidia sepium 79,1 69,0

Sesbania sesban 69,3 -

Albizzia chinensis 37,1 -

Samanea samara 69,3 -

Sesbania grandiflora - 71,5

Albizzia falcataria - 49,2

Perlakuan fisik terhadap pakan kaliandra menyebabkan nilai kecernaan berubah. Pengaruh pengeringan dan pelayuan akan menurunkan nilai kecernaan. Pada tabel berikut diperlihatkan perubahan nilai kecernaan kaliandra.


(23)

Tabel 2. Pengaruhpengeringan terhadap kecernaan zat makanan (%) kaliandra pada kelinci dan ruminansia

Cara Pengeringan

Kecernaan

Bahan kering Protein Serat (NDF) Kelinci

Dilayukan 49,5 49,7 25,6

Kering matahari 48,4 42,5 24,8

Oven 60oC 31,8 28,1 8,6

Oven 100o C 24,5 15,6 -6,6

Ruminansia a- Indonesia

(belum dipublikasikan)

- in Vitro

Kering beku 28,5 - -

Kering oven 23,5 - -

- in Situ 48 jam

Kering beku 37,2 27,3 -

Kering oven 26,5 17,5 -

- in Vivo

Segar 47,3 39,1 -

Kering Beku 38,8 18,9 -

b. Australia

- in Vivo

Segar 59,0 - -

Sumber : Tangendjaja et al. (1992)

Tanin

Tanin merupakan senyawa bahan alam dalam tanaman yang terdiri dari sejumlah besar gugus hidroksi fenolik. Senyawa ini diperlukan oleh tanaman sebagai sarana proteksi dari serangan hewan, bakteri, jamur, dan insekta. Proteksi ini terutama selama tanaman dalam masa pertumbuhan (White 1957). Sifat utama tanin ini dapat bereaksi dengan protein atau polimer lainnya seperti selulosa, hemiselulosa, pektin membentuk suatu kompleks yang stabil dan tidak larut dalam air (Tangendjaja et al. 1992; Harborne 1984). Dalam industri, tanin dipergunakan untuk penyamakan kulit hewan yang mentah menjadi kulit siap pakai karena kemampuannya menyambung-silang protein dalam kulit hewan.


(24)

Di dalam tumbuhan letak tanin terpisah dari protein dan enzim sitoplasma, tetapi bila jaringan rusak, misalnya bila hewan memakannya maka reaksi penyamakan dapat terjadi. Reaksi ini menyebabkan protein tanaman bereaksi dengan tanin sehingga protein lebih sukar dicerna oleh enzim-enzim pencernaan hewan (Harborne 1984).

Selain protein sukar dicerna karena bereaksi dengan tanin membentuk ikatan yang stabil, tanin pun dapat menimbulkan rasa sepat yang dirasakan hewan yang mengkonsumsinnya. Rasa sepat dapat mengurangi konsumsi. Mekanisme terjadinya rasa sepat disebabkan senyawa tanin pada tanaman tersebut berikatan glycoprotein dalam mulut. Selain itu akan berikatan pula dengan protein mukosa intestin yang mengurangi penyerapan nutrien saliva. Kandungan tanin dalam daun mulai dari 2% ke atas dari berat keringnya, barulah tanin berfiingsi sebagai penolak makan (Harborne 1984).

Mekanisme proteksi tanaman bertanin (kaliandra) terhadap serangga dan insekta yaitu dengan menonaktifkan enzim-enzim protease yang dihasilkan mereka (Cheeke & Lee 1985).

Tanin selain dapat membentuk kompleks dengan zat makanan, juga mampu berikatan dengan enzim-enzim pencemaan serta enzim-enzim yang dikeluarkan oleh mikroba rumen sehingga menjadi nonaktif sehingga zat makanan tidak tercerna. (Makkar 1993)- Nonaktifnya enzim yang dihasilkan mikroba ini mungkin diakibatkan oleh ikatan antara tanin dengan dinding sel yang dapat menggangu permeabilitas dinding sel mikroba tersebut.

Bentuk interaksi yang mungkin terjadi antara tanin dengan protein atau zat lainnya berupa interaksi ikatan hidrogen, interaksi hidropfobik, interaksi ikatan ionik, dan interaksi ikatan kovalen (Hagerman 1992; Makkar 1993). Bentuk interaksi ikatan ionik dan interaksi hidrofobik merupakan bentuk interaksi yang paling banyak membentuk kompleks protein-tanin (Hagerman 1992).

Ternak yang mengkonsumsi pakan bertanin tinggi dapat menurun bobot badannya dan yang terlihat sangat nyata pada penurunan kecernaan dan efisiensi penggunaan pakan (Butler & Rogler 1992).


(25)

Secara kimia tanin digolongkan dalam dua grup, yaitu tanin terkondensasi (condens tannin) dan tanin terhidrolisis (hidrolizable tannin).

Meskipun dua grup tanin tersebut mempunyai struktur molekul yang berbeda akan tetapi efeknya sebagai anti nutrisi hampir sama (Butler & Rogler 1992).

Tabel 3. Penggolongan tanin tumbuhan

Sumber : Harborne (1984)

Tanin terkondensasi atau flavolan, secara biosintesis dapat dianggap terbentuk dengan cara kondensasi katekin tunggal (atau galokatekin) yang membentuk senyawa dimer dan kemudian membentuk oligomer yang lebih tinggi. Ikatan karbon-karbon menghubungkan satu satuan flavon dengan berikutnya melalui ikatan 4-8 atau 6-8. Kebanyakan flavolan mempunyai 2 sampai 20 satuan flavon. Nama lain untuk tanin terkondensasi ialah proantosianidin karena bila direaksikan dengan asam panas, beberapa ikatan karbon-karbon penghubung satuan terputus dan membebaskan monomer antosianidin (Harborne 1984).

Tanin terhidolisis terdiri dari dua kelas yang paling sederhana, ialah depsida galoiglukosa. Pada senyawa ini, inti yang berupa glukosa dikelilingi lima gugus ester galoil atau lebih. Pada jenis kedua, inti molekul berupa senyawa dimer asam galat, yaitu asam heksahidroksidifenat, disinipun berikatan dengan

Tata Nama Struktur Bobot molekul

Tanin terkondensasi Proantosianidin (atau flavolan)

Oligomer katekin flavan 3,4-diol

1000-3000

Tanin terhidrolisis Galotanin Elagitanin

Ester asam galat dan glukosa Ester asam heksahidroksidifenat dan glukosa

1000-1500 1000-3000 Prototanin

Pra zat tanin Katekin (dan galokatekin) flavan 3,4-diol


(26)

glukosa. Bila dihidrolisis, elagitanin ini menghasilkan asam elagat (Harborne, 1984)

Tanin terhidrolisis dapat dihidrolisis dengan asam mineral panas yang akan menghasilkan gula dan asam-asam yang menjadi senyawa pokoknya (Cheeke & Lee 1985). Tanin terhidrolisis dapat juga terhidrolisis oleh enzim-enzim dalam saluran pencernaan. Asam galat yang merupakan komponen tanin terhidrolisis dapat diarbsorbsi tubuh yang kemudian disekresikan melalui urin (Butler & Rogler 1992).

Sistem Pencernaan Ternak Ruminansia

Rangkaian proses perubahan fisik dan kimia yang dialami oleh bahan makanan di dalam alat pencernaan pada dasarnya adalah menghaluskan makanan menjadi partikel yang lebih kecil. Pada ternak ruminansia proses pencernaan makanannya lebih kompleks dibandingkan dengan jenis ternak lainnya. Menurut sutardi (1977) proses pencernaan makanan pada ternak ruminansia terjadi secara mekanis di mulut, secara hidrolisis dengan penggunaan enzim-enzim alat pencernaan, dan secara fermentatif (penggunaan enzim-enzim yang dikeluarkan mikroba rumen). Perbedaan prinsip hidrolisis dan fermentatif adalah pada hidrolisis zat makanan dikatabolisir menjadi monomer-monomernya, sedangkan fermentatif akan mengkatabolisir lebih lanjut dari monomer-monomer tersebut menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana, misalnya asam-asam lemak terbang (volatile fatty acid/VFA) (Church, 1980).

Proses Pencernaan dalam retikulo-rumen terjadi sangat intensif. Proses pencernaan tersebut terletak sebelum usus halus. Hal ini sangat menguntungkan, karena pakan dapat diubah dan disajikan dalam bentuk yang mudah diserap. Ternak ruminansia juga dapat memanfaatkan pakan berserat dalam jumlah banyak

-Empat jenis mikroba anaerob terdapat dalam rumen, yaitu bakteri, protozoa, jamur, dan virus. Dari keempat jenis mikroba tersebut, bakteri mempunyai jenis dan populasi tertinggi. Cacahan sel per ml isi rumen dapat


(27)

mencapai 1010-1011, sedangkan posisi populasi tertinggi kedua diduduki oleh protozoa yang mencapai 106-108 cacahan sel per ml isi rumen, pada kondisi ternak, yang sehat (Ogimoto & Imai, 1984).

Setiap jenis mikroba rumen, musing-masing mampu menghidrolisis zat makanan menjadi produk intermedier ataupun produk akhir yang bermacam-macam sehingga kehidupan dalam rumen menjadi rumit (kompleks). Terjadi interaksi dan interrelasi yang luas di antara mikroba rumen. Bentuk interaksi tersebut dapat berupa saling bergantung akan substrat, saling menguntungkan, berkompetisi akan substrat, atau saling merugikan. Studi ekologi mikroba rumen masih dipusatkan pada dua aspek utama yaitu pengendalian populasi mikroba rumen dan peningkatan peranan mikroba rumen dalam mencerna pakan (Erwanto, 1995).

