Isolasi bakteri rumen kambing asal kaligesing dan pengaruh inokulasinya terhadap kecernaan kaliandra (Calliandra calothyrsus) pada rumen kambing

ISOLASI BAKTERI RUMEN KAMBING ASAL KALIGESING
DAN PENGARUH INOKULASINYA TERHADAP
KECERNAAN KALIANDRA (Calliandra calothyrsus) PADA
RUMEN KAMBING

ATUN BUDIMAN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Isolasi Bakteri Rumen Kambing Asal
Kaligesing dan Pengaruh Inokulasinya terhadap Kecernaan Kaliandra (Calliandra
Calothyrsus) pada Rumen Kambing adalah karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Maret 2011

Atun Budiman
NIM PTK 95055

ABSTRACT
ATUN BUDIMAN. Microbe Isolation of Kaligesing Goat Rumen and It’s
Inoculation effect to Goat Rumen on digestibility of Calliandra (Calliandra
calothyrsus). Under direction of SURYAHADI, KOMANG G. WIRYAWAN,
and BUDI TANGENDJAJA.
Research on the Isolation of tannin-digesting bacteria from the Kaligesing
goat rumen and test its ability to digest tannin has been done. Isolates were
obtained and then inoculated in the rumen systems goat who never consume
calliandra. The study was conducted from February 1997 until September 1998.
The study was conducted in four stages of research. First study, evaluating the
potential of microbes in the rumen fluid of Kaligesing goats on digestibility of
calliandra in vitro. A second study, bacteria isolated from Kaligesing goat rumen.
A third study, evaluating the isolates in digesting tannin. The fourth study,
inoculation of isolates into the rumen systems goat who never consume calliandra
on digestibility calliandra in vitro. The first research results indicate that the

microbes in the Kaligesing rumen goat capable of significantly better microbes
digest calliandra of rumen fluid from calliandra adapted goats and goats who do
not eat calliandra. The result of the second study yielded four isolates notated IK1,
IK2, IK3, and IK4. The IK1 isolate die during the storage process. The third study
results showed that all three isolates are able to digest condensed tannins in
defined culture media. The fourth study showed that inoculation of goat rumen
isolates in the system who never consume caliandra not meet expectations can
enhance significantly on digestibility caliandra in vitro.
Keywords: calliandra, tannin, isolate, inoculation, digestibility

RINGKASAN
ATUN BUDIMAN. Isolasi Bakteri Rumen Kambing Asal Kaligesing dan
Pengaruh Inokulasinya terhadap Kecernaan Kaliandra (Calliandra calothyrsus)
pada Rumen Kambing. SURYAHADI, KOMANG G. WIRYAWAN, dan BUDI
TANGENDJAJA.
Legum kaliandra (Calbandra calothyrsus) merupakan salah satu tanaman
pakan yang potensial karena produksi hijauannya termasuk tinggi dibanding
tanaman pakan legume lainnya, juga memberi pasokan
hijauan yang
berkesinambungan karena kaliandra tetap tumbuh baik di musim kemarau.

Keunggulan kaliandra yang disebutkan di atas pemanfaatannya untuk ternak
ruminansia belum optimal karena terhambat oleh terkandungnya senyawa anti
nutrisi tanin pada tanaman ini. Tanin dapat berikatan dengan zat makanan yang
menyebabkan zat makanan sukar dicerna oleh enzim-enzim saluran
pencernaan ataupun enzim-enzim ekstraselular mikroba rumen.Berkaitan
dengan itu diperoleh informasi bahwa kambing-kambing Peranakan Etawa (PE) di
Desa Pandanrejo Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo Jawa Tengah
sejak tahun 1982 biasa diberi pakan kaliandra dengan proporsi
pemberiannya hingga mencapai 60%. Dari informasi ini mendasari
pemikiran untuk mengisolasi mikroba rumennya.
Penelitian pertama dilakukan yaitu melakukan pengujian mikroba dalam
cairan rumen kambing peranakan Etawa asal Kaligesing (PEK) terhadap
kemampuannya mencerna kaliandra secara in vitro. Cairan rumen kambing PEK
dibandingkan dengan cairan rumen kambing yang telah diadaptasi dengan
kaliandra selama 6 bulan (A), dan cairan rumen dari kambing berpakan rumput
gajah sebagai kontrolnya. Masing-masing carian rumen diberi dan tidak diberi
poly ethylene glycol (PEG). Peubah kecernaan diukur pada dua stage yaitu tahap
fermentasi di rumen (stage 1) dan tahap hidrolisis enzimatis di pasca rumen (stage
2). Berdasarkan pengamatan peubah kecernaan disimpulkan bahwa mikroba yang
terdapat pada cairan rumen kambing PEK lebih tinggi dari cairan rumen kambing

A dan kontrolnya. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan mikroba kambing
PEK secara terintegrasi unggul dalam mencerna kaliandra. Dengan penambahan
PEG, masing-masing cairan rumen meningkat kecernaannya dibanding tanpa
pemberian, hal ini menyimpulkan bahwa mikroba dalam kambing PEK belum
maksimal dalam mencerna kaliandra. Kandungan tannin dalam kaliandra belum
sepenuhnya teratasi oleh mikroba rumen kambing PEK.
Penelitian kedua adalah melakukan isolasi dan pemurnian mikroba -dalam
hal ini adalah bakteri- yang berasal dari kambing PEK. Cairan rumen diambil lalu
dimasukan dalam media cair brain heart infusion (BHI) yang mengandung
beberapa tingkat asam tanat (1%, 1.5%, 2%, dan 3%) selanjutnya dibiakkan
selama 24 jam. Hasil biakan selanjutnya dibiakkan kembali selama 2-3 hari pada
media agar BHI untuk memperoleh pertumbuhan koloni bakteri. Berdasarkan
pengamatan visual diperoleh 4 isolat bakteri yang diberi notasi penamaannya IK1,

IK2, IK3, IK4. Keempat isolat tersebut selajutnya dilakukan pemurnian dan
akhirnya disimpan sebagai stock. Pada saat akan dilakukan pengujian
karakteristik, isolat IK1 tidak dapat tumbuh lagi, sehingga hanya tiga isolat yang
bisa dilanjutkan pengujiannya. Isolat-isolat tersebut kemudian diuji
karakteristiknya berdasarkan morfologi, jenis gram, aktivitas clearing, aktivitas
proteolitik, dan kemapuan memanfaatkan jenis-jenis sumber karbon. Berdasarkan

pengujian karakteristik ini, ternyata isolat IK 4 mempunyai nilai lebih dibanding
dua isolat lainnya.
Penelitian ketiga adalah pengujian kemampuan ketiga isolat dalam
mencerna tanin serta menganalisis produk metabolit berupa senyawa fenolat. Data
diamati secara seri waktu (time series). Hasil pengujian menunjukkan bahwa
ketiga isolate mampu mendegradasi tannin dan IK4 berkemampuan terbaik
dibanding dua isolat lainnya.
Penelitian keempat adalah menginokulasi ketiga isolat tersebut ke dalam
sistem rumen kambing yang tidak pernah mengkonsumsi kaliandra terhadap
kecernaan kaliandra. Hasilnya bahwa nilai kecernaannya tidak mengalami
peningkatan. Beberapa penjelasan mengenai ini di antaranya adalah bakteri yang
diisolasi tidak dapat bekerja sendiri, diduga mekanisme pencernaan kaliandra
pada kanbing PEK merupakan aksi kesatuan yang terintegrasi bersama-sama
bakteri lainnya yang terdapat pada rumen kambing PEK.
Kata kunci: Kaliandra. tanin, isolat, inokulasi, kecernaan.