Kehadiran substrat tertentu seperti mimosin, saponin, atau tanin dalam pakan yang dikonsumsi ternak ruminansia dapat mengganggu aktivitas mikroba rumen. Kemampuan tanin yang dapat membentuk ikatan kompleks dengan zat makanan menyulitkan zat makanan dicerna oleh enzim-enzim pencernaan, selain itu tanin mampu pula berikatan dengan enzim-enzim protease dan selulase, bahkan mampu pula berikatan dengan sel mikroba yang menyebabkan non aktifnya sel mikroba (Leinmuller et al. 1991). Brooker et al. (1994) melaporkan bahwa tanin terkondensasi dapat menghambat kelangsungan hidup beberapa mikroba. Meskipun demikian terdapat indikasi bahwa beberapa bakteri mampu toleran terhadap tanin, khususnya pada ternak-ternak yang beradaptasi pada pakan bertanin tinggi. Streptococcus caprinus adalah jenis bakteri yang mampu hidup dalam media bertanin konsentrasi 3% dan mampu membentuk daerah bening (clearing zone). Bakteri Streptococcus bovis hanya mampu bertahan dalam media bertanin dengan konsentrasi kurang dari 1%

Ketersediaan amonia dalam rumen sebagai sumber nitrogen utama untuk sintesis sel mikroba sangat menentukan optimalisasi pertumbuhan mikroba rumen. Erwanto (1995) mengemukakan bahwa sekitar 82% spesies


(28)

mikroba rumen mampu menggunakan amonia sebagai sumber nitrogen untuk sintesis protein tubuhnya- Diperkirakan pada mikroba tersebut tidak terdapat mekanisme transport khusus yang mengangkut asam amino ke dalam sel tubuhnya. Pernyataan ini di perkuat oleh Bryant (1974) yang menyatakan bahwa sebagian besar mikroba rumen mampu mengunakan ammonia sebagai nitrogennya. Oleh karena itu konsentrasi ammonia dalam rumen sangat perlu untuk di kendalikan. Penelitian in vivo yang di lakukan oleh Mehnez et al. (1977) pada ternak domba memperlihatkan bahwa untuk memaksimumkan laju fermentasi dalam rumen diperlukan konsentrasi ammonia yang tinggi yaitu sebesar 23,5 mg% atau setara 16,78 mM.

Potensi Ternak Teradaptasi dengan Pakan Kaliandra

Palatabilitas dan kecernaan yang rendah dari pakan kaliandra menimbulkan penampilan produksi yang rendah pula. Namun kaliandra mempunyai keunggulan dibanding legum yang lainnya yaitu lebih ternjamin kontinuitasnya di musim kemarau.

Ternak ruminansia yang telah terbiasa dengan kaliandra (pakan bertanin tinggi) akan lebih baik daripada yang belum terbiasa. Pembiasaan pemberian pakan kaliandra menimbulkan pergeseran komposisi mikroflora rumen ke arah konsentrasi substrat (kaliandra adalah pakan berprotein tinggi, hal ini menyenbabkan bakteri proteolitik akan lebih dominan). Sedangkan ternak yang telah lama beradaptasi dengan pakan kaliandra, tidak hanya mengalami pergeseran komposisi mikroba atas keadaan substrat akan tetapi mungkin terbentuk spesies spesifik yang tahan atas kehadiran zat anti nutrisi tanin dan lebih jauh mampu menghidrolisisnya. Ternak yang tealh beradaptasi ini diharapkan dapat diisolasi mikroba rumennya sebagai isolate sebagai bahan inokulan untuk ternak lain yang belum beradaptasi dengan kaliandra. Upaya ini mempunyai dua tujuan yaitu memperpendek masa adaptasi dan mengoptimalkan pemanfaatan kaliandra.

Ternak kambing Peranakan Etawa (PE) yang di pelihara di Desa Pandanrejo Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo Jawa Tengah biasa di berikan pakan


(29)

kaliandra dengan proporsi hingga 60% (Subandryo et al. 1995). Kaliandra di desa tersebut telah dibudidayakan sejak tahun 1982, dan merupakan pakan utama kambing tersebut.


(30)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Nutrisi dan Laboratorium Nutisi Ternak Perah Fakultas Peternakan IPB Bogor dan di Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor. Waktu pelaksanaan mulai bulan Februari 1997 sampai dengan September 1998.

Penelitian I

Pengujian Potensi Mikroba Rumen Kambing Peranakan Etawa asal Kaligesing (PEK) terhadap Kecernaan Kaliandra in Vitro

Penelititan ini bertujuan untuk menguji potensi mikroba rumen kambing PEK (K) dalam mencerna pakan kaliandra (Calliandra calothyrsus). Sebagai pembandingnya (kontrol), maka digunakan kambing yang diberi pakan 100% kaliandra salama labih dari 6 bulan (A), kambing yang diberi pakan 100% rumput gajah (R).

Persiapan

Empat ekor ternak kambing dipersiapkan dan dipelihara di kandang individual di lokasi Kandang Penellitian ternak domba BPT Ciawi. Dua ekor diberi pakan 100% kaliandra dan dua ekor diberi pakan 100% rumput gajah. Pemberian jumlah pakan dan air minum tidak dibatasi, pemberian dilakukan dua kali pada pagi dan sore. Sisa pakan dibuang keesokan harinya dan diganti dengan yang baru. Kaliandra diberikan dalam bentuk potongan bagian daun dan batang terkecilnya, sedangkan rumput gajah diberikan dalam bentuk potongan ukuran 2-5 cm. empat ternak tersebut dipelihara dengan perlakuan tersebut salama 6 bulan, dan kemudian setelah melewati waktu tersebut ternak siap diambil cairan rumennya untuk bahan inokulum percobaan in vitro.

Dua ekor kambing PEAK yang berumur 6 dan 8 bulan didatangkan dari Desa Pandanrejo Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo Jawa Tengah. Kedua ekor kambing tersebut dikarantina selama dua minggu di Balai Penelitian


(31)

Ternak Ciawi. Setelah dikarantina kemudian ditempatkan di kandang individual bersama empat ekor kambing lainnya. Dua ternak ini diberi pakan 100% kaliandara, dua hari kemudian siap diambil cairan rumennya untuk bahan inokulum percobaan in vitro.

Perlakuan

Pemberian senyawa poly ethylene glicol (PEG) dalam pakan bertanin terbukti terbaik dalam meredam efek negatif tanin, namun karena bahan ini masih mahal maka tidak ekonomis untuk dilakukan di lapangan. PEG mampu mengikat tanin sehingga tanin tidak sempat bereaksi dengan zat makanan. Kemampuan mikroba dalam rumen kambing yang diuji dalam mengatasi tanin, perlu diketahui kemampuannya bila ditanbahkan PEG, sehingga diketahui potensi maksimumnya.

Dalam penelitian ini cairan rumen yang berasal dari kambing PEK (K) kambing berpakan 100% kaliandra (A), dan kambing berpakan 100% rumput gajah (R) merupakn perlakuan utama, sedangkan penambahan PEG pada cairan rumen merupakan perlakuan yang menyisipi perlakuan utama.

Perancangan penelitian untuk tahap ini adalah Acak Kolompok berpola faktorial 3×2, yaitu:

1. Faktor pertama

K = Cairan rumen kambing PEK

A = Cairan rumen kambing berpakan 100% kaliandra R = Cairan rumen kambing berpakan 100% rumput gajah 2. Faktor kedua

P = Penambahan PEG 0 = Tanpa Penambahan PEG Percobaan in Vitro

Cairan rumen untuk percobaan ini diambil dengan metode oral, yaitu pengambilan melalui mulut menggunakan selang. Pengambilan cairan rumen dilakukan pada pagi hari sebelum diberi pakan. Cairan rumen ditampung dalam thermos kapasitas 400 ml. Thermos didisi penuh cairan rumen dengan tujuan untuk mengondisikan agar cairan rumen tetap dalam keadaan anaerob. Cairan


(32)

rumen dalam thermos socepatnnya di bawa ke laboratorium untuk digunakan dalam percobaan in vitro.

Percobaan in vitro menggunakan metode Tilley and Terri (1963) yang dimodifikasi oleh Close and Menke (1985). Tabung polypropilene 50 ml digunakan sebagai tabung fermentor. Tabung tersebut telah sebelumnya diisi tepung daun kaliandra sebanyak 0.5 g. Takaran penggunaan PEG adalah sebanyak 2 kali kandungan tanin tepung daun kaliandra. Kandungan tanin daun kaliandra 8%, sehingga pemberian PEG adalah 16%. Setiap tabung yang telah disiapkan sesuai perlakuan, ditambahkan 30 ml campuran larutan MC Dougall dan cairan rumen dengan rasio 4:1. Tabung tanpa sampel tepung kaliandra disiapkan (tabung yang ini disebut blangko), kemudian di perlakukan sama dengan lainnya. Residu dari blangko selanjutnya dalam penghitungan kecernaan kaliandra, menjadi pengurang (koreksi) residu kecernaan pakan. Dengan demikian terdapat 6 tabung perlakuan dan 3 blangko. Percobaan ini dilakukan dalam dua stage, maka tabung yang dipergunakan menjadi 12 tabung dengan 6 blangko. Tabung sebanyak itu untuk mendapatkan satu peubah.