©Hak Cipta IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa ijin IPB.

ISOLASI BAKTERI RUMEN KAMBING ASAL KALIGESING
DAN PENGARUH INOKULASINYA TERHADAP
KECERNAAN KALIANDRA (Calliandra calothyrsus) PADA
RUMEN KAMBING

ATUN BUDIMAN

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Nutrisi dan Teknologi Pakan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2011

Judul Tesis : Isolasi Bakteri Rumen Kambing Asal Kaligesing dan Pengaruh
Inokulasinya terhadap Kecernaan Kaliandra
(Calliandra Calothyrsus) pada Rumen Kambing
Nama
: Atun Budiman
NIM
: PTK 95055

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Suryahadi, DEA.
Ketua

Prof. Dr. Ir. Komang G. Wiryawan
Anggota


Prof. Dr. Ir. Budi Tangendjaja, MAppSc.
Anggota

Diketahui
Ketua Departemen
Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc.Agr.

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Ujian : 28 Januari 2000

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Ucapan syukur kepada Sang Pencipta, Allah SWT, adalah keniscayaan yang
harus dilakukan oleh hambaNya yang mendapat kelimpahan nikmat dariNya.

Demikian pula penulis yang sebagai hambaNya dalam hal ini mengucapkan rasa
syukur bahwasanya perjalanan panjang pendidikan di pascasarjana telah mencapai
akhir yang dinantikan.
Salah satu syarat akhir menyelesaikan studi adalah penelitian yang
dilengkapkan dengan pembuatan tesis. Kegiatan akhir ini telah dijalani selama 18
bulan yang dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Nutrisi dan Laboratorium
Nutrisi Ternak Perah Fakultas Peternakan IPB Bogor serta di Balai Penelitian
Ternak Ciawi Bogor. Sumber dana utama penelitian ini bersumber dari the
Australia Center for Agricultural Research (ACIAR)

dan sumber dana dari

beasiswa Tim Manajemen Program Doktor (TMPD) Dirjen Dikti. Ucapan terima
kasih penulis kepada dua lembaga ini yang telah membiayai penelitian ini.
Selama pra penelitian sampai dengan penulisan tesis, penulis dibimbing dan
diarahkan oleh Komisi Pembimbing, oleh karena itu penulis ucapkan terima kasih
kepada Bapak Dr. Ir. Suryahadi, DEA sebagai ketua, Bapak Prof. Dr. Ir. Komang
G. Wiryawan sebagai anggota, dan Bapak Prof. Dr. Ir. Budi Tangendjaja,
Mapp.Sc. sebagai anggota.
Penelitian ini merupakan penelitian yang dilaksanakan tim. Antara anggota

tim telah terjalin kerjasama yang baik dalam pelaksanaan, diskusi, saling
menyemangati, oleh karena itu kami ucapkan terima kasih kepada rekan-rekan
satu tim : Bapak Usman Sewet, Bapak Syahriani Sahrir, dan Bapak Ali Bain.
Selanjutnya selama aktivitas di laboratorium di Fakultas Peternakan IPB penulis
banyak dibantu oleh teknisi, oleh karena itu saya ucapkan terima kasih kepada Ibu
Yani dan Bapak Adi. Selama kegiatan di laboratorium di Balai Penelitian Ternak,
penulis dibimbing Ibu Elisabeth Wina dan di Kandang dibantu oleh Bapak Udin,
oleh karena itu kepada keduanya penulis ucapkan terima kasih.Kepada Istriku
Yeti Sumiati, anak-anakku Annisa Nuraisyah Budiman dan Insan Arif Budiman,
terima kasih atas pengertian dan dukungannya.

Tesis ini adalah karya yang dibuat dengan segenap kemampuan penulis dan
ditopang oleh banyak pihak yang membantu, oleh karena itu semoga berfaedah
bagi siapapun yang membacanya.

Bogor, Maret 2011

Atun Budiman

RIWAYAT HIDUP


Penulis dilahirkan di Majalengka pada tanggal 5 Agustus 1964 dari Bapak
Tasmali dan Ibu Rusmi. Penulis merupakan anak ke 10 dari 12 bersaudara.
Pendidikan sarjana ditempuh pada tahun 1985 hingga 1991 pada Fakultas
Peternakan Universitas Padjadjaran Bandung.
Penulis berkesempatan
melanjutkan pendidikan program Magister Sains (S-2) yang didanai oleh Tim
Manajemen Program Doktor (TMPD) Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi
(Dirjen Dikti) Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia,
Penulis sampai saat merupakan staf pengajar di Fakultas Peternakan Unpad
Sumedang sejak Maret 1993.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ...........................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................

viii

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................

ix

PENDAHULUAN ..........................................................................................
Latar Belakang ....................................................................................
Tujuan Penelitian .................................................................................
Manfaat Penelitian ...............................................................................
Hipotesis ..............................................................................................

1
1
3
3
3

TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………………
Kaliandra .............................................................................................
Tanin ....................................................................................................
Sistem Pencernaan Ternak Ruminansia ..............................................
Potensi Ternak Teradaptasi dengan Pakan Kaliandra .........................

4
4
6
9
11

METODE PENELITIAN ……………………………………………………..
Waktu dan Tempat …………………………………………………….
Penelitian I : Pengujian Potensi Miroba Rumen Kambing
Peranakan Etawa Asal Kaligesing (PEK) terhadap
Kecernaan Kaliandra in Vitro ...................................
Penelitian II : Isolasi Bakteri Rumen Kambing PEK ........................
Penelitian III : Pengujian Kemampuan Isolat terhadap
Pengurangan Kadar Tanin Terkondensasi dalam
Media Khusus (Defined Media) ................................
Penelitian IV : Inokulasi Isolat ke dalam Ekosistem Rumen
Kambing yang tidak pernah Menkonsumsi Kaliandra
terhadap Kecernaan Kaliandra in Vitro ......................
Prosedur Analisis Sampel Penelitian ...................................................
Komposisi dan Prosedur Pembuatan Media ........................................

13
13

HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………………….
Penelitian I 1: Pengujian Potensi Miroba Rumen Kambing PEK
terhadap Kecernaan Kaliandra in Vitro .......................
Penelitian II : Isolasi Bakteri Rumen Kambing PEK ........................
Penelitian III : Pengujian Kemampuan Isolat terhadap Pengurangan
Kadar Tanin Terkondensasi dan Perubahan
Komponen Senyawa Fenolat dalam Media Khusus
(Defined Media) .........................................................
Penelitian IV : Inokulasi Isolat ke dalam Ekosistem Rumen
Kambing yang tidak pernah Menkonsumsi
Kaliandra terhadap Kecernaan Kaliandra in Vitro.....

30

13
16

20

21
23
26

30
36

39

44

KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................

49

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................

50

LAMPIRAN ....................................................................................................

52

DAFTAR TABEL
Halaman
1 Perbandingan kecernaan (%) in vitro kaliandra terhadap legum lainnya ...
2 Pengaruh pengeringan terhadap kecernaan zat makanan (%) kaliandra pada
kelinci dan ruminansia ................................................................................
3 Penggolongan tanin tumbuhan .....................................................................
4 Nilai rataan kecernaan zat makanan (%) in vitro dari perlakuan sumber
cairan rumen sebagai inokulum mikroba ....................................................
5 Karakteristik visual isolat bakteri rumen kambing PEK ..............................
6 Karakteristik isolat bakteri rumen kambing PEK .......................................
7 Nilai rataan kecernaan bahan kering dan organik (%) kaliandra in vitro
dari perlakuan inokulasi isolat bakteri rumen kambing PEK dalam
ekosistem rumen kambing berpakan rumput Gajah pada stage 1 ...........
8 Nilai rataan kecernaan bahan kering dan organik (%) kaliandra in vitro
dari perlakuan inokulasi isolat dalam ekosistem rumen kambing berpakan
rumput Gajah pada Stage 1 dan 2 ................................................................
9 Nilai pH rumen in vitro stage 1 dari perlakuan inokulasi isolat dalam
ekosistem rumen kambing berpakan rumput Gajah ....................................
10 Nilai NH3 (mM) rumen in vitro stage 1 dari perlakuan inokulasi
isolat dalam ekosistem rumen kambing berpakan rumput Gajah .............

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1 Perubahan kadar tanin terkondensasi dalam media khusus yang
diinokulasikan isolat bakteri rumen kambing PEK .....................................
2 Perubahan komponen senyawa fenolat dalam media khusus yang
diinokulasi isolat IK2 ..................................................................................
3 Perubahan komponen senyawa fenolat dalam media khusus yang
diinokulasi isolat IK3 ..................................................................................
4 Perubahan komponen senyawa fenolat dalam media khusus yang
diinokulasi isolat IK4 ..................................................................................

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1. Data kecernaan zat makanan (%) in vitro stage 1 dan 2 dari perlakuan
sumber cairan rumen sebagai inokulum mikroba (penelitian I) ................

52

2. Data kecernaan zat makanan (%) in vitro stage 1 dari perlakuan
inokulasi
isolat bakteri rumen kambing asal Kaligesing dalam
ekosistem rumen kambing berpakan rumput Gajah (penelitian IV tahap
1) ...............................................................................................................

55

3. Data kecernaan zat makanan (%) in vitro stage 1 dan 2 dari perlakuan
inokulasi isolat dalam ekosistem rumen kambing berpakan rumput
Gajah (penelitian IV tahap 2) ....................................................................

56

4. Data nilai pH rumen in vitro stage 1 dari perlakuan inokulasi isolat
dalam ekosistem rumen kambing berpakan rumput Gajah
(penelitian IV tahap 2) ..............................................................................

57

5. Data nilai NH3 (mM) in vitro stage 1 dari perlakuan inokulasi isolat
dalam ekosistem rumen kambing berpakan rumput Gajah
(penelitian IV tahap 2) ..............................................................................

58

6. Analisis ragam data kecernaan zat makanan (%) in vitro stage 1 dari
perlakuan sumber cairan rumen sebagai sumber inokulum mikroba
(penelitian I) ..............................................................................................

59

7. Analisis ragam data kecernaan zat makanan (%) in vitro stage 1 dari
perlakuan inokulasi isolat bakteri rumen kambing asal Kaligesing dalam
ekosistem rumen kambing berpakan rumput Gajah
(penelitian IV tahap 1) .............................................................................

61

8. Analisis ragam data kecernaan bahan kering (%) in vitro stage 1 dan 2
dari perlakuan inokulasi isolat dalam ekosistem rumen kambing
berpakan rumput gajah (penelitian IV tahap 2) .........................................

62

9. Analisis ragam data nilai pH rumen in vitro stage 1 dari perlakuan
inokulasi isolat dalam ekosistem rumen kambing berpakan rumput
Gajah (penelitian IV tahap 2) ....................................................................

63

10. Analisis ragam data nilai NH3 (mm) in vitro stage 1 dari perlakuan
inokulasi isolat dalam ekosisitem rumen kambing berpakan rumput
gajah (penelitian IV tahap 2) .....................................................................

64

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kaliandra (Calbandra calothyrsus) merupakan salah satu tanaman yang
sering dipropagandakan sebagai tanaman konservasi untuk lahan-lahan
marginal dan kehutanan. Tanaman ini telah lama diperkenalkan kepada
peternak sebagai sumber pakan ternak ruminansia, sehingga dilihat dari
kepentingan usaha ternak ruminansia maka upaya konservasi ini memberi
keuntungan bagi para peternak di lingkungan penanamannya.
Keunggulan kaliandra yang khususnya berkaitan dengan kepentingan
pakan ternak adalah : (1) Mempunyai kandungan protein yang cukup tinggi
(±20%); (2) kuantitas panen hijauan cukup baik sekitar 10 ton per hektar
pada kepadatan 10.000 tanaman per hektar dengan tinggi pemotongan 1 m pada
interval pemotongan 12 minggu (Tangendjaja et al. 1992); (3) memberi pasokan
hijauan yang berkesinambungan karena kaliandra tetap tumbuh baik di musim
kemarau.
Keunggulan kaliandra yang disebutkan di atas pemanfaatannya untuk ternak
ruminansia belum optimal karena terhambat oleh terkandungnya senyawa anti
nutrisi tanin pada tanaman ini. Senyawa tanin ini terkandung dalam kaliandra
tergolong tinggi, yaitu ±8% (metode analisis presipitasi-protein). Tanin
adalah senyawa yang sangat mudah bereaksi dengan protein membentuk
senyawa kompleks yang stabil. Senyawa tanin dalam sel tanaman terpisah
dari protein dan enzim-enzim sitoplasma. Ketika sel rusak akibat dikonsumsi
ternak maka tanin terbebaskan dan kemudian mengikat zat- zat makanan
(terutama protein) dalam sel tanaman membentuk ikatan kompleks yang stabil
(Harborne 1984). Zat makanan yang terikat dalam tanin sukar dicerna oleh
enzim-enzim saluran pencernaan ataupun enzim-enzim ekstraselular mikroba
rumen. Tanin yang terbebaskan akibat sel rusak tidak hanya mengikat zat
makanan dalam sel tanaman tersebut, akan tetapi mengikat pula enzim-enzim
pencemaan dalam saluran pencernaan ternak (karena enzim merupakan