Larutan campuran Mc Dougall dan cairan rumen terus menerus dialiri gas CO2 untuk menjamin kodisi anaerob. Selanjutnya campuran tersebut diisikan dalam tabung fermentor, kemudian segera ditutup dengan sumbat karet berkatup (katup berfungsi sebagai pelepas gas hasil fermentasi). Tabung kemudian diinkubasi pada suhu 39 0C selama 48 jam dalam shaker bath (stage 1). Stage 1 merupakan tiruan (artificial) proses pencernaan fermetatif di rumen. Akhir Stage 1, tutup tabung dibuka. Tabung-tabung yang diperuntukkan mendapatkan kecernaan pada stage 1, selanjutnya isi tabung disaring dengan kertas saring merk Whatman no 41 menggunakan pompa vakum. Residu yang diperoleh dianalisis lebih lanjut untuk memperoleh peubah kecernaannya. Sedangkan tabung-tabung yang diperuntukkan untuk uji kecernaan pada stage 2, maka setiap tabung ditambahkan berturut-turut 2 ml HCl 4 N dan 0.06 g pepsin (merk Sigma). kemudian diinkubasi kembali pada suhu 39 0C selama 48 jam dalam shaker bath. Akhir stage 2, isi tabung disaring dengan kertas saring Whatman no 41, residunya


(33)

dianalisis lebih lanjut untuk mendapatkan peubah kecernaan. Stage 2 merupakan tiruan (artificial) proses pencernaan hidrolisis enzimatias di pasca rumen.

Jumlah tabung dan kapasitas tampung tabung dalam shaker bath yang terbatas menyebabkan percobaan ini menggunakan perancangan Acak Kelompok. Waktu pengambilan cairan rumen sebagai kelompok, maka prosedur di atas diulang tiga kali dalam waktu yang berurutan.

Peubah yang Diamati

Peubah kecernaan diamati dalam dua Stage. Pada Stage 1 (fase fermentatif) diamati peubah kecernaan bahan kering (BK), bahan organik (BO), protein (P), serat deterjen netral (neutral detergent fiber/NDF), dan Serat Deterjen Asam (acids detergent fiber/ADF). Peubah yang diamati pada Stage 2 (fase fermentatif dan enziamtis) adalah BK, BO, dan P.

Analisis statistik

Penelitian ini didesain dengan rancangan acak kelompok (RAK) dengan waktu pengambilan cairan rumen merupakan kelompok. Perlakuan diulang tiga kali. Data yang diperoleh dianalisis statistik menggunakan analisis ragam. Perbedaan antar perlakuan diuji dengan uji jarak berganda Duncan (Steel &Torrie, 1993).

Penelitian II

Isolasi Bakteri Cairan Rumen Kambing PEK

Penelitian tahap ini merupakan upaya isolasi bakteri rumen kambing PEK yang mempunyai potensi toleran terhadap kehadiran tanin dan diharapkan mempunyai kemampuan menguraikan senyawa tersebut.

Prosedur ini terdiri dari isolasi koloni, pemurnian, identifikasi, dan penyimpanan.


(34)

Isolasi Koloni

1. Pembiakkan Bakteri pada Media Cair

Disiapkan empat tabung berisi 10 ml media biakan cair (broth) brain heart infusion (BHI)yang masing-masing mengandung asam tanat 1%, 1,5%, 2%, dan 3% . Ke dalam masing-masing tabung dimasukkan 0.5 ml cairan rumen kambing PEK. Mikroba yang terdapat dalam cairan dibiakkan dalam empat tabung tersebut diinkubasi dalam inkubator pada suhu 39 0C selama 24 jam. Asam tanin membentuk kompleks dengan zat makanan dalam media BHI dalam bentuk gumpalan, oleh karena itu agar terjadi kontak antara mikroba dengan tanin maka dilakukan pengocokan secara periodik dengan vorteks

selama satu menit. Pengocokan dilakukan selama masa inkubasi yaitu setiap 10 menit pada 3 jam pertama, setiap 30 menit pada 3 jam kedua, dan setiap 3 jam pada inkubasi selanjutnya.

2. Pembiakkan Bakteri pada Media Agar

Pada akhir inkubasi masing-masing biakan diencerkan 100 kali secara serial hingga lima kali dengan cara mengencerkan 0.05 ml biakan kedalam 5 ml media cair BHI, selanjutnya dari campuran tersebut diencerkan kembali sebanyak 0.05 ml ke media cair BHI, demikian seterusnya hingga lima kali pengenceran (serial). Pada pengenceran ke-3 (106 kali), ke-4 (108 kali), dan ke-5 (109 kali) msing-masing diambil 0.1 ml untuk dimasukkan dalam 7 ml media biakan beragar BHI dalam keadaan cair dengan suhu 47 0C (dengan demikian pengenceran ke-3 menjadi 107 kali, ke-4 menjadi 109 kali, dan ke-5 1011 kali), kemudian dengan cepat tabung tersebut diputar horizontal dalam alat pemutar

(roller) sambil dialiri air dingin, sehingga media beragar dalam bentuk cair itu segera membeku membentuk lapisan agar tipis merata dinding tabung. Dengan cara tersebut bakteri menempel dam menyebar merata dalam agar. Selanjutnya diinkubasi dalam inkubator pada suhu 39 0C selama 2-3 hari. Bakteri yang menempel pada agar akan tumbuh membentuk koloni. Koloni dapat dilihat langsung dengan mata (visual), oleh karena itu koloni ini dapat diamati bentuk, warna, dan ukurannya. Pembentukan koloni akan terlihat rapat dan padat pada pengenceran rendah dan akan jarang atau bahkan tidak ada pada


(35)

pengenceran tertinggi. Pada pengenceran padat kita akan mendapatkan sejumlah jenis kelompok koloni, sedangkan untuk mempermudah pengambilan koloni sebagai isolat serta mempermudah pemurniannya dapat dilakukan pada pengenceran tinggi (kerapatan koloni yang jarang). Kelompok koloni yang tidak terdapat pada pengenceran tinggi diambil pada pengenceran yang lebih rendah.

Penentuan Isolat

Penggunaan level asam tanin dimaksudkan untuk memperoleh isolat bakteri yang mampu hidup pada beberapa level konsentrasi tanin. Bakteri yang dapat tumbuh pada level tanin tertinggi merupakan harapan sebagai isolat terbaik.

Koloni-koloni bakteri yang terbentuk pada setiap level konsentrasi tanin dipilah-pilah sehingga didapatkan beberapa kelompok koloni. Kolompok koloni yang tumbuh pada level tertinggi ditetapkan sebagai kelompok koloni terpilih. Dari setiap kelompok koloni terpilih diambil satu koloni sebagai isolat. Setiap koloni isolat diambil dengan ose untuk dibiakkan ke dalam 10 ml media cair BHI (diinkubasi pada suhu 39 0C selama 24 jam). Dengan demikian diperoleh beberapa biakan isolat, dan biakan itu selanjutnya dilakukan pemurnian.

Pemurnian isolat

Koloni isolat-isolat yang telah dibiakkan pada 10 ml media cair BHI, kemudian dibiakan lagi pada 7 ml media agar BHI setelah dilakukan pengenceran (teknik pembiakan pada media agar ini sama seperti pada tahap isolasi). Koloni yang terbentuk diamati keseragamannya. Bila koloni-koloni bakteri yang tumbuh pada media agar BHI masih ada koloni Bakteri yang tidak sama dengan ciri fisik koloni bakteri isolatnya, maka dilakukan pengambilan (menggunakan ose) satu koloni bakteri yang sama dengan ciri fisik koloni bakteri isolatnya kedalam 10 ml media cair BHI untuk dibiakkan kembali (diinkubasi 39 0C selama 24 jam). Biakan dalam media cair ini kembali dibiakkan pada media agar untuk dilihat keseragaman koloninya. Bilamana pengamatan belum terlihat seragam maka kembali salah satu koloni dibiakan dalam media 10 ml media cair BHI dan diamati keseragaman koloninya pada media agar, demikian prosedur ini dilakukan


(36)

berulang-ulang hingga koloni-koloni bakteri yang tumbuh pada media agar dinyatakan seragam. Setelah dinyatakan seragam maka satu koloni bakteri isolat diambil dengan ose dan dibiakkan pada 10 ml media cair BHI yang mengandung 1% asam tanin (inkubasi 39 0C selama 24 jam) untuk disimpan.

Penyimpanan

Biakan isolat bekteri yang murni dalam 10 ml media cair BHI mengandung 1% asam tanat, diambil sebanyak 6 ml dicampur 2 ml larutan gliserol 80% (3:1), dan selanjutnya campuran ini disimpan dalam freezer (suhu beku).

Karakterisasi Isolat

Karakterisasi isolat meliputi: 1. Morfologi Isolat

Pengamatan morfologi dilakukan dengan metode pewarnaan gram. 2. Aktivitas Isolat terhadap Pembeningan Tanin

Disediakan 10 ml media agar BHI mengandung 1% asam tanat dan 1% tanin terkondensasi dalam botol kaca kapasitas 100 ml, media membeku dibagian dasar setebar 2-3 mm. Biakan dari penyimpanan (stock) ditumbuhkan sebanyak 0.1 ml pada 10 ml media cair BHI mengandung 1% asam tanat (diinkubasi 39 0

C 24 jam). Biakan tersebut di teteskan pada bagian tengah media agar, kemudian posisi botol segera dibalikan sehingga media agar menggantung atau terlerak di bagian atas selanjutnya diinkubasi 39 0C sema 3-5 hari. Koloni bakteri akan tumbuh dan bilamana terjadi aktivitas pembeningan tanin maka di sekitar koloni bakteri terjadi area yang berwarna bening (clearing zone) yang menunjukkan bahwa isolat mempunyai aktivitas yang bereaksi atas kehadiran tanin.