senyawa protein). Tanin yang terbebaskan dapat berikatan dengan enzim
glicoprotein dalam mulut yang menyebabkan rasa sepat. Rasa sepat menyebabkan
ternak kurang menyukai untuk mengkonsumsinya. Pengaruh negatif tanin dalam
kaliandra sebagai pakan ternak ruminansia membatasi keunggulannya.
Pemberian kaliandra dalam keadaan segar adalah yang terbaik dan
menurun setelah pelayuan, dan lebih buruk lagi bila dikenai perlakuan pengeringan
(Tangendjaja et al. 1992). Kenyataan ini mempersempit cara pemberian kaliandra.
dalam bentuk lain misalnya bentuk tepung (untuk konsentrat).
Ternak ruminansia yang teradaptasi dengan pakan bertanin tinggi
akan mempunyai kemampuan yang lebih baik dalam memanfaatkan kaliandra,
hal ini mungkin diakibatkan perubahan kondisi faali dan perubahan pada
komposisi mikroba rumen. Adapatasi terhadap pakan bertanin tinggi yang
berlangsung melewati beberapa generasi, karena faktor seleksi (baik alami
atau sengaja) berpeluang memunculkan mikroorganisme rumen yang spesifik
yang berperanan dalam meredam efek negatif tannin. Brooker et al. (1994)
melaporkan bahwa Streptococcus caprinus yang ditemukannya pada
kambing liar (feral goats) dapat menghidrolisis asam galat (merupakan
komponen asam tanin) menjadi pyrogallol dan dapat tumbuh pada kondisi 3%
asam tanat. Bakteri ini di bagian luar selnya terdapat sejumlah besar polisakarida
ekstraseluler yang berfingsi melindungi aksi tanin.
Eksplorasi mengenai bakteri-bakteri spesifik ini masih kurang, dan
berkaitan dengan itu diperoleh informasi bahwa kambing-kambing Peranakan
Etawa (PE) di Desa Pandanrejo Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo
Jawa Tengah sejak tahun 1982 biasa diberi pakan kaliandra dengan proporsi
pemberiannya hingga mencapai 60% (Subandriyo et al. 1995). Dari
informasi ini mendasari pemikiran untuk mengisolasi mikroba rumennya.
Isolat mikroba akan ditunjukkan pada isolat bakteri. Isolat ini akan di uji
aksinya. Isolat yang diperoleh akan diinokulasikan pada cairan rumen
kambing yang belum beradaptasi dengan pakan kaliandra. Inokulasi tersebut
bertujuan memperpendek masa adaptasi dan mengoptimalkan pemanfaatan
kaliandra.

Tujuan Penelitian
1. Untuk mendapatkan isolat bakteri toleran/pendegradasi tanin dari
kambing asal Kaligesing.
2. Untuk mengetahui pengaruh inokulasi isolat bakteri tersebut terhadap
kecernaan pakan kaliandra.
Manfaat Penelitian
Isolat bakteri toleran/pendegradasi tanin hasil penelitian ini dapat
dimanfaatkan para peternak kambing untuk mengoptimalkan pemberian pakan
bertanin terutama kaliandra dan meningkatkan produksi ternak yang lebih baik.
Penelitian ini diharapkan pula untuk dijadikan informasi dalam mengkaji lebih
jauh dalam penelitian sejenis.
Hipotesis
Akan diperoleh isolat bakteri toleran/pendegradasi tanin dari
kambing asal kambing Kaligesing dan isolat tersebut mampu meningkatkan
kecernaan pakan kalinadra melalui teknik inokulasi.

TINJAUAN PUSTAKA

Kaliandra
Tanaman kaliandra (Calliandra calothyrsus) berasal dari Amerika
Latin. Masuk ke Indonesia pada tahun 1936 ke pulau Jawa. Pohon ini ditanam
pada mulanya ditunjukan sebagai penahan erosi dan penghijauan, terutama di
lahan milik Kehutanan. Manfaat lain dari tanaman ini dapat dijadikan sumber
pupuk hijau, tanaman pelindung, kayu bakar, dan menghasilkan daun yang
potensial sebagai sumber pakan. Pohon ini terpilih karena kemampuan
tumbuhnya yang baik pada berbagai iklim dan tanah. Kaliandra dapat
tumbuh baik pada ketinggian antara 400 sampai dengan 1800 meter di atas
permukaan laut serta toleransinya terhadap kekeringan berkatagori sedang
yaitu satu sampai tujuh bulan (Tangendjaja et al. 1992).
Tanaman ini termasuk famili Mimosidae, merupakan pohon kecil,
tumbuh

bersemak

dengan

ketinggian

berkisar

4-6

meter.

Pada

lingkungan yang sesuai pertumbuhannya dapat mencapai 12 meter dengan
diameter batang mencapai 30 cm. Daun berwarna hijau gelap dan warnanya
berwarna coklat kehitaman. Kanopinya melebar ke samping dan sangat padat.
Tipe daun merupakan daun majemuk yang berpasangan. Bunganya berwarna
merah dengan panjang 4-6 cm, sedang buahnya berwarna coklat kehitaman
dengan panjang 8-11 cm dan lebar 12 mm. Bentuk bijinya ellips dan pipih
(Tangendjaja et al. 1992).
Perbanyakan kaliandra umumnya dilakukan dengan menggunakan biji
yang

terlebih dahulu disemaikan. Selain itu dapat dilakukan dengan

menggunakan stek pucuk tanaman (Tangendjaja et al. 1992).
Pada kepadatan tanaman 10000 tanaman perhektar, produksi hijauan
kaliandra dapat mencapai 10 ton per hektar di Sei Putih Sumatra Utara- Hasil yang
sama telah dilaporkan pula di beberapa tempat seperti Sulawesi Selatan dan
Jawa Barat. Lebih jauh hasil di Sulawesi Selatan dilaporkan produksi
daun dan batangnya lebih baik dibandingkan dengan turi dan lamtoro

(Tangendjaja et al. 1992).
Komposisi

analisis

proksimat

kaliandra

menunjukkan

bahwa

kandungan protein kasarnya berkisar di atar 20%, dan bila yang dianalisis bagian
daun mudanya saja tanpa ranting-ranting yang halus dapat mencapai 30%.
Berdasarkan hasil analisis proksimat di BPT Ciawi Bogor adalah sebagai
berikut : Protein kasar 24 %, lemak kasar 4,1-5,0%, abu 5,0-7,6%, NDF 24,034,0%, selulosa 15,0%, lignin10,0-11,8% (Tangendjaja et al. 1992)
Pemanfaatan kaliandra sebagai pakan ternak pada awalnya kurang
berkembang bila dibandingkan dengan lamtoro dan gamal. Hal ini berkaitan
dengan kandungan anti nutrisi tanin yang tinggi pada tanaman tersebut.
Suryadi (1955) melaporkan bahwa kaliandra yang dianalisis dengan
metode

Van-HCI

mengandung

tanin

9,11%.

Kehadiran

tanin

menyebabkan daya cerna in vitro kaliandara berkisar antara 35% sampai
53%. Nilai tersebut jauh lebih rendah dibandingkan daya cerna legum lain,
kecuali dengan Albizza chinensis. Pada tabel berikut diperlihatkan
perbandingan kecernaan in vitro kaliandra terhadap legum lainnya.
Tabel 1. Perbandingan kecemaan (%) in vitro kaliandra terhadap legum lainnya.
Legum
Calliandra calothyrsus
Leucaena leucocephala
Gliricidia sepium
Sesbania sesban
Albizzia chinensis
Samanea samara
Sesbania grandiflora
Albizzia falcataria

Kecernaan in Vitro Bahan Kering
Ahl et al. 1989
Mahyudin et al. 1988
52,7
37,8
82,1
63,5
79,1
69,0
69,3
37,1
69,3
71,5
49,2

Perlakuan fisik terhadap pakan kaliandra menyebabkan nilai kecernaan
berubah. Pengaruh pengeringan dan pelayuan akan menurunkan nilai
kecernaan. Pada tabel berikut diperlihatkan perubahan nilai kecernaan
kaliandra.

Tabel 2.

Pengaruh pengeringan terhadap kecernaan zat makanan (%) kaliandra
pada kelinci dan ruminansia

Cara Pengeringan

Bahan kering

Kecernaan
Protein

Serat (NDF)

49,5
48,4
31,8
24,5

49,7
42,5
28,1
15,6

25,6
24,8
8,6
-6,6

28,5
23,5

-

-

37,2
26,5

27,3
17,5

-

47,3
38,8

39,1
18,9

-

59,0

-

-

Kelinci
Dilayukan
Kering matahari
Oven 60 o C
Oven 100 o C
Ruminansia
a - Indonesia
(belum dipublikasikan)
- in Vitro
Kering beku
Kering oven
- in Situ 48 jam
Kering beku
Kering oven
- in Vivo
Segar
Kering Beku
b. Australia
- in Vivo
Segar
Sumber : Tangendjaja et al. (1992)

Tanin
Tanin merupakan senyawa bahan alam dalam tanaman yang terdiri dari
sejumlah besar gugus hidroksi fenolik. Senyawa ini diperlukan oleh
tanaman sebagai sarana proteksi dari serangan hewan, bakteri, jamur, dan
insekta. Proteksi ini terutama selama tanaman dalam masa pertumbuhan (White
1957). Sifat utama tanin ini dapat bereaksi dengan protein atau polimer lainnya
seperti selulosa, hemiselulosa, pektin membentuk suatu kompleks yang
stabil dan tidak larut dalam air (Tangendjaja et al. 1992; Harborne
1984). Dalam industri, tanin dipergunakan untuk penyamakan kulit hewan yang
mentah menjadi kulit siap pakai karena kemampuannya menyambung-silang
protein dalam kulit hewan.

Di dalam tumbuhan letak tanin terpisah dari protein dan enzim sitoplasma,
tetapi bila jaringan rusak, misalnya bila hewan memakannya maka reaksi
penyamakan dapat terjadi. Reaksi ini menyebabkan protein tanaman bereaksi
dengan tanin sehingga protein lebih sukar dicerna oleh enzim-enzim pencernaan
hewan (Harborne 1984).
Selain protein sukar dicerna karena bereaksi dengan tanin membentuk
ikatan yang stabil, tanin pun dapat menimbulkan rasa sepat yang dirasakan hewan
yang mengkonsumsinnya. Rasa sepat dapat mengurangi konsumsi. Mekanisme
terjadinya rasa sepat disebabkan senyawa tanin pada tanaman tersebut
berikatan glycoprotein dalam mulut. Selain itu akan berikatan pula dengan
protein mukosa intestin yang mengurangi penyerapan nutrien saliva.
Kandungan tanin dalam daun mulai dari 2% ke atas dari berat keringnya, barulah
tanin berfiingsi sebagai penolak makan (Harborne 1984).
Mekanisme proteksi tanaman bertanin (kaliandra) terhadap serangga dan
insekta yaitu dengan menonaktifkan enzim-enzim protease yang dihasilkan mereka
(Cheeke & Lee 1985).
Tanin selain dapat membentuk kompleks dengan zat makanan, juga
mampu berikatan dengan enzim-enzim pencemaan serta enzim-enzim yang
dikeluarkan oleh mikroba rumen sehingga menjadi nonaktif sehingga zat
makanan tidak tercerna. (Makkar 1993)- Nonaktifnya enzim yang dihasilkan
mikroba ini mungkin diakibatkan oleh ikatan antara tanin dengan dinding sel
yang dapat menggangu permeabilitas dinding sel mikroba tersebut.
Bentuk interaksi yang mungkin terjadi antara tanin dengan protein
atau zat lainnya berupa interaksi ikatan hidrogen, interaksi hidropfobik,
interaksi ikatan ionik, dan interaksi ikatan kovalen (Hagerman 1992; Makkar
1993). Bentuk interaksi ikatan ionik dan interaksi hidrofobik merupakan
bentuk interaksi yang paling banyak membentuk kompleks protein-tanin
(Hagerman 1992).
Ternak yang mengkonsumsi pakan bertanin tinggi dapat menurun
bobot badannya dan yang terlihat sangat nyata pada penurunan
kecernaan dan efisiensi penggunaan pakan (Butler & Rogler 1992).

Secara kimia tanin digolongkan dalam dua grup, yaitu tanin
terkondensasi (condens tannin) dan tanin terhidrolisis (hidrolizable tannin).
Meskipun dua grup tanin tersebut mempunyai struktur molekul yang
berbeda akan tetapi efeknya sebagai anti nutrisi hampir sama (Butler &
Rogler 1992).
Tabel 3. Penggolongan tanin tumbuhan
Tata Nama

Struktur

Bobot molekul

Oligomer katekin
flavan 3,4-diol

1000-3000

Galotanin

Ester asam galat dan glukosa

1000-1500

Elagitanin

Ester asam heksahidroksidifenat
dan glukosa

1000-3000

Katekin (dan galokatekin)
flavan 3,4-diol

200-600

Tanin terkondensasi
Proantosianidin
(atau flavolan)
Tanin terhidrolisis

Prototanin
Pra zat tanin

Sumber : Harborne (1984)
Tanin terkondensasi atau flavolan, secara biosintesis dapat dianggap
terbentuk dengan cara kondensasi katekin tunggal (atau galokatekin) yang
membentuk senyawa dimer dan kemudian membentuk oligomer yang lebih
tinggi. Ikatan karbon-karbon menghubungkan satu satuan flavon dengan
berikutnya melalui ikatan 4-8 atau 6-8. Kebanyakan flavolan mempunyai 2
sampai 20 satuan flavon. Nama lain untuk tanin terkondensasi ialah
proantosianidin karena bila direaksikan dengan asam panas, beberapa
ikatan karbon-karbon penghubung satuan terputus dan membebaskan
monomer antosianidin (Harborne 1984).
Tanin terhidolisis terdiri dari dua kelas yang paling sederhana, ialah
depsida galoiglukosa. Pada senyawa ini, inti yang berupa glukosa dikelilingi
lima gugus ester galoil atau lebih. Pada jenis kedua, inti molekul berupa senyawa
dimer asam galat, yaitu asam heksahidroksidifenat, disinipun berikatan dengan