3. Aktivitas Pemanfaatan Sumber Karbon

Sumber karbon yang digunakan adalah glukosa, fruktosa, galaktosa, xylosa, sukrosa, maltosa, selulosa, selobiosa, dan pati. Sebanyak satu takar spatula (±0.001 gram) dimasukkan dalam 10 ml media cair non karbon. Sebanyak 0.1 ml biakan isolat dibiakkan pada media yang mengandung sumber-sumber karbon tadi, kemudian diinkubasi 39 0C selama 24 jam. Pengamatan dilakukan


(37)

pada tingkat kekeruhan yang terjadi pada biakan media sumber-sumber karbon itu dengan membandingkan dengan blangkonya (media cair non karbon tanpa penambahan sumber karbon).

Penelitian III

Pengujian Kemampuan Isolat terhadap Pengurangan Kadar Tanin Terkondensasi dalam Media Khusus (Defined Media)

Penelitian ini bertujuan untuk menguji kemampuan isolat dalam menurunkan kadar tanin terkondensasi dalam media biakannya, atau dengan kata lain isolat diuji kemampuannya mendegradasi tanin terkondensasi. Media biakan untuk pengujian ini digunakan media khusus. Media ini tidak mengandung zat-zat yang dapat bereaksi dengan tanin -seperti protein dan karbohidrat- membentuk senyawa kompleks. Pasokan makanan untuk mikroba berupa vitamin-vitamin, mineral-mineral, dan tanin terkondensasi.

Media khusus dikemas dalam 10 ml dengan kandungan tanin tekondensasi 1% dalam tabung Hungate.

Isolat-isolat dari penyimpanan (freezer) dibiakan sebanyak 0.1 ml dalam 10 ml media cair BHI kemudian diinkubasi 39 0C 24 jam. Selanjutnya biakan dihitung jumlah bakteri yang hidup melalui metoda penghitungan koloni. Setelah diketahui jumlah bakteri hasil pembiakan, maka kembali isolat dibiakan kembali dengan cara yang sama. Isolat-isolat hasil biakan ditransfer ke media khusus denga jumlah satuan bakteri sebanyak 107. Dengan demikian volume media biakan berbeda untuk setiap isolat akan tetapi mempunyai jumlah satuan bakteri yang sama, untuk tujuan tersebut maka media biakan yang jumlah bakterinya padat diencerkan dengan media khusus.

Isolat-isolat dalam media khusus dibiakkan dalam inkubator bersuhu 39 0C. Satu jenis isolat akan ditumbuhkan dalam 7 tabung media khusus. Tujuh tabung tersebut digunakan untuk mengamati peubah yang diukur dalam seri waktu (time series) 0, 4, 8,12, 18, 24, dan 48 jam masa inkubasi. Isolat dalam media khusus diinkubasi dengan suhu 39 0C. Peubah yang diukur adalah:


(38)

1. Kadar tanin tekondensasi

Analisis tanin ini dilakukan dengan metoda Presipitasi-protein (Hagerman & Butler, 1978).

2. Pengamatan fraksi-fraksi senyawa fenolik (komponen senyawa tanin)

Analisis menggunakan HPLC merk Waters, recorder Sic Cromatocorder, dan Kolom menggunakan Novapak TM C18. Panjang gelombang 280, flow rate 0,9 ml/menit, eluen menggunakan 40% Methanol.

Penelitian IV

Inokulasi Isolat ke dalam Ekosistem Rumen Kambing yang tidak pernah Mengkonsumsi Kaliandra terhadap Kecernaan Kaliandra in Vitro

Penelitian ini bertujuan menguji pengaruh inokulasi isolat bakteri terhadap ternak yang tidak terbiasa mengkonsumsi pakan kaliandra –dalam hal ini ternaknya adalah kambing berpakan 100% rumput gajah- terhadap kecernaan kaliandra. Penelitian ini dilakukan secara in vitro.

Isolat diinokulasikan pada tabung fermentor yang berisi 30 ml larutan McDougall-Cairan rumen kambing berpakan tumput gajah (4:1), dan 0.5 g tepung kaliandra sebagai sumber karbon. Dosis isolat yang diinokulasikan adalah 108 cfu/ml media fermentor.

Isolat dari penyimpanan (stock) dibiakkan sebanyak 0.1 ml dalam 10 ml media cair BHI, diinkubasikan 39 0C 24 jam. Kemudian pertumbuhan jumlah bakteri diamati dengan metode pencacahan koloni dalam media agar BHI. Jumlah koloni yang tumbuh mencerminkan jumlah bekteri yang dapat tumbuh selama 24 jam pada biakan media cair BHI, sehingga dapat ditentukan berapa ml harus diambil dari media biakan tersebut untuk setiap satu tabung fermentor.

Dari isolasi diperoleh empat isolat dengan notasi isolat IK1, IK2, IK3, dan IK4. Isolat IK1 tidak dapat hidup kembali setelah dilakukan penyimpanan dengan suhu beku dalam media penyimpanan gliserol (gliserol stock), sehingga hanya ada tiga isolat saja yaitu isolat IK2, IK3, dan IK4.


(39)

1. Pengaruh inokulasi masing-masing bakteri terhadap kecernaan kaliandra, dengan notasi perlakuan sebagi berikut.

IIK2 = Inokulasi isolat bakteri rumen II asal kambing Kaligesing IIK3 = Inokulasi isolat bakteri rumen III asal kambing Kaligesing IIK4 = Inokulasi isolat bakteri rumen IV asal kambing Kaligesing

Peubah yang diamati adalah kecernaan bahan kering dan organik pada Stage 1. Percobaan ini bertujuan memilih isolat terbaik dari ketiga isolat, dengan demikian diperoleh satu isolat unggulan.

2. Berdasarkan pertimbangan atas hasil perlakuan inokulasi di atas, serta didukung kinerjanya berdasarkan pengujian sebelumnya, maka isolat IK4 ditetapkan sebagai isolat terbaik. Isolat IK4 ini kemudian diperbandingkan lagi dengan beberapa perlakuan lain untuk melihat gambaran potensi atau kemampuannya secara lebih jauh dan mendalam.

Semua perlakuan menggunakan inokulum cairan rumen yang berasal dari kambing berpakan rumput gajah, kecuali perlakuan K. Perlakuan K menggunakan cairan rumen kambing Kaligesing. Perlakuan K dimaksudkan untuk melihat sejauh mana tingkat keberhasilan inokulasi dibanding keadaan asalnya sebagai kontrol positif.

Peubah kecernaan bahan kering dan bahan organik diamati pada stage 1 dan 2. Peubah pH dan NH3 diamati pada stage 1 dengan waktu inkubasi 0, 3, dan 6 jam.

Analisis Statistik

Penelitian ini ddidesain dengan rancangan acak kelompok (RAK) dengan waktu pengambilan cairan rumen merupakan kelompok. Perlakuan diulang tiga kali. Data yang diperoleh dianalisis statistik menggunakan analisis ragam. Perbedaan antar perlakuan diuji dengan Uji Jarak Berganda Duncan (Steel & Torrie, 1993)


(40)

Prosedur Analisis Sampel Penelitian

1. Analisis Total Tanin dengan Metode Presipitasi Protein a. Pembuatan Pereaksi

- Larutan Buffer Asetat pH 5

Menimbang 27.2 g CH3COONa·3H2O, dicampurkan dengan 9.945 g NaCl, lalu dilarutkan dengan air suling sampai volumenya 700 ml. Selanjutnya diukur sampai pH 5 dengan ditambahkan asam asetat 0.2 M (11.4 ml asam asetat galcial/liter air) sedikit demi sedikit sampai akhirnya menjadi 1 liter larutan.

- Larutan SDS-TEA

Larutan natriumdodedihidrogen sulfat 1% dan trietanolamin 5% dibuat dalam air suling. Kemudian masing-masing dicampurkan dengan perbandingan 1:1

- Larutan FeCl3 0.01 M dalam asam korida 0.01 N

Ferriklorida ditimbang sebanyak 0.4055 g lalu dilarutkan HCl 0.01 N sampai volumenya menjadi 250 ml.

- Larutan Standar Bovine Serum Albumin (BSA)

Ditimbang sebanyak 100 mg BSA lalu dilarutkan dengan larutan buffer asetat pH 5, sampai volumenya menjadi 50 ml di dalam labu ukur. Larutan standar BSA ini berkonsentrasi 2 mg/ml.

b. Prosedur Analisis

Sebanyak 1 ml sampel dimasukkan kedalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 9.l methanol 50% dan diaduk dengan vorteks. Larutannya lalu dipipiet sebanyak 1 ml kedalam tabung reaksi yang lain dan ditambahkam 1 ml BSA. Setelah itu dibiarkan selama 20 menit di ruang pendingin (bertemperatur 5 0C), kemudian dipusingkan selama 15 menit dengan 3000 rpm. Cairannya dibuang dan endapannya dicuci menggunakan larutan buffer asetat pH 5 sebanyak 3 kali dengan meneteskan secara perlahan melalui dinding tabung reaksi. Endapan dilarutkan dengan 4 ml SDS-TEA dan ditambah 1 ml larutan FeCl3 dalam HCl. Campuran dikocok dengan vorteks lalu didiamkan selama 20 menit


(41)

pada temperatur kamar. Serapannya diukur pada panjang gelombang 510 m.