glukosa. Bila dihidrolisis, elagitanin ini menghasilkan asam elagat (Harborne,
1984)
Tanin terhidrolisis dapat dihidrolisis dengan asam mineral panas yang akan
menghasilkan gula dan asam-asam yang menjadi senyawa pokoknya (Cheeke
& Lee 1985). Tanin terhidrolisis dapat juga terhidrolisis oleh enzim-enzim dalam
saluran pencernaan. Asam galat yang merupakan komponen tanin terhidrolisis
dapat diarbsorbsi tubuh yang kemudian disekresikan melalui urin (Butler &
Rogler 1992).
Sistem Pencernaan Ternak Ruminansia
Rangkaian proses perubahan fisik dan kimia yang dialami oleh bahan
makanan di dalam alat pencernaan pada dasarnya adalah menghaluskan
makanan menjadi partikel yang lebih kecil. Pada ternak ruminansia proses
pencernaan makanannya lebih kompleks dibandingkan dengan jenis ternak
lainnya. Menurut sutardi (1977) proses pencernaan makanan pada ternak
ruminansia terjadi secara mekanis di mulut, secara hidrolisis dengan
penggunaan enzim-enzim alat pencernaan, dan secara fermentatif (penggunaan
enzim-enzim yang dikeluarkan mikroba rumen). Perbedaan prinsip
hidrolisis dan fermentatif adalah pada hidrolisis zat makanan dikatabolisir menjadi
monomer-monomernya, sedangkan fermentatif akan mengkatabolisir lebih lanjut
dari

monomer-monomer tersebut

menjadi senyawa-senyawa yang lebih

sederhana, misalnya asam-asam lemak terbang (volatile fatty acid/VFA) (Church,
1980).
Proses Pencernaan dalam retikulo-rumen terjadi sangat intensif.
Proses pencernaan tersebut terletak sebelum usus halus. Hal ini sangat
menguntungkan, karena pakan dapat diubah dan disajikan dalam bentuk yang
mudah diserap. Ternak ruminansia juga dapat memanfaatkan pakan berserat
dalam jumlah banyakEmpat jenis mikroba anaerob terdapat dalam rumen, yaitu bakteri,
protozoa, jamur, dan virus. Dari keempat jenis mikroba tersebut, bakteri
mempunyai jenis dan populasi tertinggi. Cacahan sel per ml isi rumen dapat

mencapai 1010-1011, sedangkan posisi populasi tertinggi kedua diduduki oleh
protozoa yang mencapai 10 6 -10 8 cacahan sel per ml isi rumen, pada kondisi
ternak, yang sehat (Ogimoto & Imai, 1984).
Setiap jenis mikroba rumen, musing-masing mampu menghidrolisis
zat makanan menjadi produk intermedier ataupun produk akhir yang
bermacam-macam sehingga kehidupan dalam rumen menjadi rumit
(kompleks). Terjadi interaksi dan interrelasi yang luas di antara mikroba
rumen. Bentuk interaksi tersebut dapat berupa saling bergantung akan
substrat, saling menguntungkan, berkompetisi akan substrat, atau saling
merugikan. Studi ekologi mikroba rumen masih dipusatkan pada dua aspek
utama yaitu pengendalian populasi mikroba rumen dan peningkatan
peranan mikroba rumen dalam mencerna pakan (Erwanto, 1995).
Kehadiran substrat tertentu seperti mimosin, saponin, atau tanin
dalam pakan yang dikonsumsi ternak ruminansia dapat mengganggu
aktivitas mikroba rumen. Kemampuan tanin yang dapat membentuk
ikatan kompleks dengan zat makanan menyulitkan zat makanan dicerna
oleh enzim-enzim pencernaan, selain itu tanin mampu pula berikatan
dengan enzim-enzim protease dan selulase, bahkan mampu pula
berikatan dengan sel mikroba yang menyebabkan non aktifnya sel mikroba
(Leinmuller et al. 1991). Brooker et al. (1994) melaporkan bahwa tanin
terkondensasi

dapat

menghambat

kelangsungan

hidup

beberapa

mikroba . Meskipun demikian terdapat indikasi bahwa beberapa bakteri
mampu toleran terhadap tanin, khususnya pada ternak-ternak yang
beradaptasi pada pakan bertanin tinggi. Streptococcus caprinus adalah jenis
bakteri yang mampu hidup dalam media bertanin konsentrasi 3% dan
mampu membentuk daerah bening (clearing zone). Bakteri Streptococcus
bovis hanya mampu bertahan dalam media bertanin dengan konsentrasi kurang
dari 1%
Ketersediaan amonia dalam rumen sebagai sumber nitrogen utama
untuk sintesis sel mikroba sangat menentukan optimalisasi pertumbuhan
mikroba rumen. Erwanto (1995) mengemukakan bahwa sekitar 82% spesies

mikroba rumen mampu menggunakan amonia sebagai sumber nitrogen untuk
sintesis protein tubuhnya - Diperkirakan pada mikroba tersebut tidak terdapat
mekanisme transport khusus yang mengangkut asam amino ke dalam sel
tubuhnya. Pernyataan ini di perkuat oleh Bryant (1974) yang menyatakan bahwa
sebagian besar mikroba rumen mampu mengunakan ammonia sebagai
nitrogennya. Oleh karena itu konsentrasi ammonia dalam rumen sangat perlu
untuk di kendalikan. Penelitian in vivo yang di lakukan oleh Mehnez et al. (1977)
pada ternak domba memperlihatkan bahwa untuk memaksimumkan laju
fermentasi dalam rumen diperlukan konsentrasi ammonia yang tinggi yaitu
sebesar 23,5 mg% atau setara 16,78 mM.
Potensi Ternak Teradaptasi dengan Pakan Kaliandra
Palatabilitas dan kecernaan yang rendah dari pakan kaliandra menimbulkan
penampilan produksi yang rendah pula. Namun kaliandra mempunyai keunggulan
dibanding legum yang lainnya yaitu lebih ternjamin kontinuitasnya di musim
kemarau.
Ternak ruminansia yang telah terbiasa dengan kaliandra (pakan bertanin
tinggi) akan lebih baik daripada yang belum terbiasa. Pembiasaan pemberian
pakan kaliandra menimbulkan pergeseran komposisi mikroflora rumen ke arah
konsentrasi substrat (kaliandra adalah pakan berprotein tinggi, hal ini
menyenbabkan bakteri proteolitik akan lebih dominan). Sedangkan ternak yang
telah lama beradaptasi dengan pakan kaliandra, tidak hanya mengalami
pergeseran komposisi mikroba atas keadaan substrat akan tetapi mungkin
terbentuk spesies spesifik yang tahan atas kehadiran zat anti nutrisi tanin dan lebih
jauh mampu menghidrolisisnya. Ternak yang tealh beradaptasi ini diharapkan
dapat diisolasi mikroba rumennya sebagai isolate sebagai bahan inokulan untuk
ternak lain yang belum beradaptasi dengan kaliandra. Upaya ini mempunyai dua
tujuan yaitu memperpendek masa adaptasi dan mengoptimalkan pemanfaatan
kaliandra.
Ternak kambing Peranakan Etawa (PE) yang di pelihara di Desa Pandanrejo
Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo Jawa Tengah biasa di berikan pakan