Larutan standar dibuat dengan melarutkan 50 mg asam tanat dengan Metanol absolut (konsentrasi 1 mg/ml). dibuat deret standar dengan cara memipet larutan induk di atas sebanyak 0, 1, 2, 3, 4, dan, 5 kemudian dijadikan 10 ml. larutan standar tersebut mempunyai konsentrasi 0; 0,1; 0,2; 0,3; 0,4; dan0,5 mg/ml. kemudian dipipet sebanyak 1 ml ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 1 ml larutan standar BSA berkonsentrasi 2 mg/ml, selanjutnya dilakukan cara kerja seperti pada sampel. Warna larutan yang diperoleh adalah ungu kehitaman.

c. Perhitungan

% Tanin = Faktor pengenceran X mg/ml sampel X 100% 2. Analisis Konsentrasi N-Amonia

Sampel yang berupa cairan rumen atau cairan yang diambil dari tabung fermentor pasca inkubasi dipusingkan dengan 5000 rpm pada suhu 5 0C selama 15 menit. Supernatan diambil untuk dianalisis.

Konsentrasi N-Amonia dalam cairan rumen ditentukan dengan metode mikridifusi Conway. Sebanyak 1 ml supernatan cairan rumen diletakan dalam salah satu sisi sekat cawan Conway dan pada sisi lainnya diletakan 1 ml larutan NaOH jenuh. Posisi cawan Conway diletakkan sedemikian rupa sehingga keduanya tidak tercampur sebelum cawan ditutup rapat. Pada bagian tengah diletakan 1 ml larutan asam borat berindikator methylene blue

(indikasi warna biru). Cawan lalu ditutup rapat dengan bantuan vaselin. Supernatan dan larutan NaOH jenuh dicampur rata dengan menggoyang cawan. Amonia yang dibebaskan dari reaksi akan ditangkap oleh asam borat, menjadi amonium borat. Perubahan dari asam borat menjadi amonium borat, terindikasi dengan terjadinya perubahan warna dari biru menjadi merah. Setelah 24 jam, amonium borat dititrasi dengan H2SO4 0.005 N sampai terjadi perubahan warna ke warna asalnya (biru). Kadar amonia dihitung dengan rumus berikut:


(42)

N-Amonia (mM) = jumlah ml H2SO4 X Nilai NH2SO4 X 1000 3. Prosedur Pencacahan Populasi Bakteri

Populasi bakteri rumen dihitung dengan menggunakan metode pencacahan koloni dimana yang diperhitungkan hanya bakteri hidup. Prinsip penghitungannya adalah cairan rumen diencerkan secara serial lalu dibiakan dalam media agar BHI dalam tabung Hungate.

Untuk keperluan pembiakan, diperlukan media tumbuh yang spesifik untuk semua jenis bakteri yang akan dibiakkan. Media tersebut terlebih dahulu disiapkan dengan prosedur sebagai berikut.

Bahan-bahan media dicampur dan dimasukkan ke dalam botol yang telah disterilkan dengan autoclave. Campuran tersebut dipanaskan perlahan-lahan sambil dialiri gas CO2 sampai terjadi perubahan warna coklat menjadi merah pada suhu 121 0C selama 15 menit dengan tekanan 1.2 kgf/cm2. Setelah siap digunakan untuk pembiakkan bakteri, media agar dimasukkan kedalam penangas air pada suhu 47 0C, yaitu suhu dimana agar belum memadat dan untuk waktu yang singkat tidak mematikan bakteri. Untuk setiap sampel cairan rumen dibutuhkan tiga tabung Hungate yang berisi media di atas.

Sampel yang berupa media kultur atau cairan rumen diencerkan terlebih dahulu dengan media pengenceran (Ogimoto & Imai, 1981). Pengenceran dilakukan sebagai berikut: 0.1 ml sampel dimasukkan kedalam 9.9 ml media pengenceran, selanjutnya dari tabung tersebut diambil 0.1 ml lagi dan dimasukkan kedalam 9.9 ml media pengenceran yang lain. Demikian seterusnya dilakukan hingga lima kali (lima seri tabung). Salanjutnya dari masing masing seri tabung pengenceran diambil sibanyak 0.1 ml untuk dimasukkan ke dalam media agar yang disimpan pada bak pemanas bersuhu 47 0C. Segera setelah dimasukkan tabung segera di putar dengan alat pemutar

(roller) pada posisi horizontal dengan dialiri air dingin supaya media agar cepat memadat dan membentuk lapisan tipis merata di dinding tabung bagian dalam. Selanjutnya tabung diinkubasi selama 3-7 hari pada suhu 39 0C. Pada


(43)

selang waktu itu di lapisan tipis agar itu terbentuk koloni-koloni bakteri yang tumbuh.

Apabila tabung seri yang kelima terdapat n koloni, maka jumlah bakteri sampel yang diamati adalah = n/0.1 × 1010 bakteri/ml.

Komposisi dan Prosedur Pembuatan Media

1. Media Khusus(Defined Media)

Larutan mineral I a) Larutan mineral II b)

Henin + 1,4 napthaquinone c) Trace elemen d)

Sodium karbonat 5% Resazurine 0,1% Amonium klorida Asam kasamino larutan VFA e) Larutan Vitamin f)

6.0 ml 6.0 ml 1.0 m l0.5 ml 1.5 ml 0.05 ml 0.375 g 0.15 g 0.31 ml 4.00 ml

Semua bahan (kecuali sodium karbonat dan larutan vitamin) dicampur dalam labu erlenmeyer dan ditambahkan air destilata sampai menjadi 91 ml. pH ditepatkan pada nilai 7.75 dengan menambahkan KOH 10 nM, lalu ditambahkan 5% sodium karbonat, dan terakhir ditambahkan larutan vitamin. a) Larutan mineral I:

K2HPO4 Aquades

592 g 500 ml b) Larutan mineral II:

KH2PO4 NaCl

MgSO4·7H2O MnCl2·4H2O CoCl2·6H2O

3.54 g 0.89 g 1.875 g 0.1 g 0.001 g


(44)

Na2SO4 CoCl2·2H2O Aqudes

4.15 g 1.596 g 500 ml c) Hemin + 1,4-naphthaquinone:

50 g hemin ditambah 10 mg 1,4-napthaquinone dilarutkan dalam 1 ml NaOH 1 N, lalu ditambahkan air desilata sampai mencapai volume 100 ml. d) Trace elemen:

ZnSOP4·7H2O H3BO3

Na2MoO4·2H2O NiCl2·6H2O CuSO4·5H2O Al2(SO4)3 FeSO4 Aqudes 10 g 10 g 10 g 5 g 5 g 2 g 10 g 100 ml e) VFA:

Asam asetat Asam propionat Asam n-butirat Asam n-butirat Asam n-valerat Asam i-valerat 17 ml 6 ml 4 ml 1 ml 1 ml 1 ml f) Larutan vitamin

Biotin Asam folat

Asam para aminobensoat Sianokobalamin Ca-panthotenat Nikotinamid Riboflavin Thiamin-HCL 2.5 mg 2.5 mg 2.5 mg 2.5 mg 20 mg 20 mg 20 mg 20 mg


(45)

Pyrydoxamine Asam lipoik Aquades 20 mg 2 mg 300 ml 2. Media Brain Heart Infusion (BHI)

BHI powder Glukosa Selobiosa Pati Cystein Hemin (0.05%) 3.7 g 0.005 g 0.005 g 0.005 g 0.005 g 2.5 ml 3. Larutan Mc Dougall

a. Larutan mineral mikro CaCl2·2H2O

MnCl2·4H2O CoCl2·6H2O FeCl3·6H2O Aquades 13.2 g 10 g 1 g 8 g 100 ml b. Buffer rumen

NH4HCO3 NaHCO3 Aquadest

4 g 35 g 1000 ml c. Larutan mineral makro

Na2HPO4 KH2PO4 MgSO4·7H2O Aquades

5.7 g 6.2 g 0.6 g 1000 ml d. Resazurin 0.1%

e. Larutan pereduksi NaOH 1N

Na2S·9H2O Aquadest

4 ml 635 ml 95 ml


(46)

f. Pembuatan:

400 ml aquades, 200 ml buffer rumen, 200 ml larutan makro, 0.1 ml larutan mikro, 1 ml resazurin, dan 40 ml larutan pereduksi dicampurkan. Jumlah komposisi ini untuk mendapatkan larutan Mc Dougall sebanyak 841.1 ml. Campuran ini kemudian dialiri gas CO2 secara terus menerus hingga warna asal campuran yang berwarna merah akan berubah menhadi tidak berwarna (bening).

4. Media Pengenceran Larutan mineral I a) Larutan mineral II b) Cystein-HCl·H2O Na2CO3

Resazurin 0.1% Aquades

7.5 ml 7.5 ml 0.05 g 0.3 g 0.1 ml 100 ml a) Larutan mineral I

K2HPO4 Aquades

0.6 ml 100 ml b) Larutan mineral II

NaCl (NH4)2SO4 KH2PO4 CaCl2

MgSO4·7H2O Aquades

1.2 g 1.2 g 0.6 g 0.12 g 0.25 g 100 ml


(47)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian I

Pengujian Mikroba Rumen Kambing PEK terhadap Kecernaan Kaliandra in Vitro

Pengujian mengenai kemampuan mikroorganisme rumen kambing PEK dalam memanfaatkan pakan kaliandra, yang didekati dengan pengamatan skala laboratorium melalui percobaan in vitro, memperoleh hasil yang diperlihatkan pada tabel berikut .