kaliandra dengan proporsi hingga 60% (Subandryo et al. 1995). Kaliandra di desa
tersebut telah dibudidayakan sejak tahun 1982, dan merupakan pakan utama
kambing tersebut.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Nutrisi dan
Laboratorium Nutisi Ternak Perah Fakultas Peternakan IPB Bogor dan di Balai
Penelitian Ternak Ciawi Bogor. Waktu pelaksanaan mulai bulan Februari 1997
sampai dengan September 1998.
Penelitian I
Pengujian Potensi Mikroba Rumen Kambing Peranakan Etawa asal
Kaligesing (PEK) terhadap Kecernaan Kaliandra in Vitro
Penelititan ini bertujuan untuk menguji potensi mikroba rumen kambing
PEK (K) dalam mencerna pakan kaliandra (Calliandra calothyrsus). Sebagai
pembandingnya (kontrol), maka digunakan kambing yang diberi pakan 100%
kaliandra salama labih dari 6 bulan (A), kambing yang diberi pakan 100% rumput
gajah (R).
Persiapan
Empat ekor ternak kambing dipersiapkan dan dipelihara di kandang
individual di lokasi Kandang Penellitian ternak domba BPT Ciawi. Dua ekor
diberi pakan 100% kaliandra dan dua ekor diberi pakan 100% rumput gajah.
Pemberian jumlah pakan dan air minum tidak dibatasi, pemberian dilakukan dua
kali pada pagi dan sore. Sisa pakan dibuang keesokan harinya dan diganti dengan
yang baru. Kaliandra diberikan dalam bentuk potongan bagian daun dan batang
terkecilnya, sedangkan rumput gajah diberikan dalam bentuk potongan ukuran 2-5
cm. empat ternak tersebut dipelihara dengan perlakuan tersebut salama 6 bulan,
dan kemudian setelah melewati waktu tersebut ternak siap diambil cairan
rumennya untuk bahan inokulum percobaan in vitro.
Dua ekor kambing PEAK yang berumur 6 dan 8 bulan didatangkan dari
Desa Pandanrejo Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo Jawa Tengah.
Kedua ekor kambing tersebut dikarantina selama dua minggu di Balai Penelitian

Ternak Ciawi. Setelah dikarantina kemudian ditempatkan di kandang individual
bersama empat ekor kambing lainnya. Dua ternak ini diberi pakan 100%
kaliandara, dua hari kemudian siap diambil cairan rumennya untuk bahan
inokulum percobaan in vitro.
Perlakuan
Pemberian senyawa poly ethylene glicol (PEG) dalam pakan bertanin
terbukti terbaik dalam meredam efek negatif tanin, namun karena bahan ini masih
mahal maka tidak ekonomis untuk dilakukan di lapangan. PEG mampu mengikat
tanin sehingga tanin tidak sempat bereaksi dengan zat makanan. Kemampuan
mikroba dalam rumen kambing yang diuji dalam mengatasi tanin, perlu diketahui
kemampuannya bila ditanbahkan PEG, sehingga diketahui potensi maksimumnya.
Dalam penelitian ini cairan rumen yang berasal dari kambing PEK (K)
kambing berpakan 100% kaliandra (A), dan kambing berpakan 100% rumput
gajah (R) merupakn perlakuan utama, sedangkan penambahan PEG pada cairan
rumen merupakan perlakuan yang menyisipi perlakuan utama.
Perancangan penelitian untuk tahap ini adalah Acak Kolompok berpola
faktorial 3×2, yaitu:
1.

Faktor pertama
K = Cairan rumen kambing PEK
A = Cairan rumen kambing berpakan 100% kaliandra
R = Cairan rumen kambing berpakan 100% rumput gajah

2.

Faktor kedua
P = Penambahan PEG
0 = Tanpa Penambahan PEG

Percobaan in Vitro
Cairan rumen untuk percobaan ini diambil dengan metode oral, yaitu
pengambilan melalui mulut menggunakan selang. Pengambilan cairan rumen
dilakukan pada pagi hari sebelum diberi pakan. Cairan rumen ditampung dalam
thermos kapasitas 400 ml. Thermos didisi penuh cairan rumen dengan tujuan
untuk mengondisikan agar cairan rumen tetap dalam keadaan anaerob. Cairan

rumen dalam thermos socepatnnya di bawa ke laboratorium untuk digunakan
dalam percobaan in vitro.
Percobaan in vitro menggunakan metode Tilley and Terri (1963) yang
dimodifikasi oleh Close and Menke (1985). Tabung polypropilene 50 ml
digunakan sebagai tabung fermentor. Tabung tersebut telah sebelumnya diisi
tepung daun kaliandra sebanyak 0.5 g.

Takaran penggunaan PEG adalah

sebanyak 2 kali kandungan tanin tepung daun kaliandra. Kandungan tanin daun
kaliandra 8%, sehingga pemberian PEG adalah 16%. Setiap tabung yang telah
disiapkan sesuai perlakuan, ditambahkan 30 ml campuran larutan MC Dougall
dan cairan rumen dengan rasio 4:1. Tabung tanpa sampel tepung kaliandra
disiapkan (tabung yang ini disebut blangko), kemudian di perlakukan sama
dengan lainnya. Residu dari blangko selanjutnya dalam penghitungan kecernaan
kaliandra,

menjadi pengurang (koreksi) residu kecernaan pakan. Dengan

demikian terdapat 6 tabung perlakuan dan 3 blangko. Percobaan ini dilakukan
dalam dua stage, maka tabung yang dipergunakan menjadi 12 tabung dengan 6
blangko. Tabung sebanyak itu untuk mendapatkan satu peubah.
Larutan campuran Mc Dougall dan cairan rumen terus menerus dialiri gas
CO2 untuk menjamin kodisi anaerob. Selanjutnya campuran tersebut diisikan
dalam tabung fermentor, kemudian segera ditutup dengan sumbat karet berkatup
(katup berfungsi sebagai pelepas gas hasil fermentasi). Tabung kemudian
diinkubasi pada suhu 39 0C selama 48 jam dalam shaker bath (stage 1). Stage 1
merupakan tiruan (artificial) proses pencernaan fermetatif di rumen. Akhir Stage
1, tutup tabung dibuka. Tabung-tabung yang diperuntukkan mendapatkan
kecernaan pada stage 1, selanjutnya isi tabung disaring dengan kertas saring merk
Whatman no 41 menggunakan pompa vakum. Residu yang diperoleh dianalisis
lebih lanjut untuk memperoleh peubah kecernaannya. Sedangkan tabung-tabung
yang diperuntukkan untuk uji kecernaan pada stage 2, maka setiap tabung
ditambahkan berturut-turut 2 ml HCl 4 N dan 0.06 g pepsin (merk Sigma).
kemudian diinkubasi kembali pada suhu 39 0C selama 48 jam dalam shaker bath.
Akhir stage 2, isi tabung disaring dengan kertas saring Whatman no 41, residunya

dianalisis lebih lanjut untuk mendapatkan peubah kecernaan. Stage 2 merupakan
tiruan (artificial) proses pencernaan hidrolisis enzimatias di pasca rumen.
Jumlah tabung dan kapasitas tampung tabung dalam shaker bath yang
terbatas menyebabkan percobaan ini menggunakan perancangan Acak Kelompok.
Waktu pengambilan cairan rumen sebagai kelompok, maka prosedur di atas
diulang tiga kali dalam waktu yang berurutan.
Peubah yang Diamati
Peubah kecernaan diamati dalam dua Stage. Pada Stage 1 (fase fermentatif)
diamati peubah kecernaan bahan kering (BK), bahan organik (BO), protein (P),
serat deterjen netral (neutral detergent fiber/NDF), dan Serat Deterjen Asam
(acids detergent fiber/ADF). Peubah yang diamati pada Stage 2 (fase fermentatif
dan enziamtis) adalah BK, BO, dan P.
Analisis statistik
Penelitian ini didesain dengan rancangan acak kelompok (RAK) dengan
waktu pengambilan cairan rumen merupakan kelompok. Perlakuan diulang tiga
kali. Data yang diperoleh dianalisis statistik menggunakan analisis ragam.
Perbedaan antar perlakuan diuji dengan uji jarak berganda Duncan (Steel &Torrie,
1993).