Tabel 4. Nilai rataan kecernaan zat makanan kaliandra (%) in vitro dari perlakuan sumber cairan rumen sebagai sumber inokulum mikroba Per

la ku an

Kecernaan Zat Makanan

Bahan Kering Bahan Organik Protein NDF ADF

Stage 1 Stage 2 Stage 1 Stage 2 Stage 1 Stage 2 Stage 1 Stage 1

Kp 38.84a 49.06a 34.27a 43.65b 73.69a 80.48a 65.09a 5966a

Ko 31.99b 43.08abc 30.64ab 36.58ab 41.26b 60.10b 61.68ab 58.19a

Ap 27.54bc 43.47ab 26.77bc 38.22ab 72.66a 75.86a 60.41ab 54.81ab

Ao 23.84bc 34.13bc 22.85c 29.17b 28.35bc 57.85bc 58.18abc 52.92ab

Rp 29.44bc 41.82abc 29.62b 43.47a 63.02a 73.78a 55.93bc 49.98b

Ro 22.98c 29.63c 23.22c 36.00ab 23.85c 52.80c 52.53c 42.88c

Keterangan : Huruf yang sama kearah kolom menunjukan tidak berbeda nyata (P>0.01) menurut Uji Jarak Berganda Duncan. Kp: Cairan rumen kambing PEK dengan pemberian poly ethilene glicol (PEG). Ko: Cairan rumen kambing PEK tanpa pemberian PEG. Ap : Cairan rumen asal kambing yg diadaptasikan pakan kaliandra dengan pemberian PEG. Ao : Cairan rumen asal kambing yg diadaptasikan pakan kaliandra tanpa pemberian PEG. Rp : Cairan rumen asal kambing berpakan rumput gajah dengan pemberian PEG. Ro : Cairan rumen asal kambing berpakan rumput gajah dengan tanpa pemberian PEG.

Dari hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara sumber cairan rumen dan penambahan PEG. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada keterkaitan yang bersifat interaktif di antara keduanya, oleh karena itu


(48)

pembahasan difokuskan pada perbedaan di antara sumber cairan rumen tanpa PEG (Ko, Ao, dan Ro) dan pengaruh penambahan PEG dari setiap sumber cairan rumen terhadap kecernaan.

Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik

Kecernaan bahan kering pada stage 1 perlakuan Ko tidak nyata (P>0.01) lebih tinggi dari Ao, akan tetapi nyata (P<0.01) lebih tinggi dari Ro. Selanjutnya Ao tidak nyata (P>0.01) lebih tinggi daripada Ro. Sedangkan perbedaan kecernaan bahan kering pada stage 2, diantara perlakuan Ko, Ao, dan Ro tidak menunjukan perbedaan hasil yang nyata (P>0.01).

Kecernaan bahan organik pada stage 1 perlakuan Ko nyata (P<0.01) lebih tinggi dari Ao dan Ro, sedangkan Ao tidak nyata (P>0.01) lebih tinggi daripada Ro. Perbedaan kecernaan bahan organik pada stage 2, diantara perlakuan Ko, Ao, dan Ro tidak menunjukan perbedaan hasil nyata (P>0.01).

Peningkatan kecernaan bahan kering dan bahan organik pada stage 1 dari ketiga sumber cairan rumen ini terjadi secara bertahap (gradual) dari Ro ke Ao hingga ke Ko. Data-data ini mencerminkan bahwa pemanfaatan bahan kering kaliandra oleh mikroba rumen kambing asal Kaligesing lebih baik (lebih tinggi) daripada kambing-kambing yang tidak biasa mengkonsumsi kaliandra. Sedang pengadaptasian dalam waktu yang tertentu (lebi dari 6 bulan) dapat meningkatkan pemanfaatan zat makanan kaliandra namun belum memperlihatkan hasil memuaskan (signifikan). Kecernaan bahan organik pada stage 1 pada perlakuan Ko memberikan hasil lebih baik dari bahan keringnya (Kecernaan bahan organik Ko nyata (P<0.01) lebih tinggi dari Ao, sedangkan kecernaan bahan keringnya tidak nyata (P>0.01), ini memberikan gambaran bahwa fraksi-fraksi utama zat makanan kaliandra lebih banyak dimanfaatkan oleh mikroba rumen kambing asal Kaligesing ini dan sedikit memanfaatkan fraksi mineral.

Percobaan in Vitro ini merupakan miniatur proses pencernaan ruminansia, dan pada stage 1 merupakan miniatur proses fermentatif rumen. Dalam proses fermentatif zat makanan (substrat) dicerna oleh enzim-enzim mikroba, kecuali kelarutannya dalam cairan rumen. Oleh karena itu tercernanya zat makanan dalam


(49)

proses ini adalah hasil kerja mikroba. Aktivitas kerja mikroba terhadap substrat dalam rumen sangat berpengaruh terhadap nilai kecernaan substrat, oleh karena itu perbedaan kecernaan bahan kering dan bahan organik dari sumber cairan rumen itu adalah cerminan perbedaan kemampuan mikroba dalam mencerna substrat kaliandra. Adaptasi yang lama dalam mengkonsumsi kaliandra dalam proporsi pemberian besar dan berlangsung dari generasi ke generasi seperti kambing asal Kaligesing ini, merupakan faktor penyebab efisiensinya mikroba dalam mencerna substrat kaliandra. Selain itu mikroba semakin tahan terhadap kehadiran tanin, bahkan bukan suatu yang mustahil akan terdapat mikroba spesifik (tertentu) yang mampu melepaskan ikatan kompleks-tanin dari zat makanannya, sehingga zat makanan tersebut dapat didegradasi menjadi metabolit yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan mikroba dan induk semangnya, atau bahkan mampu memanfaatkan fraksi tanin.

Peningkatan kecernaan mengindikasikan peningkatan terbentuknya metabolit-metabolit produk akhir dan intermedier. Metabolit-metabolit tersebut dimanfaatkan untuk kebutuhan mikroba dan induk semangnya. Pemanfaatkan metabolit oleh mikroba selain untuk keperluan hidupnya juga dipergunakan untuk meningkatkan populasinya. Mikroba adalah sumber protein induk semangnya yang diserap di saluran pencernaan pasca rumen.

Kecernaan bahan kering dan bahan organik pada stage 2 secara kuantitatif meningkat bertahap dari Ro ke Ao lalu ke Ko, namun peningkatan itu tidak memberikan hasil signifikan ( P>0.01). Pada stage ini ternyata fraksi zat makanan yang terikat tanin pada Ao dan Ro dapat terhidrolis pada pencernaan pasca rumen sehingga kecernaan meningkat secara nyata. Hal ini di perkirakan karena tanin mempunyai sifat dapat terhidrolis pada pH lebih dari 8 dan kurang dari 3 (Leinmuller et al. 1991), sedangkan pada abomasum pH berkisar pada nilai 2. Pada stage 2 percobaan in vitro ini menyebabkan pH rendah adalah HCl 6 N.

Walaupun kecernaan bahan kering dan bahan organik kaliandra tidak nyata (P>0.01) pada stage 2 dari setiap sumber cairan rumen (Ko, Ao dan Ro), namun hasil Ko yang lebih tinggi (P<0.01) dari Ro pada stage 1 akan memberikan keuntungan yang lebih baik karena zat makanan yang tercerna di rumen akan


(50)

menghasilkan produk-produk senyawa sederhana yang merupakan sumber energi mikroba dan induk semang. Oleh karena itu kebutuhan energi induk semang (ternak ruminansia) akan lebih tersedia, karena energi ternak ruminansia berasal dan berawal dari rumen.

Kecernaan Protein

Kecernaan protein pada stage 1 dan stage 2 memperlihatkan kecenderungan yang sama yaitu perlakuan Ko tidak nyata(P>0.01) lebih tinggi dari Ao, akan tetapi nyata (P<0.01) lebih tinggi dari Ro. Selanjutnya Ao tidak nyata (P>0.01) lebih tinggi daripada Ko.

Kemampuan mikroba rumen kambing PE asal Kaligesing dalam mencerna protein kaliandra yang tinggi menunjukan bahwa fraksi protein yang terikat tanin lebih banyak terpisahkan, sehingga fraksi protein lebih banyak tercerna. Keadaan yang demikian memberikan peluang proses sintesis protein mikrobial yang lebih banyak dan lebih mendukung peningkatan populasinya. Peningkatan populasi mikroba mendukung pasokan asam amino yang lebih lengkap daripada asam amino tanaman kaliandra itu sendiri, karena mikroba mampu mensintesis kebutuhan asam aminonya.

Nilai kecernaan protein dari Ko pada stage 2 berbeda nyata (P<0.01) lebih tinggi dengan Ro, hal ini berbeda dengan kecernaan bahan kering dan bahan organiknya, yakni Ko tidak berbeda nyata (P>0.01) lebih tinggi dari Ro. Kenyataan ini menunjukan bahwa fraksi protein yang tidak tercerna pada stage 1 dari masing-masing sumber cairan rumen meningkat pada kisaran yang sama antara 20-25%. Peningkatan kecernaan protein dari stage 1 ke stage 2 menunjukan bahwa terdapat bagian tertentu dari protein kaliandra yang tidak diserang oleh mikroba atau tidak diperlukan oleh mikroba namun dapat dicerna pada saluran pencernaan pasca rumen (stage 2). Peningkatan gradual dari Ro ke Ao lalu ke Ko, diperkirakan terjadi peningkatan pemanfaatan fraksi dari protein yang tidak dapat dipecah di pasca rumen.


(51)

Kecernaan NDF dan ADF memperlihatkan kecenderungan yang sama yaitu perlakuan Ko tidak nyata (P>0.01) lebih tinggi dari Ao, akan tetapi Ko dan Ao nyata (P>0.01) lebih tinggi dari Ro.

Fraksi serat kaliandra dapat cepat diadaptasi oleh mikroba rumen kambing dalam waktu relatif singkat (Ao) sehingga hasilnya nyata (P<0.01) lebih tinggi dari Ro, dan adaptasi yang lebih lama dari Ko sedikit sekali peningkatannya sehingga hasilnya tidak nyata (P>0.01) lebih tinggi dari Ao.

Dari data ini terlihat bahwa kecernaan fraksi NDF dan ADF sedikit sekali dipengaruhi oleh tanin, dimana terlihat pada pemberian PEG tidak menunjukkan peningkatan nyata (P>0.01) dari semua sumber cairan rumen.

Penambahan PEG pada Sumber Cairan Rumen

Pemberian PEG merupakan perlakuan kimia yang paling efektif pada saat ini dalam mengatasi pengaruh buruk senyawa tanin yang dikonsumsi ternak ruminansia. PEG bersifat mengikat tanin hingga tanin tidak berkesempatan membentuk kompleks dengan zat-zat makanan. Akan tetapi PEG ini berupa bahan kimia sehingga mempunyai kelemahan yaitu selain tidak ekonomis (penggunaan terus menerus dan harganya relatif mahal) juga dikhawatirkan mempunyai efek samping yang kurang baik dalam penggunaan yang lama.

Berkaitan dengan ini, tujuan penambahan PEG pada setiap sumber cairan rumen bertujuan untuk mengharapkan hasil kecernaan yang sama dengan tanpa pemberian PEG atau bahkan melampauinya. Dari hasil penelitian ini ternyata nilai rata-rata semua peubah kecernaan zat makanan dari sumber yang diberi PEG (Kp, Ap, dan Rp) meningkat dibandingkan dengan yang tidak diberi PEG (Ko, Ao dan Ro). Hal ini menunjukan bahwa PEG mampu meningkatkan nilai kecernaan zat makanan, namun yang nyata (P<0.01) berbeda terjadi pada perubahan kecernaan protein untuk sumua sumber cairan rumen, kecernaan bahan kering pada stage 1 untuk sumber cairan rumen K, kecernaan bahan organik stage 1 untuk sumber cairan rumen R, dan kecernaan ADF untuk sumber cairan rumen R.

Senyawa tanin paling mudah bereaksi dengan senyawa protein dibanding senyawa zat makanan lainnya, maka dengan kehadiran PEG yang terbukti efektif


(52)

mengikat tanin menyebabkan senyawa protein lebih banyak berkesempatan untuk dicerna. Dari hasil ini membuktikan PEG ini berperan paling efektif dalam melindungi senyawa protein makanan terhadap aksi negatif tanin. Penambahan PEG ternyata tidak nyata nyata (P>0.01) meningkatkan kecernaan zat NDF dan ADF. Fraksi-fraksi zat makanan ini merupakan bagian terbesar dalam pakan kaliandra, oleh kerena itu kecernaan total zat makanan yang ditujukan kecernaan bahan kering dan bahan organik yang juga hasilnya tidak nyata (P>0.01)

Dengan demikian potensi mikroorganisme rumen kambing PE asal Kaligesing belum maksimal dapat mengatasi secara alami kendala penghambat pencernaan oleh tanin dalam memanfaatkan zat-zat makanan kaliandra, terutama protein. Beberapa alasan yang dapat menjawab hal itu yaitu : (1) kambing-kambing di wilayah Kaligesing tidak sepenuhnya terlokalisir, kerena proses perdagangan ternak memungkinkan masuknya ternak-ternak dari luar wilayah tersebut yang menyebabkan tidak konsistennya proses adaptasi; (2) pengenalan kaliandra di Kaligesing mulai tahun 1982 dan sampai saat penelitian telah melewati waktu 14-15 tahun, waktu yang sedemikian sangat singkat untuk proses evolusi, sehingga mikroba belum terspesialisasi dengan baik; (3) berdasarkan pengamatan dan informasi dari peternak langung di lapangan, peran kaliandra sebagai pakan ternak mereka bukan sebagai pakan unggulan, tetapi pakan yang berfungsi sebagai penambah atau pengganti di kala pakan unggulan (gamal, berbagai dedaunan, dan rumput) tidak tersedia dengan baik. Keunggulan tanaman kaliandra yang tahan penyakit dan tahan kekeringan menyebabkan peran kaliandra akan meningkat pada saat musim kemarau. Dengan demikian presentasi pemberian kaliandra pada ternak berfluktuatif. Subandriyo et al. (1996) melaporkan bahwa pemberian kaliandra di daerah Kaligesing dapat mencapai 60%. Melihat ini kaliandra dalam rumen ternak tidak konsisten sebagai habitat mikroba sehingga proses evolusi mikroba dalam menghadapi kendala tanin dalam kaliandra kurang konsisten.

Hasil kecernaan kaliandra yang meningkat pada cairan rumen kambing asal Kaligesing yang diberi PEG (Kp), belum memberikan harapan langkah kemajuan yang berarti dalam mengatasi permasalahan pengaruh buruk senyawa tanin dalam


(53)

pakan kaliandra. Hasil ini tidak cukup kuat untuk mengklaim bahwa mikroba asal kambing asal kaligesing itu benar-benar istimewa. Namun demikian cairan rumen kambing asal kaligesing (Ko) memberikan peningkatan kecernaan zat makanan secara gradual dari kontrolnya (Ao dan Ro). Hal ini memberikan harapan optimis bahwa mikroba rumen kambing asal kaligesing mempunyai potensi yang baik dalam memanfaatkan solusi dari masalah pengaruh buruk tanin dapat dikembangkan lebih lanjut dalam lingkup rekayasa mikrobiologi. Walaupun hasilnya kurang efektif dibanding penambahan PEG, upaya yang dimaksud diharapkan lebih efisien dan alami.

Penelitian II

Isolasi bakteri Rumen kambing PEK

Penggunaan asam tanat secara langsung dimaksudkan untuk memperoleh isolat bakteri yang tahan pada tanin berkonsentrasi tinggi. Pada level 3% asam tanat, tidak di peroleh koloni bakteri yang tumbuh ketika dibiakkan pada media agar BHI. Ini menunjukkan bahwa bakteri mengalami kematian pada level tersebut. Level tanin yang mampu ditoleransi secara langsung oleh bakteri adalah 2%. Dengan demikian diperoleh isolat bakteri rumen kambing asal Kaligesing yang mampu langsung hidup pada keberadaan asam tanin tertinggi adalah 2%.

Dari prosedur isolasi diperoleh empat jenis isolat bakteri dengan notasi IK1, IK2, IK3, IK4. Karakteristik visual yang diamati pada koloni yang tumbuh pada media agar diperlihatkan pada Tabel 5.

Dari hasil isolasi ini ketika dilakukan penyimpanan ternyata isolat IK mengalami kematian sehingga stock isolat hanya diperoleh tiga isolat saja yaitu isolat IK2, IK3, dan IK4.


(54)

Tabel 5. Karakteristik visual isolat bakteri rumen kambing PEK Isolat

Bakteri

Bentuk dan Warna Ukuran relatif Kemampuan hidup pada level

Asam tanat

IK1 Ukuran besar Hidup pada level

asam tanat 2%

1K2 Ukuran kecil Hidup pada level

asam tanat 1,5%

1K3 Ukuran besar Hidup pada level

asam tanat 1,5%

1K4 Ukuran kecil Hidup pada level

asam tanat 1,5%

Hasil karakteristik lanjutan ketiga bakteri ini diperlihatkan pada Tabel 6. Berdasarkan karakteristik pada Tabel 6, maka semua isolat merupakan bakteri gram negatif yang mempunyai bentuk morfologi coccus. Semua isolat merupakan jenis bakteri proteolitik. Semua isolat responsif terhadap sumber karbon glukosa, fruktosa, galaktosa, sukrosa, maltosa, selebiosa, dan laktosa. Semua isolat tidak mampu memanfaatkan sumber karbon selulosa. Sedang isolat IK4 kurang responsif terhadap pati dibandingkan dua isolat lainyya. Semua isolat sangat kurang responsif terhadap sumber karbon xylosa.

Isolat IK4 mempunyai keunggulan dibanding kedua isolat lainnya karena dia tumbuh (walaupun tak mampu membeningkan) dalam media agar bertanin 1%, baik pada asan tanat maupun tanin terkondensasi.