Penelitian II
Isolasi Bakteri Cairan Rumen Kambing PEK
Penelitian tahap ini merupakan upaya isolasi bakteri rumen kambing PEK
yang mempunyai potensi toleran terhadap kehadiran tanin dan diharapkan
mempunyai kemampuan menguraikan senyawa tersebut.
Prosedur ini terdiri dari isolasi koloni, pemurnian, identifikasi, dan
penyimpanan.

Isolasi Koloni
1.

Pembiakkan Bakteri pada Media Cair
Disiapkan empat tabung berisi 10 ml media biakan cair (broth) brain heart
infusion (BHI) yang masing-masing mengandung asam tanat 1%, 1,5%, 2%,
dan 3% . Ke dalam masing-masing tabung dimasukkan 0.5 ml cairan rumen
kambing PEK. Mikroba yang terdapat dalam cairan dibiakkan dalam empat
tabung tersebut diinkubasi dalam inkubator pada suhu 39 0C selama 24 jam.
Asam tanin membentuk kompleks dengan zat makanan dalam media BHI
dalam bentuk gumpalan, oleh karena itu agar terjadi kontak antara mikroba
dengan tanin maka dilakukan pengocokan secara periodik dengan vorteks
selama satu menit. Pengocokan dilakukan selama masa inkubasi yaitu setiap 10
menit pada 3 jam pertama, setiap 30 menit pada 3 jam kedua, dan setiap 3 jam
pada inkubasi selanjutnya.

2.

Pembiakkan Bakteri pada Media Agar
Pada akhir inkubasi masing-masing biakan diencerkan 100 kali secara serial
hingga lima kali dengan cara mengencerkan 0.05 ml biakan kedalam 5 ml
media cair BHI, selanjutnya dari campuran tersebut diencerkan kembali
sebanyak 0.05 ml ke media cair BHI, demikian seterusnya hingga lima kali
pengenceran (serial). Pada pengenceran ke-3 (106 kali), ke-4 (108 kali), dan ke5 (109 kali) msing-masing diambil 0.1 ml untuk dimasukkan dalam 7 ml media
biakan beragar BHI dalam keadaan cair dengan suhu 47 0C (dengan demikian
pengenceran ke-3 menjadi 107 kali, ke-4 menjadi 109 kali, dan ke-5 1011 kali),
kemudian dengan cepat tabung tersebut diputar horizontal dalam alat pemutar
(roller) sambil dialiri air dingin, sehingga media beragar dalam bentuk cair itu
segera membeku membentuk lapisan agar tipis merata dinding tabung. Dengan
cara tersebut bakteri menempel dam menyebar merata dalam agar. Selanjutnya
diinkubasi dalam inkubator pada suhu 39 0C selama 2-3 hari. Bakteri yang
menempel pada agar akan tumbuh membentuk koloni. Koloni dapat dilihat
langsung dengan mata (visual), oleh karena itu koloni ini dapat diamati
bentuk, warna, dan ukurannya. Pembentukan koloni akan terlihat rapat dan
padat pada pengenceran rendah dan akan jarang atau bahkan tidak ada pada

pengenceran tertinggi.

Pada pengenceran padat kita akan mendapatkan

sejumlah jenis kelompok koloni, sedangkan untuk mempermudah pengambilan
koloni sebagai isolat serta mempermudah pemurniannya dapat dilakukan pada
pengenceran tinggi (kerapatan koloni yang jarang). Kelompok koloni yang
tidak terdapat pada pengenceran tinggi diambil pada pengenceran yang lebih
rendah.
Penentuan Isolat
Penggunaan level asam tanin dimaksudkan untuk memperoleh isolat bakteri
yang mampu hidup pada beberapa level konsentrasi tanin. Bakteri yang dapat
tumbuh pada level tanin tertinggi merupakan harapan sebagai isolat terbaik.
Koloni-koloni bakteri yang terbentuk pada setiap level konsentrasi tanin
dipilah-pilah sehingga didapatkan beberapa kelompok koloni. Kolompok koloni
yang tumbuh pada level tertinggi ditetapkan sebagai kelompok koloni terpilih.
Dari setiap kelompok koloni terpilih diambil satu koloni sebagai isolat. Setiap
koloni isolat diambil dengan ose untuk dibiakkan ke dalam 10 ml media cair BHI
(diinkubasi pada suhu 39 0C selama 24 jam). Dengan demikian diperoleh
beberapa biakan isolat, dan biakan itu selanjutnya dilakukan pemurnian.
Pemurnian isolat
Koloni isolat-isolat yang telah dibiakkan pada 10 ml media cair BHI,
kemudian dibiakan lagi pada 7 ml media agar BHI setelah dilakukan pengenceran
(teknik pembiakan pada media agar ini sama seperti pada tahap isolasi). Koloni
yang terbentuk diamati keseragamannya. Bila koloni-koloni bakteri yang tumbuh
pada media agar BHI masih ada koloni Bakteri yang tidak sama dengan ciri fisik
koloni bakteri isolatnya, maka dilakukan pengambilan (menggunakan ose) satu
koloni bakteri yang sama dengan ciri fisik koloni bakteri isolatnya kedalam 10 ml
media cair BHI untuk dibiakkan kembali (diinkubasi 39 0C selama 24 jam).
Biakan dalam media cair ini kembali dibiakkan pada media agar untuk dilihat
keseragaman koloninya. Bilamana pengamatan belum terlihat seragam maka
kembali salah satu koloni dibiakan dalam media 10 ml media cair BHI dan
diamati keseragaman koloninya pada media agar, demikian prosedur ini dilakukan

berulang-ulang hingga koloni-koloni bakteri yang tumbuh pada media agar
dinyatakan seragam. Setelah dinyatakan seragam maka satu koloni bakteri isolat
diambil dengan ose dan dibiakkan pada 10 ml media cair BHI yang mengandung
1% asam tanin (inkubasi 39 0C selama 24 jam) untuk disimpan.
Penyimpanan
Biakan isolat bekteri yang murni dalam 10 ml media cair BHI mengandung
1% asam tanat, diambil sebanyak 6 ml dicampur 2 ml larutan gliserol 80% (3:1),
dan selanjutnya campuran ini disimpan dalam freezer (suhu beku).
Karakterisasi Isolat
Karakterisasi isolat meliputi:
1.

Morfologi Isolat
Pengamatan morfologi dilakukan dengan metode pewarnaan gram.

2. Aktivitas Isolat terhadap Pembeningan Tanin
Disediakan 10 ml media a