(1)

Lampiran 7. Analisis ragam data kecernaan zat makanan (%) in vitro stage 1 dari perlakuan inokulasi isolat bakteri rumen kambing asal Kaligesing dalam ekosistem rumen kambing berpakan rumput gajah (penelitian IV tahap 1)

Analisis ragam data kecernaan bahan kering (%)

Sumber Keragaman DB JK KT Fhit F0.05 F0.01

Kelompok Perlakuan Galat Total

2 3 6 11

125.98 2.65 4.29 132.93

62.99 0.88 0.71

88.01** 1.23

5.14 4.76

10.92 9.76

Analisis ragam data kecernaan bahan organik (%)

Sumber Keragaman DB JK KT Fhit F0.05 F0.01

Kelompok Perlakuan Galat Total

2 3 6 11

63.37 11.44 6.25 81.06

31.68 3.81 1.04

30.39 3.65

5.14 4.76

10.92 9.76


(2)

Lampiran 8. Analisis ragam kecernaan bahan kering (%) in vitro stage 1 dan 2 dari perlakuan inokulasi isolat bakteri dalam ekosistem rumen kambing berpakan rumput gajah (penelitian IV tahap 2)

Analisis ragam data kecernaan bahan kering (%) pada stage 1

Sumber Keragaman DB JK KT Fhit F0.05 F0.01

Kelompok Perlakuan Galat Total 2 4 8 14 13.5984 53.8461 126.9286 194.3732 6.7992 13.4615 15.8661 0.4285 0.8484 4.46 3.84 8.65 7.01

Analisis ragam data kecernaan bahan kering (%) pada stage 2

Sumber Keragaman DB JK KT Fhit F0.05 F0.01

Kelompok Perlakuan Galat Total 2 4 8 14 27.16 219.16 6.07 252.39 13.58 54.79 0.75 17.89** 72.21** 4.46 3.84 8.65 7.01

Analisis ragam data kecernaan bahan organik (%) pada stage 1

Sumber Keragaman DB JK KT Fhit F0.05 F0.01

Kelompok Perlakuan Galat Total 2 4 8 14 7.19 16.54 109.63 133.37 3.59 4.13 13.70 0.26 0.30 4.46 3.84 8.65 7.01

Analisis ragam data kecernaan bahan organik (%) pada stage 2

Sumber Keragaman DB JK KT Fhit F0.05 F0.01

Kelompok Perlakuan Galat Total 2 4 8 14 60.43 1388.76 23.44 222.64 30.22 34.69 2.93 10.31** 11.83** 4.46 3.84 8.65 7.01

Keterangan: * **

= Nyata pada P<0.05 = Nyata pada P<0.01


(3)

Lampiran 9. Analisis ragam data nilai pH in vitro stage 1 dari perlakuan inokulasi isolat dalam ekosistem rumen kambing berpakan rumput gajah (penelitian IV tahap 2)

Analisis ragam data nilai pH pada waktu inkubasi 0 jam

Sumber Keragaman DB JK KT Fhit F0.05 F0.01

Perlakuan Galat Total

5 9 14

0.01264 0.0272 0.03984

0.0025 0.0030

0.83 3.48 6.06

Analisis ragam data nilai pH pada waktu inkubasi 3 jam

Sumber Keragaman DB JK KT Fhit F0.05 F0.01

Perlakuan Galat Total

5 9 14

0.0021 0.0048 0.0069

0.0004 0.0005

0.78 3.48 6.06

Analisis ragam data nilai pH pada waktu inkubasi 6 jam

Sumber Keragaman DB JK KT Fhit F0.05 F0.01

Perlakuan Galat Total

5 9 14

0.0059 0.0423 0.0482

0.0012 0.0047


(4)

Lampiran 10. Analisis ragam data nilai NH3 (mM) in vitro stage 1 dari perlakuan

inokulasi isolat dalam ekosistem rumen kambing berpakan rumput gajah (penelitian IV tahap 2)

Analisis ragam data nilai NH3 (mM) pada waktu inkubasi 0 jam

Sumber Keragaman DB JK KT Fhit F0.05 F0.01

Perlakuan Galat Total

5 9 14

11.57 2.70 14.27

2.31 0.30

7.71** 3.48 6.06

Analisis ragam data nilai NH3 (mM) pada waktu inkubasi 3 jam

Sumber Keragaman DB JK KT Fhit F0.05 F0.01

Perlakuan Galat Total

5 9 14

11.52 44.57 56.10

2.30 4.95

0.46 3.48 6.06

Analisis ragam data nilai NH3 (mM) pada waktu inkubasi 6 jam

Sumber Keragaman DB JK KT Fhit F0.05 F0.01

Perlakuan Galat Total

5 9 14

22.02 23.77 45.80

4.40 2.64

1.66 3.48 6.06

Keterangan: * **

= Nyata pada P<0.05 = Nyata pada P<0.01


(5)

RINGKASAN

ATUN BUDIMAN. Isolasi Bakteri Rumen Kambing Asal Kaligesing dan Pengaruh Inokulasinya terhadap Kecernaan Kaliandra (Calliandra calothyrsus) pada Rumen Kambing. SURYAHADI, KOMANG G. WIRYAWAN, dan BUDI TANGENDJAJA.

Legum kaliandra (Calbandra calothyrsus) merupakan salah satu tanaman pakan yang potensial karena produksi hijauannya termasuk tinggi dibanding tanaman pakan legume lainnya, juga memberi pasokan hijauan yang berkesinambungan karena kaliandra tetap tumbuh baik di musim kemarau.

Keunggulan kaliandra yang disebutkan di atas pemanfaatannya untuk ternak ruminansia belum optimal karena terhambat oleh terkandungnya senyawa anti nutrisi tanin pada tanaman ini. Tanin dapat berikatan dengan zat makanan yang menyebabkan zat makanan sukar dicerna oleh enzim-enzim saluran pencernaan ataupun enzim-enzim ekstraselular mikroba rumen.Berkaitan dengan itu diperoleh informasi bahwa kambing-kambing Peranakan Etawa (PE) di Desa Pandanrejo Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo Jawa Tengah sejak tahun 1982 biasa diberi pakan kaliandra dengan proporsi pemberiannya hingga mencapai 60%. Dari informasi ini mendasari pemikiran untuk mengisolasi mikroba rumennya.

Penelitian pertama dilakukan yaitu melakukan pengujian mikroba dalam cairan rumen kambing peranakan Etawa asal Kaligesing (PEK) terhadap kemampuannya mencerna kaliandra secara in vitro. Cairan rumen kambing PEK dibandingkan dengan cairan rumen kambing yang telah diadaptasi dengan kaliandra selama 6 bulan (A), dan cairan rumen dari kambing berpakan rumput gajah sebagai kontrolnya. Masing-masing carian rumen diberi dan tidak diberi poly ethylene glycol (PEG). Peubah kecernaan diukur pada dua stage yaitu tahap fermentasi di rumen (stage 1) dan tahap hidrolisis enzimatis di pasca rumen (stage 2). Berdasarkan pengamatan peubah kecernaan disimpulkan bahwa mikroba yang terdapat pada cairan rumen kambing PEK lebih tinggi dari cairan rumen kambing A dan kontrolnya. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan mikroba kambing PEK secara terintegrasi unggul dalam mencerna kaliandra. Dengan penambahan PEG, masing-masing cairan rumen meningkat kecernaannya dibanding tanpa pemberian, hal ini menyimpulkan bahwa mikroba dalam kambing PEK belum maksimal dalam mencerna kaliandra. Kandungan tannin dalam kaliandra belum sepenuhnya teratasi oleh mikroba rumen kambing PEK.

Penelitian kedua adalah melakukan isolasi dan pemurnian mikroba -dalam hal ini adalah bakteri- yang berasal dari kambing PEK. Cairan rumen diambil lalu dimasukan dalam media cair brain heart infusion (BHI) yang mengandung beberapa tingkat asam tanat (1%, 1.5%, 2%, dan 3%) selanjutnya dibiakkan selama 24 jam. Hasil biakan selanjutnya dibiakkan kembali selama 2-3 hari pada media agar BHI untuk memperoleh pertumbuhan koloni bakteri. Berdasarkan pengamatan visual diperoleh 4 isolat bakteri yang diberi notasi penamaannya IK1,


(6)

IK2, IK3, IK4. Keempat isolat tersebut selajutnya dilakukan pemurnian dan akhirnya disimpan sebagai stock. Pada saat akan dilakukan pengujian karakteristik, isolat IK1 tidak dapat tumbuh lagi, sehingga hanya tiga isolat yang bisa dilanjutkan pengujiannya. Isolat-isolat tersebut kemudian diuji karakteristiknya berdasarkan morfologi, jenis gram, aktivitas clearing, aktivitas proteolitik, dan kemapuan memanfaatkan jenis-jenis sumber karbon. Berdasarkan pengujian karakteristik ini, ternyata isolat IK 4 mempunyai nilai lebih dibanding dua isolat lainnya.

Penelitian ketiga adalah pengujian kemampuan ketiga isolat dalam mencerna tanin serta menganalisis produk metabolit berupa senyawa fenolat. Data diamati secara seri waktu (time series). Hasil pengujian menunjukkan bahwa ketiga isolate mampu mendegradasi tannin dan IK4 berkemampuan terbaik dibanding dua isolat lainnya.

Penelitian keempat adalah menginokulasi ketiga isolat tersebut ke dalam sistem rumen kambing yang tidak pernah mengkonsumsi kaliandra terhadap kecernaan kaliandra. Hasilnya bahwa nilai kecernaannya tidak mengalami peningkatan. Beberapa penjelasan mengenai ini di antaranya adalah bakteri yang diisolasi tidak dapat bekerja sendiri, diduga mekanisme pencernaan kaliandra pada kanbing PEK merupakan aksi kesatuan yang terintegrasi bersama-sama bakteri lainnya yang terdapat pada rumen kambing PEK.